Anda di halaman 1dari 23

BAB 2

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di
dunia.. Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung
dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau
sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit.Survei Kesehatan Indera
Penglihatan dan Pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sama
dengan PERHATI dan Bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung
dari 7 propinsi. Data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-
Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut
adalah 435 pasien, 69% nya adalah sinusitis.
Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitissehingga
sinusitis sering juga disebut dengan rhinosinusitis. Rinosinusitisadalah penyakit
inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terusmeningkat
prevalensinya. Rinosinusitis dapat mengakibatkan gangguankualitas hidup yang
berat, sehingga penting bagi dokter umum atau dokter spesialis lain untuk
memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejaladan metode diagnosis
dari penyakit rinosinusitis ini.
Penyebab utamanya ialah infeksi virus yang kemudian diikuti olehinfeksi
bakteri. Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinusetmoid dan
maksila. Yang berbahaya dari sinusitis adalah komplikasinya keorbita dan
intrakranial. Komplikasi ini terjadi akibat tatalaksana yanginadekuat atau faktor
predisposisi yang tak dapat dihindari.
Komplikasi akibat sinus paranasal sangat bervariasi, baik lokal, intra
orbital maupun intrakranial. Sinusitis dengan komplikasi intra orbita adalah
penyakit yang berpotensi fatal yang telah dikenal sejak zaman Hippocrates. 3,4
Diperkirakan bahwa 1 dari 5 pasien mengalami komplikasi sinusitis sebelum era
antibiotik. Pada era antibiotik saat ini 17% dari penderita dengan selulitis orbita
meninggal karena meningitis dan 20% mengalami kebutaaan. Komplikasi
intrakranial sinusitis jarang terjadi pada era antibiotik dimana angka
kejadiannya sekitar 4% pada pasien yang dirawat dengan sinusitis akut atau

1
kronik. Meskipun jarang, komplikasi ini dapat mengancam jiwa akibat
komplikasi dari meningitis, epidural empiema serta abses, trombosis sinus
kavernosus, dan abses serebri.5,6
Tatalaksana dan pengenalan dini terhadap sinusitis ini menjadi penting
karena hal diatas. Terapi antibiotik diberikan pada awalnya dan jika telah terjadi
hipertrofi, mukosa polipoid dan atau terbentuknya polip atau kista maka
dibutuhkan tindakan operasi.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sinus Paranasal

Sinus paranasal terdiri dari empat pasang, yaitu sinus frontal, sinus
etmoid, sinus maksila, dan sinus sfenoid. Sinus paranasal terbentuk pada fetus
usia bulan III atau menjelang bulan IV dan tetap berkembang selama masa
anak-anak. Pembentukannya dimulai sejak di dalam kandungan, akan tetapi
hanya ditemukan dua sinus ketika baru lahir yaitu sinus maksila dan etmoid.
Sehingga tidak heran jika pada foto rontgen anak-anak belum terdapat sinus
frontalis karena belum terbentuk. Sinus frontal mulai berkembang dari sinus
etmoid anterior pada usia sekitar 8 tahun dan menjadi penting secara klinis
menjelang usia 13 tahun, terus berkembang hingga usia 25 tahun. Pada sekitar
20% populasi, sinus frontal tidak ditemukan atau rudimenter, dan tidak
memiliki makna klinis. Sinus sfenoidalis mulai mengalami pneumatisasi
sekitar usia 8 hingga 10 tahun dan terus berkembang hingga akhir usia belasan
atau dua puluhan.

Dinding lateral nasal mulai sebagai struktur rata yang belum


berdiferensiasi. Pertumbuhan pertama yaitu pembentukan maxilloturbinal
yang kemudian akan menjadi konka inferior. Selanjutnya, pembentukan
ethmoturbinal, yang akan menjadi konka media, superior dan supreme dengan
cara terbagi menjadi ethmoturbinal pertama dan kedua. Pertumbuhan ini
diikuti pertumbuhan sel-sel ager nasi, prosesus uncinatus, dan infundibulum
etmoid. Sinus-sinus kemudian mulai berkembang.

Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian


lateral kavum nasi. Sinus–sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa
tulang wajah, dan diberi nama sesuai dengan tulang tersebut, yaitu sinus
maksilaris, sinus sfenoidalis, sinus frontalis, dan sinus etmoidalis. Seluruh
sinus dilapisi oleh epitel saluran pernafasan yang mengalami modifikasi, yang
mampu mengkasilkan mukus, dan bersilia. Sekret yang dihasilkan disalurkan
ke dalam kavum nasi. Pada orang sehat, sinus terutama berisi udara.

