Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Bila mengenai beberapa
sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal
disebut pansinusitis. Sesuai dengan anatomi sinus yang terkena dapat dibagi
menjadi sinusitis maksila, sinusitis ethmoid, sinusitis frontal dan sinusitis
sphenoid. Pada anak hanya sinus maxilla dan sinus ethmoid yang berkembang
sedangkan sinus frontal dan sinus sphenoid mulai berkembang pada anak berusia
kurang lebih 8 tahun. 1,2
Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di
dunia. Prevalensi sinusitis tinggi di masyarakat. Di Amerika Serikat diperkirakan
0,5% dari ISPA karena virus dapat menyebabkan sinusitis akut. Sinusitis kronis
mengenai hampir 31 juta rakyat Amerika Serikat. Data dari DEPKES RI tahun
2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25
dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan
di rumah sakit. Data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM JanuariAgustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut
adalah 435 pasien, 69%nya adalah sinusitis. 1,3,4
Prevalensi sinusitis tertinggi pada usia dewasa 18-75 tahun dan kemudian
anak-anak berusia 15 tahun akibat rentannya usia ini dengan infeksi Rhinovirus.
Perempuan lebih sering terkena sinusitis dibandingkan laki-laki karena mereka
lebih sering kontak dengan anak kecil. Angka perbandingannya 20% perempuan
disbanding 11.5% laki-laki. 1,3,4
Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga
sinusitis sering juga disebut dengan rhinosinusitis. Rinosinusitis adalah penyakit
inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus meningkat
prevalensinya. Penyebab utamanya ialah infeksi virus yang kemudian diikuti oleh

infeksi bakteri. Rhinitis alergi dan infeksi virus pada saluran nafas atas yang
berkepanjangan akan menyebabkan terjadinya sinusitis. 1,3,4
Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan
maksila. Yang berbahaya dari sinusitis adalah komplikasinya ke orbita dan
intrakranial. Komplikasi ini terjadi akibat tatalaksana yang inadekuat atau faktor
predisposisi yang tak dapat dihindari, sehingga diperlukan tatalaksana dan
pengenalan dini yang baik untuk mencegah komplikasi yang ditimbulkan. 1,3,4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI DAN FISIOLOGI
A. Hidung

Hidung terdiri dari nasus externus (hidung luar) dan cavum nasi. 5
Nasus externus
Melekat di dahi melalui radix nasi atau jembatan hidung. Lubang luar
hidung adalah kedua nares. Setiap nares dibatasi oleh ala nasi dan di medial

oleh septum nasi.


Cavum nasi
Cavum nasi terletak dari nares sampai choana. Bagian dari kavum
nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares anterior, disebut
sebagai vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang memiliki banyak
kelenjar sebasea dan rambut-rambut yang disebut dengan vibrise. Septum
nasi membagi menjadi belahan kanan dan kiri yan memiliki dasar,atap,
dinding lateral dan dinding medial.
Dasar dibentuk oleh proc.palatinus maxillae dan horizontal ossis
palatini yaitu permukaan atas palatum durum. Bagian atap sempit dan
dibentuk oleh corpus ossis sphenoid, lamina cribosa, ossis ethmoidalis, os
frontale dan cartilagines nasi. Dinding lateral ditandai dengan tiga tonjolan
disebut concha nasalis superior, media dan inferior. Area dibawah concha
disebut meatus. 5
Terdapat dua membran mucosa yang melapisi cavum nasi, kecuali
vestibulum yang dialapisi oleh kulit yang mengalami modifikasi. Terdapat
membran mucosa olfactorius yang melapisi permukaan atas concha nasalis
superior, recessus sphenoidalis serta septum nasi. Membran ini berfungsi
menerima rangsangan penghidu dengan sel penghidu khusus. Terdapat juga
membran mucosa respiratorius yang melapisi bagian bawah cavum nasi
berfungsi untuk menghangatkan, melembabkan dan membersihkan udara
inspirasi. Proses ini ditimbulkan oleh banyaknya sekresi mucus yang
diproduksi oleh sel goblet.
3

Suplai arteri untuk cavum nasi terutama berasal dari cabang


a.maxillaris. cabang yang terpenting adalah a.sphenopalatina yang
beranastomosis dengan cabang septal a.labialis superior yang merupakan
cabang dari a.facialis di daerah vestibulum. Daerah ini sering terjadi
epistaksis. Vena-vena membentuk plexus yang luas didalam submucosa.
Plexus ini dialirkan oleh vena yang menyertai arteri.
N. Olfactorius berasal dari sel olfactorius khusus yang sudah
dibicarakan diatas. Saraf ini naik ke atas melalui lamina cribosa dan
mencapai bulbus olfactorius. Saraf sensasi umum berasal dari divisi
ophtalmicus dan maxillaris n.trigeminus.
Pembuluh limfe mengalirkan limfe dari vestibulum ke nodi
submandibulares. Bagian lain dari cavum nasi mengalirkan limfenya ke
nodi cervicalis profunsi superior. 5

