BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Dapat mengetahui anatomi sinus.
1.3.2 Dapat memahami definisi sinusitis.
1.3.3 Dapat mengetahui manifestasi klinis dari sinusitis.
1.3.4 Dapat mengetahui etiologi dari sinusitis.
1.3.5 Dapat memahami patofisiologi dari sinusitis.
1.3.6 Dapat memahami pemeriksaan diagnostic yang perlu dilakukan pada penderita sinusitis.
1.3.7 Dapat mengetahui penatalaksanaan dari sinusitis.
1.3.8 Dapat mengetahui komplikasi dari sinusitis.
1.3.9 Dapat memahami woc (web of caution) dari sinusitis.
1.3.10 Dapat memberikan asuhan keperawatan yang sesuai pada penderita sinusitis.
1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami dan membuat asuhan keperawatan pada
klien dengan sinusitis, serta mampu mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. SINUS MAKSILA
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml,sinus
kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal,yaitu 15 ml saat dewasa.
Sinus maksila berbentuk pyramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa
kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal mkasila, dinding medialnya ialah dinding dinding
lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris
dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus
semilunaris melalui infundibulum etmoid.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah 1) dasar sinus maksila sangat
berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 danM2), kadang – kadang juga
gigi taring (C) dan gigi molar M3,bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi
gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis; 2) Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita;
3) Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drenase hanya tergantung dari gerak
silia, lagi pula dreanase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus
etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus
maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.
1. SINUS FRONTAL
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus, berasal dari sel-sel resesus
frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10
tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun.
Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari lainya dan dipisahkan oleh sekat yang
terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kuran lebih
5% sinus frontalnya tidak berkembang.
Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2 cm. sinus fronta biasanya
bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Taidak adanya gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding
sinus pada foto Rontgen menunjukan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relative tipis
dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus fronta mudah menjalar ke daerah ini.
Sinus frontal berdrenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang berhubungan dengan
infundibulum etmoid.
1. SINUS ETMOID
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini dianggap paling penting,
karena dapat merupakan focus bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti pyramid
dengan dasarnya di bagian posterior. Ukuran dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5
cm dibagian anterior dan 1,5 cm dibagian posterior.
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang terdapat di dalam massa
bagian lateral os etmoid, yang terletak diantar konka media dan dinding dinding medial orbita. Sel-sel ini
jumlahnya bervariasi. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di
meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang
bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di depan
lempeng yang menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding lateral ( lamina basalis),
sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak
diposterior dari lamina basalis.
Dibagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal, yang berhubungan
sinus frontal. Selo etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu
penyempitan yang di sebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau
peradangan diresesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat
menyebabkan sinusitis maksila.
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribrosa. Dinding lateral sinus adalah
lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid darirongga orbita. Di bagian belakang sinus
etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid.
1. SINUS SFENOID
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat
yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm.
volumenya bervariasi dari 5 sampai 7,5 ml. saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus dibagian lateral
os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indensitasi pada dinding
sinus sfenoid.
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya
atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak
sebagai indentasi) dan disebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior didaerah pons.
1. KOMPLEKS OSTIO-MEATAL
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-muara saluran dari sinus
maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit, dan dinamakan kompleks ostio-
meatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis,
bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.
1. SISTEM MUKOSILIAR
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan palut lendir diatasnya. Di dalam
sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang
sudah tertentu polanya.
Pada dinding lateral hidung terdapat 2 aliran transport mukosiliar dari sinus. Lendir yang berasal dari kelompok
sinus anterior yang bergabung di infundibulum etmoid dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba Eusthacius.
Lendir yang berasal dari kelompok sinus posterior bergabung diresesus sfenoetmoedalis, dialirkan ke nasofaring
di posterior-superior muara tuba. Inilah sebabnya pada sinusitis di dapati secret pasca-nasal (post nasal drip),
tetapi belum tentu ada secret di rongga hidung.
Sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal. Ada yang berpendapat
bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi apa-apa, karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan
tulang muka.
Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain:
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban udara inspirasi.
Keberatan terhadap teori ini ialah karean ternyata tidak didapati pertukaran udara yang definitive antara sinus
dan rongga hidung.
Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali bernafas,
sehingga di butuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus. Lagi pula mukosa sinus tidak
mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung.
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fosa serebri dari suhu rongga
hidung yang berubah-ubah. Akan tetapi kenyataanya sinus-sinus yang besar tidak terletak di antara hidung dan
organ-organ yang di lindungi.
Sinus ini mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonasi suara dan mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi
ada yang berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang
efektif. Lagi pula tidaj ada kolerasi antara resonasi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya pada waktu bersin atau
membuang ingus.
Mucus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan dengan mucus dari rongga
hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang masuk dengan udara inspirasi karena mucus ini keluar
dari meatus medius, tempat yang paling strategis.
