Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Osteosarcoma adalah neoplasma mesenkim ganas yang sel neoplastiknya
menghasilkan osteoid. Osteosarcoma merupakan tumor ganas pada tulang yang
paling sering ditemukan (48,8%) di luar myeloma multiple. Tumor ini merupakan
tumor yang sangat ganas, menyebar secara cepat pada periosteum dan jaringan
ikat di luarnya.
1,2
Osteosarcoma paling sering ditemukan pada remaja dan dewasa muda.
Sekitar 60% kasus terjadi orang dengan usia antar 10 dan 20 tahun. Penyebab
osteosarkoma masih belum jelas diketahui, meskipun demikian orang muda yang
memiliki resiko lebih tinggi pada penderita penyakit Retinoblastoma atau Li-
Fraumeni Sindrom. Sedangkan pada orang dewasa memiliki risiko lebih tinggi
jika mereka mempunyai riwayat Paget's dissease atau terapi radiasi untuk
pengobatan kanker.
3,4
Belakangan ini Osteosarkoma mempunyai prognosis yang lebih baik,
tergantung dari staging dan pengobatan yang efektif. Kemoterapi merupakan
pengobatan yang sangat vital pada osteosarkoma, terbukti dalam 30 tahun
belakangan ini dengan kemoterapi dapat mempermudah melakukan prosedur
operasi penyelamatan ekstremitas (limb salvage procedure) dan meningkatkan
survival rate dari penderita.
5

2

Sebelum 1970, prognosis keseluruhan untuk pasien dengan osteosarcoma
adalah buruk dengan tingkat kelangsungan hidup 20% 10% secara keseluruhan
untuk pasien dengan penyakit yang terlokalisir diterapi dengan operasi agresif.
Dalam 30-40 tahun terakhir angka kesembuhan untuk pasien dengan
osteosarcoma telah secara dramatis meningkat dari 5% menjadi 20% hingga 50%
sampai 60% seiring dengan pengenalan kemoterapi sistemik neoadjuvant dan
adjuvant, kelangsungan hidup telah meningkat drastis menjadi sekitar 65% -75%
untuk pasien tanpa bukti klinis penyakit metastasis pada presentasi. Peningkatan
di kemoterapi telah disejajarkan dengan perbaikan dalam teknik bedah yang
mencapai kendali lokal dengan prosedur mempertahankan ekstrimitas bawah
(limb-sparing resection), dan perbaikan teknik diagnostik dan pencitraan.
6,7

1.2 Tujuan
Tujuan penyusunan referat ini adalah :
1. Memahami tentang osteosarcoma, kriteria diagnosis dan penatalaksaannya,
khususnya pada penatalaksanaan dengan kemoterapi
2. Meningkatkan kemampuan menulis ilmiah di bidang kedokteran
3. Bagi dokter umum diharapkan dapat mendiagnosis dan melakukan rujukan
dengan tepat.




3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
-
2.1 Anatomi dan Histologi Tulang
Tulang dalam garis besarnya dibagi atas tiga bagian, yaitu:
2
1. Tulang Panjang
Yang termasuk tulang panjang misalnya femur, tibia, fibula, ulna dan
humerus, dimana daerah batas disebut diafisis dan daerah yang berdekatan
dengan garis epifisis disebut metafisis. Daerah ini merupakan suatu daerah
yang sangat sering ditemukan adanya kelainan atau penyakit, hal ini
disebabkan karena daerah ini merupakan daerah metabolic yang aktif dan
banyak mengandung pembuluh darah. Kerusakan atau kelainan
perkembangan pada daerah lempeng epifisis akan menyebabkan kelainan
pertumbuhan tulang.
2. Tulang Pendek
Contoh dari tulang pendek antara lain tulang vertebra dan tulang-tulang
karpal.
3. Tulang Pipih
Yang termasuk tulang pipih antara lain tulang rusuk, tulang scapula dan
tulang pelvis.
Tulang terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luar yang disebut
kortek dan bagian dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekula dan di
luarnya dilapisi oleh periosteum.
4


Berdasarkan histologinya, tulang terbagi atas dua, yaitu:
1. Tulang imatur (non lamellar bone, woven bone, fiber bone)
2. Tulang matur (matur bone, lamellar bone), yang terdiri dari tulang kortikal
dan tulang trabekular.


