Anda di halaman 1dari 11

2.

1 DEFINISI
Perdarahan intracranial mengacu pada perdarahan yang terjadi didalam kepala atau
tengkorak namun belum tentu didalam otak (intraserebral).1
Perdarahan Intrakranial ialah perdarahan dalam rongga kranium dan isinya. Sebab
Perdarahan Intrakranial banyak. Sering Perdarahan Intrakranial tak dikenal/dipikirkan
karena gejala-gejalanya tidak khas.(2)
Perdarahan intrakranial adalah perdarahan yang tiba-tiba dalam jaringan otak
merupakan bentuk yang menghancurkan pada stroke hemmorage dan dapat terjadi pada
semua umur dan juga akibat trauma kepala seperti kapitis, tumor otak,dll.
2.2 ETIOLOGI
Penyebab utama dari perdarahan intrkranial adalah trauma. Faktor predisposisi yang
dapat meningkatkan kejadian perdarahan intracranial diantaranya;
1. Bayi premature. Bayi premature akan lebih sensitif terhadap trauma.
2. Ekstraksi pada bokong. Dimana persalinan dengan kejadian after-coming
head mendapatkan penanganan yang menyebabkan terjadinya persalinan
dengan singkat atau penuh dengan intervensi.
3. Partus presipitatus, dimana terdapat kompresi yang tiba-tiba terhadap
kepala bayi.
4. Persalinan sulit atau persalinan lama dimana terjadi molase yang begitu
5.
6.
7.
8.

kuat pada kepala.


Persalinan dengan alat.
Terdapat disproporsi cepalopelvik
Presentasi abnormal
Kekerasan terhadap bayi

Bayi yang premature dan persalinan lama menunjukan insiden perdarahan


intracranial lebih sering terjadi.

2.3 PATOGENESIS
Pada trauma kelahiran, perdarahan terjadi oleh kerusakan/ robekan pembuluhpembuluh darah intrakranial secara langsung. Pada perdarahan yang bukan karena
trauma kelahiran,faktor dasar ialah prematuritas; pada bayi-bayi tersebut, pembuluh
darah otak masih embrional dengan dinding tipis, jaringan penunjang sangat kurang dan
pada beberapa tempat tertentu jalannya berkelok-kelok, kadang-kadang membentuk
huruf U. Sehingga mudah sekali terjadi kerusakan bila ada faktor- faktor pencetus
(hipoksia/iskemia).

Keadaan

ini

terutama

terjadi

pada

perdarahan

intraventrikuler/periventrikuler. Perdarahan epidural/ ekstradural terjadi oleh robekan


arteri atau vena meningika media antara tulang tengkorak dan duramater. Keadaan ini
jarang ditemukan pada neonatus. Tetapi perdarahan subdural merupakan jenis PIN yang
banyak dijumpai pada BCB. Di sini perdarahan terjadi akibat pecahnya vena-vena
kortikal yang menghubungkan rongga subdural dengan sinus-sinus pada duramater.
Perdarahan subdural lebih sering pada Bayi Cukup Bulan daripada Bayi Kurang Bulan
sebab pada Bayi Kurang Bulan vena-vena superfisial belum berkembang baik dan
mulase tulang tengkorak sangat jarang terjadi. Perdarahan dapat berlangsung perlahanlahan dan membentuk hematoma subdural.
Pada robekan tentorium serebeli atau vena galena dapat terjadi hematoma
retroserebeler. Gejala-gejala dapat timbul segera dapat sampai berminggu-minggu,
memberikan gejala - gejala kenaikan tekanan intrakranial. Dengan kemajuan dalam
bidang obstetri, insidensi perdarahan subdural sudah sangat menurun. Pada perdarahan
subaraknoid, perdarahan terjadi di rongga subaraknoid yang biasanya ditemukan pada
persalinan sulit. Adanya perdarahan subaraknoid dapat dibuktikan dengan fungsi likuor.
Pada perdarahan intraserebral/intraserebeler, perdarahan terjadi dalam parenkim otak,
jarang pada neonatus karena hanya terdapat pada trauma kepala yang sangat hebat
(kecelakaan) Perdarahan intraventrikuler dalam kepustakaan ada yang gabungkan
bersama perdarahan intraserebral yang disebut perdarahan periventrikuler. Dari semua
jenis Perdarahan Intrakranial Neonatus, perdarahan periventrikuler memegang peranan
penting, karena frekuensi dan mortalitasnya tinggi pada bayi prematur. Sekitar 7590%

perdarahan

peri

ventrikuler

berasal

dari

jaringan

subependimal

germinal

matriks/jaringan embrional di sekitar ventrikel lateral. Pada perdarahan intraventrikuler,


