Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sinusitis mengenai sekitar 16% populasi dewasa di Amerika Serikat, yang
menyebabkan biaya kesehatan sejumlah 5,8 milyar dollar Amerika pada tahun 1996.
Mayoritas pasien datang ke unit pelayanan kesehatan primer yaitu sebanyak 18 juta
kunjungan per tahun. Derajat gangguan aktivitas yang ditimbulkan sangat mendasar dan
sebanding dengan penyakit kronik lainnya seperti penyakit paru obstruktif kronis, angina
dan nyeri punggung.1
Komplikasi akibat sinus paranasal sangat bervariasi, baik lokal, intra orbital maupun
intrakranial. Sinusitis dengan komplikasi intra orbita adalah penyakit yang berpotensi fatal
yang telah dikenal sejak zaman Hippocrates. Diperkirakan bahwa 1 dari 5 pasien
mengalami komplikasi sinusitis sebelum era antibiotik.2,3 Pada era antibiotik saat ini 17%
dari penderita dengan selulitis orbita meninggal karena meningitis dan 20% mengalami
kebutaaan.4 Komplikasi intrakranial sinusitis jarang terjadi pada era antibiotik dimana
angka kejadiannya sekitar 4% pada pasien yang dirawat dengan sinusitis akut atau kronik.
Meskipun jarang, komplikasi ini dapat mengancam jiwa akibat komplikasi dari meningitis,
epidural empiema serta abses, trombosis sinus kavernosus, dan abses serebri.5
B. Batasan Masalah
Referat ini membahas mengenai sinusitis dengan komplikasinya meliputi anatomi
dan fisiologi sinus paranasal, definisi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, diagnosis,
pentalaksanaan dan komplikasi sinusitis.
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah unutk memahami mengenai anatomi dan
fisiologi

sinus

paranasal,

definisi,

etiologi,

klasifikasi,

patogenesis,

diagnosis,

pentalaksanaan dan komplikasi sinusitis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi dan Klasifikasi

Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi atau infeksi
virus, bakteri maupun jamur. Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus yang
ada (maksilaris, etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis). Sinusitis bisa bersifat akut
(berlangsung selama 3 minggu atau kurang) maupun kronis (berlangsung selama 3-8
minggu tetapi dapat berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun). Bila
mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus
paranasal disebut pansinusitis. Dari semua jenis sinusitis, yang paling sering ditemukan
adalah sinusitis maksilaris dan sinusitis ethmoidalis.
Secara klinis sinusitis dibagia atas :
1. Sinusitis akut, bila infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu.
2. Sinusitis subakut, bila infeksi beberapa minggu hingga beberapa bulan.
3. Sinusitis Kronis, bila infeksi beberapa bulah hingga beberapa tahun.
Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis
1. Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu yang
menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. Contohnya
rinitis akut (influenza), polip, dan septum deviasi
2. Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering menyebabkan
sinusitis infeksi adalah pada gigi geraham atas (pre molar dan molar). Bakteri
penyebabnya

adalah

Streptococcus

pneumoniae,

Hemophilus

influenza,

Steptococcus viridans, Staphylococcus aureus, Branchamella catarhatis1


B. Anatomi Rongga Hidung dan Sinus Paranasal

Sinus paranasal terdiri dari empat pasang, yaitu sinus frontal, sinus etmoid, sinus
maksila, dan sinus sfenoid. Sinus-sinus ini pada dasarnya adalah rongga-rongga udara yang
berlapis mukosa di dalam tulang wajah dan tengkorak. Pembentukannya dimulai sejak
2

dalam kandungan, akan tetapi hanya ditemukan dua sinus ketika baru lahir yaitu sinus
maksila dan etmoid.2 Sinus frontal mulai berkembang dari sinus etmoid anterior pada usia
sekitar 8 tahun dan menjadi penting secara klinis menjelang usia 13 tahun, terus
berkembang hingga usia 25 tahun. Pada sekitar 20% populasi, sinus frontal tidak ditemukan
atau rudimenter, dan tidak memiliki makna klinis. Sinus sfenoidalis mulai mengalami
pneumatisasi sekitar usia 8 hingga 10 tahun dan terus berkembang hingga akhir usia
belasan atau dua puluhan.3 Dinding lateral nasal mulai sebagai struktur rata yang belum
berdiferensiasi. Pertumbuhan pertama yaitu pembentukan maxilloturbinal yang kemudian
akan menjadi kokha inferior. Selanjutnya, pembentukan ethmoturbinal, yang akan menjadi
konka media, superior dan supreme dengan cara terbagi menjadi ethmoturbinal pertama
dan kedua. Pertumbuhan ini diikuti pertumbuhan sel-sel ager nasi, prosesus uncinatus, dan
infundibulum etmoid. Sinus-sinus kemudian mulai berkembang. Rangkaian rongga,
depresi, ostium dan prosesus yang dihasilkan merupakan struktur yang kompleks yang
perlu dipahami secara detail dalam penanganan sinusitis, terutama sebelum tindakan
bedah.2 Tulang-tulang pembentuk dinding lateral hidung dijelaskan dalam gambar 1.4

