Anda di halaman 1dari 25

Makalah Ilmiah

Sinusitis Kronik

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia.


Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus
berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar
102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Survei Kesehatan Indera
Penglihatan dan Pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sama
dengan PERHATI dan Bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung
dari 7 propinsi. Data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-
Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut
adalah 435 pasien, 69%nya adalah sinusitis.1

Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga


sinusitis sering juga disebut dengan rhinosinusitis. Rinosinusitis adalah penyakit
inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus meningkat
prevalensinya. Rinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang
berat, sehingga penting bagi dokter umum atau dokter spesialis lain untuk
memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala dan metode diagnosis
dari penyakit rinosinusitis ini.2

Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan klinis, di bantu


pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan sering secara konservatif dengan
pengobatan medika mentosa empirik dan bisa meningkat dengan tindakan operatif
pada kasus dengan komplikasi atau pada kasus kronis yang gagal dengan
pengobatan medika mentosa.1,3

Penyebab utamanya ialah infeksi virus yang kemudian diikuti oleh infeksi
bakteri. Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan
maksila. Yang berbahaya dari sinusitis adalah komplikasinya ke orbita dan

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan 1
Makalah Ilmiah
Sinusitis Kronik

intrakranial. Komplikasi ini terjadi akibat tatalaksana yang inadekuat atau faktor
predisposisi yang tak dapat dihindari. 1

1.2. TUJUAN PEMBAHASAN

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman kajian


yang mendalam tentang Sinusitis Kronis secara komprehensif. Diharapkan dapat
meberikan pengetahuan patologi dan patofisiologi, faktor resiko, kriteria
diagnosis, pemeriksaan dan pencegahan penyakit akan membantu para klinisi
dalam menegakkan diagnosis terhadap pasien – pasien Sinusitis Kronis sehingga
manajemen akan lebih terarah dan terukur.

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan 2
Makalah Ilmiah
Sinusitis Kronik

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. DEFENISI

Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal, bila mengenai beberapa


sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal
disebut pansinusitis.4

Sesuai dengan anatomi sinus yang terkena dapat dibagi menjadi sinusitis
maksila, sinusitis ethmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid.5

Paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis ethmoid,


sedangkan sinusitis frontal dan sinisitis sfenoid lebih jarang. Pada anak hanya
sinus maksila dan sinus ethmoid yang berkembang, sedangkan sinus frontal dan
sinus sfenoid belum.1

Menurut Cauwenberg berdasarkan perjalanan penyakitnya terbagi atas :6

- Sinusitis akut, bila infeksi berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu.

- Sinusitis subakut, bila infeksi berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan.

- Sinusitis kronik, bila infeksi berlangsung lebih dari 3 bulan.

Berdasarkan gejalanya disebut akut bila terdapat tanda-tanda radang akut, subakut
bila tanda akut sudah reda dan perubahan histologik mukosa sinus masih
reversibel, dan kronik bila perubahan tersebut sudah irreversibel, misalnya
menjadi jaringan granulasi atau polipoid.3

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan 3
Makalah Ilmiah
Sinusitis Kronik

2.2. ANATOMI SINUS

Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung
sinus frontal kanan dan kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior),
sinus maksila kanan dan kiri (antrium highmore) dan sinus sfenoid kanan dan kiri.
Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung,
berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-
masing.5

Pada meatus medius yang merupakan ruang diantara konka superior dan
konka inferior rongga hidung terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris
yakni muara dari sinus maksila, sinus frontalis dan ethmoid anterior.6

Sinus paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan
IV dan tetap berkembang selama masa kanak-kanak, jadi tidak heran jika pada
foto rontgen anak-anak belum ada sinus frontalis karena belum terbentuk. Pada
meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media
terdapat muara sinus ethmoid post erior dan sinus sfenoid.1,2,3

Fungsi sinus paranasal adalah : 1

 Membentuk pertumbuhan wajah karena di dalam sinus terdapat rongga


udara sehingga bisa untuk perluasan. Jika tidak terdapat sinus maka
pertumbuhan tulang akan terdesak.
 Sebagai pengatur udara (air conditioning).
 Peringan cranium.
 Resonansi suara.
 Membantu produksi mukus.