3
Sinus maksilaris terletak di dalam tulang maksilaris, dengan dinding
inferior orbita sebagai batas superior, dinding lateral nasal sebagai batas
medial, prosesus alveolaris maksila sebagai batas inferior, dan fossa canine
sebagai batas anterior.Sinus maksilaris erbentuk pada usia fetus bulan IV yang
terbentuk dari prosesus maksilaris arcus I.Bentuknya pyramid; dasar piramid
berada pada dinding lateral hidung, sedangkan apeksnya berada pada pars
zygomaticus maxillae. Sinus maksilaris merupakan sinus terbesar dengan
volume kurang lebih 15 cc pada orang dewasa. Sinus maksilaris berhubungan
dengan cavum orbita (dibatasi oleh dinding tipis yang berisi n. infra orbitalis
sehingga jika dindingnya rusak maka dapat menjalar ke mata), gigi (dibatasi
dinding tipis atau mukosa pada daerah P2 Molar) dan ductus nasolakrimalis
(terdapat di dinding cavum nasi).

Sinus ethmoidalis terbentuk pada usia fetus bulan IV.Saat lahir, sinus
ethmoidalis berupa 2-3 cellulae (ruang-ruang kecil), sedangkan saat dewasa
terdiri dari 7-15 cellulae yangberdinding tipis.Bentuknya berupa rongga tulang
yang menyerupai sarang tawon, yang terletak antara hidung dan mata Sinus
ethmoidalis berhubungan dengan fossa cranii anterior (dibatasi oleh dinding
tipis yaitu lamina cribrosa, sehingga jika terjadi infeksi pada daerah sinus
mudah menjalar ke daerah kranial), orbita (dilapisi dinding tipis yakni lamina
papiracea, sehingga jika melakukan operasi pada sinus ini kemudian
dindingnya pecah maka darah masuk ke daerah orbita sehingga terjadi Brill
Hematoma), nervus optikus dan nervus, arteri dan vena ethmoidalis anterior
dan posterior.

Sinus frontalis dapat terbentuk atau tidak. Sinus frontalis terletak di os


frontalis yang tidak simetri antara kanan dan kiri. Volume pada orang dewasa
± 7cc. Sinus frontalis bermuara ke infundibulum (meatus nasi media).Sinus
frontalis berhubungan dengan fossa cranii anterior (dibatasi oleh tulang
compacta), orbita (dibatasi oleh tulang compacta)dan dibatasi oleh periosteum,
kulit dan tulang diploic.

Sinus sfenoidalis rerbentuk pada fetus usia bulan III Sinus sfenoidalis
terletak pada corpus, alas dan processus os sfenoidalis.Volume pada orang
dewasa ± 7 cc. Sinus sfenoidalis berhubungan dengan sinus cavernosus pada

4
dasar cavum cranii. glandula pituitari, chiasma n.opticum, ranctus olfactorius
dan arteri basillaris brain stem (batang otak).

Gambar 1. Anatomi sinus

Sinus paranasal dalam kondisi normal mengalirkan sekresi dari


mukosa ke daerah yang berbeda dalam kavum nasi. Aliran sekresi sinus
sfenoid menuju resesus sfenoetmoid, sinus frontal menuju infundibulum
meatus media, sinus etmoid anterior \menuju meatus media, sinus etmoid
media menuju bulla etmoid dan sinus maksila menuju meatus media. Struktur
lain yang mengalirkan sekresi ke kavum nasi adalah duktus nasolakrimalis
yang berada kavum nasi bagian anterior.

Adapun fungsi dari sinus paranasal adalah membentuk pertumbuhan


wajah karena di dalam sinus terdapat rongga udara sehingga bisa terdapat
perluasan sehingga pertumbuhan tulang akan terdesak. sebagai pengatur udara
(air conditioning), peringan cranium, resonansi suara dan membantu produksi
mukus.2,6,15

5
2.2 Epidemiologi
Sinusitis adalah penyakit yang benyak ditemukan di seluruh dunia,
terutama di tempat dengan polusi udara tinggi. Iklim yang lembab, dingin,
dengan konsentrasi pollen yang tinggi terkait dengan prevalensi yang lebih
tinggi dari sinusitis. Sinusitis maksilaris adalah sinusitis dengan insiden yang
terbesar. Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit
hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat
utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit.
Di Amerika Serikat, lebih dari 30 juta orang menderita sinusitis. Virus
adalah penyebab sinusitis akut yang paling umum ditemukan. Namun,
sinusitis bakterial adalah diagnosis terbanyak kelima pada pasien dengan
pemberian antibiotik. Lima milyar dolar dihabiskan setiap tahunnya untuk
pengobatan medis sinusitis, dan 60 milyar lainnya dihabiskan untuk
pengobatan operatif sinusitis di Amerika Serikat.
Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga
sinusitis sering juga disebut dengan rhinosinusitis. Rinosinusitis adalah
penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus meningkat
prevalensinya. Rinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup
yang berat.12,15

2.3 Definisi dan Klasifikasi

Sinusitis adalah peradangan yang terjadi pada rongga sinus paranasal.


Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus yangada (maksilaris,
etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis). Sinusitis lebih sering terkena pada sinus
maksilaris dikarenakan merupakan sinus paranasal yang terbesar, letak
ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret tergantung dari
gerakan silia, dasarnya adalah akar gigi, ostium sinus maksilaris terletak di
meatus medius, disekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah
tersumbat.Apabila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan
bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.

Sinusitis dapat dibagi berdasarkan letak anatomi (sinusitis maksilaris,


frontalis, etmoid, dan sfenoidalis), berdasarkan organisme penyebab (virus,

6
bakteri dan fungi), berdasarkan ada tidaknya komplikasi ke luar sinus (seperti
adanya komplikasi osteomyelitis pada tulang frontal) dan secara klinis
sinusitis dapat dikatagorikan sebagai sinusitis akut bila gejalanya berlangsung
dari beberapa hari sampai 4 minggu, sinusitis subakut berlangsung lebih dari 4
minggu tapi kurang dari 3 bulan dan sinusitis kronik bila lebih dari 3 bulan.2,8

Berdasarkan beratnya penyakit, rhinosinusitis dapat dibagi menjadi


ringan, sedang dan berat berdasarkan total skor visual analogue scale (VAS)
(0-10cm)7:

a. Ringan = VAS 0-3


b. Sedang = VAS >3-7
c. Berat= VAS >7-10

Nilai VAS > 5 mempengaruhi kualitas hidup pasien

Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis dibagi atas :


1. Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu
yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis.
Contohnya rinitis akut (influenza), polip, dan septum deviasi.
2. Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering
menyebabkan sinusitis infeksi adalah pada gigi geraham atas (pre molar
dan molar). Bakteri penyebabnya adalah Streptococcus pneumoniae,
Hemophilus influenza, Steptococcusviridans, Staphylococcus aureus,
Branchamella catarhatis.2,13

2.3 Etiologi
Berbagai faktor infeksius dan nonifeksius dapat memberikan
kontribusi dalam terjadinya obstruksi akut ostia sinus atau gangguan
pengeluaran cairan oleh silia, yang akhirnya menyebabkan sinusitis.
Infeksi yang tersering pada rongga hidung adalah infeksi virus. Partikel
virus sangat mudah menempel pada mukosa hidung yang menggangu sistem
mukosiliar rongga hidung dan virus melakukan penetrasi ke palut lendir dan
masuk ke sel tubuh dan menginfeksi secara cepat. Bentuk dismorphic dari silia
tampak lebih sering pada tahap awal dari sakit dan terjadi pada lokal. Virus

7
penyebab sinusitis antara lain rinovirus, para influenza tipe 1 dan 2 serta
respiratory syncitial virus.
Kebanyakan infeksi sinus disebabkan oleh virus, tetapi kemudian akan
diikuti oleh infeksi bakteri sekunder. Karena pada infeksi virus dapat terjadi
edema dan hilangnya fungsi silia yang normal, maka akan terjadi suatu
lingkungan ideal untuk perkembangan infeksi bakteri. Infeksi ini sering kali
melibatkan lebih dari satu bakteri. Organisme penyebab sinusitis akut yang
sering ditemukan ialah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus Influenzae,
bakteri anaerob, Branhamella kataralis, Streptococcus alfa, Staphylococcus
aureus dan Streptococcus pyogenes. Selama suatu fase akut, sinusitis kronis
disebabkan oleh bakteri yang sama yang menyebabkan sinusitis akut. Namun,
karena sinusitis kronis biasanya berkaitan dengan drainase yang tidak adekuat
maupun fungsi mukosiliar yang terganggu, maka agen infeksi yang terlibat
cenderung oportunistik, dimana proporsi terbesar bakteri anaerob. Bakteri
aerob yang sering ditemukan antara lain Staphylococcus aureus, Streptococcus
viridans, Haemophilis influenza, Neisseria flavus, Staphylococcus epidermis,
Streptcoccus pneumoniae dan Escherichia coli, Bakteri anaerob termasuk
Peptostreptococcus, Corynebacterium, Bakteriodaes dan Vellonella. Infeksi
campuran antara organisme aerob dan anaerob sering kali terjadi.
Penyebab nonifeksius antara lain adalah rinitis alergika, barotrauma,
atau iritan kimia.Reaksi alergi terjadi di jalan nafas dan kavitas sinus yang
menghasilkan edema dan inflamasi di membrana mukosa. Edema dan
inflamasi ini menyebabkan blokade dalam pembukaan kavitas sinus dan
membuat daerah yang ideal untuk perkembangan jamur, bakteri, atau
virus.Alergi dapat juga merupakan salah satu faktor predisposisi infeksi
disebabkan edema mukosa dan hipersekresi. Mukosa sinus yang oedem yang
dapat menyumbat muara sinus dan mengganggu drainase sehingga
menyebabkan timbulnya infeksi, selanjutnya menghancurkan epitel
permukaan dan siklus seterusnya berulang yang mengarah pada sinusitis
kronis. Pada keadaan kronis terdapat polip nasi dan polip antrokoanal yang
timbulpada rinitis alergi, memenuhi rongga hidung dan menyumbat ostium
sinus.Selain faktor alergi, faktor predisposisi lain dapat juga berupa
lingkungan. Faktor cuaca seperti udara dingin menyebabkan aktivitas silia