Gambar 1. Gambaran struktur tulang secara histology

Secara histologik, perbedaan tulang matur dan imatur terutama dalam
jumlah sel, jaringan kolagen dan mukopolisakarida. Tulang matur ditandai
dengan system Haversian atau osteon yang memberikan kemudahan sirkulasi
darah melalui korteks yang tebal. Tulang matur kurang mengandung sel dan
lebih banyak substansi semen dan mineral disbanding dengan tulang imatur.
2

5

2.2 Defenisi
Nama osteosarcoma atau osteogenik sarcoma dipergunakan bukan oleh
karena tumor membentuk tulang, tetapi tumor ini pembentukannya berasal dari
seri osteoblastik dari sel-sel mesenkim primitive.
2
Osteosarcoma adalah tipe kanker yang paling sering dijumpai yang
berkembang di dalam tulang. Seperti halnya sel osteoblast dalam tulang normal,
sel dari kanker ini juga membentuk suatu matriks tulang. Tetapi matriks tulang
dari osteosarcoma ini tidak sekuat dari matriks yang dibentuk oleh tulang normal
(American cancer society, 2010).
8

2.3 Epidemiologi
Diketahui terdapat beberapa bentuk osteosarcoma primer. Bentuk itu
mencakup bentuk konvensional, yang membentuk sekitar tiga perempat kasus,
dan beberapa varian yang lebih jarang. Osteosarkoma konvensional paling sering
terjadi pada decade kedua kehidupan.Sebagian besar osteosarcoma terjadi pada
anak-anak dan dewasa muda.
1
Remaja adalah kelompok yang paling sering mengalami tumor ini, tetapi
tidak menutup kemungkinan osteosarcoma dapat terjadi pada semua umur. Pada
anak-anak dan dewasa muda, Osteosarcoma biasanya terdapat pada metafisis
tulang panjang di mana lempeng pertumbuhannya (epiphyseal growth plate) yang
sangat aktif. Sebagian besar tumor ini berkembang di tulang sekitar lutut, dapat
juga pada bagian distal os femur atau proximal os tibia. Proksimal dari os
humerus adalah tempat berikutnya yang paling sering dijumpai. Bagaimanapun,
6

osteosarcoma dapat berkembang di semua tulang, termasuk tulang pelvis, bahu,
dan rahang, terutama pada orang tua.
5,8

2.4 Patogenesis
Meskipun penyebab pasti osteosarcoma primer masih belum diketahui
seperti pada neoplasma ganas lainnya, mutasi tampaknya penting dalam
patogenesi tumor ini. Mutasi pada gen penekan tumor TP53, secara khusus,
terdapat pada banyak osteosarkoma periodik. Ekspresi berlebihan onkogen
MDM2 juga banyak terlihat pada banyak kasus. Protein MDM2 juga berikatan
dan menginaktifkan produk gen TP53. Mutasi sel germinativum pada gen
retinoblastoma mempermudah pasien menderita osteosarcoma serta
retinoblastoma herediter. Selain itu hilangnya heterozigositas pada 3p, 13q, 17p,
dan 18q juga terjadi. Tingginya insidensi hilangnya heterozigositas pada 3p
mengisyaratkan adanya suatu gen penekan tumor di lokus ini.
1

2.5 Morfologi
Osteosarcoma tipikal biasanya bermanifestasi sebagai lesi besar berbatas
tidak tegas di region metafisis tulang yang terkena. Tumor secara khas merusak
korteks dan sering meluas ke dalam menuju rongga sumsum tulang dan keluar ke
jaringan lunak di dekatnya. Tumor sering mengangkat periosteum dan
menimbulkan apa yang disebut dengan Segitiga Cotman pada radiologis yang
dibentuk oleh sudut antara periosteum yang terangkat dan permukaan tulang yang
terkena. Jarang terjadi invasi ke lempeng epifisis.
7

Secara mikroskopis, tanda utama osteosarcoma adalah pembentukan
osteoid oleh sel mesenkim ganas. Hal ini terlihat dalam bentuk pulau trabekula
tulang primitive yang dikelilingi oleh cincin osteoblast ganas. Jumlah osteoid
sangan bervariasi pada tumor yang berlaina, tetapi harus ada untuk menegakkan
diagnosis osteosarcoma. Elemen mesenkim yang lain, terutama tulang rawan, juga
mungkin ada kadang-kadang dalam jumlah besar. Sel mesenkim neoplastik
mungkin berbentuk lonjong dan seragam atau pleomorfik, dengan nucleus aneh
hiperkromatik disertai banyak gambaran mitotik. Sel raksasa, yang kadang-
kadang disangka osteoklast sering ditemukan.
1