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan 4
Makalah Ilmiah
Sinusitis Kronik

Gambar 1. Sinus Paranasal 6

A. Sinus Maksilaris6
Terbentuk pada usia fetus bulan IV yang terbentuk dari prosesus maksilaris
arcus I.
Bentuknya piramid, dasar piramid pada dinding lateral hidung, sedang
apexnya pada pars zygomaticus maxillae.
Merupakan sinus terbesar dengan volume kurang lebih 15 cc pada orang
dewasa.
Berhubungan dengan :

a. Cavum orbita, dibatasi oleh dinding tipis (berisi n. infra orbitalis) sehingga jika
dindingnya rusak maka dapat menjalar ke mata.

b. Gigi, dibatasi dinding tipis atau mukosa pada daerah P2 Mo1ar.

c. Ductus nasolakrimalis, terdapat di dinding cavum nasi.

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan 5
Makalah Ilmiah
Sinusitis Kronik

B. Sinus Ethmoidalis6

Terbentuk pada usia fetus bulan IV.


Saat lahir, berupa 2-3 cellulae (ruang-ruang kecil), saat dewasa terdiri dari
7-15 cellulae, dindingnya tipis.
Bentuknya berupa rongga tulang seperti sarang tawon, terletak antara
hidung dan mata
Berhubungan dengan :

a. Fossa cranii anterior yang dibatasi oleh dinding tipis yaitu lamina cribrosa. Jika
terjadi infeksi pada daerah sinus mudah menjalar ke daerah cranial (meningitis,
encefalitis dsb).

b. Orbita, dilapisi dinding tipis yakni lamina papiracea. Jika melakukan operasi
pada sinus ini kemudian dindingnya pecah maka darah masuk ke daerah orbita
sehingga terjadi Brill Hematoma.

c. Nervus Optikus.

d. Nervus, arteri dan vena ethmoidalis anterior dan pasterior.

C. Sinus Frontalis6

Sinus ini dapat terbentuk atau tidak.


Tidak simetri kanan dan kiri, terletak di os frontalis.
Volume pada orang dewa sa ± 7cc.
Bermuara ke infundibulum (meatus nasi media).
Berhubungan dengan :

a. Fossa cranii anterior, dibatasi oleh tulang compacta.

b. Orbita, dibatasi oleh tulang compacta.

c. Dibatasi oleh Periosteum, kulit, tulang diploic.

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan 6
Makalah Ilmiah
Sinusitis Kronik

D. Sinus Sfenoidalis6

Terbentuk pada fetus usia bulan III.


Terletak pada corpus, alas dan Processus os sfenoidalis.
Volume pada orang dewasa ± 7 cc.
Berhubungan dengan :

a. Sinus cavernosus pada dasar cavum cranii.

b. Glandula pituitari, chiasma n.opticum.

c. Tranctus olfactorius.

d. Arteri basillaris brain stem (batang otak).

2.3.EPIDEMIOLOGI

Sebagian besar infeksi virus penyebab pilek seperti common cold dapat
menyebabkan suatu sumbatan pada hidung, yang akan hilang dalam beberapa
hari. Namun jika terjadi peradangan pada sinusnya dapat muncul gejala lainnya
seperti nyeri kepala dan nyeri tekan pada wajah.1

Sinusitis adalah infeksi atau peradangan dari mukosa sinus paranasal.


Sinusitis mungkin hanya terjadi pada beberapa hari (sinusitis akut) atau berlanjut
menjadi sinusitis kronis jika tanpa pengobatan yang adekuat.2

Angka kejadian sinusitis akut mendekati 3 dalam 1000 orang, sedangkan


sinusitis kronis lebih jarang kira-kira 1 dalam 1000 orang. Bayi di bawah 1 tahun
tidak menderita sinusitis karena pembentukan sinusnya belum sempurna, tetapi
sinusitis dapat terjadi pada berbagai usia dengan cara lain.1

Sinusitis pada anak lebih banyak ditemukan karena anak-anak mengalami


infeksi saluran nafas atas 6 – 8 kali per tahun dan diperkirakan 5%– 10% infeksi
Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan 7
Makalah Ilmiah
Sinusitis Kronik

saluran nafas atas akan menimbulkan sinusitis. Menurut Rachelevsky, 37% anak
dengan rinosinusitis kronis didapatkan tes alergi positif sedangkan Van der Veken
dkk mendapatkan tidak ada perbedaan insiden penyakit sinus pada pasien atopik
dan non atopik. Menurut Takahasi dan Tsuttumi sinusitis sering di jumpai pada
umur 6-11 tahun. Sedangkan menurut Gray terbanyak di jumpai pada anak umur
5-8 tahun dan mencapai puncak pada umur 6-7 tahun.1,2,3,4

2.4. ETIOLOGI

1. Sebab-sebab lokal8

Sebab lokal sinusitis supurativa :

- Patologi septum nasi seperti deviasi septum.