8
mukosa hidung dan sinus berkurang, sedangkan udara yang kering dapat
menyebabkan terjadinya perubahan mukosa, sehingga timbul sinusitis.4,8
Penyakit seperti tumor nasal atau tumor sinus (squamous cell
carcinoma), dan juga penyakit granulomatus (Wegener’s granulomatosis atau
rhinoskleroma) juga dapat menyebabkan obstruksi ostia sinus, sedangkan
konsisi yang menyebabkan perubahan kandungan sekret mukus (fibrosis
kistik) dapat menyebabkan sinusitis dengan mengganggu pengeluaran mukus.
Di rumah sakit, penggunaan pipa nasotrakeal adalah faktor resiko
mayor untuk infeksi nosokomial di unit perawatan intensif. Infeksi sinusitis
akut dapat disebabkan berbagai organisme, termasuk virus, bakteri, dan jamur.
Virus yang sering ditemukan adalah rhinovirus, virus parainfluenza, dan virus
influenza. Bakteri yang sering menyebabkan sinusitis adalah Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan moraxella catarralis. Bakteri
anaerob juga terkadang ditemukan sebagai penyebab sinusitis maksilaris,
terkait dengan infeksi pada gigi premolar. Sedangkan jamur juga ditemukan
sebagai penyebab sinusitis pada pasien dengan gangguan sistem imun, yang
menunjukkan infeksi invasif yang mengancam jiwa. Jamur yang menyebabkan
infeksi antara lain adalah dari spesies Rhizopus, rhizomucor,Mucor, Absidia,
Cunninghamella, Aspergillus, dan Fusarium.9,11

2.5 Patofisiologi

Dalam keadaan fisiologis, sinus adalah steril. Sinusitis dapat terjadi


bila klirens silier sekret sinus berkurang atau ostia sinus menjadi tersumbat,
yang menyebabkan retensi sekret, tekanan sinus negatif, dan berkurangnya
tekanan parsial oksigen. Lingkungan ini cocok untuk pertumbuhan organisme
patogen. Apabila terjadi infeksi karena virus, bakteri ataupun jamur pada sinus
yang berisi sekret ini, maka terjadilah sinusitis.7,8
Pada dasarnya patofisiologi dari sinusitis dipengaruhi oleh 3 faktor
yaitu obstruksi drainase sinus (sinus ostia), kerusakan pada silia, dan kuantitas
dan kualitas mukosa. Sebagian besar episode sinusitis disebabkan oleh infeksi
virus. Virus tersebut sebagian besar menginfeksi saluran pernapasan atas
seperti rhinovirus, influenza A dan B, parainfluenza, respiratory syncytial

9
virus, adenovirus dan enterovirus. Sekitar 90 % pasien yang mengalami
infeksi saluran pernafasan atas akan memberikan bukti gambaran radiologis
yang melibatkan sinus paranasal. Selama infeksi akut virus, berbagai mediator
inflamasi seperti interleukin, TNF-α, dan sitokin mengalami up-regulation.
Inflamasi akut pada mukosa sinus bermanifestasi dalam bentuk hipersekresi
mukosa dan edema yang menyebabkan obstruksi dari ostium sinus dan
berpengaruh pada mekanisme drainase dan ventilasi dalam sinus. Obstruksi
tersebut mengakibatkan hipoksia lokal dan sekret sinus berakumulasi.
Kombinasi dari rendahnya kadar oksigen dan media kultur yang kaya
memungkinkan pertumbuhan bakteri secara eksponensial di dalam sinus.4
Infeksi virus juga merusak epitel dan fungsi silia yang akhirnya menyebabkan
infeksi sekunder bakteri.3,6,7,8
Virus yang menginfeksi tersebut dapat memproduksi enzim dan
neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi
virus pada lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi kurang aktif
dan sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih kental, yang merupakan media
yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri patogen. Silia yang kurang
aktif fungsinya tersebut terganggu oleh terjadinya akumulasi cairan pada
sinus. Terganggunya fungsi silia tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti kehilangan lapisan epitel bersilia, udara dingin, aliran udara
yang cepat, virus, bakteri, environmental ciliotoxins, mediator inflamasi,
kontak antara dua permukaan mukosa, parut, primary cilliary dyskinesia
(Kartagener syndrome). 3,5,8
Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang abnormal meningkatkan
kemungkinan terjadinya reinfeksi atau reinokulasi dari virus. Konsumsi
oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di dalam sinus dan
akan memberikan media yang menguntungkan untuk berkembangnya bakteri
anaerob. Penurunan jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan silia
dan aktivitas leukosit. Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh fungsi lapisan
mukosilia yang tidak adekuat, obstruksi sehingga drainase sekret terganggu,
dan terdapatnya beberapa bakteri patogen. 7,8
Bila sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan retensi
lendir sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi
perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan kista. Polip

