PENDAHULUAN
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-
hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh
dunia.1
Sinusitis adalah inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh
rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma (common
cold), yang merupakan infeksi virus yang selanjutnya dapat diikuti infeksi bakteri. Bila
mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus
paranasal disebut pansinusitis. Berdasarkan data DEPKES RI 2003, penyakit hidung dan
sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 dari penyakit yang sering dijumpai atau sekitar
102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Data Divisi Rinologi Departemen THT RSCM
Januari-Agustus 2005 menyebutkan bahwa jumlah pasien rinologi sebesar 435 orang dengan
Yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal
lebih jarang dan sinus sphenoid lebih jarang lagi. Sinus maksila disebut juga antrum
Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus,
disebut sinusitis dentogen. Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting
sinusitis kronik.1
1
Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah :
1. Memahami mengenai sinusitis
2. Mampu mendiagnosis dan memberikan terapi pada kasus sinusitis
3. Meningkatkan kemampuan menulis ilmiah dalam bidang kedokteran.
BAB II
LAPORAN KASUS
- Nama : Tn. F
- Usia : 42 Tahun
- Tanggal lahir : 09 Mai 1976
- Jenis kelamin : Laki-laki
- Status : Menikah
- Agama : Islam
- Suku / Bangsa : Minang
- Pendidikan : SD
- Pekerjaan : Petani
- Alamat : Sumpur Kudus
- Tanggal Masuk RS : 14 Mai 2018
- Tanggal Keluar RS : 16 Mai 2018
2
2.2 ANAMNESIS
Keluhan utama : Hidung kanan tersumbat hilang timbul sejak ± 3 Minggu
SMRS
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik THT RSUD Sijunjung dengan keluhan hidung
kanan tersumbat sejak ± 3 Minggu SMRS. Pasien mengeluhkan adanya nyeri pipi
sebelah kanan dan pasien merasakan sakit kepala. Pasien mengaku keluhan tersebut
disertai keluarnya cairan berwarna putih kekuningan hingga kehijauan yang kadang
cairan tersebut mengalir dari hidung jatuh ke rongga mulut dan ditelan oleh pasien.
Keluhan hidung tersumbat semakin sering dirasa jika terpapar udara dingin.
Menurut pasien, setiap bangun pagi, pasien sering bersin-bersin dan hidung terasa
antara hidung kiri dan hidung kanan. Pasien mengaku keluhan hidung tersumbat ini
adanya demam. Keluhan tersebut sudah dirasakan sejak ± 6 Bulan SMRS. Pasien
tahun yang lalu. Riwayat asma disangkal. Riwayat penyakit hipertensi, kencing
manis, penggunaan obat dalam jangka panjang disangkal dan batuk-batuk lama
disangkal.
Riwayat penyakit keluarga :
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa seperti yang dialami
oleh pasien. Riwayat hipertensi, penyakit kencing manis, dan penggunaan obat dalam
3
Riwayat Kebiasaan :
Riwayat kebiasaan merokok sejak 10 tahun yang lalu. Pasien merokok 3-4
batang/hari.
Kesan Umum
Tanda vital
Suhu : Afebris
Nadi : 82 x/menit, reguler, equal, isi cukup
Respirasi : 20 x/menit
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Status Generalisata
Kepala : Normocephal
Rambut : Tidak kusam, tidak mudah rontok, warna hitam
Mata
Konjungtiva : Anemis -/-
Sklera : Ikterik -/-
Pupil : Bulat, Isokor,Reflek Cahaya +/+
Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)
Telinga/hidung/tenggorokan : Status lokalis
Thorax
Paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis kanan dan kiri.