2.6 Gambaran Klinis
Berdasarkan atas gradasi, lokasi, jumlah dari lesinya, penyebabnya, maka
osteosarkoma dibagi atas beberapa klassifikasi atau variasi yaitu:
5
1. Osteosarkoma klasik.
2. Osteosarkoma hemoragi atau telangektasis.
3. Parosteal osteosarkoma.
4. Periosteal osteosarkoma.
5. Osteosarkoma sekunder.
6. Osteosarkoma intrameduler derajat rendah.
7. Osteosarkoma akibat radiasi.
8. Multifokal osteosarkoma.
Osteosarkoma klasik merupakan tipe yang paling sering dijumpai. Tipe ini
disebut juga: osteosarkoma intrameduler derajat tinggi (High-Grade
8

Intramedullary Osteosarcoma). Tipe ini sering terdapat di daerah lutut pada anak-
anak dan dewasa muda, terbanyak pada distal dari femur. Sangat jarang
ditemukan pada tulangtulang kecil di kaki maupun di tangan, begitu juga pada
kolumna vertebralis. Apabila terdapat pada kaki biasanya mengenai tulang besar
pada kaki bagian belakang (hind foot) yaitu pada tulang talus dan calcaneus,
dengan prognosis yang lebih jelek.
5
Gejala dari osteosarcoma terdiri dari:
a. Nyeri menetap, bengkak atau penonjolan pada tulang, khususnya pada lengan
atau kaki
b. Pincang (jika tumor terdapat pada kaki)
c. Nyeri atau kesulitan bernafas (jika tumor terdapat pada tulang rusuk)
d. Fraktur tulang secara spontan atau setelah setelah terjadi trauma dengan gaya
minimal.
Gejala lain secara berangsur-angsur akan bertambah buruk dan pembengkakan
pada lengan dan kaki, dan di sekitar lutut atau bahu. Nyeri pada tumor dapat
terjadi ketika pasien istirahat atau ketika terbangun dari tidurnya.
3

2.7 Staging pada Osteosarcoma
Pada tumor muskuloskeletal stagingnya memakai Enneking System, yang
telah dipakai oleh Musculoskeletal Tumor Society, begitu juga pada
osteosarkoma. Staging ini berdasarkan gradasi histologist dari tumor (ada low-
grade dan high-grade), ekstensi anatomis dari tumor (intrakompartmental atau
9

ekstrakomparmental), dan ada tidaknya metastase (Mo atau M1). Sesuai dengan
Enneking System maka Staging dari Osteosarkoma adalah sebagai berikut:
5
Stage I. Low-grade Tumor
I A. Intracompartmental
I B. Extracompartmental
Stage II High-grade
II A. Intracompartmental
II B. Extracompartmental
Stage III Any Grade with metastase
III A. Intracompartmental
III B. Extracompartmental
Staging system ini sangat berguna dalam perencanaan strategi, perencanaan
pengobatan dan memperkirakan prognosis dari osteosarkoma tersebut.

2.8 Diagnosis
Osteosarcoma bermanifestasi sebagai masa yang terus membesar, sering
nyeri, dan mungkin menimbulkan perhatian karena fraktur pada tulang yang
terkena. Meskipun kombinasi gambaran klinis dan radiologis mungkin memberi
dukungan kuat terhadap diagnosis, diperlukan konfirmasi histologist untuk semua
kasus.
1

2.8.1 Pemeriksaan laboratorium
Bertujuan untuk menyingkirkan diagnosa lain
10

Anemia (Cek Hb)
Peningkatan LED dan alkaline fosfatase (membedakan benign dan
malignant)
2.8.2 Pemeriksaan radiologis
Ciri khas keganasannya adalah dengan munculnya drum stick
appearance pada soft tissue (Librianty, 2009). Osteosarcoma juga
memberikan gambaran radiologis yang khas sebagai suatu sudut segitiga,
yaitu segitiga Codman. Juga ditemukan adanya bagian korteks yang yang
terputus dan tumor menembus jaringan sekitarnya dan membentuk garis-
garis pembentukan tulang yang radier kea rah luar yang berasal dari
korteks dan dikenal sebagai sunburst appearance.
2
Sering kali diperlukan pemeriksaan radiologis lainnya seperti CT scan atau
MRI. Pemeriksaan foto thoraks disamping dilakukan sebagai prosedur
rutin, juga untuk follow up adanya metastase pada paru-paru.
2,10

Gambar 2. Gambaran Radiologis dari Osteosarcoma
2.8.3 Pemeriksaan Histopatologis
Biopsi merupakan diagnosis pasti untuk menegakkan diagnosa
Osteosarcoma. Osteosarcoma secara histologis mempunyai gambaran dari
11

jaringan tulang atau osteoid serta gambaran pleomorfi jaringannya. Tulang
dan osteoid akan menghasilkan tulang rawan, jaringan lunak atau jaringan
miksoid. Dan juga mungkin ada daerah jaringan tumor dengan sel-sel
spindle. Sel mesenkim pleomorfikdan bermitosis aktif tampak
menghasilkan osteoid yang berwarna gelap (mengalami kalsifikasi), suatu
gambaran esensial tumor ini.
1,2