- Hipertrofi konka media.

- Benda asing di hidung seperti tampon, rinolith, material yang terinfeksi seperti
air terinfeksi yang berkontak selama berenang atau menyelam.

- Polip nasi.

- Tumor di dalam rongga hidung.

- Rinitis alergi dan rinitis kronik.

- Polusi lingkungan, udara dingin dan kering.

2. Faktor-faktor predisposisi regional.9

Faktor regional yang paling lazim untuk berkembangnya sinusitus ialah:

- Khususnya sinisitus maksilaris meliputi gigi geligi yang buruk, karies gigi atau
abses apikal. Gigi-gigi premolar atau molar yang sering terkena karena gigi geligi
tersebut didekat dasar sinus maksilaris.

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan 8
Makalah Ilmiah
Sinusitis Kronik

- Sinusitus rekuren dapat disebabkan oleh obstruksi nasofaring seperti tumor


ganas, radiasi kobalt disertai radionekrosis atau hipertrofi adenoid juga tumor-
tumor palatinum jika ada perluasan regional.

3. Faktor-faktor sistemik.9,10

Faktor-faktor sistemik yang mempredisposisi perkembangan rinosinusitis ialah :

- Keadaan umum yang lemah, seperti malnutrisi.

- Diabetes yang tidak terkontrol.

- Terapi steroid jangka lama.

- Diskrasia darah.

- Kemoterapi dan keadaan depresi metabolisme.

Faktor etiologi pada rinosinusitis anak adalah :7, 8


1. Peradangan : infeksi saluran nafas atas dan alergi.
2. Mekanikal : deformitas septum / nasal, obstruksi Kompleks Osteo Meatal
(KOM), konka hipertropi, polip, tumor, adenoid hipertropi, benda asing dan
cleft palate.
3. Sistemik : fibrosis kistik, sindroma Kartagener, imunodefisiensi.
4. Lain-lain : berenang atau menyelam.

Menurut Lanza di kutip oleh Siow Jin Keat, penyebab multi faktor
rinosinusitis yaitu :9
1. Faktor penderita.
Genetik / kondisi kongenital (fibrosis kistik dan sindrome immotil silia),
alergi / kondisi imun, anatomi yang abnormal, penyakit sistemik (endokrin &
metabolik), mekanisme saraf, neoplasma.
2. Faktor lingkungan.

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan 9
Makalah Ilmiah
Sinusitis Kronik

Virus / infeksi, trauma, kimia noxiuos dan iatrogenik (obat-obatan dan


pembedahan).

2.5. PATOGENESIS

Bila terjadi edema di kompleks ostiomeatal, mukosa yang letaknya


berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lender
tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drenase dan ventilasi didalam sinus,
sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus
menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri
pathogen.7

Bila sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan retensi lendir
sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan
jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan kista. Polip nasi dapat
menjadi manifestasi klinik dari penyakit sinusitis.Polipoid berasal dari edema
mukosa, dimana stroma akan terisi oleh cairan interseluler sehingga mukosa yang
sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, dimana mukosa yang
sembab makin membesar dan kemudian turun ke dalam rongga hidung sambil
membentuk tangkai, sehingga terjadilah polip. 8,9

Perubahan yang terjadi dalam jaringan dapat disusun seperti dibawah ini,
yang menunjukkan perubahan patologik pada umumnya secara berurutan :7

1. Jaringan submukosa di infiltrasi oleh serum. Sedangkan permukaannya kering.


Leukosit juga mengisi rongga jaringan submukosa.

2. Kapiler berdilatasi, mukosa sangat menebal dan merah akibat edema dan
pembengkakan struktur subepitel. Pada stadium ini biasanya tidak ada kelainan
epitel.

