Anda di halaman 1dari 33

Case Report Session

ABSES SUBMANDIBULA

Oleh:
Widya Astuti 1110312131
Mardatillah 1010312005
Lusi Khairunnisa 1110313015

Pembimbing:
Dr. Al Hafiz, SpTHT-KL

BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

2.1.1 Anatomi Leher

Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potensial yang dibatasi oleh

fasia servikal. Fasia servikal dibagi menjadi dua yaitu fasia superfisial dan

fasia profunda. Kedua fasia ini dipisahkan oleh otot plastima yang tipis dan

meluas ke anterior leher. Otot platisma sebelah inferior berasal dari fasia

servikal profunda dan klavikula serta meluas ke superior untuk berinsersi di

bagian inferior mandibula.1

Gambar 2.1. potongan aksial leher setinggi orofaring1


Gambar 2.2 Potongan obliq leher1

Fasia superfisial terletak dibawah dermis. Ini termasuk sistem

muskuloapenouretik, yang meluas mulai dari epikranium sampai ke aksila dan

dada, dan tidak termasuk bagian dari daerah leher dalam. Fasia profunda

mengelilingi daerah leher dalam terdiri dari 3 lapisan, yaitu1 :

 lapisan superfisial

 lapisan tengah

 lapisan dalam.

Ruang potensial leher dalam dibagi menjadi ruang yang melibatkan daerah

sepanjang leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid. Ruang yang melibatkan

sepanjang leher terdiri dari1:

 ruang retrofaring

 ruang bahaya (danger space)

 ruang prevertebra.
Ruang suprahioid terdiri dari1 :

 ruang submandibula

 ruang parafaring

 ruang parotis

 ruang mastikor

 ruang peritonsil

 ruang temporalis

Gambar 2.3 Potongan sagital leher1


Gambar 2.4 Ruang leher dalam2

2.1.2 Ruang Submandibula

Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang submaksila.

Kedua ruangan ini dipisahkan oleh otot milohioid. Ruang submaksila selanjutnya

dibagi lagi atas ruang submental dan ruang submaksila (lateral) oleh otot

digastrikus anterior. Namun ada pembagian lain yang tidak menyertakan ruang

sublingual kedalam ruang submandibula, dan membagi ruang submandibula

menjadi ruang submental dan submaksila.3


Gambar. Potongan sagital faring4

2.1.3 Ruang parafaring

Ruang ini berbentuk kerucut dengan dasarnya yang terletak pada dasar

tengkorak dekat foramen jugularis dan puncaknya pada kornu mayus os hyoid.

Ruang ini dibatasi di bagian dalam oleh muskulus konstriktor faring superior,

batas luarnya adalah ramus asenden mandibula yang melekat dengan muskulus

pterigoid interna dan bagian posterior kelenjar parotis.5

Fossa ini dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama besar oleh os stiloid

dengan otot yang melekat padanya. Bagian anterior (prestiloid) adalah bagian

yang lebih luas dan dapat mengalami proses supuratif akibat tonsil yang

meradang, beberapa bentuk mastoiditis atau petrositis, atau dari karies dentis.5
Bagian yang lebih sempit di bagian posterior (post stiloid) berisi arteri

karotis interna, vena jugularis interna, nervus vagus, yang dibungkus dalam suatu

sarung yang disebut selubung karotis. Bagian ini dipisahkan dari ruang retrofaring

oleh suatu lapisan fasia yang tipis.5

2.2 Definisi

Abses leher dalam adalah terkumpulnya nanah (pus) di dalam ruang potensial

di antara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran dari berbagai sumber

infeksi, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga dan leher. Abses

leher dalam dapat berupa abses peritonsil, abses retrofaring, abses parafaring,

abses submandibula dan angina Lodovici.1,3

Abses submandibula di defenisikan sebagai terbentuknya abses pada ruang

potensial di regio submandibula yang disertai dengan nyeri tenggorok, demam

dan terbatasnya gerakan membuka mulut.3

Gambar 10. Anatomi ruang submandibula6


Ruang submandibula merupakan daerah yang paling sering terlibat

penyebaran infeksi dari gigi. Penyebab lain adalah infeksi kelenjar ludah, infeksi

saluran nafas atas, trauma, benda asing, dan 20% tidak diketahui fokus

infeksinya.6

2.3 Epidemiologi1

Huang dkk, dalam penelitiannya pada tahun 1997 sampai 2002, menemukan

kasus infeksi leher dalam sebanyak 185 kasus. Abses submandibula (15,7%)

merupakan kasus terbanyak ke dua setelah abses parafaring (38,4), diikuti oleh

Ludwig’s angina (12,4%), parotis (7%) dan retrofaring (5,9%).

