Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-

hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh

dunia.1

Sinusitis adalah inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh

rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma (common

cold), yang merupakan infeksi virus yang selanjutnya dapat diikuti infeksi bakteri. Bila

mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus

paranasal disebut pansinusitis. Berdasarkan data DEPKES RI 2003, penyakit hidung dan

sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 dari penyakit yang sering dijumpai atau sekitar

102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Data Divisi Rinologi Departemen THT RSCM

Januari-Agustus 2005 menyebutkan bahwa jumlah pasien rinologi sebesar 435 orang dengan

jumlah penderita Rhinosinusitis sebanyak 69% .1,6

Yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal

lebih jarang dan sinus sphenoid lebih jarang lagi. Sinus maksila disebut juga antrum

Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus,

disebut sinusitis dentogen. Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting

sinusitis kronik.1

Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan

intracranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati.1

1.2 TUJUAN PENULISAN

1
Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah :
1. Memahami mengenai sinusitis
2. Mampu mendiagnosis dan memberikan terapi pada kasus sinusitis
3. Meningkatkan kemampuan menulis ilmiah dalam bidang kedokteran.

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN

- Nama : Tn. F
- Usia : 42 Tahun
- Tanggal lahir : 09 Mai 1976
- Jenis kelamin : Laki-laki
- Status : Menikah
- Agama : Islam
- Suku / Bangsa : Minang
- Pendidikan : SD
- Pekerjaan : Petani
- Alamat : Sumpur Kudus
- Tanggal Masuk RS : 14 Mai 2018
- Tanggal Keluar RS : 16 Mai 2018

2
2.2 ANAMNESIS
 Keluhan utama : Hidung kanan tersumbat hilang timbul sejak ± 3 Minggu

SMRS
 Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik THT RSUD Sijunjung dengan keluhan hidung

kanan tersumbat sejak ± 3 Minggu SMRS. Pasien mengeluhkan adanya nyeri pipi

sebelah kanan dan pasien merasakan sakit kepala. Pasien mengaku keluhan tersebut

disertai keluarnya cairan berwarna putih kekuningan hingga kehijauan yang kadang

cairan tersebut mengalir dari hidung jatuh ke rongga mulut dan ditelan oleh pasien.
Keluhan hidung tersumbat semakin sering dirasa jika terpapar udara dingin.

Menurut pasien, setiap bangun pagi, pasien sering bersin-bersin dan hidung terasa

berbau. Keluhan tersebut hilang timbul dan sumbatan dihidung berpindah-pindah

antara hidung kiri dan hidung kanan. Pasien mengaku keluhan hidung tersumbat ini

menganggu aktivitas, dan indera penciuman terasa menurun. Pasien menyangkal

adanya demam. Keluhan tersebut sudah dirasakan sejak ± 6 Bulan SMRS. Pasien

mengaku sering berobat ke dokter untuk mengatasi keluhannya tersebut.


Pasien mengeluhkan keluar darah dari hidung 1 hari SMRS, perdarahan

spontan, tidak berulang.


Suara serak disangkal, nyeri menelan disangkal, rasa tercekik, rasa mengganjal

di tenggorokan serta rasa panas didada disangkal.


bengkak di mata, penglihatan ganda, penurunan penglihatan, nyeri dan

bengkak di dahi, nyeri kepala berat dengan kaku kuduk disangkal.


 Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat alergi makanan dan obat-obatan disangkal. Riwayat maag ada sejak 1

tahun yang lalu. Riwayat asma disangkal. Riwayat penyakit hipertensi, kencing

manis, penggunaan obat dalam jangka panjang disangkal dan batuk-batuk lama

disangkal.
 Riwayat penyakit keluarga :
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa seperti yang dialami

oleh pasien. Riwayat hipertensi, penyakit kencing manis, dan penggunaan obat dalam

jangka panjang, dan batuk-batuk lama disangkal.

3
 Riwayat Kebiasaan :
Riwayat kebiasaan merokok sejak 10 tahun yang lalu. Pasien merokok 3-4
batang/hari.

 Riwayat Sosial Ekonomi :


Pasien bekerja sebagai petani. Pasien sudah berkeluarga dan untuk biaya

pengobatan, pasien menggunakan BPJS. Kesan ekonomi pasien cukup mampu.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

Kesan Umum

 Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


 Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital

 Suhu : Afebris
 Nadi : 82 x/menit, reguler, equal, isi cukup
 Respirasi : 20 x/menit
 Tekanan darah : 110/70 mmHg

Status Generalisata
Kepala : Normocephal
Rambut : Tidak kusam, tidak mudah rontok, warna hitam
Mata
 Konjungtiva : Anemis -/-
 Sklera : Ikterik -/-
 Pupil : Bulat, Isokor,Reflek Cahaya +/+
Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)
Telinga/hidung/tenggorokan : Status lokalis
Thorax
Paru
 Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis kanan dan kiri.
 Palpasi : fremitus sama kuat kanan dan kiri
 Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
 Auskultasi : Vesikuler +/+, Ronkhi -/- , wheezing -/-
Cor
 Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak tampak
 Palpasi : Teraba iktus kordis pada sela iga V kiri di linea

midclavikulasris kiri
 Perkusi : Jantung dalam batas normal
 Auskultasi : BJ I-II reguler murni, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
 Inspeksi : Simetris datar
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