B. Sinus Paranasal
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang
sulit dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada setiap
individu.Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu
sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri.
Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala,
sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai
muara (ostium) ke dalam rongga hidung. 1,5

Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa


rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3 4 bulan,
kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus etmoid dan maksila telah ada
sejak anak lahir, sedangkan sinus frontalis berkembang dari sinus etmoid
anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus
sfenoid dimulai pada usia 8 10 tahun dan berasal dari bagian
posterosuperior rongga hidung. Sinus sinus ini umumnya mencapai besar
maksimal pada usia antara 15 18 tahun. 1,5
Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang
mengalami modifikasi, dan mampu menghasilkan mukus, bersilia, sekret
disalurkan ke dalam rongga hidung. Pada orang sehat, rongga terutama

berisi udara. 1,5


Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat
lahirsinus maksila bervolume 6 8 ml, sinus kemudian berkembang
dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat
dewasa. Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah
permukaan fasial os maksila yang disebut fossa kanina, dinding
posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya
ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita
dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium
sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan
bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.
Dasar dari sinus maksila sangat berdekatan dengan rahang gigi
atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga
gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat
menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas
menyebabkan sinusitis. Suplai darah terbanyak melalui cabang dari arteri

maksilaris. Inervasi mukosa sinus melalui cabang dari nervus maksilaris.1,5


Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan
keempat fetus, berasal dari sel sel resessus frontal atau dari sel sel
infundibulum etmoid. Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya,
5

lebarnya 2,4 cm, dan dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat
sekat dan tepi sinus berlekuk lekuk. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang
yang relatif tipis dari orbita dan fossa serebri anterior, sehingga infeksi dari
sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrainase
melalui ostiumnya yang terletak di resessus frontal. Resessus frontal
adalah bagian dari sinus etmoid anterior.
Suplai darah diperoleh dari arteri supraorbital dan arteri
supratrochlear yang berasal dari arteri oftalmika yang merupakan salah
satu cabang dari arteri carotis interna. Inervasi mukosa disuplai oleh
cabang supraorbital dan supratrochlear cabang dari nervus frontalis yang

berasal dari nervus trigeminus. 1,5


Sinus Etmoid
Pada orang dewasa sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya
di bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4,5 cm, tinggi 2,4
cm, dan lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior.
Sinus etmoid berongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon,
yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak
diantara konka media dan dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya
bervariasi antara 4-17 sel (rata- rata 9 sel).
Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid
anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang
bermuara di meatus superior. Sel sel sinus etmoid anterior biasanya
kecil-kecil dan banyak, letaknya dibawah perlekatan konka media,
sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih
sedikit jumlahnya dan terletak di postero-superior dari perlekatan konka
media. Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit,
disebut resessus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Atap
sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina
kribosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis
dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus
etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid.

Suplai darah berasal dari cabang nasal dari arteri sphenopalatina.


Inervasi mukosa berasal dari divisi oftalmika dan maksilaris nervus

trigeminus. 1,5
Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid
posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum
intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan
lebarnya 1,7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7,5 ml.
Batas- batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media
dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral
berbatasan dengan sinus kavernosus dan a. karotis interna dan di sebelah
posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons. 1,5

C. Kompleks ostiomeatal
Kompleks ostiomeatal dideskripsikan sebagai area yang terdapat di
dinding lateral hidung dimana terdapat meatus medius yang merupakan
muara dari sinus paranasalis (kecuali sinus sfenoid). KOM merupakan unit
fungsional yang merupakan tempat ventilasi dan draenase dari sinus-sinus
yang letaknya di anterior yaitu sinus maksila, sinus etmoid anterior, dan
sinus frontal. Jika terjadi obstruksi pada celah yang sempit ini, maka akan
7

terjadi perubahan patologis yang signifikan pada sinus-sinus yang


terkait.1,5
Struktur fungsional dari kompleks ini terdiri dari prosesus
uncinatus,

hiatus

semilunaris,

resesus

frontalis,

bulla

ethmoid,

infundibulum ethmoid dan muara dari sinus maksila. 1,5

Sistem Mukosiliar
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa
bersilia dan palut lender di atasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara
teratur untuk mengalirkan lender menuju ostium alamiahnya mengikuti
jalur-jalur yang sudah tertentu polanya. 1,5
Pada sinus maksila sistem transport mukosiliar menggerakan secret
sepanjang dinding anterior, medial, posterior, dan lateral serta atap
rongga sinus membentuk gambaran halo atau bintang yang mengarah ke
ostium alamiah. Setinggi ostium secret akan lebih kental tetapi
drainasenya lebih cepat untuk mencegah tekanan negative dan
berkembangnya infeksi. Kerusakan mukosa yang ringan tidak akan
menghentikan atau menguba transport dan secret akan melewati mukosa
yang rusak tersebut. Tetapi jika secret lebih kental, secret akan terhenti
pada mukosa yang mengalami defek.
Gerakan sistem mukosiliar pada sinus frontal mengikuti gerakan
spiral. Secret akan berjalan menuju septum interfrontal, kemudian ke
8

