Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DAN RESUME KEPERAWATAN

PENYAKIT SINUSITIS DIRUANG POLI THT RSUD BANGIL


KABUPATEN PASURUAN

Disusun Oleh :
YESITA TRIANA WULANDARI

(14401.19.20020)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY
PESANTREN ZAINUL HASAN GENGGONG
PROBOLINGGO
2022
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing
sisi hidung. Anatominya dapat dijelaskan sebagai berikut: sinus
frontal kanan dan kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior dan
posterior), sinus maksila kanan dan kiri (antrium highmore) dan sinus
sfenoid kanan dan kiri.
Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan
lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan semua bermuara di rongga
hidung melalui ostium masing-masing. Pada meatus medius yang
merupakan ruang diantara konka superior dan konka inferior rongga
hidung terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris yakni
muara dari sinus maksila, sinus frontalis dan ethmoid anterior. Sinus
paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan
IV dan tetap berkembang selama masa kanak-kanak, jadi tidak heran
jika pada foto rontgen anak-anak belum ada sinus frontalis karena
belum terbentuk. Pada meatus superior yang merupakan ruang
diantara konka superior dan konka media terdapat muara sinus
ethmoid posterior dan sinus sfenoid.
Fungsi sinus paranasal adalah :
- Membentuk pertumbuhan wajah karena di dalam sinus
terdapat rongga udara sehingga bisa untuk perluasan. Jika
tidak terdapat sinus maka pertumbuhan tulang akan terdesak.
- Sebagai pengatur udara (air conditioning).
- Peringan cranium.
- Resonansi suara.
- Membantu produksi mukus.
a) Sinus Maksilaris
- Terbentuk pada usia fetus bulan IV yang terbentuk dari
prosesus maksilaris arcus I.
- Bentuknya piramid, dasar piramid pada dinding lateral
hidung, sedang apexnya pada pars zygomaticus maxillae.
- Merupakan sinus terbesar dengan volume kurang lebih 15 cc
pada orang dewasa.
Berhubungan dengan :
 Cavum orbita, dibatasi oleh dinding tipis (berisi n. infra
orbitalis) sehingga jika dindingnya rusak maka dapat
menjalar ke mata.
 Gigi, dibatasi dinding tipis atau mukosa pada daerah P2
Mo1ar.
 Ductus nasolakrimalis, terdapat di dinding cavum nasi.
b) Sinus Ethmoidalis
 Terbentuk pada usia fetus bulan IV.
 Saat lahir, berupa 2-3 cellulae (ruang-ruang kecil), saat
dewasa terdiri dari 7-15 cellulae, dindingnya tipis.
 Bentuknya berupa rongga tulang seperti sarang tawon,
terletak antara hidung dan mata.

Berhubungan dengan :
- Fossa cranii anterior yang dibatasi oleh dinding tipis yaitu
lamina cribrosa. Jika terjadi infeksi pada daerah sinus mudah
menjalar ke daerah cranial (meningitis, encefalitis dsb).
- Orbita, dilapisi dinding tipis yakni lamina papiracea. Jika
melakukanoperasi pada sinus ini kemudian dindingnya pecah
maka darah masuk ke daerah orbita sehingga terjadi Brill
Hematoma.Nervus Optikus.
- Nervus, arteri dan vena ethmoidalis anterior dan pasterior.
c) Sinus Frontalis
- Sinus ini dapat terbentuk atau tidak.
- Tidak simetri kanan dan kiri, terletak di os frontalis.
- Volume pada orang dewasa ± 7cc.
- Bermuara ke infundibulum (meatus nasi media).
Berhubungan dengan :
 Fossa cranii anterior, dibatasi oleh tulang compacta.
 Orbita, dibatasi oleh tulang compacta.
 Dibatasi oleh Periosteum, kulit, tulang diploic
d) Sinus Sfenoidalis
 Terbentuk pada fetus usia bulan III
 Terletak pada corpus, alas dan Processus os sfenoidalis.
 Volume pada orang dewasa ± 7 cc.
Berhubungan dengan :
 Sinus cavernosus pada dasar cavum cranii.
 Glandula pituitari, chiasma n.opticum.
 Tranctus olfactorius.
 Arteri Basillaris Brain Stem (Batang Otak)

