Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi Sinus Paranasal
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit untuk
dideskripsikan karena bentuknya yang bervariasi pada setiap individu. Sinus paranasal
merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam
tulang. Ada empat pasang sinus paranasal, sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan
sinus sfenoid. Anatominya dapat dijelaskan sebagai berikut:

Gambar 1. Anatomi Sinus Paranasal


Sinus frontal kanan dan kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior),
sinus maksila kanan dan kiri (antrum highmore) dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Semua
sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan
semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing.3
Pada meatus medius yang merupakan ruang di antara konka superior dan konka
inferior rongga hidung terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris sebagai muara
dari sinus maksila, sinus frontalis dan ethmoid anterior. Pada meatus superior yang
merupakan ruang di antara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid
posterior dan sinus sfenoid.3
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung
dan terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan IV dan tetap berkembang selama
masa kanak-kanak, jadi tidak heran jika pada foto anak-anak belum ada sinus frontalis karena
belum terbentuk.4
Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Sinus maksila berbentuk
seperti piramid. Dinding anterior sinus maksila dibentuk oleh permukaan fasial os maksila
(fosa kanina), dinding posterior terbentuk oleh permukaan infra-temporal maksila, bagian
medial sinus maksila adalah dinding lateral rongga hidung, dinding superior terbentuk oleh
dasar orbita, dan dinding inferior terbentuk oleh prosesus alveolaris dan palatum.4
Secara klinis, yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah dasar dari
sinus maksila (dinding inferior) sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, sehingga
infeksi gigi geligi mudah naik ke atas dan menyebabkan terjadinya sinusitis. Sinusitis maksila
dapat menimbulkan terjadinya komplikasi orbita karena dinding superior sinus maksila
dibenuk oleh dasar orbita. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus,
sehingga drainase hanya tergantung dari pergerakan silia.3,4

Fungsi Sinus Paranasal4


 Membentuk pertumbuhan wajah
 Sebagai pengatur udara (air conditioning)
 Sebagai penahan suhu (thermal insulators)
 Membantu keseimbangan cranium
 Membantu resonansi suara
 Peredam perubahan tekanan udara
 Membantu produksi mukus

3.2. Definisi
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang terkena,
dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis
sfenoid.1,2,3 Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid,
sinusitis frontal dan sinusuitis sfenoid lebih jarang.
Sinus maksila disebut juga dengan antrum highmore, merupakan sinus yang sering
terinfeksi, oleh karena (1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2) letak ostiumnya lebih
tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret atau drainase dari sinus maksila hanya tergantung
dari gerakan silia, (3) dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris),
sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, (4) ostium sinus maksila terletak
di meatus medius, di sekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat.1
Sinusitis maksilaris dapat terjadi akut, berulang atau kronis. Sinusitis maksilaris akut
berlangsung tidak tanpa adanya residu kerusakan jaringan mukosa. Sinusitis berulang terjadi
lebih sering tapi tidak terjadi kerusakan signifikan pada membran mukosa. Sinusitis kronis
berlangsung selama 3 bulan atau lebih dengan gejala yang terjadi selama lebih dari dua puluh
hari (lebih dari tiga minggu). Sinusitis akut dapat sembuh sempurna jika diterapi dengan baik.
1,2,5

3.3 Patofisiologi

Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain (1)
sebagai pengatur kondisi udara, (2) sebagai penahan suhu, (3) membantu keseimbangan
kepala, (4) resonansi suara, (5) peredam perubahan tekanan udara dan (6) membantu produksi
mukus untuk membersihkan rongga hidung.1,3
Fungsi sinus paranasal dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pertahanan
mukosilier, ostium sinus yang tetap terbuka dan pertahanan tubuh baik lokal maupun
sistemik.2,3,5 Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan
palut lendir di atasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir
menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.
Gambar 2. Pergerakan silia dalam drainase cairan sinus
Gambar 3. Perubahan silia pada sinusitis
Bila terjadi edema di kompleks osteomeatal, mukosa yang letaknya berhadapan akan
saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka
terjadi gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif
dan lendir yang di produksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang
baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus, akan terjadi
hipoksia dan retensi lendir sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob.1 Bakteri yang sering
ditemukan pada sinusitis kronik adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,
Moraxella catarrhalis, Streptococcus B hemoliticus, Staphylococcus aureus, kuman anaerob
jarang ditemukan.1 Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau
pembentukan polip dan kista.1,2,3
Gambar 4. Perubahan mukosa pada sinus yang terinfeksi
Reaksi peradangan berjalan menurut tahap-tahap tertentu yang khas. Pelebaran kapiler
darah akan memperlambat aliran darah sehingga akan mengeluarkan fibrin dan eksudat serta
migrasi leukosit menembus dinding pembuluh darah membentuk sel-sel nanah dalam
eksudat. Tetapi bilamana terjadi pada selaput lendir, maka pada saat permulaan vasodilatasi
terjadi peningkatan produksi mukus dari kelenjar mukus sehingga nanah yang terjadi bukan
murni sebagai nanah, tetapi mukopus.5