Yang dkk, pada 100 kasus abses leher dalam yang diteliti April 2001 sampai

Oktober 2006 mendapatkan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 3:2.

Lokasi abses lebih dari satu ruang potensial 29%. Abses submandibula 35%,

parafaring 20%, mastikator 13%, peritonsil 9%, sublingual 7%, parotis 3%, infra

hyoid 26%, retrofaring 13%, ruang karotis 11%.

Di Bagian THT-KL Rumah Sakit dr. M. Djamil Padang selama 1 tahun

terakhir (Oktober 2009 sampai September 2010) didapatkan abses leher dalam

sebanyak 33 orang, abses peritonsil 11 (32%) kasus, abses submandibula 9 (26%)

kasus, abses parafaring 6 (18%) kasus, abses retrofaring 4 (12%) kasus, abses

mastikator 3(9%) kasus, abses pretrakeal 1 (3%) kasus.

2.4 Etiologi

Infeksi pada ruang submandibula dapat bersumber dari gigi, dasar mulut,

faring, kelenjar liur, atau kelenjar limfa submandibula. Kuman penyebab infeksi

leher dalam dapat kuman aerob maupun anaerob.3


2.5 Patogenesis1

Pembentukan abses merupakan hasil perkembangan dari flora normal dalam

tubuh. Flora normal dapat tumbuh dan mencapai daerah steril dari tubuh baik

secara perluasan langsung maupun melalui laserasi atau perforasi. Berdasarkan

kekhasan flora normal yang ada di bagian tubuh tertentu maka kuman dari abses

yang terbentuk dapat diprediksi berdasar lokasinya. Sebagian besar abses leher

dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman, baik kuman aerob, anaerob,

maupun fakultatif anaerob.

Pada kebanyakan membran mukosa, kuman anaerob lebih banyak dibanding

dengan kuman aerob dan fakultatif, dengan perbandingan mulai 10:1 sampai

10000:1. Bakteriologi dari daerah gigi, oro-fasial, dan abses leher, kuman yang

paling dominan adalah kuman anaerob yaitu, Prevotella, Porphyromonas,

Fusobacterium spp, dan Peptostreptococcus spp. Bakteri aerob dan fakultatif

adalah Streptococcus pyogenic dan Stapylococcus aureus.10 Sumber infeksi

paling sering pada abses leher dalam berasal dari infeksi tonsil dan gigi.

Infeksi gigi dapat mengenai pulpa dan periodontal. Penyebaran infeksi dapat

meluas melalui foramen apikal gigi ke daerah sekitarnya. Apek gigi molar I yang

berada di atas mylohyoid menyebabkan penjalaran infeksi akan masuk terlebih

dahulu ke daerah sublingual, sedangkan molar II dan III apeknya berada di bawah

mylohyoid sehingga infeksi akan lebih cepat ke daerah submaksila.

Parhischar dkk mendapatkan, dari 210 abses leher dalam, 175 (83,3%) kasus

dapat diidentifikasi penyebabnya. Penyebab terbanyak infeksi gigi 43%. Tujuh


puluh enam persen Ludwig’s angina disebabkan infeksi gigi, abses submandibula

61% disebabkan oleh infeksi gigi. Yang dkk melaporkan dari 100 orang abses

leher dalam, 77 (77%) pasien dapat diidentifikasi sumber infeksi sebagai

penyebab. Penyebab terbanyak berasal dari infeksi orofaring 35%, odontogenik

23%.