Gambar 1. Tulang-tulang pembentuk dinding lateral hidung (1. Nasal; 2. Frontal; 3.


Etmoid; 4. Sfenoid; 5. Maksila; 6. Prosesus palatina horizontal; 7. Konka
superior (etmoid); 8. Konka media (etmoid); 9. Konka inferior; 10. Foramene
sfenopalatina; 11. Lempeng pterigoid media; 13. Hamulus pterigoid media)4

Dari struktur di atas, dapat dilihat atap kavum nasi dibentuk oleh tulang-tulang
nasal, frontal, etmoid, sfenoid dan dasar kavum nasi dibentuk oleh maksila dan prosesus
palatina, palatina dan prosesus horizontal. Gambar 1 menunjukkan anatomi tulang-tulang
pembentuk dinding nasal bagian lateral. Tiga hingga empat konka menonjol dari tulang
etmoid, konka supreme, superior, dan media. Konka inferior dipertimbangkan sebagai
struktur independen.4 Masing-masing struktur ini melingkupi ruang di baliknya di bagian
lateral yang disebut meatus, seperti terlihat pada gambar 2.

Gambar 2. Meatus pada dinding lateral hidung4

Sebuah lapisan tulang kecil menonjol dari tulang etmoid yang menutupi muara
sinus maksila di sebelah lateral dan membentuk sebuah jalur di belakang konka media.
Bagian tulang kecil ini dikenal sebagai prosesus unsinatus.2 Jika konka media diangkat,
maka akan tampak hiatus semilunaris dan bulla etmoid seperti tampak pada gambar 3.
Dinding lateral nasal bagian superior terdiri dari sel-sel sinus etmoid yang ke arah lateral
berbatasan dengan epitel olfaktori dan lamina kribrosa yang halus. Superoanterior dari selsel etmoid terdapat sinus frontal. Aspek postero-superior dari dinding lateral nasal
merupakan dinding anterior dari sinus sfenoid yang terletak di bawah sela tursika dan sinus
kavernosa.4

Gambar 3. Struktur di balik konka

Sinus paranasal dalam kondisi normal mengalirkan sekresi dari mukosa ke daerah
yang berbeda dalam kavum nasi seperti terlihat dalam gambar 4. Aliran sekresi sinus
sfenoid menuju resesus sfenoetmoid, sinus frontal menuju infundibulum meatus media,
sinus etmoid anterior \menuju meatus media, sinus etmoid media menuju bulla etmoid dan
sinus maksila menuju meatus media. Struktur lain yang mengalirkan sekresi ke kavum nasi
adalah duktus nasolakrimalis yang berada kavum nasi bagian anterior.4

Gambar 4. Aliran sekresi sinus4

C. Etiologi dan Faktor Predisposisi sinusitis

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, infeksi
bakteri, jamur, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil.
Faktor lokal seperti anomali kraniofasial, obstruksi nasal, trauma, polip hidung, deviasi
septum atau hipertrofi konka, sumbatan komplek osteomeatal, infeksi tonsil, infeksi gigi,
juga dapat menjadi faktor predisposisi sinusistis. Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan
faktor penting penyebab terjadinya sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk
menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan rinosinositisnya. Faktor lain yang juga
berpengaruh adalah polusi udara, udara dingan dan kering serta kebiasaan merokok.1
Berbagai faktor infeksius dan nonifeksius dapat memberikan kontribusi dalam
terjadinya obstruksi akut ostia sinus atau gangguan pengeluaran cairan oleh silia, yang
akhirnya menyebabkan sinusitis. Penyebab nonifeksius antara lain adalah rinitis alergika,
barotrauma, atau iritan kimia. Penyakit seperti tumor nasal atau tumor sinus (squamous cell
carcinoma),