yang berperanan penting ialah hipoksia yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh
darah otak dan kongesti vena. Bertambahnya aliran darah ini, meninggikan tekanan
pembuluh darah otak yang diteruskan ke daerah anyaman kapiler sehingga mudah
ruptur. Selain hipoksia, hiperosmolaritas pula dapat menyebabkan perdarahan
intraventrikuler. Hiperosmolaritas antara lain terjadi karena hipernatremia akibat
pemberian natrium bikarbonat yang berlebihan/plasma ekspander. Keadaan ini dapat
meninggikan tekanan darah otak yang diteruskan ke kapiler sehingga dapat pecah.
2.4 KLASIFIKASI
Terdapat empat tipe perdarahan intracranial yang dapat dialami oleh bayi.
Diantaranya; perdarahan subdural, perdarahan epidural, perdarahan intraserebral dan
perdarahan periventrikuler-intraventikuler (PVH-IVH). PVH-IVH adalah perdarahan
intracranial yang paling sering terjadi.
1. Perdarahan subdural.
Hemoragi subdural mungkin sekali selalu disebabkan oleh trauma
kapitis walaupun mungkin traumanya tak berarti. Yang sering berdarah ialah
bridging veins, karena tarikan ketika terjadi pergeseran rotatorik pada otak.
Perdarahan subdural paling sering terjadi pada permukaan lateral dan atas
hemisferium dan sebagian di daerah temporal sesuai dengan bridging veins.
Karena perdarahan subdural sering oleh perdarahan vena, maka darah yang
terkumpul berjumlah hanya 100 sampai 200 cc saja.
Gejala-gejala tersebut bias berupa kesadaran yang menurun,
organic brain syndrome, hemiparesis ringan, hemihipestesia, adakalanya
epilepsi fokal dengan adanya tanda-tanda papiledema. Perdarahan subdural
pada bayi baru lahir biasanya terjadi karena trauma yang disebabkan adanya
disproporsi sepalopelvik, presentasi abnormal, partus presipitatus dan
persalinan dengan intervensi alat.
2. Perdarahan epidural

Akibat trauma krapitis tengkorak (retak). Fraktur yang paling ringan


ialah fraktur linear. Jika gaya destruktifnya lebih kuat, bisa timbul fraktur
yang berupa bintang (stelatum), atau fraktur impresi yang dengan kepingan
tulangnya menusuk ke dalam ataupun fraktur yang merobek dura dan
sekaligus melukai jaringan otak (laserasio).
Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran yang menurun secara
progresif. Pupil pada sisi perdarahan pertama-tama sempit, tetapi kemudian
menjadi lebar dan tidak bereaksi terhadap penyinaran cahaya. Gejala-gejala
respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan tahap- tahap disfungsi
rostrokaudal batang otak. Pada tahap kesadaran sebelun stupor atau koma,
bisa dijumpai hemiparesis atau seranagan epilepsi fokal.
Perdarahan epidural lebih sering terjadi pada bayi dimana tingginya
<4 kaki dimana pusat dari gravitasi tubuhnya terdapat pada kepala dan
kecenderungan untuk jatuh dengan kepala terlebih dahulu.
3. Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis yang berupa hematom
hanya berupa perdarahan kecil-kecil saja. Perdarahan semacam itu sering
terdapat di lobus frontalis dan temporalis.
Jika penderita dengan perdarahan intra serebral luput dari kematian,
perdarahannya akan direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan kavitasi.
Keadaan ini bisa menimbulkan manifestasi neurologic sesuai dengan fungsi
bagian otak yang terkena.
4. Perdarahan periventrikuler-intraventikuler
Karena matriks germinal (daerah dengan vaskularisasi tinggi
berbatasan dengan daerah vebtrikel otak) ada sampai kehamilan 35
minggu, perdarahan periventrikuler-intraventikuler umum terjadi pada bayibayi kurang bulan.
Pada saat perdarahan keluar melalu matriks germinal dan masuk ke
system ventrikulear, disebut perdarahan intraventikuler (IVH).
IVH ringan jika tidak ada pelebaran ventrikel.

IVH sedang jika ventrikel melebar.


IVH berat jika perdarahan meluas ke parenkim otak.

Perdarahan sedang dan berat disertai dengan peningkatan


insidesn kesakitan dan kematian. Banyak yang akan mengalami
hidrosefalus pasca perdarahan dalam waktu 2-3 minggu sejak perdarahan
semula. Beberapa kasus hidrosefalus akan sembuh spontan, sedangkan
yang lain memerlukan tindakan drainase. Penundaan perkembangan atau
deficit neurologis atau keduanya akan terjadi pada dua pertiga bayi dengan
IVH sedang dan berat.
2.5 Gambaran Klinik
Gejala-gejala Perdarahan Intrakranial tidak khas, dan umumnya sukar didiagnosis
jika tidak didukung, oleh riwayat persalinan yang jelas. Gejala-gejala berikut dapat
ditemukan :

Fontanel tegang dan menonjol oleh kenaikan tekananintrakranial, misalnya


pada perdarahan subaraknoid.