Gambar 5. Sinusitis akut menjadi sinusitis kronik

Ada tiga kategori utama pada mekanisme terjadinya sinusitis kronis, yaitu:5
1. Sinusitis yang berhubungan dengan hiperplasia karena peradangan.
2. Sinusitis sebagai bagian dari alergi umum saluran napas.
3. Sinusitis karena salah satu diatas disertai infeksi sekunder.

Sinusitis yang berhubungan dengan hiperplasia karena peradangan


Biasanya mulai pada masa kanak-kanak. Serangan infeksi terjadi berulang-ulang.
Waktu antara dua serangan makin lama makin pendek. Kekebalan makin terkalahkan dan
resolusi terjadi hampir tidak pernah sempurna. Pengaruh terhadap mukosa adalah penebalan
dengan disertai infiltrasi limfosit yang padat. Fibrosis sub epitel menyebabkan pengurangan
jumlah kelenjar karena iskemia dan bila berlangsung lebih lanjut akan menyebabkan ulserasi
mukosa. Pada tahap berikutnya periosteum akan terkena dan hiperemia meluas ke tulang-
tulang yang kemudian menjadi osteoporosis dan akhirnya menjadi sklerotik.5
Sinusitis sebagai bagian dari alergi umum saluran napas
Penderita memiliki salah satu dari dua tipe alergi. Pertama adalah alergi umum
diatesis yang timbul pada permulaan bersama asma, eksema, konjungtivitis dan rinitis yang
kemudian menjadi rinitis musiman (hay fever) pada anak lebih tua. Kedua mngkin tidak
didapatkan keluhan dan tanda dari alergi sampai umur 8 atau 9 tahun secara berangsur-angsur
mukosa semakin “penuh terisi air” yang menyebabkan bertambahnya sumbatan dan sekret
hidung. Polip dapat timbul karena pengaruh gaya berat terhadap selaput mukosa yang penuh
dengan air dan dapat memenuhi rongga hidung.5
Gambar 6. Mekanisme terjadinya sinusitis kronis

3.4 Etiologi dan Faktor Predisposisi


Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam
rhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan
anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks osteo-meatal,
infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma
Kartegener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik.
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga
perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan
rhinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan yang berpolusi, udara dingin dan
kering, serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa
dan merusak silia.

3.5 Gejala klinis


Gejala subyektif terdiri dari gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala sistemik ialah
demam dan rasa lesu. Gejala lokal pada hidung terdapat ingus kental yang kadang-kadang
berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Dirasakan hidung tersumbat, rasa nyeri
didaerah infraorbita dan kadang-kadang menyebar ke alveolus, sehingga terasa nyeri di gigi.
Nyeri alih dirasakan di dahi dan di depan telinga. Penciuman terganggu dan ada perasaan
penuh dipipi waktu membungkuk ke depan. Terdapat perasaan sakit kepala waktu bangun
tidur dan dapat menghilang hanya bila peningkatan sumbatan hidung sewaktu berbaring
sudah ditiadakan.1,2,5,6
Gejala obyektif, pada pemeriksaan sinusitis maksila akut akan tampak pembengkakan
di pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis
dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak
mukopus atau nanah di meatus medius. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di
nasofaring (post nasal drip).1,5,6

Gambar 7. Pus pada meatus medius


Gambar 8. Pembengkakan pipi pada pasien sinusitis
3.6 Pemeriksaan Fisik
Untuk melihat tanda-tanda klinis dapat dilakukan pemeriksaan :1,2
a. Rhinoskopi anterior, tampak mukosa hidung hiperemis dan edema, terlihat pus pada
meatus nasi media.
b. Rhinoskopi posterior, tampak sekret kental di nasofaring (post nasal drip).
c. Transiluminasi. Pada sinus normal tampak gambaran bulan sabit yang terang di
bawah mata, dan bila ada sinusitis, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.
Pemeriksaan transiluminasi bermakna apabila salah satu sisi sinus yang sakit,
sehingga tampak lebih suram dibandingkan sisi yang normal.