Penyebab lain adalah infeksi kulit, sialolitiasis, trauma, tuberkulosis, dan kista

yang terinfeksi. Pola kuman penyebab abses leher dalam berbeda sesuai dengan

sumber infeksinya. Infeksi yang berasal dari orofaring lebih banyak disebabkan

kuman flora normal di saluran nafas atas seperti streptokokus dan stafilokokus.

Infeksi yang berasal dari gigi biasanya lebih dominan kuman anaerob seperti,

Prevotella, Fusobacterium spp.

Penyebaran abses leher dalam dapat melalui beberapa jalan yaitu hematogen,

limfogen, dan celah antar ruang leher dalam. Beratnya infeksi tergantung dari

virulensi kuman, daya tahan tubuh dan lokasi anatomi

Infeksi dari submandibula dapat meluas ke ruang mastikor kemudian ke

parafaring. Perluasan infeksi ke parafaring juga dapat langsung dari ruang

submandibula. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah potensial lainnya.

2.6 Gejala Klinis

Pada abses submandibula didapatkan pembengkakan di bawah dagu atau di

bawah lidah baik unilateral atau bilateral, disertai rasa demam, nyeri tenggorok

dan trismus. Mungkin didapatkan riwayat infeksi atau cabut gigi. Pembengkakan

dapat berfluktuasi atau tidak. 3,6


2.7 Diagnosis

Diagnosis abses leher dalam ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis yang

cermat, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada beberapa kasus

kadang-kadang sulit untuk menentukan lokasi abses terutama jika melibatkan

beberapa daerah leher dalam dan jika pasien sudah mendapatkan pengobatan

sebelumnya.6

Pemeriksaan penunjang sangat berperan dalam menegakkan diagnosis.

Pada foto polos jaringan lunak leher anteroposterior dan lateral didapatkan

gambaran pembengkakan jaringan lunak, cairan di dalam jaringan lunak, udara di

subkutis dan pendorongan trakea. Pada foto polos toraks, jika sudah terdapat

komplikasi dapat dijumpai gambaran pneumotoraks dan juga dapat ditemukan

gambaran pneumomediastinum.6

Jika hasil pemeriksaan foto polos jaringan lunak menunjukkan kecurigaan

abses leher dalam, maka pemeriksaan tomografi komputer idealnya dilakukan.

Tomografi Komputer (TK) dengan kontras merupakan standar untuk evaluasi

infeksi leher dalam. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara selulitis dengan

abses, menentukan lokasi dan perluasan abses. Pada gambaran TK dengan kontras

akan terlihat abses berupa daerah hipodens yang berkapsul, dapat disertai udara di

dalamnya, dan edema jaringan sekitar. TK dapat menentukan waktu dan perlu

tidaknya operasi.6

Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan pencitraan resonansi

magnetik (Magneticresonance Imaging / MRI) yang dapat mengetahui lokasi

abses, perluasan dan sumber infeksi. Sedangkan Ultrasonografi (USG) adalah


pemeriksaan penunjang diagnostik yang tidak invasif dan relatif lebih murah

dibandingkan TK, cepat dan dapat menilai lokasi dan perluasan abses.ade

Foto panoramik digunakan untuk menilai posisi gigi dan adanya abses

pada gigi. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada kasus abses leher dalam yang

diduga sumber infeksinya berasal dari gigi.6

Pemeriksaan darah rutin dapat melihat adanya peningkatan leukosit yang

merupakan tanda infeksi. Analisis gas darah dapat menilai adanya sumbatan jalan

nafas. Pemeriksaan kultur dan resistensi kuman harus dilakukan untuk mengetahui

jenis kuman dan antibiotik yang sesuai.6

2.8 Penatalaksanaan

Antibiotik dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan

secara parenteral. Hal yang paling penting adalah terjaganya saluran nafas yang

adekuat dan drainase abses yang baik. 3,6

Seharusnya pemberian antibiotik berdasarkan hasil biakan kuman dan tes

kepekaan terhadap bakteri penyebab infeksi, tetapi hasil biakan membutuhkan

waktu yang lama untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pengobatan harus

segera diberikan.16 Sebelum hasil mikrobiologi ada, diberikan antibiotik kuman

aerob dan anaerob.6

Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk abses yang

dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam

dan luas.9 Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os

hyoid, tergantung letak dan luas abses. Eksplorasi dilakukan secara tumpul sampai

mencapai ruang sublingual, kemudian dipasang salir. Pasien dirawat inap sampai

1-2 hari gejala dan tanda infeksi reda.3


Adanya trismus menyulitkan untuk masuknya pipa endotrakea peroral.