10
nasi dapat menjadi manifestasi klinik dari penyakit sinusitis. Polipoid berasal
dari edema mukosa, di mana stroma akan terisi oleh cairan interseluler
sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut,
mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian turun ke dalam rongga
hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terjadilah polip.7
Perubahan yang terjadi dalam jaringan dapat disusun seperti dibawah
ini, yang menunjukkan perubahan patologik pada umumnya secara berurutan:
1. Jaringan submukosa diinfiltrasi oleh serum. Sedangkan permukaannya
kering. Leukosit juga mengisi rongga jaringan submukosa.

2. Kapiler berdilatasi, mukosa sangat menebal dan merah akibat edema dan
pembengkakan struktur subepitel. Pada stadium ini biasanya tidak ada
kelainan epitel.

3. Setelah beberapa jam atau sehari dua hari, serum dan leukosit keluar
melalui epitel yang melapisi mukosa. Kemudian bercampur dengan
bakteri, debris, epitel dan mukus. Pada beberapa kasus perdarahan kapiler
terjadi dan darah bercampur dengan sekret. Sekret yang mula-mula encer
dan sedikit, kemudian menjadi kental dan banyak, karena terjadi koagulasi
fibrin dan serum.

4. Pada banyak kasus, resolusi terjadi dengan absorpsi eksudat dan


berhentinya pengeluaran leukosit memakan waktu 10 – 14 hari.

5. Akan tetapi pada kasus lain, peradangan berlangsung dari tipe kongesti ke
tipe purulen, leukosit dikeluarkan dalam jumlah yang besar sekali.
Resolusi masih mungkin meskipun tidak selalu terjadi, karena perubahan
jaringan belum menetap, kecuali proses segera berhenti. Perubahan
jaringan akan menjadi permanen, maka terjadi perubahan kronis, tulang di
bawahnya dapat memperlihatkan tanda osteitis dan akan diganti dengan
nekrosis tulang.

Meskipun infeksi virus akut merupakan penyebab utama pada sinusitis


akut, faktor lain seperti atopi, immunodefisiensi, atau obstruksi anatomik juga
dapat menjadi faktor predisposisi. Selain itu inflamasi, polip, tumor, trauma,

11
parut, anatomic variant, dan nasal instrumentation juga menyebabkan
menurunnya patensi sinus ostia.

2.6 Manifestasi klinis

Secara umum, biasanya akan timbul gejala lemas badan dari derajat
ringan sampai sedang. Nyeri terasa pada jembatan hidung, medial dan di
dalam mata. Nyeri ini diperberat oleh pergerakan bola mata. Perubahan ke
lateral dari pada boal mata mungkin menunjukkan adanya infeksi pada lamina
papirasea. Edema dari kelopak mata disertai peningkatan lakrimasi juga dapat
dijumpai.3,4,6

Pada rhinoskopi anterior, pus dapat dijumpai pada meatus media atau
superior tergantung pada keterlibatan sinus etmoid anterior atau posterior.
Edema pada konka medial juga dapat dijumpai. Nasofaring dan orofaring
mungkin eritema, pasien dapat merasakan panas badan dengan variasi suhu
dan sakit kepala. Jumlah leukosit biasanya tidak meningkat tajam sampai
terjadi infeksi sistemik. Bila infeksi semakin berat, nyeri juga semakin
meningkat sesuai bertambahnya daerah sinus yang terinfeksi dan nyeri dapat
menyebar sesuai persarafan ke bagian medial orbita, area mata dan kening.
Secara radiologi tampak opasifikasi dari sinus yang terkena. Pada ethmoiditis
akut yang berat, khususnya pasien immunocompromised dapat berkembang
menjadi kasus emergensi dengan selulitis fasial, selulitis orbita dan
meningitis.5,7

