Sinusitis Kronik
BAB I
PENDAHULUAN
Penyebab utamanya ialah infeksi virus yang kemudian diikuti oleh infeksi
bakteri. Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan
maksila. Yang berbahaya dari sinusitis adalah komplikasinya ke orbita dan
intrakranial. Komplikasi ini terjadi akibat tatalaksana yang inadekuat atau faktor
predisposisi yang tak dapat dihindari. 1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. DEFENISI
Sesuai dengan anatomi sinus yang terkena dapat dibagi menjadi sinusitis
maksila, sinusitis ethmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid.5
- Sinusitis akut, bila infeksi berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu.
Berdasarkan gejalanya disebut akut bila terdapat tanda-tanda radang akut, subakut
bila tanda akut sudah reda dan perubahan histologik mukosa sinus masih
reversibel, dan kronik bila perubahan tersebut sudah irreversibel, misalnya
menjadi jaringan granulasi atau polipoid.3
Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung
sinus frontal kanan dan kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior),
sinus maksila kanan dan kiri (antrium highmore) dan sinus sfenoid kanan dan kiri.
Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung,
berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-
masing.5
Pada meatus medius yang merupakan ruang diantara konka superior dan
konka inferior rongga hidung terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris
yakni muara dari sinus maksila, sinus frontalis dan ethmoid anterior.6
Sinus paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan
IV dan tetap berkembang selama masa kanak-kanak, jadi tidak heran jika pada
foto rontgen anak-anak belum ada sinus frontalis karena belum terbentuk. Pada
meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media
terdapat muara sinus ethmoid post erior dan sinus sfenoid.1,2,3
A. Sinus Maksilaris6
Terbentuk pada usia fetus bulan IV yang terbentuk dari prosesus maksilaris
arcus I.
Bentuknya piramid, dasar piramid pada dinding lateral hidung, sedang
apexnya pada pars zygomaticus maxillae.
Merupakan sinus terbesar dengan volume kurang lebih 15 cc pada orang
dewasa.
Berhubungan dengan :
a. Cavum orbita, dibatasi oleh dinding tipis (berisi n. infra orbitalis) sehingga jika
dindingnya rusak maka dapat menjalar ke mata.
B. Sinus Ethmoidalis6
a. Fossa cranii anterior yang dibatasi oleh dinding tipis yaitu lamina cribrosa. Jika
terjadi infeksi pada daerah sinus mudah menjalar ke daerah cranial (meningitis,
encefalitis dsb).
b. Orbita, dilapisi dinding tipis yakni lamina papiracea. Jika melakukan operasi
pada sinus ini kemudian dindingnya pecah maka darah masuk ke daerah orbita
sehingga terjadi Brill Hematoma.
c. Nervus Optikus.
C. Sinus Frontalis6
D. Sinus Sfenoidalis6
c. Tranctus olfactorius.
2.3.EPIDEMIOLOGI
Sebagian besar infeksi virus penyebab pilek seperti common cold dapat
menyebabkan suatu sumbatan pada hidung, yang akan hilang dalam beberapa
hari. Namun jika terjadi peradangan pada sinusnya dapat muncul gejala lainnya
seperti nyeri kepala dan nyeri tekan pada wajah.1
saluran nafas atas akan menimbulkan sinusitis. Menurut Rachelevsky, 37% anak
dengan rinosinusitis kronis didapatkan tes alergi positif sedangkan Van der Veken
dkk mendapatkan tidak ada perbedaan insiden penyakit sinus pada pasien atopik
dan non atopik. Menurut Takahasi dan Tsuttumi sinusitis sering di jumpai pada
umur 6-11 tahun. Sedangkan menurut Gray terbanyak di jumpai pada anak umur
5-8 tahun dan mencapai puncak pada umur 6-7 tahun.1,2,3,4
2.4. ETIOLOGI
1. Sebab-sebab lokal8
- Benda asing di hidung seperti tampon, rinolith, material yang terinfeksi seperti
air terinfeksi yang berkontak selama berenang atau menyelam.
