FESS
Disusun Oleh:
Mayya Fiqi Kamala 1102015129
Xshena Thanyea 1102015161
Yunni Anggraini 1102016231
Bazlina Zahra 1102016043
Nadya Safira 1102016151
Tifany Lazuardian Amiga 1102016216
Natasya Kriswandhany 1102015161
Pembimbing:
dr. Ritria Sitalaksmi, M.Biomed, Sp.An
Rinosinusitis kronis (RSK) adalah penyakit inflamasi mukosa hidung dan sinus
paranasal yang berlangsung lebih dari 12 minggu. Diagnosis rinosinusitik kronik ditegakkan
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang. Gejala lokal berupa
obstruksi nasi, nasal discharge, nyeri kepala, nyeri wajah serta gangguan penghidu. Gejala
sistemik berupa malaise dan demam. Penatalaksanaan pada rinosinusitis kronis berupa
pemberian medikamentosa baik dekongestan, kortikosteroid sistemik maupun disertai dengan
tindakan operatif. Umumnya tindakan operatif dilakukan bila terdapat kegagalan terapi
medikamentosa.2
Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS) adalah suatu tindakan bedah invasif
minimal yang dilakukan pada bagian dalam hidung dan sinus paranasalis dengan alat
endoskopi sehingga mengakibatkan terjadinya perlukaan mukosa pada hidung. FESS
bertujuan untuk menghilangkan mukosa inflamasi dan untuk mengembalikan ventilasi dan
drainase rongga sinus. FESS merupakan prosedur risiko rendah yang efektif untuk
rinosinusitis kronis.1
Prosedur bedah sinus endoskopik fungsional (FESS) dilakukan di bawah anestesi topikal
dengan sedasi dan seiring teknik bedah saat ini telah memungkinkan ahli bedah menjadi jauh
lebih agresif dengan tingkat reseksi mereka sehingga dapat juga dilakukan dengan anestesi
umum. Jika dilakukan dengan anestesi lokal, pasien akan sadar dan mampu memberi sinyal
segala jenis rasa sakit atau ketidaknyamanan, memperingatkan dan memungkinkan ahli
bedah untuk meminimalkan trauma dan komplikasi. Anestesi umum memiliki keuntungan
pada FESS yaitu bidang bedah tidak bergerak, perlindungan jalan napas yang efektif,
analgesia yang memadai, kenyamanan pasien. Saat ini, anestesi lokal masih dianggap cocok
untuk prosedur minor pada pasien tertentu, tetapi anestesi umum lebih disukai untuk sebagian
besar kasus untuk memenuhi kebutuhan bedah yang lebih aman.3
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI FESS
Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS) adalah prosedur risiko rendah yang
efektif untuk rinosinusitis kronis. FESS merupakan suatu tindakan bedah invasif
minimal yang dilakukan pada bagian dalam hidung dan sinus paranasalis dengan alat
endoskopi sehingga mengakibatkan terjadinya perlukaan mukosa pada hidung. FESS
bertujuan untuk menghilangkan mukosa inflamasi dan untuk mengembalikan ventilasi
dan drainase rongga sinus.1
INDIKASI FESS
Indikasi absolut tindakan FESS adalah rinosinusitis dengan komplikasi, mukosil yang
luas, rinosinusitis jamur alergi atau invasif dan kecurigaan neoplasma. Indikasi relatif
tindakan ini meliputi polip nasi simptomatik dan rinosinusitis kronis atau rekuren
simptomatik yang tidak respon dengan terapi medikamentosa. Selain itu ada beberapa
indikasi lain yaitu Sinusitis kronis yang refrakter terhadap perawatan medis, sinusitis
berulang,polip hidung,polip antrokoanal, mukokel sinus, eksisi tumor yang dipilih,
penutupan kebocoran cairan serebrospinal (CSF), dekompresi orbital (misalnya,
oftalmopati Graves), dekompresi saraf optik, dakriosistorinostomi (DCR), perbaikan
atresia choanal, pengangkatan benda asing, kontrol epistaksis.4,5
Sinus Paranasal
Sinus paranasal merupakan salah salah satu organ tubuh manusia yang
sulit dideskripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu.
Sinusparanasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga
terbentuk rongga di dalam tulang. Ada empat pasang (delapan) sinus
paranasal, empat buah pada masing -masing sisi hidung sinus frontalis kanan
dan kiri, sinus etmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus maksila,
yang terbesar, kanan dan kiri disebut Antrum Highmore dan sinus sfenoidalis
kanan dan kiri. Semua rongga sinus ini dilapisi oleh mukosa yang
merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan semua bermuara di
rongga hidung melalui ostium masing-masing. 6,7
III. INSTRUMEN
ALAT UNTUK ANESTESI8 :
Stetoskop, Laringoskop
Endotracheal Tube (ETT) ukuran (4) (4.5) (5)
Mesin Ventilator
Sungkup ukuran 2
Ambu bag Jackson rees 0,5 L
Oropharyngeal Airway
Plester / Tape
Mandrin / Stillete
Spuit 10 cc
Suction
PERSIAPAN OBAT8 :
Fentanyl 100 mcg/2ml
Propofol 10 mg
Rocuronium 50 mg
Piralen 1 amp
Tranex 1 amp
Catapres 50 mg
Dexamethasone 10 mg
Toramine 30 mg
Tramadol 100 mg
Isoflurane 70 cc
Sulfas Atropin 0,5 mg
Transamin 500 mg
Prostigmin 1 mg
PERSIAPAN KHUSUS
Pasien yang menjalani pembedahan pada daerah leher memiliki masalah lain
yang dapat menyebabkan tersumbatnya jalan nafas, misal ukuran dan lokasi tumor.
Pasien dengan tumor faringolaringeal sering terdapat residu sisa- sisa makanan pada
laringoskopi yang dapat mengganggu visual. Pada umumnya pasien dengan kanker
pada daerah kepala dan leher dapat menyebabkan kontraktur yang dihasilkan dari
pengobatan sebelumnya, terdapat kecacatan eksternal yang jelas dan memiliki
gerakan yang terbatas, seperti ekstensi leher terbatas. Kekakuan, dan distorsi pada
jaringan orofaringeal dapat mengganggu ventilasi sungkup muka. Pasien dengan
pembedahan pada daerah leher harus memperhatikan jalan nafas dengan melakukan
pemeriksaan jalan nafas diantaranya penilaian gerakan leher di semua bagian
(terutama antlanto-aksial fleksi, dan ekstensi), estimasi jarak tiromental, dan tingkat
mallampati.Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut terbuka maksimal, dan lidah
dijulurkan maksimal menurut Mallampati dibagi menjadi 4 gradasi, diantaranya9,10:
Ø Mallampati gradasi I : tampak adanya pilar faring, uvula, dan palatum molle.
Ø Mallampati gradasi II : tampak adanya uvula, dan palatum molle.
Ø Mallampati gradasi III: hanya tampak palatum molle.
Ø Mallampati gradasi IV: tidak tampak adanya pilar faring, uvula, dan palatum
molle.
Klasifikasi Status Fisik Anestesia9,10
ASA 1 : pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit sistemik
ASA 2 : pasien penyakit bedah disertai penyakit sistemik ringan sampai sedang
ASA 3 : pasien penyakit bedah disertai penyakit sistemik berat yang disebabkan
karena berbagai penyebab tetapi tidak mengancam jiwa
ASA 4 : pasien penyakit bedah disertai penyakit sistemik berat yang secara
langsung mengancam kehidupannya
ASA 5 : pasien penyakit bedah disertai penyakit sistemik berat yang sudah tidak
mungkin ditolong lagi, dioperasi atau tidak dalam 24 jam akan meninggal.
Persiapan di ruang persiapan Instalasi Bedah Sentral (IBS) Pasien diterima oleh
petugas khusus kamar persiapan. 9,10
Ø Di kamar persiapan dilakukan:
Ø Evaluasi ulang status pasien, dan catatan medik pasien serta perlengkapan
lainnya. Konsultasi di tempat apabila diperlukan.
Ø Ganti pakaian dengan pakaian khusus kamar operasi.
Ø Memberi premedikasi.
Ø Memasang infus.