Tabel 1. Kriteria diagnosis sinusitis 9,10


Mayor Minor
Nyeri atau rasa tertekan pada wajah Sakit kepala
Sekret nasal dan post nasal purulen Batuk
Demam (fase akut) Rasa lelah
Kongesti nasal Halitosis (bau mulut)
Obstruksi nasal Nyeri gigi
Hiposmia atau anosmia Nyeri atau rasa tertekan /penuh pada
telinga

Untuk mengakkan diagnosis sinustis memerlukan dua kriteria minor atau satu kriteria
mayor dengan dua kriteria minor pada pasien, dengan gejala lebih dari 7 hari.

3.7 Pemeriksaan Radiologi


Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk mengevaluasi sinus
paranasal adalah: pemeriksaan foto kepala dengan berbagai posisi yang khas, pemeriksaan
CT-Scan, pemeriksaan MRI, pemeriksaan Dengan pemeriksaan radiologis tersebut para ahli
radiologi dapat memberikan gambaran anatomi atau variasi anatomi, kelainan-kelainan
patologis pada sinus paranasalis dan struktur tulang sekitarnya, sehingga dapat memberikan
diagnosis yang lebih dini.11

Pemeriksaan Foto Kepala


Pemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri atas berbagai
macam posisi antara lain:
a. Foto kepala posisi Caldwell
Foto ini diambil pada posisi kepala meghadap kaset, bidang midsagital kepala tegak
lurus pada film. Idealnya pada film tampak pyramid tulang petrosum diproyeksi pada 1/3
bawah orbita atau pada dasar orbita. Hal ini dapat tercapai apabila orbito-meatal line tegak
lurus pada film dan membentuk 150 ̊ kaudal. 11

Gambar 9. Foto posisi Caldwell

b. Foto kepala lateral


Dilakukan dengan film terletak di sebelah lateral dengan sentrasi di luar kantus mata,
sehingga dinding posterior dan dasar sinus maksilaris berhimpit satu sama lain.11

Gambar 10. Foto lateral menunjukkan gambaran air fluid level di sinus maksila

c. Foto kepala posisi Water’s


Foto ini dilakukan dengan posisi dimana kepala menghadap film, garis orbito meatus
membentuk sudut 37 ̊ dengan film. Pada foto ini, secara ideal piramid tulang petrosum
diproyeksikan pada dasar sinus maksilaris sehingga kedua sinus maksilaris dapat dievaluasi
sepenuhnya. Foto Water’s umumnya dilakukan pada keadaan mulut tertutup. Pada posisi
mulut terbuka akan dapat menilai dinding posterior sinus sfenoid dengan baik. 11

Gambar 11. Foto posisi Waters Gambar 12. Foto posisi


mulut terbuka Waters

d. Foto kepala posisi Submentoverteks


Foto diambil dengan meletakkan film pada vertex, kepala pasien menengadah
sehingga garis infraorbito meatal sejajar dengan film. Sentrasi tegak lurus film dalam bidang
midsagital melalui sella turcica kearah vertex. Posisi ini biasa untuk melihat sinus frontalis
dan dinding posterior sinus maksilaris. 11

Gambar 13. Foto posisi submentoverteks

Pemeriksaan foto polos kepala air fluid level merupakan gambaran yang paling umum
pada sinusitis bakteri akut dan umumnya tidak terlihat dalam bentuk lain dari sinusitis.
Pemeriksaan ini paling baik dan paling utama untuk mengevaluasi sinus paranasal. Karena
banyaknya unsur-unsur tulang dan jaringan lunak yang tumpang tindih pada daerah sinus
paranasal, kelainan-kelainan jaringan lunak, erosi tulang kadang-kadang sulit dievaluasi.
Pemeriksaan ini dari sudut biaya cukup ekonomis dan pasien hanya mendapat radiasi yang
minimal.11

Kelainan yang akan terlihat dengan foto polos adalah adanya perselubungan dan batas udara-
cairan atau penebalan mukosa.

