Anda di halaman 1dari 20

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia 1.
Menurut American Academy of Otolaryngology - Head & Neck Surger 1996, istilah sinusitis
lebih tepat diganti dengan rinosinusitis karena dianggap lebih akurat dengan alasan:
(1) secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan mukosa hidung,
(2) sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis, dan
(3) gejala-gejala obstruksi nasi, rinore dan hiposmia dijumpai pada rinitis ataupun
sinusitis.
Rhinosinusitis adalah penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus
meningkat prevalensinya. Rhinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang
berat, sehingga penting bagi dokter umum atau dokter spesialis lain untuk memiliki
pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala dan metode diagnosis dari penyakit
rhinosinusitis ini.Penyebab utama sinusitis adalah infeksi virus, diikuti oleh infeksi bakteri.
Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus ethmoid dan maksilaris. Bahaya
dari sinusitis adalah komplikasinya ke orbita dan intracranial, komplikasi ini terjadi akibat
tatalaksana yang inadekuat atau faktor predisposisi yang tidak dapat dihindari. Tatalaksana
dan pengenalan dini terhadap sinusitis ini menjadi penting karena hal diatas. Terapi antibiotic
diberikan pada awalnya dan jika telah terjadi hipertrofi, mukosa polipoid dan atau
terbentuknya polip atau kista maka dibutuhkan tindakan operasi1.

TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI DAN FISIOLOGI SINUS PARANASAL
Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan
sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang
kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara ke
rongga hidung.
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung
dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus
frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat anak lahir, sedangkan sinus frontal
berkembang dari dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun.
Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian posterosuperior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksila 15-18 tahun. Pada
orang sehat, sinus terutama berisi udara. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernapasan
yang mengalami modifikasi, dan mampu menghasilkan mukus dan bersilia, sekret disalurkan
ke dalam rongga hidung.
Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila
bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran
maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.
Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os
maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal
maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung dinding superiornya adalah
dasar orbita dan dinding inferior ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila
berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui
infindibulum etmoid.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah:
1. Dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas,
yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C)

dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus,
sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.
2. Sinusitis maksila dapat menyebabkan komplikasi orbita.
3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase kurang
baik, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum
adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi
pada daerah ini dapat menghalangi drenase sinus maksila dan selanjutnya
menyebabkan sinusitus.
Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus,
berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus
frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum
usia 20 tahun. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari pada
lainnya dan dipisahkan oleh sekret yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang
dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak
berkembang.Ukurannya sinus frontal adalah 2.8 cm tingginya, lebarnya 2.4 cm dan dalamnya
2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berleku-lekuk. Tidak adanya
gambaran septumn-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan
adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisakan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa
serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus
frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal. Resesus frontal adalah
bagian dari sinus etmoid anterior.1,2
Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini
dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya.
Pada orang dewasa bentuk sinus etomid seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior.
Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4 cmn dan lebarnya 0.5 cm di bagian
anterior dan 1.5 cm di bagian posterior.1,2
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon,
yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media
dan dinding medial orbita, karenanya seringkali disebut sel-sel etmoid. Sel-sel ini jumlahnya
bervariasi antara 4-17 sel (rata-rata 9 sel). Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi

sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang
bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak,
letaknya di bawah perlekatan konka media, sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya
lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di postero-superior dari perlekatan konka
media.1,2
Di bagian terdepan sinus etmoid enterior ada bagian yang sempit, disebut resesus
frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula
etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum,
tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal
dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan
sisnusitis maksila.
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribosa.
Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid
dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatsan dengan sinus sfenoid.
Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus
sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalag 2 cmn
tingginya, dalamnya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7.5 ml. Saat
sinus berkembang, pembuluh darah dan nerbus di bagian lateral os sfenoid akan menjadi
sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus
etmoid.1,2
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar
hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus
kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah
posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons.1,2