Iritasi korteks serebri berupa kejang-kejang, irritable,twitching, opistotonus.


Gejala-gejala ini baru timbul beberapa jam setelah lahir dan menunjukkan
adanya perdarahan subdural , kadang-kadang juga perdarahan subaraknoid
oleh robekan tentorium yang luas.

Mata terbuka dan hanya memandang ke satu arah tanpa reaksi. Pupil
melebar, refleks cahaya lambat sampai negatif.Kadang-kadang ada
perdarahan retina, nistagmus dan eksoftal-mus.

Apnea: berat dan lamanya apnea bergantung pada derajatperdarahan dan


kerusakan susunan saraf pusat. Apnea dapat berupa serangan diselingi
pernapasan normal/takipnea dan sianosis intermiten.

Cephalic cry (menangis merintih).

Gejala gerakan lidah yang menjulur ke luar di sekitar bibir seperti lidah ular
(snake like flicking of the tongue) menunjukkan perdarahan yang luas
dengan kerusakan pada korteks

Tonus otot lemah atau spastis umum. Hipotonia dapat berakhir dengan
kematian bila perdarahan hebat dan luas. Jika perdarahan dan asfiksia tidak
berlangsung lama, tonus otot akan segera pulih kembali. Tetapi bila
perdarahan berlangsung lebih lama, flaksiditas akan berubah menjadi spastis
yang menetap. Kelumpuhan lokal dapat terjadi misalnya kelumpuhan otototot pergerakan mata, otot-otot muka/anggota gerak (monoplegi/hemiplegi)
menunjukkan perdarahan subdural/ parenkim.

Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan:


1. Gangguan kesadaran (apati, somnolen, sopor atau koma),
2. Tidak mau minum,
3. Menangis lemah,
4. Nadi lambat/cepat.
5. Kadang-kadang ada hipotermi yang menetap.
Apabila gejala-gejala tersebut di atas ditemukan pada bayi prematur yang
2448 jam sebelumnya menderita asfiksia, maka Pencegahan Infeksi dapat
dipikirkan.

Berdasarkan perjalanan klinik, Perdarahan Intrrakranial Neonatus dapat dibedakan 2


sindrom :
1. Saltatory Syndrome

Gejala klinik dapat berlangsung berjam-jam/berhari-hari yang kemudian


berangsur-angsur menjadi baik. Dapat serabuh sempurna tetapi biasanya dengan
gejala sisa.
2. Catastrophic Syndrome.
Gejala klinik makin lama makin berat, berlangsung beberapa menit sampai
berjam-jam dan akhirnya meninggal.
2.6 DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN FISIK
1. Penilaian fisik dimulai dengan pemeriksaan ABCDEairway,
breathing, circulation, disability dan exposure.
Ketidakstabilan jalan nafas dapat menjadi penyebab maupun

efek dari trauma kepala.


Monitoring tanda vital adalah hal yang penting bagi

perawatan lanjutan.
Mengenali dan mengontrol tanda syok adalah hal yang
penting bagi perfusi yang cukup pada CNS (central nervous

system).
Syok hipovolemik jarang terjadi pada trauma dalam kepala,

jika syok terjadi, cari kemungkinan sumber perdarahan lain.


2. Pemeriksaan neurologic harus berfokus pada level dari kesadaran,
temuan akan tanda-tanda neurologis yang abnormal, ukuran dan
reaksi pupil.
level dari kesadaran adalah indicator terbaik dari insufisiensi

oksigenasi pada otak.


Perubahan pupil dapat

mengindikasikan

herniation

syndrome.
3. Secara hati-hati memeriksa mata untuk melihat adanya papiledema
dan perdarahan retina.
4. Kepala harus diperiksa secara hati-hati, carilah tanda-tanda berikut:
laserasi pada tempurung kepala.
Ketegangan saat melakukan palpasi kepala.
Pelebaran pada fontanel anterior bayi.
Fraktur pada basilar kepala, dengan cirri-ciri:

5. Bayi baru

Perdarahan periorbital (raccoon eyes)


Ekimosis pada belakang telinga (battle`s sign)
Perdarahan dari hidung atau telinga
lahir dengan perdarahan intracranial yang diasosiasikan

dengan trauma saat persalinan akan menimbulkan beberapa gejala,


diantaranya;
Apnea
Mual
Kejang
2.7 PENGOBATAN
Secara konservatif
Tekanan darah diusahakan stabil dan terkontrol agar levelnya relatif
tinggi pada penderita perdarahan otak. Harus dihindari penurunan

yang berlebihan karena dapat menurunkan perfusi jaringan otak.