12
2.7 Diagnosis
2.7.1 Sinusitis Akut
a. Anamnesis

Gejala mayor Gejala minor

Nyeri atau rasa tertekan pada Sakit kepala


wajah

Sekret nasal purulen Batuk

Demam Rasa lelah

Kongesti nasal Rasa lelah

Obstruksi nasal Halitosis

Hiposmia atau anosmia Nyeri gigi

Gejala subyektif terdiri dari gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala
sistemik ialah demam dan rasa lesu. Gejala lokal pada hidung terdapat ingus
kental yang kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring.
Dirasakan hidung tersumbat, rasa nyeri didaerah infraorbita dan kadang-
kadang menyebar ke alveolus, sehingga terasa nyeri di gigi. Nyeri alih
dirasakan di dahi dan di depan telinga. Penciuman terganggu dan ada perasaan
penuh dipipi waktu membungkuk ke depan. Terdapat perasaan sakit kepala
waktu bangun tidur dan dapat menghilang hanya bila peningkatan sumbatan
hidung sewaktu berbaring sudah ditiadakan.2,13,14

Gejala obyektif, pada pemeriksaan sinusitis maksila akut akan tampak


pembengkakan di pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior
tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis
frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus
medius. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal
drip).1,5,6

13
b. Pemeriksaan fisik
Pada Inspeksi yang diperhatikan adalah ada tidaknya
pembengkakan pada muka, pipi sampai kelopak mata atas/bawah yang
berwarna kemerahan. Pada palpasi dapat sinus paranasal ditemukan
nyeri tekan dan tenderness.1
Rhinoskopi anterior dengan atau tanpa dekongestan. Untuk
menilai status dari mukosa hidung dan ada tidaknya,warna cairan yang
keluar. Kelainan anatomis juga dapat dinilai dengan pemeriksaan
ini.Pemeriksaan transiluminasi pada sinus maksila dan frontal dapat
menunjukkan adanya gambaran gelap total, apabila hanya sebagian
dinyatakan tidak spesifik.1

Gambar 2. Pus pada meatus medius

Gambar 3. Pembengkakan pipi pada pasien sinusitis

c. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan transluminasi, sinus yang sakit akan menjadi
suram atau gelap. Transluminasi bermakna bila salah satu sinus yang

14
sakit, sehingga tampak lebih suram dibandingkan dengan sisi yang
normal.2,13,14
Pemeriksaan radiologik yang dibuat adalah posisi waters. Akan
tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan-udara
(air fluid level) pada sinus yang sakit.2,13,14

Gambar 4. Gambaran suatu sinus yang opak

Pemeriksaan mikrobiologik atau biakan hapusan hidung dilakukan


dengan mengambil sekret dari meatus medius. Mungkin ditemukan
bermacam-macam bakteri yang merupakan flora normal atau kuman patogen,
seperti Pneumokokus, Streptokokus, Stafilokokus dan Haemofilus influenza.
Selain itu mungkin ditemukan juga virus atau jamur.1

2.7.2 Sinusitis Kronis


a. Anamnesis
Keluhan umum yang membawa pasien sinusitis kronis untuk
berobat biasanya adalah kongesti atau obstruksi hidung. Keluhan
biasanya diikuti dengan malaise, nyeri kepala setempat, sekret di hidung,
sekret pasca nasal (post nasal drip) , gangguan penciuman dan
pengecapan.51315

15
Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret kental purulen dari
meatus medius. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di
nasofaring atau turun ke tenggorok.1
b. Pemeriksaan penunjang
a) Transluminasi
Transluminasi dapat dipakai untuk memeriksa sinus maksilaris
dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak
tersedia. Bila pada pemeriksaan transluminasi tampak gelap
didaerah infraorbita, mungkin berarti antrum terisi oleh pus atau
mukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma di dalam antrum.
Bila terdapat kista yang besar didalam sinus maksila, akan tampak
terang pada pemeriksaan transluminasi. 1
b) Radiologi
Pemeriksaan radiologik pada sinusitis kronis tidak dianjurkan,
penggunaannya dibatasi hanya untuk sinusitis maksilaris akut atau
sinusitis frontalis.
c) CT scan

Gambar 5. CT Scan memperlihatkan penebalan mukosa sinus.

CT scan salah satu modalitas yang dapat digunakan untuk


mengidentifikasi dan mengevaluasi anatomi dan patologi sinus. 15

Staging dapat dilakuan dengan menggunakan CT scan. Sistem


stagging ini sederhana, mudah diingat dan sangat efektif untuk
mengklasifikasikan sinusitis kronis. Stagging ini membantu dalam

16
perencanaan operasi dan hasil terapi. Stagging didasarkan pada
perluasan penyakit setelah terapi medis. Stagging tersebut terbagi atas:7
1. stage I : satu fokus penyakit
2. stage II : penyakit noncontiguous melalui labirin ethmoid
3. stage III : difuse yang responsif terhadap pengobatan
4. stage IV : difuse yang tidak responsif dengan pengobatan.