Kompleks Ostio-Meatal

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muaramuara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit
dan sempit dan dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid
yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel
etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.1,2

Gambar 1 : sinus
paranasal12

Sampai saat ini belum ada kesesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal.
Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi apa-apa, karena
terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka. Namun ada beberapa pendapat yang
dicetuskan mengenail fungsi sinus paranasal yakni :1,2
1. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur
kelembaban udara inspirasi.Keberatan terhadap teori ini ialah karena ternyata tidak
didapati pertukaran udara yang definitive antara sinus dan rongga hidung.Lagipula
mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa
hidung.
2. Sebagai penahan suhu (thermal insulators)

Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan
fossa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.
3. Membantu keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan
tetapi, bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan
pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori dianggap tidak
bermakna.
4. Membantu resonansi suara
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi
kualitas suara.Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak
memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif.Lagipula tidak ada
korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.
5. Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak misalnya
pada waktu bersin atau membuang ingus
6. Membantu produksi mukus
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil
dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan
partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus
medius, tempat yang paling strategis.
RHINOSINUSITIS
Definisi
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai
atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah
selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh
infeksi

bakteri.Sinusitis dikarakteristikkan

sebagai

suatu

peradangan

pada sinus

paranasal.Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai beberap
asinus disebut multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis disebut pansinusitis.
Disekitar rongga hidung terdapat empatsinus yaitu sinus maksilaris (terletak di pipi), sinus
etmoidalis (kedua mata), sinus frontalis (terletak di dahi) dan sinus sfenoidalis (terletak di
belakang dahi).1,2

Terdapat empat sinus disekitar hidung yaitu sinus maksilaris (terletak di pipi), sinus
ethmoidalis (di antara kedua mata), sinus frontalis (terletak di dahi) dan sinus sphenoidalis
(terletak di belakang dahi). Sinusitis adalah peradangan mukosa sinus paranasal yang dapat
berupa sinusitis maksilaris, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sphenoid. Bila
yang terkena lebih dari satu sinus disebut multisinusitis, dan bila semua sinus terkena disebut
pansinusitis1
Etiologi dan Faktor Predisposisi
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam
rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan
anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks osti-meatal
(KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskenesia silia seperti pada
sindrom Kartgener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik. Faktor predisposisi
yang paling lazim adalah poliposis nasal yang timbul pada rinitis alergika; polip dapat
memenuhi rongga hidung dan menyumbat sinus.1,2
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga
perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan
rinosinusitisnya.Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta
kebiasaan merokok. Keadaaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak
silia. 1
Penyebab sinusitis dibagi menjadi:
1. Rhinogenik
Penyebab kelainan atau masalah di hidung.Segala sesuatu yang menyebabkan
sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis.Contohnya rinitis akut, rinitis
alergi, polip, diaviasi septum dan lain-lain.Alergi juga merupakan predisposisi infeksi
sinus karena terjadi edema mukosa dan hipersekresi.Mukosa sinus yang membengkak
menyebabkan infeksi lebih lanjut, yang selanjutnya menghancurkan epitel permukaan,
dan siklus seterusnya berulang.
2. Dentogenik/odontogenik
Penyebab oleh karena adanya kelainan gigi.Sering menyebabkan sinusitis adalah
infeksi pada gigi geraham atas (premolar dan molar).Bakteri penyebab adalah

Streptococcus

pneumoniae,

Hemophilus

influenza,

Streptococcus

viridans,

Staphylococcus aureus, Branchamella catarhalis dan lain-lain.