X. KESIMPULAN
Tindakan Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS) merupakan suatu
tindakan bedah invasif minimal yang dilakukan pada bagian dalam hidung dan
sinus paranasalis dengan alat endoskopi pada pasien dengan rhinosinusitis kronis
yang tidak sembuh dengan terapi medikamentosa. FESS bertujuan untuk
menghilangkan mukosa inflamasi dan untuk mengembalikan ventilasi dan
drainase rongga sinus. Selain pada rhinosinusitis kronis FESS jug bisa di
indikasikan pada penyakit polip hidung,polip antrokoanal, mukokel sinus, eksisi
tumor yang dipilih, penutupan kebocoran CSF, dekompresi orbital, dekompresi
saraf optik, dakriosistorinostomi, perbaikan atresia choanal, pengangkatan benda
asing, dan kontrol epistaksis.
Jenis anestesi yang dapat dilakukan yaitu anestesi local dengan sedasi dan
anestesi umum. Saat ini anestesi lokal masih dianggap cocok untuk prosedur
minor pada pasien tertentu, tetapi anestesi umum lebih disukai untuk sebagian
besar kasus yang lebih sulit dan lebih memiliki keuntungan berupa
memungkinkan bidang bedah tidak bergerak, perlindungan jalan napas yang
efektif, analgesia yang memadai, dan kenyamanan pasien.
Sebelum dilakukannya tindakan FESS pentingnya untuk mengevaluasi pre
operatif untuk mengkaji, merencanakan, memenuhi kebutuhan pasien mengetahui
akibat tindakan anestesi serta mengantisipasi dan menanggulangi kesulitan yang
akan muncul. Manajemen intra operatif juga diperlukan untuk mengurangi resiko
perdarahan dan memantau fungsi vital pasien selama anestesi agar pembedahan
dapat berjalan lancar dan baik. Fase pasca operatif diperlukan untuk pemulihan
dan perawatan pasien pasca operasi agar mencegah dan mengatasi komplikasi
yang dapat terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Carlton, Daniel A.; Govindaraj, Satish (2016). Anesthesia for functional endoscopic
sinus surgery. Current Opinion in Otolaryngology & Head and Neck Surgery, (), 1–.
doi:10.1097/MOO.0000000000000322
2. Irfandi D, Ambriani D, Vitresia H. Penatalaksanaan Multirinosinusitis Kronis dengan
Komplikasi Abses Subperiosteal Sinistra. Jurnal Kesehatan Andalas. 2020;9(4):466-475
3. Virappa, P. 2015. Anesthetic Considerations in Functional Endoscopic Sinus Surgery.
10.5005/jp-journals-10003-1182. Anesthetic Considerations in Functional Endoscopic
Sinus Surgery. Department of Anesthesia, BYL Nair Hospital and TN Medical
College, Mumbai, Maharashtra, India.
4. Budiman, B. J., & Rosalinda, R. 2013. Bedah Sinus Endoskopi Fungsional Revisi
Pada Rinosinusitis Kronis. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
5. Al-Mujaini, A., Wali, U., & Alkhabori, M. 2009. Functional endoscopic sinus
surgery: indications and complications in the ophthalmic field. Oman medical journal,
24(2), 70. doi : https://dx.doi.org/10.5001%2Fomj.2009.18
6. Krouse, John H, Robert JS. 2006. Anatomy and physiology of paranasal sinuses.
Dalam: Itzhak Brook eds. Sinusitis from microbioology to management. New York:
Taylor and Francis Group LLC
7. 2. Ballenger, J.J. 2016. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher.
Tangerang: Binarupa Aksara.
8. HTA Indonesia_2006_Fuctional Endoscopic Sinus Surgery di Indonesia_hlm 24/52
9. Bickley LS, Szilagyi PG. 2013. Bates Guide to Physical Examination and History
Taking. Edisi 11. Aptara, Inc.
10. Mangku G, Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. PT Indeks;
2017.
11. Homsi MT, dan Gaffey MM. Sinus Endoscopic Surgery. Statpearls Publishing. 2021.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK563202/ diakses pada 8 Januari 2022.
12. Ubale PV. Anesthetic Considerations in Functional Endoscopic Sinus Surgery.
Otorhinolaryngology Clinics: An International Journal, 2015; 7(1): 22-27.
13. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. 2018. Intraoperative Management . In :
Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. New York: Mc Graw Hill,
2018.
14. Smith G, D'Cruz JR, Rondeau B, et al. General Anesthesia for Surgeons. [Updated
2021 Oct 12]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2022