4
 Perkusi : Timpani
Ekstremitas
 Edema : -
 Sianosis : -
Neurologis
 Reflek fisiologis : +/+
 Reflek patologis : -/-
Genetalia : Tidak diperiksa

Status Lokalis

Telinga

BAGIAN KELAINAN KANAN KIRI


Kongenital - -
Preaurikuler
Radang - -

Tumor - -

Trauma - -

Nyeri tekan tragus - -


Kongenital - -

Aurikuler Radang - -

Tumor - -

Trauma - -
Edema - -

Retroaurikuker Nyeri tekan - -

Hiperemis - -

Sikatriks - -

5
Fistula - -

Fluktuasi - -

Kongenital - -

Canalis acustikus Kulit - -

eksternus Sekret - -

Serumen - -

Edema - -

Jaringan granulasi - -

Massa - -
Warna Putih perak Putih perak

Membran timpani Intak + +

Refleks Cahaya + +

Gambar

Membran Membran

Timpani Timpani

Intak intak

Reflek Reflex

Cahaya (+) cahaya (+)

Pukul 5 pukul 7
Cavum timpani Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

6
TES PENDENGARAN KANAN KIRI
Tes Rinne + +
Tes Weber Simetris
Tes Swabach Sesuai
Hidung

PEMERIKSAAN KELAINAN KANAN KIRI

Keadaan luar Bentuk dan Normal Normal

ukuran
Rhinoskopi Mukosa Hiperemis Hiperemis
Sekret (+) (-)
Anterior
Kental kehijauan
Krusta (-) (-)
Konka Edema normal

inferior

Septum (-)

deviasi
Polip tumor (-) (-)
Pasase udara Baik Baik
Gambar:

Septum ditengah sekret terkumpul

Rhinoskopi Mukosa Normal Normal


Sekret Normal Norma

7
Choana Normal Normal
Fossa Normal Normal

Rossenmuller
Posterior Massa/tumor Tidak ada Tidak ada
Os.tuba Tenang Tenang

eustachius
Cavum oris dan orofaring

8
BAGIAN KETERANGAN
Mukosa Normal
Lidah Normal
Gigi geligi Normal

Uvula Dalam batas normal

Pilar Tenang, simetris +/+


Halitosis (+)
Palatum Molle Tenang, simetris
Tonsil
Mukosa Tenang
Besar T1-T1
Kripta Melebar
Detritus (-/-)
Perlengketan (-/-)
Gambar

Tonsil T1-T1

Faring Tenang
Mukosa (-)
Granula (-)
Post nasal drip Gambar:

Laring
1. Epiglotis Tidak diperiksa
2. Kartilago

arytenoid
3. Plika

vestibularis
4. Plika vokalis
5. Plika
9

aryepiglotika
6. Rima glotis
Maxillofacial

Leher

BAGIAN KETERANGAN
Maxillofacial
BAGIAN
Bentuk Simetris KETERANGAN
Parese (-)
Leher
Bentuk Simetris,
N.Cranialis
Massa (-)

Terdapat nyeri tekan pada maksillaris kanan


Nyeri tekan Terdapat nyeri ketok pada maksillaris kanan
Lengkap, terdapat carries gigi pada molar 1 kanan atas
Nyeri ketok

Pemeriksaan gigi
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : (15-05-2018)
 Waktu perdarahan : 1 menit 38 detik
 Waktu pembekuan : 3 menit
Rontgen Thorak : (08/05/2018)
Kesan: paru dan jantung dalam batas normal

Foto rontgen waters : (08/05/2018)


Kesan : Terdapat perselubungan sinus maksillaris kanan.
Pemeriksaan gigi dan mulut:
konsultasi pada bagian gigi dan mulut (08-05-2018): tidak ada karies pada gigi molar kanan

atas
Transluminasi: -
2.5 DIAGNOSA KERJA
Rhinosinusitis Maksillaris Dextra Kronis
Epistaksis
2.6 DIAGNOSIS BANDING
Rhinitis alergi
Rhinitis vasomotor

10
2.7 PENATALAKSAAAN

Medikamentosa :
(Rawat inap)
 IUFD RL 20gtt/i
 Injeksi ceftriaxon 2x1 gr
 Injeksi ketorolak 3x30 mg
 Injeksi dexametason 2x5 mg
 Injeksi ranitidin 2x50 mg
 Injeksi asam traneksamat 3x500 mg
Non-Medikamentosa

Operatif : Antrostomi

Suportif
Konsumsi makanan dan minuman yang bergizi
Jaga kebersihan gigi dan mulut
Istirahat yang cukup
Preventif
Penyuluhan tentang kebiasaan hidup yang sehat, menghindari kontak alergen, kebersihan hidung

2.8 EDUKASI
 Memberitahu pasien untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut tentang penyakitnya.
 Menasihati pasien untuk mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi.
 Menasihati pasien untuk menghindari bahan-bahan alergen yang membuat pasien alergi.
 Menasihati pasien untuk menjaga kebersihan diri terutama hidung.
 Menasihati pasien untuk menjaga kesehatannya agar tidak mudah terkena infeksi.

