Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) SINUSITIS

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sinusitis merupakan penyakit yang sangat lazim diderita di seluruh dunia,
hampir menimpa kebanyakan penduduk Asia. Penderita sinusitis bisa dilihat dari
ibu jari bagian atas yang kempot. Sinusitis dapat menyebabkan seseorang
menjadi sangat sensitif terhadap beberapa bahan, termasuk perubahan cuaca
(sejuk), pencemaran alam sekitar, dan jangkitan bakteri. Gejala yang mungkin
terjadi pada sinusitis adalah bersin-bersin terutama di waktu pagi, rambut rontok,
mata sering gatal, kaki pegal-pegal, cepat lelah dan asma. Jika kondisi ini
berkepanjangan akan meimbulkan masalah keputihan bagi perempuan, atau
ambeien (gangguan prostat) bagi laki-laki.
Menurut Lucas seperti yang di kutip Moh. Zaman, etiologi sinusitis sangat
kompleks, hanya 25% disebabkan oleh infeksi, sisanya yang 75% disebabkan
oleh alergi dan ketidakseimbangan pada sistim saraf otonom yang menimbulkan
perubahan-perubahan pada mukosa sinus. Suwasono dalam penelitiannya pada
44 penderita sinusitis maksila kronis mendapatkan 8 di antaranya (18,18%)
memberikan tes kulit positif dan kadar IgE total yang meninggi. Terbanyak pada
kelompok umur 21-30 tahun dengan frekuensi antara laki-laki dan perempuan
seimbang. Hasil positif pada tes kulit yang terbanyak adalah debu rumah
(87,75%), tungau (62,50%) dan serpihan kulit manusia (50%).
Sebagian besar kasus sinusitis kronis terjadi pada pasien dengan sinusitis akut
yang tidak respon atau tidak mendapat terapi. Peran bakteri sebagai dalang
patogenesis sinusitis kronis saat ini sebenarnya masih dipertanyakan. Sebaiknya
tidak menyepelekan pilek yang terus menerus karena bisa jadi pilek yang tak
kunjung sembuh itu bukan sekadar flu biasa.
Oleh karena faktor alergi merupakan salah satu penyebab timbulnya sinusitis,
salah satu cara untuk mengujinya adalah dengan tes kulit epidermal berupa tes
kulit cukit (Prick test, tes tusuk) di mana tes ini cepat, simpel, tidak menyakitkan,
relatif aman dan jarang menimbulkan reaksi anafilaktik. Uji cukit (tes kulit tusuk)
merupakan pemeriksaan yang paling peka untuk reaksi-reaksi yang diperantarai
oleh IgE dan dengan pemeriksaan ini alergen penyebab dapat ditentukan.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana anatomi dari sinus?
1.2.2 Apa definisi dari sinusitis?
1.2.3 Apa manifestasi klinis dari sinusitis?
1.2.4 Bagaimana etiologi dari sinusitis?
1.2.5 Bagaimana patofisiologi dari sinusitis?
1.2.6 Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada penderita
sinusitis?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan dari sinusitis?
1.2.8 Apa saja komplikasi dari sinusitis?
1.2.9 Bagaimana woc (web of caution) dari sinusitis?
1.2.10
Bagaimana asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada
penderita sinusitis?

1.3. Tujuan
1.3.1 Dapat mengetahui anatomi sinus.
1.3.2 Dapat memahami definisi sinusitis.
1.3.3 Dapat mengetahui manifestasi klinis dari sinusitis.
1.3.4 Dapat mengetahui etiologi dari sinusitis.
1.3.5 Dapat memahami patofisiologi dari sinusitis.
1.3.6 Dapat memahami pemeriksaan diagnostic yang perlu dilakukan pada
penderita sinusitis.
1.3.7 Dapat mengetahui penatalaksanaan dari sinusitis.
1.3.8 Dapat mengetahui komplikasi dari sinusitis.
1.3.9 Dapat memahami woc (web of caution) dari sinusitis.

1.3.10
apat memberikan asuhan keperawatan yang sesuai pada penderita
sinusitis.