atap, dinding lateral dan bagian inferior dari dinding anterior dan
posterior menuju ressesus frontal. Gerakan spiral menuju ke ostiumnya
terjadi pada sinus sphenoid sedangkan pada sinus etmoid terjadi gerakan
rektilinier jika ostiumnya terletak di dasar sinus atau gerakan spiral jika
ostium terdapat pada salah satu dindingnya.
Pada dinding lateral hidung terdapat 2 aliran transport mukosiliar
dari sinus. Lendir yang berasal dari kelompok sinus anterior yang
bergabung di infundibulum etmoid dialirkan ke nasofaring di depan
muara tuba Eustachius. Lendir yang berasal dari kelompok sinus
posterior bergabung di ressesus sfenoetmoidalis, dialirkan ke nasofaring
di postero-superior muara tuba. Inilah sebabnya pada sinusitis didapati
secret pasca nasal (post nasal drip), tetapi belum tentu ada secret di
rongga hidung. 1,5

Fisiologi Sinus Paranasal 1


a. Sebagai Pengatur Kondisi Udara (Air Conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan
mengatur kelembapan udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini
ialah karena ternyata tidak didapati pertukaran udara yang
definitive antara sinus dan rongga hidung.
Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000
volume sinus pada tiap kali bernapas, sehingga dibutuhkan
beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus. Lagipula
mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang
sebanyak mukosa hidung.
b. Sebagai Penahan Suhu (Thermal Insulators)
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas,
melindungi orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang

berubah-ubah. Akan tetapi kenyataannya sinus-sinus yang besar


tidak terletak di antara hidung da organ-organ yang dilindungi.
c. Membantu Keseimbangan Kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat
tulang muka. Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan
tulang, hanya akan memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari
berat kepala, sehingga teori ini dianggap tidak bermakna.
d. Membantu Resonansi Suara
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan
mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat,
posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi
sebagai resonator yang efektif. Lagi pula tidak ada korelasi antara
resonansi suara dan besarnya sinusa pada hewan-hewan tingkat
rendah.
e. Sebagai Peredam Perubahan Tekanan Udara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan
mendadak, misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.
f. Membantu Produksi Mukus
Mucus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya
kecil disbanding dengan mucus dari rongga hidung, namun efektif
untuk membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara
inspirasi karena mucus ini keluar dari meatus medius, tempat yang
paling strategis.
II. PANSINUSITIS
A. Definisi
Sinusitis adalah peradangan mukosa sinus paranasal. Umumnya
disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rhinosinusitis.
Definisi lain menyebutkan, sinusitis adalah inflamasi dan pembengkakan
membrana mukosa sinus disertai nyeri lokal .Bila mengenai beberapa
sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus
paranasal disebut pansinusitis. 1,2

10

Sesuai dengan anatomi sinus yang terkena dapat dibagi menjadi


sinusitis maksila, sinusitis ethmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid.
Sinus maxilla merupakan sinus yang paling sering terinfeksi, oleh karena :

Merupakan sinus paranasal terbesar,

Letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar sehingga sekret dari sinus

maxilla hanya tergantung dari gerakan silia


Dasar sinus maxilla adalah dasar akar gigi (processus alveolaris),
sehingga infeksi pada gigi dapat menyebabkan sinusitis maxilla
Ostium sinus maxilla terletak di meatus medius, di sekitar hiatus

semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat. 1,2


B. Etiologi
Seperti yang diketahui, terdapat banyak faktor menjadi penyebab
sesuatu penyakit timbul, antaranya faktor internal seperti daya tahan tubuh
yang menurun akibat defisiensi gizi yang menyebabkan tubuh rentan
dijangkiti penyakit dan faktor eksternal seperti perubahan musim yang
ekstrim, terpapar lingkungan yang tinggi zat kimiawi, debu, asap
tembakau dan lain-lain. Adapun etiologinya adalah : 1,2

Virus
Virus biasanya terjadi selama infeksi saluran napas atas, infeksi virus
yang lazim menyerang hidung dan nasofaring juga menyerang sinus.
Mukosa sinus paranasalis berjalan kontinyu dengan mukosa hidung
dan penyakit virus yang menyerang hidung perlu dicurigai dapat
meluas ke sinus. Antara agen virus tersering menyebabkan sinusitis
antara lain: Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus dan

adenovirus
Bakteri
Organisme penyebab tersering sinusitis akut mungkin sama dengan
penyebab otitis media. Yang sering ditemukan antara lain:
Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, Branhamella
cataralis,