2.9 KOMPLIKASI
 Abses subperiosteal
 Osteomyelitis
 Abses orbita
 Bronkitis kronik

2.10 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

2.11 FOLLOW UP

11
15-05-2018 S: Nyeri pada hidung post operasi (+), Post P:
nasal drip (-), Demam (-), Sakit kepala (-), Mual
(+), muntah (+) - infus RL 20 tetes/menit
O : Kesadaran : Compos Mentis
- Paracetamol infus dengan
KU : Sakit sedang
tramadol injeksi drip selama 15
TD : 120/80mmHg menit selama 3x sehari
N : 67x/menit
- Injeksi ceftriaxon 2x1 gr
R : 18 x/menit
- Injeksi ketorolak 3x30 mg
S : 36.5 C
Kepala : konjungtiva anemis (-) - Injeksi dexametason 2x5 mg
Hidung: tertutup tampon, perdarahan (-)
- Injeksi asam traneksamat
Thoraks : dalam batas normal 3x500 mg
Abdomen : dalam batas normal
- Omeprazol injeksi 1x40 mg
Ekstremitas : edema (-/-)
A : Post sinusotomi a/i rhinosinusitis maksillaris
dextra kronis dengan epistaksis

16-05-2018 S: Nyeri pada hidung post operasi berkurang, P: pasien pulang paksa
Post nasal drip (-), Demam (-), Sakit kepala (-),
Mual (-), muntah (-) Obat pulang:
O : Kesadaran : Compos Mentis
-Amoxicilin clavulanat 2x625
KU : Sakit sedang
mg
TD : 110/70mmHg
- Ambroxl 3x30 mg
N : 68x/menit
R : 19 x/menit - Methyl prednisolon 3x4 mg

S : 36.5 C - Lansoprazol 1x30 mg


Kepala : konjungtiva anemis (-)
- Sukralfat syrup 2x1 g
Hidung: tertutup tampon, perdarahan (-)
Thoraks : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : edema (-/-)
A : Post sinusotomi a/i rhinosinusitis maksillaris

12
dextra kronis dengan epistaksis

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi sinusitis

13
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai

atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah

selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh

infeksi bakteri.1

Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua

sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena dalah sinus etmoidalis dan

maksila, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus sphenoid lebih jarang lagi.1

Sinus maksila disebut juga antrum highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas,

maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinus dentogen. Sinusitis dentogen

merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik. Sinusitis dapat menjadi berbahaya

karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intracranial, serta menyebabkan peningkatan

serangan asma yang sulit diobati.1

Menurut Cauwenberg berdasarkan perjalanan penyakitnya terbagi atas :1,2

- Sinusitis akut, bila infeksi berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu.

- Sinusitis subakut, bila infeksi berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan.

- Sinusitis kronik, bila infeksi berlangsung lebih dari 3 bulan.

3.2 Anatomi Sinus Paranasal

Sinus paranasal merupakan salah salah satu organ tubuh manusia yang sulit

dideskripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Sinus paranasal

merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam

tulang.2

Ada empat pasang sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung ; sinus

frontalis kanan dan kiri, sinus etmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus maksila,

14
yang terbesar, kanan dan kiri disebut Antrum Highmore dan sinus sfenoidalis kanan dan kiri.

Semua rongga sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi

udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing masing.2

Secara klinis sinus paranasal dibagi menjadi dua kelompok yaitu bagian anterior dan

posterior. Kelompok anterior bermuara di bawah konka media, atau di dekat infundibulum,

terdiri dari sinus frontal, sinus maksila, dan sel-sel anterior sinus etmoid. Kelompok posterior

bermuara di berbagai tempat di atas konka media terdiri dari sel-sel posterior sinus etmoid

dan sinus sphenoid.2

Sinus paranasal tersebut terbentuk oleh pseudostratified columnar epithelium yang

berhubungan melalui ostium dengan lapisan epitel dari rongga hidung. Sel-sel epitelnya berisi

sejumlah mukus yang menghasilkan sel-sel goblet.2

Gambar 1. Anatomi Paranasal (Hilger, 1997).

3.2.1 Sinus maksila

15
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila

bervolume 6-8 ml, yang kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran

maksimal yaitu 15 ml pada saat dewasa.3

Sinus maksila berbentuk piramid ireguler dengan dasarnya menghadap ke fosa nasalis

dan puncaknya ke arah apeks prosesus zigomatikus os maksila. Dinding anterior sinus ialah

permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah

permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidun,

dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan

palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara

ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid. 2,3

Gambar 2: anatomi sinus maxillaris3

16
Gambar 3: Drainase sinus paranasal2,3

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah :3,4

1) Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas , yaitu premolar (P1

dan P2) , molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar (M3) ,

bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi hihi geligi

mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.

2) Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita.

3) Ostium sinus maksila lebih tinggi letaknya dari dasar sinus, sehingga drainase hanya

tergantung dari gerak silia, dan drainase harus melalui infundibulum yang sempit.

Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau

alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya

menyebabkan sinusitis.