Palpasi : fremitus sama kuat kanan dan kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, Ronkhi -/- , wheezing -/-
Cor
Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Teraba iktus kordis pada sela iga V kiri di linea
midclavikulasris kiri
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II reguler murni, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Simetris datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
4
Perkusi : Timpani
Ekstremitas
Edema : -
Sianosis : -
Neurologis
Reflek fisiologis : +/+
Reflek patologis : -/-
Genetalia : Tidak diperiksa
Status Lokalis
Telinga
Tumor - -
Trauma - -
Aurikuler Radang - -
Tumor - -
Trauma - -
Edema - -
Hiperemis - -
Sikatriks - -
5
Fistula - -
Fluktuasi - -
Kongenital - -
eksternus Sekret - -
Serumen - -
Edema - -
Jaringan granulasi - -
Massa - -
Warna Putih perak Putih perak
Refleks Cahaya + +
Gambar
Membran Membran
Timpani Timpani
Intak intak
Reflek Reflex
Pukul 5 pukul 7
Cavum timpani Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
6
TES PENDENGARAN KANAN KIRI
Tes Rinne + +
Tes Weber Simetris
Tes Swabach Sesuai
Hidung
ukuran
Rhinoskopi Mukosa Hiperemis Hiperemis
Sekret (+) (-)
Anterior
Kental kehijauan
Krusta (-) (-)
Konka Edema normal
inferior
Septum (-)
deviasi
Polip tumor (-) (-)
Pasase udara Baik Baik
Gambar:
7
Choana Normal Normal
Fossa Normal Normal
Rossenmuller
Posterior Massa/tumor Tidak ada Tidak ada
Os.tuba Tenang Tenang
eustachius
Cavum oris dan orofaring
8
BAGIAN KETERANGAN
Mukosa Normal
Lidah Normal
Gigi geligi Normal
Tonsil T1-T1
Faring Tenang
Mukosa (-)
Granula (-)
Post nasal drip Gambar:
Laring
1. Epiglotis Tidak diperiksa
2. Kartilago
arytenoid
3. Plika
vestibularis
4. Plika vokalis
5. Plika
9
aryepiglotika
6. Rima glotis
Maxillofacial
Leher
BAGIAN KETERANGAN
Maxillofacial
BAGIAN
Bentuk Simetris KETERANGAN
Parese (-)
Leher
Bentuk Simetris,
N.Cranialis
Massa (-)
Pemeriksaan gigi
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : (15-05-2018)
Waktu perdarahan : 1 menit 38 detik
Waktu pembekuan : 3 menit
Rontgen Thorak : (08/05/2018)
Kesan: paru dan jantung dalam batas normal
atas
Transluminasi: -
2.5 DIAGNOSA KERJA
Rhinosinusitis Maksillaris Dextra Kronis
Epistaksis
2.6 DIAGNOSIS BANDING
Rhinitis alergi
Rhinitis vasomotor
10
2.7 PENATALAKSAAAN
Medikamentosa :
(Rawat inap)
IUFD RL 20gtt/i
Injeksi ceftriaxon 2x1 gr
Injeksi ketorolak 3x30 mg
Injeksi dexametason 2x5 mg
Injeksi ranitidin 2x50 mg
Injeksi asam traneksamat 3x500 mg
Non-Medikamentosa
Operatif : Antrostomi
Suportif
Konsumsi makanan dan minuman yang bergizi
Jaga kebersihan gigi dan mulut
Istirahat yang cukup
Preventif
Penyuluhan tentang kebiasaan hidup yang sehat, menghindari kontak alergen, kebersihan hidung
2.8 EDUKASI
Memberitahu pasien untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut tentang penyakitnya.
Menasihati pasien untuk mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi.
Menasihati pasien untuk menghindari bahan-bahan alergen yang membuat pasien alergi.
Menasihati pasien untuk menjaga kebersihan diri terutama hidung.
Menasihati pasien untuk menjaga kesehatannya agar tidak mudah terkena infeksi.