B. DEFINISI
Sinusitis merupakan suatu proses peradangan pada mukosa atau
selaput lender sinus paranasal. Akibat peradangan ini dapat menyebabkan
pembentukan cairan atau kerusakan tulang di bawahnya. Sinus paranasal
adalah rongga-rongga yang terdapat pada tulang-tulang di wajah. Terdiri
dari sinus frontal (di dahi), sinus etmoid (pangkal hidung), sinus maksila
(pipi kanan dan kiri), sinus sfenoid (di belakang sinus etmoid). (Efiaty,
2007).
Sinusitas didefinisikan sebagai inflamasi/ peradangan pada satu
atau lebih dari sinus paranasal. Sinus adalah suatu rongga/ruangan berisi
udara dengan dinding yang terdiri dari membran mukosa. Meskipun tipe
sinusitis akut yang sering terjadi adalah disebabkan oleh virus dan alergi
akan tetapi diagnosa sinusitis fungal atau bacterial yang akurat sangatlah
penting bagi kebaikan pasien dan pencegahan komplikasi yang mungkin
terjadi, seperti sinusitis kronis atau menyebarkan infeksi ke tempat lain
(misalnya meningitis).
Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena
alergi, infeksi virus, bakteri dan jamur. Sinusitis biasa terjadi pada salah
satu dari keempat sinus yang ada (Cangjaya, 2002). Fungsi sinus adalah
sebagai bilikpersonansi saat bicara. Sinus menjadi tempat terjadinya
infeksi.
Sinusitis mencakup proporsi yang tinggi dalam infeksi
saluran pernafasan atas. Jika ostium ke dalam nasal bersih, infeksi akan
hilang dengan cepat. Namun demikian bila drainase tersumbat oleh septum
yang mengalami penyimpanan atau oleh turbinasi yang mengalami
hipertrofi, taji atau polips, maka sinusitis akan menetap sebagai pencetus
infeksi sekunder atau berkembang menjadi suatu proses supurative akut.
Sinusitis dibagi menjadi :
 Akut (berlangsung kurang dari 4 minggu)
 Kronik (berlangsung lebih dari 12 minggu)

C. ETIOLOGI
Sinusitis bisa bersifat akut (berlangsung selama 3 minggu atau
kurang) maupun kronis (berlangsung selama 3-8 minggu tetapi dapat
berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun) (Susanto,
Edi, 2009).
Penyebab sinusitis akut, yaitu antara lain:
a) Infeksi virus
Sinusitis akut bisa terjadi setelah suatu infeksi virus pada
saluran pernafasan bagian atas (misalnya pilek).
b) Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri
yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit
(misalnya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae).
Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus
tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri
yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan
menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.
c) Infeksi jamur
Kadang infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut.
Aspergillus merupakan jamur yang bisa menyebabkan sinusitis
pada penderita gangguan sistem kekebalan. Pada orang-orang
tertentu, sinusitis jamur merupakan sejenis reaksi alergi terhadap
jamur.
d) Peradangan menahun pada saluran hidung
Pada penderita rinitis alergika bisa terjadi sinusitis akut.
Demikian pula halnya pada penderita rinitis vasomotor.
e) Penyakit tertentu.
Sinusitis akut lebih sering terjadi pada penderita gangguan
sistem kekebalan dan penderita kelainan sekresi lendir (misalnya
fibrosis kistik).
f) Septum nasi yang bengkok
g) Tonsilitis yg kronik

Penyebab sinusitis kronis, yaitu antara lain:


a. Asma
b. Penyakit alergi (misalnya rinitis alergika)
c. Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh.
d. Karies dentis (gigi geraham atas)
e. Septum nasi yang bengkok sehingga menggagu aliran mukosa.
f. Benda asing di hidung dan sinus paranasal
g. Tumor di hidung dan sinus paranasal.
h. Gangguan sistem kekebalan atau kelainan sekresi maupun
pembuangan lendir (Susanto, Edi, 2009).

D. PATOFISIOLOGI

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus


dan lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam
kompleks osteo-meatal. Sinus dilapisi oleh sel epitel respiratorius.
Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu
lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus
dilepaskan oleh sel epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat
sebagai antimikroba serta mengandungi zat-zat yang berfungsi sebagai
mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama
udara pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke ostium untuk
dikeluarkan jika jumlahnya berlebihan (Ramalinggam, 1990;
Mangunkusomo dan Soetjipto,2007).

Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis


terjadinya sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika
terjadi obstruksi ostium sinus akan menyebabkan terjadinya
hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel
sel mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik
(Kieff dan Busaba, 2004). Disfungsi silia ini akan menyebabkan
retensi mukus yang kurang baik pada sinus (Hilger, 1997).

Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas


terjadi karena infeksi bakteri (anaerob) menyebabkan terjadinya karies
profunda sehingga jaringan lunak gigi dan sekitarnya rusak (Prabhu;
Padwa; Robsen; Rahbar, 2009). Pulpa terbuka maka kuman akan
masuk dan mengadakan pembusukan pada pulpa sehingga membentuk
gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan mengenai selaput periodontium
menyebabkan periodontitis dan iritasi akan berlangsung lama sehingga
terbentuk pus. Abses periodontal ini kemudian dapat meluas dan
mencapai tulang alveolar menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar
membentuk dasar sinus maksila sehingga memicu inflamasi mukosa
sinus.

Disfungsi silia, obstruksi ostium sinus serta abnormalitas


sekresi mukus menyebabkan akumulasi cairan dalam sinus sehingga
terjadinya sinusitis maksila (Drake, 1997). Dengan ini dapat
disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan dengan tiga
factor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung.
Perubahan salah satu dari factor ini akan merubah sistem fisiologis dan
menyebabkan sinusitis.
E. PATHWAY

Infeksi virus, jamur, bakteri, peradangan menahun, septum nasal yang bengkok,
tonsillitis kronik, asma, alergi, karies dentis, tumor hidung.

Sinusitis

Peradangan pada hidung Nafsu Abnormalitas


makan sekresi mukus
menurun

Respon inflamasi
Sekret
mengental

Ketidakseimban
gan nutrisi
Nyeri kurang dari Bersihan jalan nafas
kebutuhan tubuh tidak efekti

.
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri
Nyeri biasanya sesuai dengan daerah yang terkena, yaitu :
- Sinusitis maksilaris : nyeri pipi tepat di bawah mata, sakit
gigi, sakit kepala.
- Sinusitis frontalis : sakit kepala di dahi.
- Sinusitis etmoidalis : nyeri di belakang dan diantara mata
serta sakit kepala di dahi, nyeri tekan di pinggiran hidung,
berkurangnya indera penciuman dan hidung tersumbat.
- Sinusitis sfenoidalis : nyeri yang lokasinya tidak dapat
dipastikan dan bisa dirasakan di puncak kepala bagian
depan ataupun belakang atau kadang menyababkan sakit
telinga dan leher.
2. Sakit kepala
Sakit kepala merupakan salah satu tanda yang paling umum dan
paling penting pada sinusitis. Sakit kepala akan meningkat jika
membungkukkan badan ke depan dan jika badan tiba-tiba
digerakkan. Sakit kepala ini akan menetap saat menutup mata, saat
istirahat atau saat berada di kamar yang gelap. Sakit kepala timbul
tiap hari mulai pukul 10 - 11 dan berakhir pukul 3 - 4 sore. Pada
sinusitis kronik nyeri dan sakit kepala mungkin tidak ada kecuali
bila terjadi gangguan drainase dan fentilasi.
3. Nyeri pada pendengaran
Nyeri bila disentuh dan nyeri pada penekanan jari mungkin terjadi
pada penyakit di sinus-sinus yang sehubungan dengan permukaan
wajah seperti sinus frontalis, sinus etmoro anterior dan sinus
maksila.
4. Gangguan penghidung
Indra penghidung dapat disesatkan (parosmia), pasien mencium
bau yang tidak tercium oleh hidung normal. Keluhan yang sering
adalah hilangnya penghidu (anosmia), terjadi karena sumbatan
pada fisura olfaktorius di daerah kontra media. Pada kasus anemia,
dapat terjadi karena degenerasi filamen terminal N. olfaktorius.
5. Pembengkakan/edema
Jika sinus yang berbatasan dengan kulit terkena secara akut dapat
terjadi pembengkakan dan udema kulit yang ringan akibat
periostitis. Palpasi dengan jari mendapati sensasi seperti ada
penebalan ringan/seperti meraba beludru.
6. Secret nasal
Pus dalam rongga hidung dapat berarti empisema dalam sinus,
mukosa hidung jarang merupakan pusat focus peradangan
supuratif, sinus-sinus lainlah yang merupakan pusat fukus
peradangan semacam ini. Adanya pus dalam rongga menandakan
adanya suatu peradangan sinus.
Gejala yang lainnya adalah :
1. Tidak enak badan.
2. Demam.
3. Letih, lesu.
4. Batuk, yang mungkin memburuk pada malam hari