3. Setelah beberapa jam atau sehari dua hari, serum dan leukosit keluar melalui
epitel yang melapisi mukosa. Kemudian bercampur dengan bakteri, debris, epitel

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan 10
Makalah Ilmiah
Sinusitis Kronik

dan mukus. Pada beberapa kasus perdarahan kapiler terjadi dan darah bercampur
dengan sekret. Sekret yang mula-mula encer dan sedikit, kemudian menjadi kental
dan banyak, karena terjadi koagulasi fibrin dan serum.

4. Pada banyak kasus, resolusi terjadi dengan absorpsi eksudat dan berhentinya
pengeluaran leukosit memakan waktu 10 – 14 hari.

5. Akan tetapi pada kasus lain, peradangan berlangsung dari tipe kongesti ke tipe
purulen, leukosit dikeluarkan dalam jumlah yang besar sekali. Resolusi masih
mungkin meskipun tidak selalu terjadi, karena perubahan jaringan belum menetap,
kecuali proses segera berhenti. Perubahan jaringan akan menjadi permanen, maka
terjadi perubahan kronis, tulang di bawahnya dapat memperlihatkan tanda osteitis
dan akan diganti dengan nekrosis tulang.

Perluasan infeksi dari sinus kebagian lain dapat terjadi : (1) Melalui suatu
tromboflebitis dari vena yang perforasi ; (2) Perluasan langsung melalui bagian
dinding sinus yang ulserasi atau nekrotik ; (3) Dengan terjadinya defek; dan (4)
Melalui jalur vaskuler dalam bentuk bakterimia. Masih dipertanyakan apakah
infeksi dapat disebarkan dari sinus secara limfatik.10

Pada sinusitus kronik perubahan permukaan mirip dengan peradangan akut


supuratif yang mengenai mukosa dan jaringan tulang lainnya. Bentuk permukaan
mukosa dapat granular, berjonjot-jonjot, penonjolan seperti jamur, penebalan
seperti bantal dan lain-lain. Pada kasus lama terdapat penebalan hiperplastik.
Mukosa dapat rusak pada beberapa tempat akibat ulserasi, sehingga tampak tulang
yang licin dan telanjang, atau dapat menjadi lunak atau kasar akibat karies. Pada
beberapa kasus didapati nekrosis dan sekuestrasi tulang, atau mungkin ini telah
diabsorpsi.10

Pemeriksaan mikroskopik pada bagian mukosa kadang-kadang


memperlihatkan hilangnya epitel dan kelenjar yang digantikan oleh jaringan ikat.
Ulserasi pada mukosa sering dikelilingi oleh jaringan granulasi, terutama jika ada
nekrosis tulang. Jaringan granulasi dapat meluas ke periosteum, sehingga

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan 11
Makalah Ilmiah
Sinusitis Kronik

mempersatukan tulang dengan mukosa. Jika hal ini terjadi, bagian superfisial
tulang diabsorpsi sehingga menjadi kasar. Osteofit atau kepingan atau lempengan
tulang yang terjadi akibat eksudasi plastik, kadang-kadang terbentuk di
permukaan tulang.4

Terjadinya sinusitis secara kronis tak lepas dari proses inflamasi yang
terdapat pada sinus paranasal. Manusia memiliki empat pasang sinus paranasal
yang terdiri dari epitel kolumnar semu dengan silia. Di sela-sela epitel tersebut
terdapat sel goblet yang terus menjaga kelembaban daerah sinus. Mukosa sinus
menempel langsung pada tengkorak yang sering sekali menyebabkan penyebaran
infeksi ke daerah orbita dan kompartemen intrakranial. Biasanya penyebaran
infeksi ini terjadi pada pasien sinusitis akut yang tidak sempurna
pengobatannya.2,3

Sinus paranasal itu sendiri sebenarnya merupakan invaginasi dinding


saluran napas ke dalam rongga-rongga tengkorak. Tidak terlalu jelas mengapa
bentuk anatomis sinus paranasal seperti ini, namun fungsi yang diketahui hingga
saat ini ialah sebagai rongga resonansi dan penyeimbang tekanan udara dalam
tubuh. Invaginasi sinus ini terbagi menjadi sinus frontal, maksila, etmoid, dan
sfenoid. Daerah sinus maksila, sinus frontal, dan sinus etmoid anterior bermuara
ke dalam hidung melalui kompleks osteomeatal yang terletak lateral dari meatus
medial. Sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid membuka menuju meatus
superios dan resesus sfenoetmoidal. Sedangkan ostium dari sinus maksila
tersambung ke rongga hidung melalui saluran kecil yang dinamakan
infundibulum. Saluran ini terletak di bagian tertinggi dari sinus, padahal letak
maksila agak sedikit lebih ke bawah dari rongga hidung. Dengan demikan saluran
ini melawan gaya gravitasi untuk mengalirkan mukus ke dalam rongga hidung.
Lantai sinus maksila pun bersentuhan langsung dengan prosesus alveolaris gigi
geligi. Akibatnya, infeksi gigi akan mudah menyebar menuju sinus maksila.
Namun jika tidak ada infeksi, biasanya rongga sinus akan tetap steril meskipun
terdapat jutaan kuman di dalam rongga hidung.3