Gambar 3. Gambaran gross dan mikroskopis Osteosarcoma

2.9 Penatalaksanaan
Belakangan ini Osteosarkoma mempunyai prognosis yang lebih baik,
disebabkan oleh prosedur penegakkan diagnosis dan staging dari tumor yang lebih
baik, begitu juga dengan adanya pengobatan yang lebih canggih. Dalam
penanganan osteosarkoma modalitas pengobatannya dapat dibagi atas dua bagian
yaitu dengan kemoterapi dan dengan operasi.
5

2.9.1 Kemoterapi
Regimen standar kemoterapi yang dipergunakan dalam pengobatan
osteosarkoma adalah kemoterapi preoperatif (preoperative chemotherapy) yang
12

disebut juga dengan induction chemotherapy atau neoadjuvant chemotherapy dan
kemoterapi postoperatif (postoperative chemotherapy) yang disebut juga dengan
adjuvant chemotherapy.
5,11
Kemoterapi preoperatif merangsang terjadinya nekrosis pada tumor
primernya, sehingga tumor akan mengecil. Selain itu akan memberikan
pengobatan secara dini terhadap terjadinya mikro-metastase. Keadaan ini akan
membantu mempermudah melakukan operasi reseksi secara luas dari tumor dan
sekaligus masih dapat mempertahankan ekstremitasnya. Pemberian kemoterapi
postoperative paling baik dilakukan secepat mungkin sebelum 3 minggu setelah
operasi.
5
Banyak percobaan menyelidiki kemoterapi adjuvant pada osteosarcoma
pasien telah dilakukan dalam 30 tahun terakhir. Beberapa
percobaan penting selama 10 tahun terakhir ini diringkas dalam tabel di bawah
ini.
6








13

Obat-obat kemoterapi yang mempunyai hasil cukup efektif untuk
osteosarkoma adalah: doxorubicin, cisplatin, ifosfamide, mesna, dan methotrexate
dosis tinggi. Protokol standar yang digunakan adalah doxorubicin dan cisplatin
dengan atau tanpa methotrexate dosis tinggi, baik sebagai terapi induksi
(neoadjuvant) atau terapi adjuvant. Kadang-kadang dapat ditambah dengan
ifosfamide. Dengan menggunakan pengobatan multi-agent ini, dengan dosis yang
intensif, terbukti memberikan perbaikan terhadap survival rate sampai 60% - 80%.
Pada sebaliknya, pasien dengan respon yang baik akan dilanjutkan dengan dosis
tinggi methotrexate, cisplatin, dan doxorubicin kemudian dilanjutkan ke
perawatan lengan dengan pegylated interferon alpha.
5,6
Penambahan ifosfamid dengan atau tanpa etoposid untuk 3 regimen obat
dosis tinggi metotreksat, cisplatin, dan doxorubicin dalam pengobatan
osteosarcoma lokal primer masih kontroversial. Beberapa kelompok studi telah
memperoleh hasil yang baik dengan regimen yang mengandung ifosfamid.
Namun, dalam American collaborative trial (INT-0133) penambahan ifosfamid
untuk standar terapi telah diselidiki sama baiknya dengan penambahan the
immunomodulator muramyl-tripeptide-ethanolamine (MTP-PE). Selain itu dari
ifosfamid tidak mempengaruhi kelangsungan hidup secara keseluruhan. Meskipun
penambahan MTP-PE tidak menghasilkan peningkatan yang signifikan secara
statistik dalam kelangsungan hidup secara keseluruhan (78% vs 70%).
Penggunaan standar MTP-PE kemungkinan akan menjadi subjek percobaan
konfirmasi masa depan.
6