2.2 Definisi Sinusitis
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktik dokter sehari-hari, bahkan dianggap sebagai
salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia. Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi
mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis.
Penyebab utamanya adalah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti
oleh infeksi bakteri.
Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut
pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan
sinus sphenoid lebih jarang lagi. Sinus maksila disebut juga antrum Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang
atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinusitis dentogen.
Sinusitis dapat berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intracranial, serta menyebabkan
peningkatan serangan asma yang sulit diobati.
Sinusitis sendiri dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu
1. Sinusitis akut : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3 minggu.
Macam-macam sinusitis akut, yaitu sinusitis maksila akut, sinusitis emtmoidal akut, sinus frontal akut, dan sinus
sphenoid akut.
1. Sinusitis kronis : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3-8 minggu tetapi dapat
juga berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
2.3 Etiologi
2.3.1 Pada Sinusitis Akut, yaitu
1. Infeksi virus
Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas
(misalnya Rhinovirus, Influenza virus, dan Parainfluenza virus).
1. Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan
penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae,Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun
atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak
berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.
1. Infeksi jamur
Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan sistem kekebalan, contohnya jamur
Aspergillus.
1. Mempercepat penyembuhan
2. Mencegah komplikasi
3. Mencegah perubahan menjadi kronik
Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehinggan drenase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara
alami.
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bacterial, untuk menghilangkan infeksi
dan pembengkakan maukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan
penisilin seperti amoksilin. Jika diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka
dapat diberikan amoksilin-klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotic diberikan
selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang. Pada sinusitis kronik diberikan antibiotic yang sesuai
untuk kuman negative gram dan anaerob.
Selain dekongestan oral dan topical, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan, seperti analgetik, mukolitik,
teroid oral/topical, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi). Antihistamin tidak rutin
diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan secret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat
sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement therapy juga
merupakan terapi tambahan yang bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita
kelainan alergi yang berat.
Tindakan operasi. Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan operasi terkini untuk sinusitis
kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua jenis bedah sinus terdahulu
karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan ringan dan tidak radikal. Indikasinya berupa:
sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat; sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang
irreversible; polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.
2.8 Komplikasi
Komplikais sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotic. Komplikasi berat biasanya terjadi
pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intracranial.
Kelainan orbita disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). Yang paling sering
adalah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis
dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, asbes subperiostal,
abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus kavernosus. Kelainan Intrakranial. Dapat berupa
meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak dan thrombosis sinus kavernosus.
Komplikasi juga dapat terjadi padasinusitis kronis berupa: Osteomielitis dan abses suberiostal. Paling sering
timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat
timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi.
Kelainan paru, seperti bronchitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan
kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang
sukar dihilangkan sebalum sinusitisnya disembuhkan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Identitas/ biodata klien
Nama : Tn. M
Tempat tanggal lahir: Surabaya, 18 September 1964
Umur : 46 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Warga Negara : Indonesia
Bahasa yang digunakan: Bahasa Indonesia
Penanggung Jawab
Nama : Ny. P
Alamat : Jln. Argolawu no.49 Surabaya
Hubungan dengan klien: istri
b. Keluhan Utama
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri kepala dan tenggorokan.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Tuan M datang ke RS tanggal 18 November 2010 dengan keluhan nyeri kepala dan tenggorokan. Nyeri ini
dirasakan sejak 7 hari yang lalu disertai pilek yang sering kambuh dan ingus yang kental di hidung. Nyeri
dirasakan semakin hebat jika pasien menelan makanan dan menundukkan kepala. Pasien mengalami penurunan
berat badan sebanyak 1 kg dari berat badan sebelumnya. Pasien mengaku pernah mempunyai riwayat penyakit
THT sebelumnya. Setelah melakukan pemeriksaan pasien didiagnosa menderita sinusitis.
d. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pasien mengaku pernah mempunyai riwayat THT.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga tidak ada yang menderita sinusitis.
g. Keadaan Lingkungan
Pasien bertempat tinggal di lingkungan yang kurang bersih, ventilasi rumah kurang (tidak adekuat).
3.2 Observasi
3.2.1 Keadaan Umum
1. Suhu : 38ºC
2. Nadi : 84 /menit
3. Tekanan Darah : 120/80 mmHg
4. RR : 25 /menit
5. BB : 62 kg
6. Tinggi badan : 170 cm
3.2.2 Pemeriksaan Persistem
B1 (breathing): Tidak teratur, suara nafas ronkhi berhubugan dengan adanya secret kental pada hidung
B2 (blood) : Normal
B3 (brain) : Pasien composmentis
B4 (bladder) : Normal
B5 (bowel) : Nafsu makan menurun ,porsi makan menurun dan BB turun
B6 (bone) : Kelemahan otot dan malaise
3.3 Analisis Data
No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. Data subjektif: Inflamasi pada sinus frontal Nyeri
Pasien mengeluh nyeri kepala.