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan 12
Makalah Ilmiah
Sinusitis Kronik

Sinusitis terjadi jika kompleks osteomeatal di hidung mengalami


obstruksi mekanis, baik itu akibat edema mukosa setempat atau akibat berbagai
etiologi semisal ISPA atau rhinitis alergi. Keadaan ini membuat statis sekresi
mukus di dalam sinus. Stagnasi mukosa ini membentuk media yang nyaman untuk
pertumbuhan patogen. Awalnya, terjadi sinusitis akut dengan gejala klasik dan
biasanya terdiri dari satu macam bakteri aerob saja. Jika infeksi ini dibiarkan
terus-menerus, akan tumbuh pula berbagai flora, organisme anaerob, hingga
kadang tumbuh jamur di dalam rongga sinus. Sebagian besar kasus sinusitis
kronis terjadi pada pasien dengan sinusitis akut yang tidak respon atau tidak
mendapat terapi. Peran bakteri sebagai dalang patogenesisi sinusitis kronis saat ini
sebenarnya masih dipertanyakan juga. Infeksi sinus yang berulang dan persisten
dapat terjadi tidak hanya akibat timbunan bakteri, tapi memang dari lahir orang
tersebut sudah mengalami imunodefisiensi kongenital atau penyakit lain seperti
fibrosis kistik.7

2.6. TANDA DAN GEJALA

Sinusitis kronis berbeda dengan sinusitis akut dalam berbagai aspek,


umumnya sukar disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa saja. Harus
dicari faktor penyebab dan faktor predisposisinya. Polusi bahan kimia
menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa hidung. Perubahan
tersebut juga dapat disebabkan oleh alergi dan defisiensi imunologik, sehingga
mempermudah terjadinya infeksi, dan infeksi menjadi kronis apabila pengobatan
sinusitis akut tidak sempurna.2,4

A. Gejala Subjektif

Bervariasi dari ringan sampai berat, terdiri dari :1,2,3

- Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret pada hidung dan sekret pasca nasal
(post nasal drip) yang seringkali mukopurulen dan hidung biasanya sedikit
tersumbat.

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan 13
Makalah Ilmiah
Sinusitis Kronik

- Gejala laring dan faring yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorokan.

- Gejala telinga berupa pendengaran terganggu oleh karena terjadi sumbatan tuba
eustachius.

- Ada nyeri atau sakit kepala.

- Gejala mata, karena penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis.

- Gejala saluran nafas berupa batuk dan komplikasi di paru berupa bronkhitis atau
bronkhiektasis atau asma bronkhial.

- Gejala di saluran cerna mukopus tertelan sehingga terjadi gastroenteritis.

B. Gejala Objektif

Temuan pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut dan tidak terdapat
pembengkakan pada wajah. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret
kental, purulen dari meatus medius atau meatus superior, dapat juga ditemukan
polip, tumor atau komplikasi sinusitis. Pada rinoskopi posterior tampak sekret
purulen di nasofaring atau turun ke tenggorok.4,5,6

Dari pemeriksaan endoskopi fungsional dan CT Scan dapat ditemukan


etmoiditis kronis yang hampir selalu menyertai sinusitis frontalis atau maksilaris.
Etmoiditis kronis ini dapat menyertai poliposis hidung kronis.8,9

2.7. DIAGNOSIS

Diagnosis sinusitis kronis dapat ditegakkan dengan :7

1. Anamnesis yang cermat

2. Pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan 14
Makalah Ilmiah
Sinusitis Kronik

3. Pemeriksaan transiluminasi untuk sinus maksila dan sinus frontal, yakni pada
daerah sinus yang terinfeksi terlihat suram atau gelap.