Penyebab yang yang cukup sering terjadinya sinusitis adalah disebabkan oleh adanya
kerusakan pada gigi.1,2

Sinusitis Dentogen
Merupakan penyebab paling sering terjadinya sinusitis kronik.Dasar sinus
maksila adala prosessus alveolaris tempat akar gigi, bahkan kadang-kadang tulang
tanpa pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi gigi apikal akar gigi, atau
inflamasi jaringan periondontal mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau
melalui pembuluh darah dan limfe. Harus dicurigai adanya sinusitis dentogen pada
sinusitis maksila kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus yang purulen dan napas
berbau busuk.Untuk mengobati sinusitisnya, gigi yang terinfeksi harus dicabut dan
dirawat, pemberian antibiotik yang mencakup bakteria anaerob. Seringkali juga

diperlukan irigasi sinus maksila.1


Sinusitis Jamur
Sinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinus paranasal, suatu keadaan yang
jarang ditemukan.Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya pemakaian
antibiotik, kortikosteroid, obat-obat imunosupresan dan radioterapi. Kondisi yang
merupakan faktor predisposisi terjadinya sinusitis jamur antara lain diabetes mellitus,
neutopenia, penyakit AIDS dan perawatan yang lama di rumah sakit. Jenis jamur yang
sering menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah spesis Aspergillus dan Candida.1
Perlu di waspadai adanya sinusitis jamur paranasal pada kasus seperti
berikut :Sinusitis unilateral yang sukar sembuh dengan terapi antibiotik. Adanya
gambaran kerusakkan tulang dinding sinus atau adanya membran berwarna putih
keabu-abu pada irigasi antrum. Para ahli membagikan sinusitis jamur terbagi menjadi
bentuk yang invasif dan non-invasif.Sinusitis jamur yang invasif dibagi menjadi
invasif akut fulminan dan invasif kronik indolen.Sinusitis jamur invasif akut, ada
invasi jamur ke jaringan dan vaskular. Sering terjadi pada pasien diabetes yang tidak
terkontrol, pasien dengan imunosupresi seperti leukemia atau neutropenia, pemakain
steroid yang lama dan

terapi imunosupresan. Imunitas yang rendah dan invasi

pembuluh darah meyebabkan penyebaran jamur menjadi sangat cepat dan merusak
dinding sinus, jaringan orbita dan sinus kavernosus. Di kavum nasi, mukosa konka
dan septum warna biru-kehitaman dan ada mukosa konka atau septum yang
nekrotik.Sering kali berakhir dengan kematian.1

Sinusitis jamur inavasif kronik biasanya terjadi pada pasien dengan ganguan
imunologik atau metabolik seperti diabetes.Bersifat kronik progresif dan bisa
menginvasi sampai ke orbita atau intrakranial, tetapi gejala klinisnya tidak sehebat
gejala klinis pada fulminan kerana perjalanan penyakitnya berjalan lambat. Gejalagejalanya sama seperti sinusitis bakterial, tetapi sekret hidungnya kental dengan
bercak-bercak kehitaman yang bila dilihat dengan mikroskop merupakan koloni
jamur. Sinusitis jamur non-invasif, atau misetoma, merupakan kumpulan jamur di
dalam ronggasinus tanpa invasi ke mukosa dan tidak mendestruksi tulang.Sering
mengenai sinus maksila. Gejala klinik merupai sinusitis kronik berupa rinore purulen,
post nasal drip, dan napas bau. Kadang-kadang ada massa jamur di kavum nasi. Pada
operasi bisa ditemukan materi jamur berwarna coklat kehitaman dan kotor dengan
atau tanpa pus di dalam sinus.1
Klasifikasi
Secara klinis sinusitis dibagi atas1:
a
b
c

Sinusitis akut : batas waktu 4 minggu.


Sinusitis subakut : antara 4 minggu sampai 3 bulan
Sinusitis Kronis : 3 bulan.

Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis dibagi menjadi 2:


a

Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu yang

menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis


Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering menyebabkan
sinusitis infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar)

Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteo-meatal.Sinus dilapisi oleh sel
epitel respiratorius.Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu
lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda.Cairan mukus dilepaskan oleh sel
epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi zat-zat
yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama
udara pernafasan.Cairan mukus secara alami menuju ke ostiumuntuk dikeluarkan jika
jumlahnya berlebihan. 1
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya sinusitis yaitu
apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium sinus akan menyebabkan

terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel
mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia ini akan
menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus. Organ-organ yang membentuk
KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan, akan saling
bertemu sehingga silia tidak dpat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan
negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula
serous.Kondisi ini boleh dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh
dalam waktu beberapa hari tanpa pengobatan. 1,10
Bila kondisi ini menetap, sekret yang dikumpul dalam sinus merupakan media baik
untuk pertumbuhan dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen.Keadaan ini disebut
sebagai rinosinusitis aku bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.10
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan dengan tiga
faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu
dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis. 1

Gambar 2
Patofisiologi Sinusitis
Diagnosis
Gejala

Onset tiba-tiba dari dua atau lebih gejala, salah satunya termasuk hidung tersumbat/

obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior):


nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah

penurunan/ hilangnya penghidu

Pemeriksaan (jika dapat dilakukan)


pemeriksaan rongga hidung: edema, hiperemis, pus
pemeriksaan mulut: post nasal drip
singkirkan infeksi gigi geligi
Pemeriksaan THT termasuk nasoendoskopi
Pencitraan
(foto polos sinus paranasal tidak disarankan)
Tomografi komputer juga tidak disarankan kecuali pada keadaan di bawah ini:
penyakit parah
pasien imunokompromais
tanda komplikasi berat (orbita & intrakranial)

Gambar 3. Skema penatalaksanaan rinosinusitis akut pada anak

SKEMA PENATALAKSANAAN BERBASIS BUKTI RINOSINUSITIS KRONIK PADA


ANAK
Diagnosis
Gejala selama lebih dari 12 minggu

Terdapat dua atau lebih gejala, salah satunya harus berupa hidung tersumbat/

obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior):


nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah
penurunan/ hilangnya penghidu

Informasi diagnostik tambahan


pertanyaan tentang alergi harus ditambahkan, tes alergi harus dilakukan
faktor predisposisi lain harus dipertimbangkan: defisiensi imun (dapatan, innate, GERD)

Pemeriksaan

pemeriksaan rongga hidung: edema, hiperemis, pus


pemeriksaan mulut: post nasal drip
singkirkan infeksi gigi geligi
Pemeriksaan THT termasuk nasoendoskopi
Pencitraan
(foto polos sinus paranasal tidak disarankan)
Tomografi komputer juga tidak disarankan kecuali pada keadaan di bawah ini:
penyakit parah
pasien imunokompromais
tanda komplikasi berat (orbita & intrakranial)
Pengobatan haruslah berdasarkan tingkat keparahan sakitnya
Tabel 1. Penatalaksanaan Berbasis Bukti Dan Rekomendasi Untuk Rinosinusitis Kronik
Pada Anak

Gambar 4. Skema penatalaksanaan rinosinusitis kronis pada anak


Differential Diagnosis
Beberapa penyakit lain yang memiliki manifestasi atau keterkaitan dengan
rinosinusitis yaitu :6

Granulomatosis Wegener melibatkan angiitis yang dikaitkan dengan nekrosis fokal


dan reaksi granulomatosa. Penyakit ini pada awalnya mempengaruhi saluran
pernapasan, tetapi dapat juga berkembang melibatkan organ lain.

Ataksia - telangiektasia merupakan gangguan autosomal resesif yang berhubungan


dengan sinusitis berulang, infeksi paru, bronkiektasis, fibrosis paru, tracheomegalli,
berkurangnya jaringan limfoid dan atrofi cerebellar.

Cystic fibrosis adalah gangguan autosomal resesif yang berhubungan dengan


pernapasan, GI, kelainan jantung dan sinus.

Sindrom silia imotil (immotile cilia syndrome) adalah gangguan autosomal resesif
yang terkait dengan infeksi paru berulang dan/atau konsolidasi paru, sinusitis,
bronkiektasis dan sindrom Kartagener.

Sindrom Kartagener adalah penyakit autosomal resesif yang berhubungan dengan


sinusitis, situs inversus, infeksi pernafasan berulang dan bronkiektasis.