Data objektif: Peradangan
Pasien tampak gelisah, didapati skala nyeri
8, RR= 25 x/ menit. Nyeri pada kepala
Bersihan jalan
nafas tidak efektif
Ronkhi
Sesak nafas
3. Data subjektif: Inflamasi Gangguan pemenuhan
Pasien mengeluh tidak nafsu makan. nutrisi kurang dari
Data objektif: Produksi secret meningkat kebutuhan
Penurunan berat badan dari 63 kg menjadi
62 kg, makanan yang disajikan tidak
pernah dihabiskan. Secret terakumulasi dihidung
Hidung tersumbat
Penciuman terganggu
Prostalglandin
Peningkatan set.
point Hipotalamus
3.4 Diagnosa
3.5 Intervensi
Tujuan : Nyeri yang dirasakan klien berkurang atau menghilang dalam waktu 1x24 jam.
Kriteria hasil : a) Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau menghilang
b) RR=16-20 x/menit, Nadi=60-100x/menit, ekspresi wajah klien tidak menyeringai lagi.
c) Skala nyeri 2
No. Intervensi Rasional
1. Kolaborasi: Obat analgesic dapat menurunkan atau
Berikan obat analgesic menghilangkan rasa nyeri.
2. Mandiri: Teknik distraksi diharapkan bisa menurunkan skala
Ajarkan teknik distraksi atau pengalihan nyeri nyeri setelah pengobatan dengan obat analgesic.
dan teknik relaksasi
3. Mandiri: Observasi dilakukan untuk memastikan bahwa
Observasi tanda-tanda vital, keluhan klien nyeri berkurang yang ditandai dengan RR dalam
serta skala nyeri skala normal.
2. Diagnosa : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya secret yang
mengental.
Tujuan : Jalan nafas kembali efektif dalam waktu 10-15 menit.
Kriteria hasil :
a) Klien tidak lagi menggunakan pernafasan cuping hidung
b) Tidak adanya suara nafas tambahan
c) Ronkhi (-)
d) RR= 16-20 x/menit
e) Tidak adanya retraksi dinding dada
No. Intervensi Rasional
1. Kolaborasi: Nebulizing dapat mengencerkan secret dan
Berikan nebulizing. berperan sebagai bronkodilator untuk
melebarkan jalan nafas.
2. Mandiri: Mengetahui letak secret dan mengakumulasi
Foto thoraks dada serta melakukan clapping atau secret di supsternal sehingga mudah untuk di
vibrasi drainase.
3. Kolaborasi: Mengeluarkan secret dari paru.
Lakukan suctioning (pada px. yang mengalami
penurunan kesadaran dan tidak mampu
melakukan batuk efektif).
3. Mandiri: Mengeluarkan secret dari jalan nafas khusunya
Ajarkan batuk efektif (pada px. yang tidak pada pasien yang tidak mengalami penurunan
mengalami penurunan kesadaran dan mampu gangguan kesadaran dan bisa melakukan batuk
melakukan batuk efektif). efektif.
4. Mandiri: Untuk mengetahui perkembangan kesehatan
Observasi tanda tanda vital klien.
3. Diagnosa : Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafsu makan
menurun.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien kembali terpenuhi dalam waktu 5x24 jam
Kriteria hasil :
a) Berat badan klien kembali seperti semula (63kg), BB normal= 63 kg
b) Makanan yang disajikan selalu dihabiskan
No. Intervensi Rasional
1. Kolaborasi: Dengan menu yang bervariasi, dapat
Sajikan makanan secara menarik dengan menumbuhkan nafsu makan klien sehingga
memperhatikan nutrisi yang diperlukan oleh kebutuhan nutrisi klien kembali terpenuhi.
klien.
2. Mandiri: Mengetahui perkembangan pemenuhan
Catat intake dan output makanan klien. kebutuhan nutrisi klien.
3. Mandiri: Dengan sedikit tapi sering dapat mengurangi
Anjurkan makan sedikit sedikit tapi sering. penekanan pada lambung.
4. Mandiri: Dengan pemahaman yang baik tentang nutrisi
Berikan helath education pentingnya makanan akan memotivasi untuk meningkatkan
bagi proses penyembuhan. pemenuhan nutrisi.
4.2 Saran
Banyak komplikasi yang terjadi pada penderita sinusitis, yakni menyebabkan komplikasi ke orbita dan
intracranial, juga dapat menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati. Namun komplikasi ini dapat
menurun dengan pemberian antibiotic dan dekongestan sejak dini (awal terjangkitnya sinusitis) untuk
mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi, dan perubahan menjadi kronik.
DAFTAR PUSTAKA