dan

juga

penyakit

granulomatus

(Wegeners

granulomatosis

atau

rhinoskleroma) juga dapat menyebabkan obstruksi ostia sinus, sedangkan konsisi yang
menyebabkan perubahan kandungan sekret mukus (fibrosis kistik) dapat menyebabkan
sinusitis dengan mengganggu pengeluaran mukus. 1
Di rumah sakit, penggunaan pipa nasotrakeal adalah faktor resiko mayor untuk
infeksi nosokomial di unit perawatan intensif. Infeksi sinusitis akut dapat disebabkan
berbagai organisme, termasuk virus, bakteri, dan jamur. Virus yang sering ditemukan
adalah rhinovirus, virus parainfluenza, dan virus influenza. Bakteri yang sering
menyebabkan sinusitis adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan
moraxella catarralis. Bakteri anaerob juga terkadang ditemukan sebagai penyebab sinusitis
maksilaris, terkait dengan infeksi pada gigi premolar. Sedangkan jamur juga ditemukan
sebagai penyebab sinusitis pada pasien dengan gangguan sistem imun, yang menunjukkan
infeksi invasif yang mengancam jiwa. Jamur yang menyebabkan infeksi antara lain adalah
dari spesies Rhizopus, rhizomucor,Mucor, Absidia, Cunninghamella, Aspergillus, dan
Fusarium. 1

D.

Patogenesis
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran

klirens dari mukosiliar di dalam kompleks osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga
mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan
terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. 1
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa
yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak
dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus, sehingga silia
menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan
merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen.1

Gambar 5. Patogenesis Sinusitis5


Bila sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga
timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi
hipertrofi, polipoid atau pembentukan kista. Polip nasi dapat menjadi manifestasi klinik
dari penyakit sinusitis. Polipoid berasal dari edema mukosa, dimana stroma akan terisi oleh
cairan interseluler sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus
berlanjut, dimana mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian turun ke dalam
rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terjadilah polip.6

Perubahan yang terjadi dalam jaringan dapat disusun seperti dibawah ini, yang
menunjukkan perubahan patologik pada umumnya secara berurutan :
1. Jaringan submukosa di infiltrasi oleh serum, sedangkan permukaannya
kering. Leukosit juga mengisi rongga jaringan submukosa.
2. Kapiler berdilatasi, mukosa sangat menebal dan merah akibat edema dan
pembengkakan struktur subepitel. Pada stadium ini biasanya tidak ada kelainan
epitel.
3. Setelah beberapa jam atau sehari dua hari, serum dan leukosit keluar melalui epitel
yang melapisi mukosa. Kemudian bercampur dengan bakteri, debris, epitel dan
mukus. Pada beberapa kasus perdarahan kapiler terjadi dan darah bercampur dengan
sekret. Sekret yang mula-mula encer dan sedikit, kemudian menjadi kental dan
banyak, karena terjadi koagulasi fibrin dan serum.
4. Pada banyak kasus, resolusi terjadi dengan absorpsi eksudat dan berhentinya
pengeluaran leukosit memakan waktu 10 14 hari.
5. Akan tetapi pada kasus lain, peradangan berlangsung dari tipe kongesti ke tipe
purulen, leukosit dikeluarkan dalam jumlah yang besar sekali. Resolusi masih
mungkin meskipun tidak selalu terjadi, karena perubahan jaringan belum menetap,
kecuali proses segera berhenti. Perubahan jaringan akan menjadi permanen, maka
terjadi perubahan kronis, tulang di bawahnya dapat memperlihatkan tanda osteitis
dan akan diganti dengan nekrosis tulang.6
Perluasan infeksi dari sinus kebagian lain dapat terjadi : (1) Melalui suatu
tromboflebitis dari vena yang perforasi; (2) Perluasan langsung melalui bagian dinding
sinus yang ulserasi atau nekrotik; (3) Dengan terjadinya defek; dan (4) melalui jalur
vaskuler dalam bentuk bakterimia. Masih dipertanyakan apakah infeksi dapat disebarkan
dari sinus secara limfatik.6

E. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Berdasarkan beratnya penyakit, sinusitis dapat dibagi menjadi ringan, sedang

dan berat. Sedangkan berdasarkan lamanya penyakit sinusitis dibagi menjadi akut dan
kronik, yang dikatakan akut adalah bila gejala berlangsung <12 minggu, sedangkan kronik
bila gejala berlangsung >12 minggu termasuk rinosinusitis kronik eksaserbasi akut.7,8
1.