Pemeriksaan CT-Scan
CT scan sinus bidang koronal telah menjadi metode pencitraan standar internasional
untuk mengevaluasi sinus paranasal yang terkena sinusitis. Pemeriksaan harus mencakup
penilaian terhadap pola, batas, dan kemungkinan penyebab penyakit, serta rincian anatomi
yang relevan dan diperlukan untuk perencanaan penatalaksanaan.6,9
Pada sinusitis akut dapat dilihat tingkat air-fluid, penebalan mukosa, dan
completeopacification sinus. Apabila terdapat darah di sinus karena trauma ini mungkin dapat
meniru air fluid level dalam sinus, namun mudah dibedakan dengan pengukuran kepadatan. 11
Dalam sinusitis kronis, sinus etmoid umumnya terlibat. Temuan meliputi penebalan
mukosa, completeopacification, remodeling tulang dan penebalan karena osteitis, dan
poliposis. 6,9

Gambar 14. Foto CT scan posisi Gambar 15. Foto CT scan posisi
coronal menggambarkan coronal menggambarkan sinusitis
Sinusitis jamur. Jaringan lunak pada sisi kanan sinus
menempati sinus maksilaris spenoethmodal.
kanan dan ethmoid dengan
daerah hyperattenuating pusat
khas jamur sinusitis. Dinding
medial sinus yang terkena
terkikis.

Pemeriksaan MRI
Meskipun CT scan tetap menjadi modalitas utama untuk kriteria standar diagnosis
sinusitis, tetapi MRI diindikasikan pada kasus-kasus klinis yang dicurigai dapat menjadi
komplikasi, terutama pada pasien dengan komplikasi intrakranial dan infeksi yang besifat
extension atau pada mereka yang suspek superior sagittal venous thrombosis. 9
MRI meningkatkan diferensiasi jaringan lunak, tetapi itu tidak membantu dalam
mengevaluasi tulang. MRI jelas menggambarkan tumor dari inflamasi pada jaringan sekitar
dan sekresi pada sinus. Pada MRI T2-weighted, membran edema dan lendir jelas terlihat
hiperintens.9

Gambar 16. Foto MRI Gambar 17. Foto MRI


menggambarkan sinusitis ethmodal menggambarkan sinusitis
bilateral. ethmodal dengan ekstensi
intrakranial dan juga perluasan
ke orbit kiri.

Gambar 18. Foto MRI Gambar 19. Foto MRI axial


menggambarkan sinusitis ethmodal menggambarkan sinusitis yg
kanan dengan ekstensi intraorbital. menyebabkan extensi
intraorbital kanan dengan
perpindahan M. Rectus medialis
ke arah medial.
Pemeriksaan USG
Secara umum, ultrasonografi belum dianggap berguna dalam diagnosis sinusitis.
Namun, beberapa karya yang diterbitkan telah menunjukkan bahwa USG menjadi lebih
akurat daripada MRI atau radiografi polos dalam mendiagnosis sinusitis maksilaris.
Ultrasonografi telah menjadi alat yang handal dalam diagnosis sinusitis maksilaris akut.
Namun, kontroversi masih ada mengenai keandalan ultrasonografi dalam mendeteksi retensi
cairan atau pembengkakan mukosa pada pasien dengan rinosinusitis polypous kronis atau
dalam transantrally operated-on maxillary sinuses.9
Ultrasonografi memiliki beberapa keterbatasan dalam diagnosis sinusitis tetapi
ultrasonografi juga dapat menunjukkan hasil diagnosa positif dengan adanya cairan antral,
tapi sonogram tidak mendefinisikan penyebab cairan. Sonogram tidak bisa memberikan
informasi tentang detil tulang, dan sulit mendiagnosis sinus apa yg terkena. Ultrasonografi
juga tidak dapat digunakan untuk membedakan penyakit sinus dari bakteri, virus, jamur, dan
penyebab alergi.