4. Pemeriksaan radiologik, posisi rutin yang dipakai adalah posisi Waters, PA dan
Lateral. Posisi Waters, maksud posisi Waters adalah untuk memproyeksikan
tulang petrosus supaya terletak di bawah antrum maksila, yakni dengan cara
menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh
permukaan meja. Posisi ini terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus
maksila, frontal dan etmoid. Posisi Posteroanterior untuk menilai sinus frontal dan
posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid.

5. Pungsi sinus maksilaris

6. Sinoskopi sinus maksilaris, dengan sinoskopi dapat dilihat keadaan dalam


sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor atau kista dan
bagaimana keadaan mukosa dan apakah osteumnya terbuka. Pada sinusitis kronis
akibat perlengketan akan menyebabkan osteum tertutup sehingga drenase menjadi
terganggu.

7. Pemeriksaan histopatologi dari jaringan yang diambil pada waktu dilakukan


sinoskopi.

8. Pemeriksaan meatus medius dan meatus superior dengan menggunakan naso-


endoskopi.

9. Pemeriksaan CT –Scan, merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat


dan sumber masalah pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis
akan tampak : penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau
tidak homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus
dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik).7

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan 15
Makalah Ilmiah
Sinusitis Kronik

Gambar 2. CT – Scan dan Sinoskopi 4

Hal-hal yang mungkin ditemukan pada pemeriksaan CT-Scan :4

a. Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin, homogen, pada
pemeriksaan CT-Scan tidak mengalami ehans. Kadang sukar membedakannya
dengan polip yang terinfeksi, bila kista ini makin lama makin besar dapat
menyebabkan gambaran air-fluid level.

b.Polip yang mengisi ruang sinus

c. Polip antrokoanal

d. Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus

e. Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-angsur oleh massa
jaringan lunak mukokel yang membesar dan gambaran pada CT Scan sebagai
perluasan yang berdensitas rendah dan kadang-kadang pengapuran perifer.

f. Tumor

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan 16
Makalah Ilmiah
Sinusitis Kronik

2.8. DIAGNOSIS BANDING

Adapun diagnosis banding antara lain :7

Fever of Unknown Origin


Gastroesophageal Reflux Disease
Rhinitis Allergic
Rhinocerebral Mucormycosis
Sinusitis Acute

2.9. KOMPLIKASI

CT-Scan penting dilakukan dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan


derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan
ini harus rutin dilakukan pada sinusitis refrakter, kronis atau berkomplikasi.7

1. Komplikasi orbita

Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang


tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut,
namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat
menimbulkan infeksi isi orbita.7

Terdapat lima tahapan :7

a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi
sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena
lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering kali
merekah pada kelompok umur ini.

b. Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi
isi orbita namun pus belum terbentuk.

c. Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita
menyebabkan proptosis dan kemosis.

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan 17
Makalah Ilmiah
Sinusitis Kronik

d. Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita.
Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang
lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan
kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang
makin bertambah.

e. Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri melalui


saluran vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis
septik.

Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri dari :7

- Oftalmoplegia.

- Kemosis konjungtiva.

- Gangguan penglihatan yang berat.

- Kelemahan pasien.

- Tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus yang berdekatan


dengan saraf kranial II, III, IV dan VI, serta berdekatan juga dengan otak.

2. Mukokel

Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam
sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut
sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya. Dalam sinus frontalis,
ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui atrofi tekanan
mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai
pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke
lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan
penglihatan dengan menekan saraf didekatnya. Piokel adalah mukokel terinfeksi,
gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat.

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan 18
Makalah Ilmiah
Sinusitis Kronik

Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua
mukosa yang terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau obliterasi sinus.7

3. Komplikasi Intra Kranial

a. Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis
akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau
langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus
frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis. 7,8

b. Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium,
sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien
hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu
menimbulkan tekanan intra kranial.7

Abses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid


atau permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.9

c. Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka
dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak. Terapi
komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase secara bedah
pada ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi.7

4. Osteomielitis dan abses subperiosteal

Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang


frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat.
Gejala sistemik berupa malaise, demam dan menggigil.7,8

2.10. PENATALAKSANAAN

Terapi untuk sinusitis kronis :6,10


Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan 19
Makalah Ilmiah
Sinusitis Kronik

a. Jika ditemukan faktor predisposisinya, maka dilakukan tata laksana yang sesuai
dan diberi terapi tambahan. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik
mencukupi 10-14 hari.