Streptococcus

alfa,

Staphylococcus

aureus

dan

Streptococcus pyogenes. Penyebab dari sinusitis kronik hampir sama


dengan bakteri penyebab sinusitis akut. Namun karena sinusitis kronik
berhubungan dengan drainase yang kurang adekuat ataupun fungsi
mukosiliar yang terganggu, maka agen infeksi yang terlibat cenderung
11

bersifat opportunistik, dimana proporsi terbesar merupakan bakteri


anaerob (Peptostreptococcus, Corynobacterium, Bacteroides, dan

Veillonella).
Jamur
Biasanya terjadi pada pasien dengan diabetes, terapi immunosupresif,
dan immunodefisiensi misalnya pada penderita AIDS. Jamur
penyebab infeksi biasanya berasal dari genus Aspergillus dan

Zygomycetes.
C. Faktor Risiko

ISPA akibat virus, rhinitis alergi, sumbatan KOM, infeksi tonsil,

infeksi gigi, hipertrofi adenoid.


Gangguan fisik akibat kekurangan gizi, kelelahan, atau penyakit
sistemik.
Gangguan faal hidung oleh karena rusaknya aktivitas silia oleh asap
rokok, polusi udara, atau karena panas dan kering.
Kelainan anatomi yang menyebabkan gangguan saluran seperti :
atresia atau stenosis koana, deviasi septum, hipertrofi konka media,
polip yang dapat terjadi pada 30% anak yang menderita fibrosis kistik,
tumor atau neoplasma, udem mukosa karena infeksi atau alergi, benda

asing.
Trauma yang menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal. 1,2
D. Klasifikasi

Sinusitis Akut, yaitu sinusitis yang berlangsung sampai 4 minggu,

memiliki tanda-tanda peradangan akut.


Sinusitis Sub Akut, yaitu sinusitis yang berlangsung antara 4 minggu
sampai 3 bulan. Memiliki tanda-tanda peradanga akut yang telah
mereda. Perubahan histologik mukosa sinus paranasal masih

reversible.
Sinusitis Kronis, yaitu sinusitis yang berlangsung lebih dari 3 bulan.
Perubahan histologik mukosa sinus paranasal sudah irreversible.

Misalnya berubah menjadi jaringan granulasi dan polipoid. 1,2


E. Patofisiologi
Sinus paranasal ditemukan normal steril dalam keadaan fisiologis.
Sekresi yang dihasilkan oleh sinus dialirkan melalui silia melalui ostia dan
keluar melalui rongga hidung. Mukus yang dihasilkan juga mengandung
12

substansi antimikroba dan zat-zat yang berfungsi untuk mekanisme


pertahanan

tubuh. Pada orang normal, laju sekresi selalu menuju ke

ostia yang mencegah adanya kontaminasi pada ruang sinus. Ostium sinus
maksilaris hanya berdiameter 2,5mm, apabila ada edema mukosa sebesar
1-3mm, akan menyebabkan kongesti (dapat disebabkan oleh alergi, virus
iritasi bahan

kimia) dan obstruksi dari sekresi sinus. Keadaan ini

menimbulkan tekanan negatif di dalam sinus yang menyebabkan


terjadinya transudasi serosa.
Mukus yang terhambat ini, apabila terinfeksi akan menyebabkan
sinusitis. Ada hipotesa mekanis yang mengatakan bahwa karena rongga
sinus ini berhubungan dengan rongga hidung, maka koloni bakteri dari
nasofaring

dapat

menginfeksi

rongga

sinus.

Patofisiologi

dari

rhinosinusitis berhubungan dengan 3 faktor, yaitu : 1,2,3

Obstruksi jalan keluar sekresi sinus.


Obstruksi dari ostia sinus mencegah drainase yang
baik.ostia dapat tertutup oleh pembengkakan mukosa atau karena
penyebab lokal (trauma, rinitis), dapat juga oleh reaksi inflamasi
yang disebabkan oleh penyakit sistemik dan gangguan imunitas.
13

Obstruksi mekanik yang disebabkan oleh polip hidung, benda


asing, septum deviasi atau tumor juga dapat menyebabkan
obstruksi ostia.Biasanya, batas mukosa yang edematous memiliki
penampilan bergigi, tetapi dalam kasus yang parah, mukus dapat
benar-benar mengisi sinus, sehingga sulit untuk membedakan
prosesalergi dari sinusitis infeksi. Secara karakterisitik, semua
sinus paranasal dan konka yang berdekatan membengkak. Air fluid
level dan erosi tulang tidak ditemukan pada sinusitis alergi ringan,
tetapi pembengkakan mukosa disertai buruknya drainase sinus

dapat dicuragai adanya infeksi sekunder bakteri.