2.9 KOMPLIKASI
Abses subperiosteal
Osteomyelitis
Abses orbita
Bronkitis kronik
2.10 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
2.11 FOLLOW UP
11
15-05-2018 S: Nyeri pada hidung post operasi (+), Post P:
nasal drip (-), Demam (-), Sakit kepala (-), Mual
(+), muntah (+) - infus RL 20 tetes/menit
O : Kesadaran : Compos Mentis
- Paracetamol infus dengan
KU : Sakit sedang
tramadol injeksi drip selama 15
TD : 120/80mmHg menit selama 3x sehari
N : 67x/menit
- Injeksi ceftriaxon 2x1 gr
R : 18 x/menit
- Injeksi ketorolak 3x30 mg
S : 36.5 C
Kepala : konjungtiva anemis (-) - Injeksi dexametason 2x5 mg
Hidung: tertutup tampon, perdarahan (-)
- Injeksi asam traneksamat
Thoraks : dalam batas normal 3x500 mg
Abdomen : dalam batas normal
- Omeprazol injeksi 1x40 mg
Ekstremitas : edema (-/-)
A : Post sinusotomi a/i rhinosinusitis maksillaris
dextra kronis dengan epistaksis
16-05-2018 S: Nyeri pada hidung post operasi berkurang, P: pasien pulang paksa
Post nasal drip (-), Demam (-), Sakit kepala (-),
Mual (-), muntah (-) Obat pulang:
O : Kesadaran : Compos Mentis
-Amoxicilin clavulanat 2x625
KU : Sakit sedang
mg
TD : 110/70mmHg
- Ambroxl 3x30 mg
N : 68x/menit
R : 19 x/menit - Methyl prednisolon 3x4 mg
12
dextra kronis dengan epistaksis
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
13
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai
atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah
selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh
infeksi bakteri.1
Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua
sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena dalah sinus etmoidalis dan
maksila, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus sphenoid lebih jarang lagi.1
Sinus maksila disebut juga antrum highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas,
maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinus dentogen. Sinusitis dentogen
merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik. Sinusitis dapat menjadi berbahaya
- Sinusitis akut, bila infeksi berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu.
Sinus paranasal merupakan salah salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Sinus paranasal
tulang.2
Ada empat pasang sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung ; sinus
frontalis kanan dan kiri, sinus etmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus maksila,
14
yang terbesar, kanan dan kiri disebut Antrum Highmore dan sinus sfenoidalis kanan dan kiri.
Semua rongga sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi
udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing masing.2
Secara klinis sinus paranasal dibagi menjadi dua kelompok yaitu bagian anterior dan
posterior. Kelompok anterior bermuara di bawah konka media, atau di dekat infundibulum,
terdiri dari sinus frontal, sinus maksila, dan sel-sel anterior sinus etmoid. Kelompok posterior
bermuara di berbagai tempat di atas konka media terdiri dari sel-sel posterior sinus etmoid
berhubungan melalui ostium dengan lapisan epitel dari rongga hidung. Sel-sel epitelnya berisi
15
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila
bervolume 6-8 ml, yang kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran
Sinus maksila berbentuk piramid ireguler dengan dasarnya menghadap ke fosa nasalis
dan puncaknya ke arah apeks prosesus zigomatikus os maksila. Dinding anterior sinus ialah
permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah
permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidun,
dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan
palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara
16
Gambar 3: Drainase sinus paranasal2,3
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah :3,4
1) Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas , yaitu premolar (P1
dan P2) , molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar (M3) ,
bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi hihi geligi
3) Ostium sinus maksila lebih tinggi letaknya dari dasar sinus, sehingga drainase hanya
tergantung dari gerak silia, dan drainase harus melalui infundibulum yang sempit.
Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau
alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya
menyebabkan sinusitis.
17
3.2.2 Sinus frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke emapat fetus,
berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus
frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum
usia 20 tahun.4
Bentuk dan ukuran sinus frontal sangat bervariasi. Bentuk sinus frontal kanan dan kiri
biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari pada lainnya dan dipisahkan oleh sekat yang
Ukuran rata-rata sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2
cm. Sinus frontal biasanya bersekat sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak adanya
gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto rontgen menunjukkan
adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan
fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus
frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di ressus frontal yang berhubungan
18
3.2.3 Sinus etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini
dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya. Sel-
sel etmoid, mula-mula terbentuk pada janin berusia 4 bulan, berasal dari meatus superior dan
suprema yang membentuk kelompok sel-sel etmoid anterior dan posterior. Pada orang dewasa
bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior. Ukurannya dari
anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm, dan lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm
Sinus etmoid berongga – rongga terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon,
yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media
dan dinding medial orbita. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid
anterior yang bermuara di meatus medius, dan sinus etmoid posterior yang bermuara di
meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anteriot bisanya kecil-kecil dan banyak, letaknya
didepan lempeng yang menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding lateral
(lamina basalis). Sedangkan sel-sel sinus stmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih
Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal,
yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di
ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribrosa.
Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid
19
dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus
sphenoid.4
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid
dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah tinggi 2 cm,
dalamnya 2,3 cm, dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya berkisar dari 5 sampai 7,5 ml. Saat sinus
berkembang, pembuluh darah dan nervus bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat
berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus sfenoid.3
Batas-batasnya adalah sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa,
sebelah inferiornya adalah atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus
kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah
20
Gambar 6: Anatomi sinus sfenoidalis6
muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit
dan sempit, dan dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid
yang terdapat dibelakang prosessus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel
sinus paranasal antara lain fungsi ventilasi, penghangatan, humidifikasi, filtrasi, dan
pertahanan tubuh.5,6
Faktor yang berperan dalam memelihara fungsi sinus paranasal adalah patensi KOM,
fungsi transpor mukosiliar dan produksi mukus yang normal. Patensi KOM memiliki peranan
yang penting sebagai tempat drainase mukus dan debris serta memelihara tekanan oksigen
21
dalam keadaan normal sehingga mencegah tumbuhnya bakteri. Faktor transpor mukosiliar
sangat bergantung kepada volume dan viskoelastisitas mukus yang dapat mempengaruhi
transpor mukosiliar.5,6
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam
rhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan
anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks osteo-meatal,
infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga
rhinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan yang berpolusi, udara dingin dan
kering, serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa
3.5 Patofisiologi
22
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh potensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar didalam KOM. Mucus juga mengandung substansi antimicrobial dan zat-zat yang
berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara
pernapasan. Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema,
mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium
tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negative didalam rongga sinus yang menyebabkan
Alergen
terjadinya transudasi, mula-mula serous.1,7
terapi antibiotic. Jika terapi tidak berhasil, inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri
Odem
anaerob berkembang. Mukosa
Vasodilatasi makin membengkak
Pe permeabilitas kapiler dan ini merupakan rantai siklus yang
24
Gambar 10 : Pergerakan silia dalam drainase cairan sinus3
Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi
berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan
25
ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi
kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin
Konsensus internasional tahun 1995 membagi rhinosinusitis hanya akut dengan batas
sampai 8 minggu dan kronik jika lebih dari 8 minggu. Konsensus tahun 2004 membagi
menjadi akut dengan batas sampai 4 minggu, subakut dengan batas 4 minggu sampai dengan
sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat. Pada sinusitis kronik adanya faktor
Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah
Pada sinusitis kronik, faktor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang
Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronis. Dasar
sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus
maksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi. Bahkan kadang-kadang tanpa
tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi
jaringan periodontal mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah
dan limfe.1
Harus curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai
satu sisi dengan ingus purulen dan napas berbau busuk. Untuk mengobati sinusitisnya, gigi
26
yang terinfeksi harus dicabut atau dirawat, dan pemberian antibiotik yang mencakup bakteri
Sinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinus paranasal, suatu keadaan yang tidak
predisposisi antara lain diabetes melitus, neutropenia, penyakit AIDS, dan perawatan yang
lama di rumah sakit. Jenis jamur yang sering menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah
Perlu diwaspadai adanya sinusitis jamur pada kasus sebagai berikut: sinusitis
unilateral, yang sukar disembuhkan dengan terapi antibiotik. Adanya gambaran kerusakan
tulang dinding sinus, atau bila ada membran berwarna putih keabu-abuan pada irigasi
antrum.1
Para ahli membagi sinusitis jamur sebagai bentuk invasif dan non-invasif. Sinusitis
jamur invasif terbagi menjadi invasif akut fulminan dan invasif kronik indolen.1
Sinusitis jamur invasif akut, ada invasi jamur ke jaringan dan vaskular. Sering terjadi
pada pasien diabetes yang tidak terkontrol, pasien dengan imunosupresi seperti leukemia dan
neutropenia, pemakaian steroid lama dan terapi imunosupresan. Imunitas yang rendah dan
invasi pembuluh darah menyebabkan penyebaran jamur sangat cepat dan dapat merusak
dinding sinus, jaringan orbita, dan sinus kavernosus. Di kavum nasi, mukosa berwarna biru
kehitaman dan ada mukosa konka atau septum yang nekrotik. Sering berakhir dengan
kematian.1
Sinusitis jamur invasif kronik biasanya terjadi pada pasien dengan gangguan
imunologik atau metabolik seperti diabetes. Bersifat kronik progresif dan bisa juga
27
menginvasi sampai ke orbita atau intrakranial, tetapi gambaran kliniknya tidak sehebat yang
bersifat fulminan karena perjalanan penyakitnya lebih lambat. Gejalanya seperti sinusitis
bakterial, tetapi sekretnya kental dengan bercak-bercak kehitaman, yang bila dilihat dengan
rongga sinus tanpa invasi ke dalam mukosa dan tidak sampai mendestruksi tulang. Sering
mengenai sinus maksila. Gejala klinis sering menyerupai sinusitis kronis berupa rinore
purulen, post nasal drip, dan napas bau. Kadang-kadang ada massa jamur juga di kavum nasi.