b. Jika faktor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai pada episode akut
lini II + terapi tambahan. Sambil menunggu ada atau tidaknya perbaikan,
diberikan antibiotik alternative 7 hari atau buat kultur. Jika ada perbaikan teruskan
antibiotik mencukupi 10-14 hari, jika tidak ada perbaikan evaluasi kembali
dengan pemeriksaan naso-endoskopi, sinuskopi (jika irigasi 5 x tidak membaik).
Jika ada obstruksi kompleks osteomeatal maka dilakukan tindakan bedah yaitu
BSEF atau bedah konvensional. Jika tidak ada obstruksi maka evaluasi diagnosis.

c. Diatermi gelombang pendek di daerah sinus yang sakit.

d. Pada sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedang sinusitis
ethmoid, frontal atau sfenoid dilakukan tindakan pencucian Proetz.

e. Pembedahan

a. Radikal

- Sinus maksila dengan operasi Cadhwell-luc.

- Sinus ethmoid dengan ethmoidektomi.

- Sinus frontal dan sfenoid dengan operasi Killian.

b. Non Radikal

Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF). Prinsipnya dengan membuka dan


membersihkan daerah kompleks ostiomeatal.

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan 20
Makalah Ilmiah
Sinusitis Kronik

Menurut Manning, terapi operatif pada anak di bagi dalam 2 jenis yaitu :10
1. Operasi sinus tidak langsung
Yaitu operasi yang ditujukan untuk memperbaiki fungsi hidung dan sinus
seperti : septoplasti, pengangkatan benda asing, polipektomi,
tonsiloadenoidektomi dan irigasi sinus.

2. Operasi sinus langsung


Yaitu operasi yang ditujukan langsung pada sinus tersebut seperti :
etmoidektomi, operasi Luc dan bedah sinus endoskopik fungsional atau FESS.

Bedah Sinus Endoskopik

fungsional (FESS)

Teknik ini dapat juga dilakukan pada anak karena lebih fisiologis dan aman
serta lebih efektif.

Gambar 3. FESS 6

Operasi ini di indikasikan pada :6

1. Rinosinusitis akut pada anak dengan komplikasi.


2. Sinusitis rekuren akut.
3. Sinusitis kronis yang gagal dengan terapi medika mentosa.

Tujuan operasi FESS ini untuk membersihkan kelainan di komplek ostio


meatal karena daerah ini adalah tempat primer terjadi infeksi sinus paranasal
Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan 21
Makalah Ilmiah
Sinusitis Kronik

sehingga ventilasi dan aliran mukosa silia menjadi normal kembali melalui
jalan alami.7

Lusk dan Muntz melakukan operasi FESS pada 36 kasus sinusitis pada
anak dan 71% di anggap sembuh oleh orang tuanya setelah follow up selama
sedikitnya 1 tahun.1

Sebelum dilakukan operasi FESS harus dilakukan pemeriksaan CT Scan


untuk mengetahui lokasi dan perluasan penyakit serta kelainan anatomi pada
sinus.1,3,5,7,8,10

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan 22
Makalah Ilmiah
Sinusitis Kronik

BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

 Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Bila mengenai beberapa sinus
disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut
pansinusitis.
 Paling sering ditemukan adalah sinusitis maksila dan sinusitis ethmoid,
sedangkan sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid lebih jarang, pada anak hanya
sinus maksila dan sinus etmoid yang berkembang, sedangkan sinus frontal dan
sinus sfenoid belum.
 Sinusitis terjadi jika ada gangguan drenase dan ventilasi di dalam sinus. Bila
terjadi edema di kompleks ostio-meatal, mukosa yang letaknya berhadapan
akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat
dialirkan. Akibatnya lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental
dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen.
 Faktor predisposisi sinusitis adalah obstruksi mekanik, seperti deviasi septum,
hipertrofi konka media, benda asing di hidung, polip serta tumor dalam rongga
hidung. Selain itu rinitis kronis serta rinitis alergi juga menyebabkan obstruksi
ostium sinus serta menghasilkan lendir yang banyak, yang merupakan media
untuk tumbuhnya bakteri. Sebagai faktor predisposisi lain ialah lingkungan
berpolusi, udara dingin serta kering, yang dapat mengakibatkan perubahan
mukosa serta kerusakan silia.
 Secara klinis sinusitis dibagi menjadi sinusitis akut, bila gejala berlangsung
dari beberapa hari sampai 4 minggu. Sinusitis subakut bila berlangsung dari 4
minggu sampai 3 bulan dan sinusitis kronis bila lebih dari 3 bulan.
 Gejala sinusitis yang banyak dijumpai adalah gejala sistemik berupa demam
dan rasa lesu. Lokal pada hidung terdapat sekret kental yang kadang-kadang
berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Dirasakan hidung tersumbat dan
rasa nyeri di daerah sinus yang terinfeksi serta kadang-kadang dirasakan juga