2.8 Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan sinusitis adalah:

1. Mempercepat penyembuhan
2. Mencegah komplikasi
3. Mencegah perubahan menjadi kronik.

Sinusitis akut dapat diterapi dengan pengobatan (medikamentosa) dan


pembedahan (operasi).1,2
Penatalakanaan yang dapat diberikan pada pasien sinusitis akut, yaitu:
Pada sinusitis akut, diberikan amoksisilin (40 mg/kgbb/hari) yang merupakan
first line drug, namun jika tidak ada perbaikan dalan 48-72 jam, dapat diberikan
amoksisilin/klavulanat. Sebaiknya antibiotik diberikan selama 10-14 hari.1,2

Pada kasus sinusitis kronis, antibiotik diberikan selama 4-6 minggu


sebelum diputuskan untuk pembedahan. Dosis amoksisilin dapat ditingkatkan
sampai 90 mg/kgbb/hari.Pada pasien dengan gejala berat atau dicurigai adanya
komplikasi diberikan antibiotik secara intravena. Sefotaksim atau seftriakson
dengan klindamisin dapat diberikan pada Streptococcuspneumoniae yang
resisten.1,2

17
Terapi tambahan: Terapi tambahan meliputi pemberian antihistamin,
dekongestan, dan steroid.

Antihistamin: antihistamin merupakan kontra indikasi pada sinusitis,


kecuali jelas adanya etiologi alergi. Pemberian antihistamin dapat
mengentalkan sekret sehingga menimbulkan penumpukan sekret di sinus,dan
memperberat sinusitis.1,2

Dekongestan: dekongestan topikal seperti oksimetazolin,penileprin


akan menguntungkan jika diberikan pada awal tata laksana sinusitis.
Aktifitasnya akanmengurangi edem atau inflamasi yang mengakibatkan
obstruksi ostium, meningkatkan drainase sekret dan memperbaiki ventilasi
sinus. Pemberian dekongestan dibatasi sampai 3-5 hari untuk mencegah
ketergantungan dan rebound nasal decongestan. Pemberian dekongestan
sistemik, seperti penilpropanolamin, pseudoefedrin dapat menormalkan
ventilasi sinus dan mengembalikan fungsi pembersih mukosilia. Dekongestan
sistemik dapat diberikan sampai 10-14 hari.1,2

Steroid : steroid topikal dianjurkan pada sinusitis kronis. Steroid akan


mengurangi edem dan inflamasi hidung sehingga dapat memperbaiki drainase
sinus. Untuk steroid oral, dianjurkan pemberiannya dalam jangka pendek
mengingat efek samping yang mungkin timbul.1,2

Untuk membedakan pengobatan medikamentosa sinusitis yang spesifik


pada pengobatan :1,2

1. Terapi awal:
a. Amoxicillin 875 mg per oral 2 kali sehari selama 10 hari, atau
b. TMP-SMX 160mg-800mg per oral 2 kali sehari selama 10 hari

18
2. Pasien dengan paparan antibiotik dalam 30 hari terakhir
a. Amoxicillin 1000 mg per oral 2 kali sehari selama 10 hari, atau
b. Amoxicillin/Clavulanate 875 mg per oral 2 kali sehari selama 10
hari,atau
c. Levofloxacin 500 mg per oral sekali sehari selama 7 hari.
3. Pasien dengan gagal pengobatan
a. Amoxicillin 1500mg dengan klavulanat 125 mg per oral 2 kali sehari
selama 10 hari, atau
b. Amoxicillin 1500mg per oral 2 kali sehari dengan Clindamycin 300 mg
per oral 4 kali sehari selama 10 hari, atau
c. Levofloxacin 500 mg per oral sekali sehari selama7 hari.

Diatermi: Diatermi gelombang pendek selama 10 hari dapat


membantu penyembuhan sinusitis dengan memperbaiki vaskularisasi sinus.1,2

Pembedahan: Untuk pasien yang tidak responsif dengan terapi


medikamentosa yang maksimal, tindakan bedah perlu dilakukan. Indikasi
bedah apabila ditemukan perluasan infeksi intrakranial seperti meningitis,
nekrosis dinding sinus disertai pembentukan fistel, pembentukan mukokel,
selulitis orbita dengan abses dan keluarnya sekret terus menerus yang tidak
membaik dengan terapi konservatif.24Beberapa tindakan pembedahan pada
sinusitis antara lain adenoidektomi, irigasi dan drainase, septoplasti,
andrallavage, caldwell luc dan functional endoscopic sinussurgery
(FESS).Terdapat tiga pilihan operasi yang dapat dilakukan pada sinusitis
maksilaris,yaitu unisinektomi endoskopik dengan atau tanpa antrostomi
maksilaris,prosedur Caldwell-Luc, dan antrostomi inferior. Saat ini,
antrostomi unilateral dan unisinektomi endoskopik adalah pengobatan standar
sinusitis maksilaris kronis refrakter. Prosedur Caldwell-Luc dan antrostomi
inferior antrostomy jarang dilakukan.1,2