17
3.2.2 Sinus frontal

Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke emapat fetus,

berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus

frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum

usia 20 tahun.4

Bentuk dan ukuran sinus frontal sangat bervariasi. Bentuk sinus frontal kanan dan kiri

biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari pada lainnya dan dipisahkan oleh sekat yang

terletak di garis tengah.4

Ukuran rata-rata sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2

cm. Sinus frontal biasanya bersekat sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak adanya

gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto rontgen menunjukkan

adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan

fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus

frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di ressus frontal yang berhubungan

dengan infundibulum etmoid.2,3,4

Gambar 4: sinus frontalils4

18
3.2.3 Sinus etmoid

Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini

dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya. Sel-

sel etmoid, mula-mula terbentuk pada janin berusia 4 bulan, berasal dari meatus superior dan

suprema yang membentuk kelompok sel-sel etmoid anterior dan posterior. Pada orang dewasa

bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior. Ukurannya dari

anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm, dan lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm

di bagian posterior, volume sinus kirakira 14 ml.4

Sinus etmoid berongga – rongga terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon,

yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media

dan dinding medial orbita. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid

anterior yang bermuara di meatus medius, dan sinus etmoid posterior yang bermuara di

meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anteriot bisanya kecil-kecil dan banyak, letaknya

didepan lempeng yang menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding lateral

(lamina basalis). Sedangkan sel-sel sinus stmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih

sedikit jumlahnya dan terletak di posterior dari lamina basalis.2,4

Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal,

yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di

daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan infundibulum, tempat bermuaranya

ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan

sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila.4

Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribrosa.

Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid

19
dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus

sphenoid.4

Gambar 5: Anatomi sinus etmoidalis4,5

3.2.4 Sinus sfenoid

Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid

dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah tinggi 2 cm,

dalamnya 2,3 cm, dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya berkisar dari 5 sampai 7,5 ml. Saat sinus

berkembang, pembuluh darah dan nervus bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat

berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus sfenoid.3

Batas-batasnya adalah sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa,

sebelah inferiornya adalah atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus

kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah

posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons.2,3

20
Gambar 6: Anatomi sinus sfenoidalis6

3.2.5 Kompleks Ostio-Meatal


Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-

muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit

dan sempit, dan dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid

yang terdapat dibelakang prosessus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel

etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.1

Gambar 7: kompleks osteo meatal3

3.3 Fisiologi Sinus Paranasal


Peranan sinus paranasal hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti. Fungsi

sinus paranasal antara lain fungsi ventilasi, penghangatan, humidifikasi, filtrasi, dan

pertahanan tubuh.5,6

Faktor yang berperan dalam memelihara fungsi sinus paranasal adalah patensi KOM,

fungsi transpor mukosiliar dan produksi mukus yang normal. Patensi KOM memiliki peranan

yang penting sebagai tempat drainase mukus dan debris serta memelihara tekanan oksigen

21
dalam keadaan normal sehingga mencegah tumbuhnya bakteri. Faktor transpor mukosiliar

sangat bergantung kepada volume dan viskoelastisitas mukus yang dapat mempengaruhi

transpor mukosiliar.5,6

3.4 Etiologi dan faktor predisposisi

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam

rhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan

anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks osteo-meatal,

infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma

Kartegener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik.1

Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga

perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan

rhinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral.

Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan yang berpolusi, udara dingin dan

kering, serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa

dan merusak silia.1

Gambar 8: Etiologi sinusitis1,2

3.5 Patofisiologi

22
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh potensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens

mukosiliar didalam KOM. Mucus juga mengandung substansi antimicrobial dan zat-zat yang

berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara

pernapasan. Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema,

mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium

tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negative didalam rongga sinus yang menyebabkan
Alergen
terjadinya transudasi, mula-mula serous.1,7

Kondisi ini bisa dianggapInteraksi


sebagaimakrofag dan limfosit
rinosinusitis non bacterial dan biasanya sembuh
T
dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Sampai Bila kondisi ini menetap, secret yang
Peleapsan mediator inflamasi
terkumpul dalam sinus merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Secret

menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagi rinosinusitis akut


Reaksi cepat bacterial
Reaksi lambatdan memerlukan

terapi antibiotic. Jika terapi tidak berhasil, inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri
Odem
anaerob berkembang. Mukosa
Vasodilatasi makin membengkak
Pe permeabilitas kapiler dan ini merupakan rantai siklus yang

terus berputar. Sampai akhirnya perubahan mukosa menjadiSumbatan


kronik yaitu
pada hipertrofi,
hidung polipoid

atau pembentukan polip dan kista.1,7


Rinore
Etiologi sinusitis adalah sangat kompleks. Hanya 25% disebabkan oleh infeksi,
Odem
selebihnya 75% disebabkan oleh alergi dan ketidakseimbangan pada sistim saraf otonom
Kontraksi otot polos
yang menimbulkan perubahan-perubahan pada mukosa sinus.1,7Sesak nafas
bronkus
Sinusitis bisa disebabkan oleh:7 Gangguan ventilasi

1. Alergi misalnya rinitis alergi.


pH fibrosis
2. Non alergi: trauma, paparan zat kimia, imunodefisiensi, sinus kistik, sindrom

kartagener, granulomatosa, infeksi virus maupun bakteri.