Pada kasus demikian diperlukan tindakan trakeostomi dalam anastesi lokal. Jika

terdapat fasilitas bronkoskop fleksibel, intubasi pipa endotrakea dapat dilakukan

secara intranasal.6

Gambar 11. Alur pengobatan abses submandibula6

2.9 Komplikasi

Komplikasi terjadi karena keterlambatan diagnosis, terapi yang tidak tepat

dan tidak adekuat. Komplikasi diperberat jika disertai dengan penyakit diabetes

mellitus, adanya kelainan hati dan ginjal dan kehamilan. Komplikasi yang berat

dapat menyebabkan kematian. 3,6


Infeksi dapat menjalar ke ruang leher dalam lainnya, dapat mengenai

struktur neurovaskular seperti arteri karotis, vena jugularis interna dan n. X.

Penjalaran infeksi ke daerah selubung karotis dapat menimbulkan erosi sarung

karotis atau menyebabkan trombosis vena jugularis interna. Infeksi yang meluas

ke tulang dapat menimbulkan osteomielitis mandibula dan vertebra servikal.

Dapat juga terjadi obstruksi saluran nafas atas, mediastinitis, dehidrasi dan sepsis6
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 ANAMNESIS

IDENTITAS

Nama : Tn. D

Umur : 53 Th

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Suku bangsa : Minang

Alamat : Indarung

ANAMNESIS

Seorang pasien laki-laki berumur 53 tahun dibawa ke IGD RSUP. DR. M.

DJAMIL PADANG, pada 5 Desember 2016 dengan :

Keluhan Utama : Bengkak di bawah dagu yang semakin membesar sejak 4 hari

yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang:

- Bengkak di bawah dagu yang semakin membesar sejak 4 hari yang lalu.

Awalnya bengkak dirasakan sejak 1 minggu yang lalu, awalnya dibawah

dagu kiri kemudian meluas sampai ke dagu kanan.

- Riwayat sakit gigi sejak 10 hari yang lalu.

- Nyeri dan sukar membuka mulut sejak 3 hari yang lalu.


- Pasien hanya bisa minum dan makan makanan cair.

- Air ludah terkumpul di mulut ada.

- Suara bergumam ada.

- Keluar nanah dari mulut 4 jam sebelum masuk rumah sakit

- Nyeri dan sukar menggerakkan leher tidak ada

- Demam pada saat pasien masuk ke rumah sakit tidak ada

- Pasien tidak memiliki riwayat nyeri menelan berulang

- Sebelumnya pasien sudah dibawa ke Rumah Sakit Swasta, kemudian dirujuk

ke RSUP Dr. M. Djamil padang pada tanggal 5 Desember 2016 dengan

keluhan yang sama.

Riwayat Penyakit Dahulu:

- Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya

- Pasien tidak memiliki riwayat penyakit gula

Riwayat Penyakit Keluarga

- Tidak ada anggota keluarga pasien yang mempunyai riwayat penyakit gula.

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan:

- Sosial ekonomi menengah kebawah.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Komposmentis kooperatif


Tekanan darah : 110/60 mmHg

Frek.nadi : 88x/mnt, irama teratur

Frek.nafas : 18x/mnt, irama teratur, cuping hidung (-), retraksi (-).

Suhu : 37,6oC

PEMERIKSAAN SISTEMIK

Kepala : simetris, normosefal

Wajah : bengkak dibawah dagu

Mata : tak ditemukan kelainan

Paru : dalam batas normal

Jantung : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Ekstremitas : teraba hangat, refilling kapiler baik.