Sinusitis Akut
Sinusitis akut umumnya dimulai dari infeksi saluran pernafasan atas oleh virus yang

melebihi 10 hari. Organisme yang umum menyebabkan sinusitis akut termasuk


Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza dan Moraxella catarrhalis. Diagnosis
dari sinusitis akut dapat ditegakkan ketika infeksi saluran napas atas oleh virus tidak
sembuh salama 10 hari atau memburuk setelah 5-7 hari.8
Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus,
terdapat transudasi di rongga-rongga sinus, mula-mula serous yang biasanya sembuh dalam
beberapa hari tanpa pengobatan. Selanjutnya diikuti oleh infeksi bakteri , yang bila kondisi
ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya
dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. 1
Dari anamnesis didapatkan keluhan utama sinusitis akut ialah hidung tersumbat
disertai nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang sering sekali turun ke
tenggorok (post nasal drip). Dapat juga disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu.
Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena, merupakan ciri khas sinusitis
akut, serta kadang-kadang nyeri juga dirasakan di tempat lain (reffered pain). Nyeri pipi,
gigi, dahi dan depan telinga menandakan sinusitis maksila. Nyeri di antara atau di belakang
kedua bola mata dan pelipis menandakan sinusitis etmoid. Nyeri di dahi atau seluruh kepala
menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di verteks, oksipital,
belakang

bola

mata

dan

daerah

mastoid.

Gejala

lain

adalah

sakit

kepala,

hipoosmia/anosmia, halitosis, post nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada
anak.1

Gejala sugestif untuk menegakkan diagnosis terlihat pada tabel 1. Gejala yang berat
dapat menyebabkan beberapa komplikasi, dan pasien tidak seharusnya menunggu sampai
5-7 hari sebelum mendapatkan pengobatan.7
Gejala mayor
Gejala minor
Nyeri atau rasa tertekan pada wajah Sakit kepala
Sekret nasal purulen
Batuk
Demam
Rasa lelah
Kongesti nasal
Rasa lelah
Obstruksi nasal
Halitosis
Hiposmia atau anosmia
Nyeri gigi
Diagnosis memerlukan dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dengan dua
kriteria minor pada pasien dengan gejala lebih dari 7 hari.
Pada rinoskopi anterior tampak pus keluar dari meatus superior atau nanah di
meatus medius pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior,
sedangkan pada sinusitis etmoid posterior dan sinusitis sfenoid tampak pus di meatus
superior. Pada rinoskopi posterior tampak pus di nasofaring (post nasal drip). Pada
pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.1
Pemeriksaan radiologik yang dibuat adalah posisi waters, PA dan lateral. Akan
tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara (air fluid level) pada
sinus yang sakit.1

Gambar 6. Pemeriksaan Radiologi untuk Sinus Paranasal9


a.

Sinusitis Maksilaris

10

Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila. Gejala sinusitis maksilaris akut berupa
demam, malaise dan nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian
analgetik biasa seperti aspirin. Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada
gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat
nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri pada palpasi dan perkusi. Sekret
mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk.1
Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya pus dalam hidung, biasanya dari meatus
media, atau pus atau sekret mukopurulen dalam nasofaring. Sinus maksilaris terasa nyeri
pada palpasi dan perkusi. Transluminasi berkurang bila sinus penuh cairan. Pada
pemeriksaan radiologik foto polos posisi waters dan PA, gambaran sinusitis maksilaris akut
mula-mula berupa penebalan mukosa, selanjutnya diikuti opasifikasi sinus lengkap akibat
mukosa yang membengkak hebat, atau akibat akumulasi cairan yang memenuhi sinus.
Akhirnya terbentuk gambaran air-fluid level yang khas akibat akumulasi pus.3
b. Sinusitis Etmoidalis
Sinusitis etmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali bermanifestasi
sebagai selulitis orbita. Dari anamnesis didapatkan nyeri yang dirasakan di pangkal hidung
dan kantus medius, kadang-kadang nyeri di bola mata atau di belakangnya, terutama bila
mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis, post nasal drip dan sumbatan hidung. Pemeriksaan
fisik didapatkan nyeri tekan pada pangkal hidung.1,3
c. Sinusitis Frontalis
Nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang
tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang malam. Pasien biasanya
menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh dan mungkin terdapat pembengkakan
supra orbita. Pemeriksaan fisik, nyeri yang hebat pada palpasi atau perkusi di atas daerah
sinus yang terinfeksi merupakan tanda patognomonik pada sinusitis frontalis.1
d. Sinusitis Sfenoidalis