Kelainan pada mukosiliar
Drainesa sinus paranasal bergantung

pada

gerakan

mukosiliar, bukan bergantung pada gravitasi. Koordinasi dari sel


epitel kolumner bersilia menyebabkan drainase selalu menuju ke
ostia sinus. Ada beberapa hal yang dapat mengganggu fungsi
mukosilia ini, yaitu berkurang sel epitel bersilia, aliran udara yang
tinggi, virus, bakteri, sitotoksin lingkungan, mediator inflamasi,
udara dingin/kering, jaringan parut, asap rokok, dehidrasi, obat

antihistamin dan antikolinergik, serta kartagener sindrom.


Berubahnya kualitas dan kuantitas mukus.
Adanya kurangnya sekresi atau hilangnya kelembapan pada
permukaan yang tidak dapat terkompensasi oleh kelenjar mukus
dan

sel

goblet

mukus

menjadi

sangat

kental.Berubahnya

konsistensi mukus menjadi lebih kental menyebabkan drainase


menuju ostia berjalan lambat, dan mukus ini akan tertahan untuk
beberapa waktu.

14

Inflamasi

akut

dari

mukosa

sinus

menyebabkan

hyperaemia, eksudasi cairan, keluar sel PMN dan meningkatnya


akticitas dari kelenjar serosa dan mukus.Tergantung pada virulensi
organisme, daya tahan tubuh host, dan kemampuan dari ostium
sinus untuk drainase. Pada awalnya, eksudat serous lama kelamaan
dapat menjadi purulen. Bahkan pada infeksi yang cukup berat dan
lama,

dapat

menyebabkan

perubahan

pada

mukosa

(hipertrofi/atrofi), silia rusak, pembentukan polip dan destruksi


dinding tulang yang berujung pada komplikasi. 1,2,3
F. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior
dan posterior, pemeriksaan nasoendoskopi dianjurkan untuk diagnosis
yang lebih tepat dan dini.
Anamnesis 1,2,3

Akut
Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas atas.

1)

Gejala subjektif dibagi menjadi gejala sistemik, yaitu demam dan lesu,
serta gejala gejala lokal, yaitu hidung tersumbat, ingus kental, post
nasal drip, halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagi hari, nyeri
di daerah sinus yang terkena, serta kadang disertai nyeri alih ke tempat
lain.
a) Sinusitis Maksilaris
Sinus maksila disebut juga Antrum Highmore. Pada sinusitis
maksila nyeri terasa di bawah kelopak mata dan kadang menyebar
ke alveolus hingga terasa di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan
depan telinga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan
menusuk. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan
terkadang berbau busuk dan batuk iritatif non produktif
b) Sinusitis Ethmoidalis

15

Karena dinding leteral labirin ethmoidalis (lamina papirasea)


seringkali merekah dan karena itu cenderung lebih sering
menimbulkan selulitis orbita pada anak. Pada dewasa seringkali
bersama-sama dengan sinusitis maksilaris serta dianggap sebagai
penyerta sinusitis frontalis yang tidak dapat dielakkan. Gejala
berupa nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius,
kadang-kadang nyeri dibola mata atau belakangnya, terutama bila
mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis, post nasal drip dan
sumbatan hidung.
c) Sinusitis Frontalis
Gejala subyektif terdapat nyeri kepala yang khas, nyeri berlokasi di
atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang
tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang
malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila
disentuh dan pembengkakan supra orbita.
d) Sinusitis Sfenoidalis
Pada sinusitis sfenodalis rasa nyeri terlokalisasi di vertex, oksipital,
di belakang bola mata dan di daerah mastoid. Namun penyakit ini
lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis, sehingga gejalanya

sering menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lainnya .


Kronik
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit di diagnosis.
Kadang-kadang hanya 1 atau 2 dari gejala-gejala yaitu sakit kepala
kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan
telinga akibat sumbatan kronik muara tuba eustachius, gangguan ke
paru seperti bronkitis, bronkiektasis dan yang penting adalah serangan
asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang
tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis

2)

Pemeriksaan Fisik 1,2,3


Akut
Pembengkakan pada sinus maksila terlihat di pipi dan kelopak
mata bawah, pada sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak mata