Pada operasi bisa ditemukan materi jamur berwarna cokelat kehitaman dengan atau tanpa pus
di dalam sinus.1
Terapi untuk sinusitis jamur invasif ialah pembedahan, debridemen, anti jamur
sistemik, dan pengobatan terhadap penyakit dasarnya. Obat standar ialah amfoterisin B, bisa
ditambah dengan rifampisin atau flusitosin agar lebih efektif. Pada misetoma hanya perlu
terapi bedah untuk membersihkan massa jamur, menjaga ventilasi dan drainase sinus. Tidak
Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa tekanan
pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat
Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas
sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (referred pain). Nyeri pipi
menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang orbita menandakan sinusitis
ethmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis
sfenoid, nyeri dirasakan di verteks, oksipital, belakang orbita, dan daerah mastoid. Pada
28
Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post nasal drip yang
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-kadang hanya
1 atau 2 gejala-gejala di bawah ini yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik,
gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba eustachius,
Menurut Task Force yang dibentuk oleh the American Academy of Otolaryngologic
Allergy (AAOA) dan American Rhinologic Society (ARS), gejala klinis RS pada dewasa
Persangkaan adanya rhinosinusitis didasarkan atas adanya 2 gejala mayor atau lebih
Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus paranasal, dilakukan inspeksi dari luar,
sinoskopi.1
3.8.1 Inspeksi
29
Yang diperhatikan ialah adanya pembengkakan pada muka. Pembengkakan di pipi
sinusitis maksila akut. Pembekakan di kelopak mata atas mungkin menunjukkan sinusitis
frontal akut. Sinusitis etmoid akut jarang menyebabkan pembengkakan di luar, kecuali bila
3.8.2 Palpasi
Nyeri tekan di pipi dan n yeri ketuk di gigi menunjukkan adanya sinusitis maksila.
Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan didasar sinus frontal, yaitu pada bagian medial atap
orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di daerah kantus medius.1
3.8.3 Transluminasi
memeriksa sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak
tersedia. Bila pada pemeriksaan transluminasi tampak gelap di daerah infraorbita, mungkin
berarti antrum terisi oleh pus atau mukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma di dalam
antrum.
Bila terdapat kista yang besardi dalam sinus maksila, akan tampak terang padapemeriksaan
Trnasluminasi pada sinus frontal hasilnya lebih meragukan. Besar dan berbentuk
kedua sinus ini seringkali tidak sama. Gambaran yang terang berarti sinus berkembang
dengan baik dan normal, sedangkan gambaran yang gelapmungkin berarti sinus atauhanya
30
Gambar 13: pemeriksaan sinusitis maksila2
radiologik. Posisi rutin yang dipakai ialah posisi Waters, P-A dan lateral. Posisi waters
terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi postero-
31
Gambar 15 : Pemeriksaan radiologi untuk sinusitis paranasal11,9
Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus paranasal
adalahpemeriksaan CT-Scan. Potongan CT-Scan yang rutin dipakai adalah koronal dan aksial.