14

2.9.1.1 Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan kemoterapi
Faktor yang harus diperhatikan dalam merencanakan kemoterapi adalah
pilihan regimen pengobatan, dosis, cara pemberian dan jadwal pemberian. Faktor
yang harus diperhatikan pada pasien adalah usia, jenis kelamin, status
sosioekonomi, status gizi, status penampilan (tabel 2), cadangan sumsum tulang,
fungsi paru, ginjal, hati, jantung dan penyakit penyerta lainnya. Faktor yang
berhubungan dengan tumor adalah jenis dan derajat histologi, tumor primer atau
metastasis, ukuran tumor, serta adanya efusi.
12
Tabel 2. Penilaian status penampilan
Derajat Kriteria % Status Fungsional
0 Aktifitas normal 100 Dapat melakukan aktifitas normal, tidak
memerlukan perawatan khusus (tidak ada
gejala)
90 Aktifitas normal dengan gejala minimal
1 Ada gejala, cukup
rawat jalan
80 Aktifitas normal dengan usaha ekstra, ada
gejala penyakit
70 Tidak dapat bekerja, dapat dirawat di
rumah, perlu bantuan untuk beberapa
aktifitas
2 < 50% waktu harus
berbaring
60 Kadang-kadang perlu bantuan
50 Perlu bantuan dan sering kali perlu
perawatan medis
3 > 50% waktu harus
berbaring
40 Tidak dapat merawat diri sendir,
memerlukan perawatan di RS, perjalanan
penyakit dapat sangat cepat
30 Tidak dapat beraktifitas samasekali,
indikasi dirawat di RS
4 Harus berbaring terus
menerus
20 Sangat sakit, perlu dirawat di RS untuk
pengobatan supportif
10 Sekarat
5 Meninggal 0 Meninggal

2.9.1.2 Kontraindikasi kemoterapi
Kontraindikasi absolut adalah penyakit terminal (harapan hidup sangat
pendek), kehamilan trimester pertama, septikimia, dan koma. Kontraindikasi
15

relatif adalah bayi di bawah 3 bulan, usia tua, terutama pada pasien dengan tumor
yang tumbuh lambat dan kurang sensitif terhadap kemoterapi, status penampilan
buruk kurang dari 40, terdapat gagal organ yang parah, metastasis otak, demensia,
pasien tidak dapat datang secara reguler, pasien tidak kooperatif, serta jenis
tumornya resisten terhadap obat antikanker.
12

2.9.1.3 Obat-obatan kemoterapi pada Osteosarcoma
A. Doxorubicin
Doxorubicin digolongkan sebagai antibiotika antrasiklin. Doxorubicin
sering disebut dengan merk dagang adriamisin, adalah analog hidroksilat
daunorubisin.
13
Farmakokinetik:
Obat harus diberikan intravena karena akan dirusak dalam saluran pencernaan.
Efek ekstravasasi merupakan masalah serius yang dapat menimbulkan masalah
jaringan. Obat ini terikat pada protein plasma dan jaringan jika tersebar luas.
Empedu merupakan tempat ekskresi utama, sedkit pada ginjal. Obat ini
memberikan warna merah pada urin. Waktu paruh 12-18,5 jam ketika dibebaskan
dari liposom.
Efek Samping:
Kardiotoksisitas yang irreversible, iradiasi toraks, supresi sumsum tulang
sementara, stomatitis, gangguan saluran pencernaan, dan alopesia berat.


16

B. Cisplatin
Cisplatin merupakan salah satu obat antikanker golongan kompleks
platinum. Cisplastin mempunyai sitotoksisitas sinergistik dengan radiasi dan obat
kemoterapi lain. Platinum kompleks ini bereaksi in vivo, mengikat dan
menyebabkan silang DNA yang akhirnya memicu apoptosis (kematian sel
terprogram). Mekanisme kerja sama denga golongan alkilator.
13
Farmakokinetik:
Diberikan secara intravena dalam larutan garam. Obat ini juga bisa diberikan
intraperitoneal untuk kanker ovarium. Lebih dari 90%nya diikat oleh serum
protein. Konsentrasi tinggi ditemukan dalah hati, ginjal, usus, sel-sel testis dan
ovarium, tetapi sedikit yang dapat masuk ke dalam CSS. Ginjal merupakan
saluran ekskresi utama. Waktu paruh 3-10 jam.
Efek samping:
Muntah hebat dan persisten terjadi 1 jam setelah pemberian obat ini, dan dapat
berlangsung selama 5 hari. Nefrotoksisitas (kerusakan ginjal), Neurotoxicity
(kerusakan saraf), Ototoxicity (gangguan pendengaran), serta menimbulkan
gangguan elektrolit.

C. Ifosfamide
Obat ini sangat mirip dengan zat mutard. Keistimewaannya adalah tidak
diberikan per oral, dan hanya bersifat sitotoksik setelah terbentuk derivate
alkilasinya, setelah hidroksilassi dengan sitokron P-450.
13
Farmakokinetik:
17

Tidak seperti obat-obat alkilator, ifosfamide sebaiknya diberikan per oral. Hanya
jumlah kecil obat asli yang dikeluarkan dalam fese (setelah transfor bilier atau
dalam urin oleh filtrasi glomerular. Waktu paruh 60-80% dalam 72 jam.
Efek samping:
Menimbulkan toksisitas berupa alopesia, mual, muntah, dan diare. Depresi
sumsum tulang, terutama leukositosis dan sistitis hemoragik yang dapat sampai
fibrosis kandung kemih. Toksisitas lain termasuk pada sel germinativum
menimbulkan amenorea, atrofi testis dan sterilitas.