19
2.9 Komplikasi

Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya


antibiotika. Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis
kronis dengan eksaserbasi akut. Komplikasi yang dapat terjadi adalah:

2.9.1 Komplikasi Orbita


Komplikasi ini dapat terjadi karena letak sinus paranasal yang
berdekatan dengan mata (orbita). Sinusitis etmoidalis merupakan penyebab
komplikasi orbita yang tersering kemudian sinusitis maksilaris dan frontalis.
Terdapat lima tahapan terjadinya komplikasi orbita ini.2

a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan


b. Selulitis orbita. Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif
menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk
c. Abses subperiosteal. Pus terkumpul di antara periorbita dan dinding
tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis
d. Abses periorbita. Pada tahap ini, pus telah menembus periosteum dan
bercampur dengan isi orbita
e. Trombosis sinus kavernosus. Komplikasi ini merupakan akibat
penyebaran bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus di
mana selanjutnya terbentuk suatu tromboflebitis septic.

Gambar 6. Komplikasi penyakit sinus pada orbita

20
2.9.2 Komplikasi Intrakranial
Komplikasi ini dapat berupa meningitis, abses epidural, abses
subdural, abses otak.

Gambar 7. Sistem vena sebagai jalur perluasan komplikasi ke intrakranial

2.9.3 Kelainan Paru


Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelaian paru ini
disebut sinobronkitis. Sinusitis dapat menyebabkan bronchitis kronis dan
bronkiektasis. Selain itu juga dapat timbul asma bronkhial.

21
2.10 Pencegahan

Tidak ada cara yang pasti untuk menghindari baik sinusitis yang akut
atau kronis. Tetapi di sini ada beberapa hal yang dapat membantu:  

1. Menghindari kelembaban sinus - gunakan saline sprays atau sering


diirigasi.

2. Hindari lingkungan indoor yang sangat kering.  

3. Hindari terpapar yang dapat menyebabkan iritasi, seperti asap rokok


atau aroma bahan kimia yang keras.3

2.11 Prognosis

Sinusitis tidak menyebabkan mortalitas namun komplikasi dari


sinusitis dapat menyebabkan morbiditas dan pada kasus yang jarang dapat
mengakibatkan kematian. Sekitar 40% dari akut sinusitis akan sembuh sendiri
tanpa pemberian antibiotik. Pada viral sinusitis, tingkat kesembuhan
spontannya sebesar 98%. Pasien dengan terapi antibiotik yang adekuat
biasanya menunjukkan perbaikan.16,17

Tingkat kekambuhan setelah terapi yang sukses adalah kurang dari 5%.
Sinusitis yang tidak ditangani atau ditangani tidak sempurna dapat berujung
pada komplikasi seperti meningitis, orbital cellulitis, abses orbita, atau abses
otak.16,17

22
BAB III
KESIMPULAN

Sinus paranasal terdiri dari empat pasang, yaitu sinus frontal, sinus etmoid,
sinus maksila, dan sinus sfenoid. Sinus paranasal dalam kondisi normal mengalirkan
sekresi dari mukosa ke daerah yang berbeda dalam kavum nasi.

Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi atau
infeksivirus, bakteri maupun jamur. Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat
sinus yangada (maksilaris, etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis). Sinusitis bisa
bersifat akut(berlangsung selama 3 minggu atau kurang) maupun kronis (berlangsung
selama 3-8 minggutetapi dapat berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-
tahun).

Keluhan utama sinusitis akut adalah hidung tersumbat disertai nyeri atau
tekanan pada wajah dan sekret purulen, yang seringkali turun ke tenggorokan (post
nasal drip).

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang.

Prinsip penatalaksanaan sinusitis adalah mempercepat penyembuhan, mencegah


komplikasi dan mencegah perubahan menjadi kronik.

Prognosis untuk penderita sinusitis akut yaitu sekitar 40 % akan sembuh secara
spontan tanpa pemberian antibiotik. Terkadang juga penderita bisa mengalami relaps
setelah pengobatan namun jumlahnya sedikit yaitu kurang dari 5 %. Komplikasi dari
penyakit ini bisa terjadi akibat tidak ada pengobatan yang adekuat yang nantinya akan
dapat menyebabkan komplikasi orbita atau intrakranial.

23

Anda mungkin juga menyukai