Status Lokalis THT

Telinga
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Kel kongenital Tidak ada Tidak ada
Daun telinga Trauma Tidak ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Kel. Metabolik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
Cukup lapang (N) Cukup lapang (N) Cukup lapang(N)
Diding liang Sempit
telinga Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Ada / Tidak Ada Ada
Serumen Bau Tidak ada Tidak ada
Warna kekuningan Kekuningan
Jumlah Sedikit Sedikit
Jenis Lunak Lunak

Membran timpani
Warna Putih mengkilat Putih mengkilat
Reflek cahaya (+) arah jam 5 (+) arah jam 7
Utuh Bulging Tidak ada Tidak ada
Retraksi Tidak ada Tidak ada
Atrofi Tidak ada Tidak ada
Jumlah perforasi Tidak ada Tidak ada
Perforasi Jenis Tidak ada Tidak ada
Kwadran Tidak ada Tidak ada
Pinggir Tidak ada Tidak ada
Tanda radang Tidak ada Tidak ada
Fistel Tidak ada Tidak ada
Mastoid Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada
Rinne (+) (+)
Tes garpu tala Schwabach Sama dengan Sama dengan
pemeriksa pemeriksa
Weber Tidak ada lateralisasi
Kesimpulan Telinga N Telinga N
Audiometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Hidung
Pemeriksaan Kelainan
Deformitas Tidak ada
Kelainan kongenital Tidak ada
Hidung luar Trauma Tidak ada
Radang Tidak ada
Massa Tidak ada

Sinus paranasal
Pemeriksaan Dekstra Sinistra
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada

Rinoskopi Anterior
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Vestibulum Vibrise Ada Ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Cukup lapang (N) Lapang Lapang
Cavum nasi Sempit
Lapang
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Sekret Jenis
Jumlah
Bau
Konka inferior Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Konka media Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Cukup
Cukup Lurus
lurus/deviasi
Permukaan Licin
Septum Warna Merah muda
Spina Tidak ada
Krista Tidak ada
Abses Tidak ada
Perforasi Tidak ada
Lokasi - -
Bentuk - -
Ukuran - -
Permukaan - -
Massa Warna - -
Konsistensi - -
Mudah digoyang - -
Pengaruh - -
vasokonstriktor

Rinoskopi Posterior
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Cukup lapang (N)
Koana Sempit Sukar dinilai Sukar dinilai
Lapang
Warna Sukar dinilai Sukar dinilai
Mukosa Edem Sukar dinilai Sukar dinilai
Jaringan granulasi Sukar dinilai Sukar dinilai
Ukuran Sukar dinilai Sukar dinilai
Konka superior Warna Sukar dinilai Sukar dinilai
Permukaan Sukar dinilai Sukar dinilai
Edem Sukar dinilai Sukar dinilai
Adenoid Ada/tidak Sukar dinilai Sukar dinilai
Muara tuba Tertutup sekret Sukar dinilai Sukar dinilai
eustachius Edem mukosa Sukar dinilai Sukar dinilai
Lokasi Sukar dinilai Sukar dinilai
Ukuran Sukar dinilai Sukar dinilai
Massa Bentuk Sukar dinilai Sukar dinilai
Permukaan Sukar dinilai Sukar dinilai
Post Nasal Drip Ada/tidak Sukar dinilai Sukar dinilai
Jenis Sukar dinilai Sukar dinilai

Orofaring dan mulut


Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Trismus Ada, 2 cm
Uvula Edema Sukar dinilai
Bifida Sukar dinilai
Simetris/tidak Sukar dinilai
Arkus Faring Warna Sukar dinilai
Edem Sukar dinilai
Bercak/eksudat Sukar dinilai
Dinding faring Warna Sukar dinilai
Permukaan Sukar dinilai
Ukuran Sukar dinilai Sukar dinilai
Warna Sukar dinilai Sukar dinilai
Permukaan Sukar dinilai Sukar dinilai
Muara kripti Sukar dinilai Sukar dinilai
Tonsil Detritus Sukar dinilai Sukar dinilai
Eksudat Sukar dinilai Sukar dinilai
Perlengketan
Sukar dinilai Sukar dinilai
dengan pilar
Warna Sukar dinilai Sukar dinilai
Peritonsil Edema Sukar dinilai Sukar dinilai
Abses Sukar dinilai Sukar dinilai
Lokasi Sukar dinilai Sukar dinilai
Bentuk Sukar dinilai Sukar dinilai
Tumor Ukuran Sukar dinilai Sukar dinilai
Permukaan Sukar dinilai Sukar dinilai
Konsistensi Sukar dinilai Sukar dinilai
Gigi Karies/Radiks Karies di molar 2
kiri bawah
Radix di molar 2
kiri atas
Kesan Higienitas mulut kurang
Warna Merah muda
Bentuk Normal
Lidah Deviasi Tidak ada
Massa Tidak ada