11

Sinusitis sfenoidalis dicirikan oleh nyeri kepala yang mengarah ke verteks kranium.
Penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis dan oleh karena itu gejalanya
menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lainnya 6
.

2. Sinusitis Kronis
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Selama eksaserbasi
akut, gejala mirip dengan sinusitis akut; namun diluar masa itu, gejala berupa suatu
perasaan penuh pada wajah dan hidung, dan hipersekresi yang seringkali mukopurulen.
Kadang-kadang hanya satu atau dua dari gejala-gejala dibawah ini yaitu sakit kepala
kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat
sumbatan kronik muara tuba eustachius, gangguan ke paru seperti bronkitis (sinobronkitis), bronkiektasi, dan yang penting adalah serangan asma yang meningkat dan sulit
diobati. Hidung biasanya sedikit tersumbat, dan tentunya ada gejala-gejala faktor
predisposisi, seperti rinitis alergika yang menetap, dan keluhan-keluhannya yang menonjol.
Pasien dengan sinusitis kronik dengan polip nasi lebih sering mengalami hiposmia dan
lebih sedikit mengeluhkan nyeri atau rasa tertekan daripada yang tidak memiliki polip nasi.
Bakteri yang memegang peranan penting dalam patogenesis rinosinusitis kronik masih
kontroversial. Organisme yang umum terisolasi pada sinusitis kronik termasuk
Staphylococcus aureus, bakteri anaerob dan gram negatif seperti Pseudomonas
aeruginosa.6,8

12

F. Penatalaksanaan
1. Sinusitis Akut
Antibiotik merupakan kunci dalam penatalaksanaan sinusitis supuratif akut.
Amoksisilin merupakan pilihan tepat untuk kuman gram positif dan negatif. Vankomisin
untuk kuman S. pneumoniae yang resisten terhadap amoksisilin. Pilihan terapi lini pertama
yang lain adalah kombinasi eritromicin dan dulfonamide atau cephalexin dan
sulfonamide.10
Antibiotik parenteral diberikan pada sinusitis yang telah mengalami komplikasi
seperti komplikasi orbita dan komplikasi intrakranial, karena dapat menembus sawar darah
otak. Ceftriakson merupakan pilihan yang baik karena selain dapat membasmi semua
bakteri terkait penyebab sinusitis, kemampuan menembus sawar darah otaknya juga baik.10
Pada sinusitis yang disebabkan oleh bakteri anaerob dapat digunakan metronidazole
atau klindamisin. Klindamisin dapat menembus cairan serebrospinal. Antihistamin hanya
diberikan pada sinusitis dengan predisposisi alergi. Analgetik dapat diberikan. Kompres
hangat dapat juga dilakukan untuk mengurangi nyeri.10
Tindakan bedah sederhana pada sinusitis maksilaris kronik adalah nasoantrostomi
atau pembentukan fenestra nasoantral. Ekmoidektomi dilakukan pada sinusitis etmoidalis.
Frontoetmoidektomi eksternal dilakukan pada sinusitis frontalis. Eksplorasi sfenoid
dilakukan pada sinusitis sfenoidalis. Pembedahan sinus endoskopik merupakan suatu teknik
yang memungkinkan visualisasi yang baik dan magnifikasi anatomi hidung dan ostium
sinus normal bagi ahli bedah, teknik ini menjadi populer akhir-akhir ini3.