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan 23
Makalah Ilmiah
Sinusitis Kronik

ditempat lain karena nyeri alih (referred pain). Tetapi pada sinusitis subakut
tanda-tanda radang akut demam, nyeri kepala hebat dan nyeri tekan sudah
reda. Sedangkan pada sinusitis kronis selain gejala-gejala di atas sering
ditemukan gejala komplikasi dari sinusitis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
gejala-gejala, foto rontgen sinus dan hasil pemeriksaan fisik. Untuk
menentukan luas dan beratnya sinusitis, bisa dilakukan pemeriksaan CT Scan.
Pada sinusitis maksilaris, dilakukan pemeriksaan roentgen gigi untuk
mengetahui adanya abses gigi.
 Terapi sinusitis secara umum diberikan medikamentosa berupa antibiotik
selama 10-14 hari, meskipun gejala klinik telah hilang. Antibiotik yang
diberikan berupa golongan penisilin. Diberikan juga dekongestan sistemik dan
analgetik untuk menghilangkan nyeri. Terapi pembedahan dilakukan jika ada
komplikasi ke orbita atau intrakanial; atau bila nyeri hebat karena sekret
tertahan oleh sumbatan yang biasanya disebabkan sinusitis kronis.

3.2. SARAN

Dibutuhkan banyak pendekatan medis untuk mengontrol atau


memodifikasi penanganan sinusitis kronik. Infeksi saluran pernapasan atas
memegang kunci timbulnya sinusitis, dari yang akut hingga menjadi kronis.
Karenanya, pasien terutama anak-anak, mesti dididik untuk menjaga kesehatan,
rajin berolah raga, dan biasakan makan sayur atau buah. Akan lebih baik lagi jika
mampu menghindarkan diri dari debu-debu, asap rokok, serta iritan kimia
lingkungan lainnya.

Pemberian antihistamin, kromolin, steroid topikal, atau imunoterapi


mungkin perlu untuk mencegah timbulnya rhinitis alergi, lagi-lagi terutama pada
anak-anak. Pencegahan GERD dapat bermanfaat untuk mencegah eksaserbasi
penyakit saluran napas dan saluran cerna, semisal asma dan sinusitis kronik. Siapa
tahu ada pasien juga dengan status imunodefisiensi, maka perlu diberikan terapi
peningkatan status imun agar kondisi sinusitis kroniknya dapat membaik.

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan 24
Makalah Ilmiah
Sinusitis Kronik

Gejala-gejala superfisial sinusitis, biasanya berupa pilek yang tak sembuh-


sembuh, pada prinsipnya dapat dikurangi dengan dekongestan, steroid topikal,
antibiotik, irigasi salin normal ke hidung, kromolin tropikal, atau mukolitik.
Semua obat ini tidak menyembuhkan, tapi dapat membantu memotivasi pasien
untuk bisa sembuh. Agar cepat reda, kelembaban sekresi mukus dari sinus harus
tetap dijaga, edema mukosa mesti dikurangi, serta viskoditas mukus sebaiknya
dikurangi.

Untuk terapi pembedahan, prosedurnya dinamakan Functional Endoscopic


Sinus Surgery (FESS). FESS mampu menghilangkan penyakit dengan cara
mengembalikan aerasi dan drainase yang adekuat pada pasien, menguatkan
komplek osteomeatal, namun tidak meninggalkan jejas dan rasa tidak nyaman
dalam bernapas. FESS mampu mengembalikan kesehatan sinus dengan gejala
kekambuhan kurang dari 10% pasien. Setelah itu, pasien mesti dilanjutkan dengan
terapi medis berkelanjutan dan pemantauan yang baik.

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan 25

Anda mungkin juga menyukai