1.4. Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami dan
membuat asuhan keperawatan pada klien dengan sinusitis, serta mampu
mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatoni Sinus
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat
pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila,sinus
frontal, sinus etmoid dan sinus sfenid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan
hasil pneumatisasi tulang tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam
tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga
hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus
sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi
lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak
yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia
8-10 tahun dan berasal dari bagian posterosuperior rongga hidung. Sinus sinus
ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.
A. SINUS MAKSILA
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus
maksila bervolume 6-8 ml,sinus kemudian berkembang dengan cepat dan
akhirnya mencapai ukuran maksimal,yaitu 15 ml saat dewasa.
Sinus maksila berbentuk pyramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan
fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah
permukaan infra-temporal mkasila, dinding medialnya ialah dinding dinding
lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding
inferiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di
sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris
melalui infundibulum etmoid.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah 1)
dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu

premolar (P1 dan P2), molar (M1 danM2), kadang kadang juga gigi taring (C)
dan gigi molar M3,bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus,
sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis; 2)
Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita; 3) Ostium sinus maksila
terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drenase hanya tergantung dari
gerak silia, lagi pula dreanase juga harus melalui infundibulum yang sempit.
Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat
radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila
dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.
B. SINUS FRONTAL
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat
fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid.
Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan
mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun.

Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari
lainya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15%
orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kuran lebih 5% sinus
frontalnya tidak berkembang.
Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2
cm. sinus fronta biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Taidak
adanya gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto
Rontgen menunjukan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang
yang relative tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus
fronta mudah menjalar ke daerah ini.
Sinus frontal berdrenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang
berhubungan dengan infundibulum etmoid.
C. SINUS ETMOID
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhirakhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan focus bagi sinus-sinus
lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti pyramid dengan
dasarnya di bagian posterior. Ukuran dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4
cm dan lebarnya 0,5 cm dibagian anterior dan 1,5 cm dibagian posterior.
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang
tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak
diantar konka media dan dinding dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya
bervariasi. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid
anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang
bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus
superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya

di depan lempeng yang menghubungkan bagian posterior konka media dengan


dinding lateral ( lamina basalis), sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior
biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak diposterior dari
lamina basalis.
Dibagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut
resesus frontal, yang berhubungan sinus frontal. Selo etmoid yang terbesar
disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang
di sebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila.
Pembengkakan atau peradangan diresesus frontal dapat menyebabkan sinusitis
frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila.
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina
kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan
membatasi sinus etmoid darirongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid
posterior berbatasan dengan sinus sfenoid.
D. SINUS SFENOID
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior.
Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya
adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. volumenya
bervariasi dari 5 sampai 7,5 ml. saat sinus berkembang, pembuluh darah dan
nervus dibagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan
rongga sinus dan tampak sebagai indensitasi pada dinding sinus sfenoid.

Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan


kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan
dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi)
dan disebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior didaerah
pons.
E. KOMPLEKS OSTIO-MEATAL
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada
muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior.
Daerah ini rumit dan sempit, dan dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri
dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus
frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium
sinus maksila.
F. SISTEM MUKOSILIAR
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia
dan palut lendir diatasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk
mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah
tertentu polanya.

Pada dinding lateral hidung terdapat 2 aliran transport mukosiliar dari sinus.
Lendir yang berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di infundibulum
etmoid dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba Eusthacius. Lendir yang
berasal dari kelompok sinus posterior bergabung diresesus sfenoetmoedalis,
dialirkan ke nasofaring di posterior-superior muara tuba. Inilah sebabnya pada
sinusitis di dapati secret pasca-nasal (post nasal drip), tetapi belum tentu ada
secret di rongga hidung.
G. FUNGSI SINUS PARANASAL
Sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus
paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai
fungsi apa-apa, karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka.
Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain:
o Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur
kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karean
ternyata tidak didapati pertukaran udara yang definitive antara sinus dan
rongga hidung.
Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000
volume sinus pada tiap kali bernafas, sehingga di butuhkan beberapa jam
untuk pertukaran udara total dalam sinus. Lagi pula mukosa sinus tidak
mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung.

o Sebagai penahan suhu (thermal insulators)


Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi
orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. Akan
tetapi kenyataanya sinus-sinus yang besar tidak terletak di antara hidung
dan organ-organ yang di lindungi.
o Membantu keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbanga kepala karena mengurangi berat tulang
muka. Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya aka
memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga
teori ini dianggap tidak bermakna.