Gerakan silia dalam sinus

Mukus tidak dapat
dialirkan
Retensi mukus hipoksia

Eksudat purulen Infeksi Tumbuhnya kuman


patogen
Tekanan pada sinus Pilek bau Kuman
23
 menyebar
Nyeri
Gambar 9 : Patofisiologi sinusitis1,7

24
Gambar 10 : Pergerakan silia dalam drainase cairan sinus3

Gambar 11: Perubahan silia pada sinusitis3

Gambar 12 : Patofisiologi Sinusitis3,4

Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi

berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan

25
ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi

kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin

diperlukan tindakan operasi.7,8

3.6 Klasifikasi dan mikrobiologi

Konsensus internasional tahun 1995 membagi rhinosinusitis hanya akut dengan batas

sampai 8 minggu dan kronik jika lebih dari 8 minggu. Konsensus tahun 2004 membagi

menjadi akut dengan batas sampai 4 minggu, subakut dengan batas 4 minggu sampai dengan

3 bulan, dan kronik jika lebih dari 3 bulan.1

Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan lanjutan dari

sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat. Pada sinusitis kronik adanya faktor

predisposisi harus dicari dan diobati secara tuntas.1

Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah

Streptococcus pneumonia (30 - 50%), Haemophylus influenzae (20 – 40%), da Moraxella

catarrhalis (4%). Pada anak, M. catarrhalis paling sering ditemukan (20%).1

Pada sinusitis kronik, faktor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang

ada lebih condong ke arah bakteri gram negatif dan anaerob.1

3.6.1 Sinusitis dentogen

Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronis. Dasar

sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus

maksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi. Bahkan kadang-kadang tanpa

tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi

jaringan periodontal mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah

dan limfe.1

Harus curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai

satu sisi dengan ingus purulen dan napas berbau busuk. Untuk mengobati sinusitisnya, gigi

26
yang terinfeksi harus dicabut atau dirawat, dan pemberian antibiotik yang mencakup bakteri

anaerob. Seringkali juga perlu dilakukan irigasi sinus maksila.1

3.6.2 Sinusitis jamur

Sinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinus paranasal, suatu keadaan yang tidak

jarang ditemukan. Angka kejadiannya meningkat dengan meningkatnya pemakaian antibiotik,

kortikosteroid, obat-obat imunosupresan dan radioterapi. Kondisi yang merupakan

predisposisi antara lain diabetes melitus, neutropenia, penyakit AIDS, dan perawatan yang

lama di rumah sakit. Jenis jamur yang sering menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah

spesies Aspergilus dan Candida.1

Perlu diwaspadai adanya sinusitis jamur pada kasus sebagai berikut: sinusitis

unilateral, yang sukar disembuhkan dengan terapi antibiotik. Adanya gambaran kerusakan

tulang dinding sinus, atau bila ada membran berwarna putih keabu-abuan pada irigasi

antrum.1

Para ahli membagi sinusitis jamur sebagai bentuk invasif dan non-invasif. Sinusitis

jamur invasif terbagi menjadi invasif akut fulminan dan invasif kronik indolen.1

Sinusitis jamur invasif akut, ada invasi jamur ke jaringan dan vaskular. Sering terjadi

pada pasien diabetes yang tidak terkontrol, pasien dengan imunosupresi seperti leukemia dan

neutropenia, pemakaian steroid lama dan terapi imunosupresan. Imunitas yang rendah dan

invasi pembuluh darah menyebabkan penyebaran jamur sangat cepat dan dapat merusak

dinding sinus, jaringan orbita, dan sinus kavernosus. Di kavum nasi, mukosa berwarna biru

kehitaman dan ada mukosa konka atau septum yang nekrotik. Sering berakhir dengan

kematian.1

Sinusitis jamur invasif kronik biasanya terjadi pada pasien dengan gangguan

imunologik atau metabolik seperti diabetes. Bersifat kronik progresif dan bisa juga

27
menginvasi sampai ke orbita atau intrakranial, tetapi gambaran kliniknya tidak sehebat yang

bersifat fulminan karena perjalanan penyakitnya lebih lambat. Gejalanya seperti sinusitis

bakterial, tetapi sekretnya kental dengan bercak-bercak kehitaman, yang bila dilihat dengan

mikroskop merupakan koloni jamur.1

Sinusitis jamur non-invasif, atau misetoma, merupakan kumpulan jamur di dalam

rongga sinus tanpa invasi ke dalam mukosa dan tidak sampai mendestruksi tulang. Sering

mengenai sinus maksila. Gejala klinis sering menyerupai sinusitis kronis berupa rinore

purulen, post nasal drip, dan napas bau. Kadang-kadang ada massa jamur juga di kavum nasi.

Pada operasi bisa ditemukan materi jamur berwarna cokelat kehitaman dengan atau tanpa pus

di dalam sinus.1

Terapi untuk sinusitis jamur invasif ialah pembedahan, debridemen, anti jamur

sistemik, dan pengobatan terhadap penyakit dasarnya. Obat standar ialah amfoterisin B, bisa

ditambah dengan rifampisin atau flusitosin agar lebih efektif. Pada misetoma hanya perlu

terapi bedah untuk membersihkan massa jamur, menjaga ventilasi dan drainase sinus. Tidak

diperlukan anti jamur sistemik.1

3.7 Manifestasi klinis

Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa tekanan

pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat

disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu.1

Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas

sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (referred pain). Nyeri pipi

menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang orbita menandakan sinusitis

ethmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis

sfenoid, nyeri dirasakan di verteks, oksipital, belakang orbita, dan daerah mastoid. Pada

sinusitis maksila kadang-kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga.1