16

atas, pada sinusitis ethmoid jarang timbul pembengkakan, kecuali bila


ada komplikasi.
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan
edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid
anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan
pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak
keluar dari meatus superior. Pada sinusitis akut tidak ditemukan
polip,tumor maupun komplikasi sinusitis. Jika ditemukan maka kita
harus melakukan penatalaksanaan yang sesuai. Pada rinoskopi
posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).
Pada posisional test yakni pasien mengambil posisi sujud selama
kurang lebih 5 menit dan provokasi test yakni suction dimasukkan
pada hidung, pemeriksa memencet hidung pasien kemudian pasien
disuruh menelan ludah dan menutup mulut dengan rapat, jika positif
sinusitis maksilaris maka akan keluar pus dari hidung. Pada
pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau
gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus

yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibanding sisi yang normal
Kronik
Temuan pemeriksaan klinis tidak seberat akut dan tidak terdapat
pembengkakan pada wajah. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan
sekret kental, purulen dari meatus medius atau meatus superior, dapat
juga ditemukan polip, tumor atau komplikasi sinusitis. Pada rinoskopi
posterior tampak sekret purulen di nasofaring atau turun ke tenggorok.
Transiluminasi untuk sinus maksila dan sinus frontal, yakni pada sinus
yang terinfeksiakan terlihat suram dan gelap.

3)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Radiologis 1,6


Pemeriksaan foto kepala dengan berbagai posisi yang khas,
pemeriksaan tomogram dan pemeriksaan CT-Scan. Pemeriksaan foto
polos kepala adalah pemeriksaan yang paling baik dan paling utama
untuk mengevaluasi sinus paranasal. Karena banyaknya unsur-unsur

17

tulang dan jaringan lunak yang tumpang tindih pada daerah sinus
paranasal, kelainan-kelainan jaringan lunak, erosi tulang kadangkadang sulit dievaluasi.Pemeriksaan ini dari sudut biaya cukup
ekonomis dan pasien hanya mendapat radiasi yang minimal.
Pemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri
atas berbagai macam posisi antara lain:
a) Foto kepala posisi anterior-posterior ( AP atau posisi Caldwell)
Foto ini diambil pada posisi kepala meghadap kaset, bidang
midsagital kepala tegak lurus pada film. Idealnya pada film tampak
pyramid tulang petrosum diproyeksi pada 1/3 bawah orbita atau pada
dasar orbita. Hal ini dapat tercapai apabila orbito-meatal line tegak
lurus pada film dan membentuk 1500 kaudal.

Gambar. Air fluid level sinus maxilla posisi Caldwell

b) Foto lateral kepala


Dilakukan dengan film terletak di sebelah lateral dengan sentrasi di
luar kantus mata, sehingga dinding posterior dan dasar sinus
maksilaris berhimpit satu sama lain. Pada sinusitis tampak
penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan homogen pada
satu atau lebih sinus para nasal , penebalan dinding sinus dengan
sklerotik (pada kasus-kasus kronik).

Gambar. Air fluid level pada Sinus Maxilla (foto lateral)

c) Foto kepala posisi Waters


18

Foto ini dilakukan dengan posisi dimana kepala menghadap


film, garis orbito meatus membentuk sudut 370 dengan film.Pada
foto ini, secara ideal piramid tulang petrosum diproyeksikan pada
dasar sinus maxillaris sehingga kedua sinus maxillaris dapat
dievaluasi sepenuhnya. Foto Watersumumnya dilakukan pada
keadaan mulut tertutup. Pada posisi mulut terbuka akan dapat
menilai dinding posterior sinus sphenoid dengan baik

d) Foto kepala posisi Submentoverteks


Foto diambil dengan meletakkan film pada vertex, kepala pasien
menengadah sehingga garis infraorbito meatal sejajar dengan film.
Sentrasi tegak lurus film dalam bidang midsagital melalui sella
turcica kearah vertex. Posisi ini biasa untuk melihat sinus frontalis
dan dinding posterior sinus maxillaris

e) Foto Rhese
Posisi Rhese atau oblique dapat mengevaluasi bagian posterior
sinus ethmoidalis, kanalis optikus, dan lantai dasar orbita sisi lain.

19

Pemeriksaan CT-Scan
Pemeriksaan CT-Scan sekarang merupakan pemeriksaan yang
sangat unggul untuk mempelajari sinus paranasal, karena dapat
menganalisis dengan baik tulang-tulang secara rinci dan bentuk-bentuk
jaringan lunak, irisan axial merupakan standar pemeriksaan paling baik
yang dilakukan dalam bidang inferior orbitomeatal (IOM). Pemeriksaan
ini dapat menganalisis perluasan penyakit dari gigi geligi, sinus-sinus
dan palatum, terrmasuk ekstensi intrakranial dari sinus frontalis.
Pada kasus-kasus sinusitis sphenoid, kira-kira 50% foto polos sinus
sphenoidalis yang normal, tapi apabila dilakukan pemeriksaan CT-Scan,
maka tampak kelainan pada mukosa berupa penebalan.