Pasien yang hiperalergik mungkin memiliki polip yang tidak terhitung mengisi rongga
hidung dan menghalangi sinus paranasal, hal ini dapat memberikan penampilan
berkarakteristik pada pemeriksaan imaging. Penyakit ini sangat berkait erat dengan
asma.

Sindrom Wiskott - Aldrich merupakan penyakit genetik yang bersifat X-linked, resesif
dan penyakit defisiensi imun tubuh yang dikaitkan dengan infeksi berulang saluran
pernapasan dan atau pneumonia, sinusitis dan mastoiditis.

Sindrom Kuku Kuning (Yellow-nail syndrome) dikaitkan dengan efusi pleura


berulang,efusi perikardial, chylothorax, bronkiektasis dan sinusitis.

Sindrom Muda (Young Syndrome) dikaitkan dengan azoospermia sekunder pada


obstruksi epididimis dan infeksi saluran pernapasan berulang dan sinusitis.

Penatalaksanaan
Pengobatan empiris dengan antibiotik oral telah menjadi andalan pengobatan. Untuk
rhinosinusitis akut yang berlangsung 10-14 hari menggunakan lini pertama pengobatan yakni
amoksisilin oral. Jika pasien tidak membaik dalam 48-72 jam, maka antibiotik harus diubah
menjadi amoksisilin dengan asam klavulanat. Tiga sampai empat minggu amoksisilin dengan
asam klavulanat adalah lini pertama untuk pengobatan rhinosinusitis kronik atau anak-anak
dengan rhinosinusitis kronik eksaserbasi akut karena penetrasi yang memadai dari mukosa
sinus. Pilihan antibiotik sebagian besar dipandu oleh toleransi pasien. Tujuan pengobatan
pada rinosinusitis adalah untuk mengurangi peradangan mukosa sehingga mengurangi
penyumbatan ostium dan perusakan aliran mukosiliar yang merupakan ciri khas dari
penyakit.4
Terapi medikamentosa
Pada rhinosinusitis akut diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik empirik.
Antibiotik yang diberikan lini I yakni amoksisilin oral dan terapi tambahan yakni obat

dekongestan oral + topikal, mukolitik untuk memperlancar drenase dan analgetik untuk
menghilangkan rasa nyeri. Pada pasien atopi, diberikan antihistamin atau kortikosteroid
topikal. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik diteruskan sampai mencukupi 48-72
jam. Jika tidak ada perbaikan maka diberikan terapi antibiotik lini II selama 7 hari yakni
amoksisilin klavulanat. Jika ada perbaikan antibiotik diteruskan sampai mencukupi 10-14
hari.8
Sedangkan pada rhinosinusitis kronik, antibiotik yang terbaik dipilih berdasarkan hasil
kultur dan sensitivitas. Jika faktor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai pada
episode akut lini II + terapi tambahan. Sambil menunggu ada atau tidaknya perbaikan,
diberikan antibiotik alternative 7 hari atau buat kultur. Jika ada perbaikan teruskan antibiotik
mencukupi 10-14 hari, jika tidak ada perbaikan evaluasi kembali dengan pemeriksaan nasoendoskopi, sinuskopi (jika irigasi 5 x tidak membaik). Jika ada obstruksi kompleks
osteomeatal maka dilakukan tindakan bedah.6

(Tabel 1:

Penatalaksanaan rhinosinusitis pada anak7)

Pembedahan
Sebagian besar pasien harus dikelola dengan terapi medis. Ketika terapi telah
maksimal dan berkepanjangan namun gagal, intervensi bedah harus dipertimbangkan.
Indikasi bedah apabila ditemukan perluasan infeksi intrakranial seperti meningitis, nekrosis
dinding sinus disertai pembentukan fistel, pembentukan mukokel, selulitis orbita dengan
abses dan keluarnya sekret terus menerus yang tidak membaik dengan terapi konservatif .
Beberapa tindakan pembedahan pada sinusitis antara lain adenoidektomi, irigasi dan drainase,
septoplasti, andral lavage, caldwell luc dan functional endoscopic sinus surgery (FESS).6
Komplikasi
CT-Scan penting dilakukan dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan derajat
infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan ini harus rutin
dilakukan pada sinusitis refrakter, kronis atau berkomplikasi.4
a. Komplikasi orbita
Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering.
Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut, namun sinus frontalis
dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita.5
Terdapat lima tahapan :
1

Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus
ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena lamina
papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering kali merekah pada

kelompok umur ini.


Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi

orbita namun pus belum terbentuk.


Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita

menyebabkan proptosis dan kemosis.


Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap
ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius.
Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva

merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.
Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri melalui saluran
vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik.

Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri dari :8


a) Oftalmoplegia.
b) Kemosis konjungtiva.
c) Gangguan penglihatan yang berat.
d) Kelemahan pasien.
e) Tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus yang berdekatan dengan saraf
kranial II, III, IV dan VI, serta berdekatan juga dengan otak.
b. Mukokel
Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, kista
ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus
dan biasanya tidak berbahaya.5
Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sphenoidalis, kista ini dapat membesar dan
melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai
pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam
sinus sphenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan
menekan saraf didekatnya.4
Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel
meskipun lebih akut dan lebih berat.4
Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua mukosa
yang terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau obliterasi sinus.4
c. Komplikasi Intra Kranial
1

Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut,
infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari
sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina

kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.


Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering kali
mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien hanya mengeluh

nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra kranial.
Abses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan

otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.


Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat
terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak.Terapi komplikasi intra

kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase secara bedah pada ruangan yang
mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi.5
d. Osteomielitis dan abses subperiosteal
Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis adalah
infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa
malaise, demam dan menggigil.5
Pencegahan:

Menjaga kebersihan gigi, mulut dan hidung


Rumah bebas asap
Pemeriksaan alergi untuk mengidentifikasi adanya alergen jika rhinitis alergi diduga.4

Daftar Pustaka
1. Mangunkusumo, Endang, Soetjipto D. Sinusitis dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Dan Leher. FKUI. Jakarta 2007. Hal 150-3
2. PERHATI. Fungsional endoscopic sinus surgery. HTA Indonesia. 2006. Hal 1-6
3. Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol J, Bachert C, Alobid I, Baroody F, et al. European Position
Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2012. Rhinol Suppl. 2012 Mar(23): 1-298.;
www.rhinologyjournal.com; www.ep3os.org.
4.

Ramadan Hassan. Chronic Rhinosinusitis in Children. Hindawi Publishing Corporation


International Journal of Pediatrics Volume 2012, Article ID 573942, 5 pages.

5. Mackay DN. Antibiotic therapy of the rhinitis & sinusitis. Settipane GA. Rhinitis. 2nd
edition. Rhode Island: Ocean Side Publication;2011
6. Friedman Raymond. Chronic sinusitis in children: a general overview. Sandton
MediClinic and Netcare Linksfield Clinic. South Afr J Epidemiol Infect 2011;26(1):1317.
7. www.cdm.gouv.qc.ca/AcuteRhinosinusitisinChildren/conseildumedicament/Quebc.html
8. Antonio Jos, Sacre-Hazouri MD, Garcia Lauralicia Sacre BSc. Management of chronic
rhinosinusitis in children. Alergia, Asma e inmunologia Pediatricas.Vol. 22, Nm. 2
Mayo-Agosto 2013 pp 61-69.
9. Desrosiers M, Evans GA, Keith PK. Canadian clinical practice guidelines for acute and
chronic rhinosinusitis. Allergy Asthma Clin Immunol. 2011;7(1):2
10. Alexis H. Jackman and David W. Kennedy,Pathophysiology or sinusitis,Itzaak Brook,
Sinusitis-from Microbiologi to Management, USA, 2006 Page 109-131

Anda mungkin juga menyukai