28
Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post nasal drip yang

menyebabkan batuk dan sesak napas pada anak.1

Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-kadang hanya

1 atau 2 gejala-gejala di bawah ini yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik,

gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba eustachius,

gangguan ke paru seperti bronkhitis (sino-bronkhitis), bronkhiektasis dan yang penting

adalah serangan asma yang meningkat dan sulit diobati.1

Menurut Task Force yang dibentuk oleh the American Academy of Otolaryngologic

Allergy (AAOA) dan American Rhinologic Society (ARS), gejala klinis RS pada dewasa

dapat digolongkan menjadi : 1,5

Gejala mayor Gejala minor


Sakit pada daerah muka (pipi, dahi,hidung) Batuk
Obstruksi hidung/hidung terumbat Nyeri atau rasa tertekan pada telinga
Kongesti nasal (penuh) Rasa lelah
Gangguan penghidu seperti hiposmia/anosmia Sakit kepala
Sekret purulen di rongga hidung Nyeri gigi
Demam (hanya pada rhinosinusitis akut) Halitosis
Tabel 1. Faktor-faktor yang berkaitan dengan diagnosis rinosinusitis kronik,
terdiri dari faktor mayor (utama) dan faktor minor (pelengkap).5

Persangkaan adanya rhinosinusitis didasarkan atas adanya 2 gejala mayor atau lebih

atau 1 gejala mayor disertai 2 gejala minor.1,5

3.8 Pemeriksaan sinus paranasal

Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus paranasal, dilakukan inspeksi dari luar,

palpasi, rhinoskopi anterior, rhinoskopi posterior, transluminasi, pemeriksaan radiologik dan

sinoskopi.1

3.8.1 Inspeksi

29
Yang diperhatikan ialah adanya pembengkakan pada muka. Pembengkakan di pipi

sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-merahan mungkin menunjukkan

sinusitis maksila akut. Pembekakan di kelopak mata atas mungkin menunjukkan sinusitis

frontal akut. Sinusitis etmoid akut jarang menyebabkan pembengkakan di luar, kecuali bila

telah terbentuk abses.1,2

3.8.2 Palpasi

Nyeri tekan di pipi dan n yeri ketuk di gigi menunjukkan adanya sinusitis maksila.

Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan didasar sinus frontal, yaitu pada bagian medial atap

orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di daerah kantus medius.1

3.8.3 Transluminasi

Transluminasi mempunyai manfaan yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk

memeriksa sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak

tersedia. Bila pada pemeriksaan transluminasi tampak gelap di daerah infraorbita, mungkin

berarti antrum terisi oleh pus atau mukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma di dalam

antrum.

Bila terdapat kista yang besardi dalam sinus maksila, akan tampak terang padapemeriksaan

transluminasi, sedangkan pada foto rontgen tampak adanya perselubungan berbatas

tegasdidalam sinus maksila.1

Trnasluminasi pada sinus frontal hasilnya lebih meragukan. Besar dan berbentuk

kedua sinus ini seringkali tidak sama. Gambaran yang terang berarti sinus berkembang

dengan baik dan normal, sedangkan gambaran yang gelapmungkin berarti sinus atauhanya

menunjukkan sinus yang tidak berkembang.1

30
Gambar 13: pemeriksaan sinusitis maksila2

Gambar 14: Pemeriksaan sinusitis frontal2,3

3.8.4 Pemeriksaan Radiologik

Bila dicurigai adanya kelainan di sinus paranasal, maka dilakukan pemeriksaan

radiologik. Posisi rutin yang dipakai ialah posisi Waters, P-A dan lateral. Posisi waters

terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi postero-

anterior untuk menilai sinus frontal, sfenoid dan etmoid.

31
Gambar 15 : Pemeriksaan radiologi untuk sinusitis paranasal11,9

Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus paranasal

adalahpemeriksaan CT-Scan. Potongan CT-Scan yang rutin dipakai adalah koronal dan aksial.

Indikasi utama CT-Scan hidung dan sinus paranasal adalah sinusitis kronik, terutama (fraktur

frontobasal) dan tumor.1

Gambar 16: Gambaran CT-Scan sinusitis1,8,9

Gambar 17 : A. CT-Scan SPN, potongan aksial, B. potongan koronal1.8.9

32
3.8.5 Sinoskopi

Pemeriksaan ke dalam sinus maksila menggunakan endoskop. Endoskop dimasukkan

melalui lubang yang dibuat dimeatus inferior atau di fosa kanina.

Dengan sinoskopi dapat dilihat keadaan di dalam sinus, apakah ada sekret, polip,

jaringan granulasi, massa tumor atau kista, bagaimana keadaan mukosa dan apakah

ostiumnya terbuka.1

3.9 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi anterior, dan posterior, pemeriksaan naso-

endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah

adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan ethmoid anterior dan frontal) atau di

meatus superior (pada sinusitis ethmoidalis posterior dan sfenoid). Pada rinosinusitis akut,

mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan pada

kantus medius.1

Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos atau CT-Scan. Foto polos

posisi Waters, PA, lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti

sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, air-fluid level, atau

penebalan mukosa.1

CT-Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai

secara anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan

dan perluasannya. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis

sinusitis kronis yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan

operator saat melakukan operasi sinus.1

Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.