3.8 Penatalaksanaan
Tujuan terapi sinusitis ialah : 1) mempercepat penyembuhan; 2) mencegah komplikasi;
dan 3) mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah membuka
sumbatan di KOM sehingga drenase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial,
untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan
ostium sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksisilin.
Jka diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, dapat
diberikan amoksisilin-klavulanat atau jenissefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis
antibiotik diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang.
Pada sinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman negatif gram dan
anaerob.
Selain dekongestan oral dan topikal, teapi lain dapat diberikan jika diperlukan,
seperti analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung dengan
NaCl atau pemanasan (diatermi). Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat
antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat
sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2, irirgasi sinus maksila atau Proetz
displacement theraphy juga merupakan terapi tambahan yang dapat bermanfaat.
Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang
berat.

Terapi sinusitis maksilaris umumnya terdiri dari : 9,10


1. Istirahat
2. Antibiotika
Antibiotika yang dipilih adalah antibiotika spektrum luas yang relatif murah dan aman.
Lama pemberian antibiotika yang disarankan oleh beberapa kepustakaan juga bervariasi
tergantung kondisi penderita. Pada kasus akut, antibiotika diberikan selama 5-7 hari
sedangkan pada kasus kronik diberikan selama 2 minggu hingga bebas gejala selama 7 hari.
Antibiotika yang dapat diberikan antara lain :
a. Amoksisilin 3 kali 500 mg
b. Ampicillin 4 kali 500 mg
c. Eritromisin 4 kali 500 mg
d. Sulfametoksasol – TMP
e. Doksisiklin
3. Dekongestan lokal (tetes hidung) atau sistemik (oral) merupakan Alpha adrenergik
agonis menyebabkan vasokontriksi, sehingga memperlancar drainase sinus.
a. Sol Efedrin 1-2 % sebagai tetes hidung
b. Sol Oksimetasolin HCL 0,05% (semprot hidung untuk dewasa)
c. Oksimetasolin HCL 0,025% (semprot hidung untuk anak-anak)
d. Tablet pseudoefedrin 3 kali 60 mg (dewasa)
4. Analgetika dan antipiretik: parasetamol atau metampiron
5. Antihistamin
Antagonis histamine H1 yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H1 sel
target. Bekerja dengan menghambat hipersekresi kelenjar mukosa dan sel goblet dan
menghambat peningkatan permeabilitas kapiler sehingga mencegah rinore dan sebagai
vasokontriksi sinusoid untuk mencegah hidung tersumbat. Antihistamin berguna untuk
mengurangi obstruksi KOM pada pasien alergi yang menderita sinusitis akut. Terapi
antihistamin ini tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin pada pasien dengan sinusitis
akut, karena dapat menimbulkan komplikasi melalui efeknya yang mengentalkan dan
mengumpulkan sekresi sinonasal.
6. Mukolitik
Secara teori, mukolitik seperti bromehexin atau ambroxol hidroklorida memiliki
kelebihan dalam mengurangi sekresi dan memperbaiki drainase. Namun tidak biasa
digunakan dalam praktek klinis untuk mengobati sinusitis akut.
7. Tindakan operatif
a. Pungsi dan Irigasi sinus maksilaris (antrum wash out)
Tujuan dilakukan Irigasi antrum adalah 1) sebagai tindakan diagnostik untuk
memastikan ada tidaknya sekret pada sinus maksilaris, 2) untuk mengeluarkan sekret
yang terkumpul didalam rongga sinus maksilaris, 3) memperbaiki aliran mukosiliar, 4)
jika dalam waktu 10 hari, penderita tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan dengan
terapi konservatif, atau telah didapatkan adanya air fluid level dalam antrum, 5) untuk
memperoleh material yang dapat digunakan untuk kultur dan tes sensitifitas.
Tindakan ini dapat dilakukan dengan :
 Mukosa hidung disemprot dengan larutan 10% kokain dan adrenalin 1/1000. kemudian
dengan sepotong kapas yang dibasahi dengan larutan yang sama ditempatkan pada
meatus inferior. Ditunggu selama 15 menit.
 Dengan menggunakan trokar (misal Trokar dari Lichwits) dibuat drainase melalui
meatus inferior atau celah bukalis gusi menembus fosa insisiva dengan menempatkan
ujung trokar pada bagian atas dari meatus nasi inferior, kearah kanthus lateralis 1-1/2
inch dari lobang hidung atau tepi atas daun telinga. Trokar didorong masuk dengan arah
sedikit memutar sampai terasa menembus tulang. Trokar dicabut dengan meninggalkan
kanul.
 Dilakukan irigasi antrum dengan larutan salin steril hangat ke dalam antrum maksilaris.
Selanjutnya mengalirkan larutan saline hangat, akan mendorong pus ke luar melalui
ostium alami ke rongga hidung atau mulut. cairan irigasi ditampung dan dikirim untuk
pemeriksaan bakteriologi dan uji kepekaan kuman.
 Antrum wash out dilakukan lima-enam kali dengan selang waktu 4- 5 hari (2 kali dalam
seminggu). Bila tidak ada perbaikan dan klinis masih tetap banyak sekret purulen, berarti
mukosa sinus tidak dapat kembali normal (perubahan irreversible), maka perlu dilakukan
operasi radikal.
 Antibiotika diberikan sesuai dengan pemeriksaan bakteriologi dan tes uji kepekaan.
8. Pembedahan radikal
Indikasi pembedahan radikal ini adalah 1) kegagalan respon terapi konservatif yakni
sinusitis kronik refrakter terhadap terapi medis yang maksimal terhadap terapi antibiotik, 2)
tindakan irigasi terutama pada sinusitis kronik dan persisten dengan mukosa sinus yang
irreversible. Sinusitis akut jarang membutuhkan pembedahan, kecuali jika terjadi komplikasi
seperti bentukan mukopiokele dengan kecurigaan penyebaran ke orbita atau intrakranial, atau
bila ada nyeri yang hebat karena ada sekret tertahan oleh sumbatan.
Terapi radikal dilakukan dengan pembedahan Caldwel-luc, yaitu dengan mengangkat mukosa
yang patologis dan membuat drainasesinus.
9. Pembedahan tidak radikal
Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) atau Functional Endoscopic Sinus Surgery
(FESS) merupakan tehnik penanganan terkini dari sinusitis oleh karena pembedahan dengan
metode Caldwel-luc sudah jarang dipakai. Prinsipnya ialah membuka dan membersihkan
daerah KOM yang menjadi sumber penyumbatan dan infeksi, sehingga ventilasi sinus dan
drainase sinus dapat lancer kembali melalui ostium alami dan mengembalikan fungsi
mukosilier. Pendekatan terdahulu untuk membuat saluran nasoantral dalam sinus maksilaris
(untuk memfasilitasi gravitasi drainase) adalah tidak efektif, karena pembersihan normal
mukosilier adalah satu arah dan melawan gravitasi. Oleh karena itu, pembersihan normal
mukosilier tidak akan berubah walaupun telah dibuatkan saluran nasoantral.