Laringiskopi Indirek
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Bentuk Sukar dinilai
Warna Sukar dinilai
Epiglotis Edema Sukar dinilai
Pinggir rata/tidak Sukar dinilai
Massa Sukar dinilai
Warna Sukar dinilai
Ariteniod Edema Sukar dinilai
Massa Sukar dinilai
Gerakan Sukar dinilai
Warna Sukar dinilai
Ventrikular band Edema Sukar dinilai
Massa Sukar dinilai
Warna Sukar dinilai
Plica vokalis Gerakan Sukar dinilai
Pingir medial Sukar dinilai
Massa Sukar dinilai
Subglotis/trakea Massa Sukar dinilai
Sekret Sukar dinilai
Sinus piriformis Massa Sukar dinilai
Sekret Sukar dinilai
Valekula Massa Sukar dinilai
Sekret ( jenisnya ) Sukar dinilai

FOTO KLINIS

PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium darah

 Hb : 15,5 gr/dl

 Leukosit : 18.100/mm3

 Trombosit : 228.000/mm3

 PT : 11,2

 APTT : 43,1
b. CT SCAN
RONTGEN THORAK

DIAGNOSIS KERJA : Abses Submandibula perluasan ke parafaring

DIAGNOSIS BANDING :-

TATALAKSANA

- Insisi dan eksplorasi abses

- IVFD RL + tramadol 8 jam /kolf

- Ranitidin 2 x 1 amp IV

- Ceftriaxone 2 x 1 gram IV

- Metronidazole 3 x 500 mg IV

- Asetil sistein 3 x 1 tab


FOLLOW UP

10/ 12/ 2016

S/ Sukar membuka mulut (-)

Bengkak dibawah rahang (+) menurun

Nyeri menelan (+)

Sukar menelan (-)

O/ KU : sedang kesadarah : CMC T : afebris

Status lokalis THT

Telinga ADS : LT :Lapang/Lapang, MT :Utuh/utuh, Reflek Cahaya : +/+

Hidung : KNDS : KN Lapang/Lapang, Konka inferior : Eutrofi/eutrofi, Deviasi

Septum: Tidak ada, Sekret : -/-

Tenggorok : Arkus Faring : simetris, uvula : ditengah, tonsil : T1 – T1 tenang,

dinding posterior faring tenang

Regio submandibula sinistra : hiperemis (+), udem (+), pus (+) 5 cc

A/ post insisi eksplorasi abses submandibula (S) perluasan ke parafaring

P/ Redressing 2x/hari

Tidur posisi tredelenberg

IVFD RL + tramadol 8 jam / kolf

Ceftriaxone 2 x 1 gr IV

Metronidazole 3 x 500 mg IV

Ranitidin 2 x 50 mg IV

Dexamethasone 3 x 5 mg IV

11/ 12/ 2016

S/ Sukar membuka mulut (-)


Bengkak di rahang bawah (+) menurun

Nyeri dada (-)

Sesak napas (-)