Indikasi utama CT-Scan hidung dan sinus paranasal adalah sinusitis kronik, terutama (fraktur
32
3.8.5 Sinoskopi
Dengan sinoskopi dapat dilihat keadaan di dalam sinus, apakah ada sekret, polip,
jaringan granulasi, massa tumor atau kista, bagaimana keadaan mukosa dan apakah
ostiumnya terbuka.1
3.9 Diagnosis
penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi anterior, dan posterior, pemeriksaan naso-
endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah
adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan ethmoid anterior dan frontal) atau di
meatus superior (pada sinusitis ethmoidalis posterior dan sfenoid). Pada rinosinusitis akut,
mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan pada
kantus medius.1
Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos atau CT-Scan. Foto polos
posisi Waters, PA, lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti
sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, air-fluid level, atau
penebalan mukosa.1
CT-Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai
secara anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan
dan perluasannya. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis
sinusitis kronis yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan
Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.
33
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil sekret
dari meatus medius/superior, untuk mendapatkan antibiotik yang tepat guna. Lebih baik lagi
Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila melalui
meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya,
3.10 Terapi
kompleks osteo-meatal sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.1
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial,
untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium
sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksisilin. Jika diperkirakan
kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan amoksisilin-
klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotik diberikan selama
10-14 hari walaupun gejala klinik sudah menghilang. Pada sinusitis kronik diberikan
Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan,
seperti analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau
menyebabkan sekret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin
generasi ke-2. Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement juga merupakan terapi
Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang berat.1
34
Tindakan operasi1,8,9
Tindakan bedah bisa berupa irigasi sinus (antral lavage), nasal antrostomy,operasi
Kegagalan sinus maksilaris untuk membersihkan sekret atau produk infeksi dengan
terapi medis yang adekuat mengakibatkan rusaknya mucociliary blanket tatau obstruksi pada
ostium sinus. Hal ini mengakibatkan retensi mukopus dan produk infeksi lain di dalam
antrum
Pada kondisi ini irigasi sinus maksilaris akan membuang produk-produk infeksi seperti
jaringan nekrotik,kuman-kuman penyakit dan debris yang terjadi. Juga dapat dilakukan
pemeriksaan kultur dan sitologi. Tindakan irigasi ini akan membantu ventilasi dan oksigenasi
sinus. Tindakan irigasi sinus dapat dilakukan melalui meatus inferior dengan menggunakan
Nasal Antrostomy
35
Indikasi tindakan ini adalah infeksi kronis, infeksi yang rekuren dan adanya oklusi
ostium sinus. Adanya lubang yang cukup lapang pada antrostomy memungkinkan drainase
secara gravitasi, sehingga akan mengurangi infeksi ,adanya akses untuk antral lavage, serta
nekrotik atau benda asing. Tindakan ini biasanya dilakukan melalui meatus inferior, prosedur
Operasi Caldwell-Luc
Prinsip dari operasi ini yaitu membuka dinding depan sinus maksila pada daerah fosa
Dengan cara ini memungkinkan visualisasi yang lebih baik ke dalam sinus maksila,sehingga
Operasi ini dilakukan dengan membuat sayatan sublabial kurang lebih dari 2 cm diatas
periosteum, kemudian periosteum dilepaskan dan mukosa pipi tarik ke atas. Selanjutnya
dibuat lubang pada fosa kanina dan melalui lubang tersebut mukosa yang inversibel
dibersihkan
36
Indikasi operasi dengan metode ini yaitu jika terlihat manifestasi klinis seperti mukokel
sinus maksilaris, polip antrokoanal, misetoma, atau benda asing yang tidak dapat dijangkau
sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua
jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan
lebih ringan dan tidak radikal. Indikasinya berupa: sinusitis kronik yang tidak membaik
setelah terapi adekuat, sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang ireversibel, polip