o Membantu resonasi suara


Sinus ini mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonasi suara dan
mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi
sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai
resonator yang efektif. Lagi pula tidaj ada kolerasi antara resonasi suara
dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.
o Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak,
misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.
o Membantu produksi mucus
Mucus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil
dibandingkan dengan mucus dari rongga hidung, namun efektif untuk
membersihkan partikel yang masuk dengan udara inspirasi karena mucus
ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.
2.2. Definisi Sinusitis
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktik dokter
sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan
tersering di seluruh dunia. Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus
paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut
rinosinusitis. Penyebab utamanya adalah selesma (common cold) yang
merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.
Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai
semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah
sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus
sphenoid lebih jarang lagi. Sinus maksila disebut juga antrum Highmore, letaknya
dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut
sinusitis dentogen.
Sinusitis dapat berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan
intracranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati.

Sinusitis sendiri dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu


1. Sinusitis akut
: Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung
selama 3 minggu.

Macam-macam sinusitis akut, yaitu sinusitis maksila akut, sinusitis


emtmoidal akut, sinus frontal akut, dan sinus sphenoid akut.
2. Sinusitis kronis : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung
selama 3-8 minggu tetapi dapat juga berlanjut sampai berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun.
2.3. Etiologi
2.3.1.

Pada Sinusitis Akut, yaitu

Infeksi virus
Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran pernafasan
bagian atas (misalnya Rhinovirus, Influenza virus, dan Parainfluenza virus).
Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan
normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus
pneumoniae,Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun
atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka
bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup
ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.
Infeksi jamur
Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan
sistem kekebalan, contohnya jamur Aspergillus.
Peradangan menahun pada saluran hidung
Pada penderita rhinitis alergi dan juga penderita rhinitis vasomotor.
Septum nasi yang bengkok
Tonsilitis yg kronik

2.3.2.

Pada Sinusitis Kronik, yaitu

Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh.


Alergi
Karies dentis ( gigi geraham atas )
Septum nasi yang bengkok sehingga menggagu aliran mucosa.
Benda asing di hidung dan sinus paranasal
Tumor di hidung dan sinus paranasal.
2.4. Manifestasi Klinis
2.4.1. Sinusitis maksila akut
Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat,m nyeri tekan,
ingus mengalir ke nasofaring, kental kadang-kadang berbau dan bercampur
darah.
2.4.2.

Sinusitis etmoid akut

Gejala : Sekret kental di hidung dan nasofaring, nyeri di antara dua mata, dan
pusing.
2.4.3.

Sinusitis frontal akut

Gejala : Demam,sakit kepala yang hebat pada siang hari, tetapi berkurang
setelah sore hari, sekret kental dan penciuman berkurang.
2.4.4.

Sinusitis sphenoid akut

Gejala : Nyeri di bola mata, sakit kepala, dan terdapat sekret di nasofaring
2.4.5.

Sinusitis Kronis

Gejala : Flu yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang


berbau,selalu terdapat ingus di tenggorok, terdapat gejala di organ lain
misalnya rematik, nefritis, bronchitis, bronkiektasis, batuk kering, dan sering
demam.
2.5. Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus
juga mengandung substansi antimicrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai
mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara
pernafasan.
Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi
edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak
dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negative di
dalam ronga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula

serous. Kondisi ini biasa dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan


biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus merupakan
media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Secret menjadi purulen.
Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bacterial dan memerlukan
terapi antibiotic.
Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada factor predisposisi),
inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bacteri anaerob berkembang. Mukosa
makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar
sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid
atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan
tindakan operasi.
lasifikasi dan mikrobiologi: Consensus international tahun 1995 membagi
rinosinusitis hanya akut dengan batas sampai 8 minggu dan kronik jika lebih
dari 8 minggu.
Consensus tahun 2004 membagi menjadi akut dengan batas sampai 4
minggu, subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan dan kronik jika lebih dari 3
bulan.
Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan lanjutan
dari sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat. Pada sinusitis kronik
adanya factor predisposisi harus dicari dan di obati secara tuntas.
Menurut berbagai penelitian, bacteri utama yang ditemukan pada sinusitis
akut adalah streptococcus pneumonia (30-50%). Hemopylus influenzae (2040%) dan moraxella catarrhalis (4%). Pada anak, M.Catarrhalis lebih banyak di
temukan (20%).
Pada sinusitis kronik, factor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya
bakteri yang ada lebih condong ka rarah bakteri negative gram dan anaerob.
2.6.