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rinoskopi anterior
Tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi sempit, dan
edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis
ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius,
sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid
nanah tampak keluar dari meatus superior.
2. Rinoskopi posterior
Tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).
3. Dentogen
Caries gigi (PM1, PM2, M1)
4. Transiluminasi (diaphanoscopia)
Sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan
transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit,
sehingga tampak lebih suram dibanding sisi yang normal.
5. X Foto sinus paranasalis
Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah Posisi Water’s,
Posteroanterior dan Lateral. Akan tampak perselubungan atau
penebalan mukosa atau batas cairan udara (air fluid level) pada sinus
yang sakit.
Posisi Water’s adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya
terletak di bawah antrum maksila, yakni dengan cara
menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu
menyentuh permukaan meja. Posisi ini terutama untuk melihat
adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi
Posteroanterior untuk menilai sinus frontal dan Posisi Lateral untuk
menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid
6. Pemeriksaan CT –Scan
Pemeriksaan CT-Scan merupakan cara terbaik untuk
memperlihatkan sifat dan sumber masalah pada sinusitis dengan
komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan tampak : penebalan
mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau tidak homogen
pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus dengan
sklerotik (pada kasus-kasus kronik).Hal-hal yang mungkin
ditemukan pada pemeriksaan CT-Scan :
a. Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin,
homogen, pada pemeriksaan CT-Scan tidak mengalami ehans.
Kadang sukar membedakannya dengan polip yang terinfeksi,
bila kista ini makin lama makin besar dapat menyebabkan
gambaran air-fluid level.
b. Polip yang mengisi ruang sinus
c. Polip antrokoanal
d. Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus
e. Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-
angsur oleh massa jaringan lunak mukokel yang membesar dan
gambaran pada CT Scan sebagai perluasan yang berdensitas
rendah dan kadang-kadang pengapuran perifer.
7. Pemeriksaan di setiap sinus
a. Sinusitis maksila akut
Pemeriksaan rongga hidung akan tampak ingus kental yang
kadang-kadang dapat terlihat berasal dari meatus medius
mukosa hidung. Mukosa hidung tampak membengkak (edema)
dan merah (hiperemis). Pada pemeriksaan tenggorok, terdapat
ingus kental di nasofaring. Pada pemeriksaan di kamar gelap,
dengan memasukkan lampu kedalam mulut dan ditekankan ke
langit-langit, akan tampak pada sinus maksila yang normal
gambar bulan sabit di bawah mata. Pada kelainan sinus maksila
gambar bulan sabit itu kurang terang atau tidak tampak. Untuk
diagnosis diperlukan foto rontgen. Akan terlihat perselubungan
di sinus maksila, dapat sebelah (unilateral), dapat juga kedua
belah (bilateral).
b. Sinusitis etmoid akut
Pemeriksaan rongga hidung, terdapat ingus kental, mukosa
hidung edema dan hiperemis. Foto roentgen, akan terdapat
perselubungan di sinus etmoid.
c. Sinusitis frontal akut
Pemeriksaan rongga hidung, ingus di meatus medius. Pada
pemeriksaan di kamar gelap, dengan meletakkan lampu di sudut
mata bagian dalam, akan tampak bentuk sinus frontal di dahi
yang terang pada orang normal, dan kurang terang atau gelap
pada sinusitis akut atau kronis. Pemeriksaan radiologik, tampak
pada foto roentgen daerah sinus frontal berselubung.
d. Sinusitis sfenoid akut
Pemeriksaan rongga hidung, tampak ingus atau krusta serta foto
rontgen.
H. PENATALAKSANAAN
1. Sinusitis akut
Tujuan pengobatan sinusitis akut adalah mengontrol infeksi,
memulihkan kondisi mukosa nasal, dan menghilangkan nyeri.
Pengobatan untuk sinusitis akut biasanya diberika:
a) Dekongestan untuk mengurangi penyumbatan
Dekongestan oral yang umum diberikan adalah Drixoral dan
Dimetapp sedangkan dekongestan harus diberikan dengan posisi
kepala pasien ke belakang untuk meningkatkan drainage maksimal.
b) Antibiotik untuk mengendalikan infeksi
Antibiotik pilihan adalah Amoksisilin dan Ampisilin, bagi yang
alergi diganti dengan alternatif Trimetoprim/Sulfametoksazol
(Baktrim OS, Spektra DS).
c) Obat pereda nyeri untuk mengurangi nyeri
Dekongestan dalam bentuk tetes hidung atau obat semprot hidung
hanya boleh dipakai selama waktu yang terbatas (karena pemakaian
jangka panjang bisa menyebabkan penyumbatan dan
pembengkakan pada saluran hidung). Untuk mengurangi
penyumbatan, pembengkakan dan peradangan bisa diberikan obat
semprot hidung yang mengandung steroid. Kabut hangat dan irigasi
salin efektif untuk membuka sumbatan saluran, sehingga
memungkinkan drainage rabas pulen.
2. Sinusitis kronis Pengobatan untuk mengurangi sinusitis kronis:
- Diberikan antibiotik dan dekongestan.
- Untuk mengurangi peradangan biasanya diberikan obat
semprot hidung yang mengandung steroid.
- Jika penyakitnya berat, bisa diberikan steroid peroral
(melalui mulut).
Hal-hal berikut bisa dilakukan untuk mengurangi rasa tidak
nyaman :
a. Menghirup uap dari sebuah vaporizer atau semangkuk air
panas.
b. Obat semprot hidung yang mengandung larutan garam .
c. Kompres hangat di daerah sinus yang terkena.
Jika tidak dapat diatasi dengan pengobatan tersebut, maka satu-
satunya jalan untuk mengobati sinusitis kronis adalah pembedahan.
Tindakan bedah jarang dilakukan pada terapi sinusitis akut, jika
dikerjakan biasanya hanya setelah gagal dengan bermacam-macam
terapi. Pembedahan yang diindikasikan pada sinusitis kronis untuk
memperbaiki deformitas structural yang menyumbat ostio (ostium)
sinus dengan tujuan mempermudah drainage. Pembedahan dapat
mencakup eksisi atau kateterisasi polip, perbaikan penyimpangan
septum, menginsisi serta drainase sinus. Dianjurkan pindah ke
daerah dengan iklim kering. Luksasi koonka hidung seringkali
memperbaiki drainage melalui hiatus semikularis. Untuk mencapai
hal ini, analgetik local pertama-tama dilakukan dengan meletakkan
kapas yang dibasahi 1 - 2% tetrakain pada permukaan medical dan
lateral dari ujung anterior konka media. Setelah 10 menit, luksaso
konka dapat dengan mudah silakukan dengan meletakkan alat yang
pipih di bawah dinding lateral konka dan mematahkan ke arah
medial. Perdarahan minimal. Pembedahan yang dapat dilakukan
secara intranasal antrostomy dan Operasi Cadwell Luch. Dalam
pelaksanaannya antrum maksilaris dibuka melalui hidung.
Kemudian dengan cara lebih radikal antrum dibuka melalui mulut.
Hanya dengan pembukaan kecil dibuat dengan cara intra nasal.
Pembedahan model Cadwell Luch dengan memakai drainage
permanen ke dalam hidung. Kedua jenis pembedahan tersebut
dilakukan dengan anestesi lokal.