D. Mesna
Mesna adalah adjuvant digunakan dalam kemoterapi kanker yang
melibatkan siklofosfamid dan ifosfamid . Obat ini dipasarkan oleh Baxter sebagai
Uromitexan dan Mesnex. MESNA adalah singkatan dari natrium sulfonat 2-
MercaptoEthane (NA). Mesna digunakan terapi untuk mengurangi insiden
perdarahan sistitis dan hematuria ketika pasien menerima ifosfamid atau
siklofosfamid untuk kemoterapi kanker. Kedua agen antikanker, in vivo, dapat
dikonversi menjadi metabolit urotoxic seperti akrolein . Mesna membantu untuk
menetralisir metabolit ini dengan mengikat melalui sulfhidril -gugus, dan juga
meningkatkan ekskresi sistein. Obat ini diyakini untuk bertindak sebagai
antioksidan dan diberikan intravena , tetapi dosis oral telah diteliti. Ekskresi di
ginjal dengan waktu paruh 0,36-8,3 jam.
13,14


18

E. Methotrexate
Methotrexate secara struktur berhubungan dengan asam folat dan bekerja
sebagai antagonis vitamin dengan menghambat dihidrofolat redktase, enzim yang
mengubah asam folat menjadi koenzim aktifnya, asam tetrahidrofolat (FH4).
Olehkarena itu, bekerja sebagai antagonis vitamin. Folat berperan sebagai pusat
pada berbagai macam reaksi metabolic yang termasuk transfer unit-unit satu
karbon.
13
Farmakokinetik:
MTX mudah diabsorbsi pada dosis rendah dari saluran pencernaan, tetapi dapat
juga diberikan IM, IV, dan intratekal. Konsentrasi tinggi ditemukan pada
epithelium intestinum, hati, dan ginjal serta pada asites dan efusi pleura. Ekskresi
dari obat asli dan metabloit 7-OH terjadi melalui urine. Waktu Paruh 3-15 jam
(tergantung dosis).
13,15
Efek Samping:
Toksisitas (stomatitis, mielosupresi, eritema, ruam, urtikaria, alopesia, mual,
muntah, dan diare. Menyebabkan kerusakan ginjal, fungsi hati, toksisitas paru,dan
toksisitas neurologik.

2.9.2 Operatif
Saat ini prosedur Limb Salvage merupakan tujuan yang diharapkan dalam
operasi suatu osteosarkoma. Maka dari itu melakukan reseksi tumor dan
melakukan rekonstrusinya kembali dan mendapatkan fungsi yang memuaskan dari
ektermitas merupakan salah satu keberhasilan dalam melakukan operasi. Dengan
19

memberikan kemoterapi preoperatif (induction = neoadjuvant chemotherpy)
melakukan operasi mempertahankan ekstremitas (limb-sparing resection) dan
sekaligus melakukan rekonstruksi akan lebih aman dan mudah, sehingga amputasi
tidak perlu dilakukan pada 90 sampai 95% dari penderita osteosarkoma.
2,5

2.10 Diagnosa Banding
Beberapa kelainan yang menimbulkan bentukan massa pada tulang sering
sulit dibedakan dengan osteosarkoma, baik secara klinis maupun dengan
pemeriksaan pencitraan. Adapun kelainan-kelainan tersebut adalah:
5
1. Ewings sarcoma
a. Berasal dari sumsum tulang dengan frekuensi 5% dari seluruh tumor ganas
tulang. Sangat ganas dan berkembang cepat dan penderita meninggal dalam
3-18 bulan pertama (95% meninggal pada tahun-tahun pertama.
b. Ditemukan pada umur 10-20 tahun.
c. Lebih sering terjadi pada laki-laki
d. Gejala utama: pembengkakan. Gejala umum: kaheksia, nyeri tekan,
peningkatan LED.
e. Lokasi: daerah diafisis dan metafisis tulang panjang (femur, tibia, humerus
dan fibula) atau pada tulang pipih (pelvis dan scapula).
f. Radiologis: khas onion skin apprearance. Bisa muncul sunray
appearance dan segitiga Codman.