SINUSITIS

Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari,
bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia.
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau
dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma
(common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi
bakteri. Yang paling sering terkena ialah sinus etmoid dan sinus maksila, sedangkan sinus
frontal lebih jarang dan sinus sfenoid lebih jarang lagi. Sinus maksila disebut juga antrum
highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus,
disebut sinusitis dentogen. Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan
komlokasi ke orbita dan intracranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang
sulit diobati.

Etiologi dan factor predisposisi


Beberapa factor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam
rhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan
anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal
(KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesiasilia seperti pada
sindroma kartegener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik.
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan factor penting penyebab sinusitis sehingga
perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan
rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral.
Factor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingan dan kering,
serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan
merusak silia.

Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mucus juga mengandung substansi
antimicrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap
kuman yang masuk bersama udara pernapasan. Organ-organ yang membentuk KOM letaknya
berdekatan dan bila terjadi edema, mukoas yang berhadapan akan saling bertemu sehingga
silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negative di dalam
rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa
dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa
pengobatan.
Bila kondisi menetap, skeret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk
tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sakret menjadi purulent. Keadaan ini disebut sebagai
rinosinusitis akut bacterial dan memerlukan terapi antibiotic
Jika terapi tidak berhasil, inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteria anaerob
berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merukpakan rantai siklus yang terus
berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau
pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi.
Klasifikasi dan mikrobiologi
Consensus internasional tahun 1995 membagi rinosinusitis hanya akut dengan batas
sampai 8 minggu dan kronik jika lebih dari 8 minggu. Consensus tahun 2004 membagi
menjadi akut dengan batas sampai 4 minggu, subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan dan
kronik jika lebih dari 3 bulan.
Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan lanjutan dari
sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat. Pada sinusitis kronik adanya factor
predisposisi harus dicari dan diobati sacera tuntas. Menurut berbagai penelitian, bakteri
utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah Streptococcus pneumonia (30-50%).
Hemophylus influenza (20-40%) dan Moraxella catarrhalis (4%). Pada anak, M.catarrhalis
lebih banyak ditemukan (20%).
Pada sinusitis kronik, factor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang
ada lebih condong kearah bakteri gram negative dan anaerob.