I. Komplikasi
Komplikasi sinusitis adalah kelainan orbital disebabkan oleh sinus
paranasal yang berdekatan dengan mata. Yang paling sering ialah
sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran
infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan
yang dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses
subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus
kavernosus (Mangunkusomo dan Soetjipto,2007). Komplikasi lain
adalah infeksi orbital menyebabkan mata tidak dapat digerakkan serta
kebutaan karena tekanan pada nervus optikus (Hilger, 1997).
Osteomielitis dan abses subperiosteal paling sering timbul akibat
sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada
osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula
pada pipi (Tucker dan Schow, 2008)
Infeksi otak yang paling berbahaya karena penyebaran bakteri ke otak
melalui tulang atau pembuluh darah. Ini dapat juga mengakibatkan
meningitis, abses otak dan abses ekstradural atau subdural (Hilger,
1997).
Komplikasi sinusitis yang lain adalah kelainan paru seperti
bronkitis kronis dan bronkiektasi. Adanya kelainan sinus paranasal
disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu, dapat
juga menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar dihilangkan
sebelum sinusitisnya disembuhkan (Ballenger, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
Damayanti dan Endang. 2002. Buku Ajar Ilmu Kedokteran THT Kepala dan
Leher, edisi. 5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Doenges, M. G. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta : EGC
Ghorayeb B. Sinusitis. Dalam Otolaryngology Houston. Diakses dari
www.ghorayeb.com/AnatomiSinuses.html [16 September 2013].
Hueston, W.J., 2002. Sinusitis. In: Hueston’s. Respiratory disorder. 3rd ed.
USA: McGraw-Hill. 83-102
Kumar, P. and Clark, M., 2005. The Special Senses. Clinical Medicine. 6th
ed. Philadelphia : Saunders Elsevier. 1153-1155
Mangunkusumo E, Soetjipto. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Jakarta: FKUI
Mangunkusumo, Endang, dkk. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta: Balai Penerbit FK UI
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3. Jakarta:
Penerbit Media Ausculapius FK UI
Perhati. 2006. Fungsional endoscopic sinus surgery. HTA Indonesia
Susanto, Edi. 2009. Sinusitis Frontalis.
http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/09/sinusitis_frontalis_file
s_of_drsmed.pdf [diakses tanggal 16 September 2013].
Wikipedia. Sinusitis. Diakses dari www.wikipedia.org/wiki/sinusitis [16
September 2013].
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
ASKEP SECARA TEORI