20

2. Osteomyelitis
a. Merupakan infeksi pada tulang dan medulla tulang baik karena infeksi
piogenik atau non piogenik.
b. Ditemukan pada semua umur tergantung daya tahan penderita, lokasi infeksi
serta virulensi kuman.
c. Ditemukan lebih banyak pada pria dibandinhkan dengan wanita dengan
perbandingan 4:1
d. Gejala: nyeri yang konstan pada daerah infeksi, nyeri tekan dan terdapat
gangguan fungsi anggota gerak yang bersangkutan. Gejala umum timbul
akibat bakteriemia dan septicemia berupa panas tinggi, malaise serta
penurunan nafsu makan.
e. Lokasi: pada orang dewasa biasanya pada daerah vertebra torako lumbal,
tetapi tidak menutp kemungkinan di tempat lain sesuai dengan jalur
masuknya kuman.
f. Radiologis: pemeriksaan foto polos dalam 10 hari pertama, tidak
dirtemukan kelainan radiologi yang berarti dan mungkin hanya ditemukan
pembengkakan jaringan lunak. Gambaran destruksi tulang dapat terlihat
setelah sepuluh hari (2 minggu) berupa rarefaksi tulang yang bersifat difus
pada daerah metafisis dan pembentukan tulang baru di bawah periosteum
yang terangkat.




21

3. Osteoblastoma
a. Tumor ini seperti osteoid osteoma, sehingga disebut Osteoid Osteoma
Raksasa dan insidennya hanya 2,5% dari seluruh tumor jinak tulang.
b. Ditemukan pada dewasa muda.
c. Lebih sering ditemukan pada pria dibandingkan dengan wanita.
d. Gejala: nyeri lebih ringan.
e. Lokasi: tulang belakang dan tulang tulang ceper seperti ilium, iga, tulang
jari, dan tulang kaki.
f. Radiologis: terlihat daerah osteolitik dengan batas-batas yang jelas serta
adanya bintik-bintik kalsifikasi. Dia,eter lesi bervariasi bisa sampai
beberapa centimeter.

4. Giant cell tumor
a. Merupakan tumor tulang yang mempunyai sifat dan kecendrungan untuk
berubah menjadi ganas dan agresif.
b. Ditemukan pada umur 20-40 tahun. Jarang di bawah 20 tahun
c. Lebih sering pada wanita
d. Gejala: Utama nyeri dan pembengkakan pada lutut, gangguan gerakan pada
sendi, fraktur (10%)
e. Lokasi: epifisis tulang panjang (75%), sisanya pada pelvis dan sacrum.
f. Radiologis: bayangan tumor radiolusen dan ditemukan adanya trabekulasi
berbentuk seperti Gelembung Sabun


22

5. Aneurysmal bone cyst
a. Kista ini jarang ditemukan, hanya 3-8% dari seluruh tumor jinak tulang.
Pada remaja bisa dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan.
b. Ditemukan pada umur 10-20 tahun
c. Ditemukan pada pria dan wanita dengan perbandingan yang sama.
d. Gejala: daerah lesi terlihat menonjol dan membengkak, bisa disertai tanpa
nyeri. Lesi pada vertebra dapat menyebabkan referred pain pada saraf
sensoris dan motoris yang bersangkutan.
e. Lokasi: ujung metafisis tulang panjang.
f. Radiologis: terlihat destruksi dan penipisan tulang. Pada bagian meduler
dapat terlihat batas tumor yang memisahkan tumor dengan jaringan normal.

6. Fibrous dysplasia
a. Insiden hanya 4-6% dari seluruh tumor jinak tulang. Terjadi dysplasia
jarngan ikat fibrosa yang mengandung trabekula tulang dengan karakter
seperti pusaran dari sel spindle.
b. Ditemukan pada usia kanak-kanak dan dewasa muda.
c. Ditemukan pada pria dan wanita dengan perbandingan 1:3
d. Gejala: nyeri ringan sampai adanya deformitas dan kecacatan, fraktur
patologis. Dapat ditemukan sindroma Albright dan pada anak-anak dapat
menyebabkan waddling gait.
e. Lokasi: lesi monostotik tempat tersering adalah femur, tibia, iga, tulang
rahang, dan lesi poliostotik terutama terjadi pada anggota gerak bawah.

23

f. Radiologis: tumor terlihat opak, jaringan fibrosa Nampak lebih translusen,
korteks tulang meniois dan eksentrik dan dapat terjadi erosi pada tulang.

7. Parosteal osteosarcoma
a. Disebut juga sebagai osteogenik sarcoma juksta kortikal tetapi dengan sifat-
sifat dan gejala klinis yang berbeda dengan osteogenik sarcoma.
b. Ditemukan pada usia 10-50 tahun.
c. Ditemukan pada pria dan wanita dengan perbandingan yang sama.
d. Gejala: nyeri lebih ringan daripada osteosarkoma dan pertumbuhannya
sangat lambat serta terbentuk suatu massa tulang yang keras.
e. Lokasi: metafisis femur bagian distal dan bagian belakang femur (50%) dan
dapat pula ditemukan pada tulang humerus dan tibia.
f. Radiologis: tampak bayangan padat yang mengarah keluar korteks dan
mendesak jaringan lunak sekitarnya serta dapat menonjol di kulit..