O/ KU : sedang kesadarah : CMC T : afebris

Status lokalis THT

Telinga ADS : LT :Lapang/Lapang, MT :Utuh/utuh, Reflek Cahaya : +/+

Hidung : KNDS : KN Lapang/Lapang, Konka inferior : Eutrofi/eutrofi, Deviasi

Septum: Tidak ada, Sekret : -/-

Tenggorok : Arkus Faring : simetris, uvula : ditengah, tonsil : T1 – T1 tenang,

dinding posterior faring tenang

Regio submandibula sinistra : hiperemis (+), udem (+), pus (+) 5 cc

A/ post insisi eksplorasi abses submandibula (S) perluasan ke parafaring

P/ redressing 2x/hari

Tidur posisi tredelenberg

IVFD RL + tramadol 8 jam / kolf

Ceftriaxone 2 x 1 gr IV

Metronidazole 3 x 500 mg IV

Ranitidin 2 x 50 mg IV

Betadin kumur 3 x 1 cup

12/ 12/ 2016

S/ sukar membuka mulut (-)

Nyeri dada (-)

Sesak napas (-)

Batuk (+)
Nyeri menelan (-)

O/ KU : sedang kesadarah : CMC T : afebris

Status lokalis THT

Telinga ADS : LT :Lapang/Lapang, MT :Utuh/utuh, Reflek Cahaya : +/+

Hidung : KNDS : KN Lapang/Lapang, Konka inferior : Eutrofi/eutrofi, Deviasi

Septum: Tidak ada, Sekret : -/-

Tenggorok : Arkus Faring : simetris, uvula : ditengah, tonsil : T1 – T1 tenang,

dinding posterior faring tenang

Regio submandibula sinistra : hiperemis (+), udem (+), pus (+)

A/ post insisi eksplorasi abses submandibula (S) perluasan ke parafaring

P/ redressing 2x/hari

Tidur posisi tredelenberg

IVFD RL + tramadol 8 jam / kolf

Ceftriaxone 2 x 1 gr IV

Metronidazole 3 x 500 mg IV

Ranitidin 2 x 50 mg IV

Asetil sistein 3 x 1

13/ 12/ 2016

S/ sukar membuka mulut (-)

Nyeri dada (-)

Sesak napas (-)

Keluar ludah bercampur nanah (-)

Nyeri menelan (-)

O/ KU : sedang kesadarah : CMC T : afebris


Status lokalis THT

Telinga ADS : LT :Lapang/Lapang, MT :Utuh/utuh, Reflek Cahaya : +/+

Hidung : KNDS : KN Lapang/Lapang, Konka inferior : Eutrofi/eutrofi, Deviasi

Septum: Tidak ada, Sekret : -/-

Tenggorok : Arkus Faring : simetris, uvula : ditengah, tonsil : T1 – T1 tenang,

dinding posterior faring tenang

Regio submandibula sinistra : hiperemis (+), udem (+), pus (+)

A/ post insisi eksplorasi abses submandibula (S) perluasan ke parafaring

P/ redressing 2x/hari

Tidur posisi tredelenberg

IVFD RL + tramadol 8 jam / kolf

Ceftriaxone 2 x 1 gr IV

Metronidazole 3 x 500 mg IV

Ranitidin 2 x 50 mg IV

Asetil sistein 3 x 1

Dexamethasone 3 x 5 mgIV

BAB III

DISKUSI

Seorang pasien laki-laki berumur 53 tahun dirawat di bangsal THT RSUP.

DR. M. DJAMIL PADANG, sejak 10 desember 2016 dengan keluhan pasien

adanya pembengkakan di bawah dagu sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.

Pembengkakan pada daerah leher bisa disebabkan oleh berbagai macam

penyebab, salah satunya karena infeksi pada leher dalam. Setelah dilakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis pasien ini dengan abses

submandibula dengan perluasan ke parafaring.

Pada pasien ini, didapatkan adanya riwayat nyeri pada gigi sejak 10 hari

sebelum masuk rumah sakit. Di literatur disebutkan bahwa sumber infeksi yang

dapat menyebaban infeksi pada leher dalam bisa berasal dari gigi, dasar mulut,

faring, kelenjar liur atau kelenjar limfa submandibula.3 Kuman penyebab infeksi

bisa kuman aerob maupun anaerob.