Sinusitis dentogen
Merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik. Dasar sinus maksila adalah
prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus maksila hanya
terpisah oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas.
Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apical akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal
mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe.
Harus curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai
satu sisi dengan ingus purulent dan napas berbau busuk. Untuk mengobati sinusitisnya, gigi
yang terinfeksi harus dicabut atau dirawat, dan pemberian antibiotic yang mencakup bakteri
anaerob. Seringkali juga diperlukan irigasi sinus maksila.

Gejala sinusitis
Keluhan utama rinosinusitis akut adalah hidung tersumbat disertai nyeri atau rasa
tekanan pada muka dan ingus purulent, yang sering kali turun ke tenggorokan (post nasal
drip). Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu.
Keluhan nyeri atau rasa tekanan didaerah sinus yang terkena merupakan ciri khas
sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa ditempat lain. Nyeri pipi menandakan
sinusitis maksila, nyeri diantara atau di belakang kedua bola mata menandakan sinusitis
etmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sfenoid,
nyeri dirasakan di vertex, oksipital, belakang bola mata, dan daerah mastoid. Pada sinusitis
maksila kadang-kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga.
Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post nasal drip yang
menyebabkan batuk dan sesak pada anak. Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit
didiagnosis. Kadang-kadang hanya satu dari dua gejala dibawah ini yaitu sakit kepala kronik,
post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sunbatan kronik
muara tuba eustachius, gangguan ke paru seperti bronchitis (sino-bronkitis), bronkiektasis
dan yang penting adalah serangan asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak,
mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis.

Diagnosis
Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-
endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas adalah
adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di
meatus superior (pada sinusitis etmoid posterior dan sfenoid).
Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada
pembengkakan dan kemerahan didaerah kantus medius. Pemeriksaan pembatu yang penting
adalah foto polos atau CT scan. Foto polos posisi Waters, PA dan lateral, umumnya hanya
mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan sinus frontal. Kelainan
akan terlihat perselubungan, batas udara-cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa.
CT scan sinuis merupakan gold standar diagnosis sinusitis karena mampu menilai
anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan
perluasannya. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis
kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator
saat melakukan operasi sinus.
Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.
Pemeriksaan ini sudah jarang digunakan karena sangat terbatas kegunaanya.
Pemeriksaan mikrobiologi dan tes resistensi dilakukan dengan mengabil secret dari
meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotic yang tepat guna. Lebih baik lagi bila
diambil secret yang keluar dari pungsi sinus maksila.
Sinuskopi dilakukan dengan punsi menembus dinding medial sinus maksila melalui
meatus inferior, dengan alat endoskop dapat dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya,
selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.
Terapi
Tujuan terapi sinusitis ialaah mempercepat penyembuhan, mencegah komlikasi, dan
mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan KOM
sehingga draenase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami. Antibiotic dan dekongestan
merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bacterial, untuk menghilangkan infeksi dan
pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotic yang dipilih adalah
golongan penisilin seperti amoksilin. Jika diperkirakan kuman telah resisten atau
memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan amoksilin-klavulanat atau jenis
sefalosporin generasi ke 2. Pada sinusitis antibiotic diberikan selama 10-14 hari meskipun
gejala klinik sudah hilang. Pada sinusitis kronik diberikan antibiotic yang sesuai untuk kuman
gram negative dan anaerob.
Selain dekongestan oral dan topical, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan,
seperti analgetik, mukolitik, steroid oral/topical, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau
pemanasan (diatermi). Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolonergiknya
dapat menyebabkan secret menjadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan
antihistamin generasi ke 2. Irigasi sinus maksila atau Proezt displacement therapy juga
merupakan terapi tambahan yang dapat bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika
pasien menderita kelainan laergi yang berat.