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan nasoendoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda
khas ialah adanya pus di meatus medius (pada sinusistis maksila dan etmoid
anterior dan frontal) atau di meatus superior (pada sinusitis etmoid posterior
dan sphenoid).
Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering
ada pembengkakan dan kemerahan di daerah kantus medius.
Pemerikasaan pembantu yang penting adalh foto polos atau CT scan.
Foto polos posisi Waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai

kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan
terlihat perselubungan, batas udara, cairan (air fluid level) atau penebalan
mukosa.
CT scan sinus merupakan golg standard diagnosis sinusitis karena
mampu manila anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan
sinus secacra keseluruhan dan perluasannya. Namun karena mahal hanya
dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusistis kronik yang tidak membaik
dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat
melakukan operasi sinus.

Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram


atau gelap. Pemeriksaan ini sudah jarang digunakan karena sangat terbatas
kegunaannya.
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan
mengambil secret dari meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotic
yang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil secret yang keluar dari pungsi
sinus maksila.
Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus
maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi
sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus
untuk terapi.
2.7.

Penatalaksanaan

Tujuan terapi sinusitis ialah:


Mempercepat penyembuhan
Mencegah komplikasi
Mencegah perubahan menjadi kronik
Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehinggan drenase dan
ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut
bacterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan maukosa serta
membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan
penisilin seperti amoksilin. Jika diperkirakan kuman telah resisten atau
memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan amoksilin-klavulanat atau
jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotic diberikan selama 10-14
hari meskipun gejala klinik sudah hilang. Pada sinusitis kronik diberikan antibiotic
yang sesuai untuk kuman negative gram dan anaerob.
Selain dekongestan oral dan topical, terapi lain dapat diberikan jika
diperlukan, seperti analgetik, mukolitik, teroid oral/topical, pencucian rongga

hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi). Antihistamin tidak rutin


diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan secret jadi lebih
kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2.
Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement therapy juga merupakan terapi
tambahan yang bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien
menderita kelainan alergi yang berat.
Tindakan operasi. Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS)
merupakan operasi terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi.
Tindakan ini telah menggantikan hampir semua jenis bedah sinus terdahulu
karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan ringan dan tidak
radikal. Indikasinya berupa: sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi
adekuat; sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang irreversible; polip
ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.

2.8.

Komplikasi

Komplikais sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya


antibiotic. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada
sinusitis kronik dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau
intracranial.
Kelainan orbita disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan
mata (orbita). Yang paling sering adalah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis
frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan
perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis
orbita, asbes subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi thrombosis
sinus kavernosus. Kelainan Intrakranial. Dapat berupa meningitis, abses
ekstradural atau subdural, abses otak dan thrombosis sinus kavernosus.
Komplikasi juga dapat terjadi padasinusitis kronis berupa: Osteomielitis dan
abses suberiostal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya
ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula
oroantral atau fistula pada pipi.
Kelainan paru, seperti bronchitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan
sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu
dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar dihilangkan
sebalum sinusitisnya disembuhkan.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
a. Identitas/ biodata klien
Nama

Tempat tanggal lahir:


Umur

Jenis Kelamin

Agama

Warga Negara

Bahasa yang digunakan:


b. Keluhan Utama
Biasanya penderita mengeluh nyeri kepala dan tenggorokan

c. Riwayat Kesehatan Sekarang


Penderita mengeluh hidung tersumbat, kepla pusing, badan terasa panas,
bicara bendeng
d. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pasien pernah menderita pnyakit akut dan perdarahan hidung atau traoma
Pasien mempunyai riwayat penyakit THT
Pasien pernah menderita sakit gigi geraham
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota yang lalu yang mungkin ada
hubunganya denga penyakit klien yang sekarang
f. Riwayat psikososial
- Intra personal : perasaan yang di rasakan klien ( cemas / sedih /rewel )
- Inter personal : hubungan dengan orang lain
g. Pola pungsi kesehatan
- Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Untuk mengurangi pelu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa
memperhatikan epek samping.
- Pola nutrisi dan metabolisme
Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada
hidung
- Pola istirahat dan tidur
Selama indikasi klien merasa tidak dapat istirahat karena kelien sering
pilek
- Pola persepsi dan konsef diri
Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsef diri
menurun
- Pola sensorik
Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus
menerus ( baik Purulen , Sereus , Mukopurulen )
h. Pemeriksaan fisik
- Setus kesehatan umum
- Pemeriksaan fisik data fokus hidung
( Mukosa merah dan bengkak
3.2. Observasi
3.2.1.
Keadaan Umum
Suhu

Nadi

Tekanan Darah :
RR

BB

Tinggi badan

Pemeriksaan Persistem

: keadaan umum, TTV , Kesadaran


: Nyeri tekan pada sinus, rinuskopi

B1 (breathing):
B2 (blood)

B3 (brain)

B4 (bladder)

B5 (bowel)

B6 (bone)

3.3 Analisis Data

No. Data

Etiologi

Masalah
Keperawatan

1.