Gambar . Foto normal CT- Scan

Gambar. Foto CT scan posisi coronal memperlihatkan gambaran sinusitis


maxilla dengan penebalan dinding mukosa di sinus maxilla kanan

Pansinusitis adalah suatu keadaan dimana terdapat perselubungan


pada seluruh sinus-sinus. Apabila perselubungan masih tetap ada sampai
2-3 minggu setelah terapi konservatif perlu dilakukan pemeriksaan CTScan. Hal-hal yang mungkin terjadi pada kasus tersebut, ialah:
20

o Kista retensi yang luas, pada pemeriksaan CT-Scan terlihat


o
o
o
o

gambaran air fluid level


Polip yang mengisi ruang sinus
Polip antrakoana
Masa pada kavum nasi yang menyumbat sinus
Mukokel, pada foto polos tampak gambaran radioopak berbatas
tegas berbentuk konveks dengan penebalan dinding mukosa
disekitarnya. Pada mukokel didaerah sinus etmoidalis sukar
dideteksi dengan foto polos, tetapi dapat dideteksi dengan

pemeriksaan CT.
o Tumor
Pemeriksaan MRI 3,6
MRI memberikan gambaran yang lebih baik dalam membedakan
struktur jaringan lunak dalam sinus. Kadang digunakan dalam kasus
suspek tumor dan sinusitis fungal. Sebaliknya, MRI tidak mempunyai
keuntungan dibandingkan dengan CT Scan dalam mengevaluasi
sinusitis. MRI memberi hasil positif palsu yang tinggi, penggambaran
tulang yang kurang, dan biaya yang mahal. MRI membutuhkan waktu
lama dalam penyelesaiannya dibandingkan dengan CT Scan yang
relatif cukup cepat dan sulit dilakukan pada pasien klaustrofobia.
MRI mungkin merupakan pilihan terbaik untuk mendeteksi dan
mengenali mukokel.MRI dengan kontras merupakan teknik terbaik

untuk mendeteksi empiema subdural atau epidural.


Pemeriksaan mikrobiologis 1,2,3
Biakan yang berasal dari hidung bagian posterior dan nasofaring
biasanya lebih akurat dibandingkan dengan biakan yang berasal dari
hidung bagian anterior. Namun demikian, pengambilan biakan hidung
posterior juga lebih sulit. Biakan bakteri spesifik pada sinusitis
dilakukan dengan menagspirasi pus dari inus yang terkena.
Pada sinusitis akut dan kronik sering terlibat lebih dari satu jenis
bakteri. Dengan demikian untuk menentukan antibiotik yang tepat

harus diketahui benar jenis bakterinya penyebab sinusitisnya.


Sinuskopi 1,2,3
Sinoscopy merupakan satu satunya cara yang memberikan
informasi akurat tentang perubahan mukosa sinus, jumlah sekret yang
21

ada di dalam sinus, dan letak dan keadaan dari ostium sinus. Yang
menjadi masalah adalah pemeriksaan sinoscopy memberikan suatu
keadaan yang tidak menyenangkan buat pasien.
G. Tatalaksana
Tujuan terapi ialah mempercepat penyembuhan, mencegah
komplikasi dan mencegah akut menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah
membuka sumbatan di kompleks ostio-meatal (KOM) sehingga drainase
dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.

Penatalaksanaan Medis 1,2,3


1) Terapi medikamentosa
Tujuan dari terapi sinusitis akut adalah memperbaiki fungsi
mukosilia dan mengontrol infeksi. Terapi sinusitis karena infeksi
virus tidak memerlukan antibiotika. Terapi standart nonantibiotika
diantaranya topical steroid, dan atau oral decongestan, mucolytics,
dan intranasal saline spray. Sedangkan untuk terapi sinusitis akut
bacterial diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik empirik
Antibiotik yang diberikan lini I yakni golongan penisilin atau
cotrimoxazol dan terapi tambahan yakni obat dekongestan oral +
topikal, mukolitik untuk memperlancar drenase dan analgetik untuk
menghilangkan rasa nyeri. Pada pasien atopi, diberikan antihistamin
atau kortikosteroid topikal. Jika ada perbaikan maka pemberian
antibiotik diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari. Jika tidak ada
perbaikan maka diberikan terapi antibiotik lini II selama 7 hari yakni
amoksisilin klavulanat/ampisilin sulbaktam, cephalosporin generasi
II, makrolid dan terapi tambahan
2) Drainase
Tindakan dapat berupa diatermi dengan sinar gelombang pendek
(Ultra Short Wave Diathermy) sebanyak 5 6 kali pada daerah yang
sakit untuk memperbaiki vaskularisasi sinus. Kalau belum membaik,
maka dilakukan pencucian sinus. Untuk sinusitis maxillaris dilakukan
pungsi dan irigasi sinus, sedangkan untuk sinusitis ethmoidalis
frontalis dan sinusitis sphenoidalis dilakukan tindakan pencucian
Proetz. Irigasi dan pencucian dilakukan 2 kali dalam seminggu. Bila

22

setelah 5 atau 6 kali tidak ada perbaikan dan klinis masih tetap banyak

secret purulen, maka perlu dilakukan bedah radikal.