Tindakan operasi
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF / FESS) merupakan operasi terkini untuk
sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua
jenis bedah sinusitis terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan
lebih ringan dan tidak radikal.
Indikasinya berupa: sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat,
sinusitis kronik disertai kista atau kelaianan irreversible, polip ekstensif, adanya komplikasi
sinusitis serta sinusitis jamur.

Komplikasi
Komplikasi berat telah menurun secara nyata setelah ditemukannya antibiotic.
Komplikasi berat biasnya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik dengan
eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intracranial.
Kelainan orbita disebabkan oleh, sinus paranasal yang berdekatan dengan mata
(orbita). Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila.
Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat
timbul ialah kelainan palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbita dan
selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus kavernosus.
Kelainan intracranial, dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses
otak dan thrombosis sinus kavernosus.
Komplikasi juga dapat terjadi pada sinusitis kronis, berupa:
Osteomyelitis dan abses subperiostal. Paling serius timbul akibat sinusitis frontal dan
biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomyelitis sinus maksila dapat timbul fistula
oroantral atau fistula pada pipi.
Kelainan paru, seperti bronchitis kronik dan brokiektasis. Adanya kelainan sinus
paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga
menyebabkan kambuhnya asma bronkial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya
disembuhkan.

Sinusitis jamur
Sinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinus paranasal, suatu keadaan yang tidak
jarang ditemukan. Angka kejadiannya meningkat dengan meningkatnya pemakaian antibiotic,
kortikosteroid, obat-obat imunosupresan dan radioterpai. Kondisi yang merupakan
predisposisi antaralain DM, neutropenia, penyakit AIDS dan perawatan yang lama di RS.
Jenis jamur yang paling sering menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah spesies
aspergilus dan candida. Perlu diwaspadai adanya sinusitis jamur pada kasus sebagai berikut:
sinusitis unilateral, yang sukar disembuhkan dengan terapi antibiotic. Adanya gambaran
kerusakan tulang dinding sinus, atau bila ada membrane berwarna putih keabu-abuan pada
irigasi antrum. Para ahli membagi sinusitis jamur sebagai bentuk invasive dan non-invasif.
Sinusitis jamur invasive terbagi menjadi invasive akut fulminant dan invasive kronik indolen.
Sinusitis invasive akut, ada invasi jamur ke jaringan dan vaskuler. Sering terjadi pada
pasien diabetes yang tidak terkontrol, pasien dengan imunosupresi seperti leukemia atau
neutropenia, pemakaian steroid lama dan terapi imunosupresan. Imunitas yang rendah dan
invasi pembuluh darah menyebabkan penyebaran jamur yang sangat cepat dan dapat merusak
dinding sinus, jaringan orbita dan sinus kavernosus. Di kavum nasi, mukosa berwarna biru
kehitaman da nada mukosa konka dan septum yang nekrotik. Sering berkahir dengan
kematian. Sinusitis jamur invasive kronik biasnya terjadi pada pasien dengan gangguan
imunologik atau metabolic seperti diabetes. Bersifat kronis progresif dan bisa juga
menginvasi sampai ke orbita atau intracranial, tetapi gambaran klininisnya tidak sehebat
bentuk fulminant kerana perjalan penyakitnya lebih lambat. Gejalanya seperti sinusitis
bacterial, tetapi secret hidungnya kental dengan bercak-bercak kehitaman, yang bisa dilihat
dengan mikroskop koloni jamur.
Sinusitis jamur non invasive, atau misetoma, merupakan kumpulan jamur didalam
rongga sinus tanpa invasi kedalam mukosa dan tidak mendekstrusi tulang. Sering mengenai
sinus maksila. Gejala klinis menyerupai sinusitis kronis berupa rinore purulent, post nasal
drip, dan napas bau. Kadang-kadang ada napas jamur juga di kavum nasi. Pada operasi bisa
juga ditemukan materi jamur berwarna coklat kehitaman dan kotor dengan bau atau tanpa pus
di dalam sinus.
Tetapi untuk sinsusitis jamur invasive ialah pembedahan, debridemen, antijamur sistemik
dan pengobatan pada penyakit dasarnya. Obat standar ialah amfoterisin B, bisa ditambah
rimfapisin atau flusitosin agar lebih efektif. Pada misetoma hanya perlu terapi bedah untuk
membersihkan massa jamur, menjaga drenase dan ventilasi sinus. Tidak diperlukan anti
jamur sistemik.

Anda mungkin juga menyukai