Tatalaksana definitif pada abses adalah evakuasi abses. Evakuasi abses

ini dilakukan dengan cara melakukan insisi pada tempat yang paling berfluktuasi

atau setinggi os hioid. Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anestesi lokal

maupun anestesi umum tergantung pada letak dan luasnya abses. Pada pasien ini,

dilakukan anestesi umum karena abses yang dalam dan luas. Yang perlu

diperhatikan sebelum melakukan insisi dan drainase abses adalah persiapan

terhadap kemungkinan akan dilakukannya trakeostomi karena tidak bisanya

dilakukan intubasi pada pasien.7 Pada pasien ini, sebelum dilakukan persiapan

operasi, telah dipersiapkan alat-alat trakeostomi terlebih dahulu. Insisi dari luar.

dilakukan pada 2 ½ jari dibawah dan sejajar mandibula.3

Setelah operasi selesai, pasien dirawat di ICU selama 4 hari. Setelah itu

pasien dipindah rawat ke bangsal THT. Tatalaksana yang diberikan pada pasien

ini adalah analgetik berupa tramadol 1 ampul dalam NaCl 0,9% dihabiskan dalam

8 jam. Antibiotik pilihan pada abses submandibula adalah antibiotik spektrum

luas karena kuman penyebabnya dapat berupa kuman aerob dan anaerob. Setelah

dilakukan insisi dan drainase pus, sebaiknya dilakukan kultur pus tersebut agar

pemberian antibiotik dapat disesuaikan dengan hasil kultur. Pada pasien ini
diberikan antibiotik. Pasien diberikan ceftriaxon inj 2 x 1, metronidazol drip 3 x

500 mg.

Pada pasien ini diberikan steroid, yaitu dexametason inj 3 x 1 amp.

Pemberian steroid ini untuk mengurangi udem pada area jalan napas. Salah satu

fungsi steroid pada pasien ini adalah untuk mengatasi inflamasi akibat dari

intubasi endotrakea yang dilakukan saat evakuasi abses. Ulserasi dan inflamasi

pada mukosa glotis dan subglotis dapat terjadi akibat trauma pada tindakan

intubasi itu sendiri dan akibat penekanan atau iritasi oleh pipa endrotrakea.8

Pada pasien ini diberikan ranitidin inj 2 x 1 amp. Ranitidin merupakan

antagonis reseptor H2 yang bekerja dengan cara menghambat secara kompetitif

pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung.

Pasien tirah baring dengan posisi tredelenberg, gunanya adalah untuk

mencegah terjadinya penurunan infeksi ke mediastinum (mediantinitis). jika

belum dilakukan insisi dan drainase, tujuannya adalah untuk mencegah aspirasi

jika abses pecah.

Abses yang terjadi pada pasien ini kemungkinan besar dibsebabkan oleh

karena infeksi dari giginya. Oleh karena itu, sebaiknya pasien dikonsulkan ke

bagian gigi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Novialdi. Pulungan, M. Rusli, Pola Kuman Abses Leher Dalam. Bagian

Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas/RSUP Dr. M. Djamil Padang

2. Bansal, M. 2013. Disease of Ear, Nose, and Throat Head and Neck Surgery.

New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd.

3. Fachruddin D. Abses leher dalam. Dalam: Iskandar M, Soepardi AE editor.

Buku ajar ilmu penyakit telinga hidung tenggorok. Edisi ke 7. Jakarta: Balai

Penerbit FK-UI. 2012:p. 204-208


4. Water, TR., Staecher H. 2005. Otolaryngology : Basic, Science and Clinical

Review. New York : Thieme.

5. Rusmarjono, Hermani B.. Odinofagia. Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, Ed.

Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher.Edisi. Jakarta:

FKUI, 2012, h. 193 - 194.

6. Asyari, Ade. Penatalaksanaan abses submandibula dengan penyulit uremia

dan infark miokardium lama. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah

Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/RSUP Dr. M. Djamil

Padang

7. Adams, L george. Penyakit-penyakit nasofaring dan orofaring. Dalam: Adams

L, Boies L, Higler P. Boies buku ajar penyakit THT Edisi keenam. Jakarta:

EGC, 1997, h 342-49

8. Dewi, R., Ambarsari C.G. Peran Kortikosteroid dalam Pencegahan Stridor

Pasca Ekstubasi pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 13, No. 1, 2011: 14 – 20.

Anda mungkin juga menyukai