- Polip nasi.
- Khususnya sinisitus maksilaris meliputi gigi geligi yang buruk, karies gigi atau
abses apikal. Gigi-gigi premolar atau molar yang sering terkena karena gigi geligi
tersebut didekat dasar sinus maksilaris.
3. Faktor-faktor sistemik.9,10
- Diskrasia darah.
Menurut Lanza di kutip oleh Siow Jin Keat, penyebab multi faktor
rinosinusitis yaitu :9
1. Faktor penderita.
Genetik / kondisi kongenital (fibrosis kistik dan sindrome immotil silia),
alergi / kondisi imun, anatomi yang abnormal, penyakit sistemik (endokrin &
metabolik), mekanisme saraf, neoplasma.
2. Faktor lingkungan.
2.5. PATOGENESIS
Bila sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan retensi lendir
sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan
jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan kista. Polip nasi dapat
menjadi manifestasi klinik dari penyakit sinusitis.Polipoid berasal dari edema
mukosa, dimana stroma akan terisi oleh cairan interseluler sehingga mukosa yang
sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, dimana mukosa yang
sembab makin membesar dan kemudian turun ke dalam rongga hidung sambil
membentuk tangkai, sehingga terjadilah polip. 8,9
Perubahan yang terjadi dalam jaringan dapat disusun seperti dibawah ini,
yang menunjukkan perubahan patologik pada umumnya secara berurutan :7
2. Kapiler berdilatasi, mukosa sangat menebal dan merah akibat edema dan
pembengkakan struktur subepitel. Pada stadium ini biasanya tidak ada kelainan
epitel.
3. Setelah beberapa jam atau sehari dua hari, serum dan leukosit keluar melalui
epitel yang melapisi mukosa. Kemudian bercampur dengan bakteri, debris, epitel
dan mukus. Pada beberapa kasus perdarahan kapiler terjadi dan darah bercampur
dengan sekret. Sekret yang mula-mula encer dan sedikit, kemudian menjadi kental
dan banyak, karena terjadi koagulasi fibrin dan serum.
4. Pada banyak kasus, resolusi terjadi dengan absorpsi eksudat dan berhentinya
pengeluaran leukosit memakan waktu 10 – 14 hari.
5. Akan tetapi pada kasus lain, peradangan berlangsung dari tipe kongesti ke tipe
purulen, leukosit dikeluarkan dalam jumlah yang besar sekali. Resolusi masih
mungkin meskipun tidak selalu terjadi, karena perubahan jaringan belum menetap,
kecuali proses segera berhenti. Perubahan jaringan akan menjadi permanen, maka
terjadi perubahan kronis, tulang di bawahnya dapat memperlihatkan tanda osteitis
dan akan diganti dengan nekrosis tulang.
Perluasan infeksi dari sinus kebagian lain dapat terjadi : (1) Melalui suatu
tromboflebitis dari vena yang perforasi ; (2) Perluasan langsung melalui bagian
dinding sinus yang ulserasi atau nekrotik ; (3) Dengan terjadinya defek; dan (4)
Melalui jalur vaskuler dalam bentuk bakterimia. Masih dipertanyakan apakah
infeksi dapat disebarkan dari sinus secara limfatik.10
mempersatukan tulang dengan mukosa. Jika hal ini terjadi, bagian superfisial
tulang diabsorpsi sehingga menjadi kasar. Osteofit atau kepingan atau lempengan
tulang yang terjadi akibat eksudasi plastik, kadang-kadang terbentuk di
permukaan tulang.4
Terjadinya sinusitis secara kronis tak lepas dari proses inflamasi yang
terdapat pada sinus paranasal. Manusia memiliki empat pasang sinus paranasal
yang terdiri dari epitel kolumnar semu dengan silia. Di sela-sela epitel tersebut
terdapat sel goblet yang terus menjaga kelembaban daerah sinus. Mukosa sinus
menempel langsung pada tengkorak yang sering sekali menyebabkan penyebaran
infeksi ke daerah orbita dan kompartemen intrakranial. Biasanya penyebaran
infeksi ini terjadi pada pasien sinusitis akut yang tidak sempurna
pengobatannya.2,3
A. Gejala Subjektif
- Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret pada hidung dan sekret pasca nasal
(post nasal drip) yang seringkali mukopurulen dan hidung biasanya sedikit
tersumbat.