Pemeriksaan ini sudah jarang dilakukan karena sangat terbatas kegunaannya.1

33
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil sekret

dari meatus medius/superior, untuk mendapatkan antibiotik yang tepat guna. Lebih baik lagi

bila diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila.1

Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila melalui

meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya,

selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.1

3.10 Terapi

Tujuan terapi sinusitis ialah mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi, dan

mencegah perubahan menjadi kronis. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di

kompleks osteo-meatal sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.1

Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial,

untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium

sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksisilin. Jika diperkirakan

kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan amoksisilin-

klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotik diberikan selama

10-14 hari walaupun gejala klinik sudah menghilang. Pada sinusitis kronik diberikan

antibiotik yang sesuai untuk kuman gram negatif dan anaerob.1

Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan,

seperti analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau

diatermi. Antihistamin tidak rutin diberikan karena sifat antikolinergiknya dapat

menyebabkan sekret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin

generasi ke-2. Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement juga merupakan terapi

tambahan yang dapat bermanfaat.1

Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang berat.1

34
Tindakan operasi1,8,9

Tindakan bedah bisa berupa irigasi sinus (antral lavage), nasal antrostomy,operasi

Caldwell-Luc dan Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS).

Irigasi Sinus (Antral lavage).

Kegagalan sinus maksilaris untuk membersihkan sekret atau produk infeksi dengan

terapi medis yang adekuat mengakibatkan rusaknya mucociliary blanket tatau obstruksi pada

ostium sinus. Hal ini mengakibatkan retensi mukopus dan produk infeksi lain di dalam

antrum

Pada kondisi ini irigasi sinus maksilaris akan membuang produk-produk infeksi seperti

jaringan nekrotik,kuman-kuman penyakit dan debris yang terjadi. Juga dapat dilakukan

pemeriksaan kultur dan sitologi. Tindakan irigasi ini akan membantu ventilasi dan oksigenasi

sinus. Tindakan irigasi sinus dapat dilakukan melalui meatus inferior dengan menggunakan

trokar bengkok atau lurus.

Gambar 18 : Antral Puncture8

Nasal Antrostomy

35
Indikasi tindakan ini adalah infeksi kronis, infeksi yang rekuren dan adanya oklusi

ostium sinus. Adanya lubang yang cukup lapang pada antrostomy memungkinkan drainase

secara gravitasi, sehingga akan mengurangi infeksi ,adanya akses untuk antral lavage, serta

dapat melakukan visualisasi ke dalam sinus yang memungkinkan mengeluarkan jaringan

nekrotik atau benda asing. Tindakan ini biasanya dilakukan melalui meatus inferior, prosedur

ini juga dikenal dengan naso antral window.

Gambar 19: Nasal Antrostomy8

Operasi Caldwell-Luc

Prinsip dari operasi ini yaitu membuka dinding depan sinus maksila pada daerah fosa

kanina (transbuccal antrostomy),dan membuat nasoantral window melalui meatus inferior.

Dengan cara ini memungkinkan visualisasi yang lebih baik ke dalam sinus maksila,sehingga

penilaian penyakit di antrum dapat lebih baik.

Operasi ini dilakukan dengan membuat sayatan sublabial kurang lebih dari 2 cm diatas

sulkus ginggivobukalis dari insisivus 2 samapi molar 1. Sayatan dilanjutkan sampai

periosteum, kemudian periosteum dilepaskan dan mukosa pipi tarik ke atas. Selanjutnya

dibuat lubang pada fosa kanina dan melalui lubang tersebut mukosa yang inversibel

dibersihkan

36
Indikasi operasi dengan metode ini yaitu jika terlihat manifestasi klinis seperti mukokel

sinus maksilaris, polip antrokoanal, misetoma, atau benda asing yang tidak dapat dijangkau

melalui endoskopi intranasal

Gambar 20 : Caldwell-luc operation8,9

Bedah sinus endoskopi fungsional

Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan operasi terkini untuk

sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua

jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan

lebih ringan dan tidak radikal. Indikasinya berupa: sinusitis kronik yang tidak membaik

setelah terapi adekuat, sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang ireversibel, polip

ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.1

Prinsip tindakan BSEF adalah membuang jaringan yang menghambat KOM dan

emmfasilitasi drainase dengan tetap mempertahankan struktur anatomi normal.

37
Gambar 21 : Prinsip ebdah sinus endoskopi fungsional (BSEF) membuang jaringan yang

menghambat KOM9

Etmoidektomi Eksternal

Etmoidektomi eksternal telah banyak digantikan oleh bedah endoskopi. Meskipun

begitu, masih ada keuntungan dalam menggunakan metode operasi ini. Misalnya, biopsi

dapat dilakukan secara eksternal pada lesi sinus etmoid atau frontal. Manfaat lain dari metode

ini yaitu dapat memperbaiki komplikasi orbita dari sinusitis etmoid akut atau frontal dengan

cepat dan aman.