Pemberian osmotik diuretik dikombinasi dengan beta adrenergik
blocker digunakan untuk kontrol tekanan darah dan membantu

mengurangi tekanan dalam otak atau intracranial pressure.


Hiperventilasi atau barbiturat dapat juga digunakan, walaupun
kurang

efektif.

Hiperventilasi

efeknya

sementara

sedangkan

barbiturat mengurangi fungsi neurologis; keduanya ini cenderung

menyebabkan hipotensi.
Kortikosteroid masih digunakan oleh beberapa petugas kesehatan
dimana bertujuan menurunkan tekanan intra kranial dengan kontrol
edema; walaupun pada percobaan klinis obat ini tidak efektif dan
menambah resiko terjadinya komplikasi.

2.8 PENATALAKSANAAN
1. Pemberian obat-obatan :

Valium/luminal bila ada kejang-kejang.Dosis valium 0,30,5 mg/kgBB,


tunggu 15 menit, kalau belum berhenti diulangi dosis yang sama; kalau
berhenti diberikan luminal 10 mg/kgBB (neonatus 30 mg), 4 jam

kemudian luminal per os 8 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis selama 2 hari,


selanjutnya 4 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sambil perhatikan keadaan
umum seterusnya.

Kortikosteroid berupa deksametason 0,51 mg/kgBB/24 jam yang


mempunyai efek baik terhadap hipoksia dan edema otak.

Antibiotika dapat diberikan untuk mencegah infeksi sekunder, terutama


bila ada manipulasi yang berlebihan.

2. Tindakan bedah darurat :

Bila perdarahan/hematoma epidural walaupun jarang dilakukan


explorative Burrhole dan bila positif dilanjutkan dengan kraniotomi,
evakuasi hematoma dan hemostasis yang cermat .

Pada perdarahan/hematoma subdural, tindakan explorative burrhole


dilanjutkan dengan kraniotomi, pembukaan duramater, evakuasi
hematoma dengan irigasi menggunakan cairan garam fisiologik. Pada
perdarahan intraventrikuler karena sering terdapat obstruksi aliran
likuor, dilakukan shunt antara ventrikel lateral dan atrium kanan.

2.9 PROGNOSIS
Mortalitas Perdarahan Intrakranial non traumatik 5070%. Prognosis Perdarahan
Intrakranial bergantung pada lokasi dan luasnya perdarahan, umur kehamilan, cepatnya
didiagnosis dan pertolongan. Pada perdarahan epidural terjadi penekanan pada jaringan
otak ke arah sisi yang berlawanan, dapat terjadi herniasi unkus dan kerusakan batang
otak. Keadaan ini dapat fatal bila tidak men dapat pertolongan segera.

Pada penderita yang tidak meninggal, dapat disertai spastisitas, gangguan bicara
atau strabismus. Kalau ada gangguan serebelum dapat terjadi ataksi serebeler.
Perdarahan yang meliputi batang otak pada bagian formasi retikuler, memberikan
sindrom hiperaktivitet. Pada perdarahan subdural akibat trauma, menurut Rabe dkk,
hanya 40% dapat sembuh sempurna setelah dilakukan fungsi subdural berulang-ulang
atau tindakan bedah.
Perdarahan subdural dengan hilangnya kesadaran yang lama, nadi cepat, pernapasan
tidak teratur dan demam tinggi, mempunyai prognosis jelek.
Pada perdarahan intraventrikuler, mortalitas bergantung pada derajat perdarahan.
Pada derajat 12 (ringan-sedang), angka kematian 1025%, sebagian besar
sembuh sempurna, sebagian kecil dengan sekuele ringan.
Pada derajat 34 (sedang-berat), mortalitas 5070% dan sekitar 30% sembuh
dengan sekuele berat. Sekuele dapat berupa cerebral palsy, gangguan bicara,
epilepsi, retardasi mental dan hidrosefalus. Hidrosefalus merupakan komplikasi
paling sering (44%) dari perdarahan periventrikuler

DAFTAR PUSTAKA
1. Garfunkel, C Lynn, et al. 2002. Mosby`s pediatric clinical advisor: instant diagnosis
and treatment. Elsevier Helath Sciences.
2. Snell R. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. 5th ed. Jakarta: EGC;
2005. p.397
3. Ropper A, Brown R. Adams and Victors Principles of Neurology. 9th ed. USA: The
McGraw-Hill Company; 2005. p.404-8.
4.

Mealy J. Infantile Subdural Hematomas. The Ped Clinics North Am. 1975; 22: 4335

Anda mungkin juga menyukai