Inflamasi pada sinus


frontal

Nyeri

Data subjektif:
Pasien mengeluh nyeri
kepala.
Data objektif:
Pasien tampak gelisah,
didapati skala nyeri
tinggi,RR meningkat.

Peradangan

Nyeri pada kepala


2.

Data subjektif:
Pasien mengeluh sesak
nafas.

Inflamasi pada sinus


frontal

Data objektif:
Ada retraksi dinding dada,
penggunaan pernafasan
cuping hidung, suara nafas
ronkhi, RR= meningkat

Produksi secret
meningkat

Akumulasi secret

Bersihan jalan nafas tidak


efektif

Ronkhi

Sesak nafas
3.

Data subjektif:

Inflamasi

Bersihan jalan
nafas tidak
efektif

3.4. Diagnosa
Nyeri: kepala, tenggorokan berhubungan dengan peradangan pada hidung.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya secret yang
mengental.
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
nafsu makan menurun.
Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hidung tersumbat.
Hipertermi berhubungan dengan reaksi infeksi.
3.5. Intervensi
1. Diagnosa : Nyeri (kepala, tenggorokan) berhubungan dengan peningkatan
tekanan sinus
Sekunder terhadap peradanggan sinus paranasal.
Tujuan
: Nyeri yang dirasakan klien berkurang atau menghilang dalam
waktu 1x24 jam.
Kriteria hasil

a. Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau menghilang


b. RR dan nadi normal,ekspresi wajah klien tidak menyeringai lagi.
c. Skala nyeri berkurang
No. Intervensi

Rasional

1.

Obat analgesic dapat


menurunkan atau menghilangkan
rasa nyeri.

Kolaborasi:
Berikan obat analgesic

2.

Mandiri:
Ajarkan teknik distraksi atau
pengalihan nyeri dan teknik
relaksasi

3.

Teknik distraksi diharapkan bisa


menurunkan skala nyeri setelah
pengobatan dengan obat
analgesic.

Mandiri:

Observasi dilakukan untuk


memastikan bahwa nyeri
Observasi tanda-tanda vital,
berkurang yang ditandai dengan
keluhan klien serta skala nyeri
RR dalam skala normal.

2. Diagnosa : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya


secret yang mengental.
Tujuan : Jalan nafas kembali efektif dalam waktu 10-15 menit.
Kriteria hasil
a.
b.
c.
d.

Klien tidak lagi menggunakan pernafasan cuping hidung


Tidak adanya suara nafas tambahan
Ronkhi (-)
RR normal

e. Tidak adanya retraksi dinding dada

No.

Intervensi
Kolaborasi:

1. Berikan nebulizing.

Rasional
Nebulizing dapat mengencerkan
secret dan berperan sebagai
bronkodilator untuk melebarkan
jalan nafas.

Mandiri:

Mengetahui letak secret dan


mengakumulasi secret di
2. Foto thoraks dada serta melakukan
supsternal sehingga mudah
clapping atau vibrasi
untuk di drainase.
Kolaborasi:

Mengeluarkan secret dari paru.

Lakukan suctioning (pada px. yang


3. mengalami penurunan kesadaran
dan tidak mampu melakukan batuk
efektif).
Mandiri:

Mengeluarkan secret dari jalan


nafas khusunya pada pasien
Ajarkan batuk efektif (pada px. yang
yang tidak mengalami
4. tidak mengalami penurunan
penurunan gangguan kesadaran
kesadaran dan mampu melakukan
dan bisa melakukan batuk
batuk efektif).
efektif.
5

Mandiri:
Observasi tanda tanda vital

Untuk mengetahui
perkembangan kesehatan klien.