Trepanasi Sinus Frontal

Metode operasi ini bermanfaat untuk infeksi akut ketika endoskopi nasal sulit dilakukan

akibat perdarahan mukosa hidung. Operasi ini aman dan dekompresi pus pada sinus frontalis

cepat dilakukan

3.11. Komplikasi
Komplikasi sinusitis yang berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis

kronis dengan eksarsebasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial.1

Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata, yaitu

sinus ethmoid, kemudian frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui

38
tromboflebitis dan perikontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra,

selulitis orbita, abses periosteal, abses orbita, dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus

kavernosus. Kelainan intrakranial dapat berupa meningitis, abses ekstradural/subdural, abses

otak dan trombosis sinus kavernosus.1

Komplikasi juga dapat terjadi pada sinusitis kronis, berupa: Osteomielitis dan abses

periosteal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-

anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi.1

Kelainan paru seperti bronkhitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus

paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sino-bronkhitis. Selain itu, dapat juga

menyebabkan kambuhnya asma bronkhial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya

disembuhkan.1

BAB IV
ANALISA KASUS

39
Teori Laporan kasus
Faktor etiologi dan predisposisi sinusitis Pasien mengeluhkan hidung tersumbat

antara lain ISPA akibat virus, bermacam semakin sering dirasa jika terpapar udara

rhinitis terutama rhinitis alergi. dingin. Setiap bangun pagi, pasien sering

bersin-bersin dan hidung terasa berbau.


Konsensus tahun 2004 membagi menjadi Keluhan nyeri pipi kanan, sekret

akut dengan batas sampai 4 minggu, subakut mukopurulen, hidung tersumbat dan post

dengan batas 4 minggu sampai dengan 3 nasal drip sudah dirasakan sejak ± 6 Bulan

bulan, dan kronik jika lebih dari 3 bulan. SMRS


Harus curiga adanya sinusitis dentogen pada Pemeriksaan gigi dan mulut:
konsultasi pada bagian gigi dan mulut (08-
sinusitis maksila kronik yang mengenai satu
05-2018): tidak ada karies pada gigi molar
sisi dengan ingus purulen dan napas berbau
kanan atas
busuk

Gejala mayor: Sakit pada daerah muka (pipi, Pada pasien terdapat keluhan hidung kanan

dahi, hidung), hidung tersumbat, kongesti tersumbat, nyeri pipi sebelah kanan, sakit

nasal, gangguan penciuman, sekret purulen di kepala, keluhan tersebut disertai keluarnya

rongga hidung, demam cairan berwarna putih kekuningan hingga

kehijauan yang kadang cairan tersebut

mengalir dari hidung jatuh ke rongga mulut

dan ditelan oleh pasien.

Gejala minor: Batuk, nyeri/rasa tertekan pada Pada pasien terdapat sakit kepala dan

telinga, rasa lelah, sakit kepala, nyeri gigi, halitosis.

halitosis
Tanda khas sinusitis ialah adanya pus di Pada pasien dilakukan pemeriksaan

meatus medius (pada sinusitis maksila dan rhinoskopi anterior, ditemukan pus pada

ethmoid anterior dan frontal) atau di meatus meatus medius.

40
superior (pada sinusitis ethmoidalis posterior

dan sfenoid)
Pemeriksaan pembantu yang penting adalah Pada pasien dilakukan foto polos posisi

foto polos atau CT-Scan. Foto polos posisi waters, ditemukan perselubungan pada

Waters, PA, lateral. Kelainan akan terlihat maxillaris dextra.

perselubungan, air-fluid level, atau penebalan

mukosa.1

Pada sinusitis kronik diberikan antibiotik Antibiotik:Amoxicilin clavulanat 3x625 mg

yang sesuai untuk kuman gram negatif dan Mukolitik: ambroxol 3x30 mg

anaerob, dekongestan oral dan topikal, terapi Steroid oral:metyl prednisolon 3x4 mg

lain dapat diberikan jika diperlukan, seperti .

analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal,

pencucian rongga hidung dengan NaCl atau

diatermi
Indikasi operasi: sinusitis kronik yang tidak Os mengaku keluhan hidung tersumbat ini

membaik setelah terapi adekuat, sinusitis menganggu aktivitas, dan indera penciuman

kronik disertai kista atau kelainan yang terasa menurun. Pasien menyangkal adanya

ireversibel, polip ekstensif, adanya demam. Keluhan tersebut sudah dirasakan

komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur. sejak ± 6 Bulan SMRS. Pasien mengaku

sering berobat ke dokter untuk mengatasi

keluhannya tersebut.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Mangunkusumo, Endang dan Damajanti Soetjipto. 2007. Sinusitis dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 150-3.
2. Effendi H, editor. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta: EGC ; 1997 ; p.135-142.
3. Yilmaz AS, Naclerio RM. Anatomy and Physiology of the Upper Airway. Available at:
http://pats.atsjournals.org/content/8/1/31.full.pdf+html. Accessed on: 22/06/2018
4. Soepardi EA, et al. Buku ajar ilmu kesehatan : telinga hidung tenggorok kepala& leher. 6th
ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007

42
5. Becker DG. Sinusitis. J Long-Term Effects Med Implant 2003; 13(3):175-94
6. Krouse JH, Stachler RJ. Anatomy and Physiology of the Paranasal Sinuses. In: Brook
Itzhak, editor. Sinusitis: From Microbiology to Management. New York: Taylor & Francis;
2006. p. 95-108
7. Clement PAR. Classification of rhinosinusitis. In Brook I, eds. Sinusitis from microbiology
to management. New York: Taylor & Francis, 2006; 15-34.
8. Higler PA. Penyakit Sinus paranasal, dalam: Buku ajar penyakit THT, EGC, Jakarta,
2003:210-225.
9. Dharmabakti US. 2003. Penatalaksanaan Baku Sinusitis. Dalam: Kumpulan Abstrak
Kongres Nasional XIII. PERHATI KL. Bali 14-16 Oktober 2003; 57.

43

Anda mungkin juga menyukai