2.11 Prognosis
Prognosis pasien dengan penyakit metastasis, terutama keterlibatan
ekstrapulmonar, masih sangat buruk, dan identifikasi agen baru dengan aktivitas
antitumor sangat diperlukan. Belakangan ini Osteosarcoma mempunyai prognosis
yang lebih baik, disebabkan oleh prosedur penegakkan diagnosis dan staging dari
tumor yang lebih baik, begitu juga dengan adanya pengobatan yang lebih
canggih.
5,7


24

BAB III
PENUTUP

2.1 Kesimpulan
1. Osteosarcoma adalah tipe kanker yang paling sering dijumpai yang
berkembang di dalam tulang. Seperti halnya sel osteoblast dalam tulang
normal, sel dari kanker ini juga membentuk suatu matriks tulang.
2. Kombinasi gambaran klinis dan radiologis mungkin memberi dukungan
kuat terhadap diagnosis, diperlukan konfirmasi histologist untuk semua
kasus.
3. Regimen standar kemoterapi yang dipergunakan dalam pengobatan
osteosarkoma adalah kemoterapi preoperatif yang disebut juga dengan
neoadjuvant chemotherapy dan kemoterapi postoperatif yang disebut juga
dengan adjuvant chemotherapy

2.2 Saran
1. Perlunya pemahaman patofisiologi dan pathogenesis, serta tanda dan gejala
yang benar bagi setiap dokter untuk menegakkan diagnosis defenitif bagi
pasien dengan osteosarcoma secara dini.
2. Informasi dan edukasi yang baik kepada masyarakat tentang penyakit
osteosarcoma sehingga penyakit ini dapat prognosis yang lebih baik.


25

DAFTAR PUSTAKA

1. Robbins LS, Kumar V, Cotran RS. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7.
Jakarta: EGC, 2007, pp. 856-857
2. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortophedi. Edisi Ketiga. Jakarta: Yarsit
Watampore, 2007, pp. 276-287
3. Bone and Cancer Foundation. Osteosharcoma. 2009.
Boneandcancerfoundation [online] (cited October 21
th
, 2010). Available from:
URL: http://boneandfoundation.org/osteosharcoma.pdf
4. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC, 2006,
pp. 136
5. Kawiyana S. Osteosarcoma Diagnosis dan Penanganannya. 2009. Ejournal
[online] (cited October 21
st
, 2010). Available from: URL:
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/dr%20siki_9.pdf
6. Federman N, et all. The Multidiciplinary Management of Osteosarcoma. 2009.
Scholarship [online] (cited October 28
th
, 2010). Available from: URL:
http://escholarship.org/uc/item/7jm2207t;jsessionid=4F6DA815FE2BC956DC
B0FCBF21024E2B#page-1
7. Schuetze MS, Arborr A. Chemotherapy in The Management of Osteosarcoma
and EwingS Sarcoma. 2007. jnccn [online] (cited October 28
th
, 2010).
Available from: URL: http://www.jnccn.org/content/5/4/449.full.pdf
8. American Cancer Society. Osteosarcoma. 2010. Cancer [online] (cited
October 21
st
, 2010). Available from: URL:
http://www.cancer.org/osteosarcoma.pdf
9. Librianty N. Catatan Praktis Radiologi. Palembang: Simetri, 2009, pp. 84-87
10. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC,
2005, pp. 937
11. Apley AG, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Edisi
ketujuh. Jakarta: Widya Medika, 1995

26

12. Abdulmuthalib. Prinsip Dasar Terapi Sistmik Pada Kanker in Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam jilid II. Edisi IV. [Eds.] Aru W. Sudoyo, et al. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007, pp. 839-842
13. Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi
2. Jakarta: Widya Medika, 2001, pp. 378-399
14. Mace JR, et al. Crossover randomized comparison of intravenous versus
intravenous/oral mesna in soft tissue sarcoma treated with high-dose
ifosfamide. 2003. aacrjournals [online] (cited November 9
th
, 2010). Available
from: URL:
http://clincancerres.aacrjournals.org/content/9/16/5829.full.pdf+html
15. Adiwijono. Teknik-teknik Pemberian Kemoterapi in Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam jilid II. Edisi IV. [Eds.] Aru W. Sudoyo, et al. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007, pp. 847-848

Anda mungkin juga menyukai