13

Onset tiba-tiba dari 2 atau lebih gejala, salah sa


Kead
tunya termasuk hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek; sekret hidung anterior/
Edem
p
Penghidu terganggu/ hilang
Pend
Pemeriksaan: Rinoskopi Anterior
Peng
Foto Polos SPN/ Tomografi Komputer tidak direkomendasikan
Ofta
Penu
Nyer
Beng
Tand

Gejala menetap atau m


Gejala kurang dari 5 hari atau membaik setelahnya

Common cold

Sedang

Pengobatan simtomatik

Steroid topikal

Tidak ada perbaikan setelah 14 hari


Perbaikan dalam 48 jam

Rujuk ke dokter spesialis Teruskan terapi untuk 7-14 h

Gambar 7. Skema penatalaksanaan rinosinusitis akut pada dewasa untuk pelayanan


kesehatan primer berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitisnand
Nasal Polyps 20077

14

2.

Sinusitis Kronis

2 atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek; sekre
Piki
Penghidu terganggu/ hilang
Gej
Pemeriksaan: Rinoskopi Anterior
Per
Foto Polos SPN/ Tomografi Komputer tidak direkomendasikan
Kru
Gan
Gej
Ede
Pen
Pen
Tersedia Endoskopi
Oft
Nye
Ben
Tan
Polip

Tidak ada pol

Ikuti skema polip hidung


Ikuti Dokter
skema Spesialis
Rinosinusitis
THTkronik D

Rujuk Dokter Spesialis THT jika Operasi Dipe

Gambar 8. Skema penatalaksanaan rinosinusitis kronik dengan atau tanpa polip hidung
pada dewasa untuk pelayanan kesehatan primer dan dokter spesialis non THT
berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitisnand Nasal Polyps
20077
15

Pertimbangkan
diagnosis
lain sak
:
jernih;
nyeri bagian
frontal,
Gejala unilateral
Perdarahan
Krusta
Kakosmia
Gejala Orbita
Edema Periorbita
Penglihatan ganda
Oftalmoplegi
Nyeri kepala bagian frontal yang
Edem frontal
Tanda meningitis
atau tanda
2 atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung tersumbat atau sekret hidung berwarnar;
Pertimbangkan
nyeri
diagnosis
bagian
frontal,
lain :foks
Gangguan Penghidu
Gejala unilateral
Pemeriksaan THT termasuk Endoskopi: Pertimbangkan Tomografi Komputer
Perdarahan
Ringan VAS 0-3
Sedang atau berat VAS >3-10
Gambar 9. Skema penatalaksanaan
berbasis bukti rinosinusitis kronik tanpa
polip
hidung
Tes Alergi
Krusta
pada
dewasa
untuk
dokter
spesialis
THT
berdasarkan
European
Position
Pertimbangkan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit penyerta; misal ASA
Kakosmia Paper
7
on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2007
Gejala Orbita
Steroid topikal
Perlu invest
Steroid topikal Intranasal cuci hidung Gagal setelah 3 bulan
Edema Periorbita
Cuci hidung
Penglihatan
Kulturganda
& resistensi Kuman
Makrolid jangka panjang
Oftalmoplegi
Nyeri kepala bagian frontal yang
Perbaikan
Edem frontal
Tanda meningitis atau tanda foka
2 atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung tersumbat atau pilek yang tidak
Gangguan Penghidu
Pemeriksaan THT termasuk Endoskopi: Pertimbangkan Tomografi Komputer
Tes Alergi
Pertimbangkan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit penyerta; misal Asma

Gag

Tindak lanjut Jangka Panjang + cuci hidung


Steroid topikal
Makrolide jangka panjang

Tom
Ringan VAS 0-3

Sedang VAS 3-7

Berat VAS > 10

Perlu investig
Steroid topikal (spray)

Steroid topikal tetes hidung Steroid oral jangka pendek


Steroid topikal

Gambar 10. Skema penatalaksanaan rinosinusitis kronik dengan polip hidung pada
Dievaluasi setelah 3 bulan
dewasa untuk dokter spesialis THT berdasarkan European Position Evaluasi
Paper on
setelah 1 bulan
7
Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2007
G.

Komplikasi Sinusitis

Perbaikan

Tidak membaik
Perbaikan

Sinusitis merupakan suatu penyakit yang tatalaksananya berupa rawat jalan.