1. Pengkajian
 Identitas
a. Identitas klien.
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, diagnose medis, dan status pernikahan.
b. Identitas penanggung jawab klien.
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, status pernikahan, dan hub. Dengan klien.
 Riwayat Kesehatan
a. Alasan utama masuk rumah sakit.
Alasan atau keluhan pasien saat masuk rumah sakit, dari
kapan pasien sudah merasakan sakit yang dialami.
b. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan keluhan yang paling utama,
hanya ada satu keluhan yang paling menganggu pasien atau
mengancam nyawa pasien.
c. Riwayat kesehatan sekarang.
Penyakit yang dirasakan oleh pasien pada saat pasien datang
kerumah sakit.
d. Riwayat kesehatan dahulu.
Riwayat penyakit yang dulu pernah di derita oleh pasien.
Misalnya: adanya riwayat hipertensi, diabetes militus,
penyakit jantung, anemia, dan lain-lain.
e. Riwayat kesehatan keluarga.
Riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh
keluarga pasien.
f. Riwayat alergi.
Riwayat alergi merupakan apakah pasien ada alergi
terhadap makanan tertentu atau tidak.
 Genogram
Adanya genogram untuk mengetahui garis keturunan dari
pasien, agar mengetahui informasi bilamana ada penyakit
keturunan pada keluarga pasien.

 Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih)
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
 Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi
obat tanpa memperhatikan efek samping
b. Pola nutrisi dan metabolism
Biasanya nafsu makan klien berkurang karena
terjadi gangguan pada hidung
c. Pola istirahat dan tidur
Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena
klien sering pilek
d. Pola Persepsi dan konsep diri
Klien sering pilek terus menerus dan berbau
menyebabkan konsepdiri menurun.
e. Pola sensorik
Daya penciuman klien terganggu karena hidung
buntu akibat pilek terus menerus (baik purulen, serous,
mukopurulen).
 Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum: keadaan umum, tanda vital,
kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data fokus hidung:
- Inspeksi: Tampak adanya pembengkakan pada dahi
dan mata, tampak adanya kemerahan, dan ingus yang
mirip nanah.
- Palpasi: Ada nyeri tekan pada sinus, rinuskopi
(mukosa merah dan bengkak).
 Data subyektif :
1) Observasi nares:
a. Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset,
frekwensinya
b. Riwayat pembedahan hidung atau trauma
a. Penggunaan obat tetes atau semprot hidung: jenis, jumlah,
frekwensinya, lamanya.
2) Sekret hidung:
a. Warna, jumlah, konsistensi secret
b. Epistaksis
c. Ada tidaknya krusta/nyeri hidung.
3) Riwayat Sinusitis:
a. Nyeri kepala, lokasi dan beratnya
b. Hubungan sinusitis dengan musim/ cuaca.
c. Gangguan umum lainnya: kelemahan
 Data Obyektif
a. Demam, drainage ada: Serous, Mukppurulen Purulen
b. Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada
hidung dan sinus yang mengalami radang  Pucat, Odema
keluar dari hidng atau mukosa sinus
c. Kemerahan dan Odema membran mukosa
d. Pemeriksaan penunjung:
- Kultur organisme hidung dan tenggorokan
- Pemeriksaan rongent sinus.
Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri: kepala, tenggorokan , sinus berhubungan dengan peradangan


pada hidun
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya secret
yang mengental
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan nafsu

Anda mungkin juga menyukai