Penatalaksanaan Bedah 1,2,3
Harus dipertimbangkan penatalaksanaan bedah untuk mempermudah
drainase sinus yang terkena serta mengeluarkan mukosa yang sakit. Hal ini
diperlukan :
o Bila terancam komplikasi
o Untuk menghilangkan nyeri hebat
o Bila pasien tidak berespon terhadapat terapi medis.

1) Pembedahan Radikal
Pembedahan radikal yaitu pengangkatan mukosa yang patologik dan
membuat drainase dari sinus yang terkena. Untuk sinus maxillaris
dilakukan operasi Caldwell-luc, sedangkan untuk sinus ethmoidalis
dilakukan ethmoidektomi yang bisa dilakukan dari dalam hidung
(intranasal) atau dari luar (ekstranasal). Drainase sekret pada sinus
frontalis dapat dilakukan dari dalam hidung (intranasal) atau dari luar
(ekstranasal) seperti dalam operasi Kilian. Drainase sinus sphenoidalis
dilakukan dari dalam hidung (intranasal).
2) Pembedahan Non-Radikal
Akhir-akhir ini dikembangkan metode operasi sinus paranasal dengan
menggunakan endoskop yang disebut Bedah Sinus Endoskop
Fungsional (BSEF). Prinsipnya ialah membuka dan membersihkan
daerah kompleks ostiomeatal yang menjadi sumber sumbatan dan
infeksi, sehingga ventilasi dan drainase sinus dapat lancar kembali
melalui ostium alami. Dengan demikian mukosa sinus akan kembali
normal
H. Komplikasi

Komplikasi Orbita 1,2,3


Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita
yang tersering. Namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga
terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita.
23

Terdapat 5 tahapan :
1) Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita
akibat infeksi sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama
ditemukan pada anak, karena lamina papirasea yang memisahkan
orbita dan sinus ethmoidalis sering kali merekah pada kelompok
umur ini.
2) Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif
menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk.
3) Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding
tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis.
4) Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur
dengan isi orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis
optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak
otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva
merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin
bertambah.
5) Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri
melalui saluran vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk
suatu tromboflebitis septik.

Secara patognomonik, thrombosis sinus kavernosus terdiri dari ;


- Oftalmoplegia
- Kemosis konjuctiva
- Gangguan penglihatan yang berat
- Kelemahan pasien
- Tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus
yang berdekatan dengan saraf cranial II, III, IV, VI, serta

berdekatan juga dengan otak.


Mukokel 1,2,3
Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul
dalam sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris,
sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak
berbahaya.
Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat
membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya.
Kista ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau
fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus
24

sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan


penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.
Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama
dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat.
Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk
mengangkat semua mukosa yang terinfeksi dan memastikan drainase

yang baik atau obliterasi sinus


Komplikasi Intra Kranial 1,2,3
a. Meningitis Akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat
adalah meningitis akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat
menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang
berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau
melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.
b. Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna
kranium, sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul
lambat, sehingga pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum
pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra kranial.
Abses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan
arachnoid atau permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan
abses dura.
c. Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus
terinfeksi, maka dapat terjadi perluasan metastatik secara
hematogen ke dalam otak. Terapi komplikasi intra kranial ini
adalah antibiotik yang intensif, drainase secara bedah pada ruangan

yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi.


Osteomielitis dan abses subperiosteal
Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang
frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat
sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam dan menggigil.

I. Prognosis

25

Sinusitis akut memiliki prognosis yang sangat baik, dengan perkiraan 70%
penderita sembuh tanpa pengobatan. Sedangkan sinusitis kronik memiliki
prognosis yang bervariasi. Jika penyebabnya adalah kelainan anatomi dan
telah diterapi dengan bedah, maka prognosisnya baik.lebih dari 90%
pasien membaik dengan intervensi bedah, namun pasien ini kadang
mengalami kekambuhan. 1,2,3

DAFTAR PUSTAKA
26

1. Soepardi EA, iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu


Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi Keenam.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2007.
2. Pletcher A. Higler,MD. BOIES Buku ajar penyakit THT. Jakarta : Penerbit
buku kedokteran EGC. 2012
3. Itzhak Brook,MD,MSc. Epidemiology of Acute Sinusitis. Diunduh dari
http//emedicine.medscape.com/article/232670-overview#a0156
4. Russell A.Faust, PhD,MD. Development Of The Paranasal Sinuses In
Children. In: Ask The Boogor Doctor. 2010. Diunduh dari
http://www.boogordoctor.com/2012/02/development-of-the-paranasalsinuses-in-children
5. Snell Richard. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran Edisi 6.Jakarta
: EGC. 2006
6. Ekayuda I. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta : Divisi
Radiodiagnostik Departemen Radiologi FKUI. 2005

27

Anda mungkin juga menyukai