- Gejala laring dan faring yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorokan.
- Gejala telinga berupa pendengaran terganggu oleh karena terjadi sumbatan tuba
eustachius.
- Gejala saluran nafas berupa batuk dan komplikasi di paru berupa bronkhitis atau
bronkhiektasis atau asma bronkhial.
B. Gejala Objektif
Temuan pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut dan tidak terdapat
pembengkakan pada wajah. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret
kental, purulen dari meatus medius atau meatus superior, dapat juga ditemukan
polip, tumor atau komplikasi sinusitis. Pada rinoskopi posterior tampak sekret
purulen di nasofaring atau turun ke tenggorok.4,5,6
2.7. DIAGNOSIS
3. Pemeriksaan transiluminasi untuk sinus maksila dan sinus frontal, yakni pada
daerah sinus yang terinfeksi terlihat suram atau gelap.
4. Pemeriksaan radiologik, posisi rutin yang dipakai adalah posisi Waters, PA dan
Lateral. Posisi Waters, maksud posisi Waters adalah untuk memproyeksikan
tulang petrosus supaya terletak di bawah antrum maksila, yakni dengan cara
menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh
permukaan meja. Posisi ini terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus
maksila, frontal dan etmoid. Posisi Posteroanterior untuk menilai sinus frontal dan
posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid.
a. Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin, homogen, pada
pemeriksaan CT-Scan tidak mengalami ehans. Kadang sukar membedakannya
dengan polip yang terinfeksi, bila kista ini makin lama makin besar dapat
menyebabkan gambaran air-fluid level.
c. Polip antrokoanal
e. Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-angsur oleh massa
jaringan lunak mukokel yang membesar dan gambaran pada CT Scan sebagai
perluasan yang berdensitas rendah dan kadang-kadang pengapuran perifer.
f. Tumor
2.9. KOMPLIKASI
1. Komplikasi orbita
a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi
sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena
lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering kali
merekah pada kelompok umur ini.
b. Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi
isi orbita namun pus belum terbentuk.
c. Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita
menyebabkan proptosis dan kemosis.
d. Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita.
Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang
lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan
kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang
makin bertambah.
- Oftalmoplegia.
- Kemosis konjungtiva.
- Kelemahan pasien.
2. Mukokel
Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam
sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut
sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya. Dalam sinus frontalis,
ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui atrofi tekanan
mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai
pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke
lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan
penglihatan dengan menekan saraf didekatnya. Piokel adalah mukokel terinfeksi,
gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat.
Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua
mukosa yang terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau obliterasi sinus.7
a. Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis
akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau
langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus
frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis. 7,8
b. Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium,
sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien
hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu
menimbulkan tekanan intra kranial.7
c. Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka
dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak. Terapi
komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase secara bedah
pada ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi.7
2.10. PENATALAKSANAAN
a. Jika ditemukan faktor predisposisinya, maka dilakukan tata laksana yang sesuai
dan diberi terapi tambahan. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik
mencukupi 10-14 hari.
b. Jika faktor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai pada episode akut
lini II + terapi tambahan. Sambil menunggu ada atau tidaknya perbaikan,
diberikan antibiotik alternative 7 hari atau buat kultur. Jika ada perbaikan teruskan
antibiotik mencukupi 10-14 hari, jika tidak ada perbaikan evaluasi kembali
dengan pemeriksaan naso-endoskopi, sinuskopi (jika irigasi 5 x tidak membaik).