3. Diagnosa
: Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan
nafsu makan menurun.
Tujuan
5x24 jam
Kriteria hasil

: Kebutuhan nutrisi klien kembali terpenuhi dalam waktu


:

a. Berat badan klien kembali seperti semula


b. Makanan yang disajikan selalu dihabiskan

No.

Intervensi
Kolaborasi:

Sajikan makanan secara


1. menarik dengan
memperhatikan nutrisi yang
diperlukan oleh klien.
Mandiri:
2. Catat intake dan output
makanan klien.
Mandiri:
3. Anjurkan makan sedikit sedikit
tapi sering.
Mandiri:
4. Berikan helath education
pentingnya makanan bagi
proses penyembuhan.

4. Diagnosa
tersumbat.

Rasional
Dengan menu yang bervariasi,
dapat menumbuhkan nafsu
makan klien sehingga
kebutuhan nutrisi klien kembali
terpenuhi.
Mengetahui perkembangan
pemenuhan kebutuhan nutrisi
klien.
Dengan sedikit tapi sering
dapat mengurangi penekanan
pada lambung.
Dengan pemahaman yang baik
tentang nutrisi akan memotivasi
untuk meningkatkan
pemenuhan nutrisi.

: Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hidung

Tujuan
nyaman.

: Klien dapat istirahat dan tidur dengan

Kriteria hasil

a.
b.
c.
d.
No.

Klien dapat tidur 6-8 jam perhari


Tidak gelisah
Mata tidak cowong
Klien tidak lemas
Intervensi

Rasional

Mandiri:
1.

2.

3.

Kaji kebutuhan tidur klien


Mandiri:
Ciptakan suasana yang nyaman.
Kolaborasi:

Mengetahui permasalahan klien


dalam pemenuhan kebutuhan ;
istirahat klien.
Klien dapat tidur dengan
tenang.
Agar klien dapat tidur.

Berikan obat tidur

5. Diagnosa
Tujuan

: Hipertermi berhubungan dengan reaksi infeksi


: Suhu tubuh kembali dalam keadaan normal

Kriteria Hasil:
a. Suhu tubuh normal
b. Kulit hangat dan lembab, membran mukosa lembab
No.

Intervensi
Mandiri:

1. Monitoring perubahan suhu


tubuh
Mandiri:
2. Berikan kompres hangat

Kolaborasi:
Berikan antipiretik
3.

Rasional
Suhu tubuh harus dipantau
secara efektif guna mengetahui
perkembangan dan kemajuan
dari pasien.
Dapat membantu mengurangi
demam.

Mengurangi demam dengan


aksi sentralnya pada
hipotalamus, meskipun demam
mungkin dapat berguna dalam
membatasi pertumbuhan
organisme dan autodestruksi
dari sel-sel terinfeksi.

BAB 4
PENUTUP
5.1.

Simpulan

Sinusitis merupakan penyakit inflamasi mukosa sinus paranasal yang sering


ditemukan dalam praktik dokter sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu
penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia. Ada empat pasang
sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus
etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Semua sinus mempunyai muara
(ostium) ke dalam rongga hidung. Infeksi virus ini, dapat dipengaruhi oleh
lingkungan yang berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok.
Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia.
Dalam Consensus International tahun 1995 membagi sinusitis hanya akut dengan
batas sampai 8 minggu yang kebanyakan disebabkan oleh streptococcus
pneumonia (30-50%) dan kronik yang lebih disebabkan oleh bakteri gram
negative dan anaerob jika lebih dari 8 minggu.
5.2.

Saran

Banyak komplikasi yang terjadi pada penderita sinusitis, yakni menyebabkan


komplikasi ke orbita dan intracranial, juga dapat menyebabkan peningkatan
serangan asma yang sulit diobati. Namun komplikasi ini dapat menurun dengan

pemberian antibiotic dan dekongestan sejak dini (awal terjangkitnya sinusitis)


untuk mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi, dan perubahan
menjadi kronik.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim1. Asuhan Keperawatan Sinusitis.


http://ilmukeperawatan.com/asuhan_keperawatan_ sinusitis.html, diakses tanggal
22 November 2010
Anonim2. Askep Sinusitis. http://putrisayangbunda.blog.com/2010/02/10/askepsinusitis/, diakses tanggal 22 November 2010
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit buku
Kedokteran EGC
Higler, AB. 1997. Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC
Soepardi, EA. 2007. Buku Ajar Ilmu Kersehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
dan Leher. Jakarta: Gaya Baru

Anda mungkin juga menyukai