Prinsip tindakan BSEF adalah membuang jaringan yang menghambat KOM dan
37
Gambar 21 : Prinsip ebdah sinus endoskopi fungsional (BSEF) membuang jaringan yang
menghambat KOM9
Etmoidektomi Eksternal
begitu, masih ada keuntungan dalam menggunakan metode operasi ini. Misalnya, biopsi
dapat dilakukan secara eksternal pada lesi sinus etmoid atau frontal. Manfaat lain dari metode
ini yaitu dapat memperbaiki komplikasi orbita dari sinusitis etmoid akut atau frontal dengan
Metode operasi ini bermanfaat untuk infeksi akut ketika endoskopi nasal sulit dilakukan
akibat perdarahan mukosa hidung. Operasi ini aman dan dekompresi pus pada sinus frontalis
cepat dilakukan
3.11. Komplikasi
Komplikasi sinusitis yang berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis
Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata, yaitu
sinus ethmoid, kemudian frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui
38
tromboflebitis dan perikontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra,
selulitis orbita, abses periosteal, abses orbita, dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus
Komplikasi juga dapat terjadi pada sinusitis kronis, berupa: Osteomielitis dan abses
periosteal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-
anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi.1
Kelainan paru seperti bronkhitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus
paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sino-bronkhitis. Selain itu, dapat juga
disembuhkan.1
BAB IV
ANALISA KASUS
39
Teori Laporan kasus
Faktor etiologi dan predisposisi sinusitis Pasien mengeluhkan hidung tersumbat
antara lain ISPA akibat virus, bermacam semakin sering dirasa jika terpapar udara
rhinitis terutama rhinitis alergi. dingin. Setiap bangun pagi, pasien sering
akut dengan batas sampai 4 minggu, subakut mukopurulen, hidung tersumbat dan post
dengan batas 4 minggu sampai dengan 3 nasal drip sudah dirasakan sejak ± 6 Bulan
Gejala mayor: Sakit pada daerah muka (pipi, Pada pasien terdapat keluhan hidung kanan
dahi, hidung), hidung tersumbat, kongesti tersumbat, nyeri pipi sebelah kanan, sakit
nasal, gangguan penciuman, sekret purulen di kepala, keluhan tersebut disertai keluarnya
Gejala minor: Batuk, nyeri/rasa tertekan pada Pada pasien terdapat sakit kepala dan
halitosis
Tanda khas sinusitis ialah adanya pus di Pada pasien dilakukan pemeriksaan
meatus medius (pada sinusitis maksila dan rhinoskopi anterior, ditemukan pus pada
40
superior (pada sinusitis ethmoidalis posterior
dan sfenoid)
Pemeriksaan pembantu yang penting adalah Pada pasien dilakukan foto polos posisi
foto polos atau CT-Scan. Foto polos posisi waters, ditemukan perselubungan pada
mukosa.1
yang sesuai untuk kuman gram negatif dan Mukolitik: ambroxol 3x30 mg
anaerob, dekongestan oral dan topikal, terapi Steroid oral:metyl prednisolon 3x4 mg
diatermi
Indikasi operasi: sinusitis kronik yang tidak Os mengaku keluhan hidung tersumbat ini
membaik setelah terapi adekuat, sinusitis menganggu aktivitas, dan indera penciuman
kronik disertai kista atau kelainan yang terasa menurun. Pasien menyangkal adanya
komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur. sejak ± 6 Bulan SMRS. Pasien mengaku
keluhannya tersebut.
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Mangunkusumo, Endang dan Damajanti Soetjipto. 2007. Sinusitis dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 150-3.
2. Effendi H, editor. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta: EGC ; 1997 ; p.135-142.
3. Yilmaz AS, Naclerio RM. Anatomy and Physiology of the Upper Airway. Available at:
http://pats.atsjournals.org/content/8/1/31.full.pdf+html. Accessed on: 22/06/2018
4. Soepardi EA, et al. Buku ajar ilmu kesehatan : telinga hidung tenggorok kepala& leher. 6th
ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007
42
5. Becker DG. Sinusitis. J Long-Term Effects Med Implant 2003; 13(3):175-94
6. Krouse JH, Stachler RJ. Anatomy and Physiology of the Paranasal Sinuses. In: Brook
Itzhak, editor. Sinusitis: From Microbiology to Management. New York: Taylor & Francis;
2006. p. 95-108
7. Clement PAR. Classification of rhinosinusitis. In Brook I, eds. Sinusitis from microbiology
to management. New York: Taylor & Francis, 2006; 15-34.
8. Higler PA. Penyakit Sinus paranasal, dalam: Buku ajar penyakit THT, EGC, Jakarta,
2003:210-225.
9. Dharmabakti US. 2003. Penatalaksanaan Baku Sinusitis. Dalam: Kumpulan Abstrak
Kongres Nasional XIII. PERHATI KL. Bali 14-16 Oktober 2003; 57.
43