Jika ada obstruksi kompleks osteomeatal maka dilakukan tindakan bedah yaitu
BSEF atau bedah konvensional. Jika tidak ada obstruksi maka evaluasi diagnosis.
d. Pada sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedang sinusitis
ethmoid, frontal atau sfenoid dilakukan tindakan pencucian Proetz.
e. Pembedahan
a. Radikal
b. Non Radikal
Menurut Manning, terapi operatif pada anak di bagi dalam 2 jenis yaitu :10
1. Operasi sinus tidak langsung
Yaitu operasi yang ditujukan untuk memperbaiki fungsi hidung dan sinus
seperti : septoplasti, pengangkatan benda asing, polipektomi,
tonsiloadenoidektomi dan irigasi sinus.
fungsional (FESS)
Teknik ini dapat juga dilakukan pada anak karena lebih fisiologis dan aman
serta lebih efektif.
Gambar 3. FESS 6
sehingga ventilasi dan aliran mukosa silia menjadi normal kembali melalui
jalan alami.7
Lusk dan Muntz melakukan operasi FESS pada 36 kasus sinusitis pada
anak dan 71% di anggap sembuh oleh orang tuanya setelah follow up selama
sedikitnya 1 tahun.1
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Bila mengenai beberapa sinus
disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut
pansinusitis.
Paling sering ditemukan adalah sinusitis maksila dan sinusitis ethmoid,
sedangkan sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid lebih jarang, pada anak hanya
sinus maksila dan sinus etmoid yang berkembang, sedangkan sinus frontal dan
sinus sfenoid belum.
Sinusitis terjadi jika ada gangguan drenase dan ventilasi di dalam sinus. Bila
terjadi edema di kompleks ostio-meatal, mukosa yang letaknya berhadapan
akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat
dialirkan. Akibatnya lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental
dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen.
Faktor predisposisi sinusitis adalah obstruksi mekanik, seperti deviasi septum,
hipertrofi konka media, benda asing di hidung, polip serta tumor dalam rongga
hidung. Selain itu rinitis kronis serta rinitis alergi juga menyebabkan obstruksi
ostium sinus serta menghasilkan lendir yang banyak, yang merupakan media
untuk tumbuhnya bakteri. Sebagai faktor predisposisi lain ialah lingkungan
berpolusi, udara dingin serta kering, yang dapat mengakibatkan perubahan
mukosa serta kerusakan silia.
Secara klinis sinusitis dibagi menjadi sinusitis akut, bila gejala berlangsung
dari beberapa hari sampai 4 minggu. Sinusitis subakut bila berlangsung dari 4
minggu sampai 3 bulan dan sinusitis kronis bila lebih dari 3 bulan.
Gejala sinusitis yang banyak dijumpai adalah gejala sistemik berupa demam
dan rasa lesu. Lokal pada hidung terdapat sekret kental yang kadang-kadang
berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Dirasakan hidung tersumbat dan
rasa nyeri di daerah sinus yang terinfeksi serta kadang-kadang dirasakan juga
ditempat lain karena nyeri alih (referred pain). Tetapi pada sinusitis subakut
tanda-tanda radang akut demam, nyeri kepala hebat dan nyeri tekan sudah
reda. Sedangkan pada sinusitis kronis selain gejala-gejala di atas sering
ditemukan gejala komplikasi dari sinusitis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
gejala-gejala, foto rontgen sinus dan hasil pemeriksaan fisik. Untuk
menentukan luas dan beratnya sinusitis, bisa dilakukan pemeriksaan CT Scan.
Pada sinusitis maksilaris, dilakukan pemeriksaan roentgen gigi untuk
mengetahui adanya abses gigi.
Terapi sinusitis secara umum diberikan medikamentosa berupa antibiotik
selama 10-14 hari, meskipun gejala klinik telah hilang. Antibiotik yang
diberikan berupa golongan penisilin. Diberikan juga dekongestan sistemik dan
analgetik untuk menghilangkan nyeri. Terapi pembedahan dilakukan jika ada
komplikasi ke orbita atau intrakanial; atau bila nyeri hebat karena sekret
tertahan oleh sumbatan yang biasanya disebabkan sinusitis kronis.
3.2. SARAN