Lanjutkan Steroid Topikal

Pengobatan rawat inap di rumah sakit merupakan hal yang jarang kecuali jika ada
Evaluasi setiap 6 bulan

16
Tindak lanjut
Cuci hidung
Steroid topikal + oral
Antibiotika jangka panjang

To

komplikasi dari sinusitis itu sendiri. Walaupun tidak diketahui secara pasti, insiden dari
komplikasi sinusitis diperkirakan sangat rendah. Salah satu studi menemukan bahwa
insiden komplikasi yang ditemukan adalah 3%. Sebagai tambahan, studi lain menemukan
bahwa hanya beberapa pasien yang mengalami komplikasi dari sinusitis setiap tahunnya.
Komplikasi dari sinusitis ini disebabkan oleh penyebaran bakteri yang berasal dari sinus ke
struktur di sekitarnya. Penyebaraan yang tersering adalah penyebaran secara langsung
terhadap area yang mengalami kontaminasi.11
Komplikasi dari sinusitis tersebut antara lain :11
1. Komplikasi lokal
a) Mukokel
b) Osteomielitis (Potts puffy tumor)
2. Komplikasi orbital
a)

Inflamatori edema

b)

Abses orbital

c)

Abses subperiosteal

d)

Trombosis sinus cavernosus.


3. Komplikasi intrakranial

a)

Meningitis

b)

Abses Subperiosteal
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik.

Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan
eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intracranial.1
CT scan merupakan suatu modalitas utama dalam menjelaskan derajat penyakit sinus
dan derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan ini
harus rutin dilakukan pada sinusitis refrakter, kronik atau berkomplikasi.3

17

BAB III
KESIMPULAN
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Rinitis dan
sinusitis biasanya terjadi bersamaan dan saling terkait pada kebanyakan individu, sehingga
terminologi yang digunakan saat ini adalah rinosinusitis. Komplikasi akibat sinus paranasal
sangat bervariasi, baik lokal, intra orbital maupun intra kranial. Sinusitis dengan komplikasi
intra orbita adalah penyakit yang berpotensi fatal yang telah dikenal sejak zaman
Hippocrates. Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran
klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Komplikasi dari sinusitis
tersebut antara lain komplikasi lokal, orbital dan intrakranial. Komplikasi lokal antara lain
mukokel dan osteomielitis (Potts puffy tumor). Komplikasi orbital adalah inflamatori
edema, abses orbital dan trombosis sinus cavernosus. Komplikasi intrakranial antara lain
meningitis dan abses subperiosteal

18

DAFTAR PUSTAKA
1. Mangunkusumo E, Rifki N. Sinusitis. Dalam: Supardi EA, Iskandar N, editor. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Ed. Jakarta: Balai
Penerbitan FKUI; 2001.
2. Quinn FB. Paranasal Sinus Anatomy and Function. 09 Januari 2009.Diunduh dari
http://www.utmb.edu/otoref/Grnds/Paranasal-Sinus-2002-01/Paranasal-sinus-200201.htm.
3. Hilgher PA. Penyakit Sinus Paranasalis. Dalam: Adams, Boies, Higler. Buku Ajar
Penyakit THT Edisi 6. Jakarta: EGC; 1997.
4. Norman W. Nasal Cavity, Paranasal Sinuses, Maxillary Division of Trigeminal Nerve.
1999. Diunduh dari http://home.comcast.net/~wnor/lesson9.htm.
5. Netter, Frank H. A Collection Of Medical Illustration. Di unduh dari
www.netterimages.comHilgher PA. Penyakit Sinus Paranasalis. Dalam: Adams, Boies,
Higler. Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Jakarta: EGC; 1997. hal 240-53
6. Ballenger. J. J., Infeksi Sinus Paranasal. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok
Kepala dan Leher. Ed 13 (1). Jakarta : Binaputra Aksara. 1994; hal : 232 41
7. Fokkens W, Lund V, Mullol J. European Position Paper on Nasal Polyps. 2007
8. Lawanil AK. Acute and Chronic Sinusitis. Current Diagnosis and Treatment in
Otolaringology. 2nd Edition. New York : Departement of Otolaringology New York
University School Of Medicine. 2007.
9. Ramanan RV. Sinusitis Imaging : Imaging. Departement of Radiology The Apollo Heart
Centre India. Diunduh dari http : //eMedicine-Radiology.com.
10. Byron J. Rhinosinusitis : Current Concepts and Management. Dalam Head and Neck
Surgery Otolaryngology. 2001.
11. Schwartz G, White S. Complications of Acute and Chronic Sinusitis and Their
management; dalam Sinusitis from Microbiology to Management. Brook I. New York :
Taylor and Francis Group. 2006

19

20

Anda mungkin juga menyukai