BAB I
PENDAHULUAN
Sinusitis merupakan penyakit yang sangat lazim diderita di seluruh dunia, hampir menimpa kebanyakan
penduduk Asia. Penderita sinusitis bisa dilihat dari ibu jari bagian atas yang kempot. Sinusitis dapat
menyebabkan seseorang menjadi sangat sensitif terhadap beberapa bahan, termasuk perubahan cuaca
(sejuk), pencemaran alam sekitar, dan jangkitan bakteri. Gejala yang mungkin terjadi pada sinusitis
adalah bersin-bersin terutama di waktu pagi, rambut rontok, mata sering gatal, kaki pegal-pegal, cepat
lelah dan asma. Jika kondisi ini berkepanjangan akan meimbulkan masalah keputihan bagi perempuan,
atau ambeien (gangguan prostat) bagi laki-laki.
Menurut Lucas seperti yang di kutip Moh. Zaman, etiologi sinusitis sangat kompleks, hanya 25%
disebabkan oleh infeksi, sisanya yang 75% disebabkan oleh alergi dan ketidakseimbangan pada sistim
saraf otonom yang menimbulkan perubahan-perubahan pada mukosa sinus. Suwasono dalam
penelitiannya pada 44 penderita sinusitis maksila kronis mendapatkan 8 di antaranya (18,18%)
memberikan tes kulit positif dan kadar IgE total yang meninggi. Terbanyak pada kelompok umur 21-30
tahun dengan frekuensi antara laki-laki dan perempuan seimbang. Hasil positif pada tes kulit yang
terbanyak adalah debu rumah (87,75%), tungau (62,50%) dan serpihan kulit manusia (50%).
Sebagian besar kasus sinusitis kronis terjadi pada pasien dengan sinusitis akut yang tidak respon atau
tidak mendapat terapi. Peran bakteri sebagai dalang patogenesis sinusitis kronis saat ini sebenarnya
masih dipertanyakan. Sebaiknya tidak menyepelekan pilek yang terus menerus karena bisa jadi pilek
yang tak kunjung sembuh itu bukan sekadar flu biasa.
Oleh karena faktor alergi merupakan salah satu penyebab timbulnya sinusitis, salah satu cara untuk
mengujinya adalah dengan tes kulit epidermal berupa tes kulit cukit (Prick test, tes tusuk) di mana tes ini
cepat, simpel, tidak menyakitkan, relatif aman dan jarang menimbulkan reaksi anafilaktik. Uji cukit (tes
kulit tusuk) merupakan pemeriksaan yang paling peka untuk reaksi-reaksi yang diperantarai oleh IgE dan
dengan pemeriksaan ini alergen penyebab dapat ditentukan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.6 Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada penderita sinusitis?
1.2.10 Bagaimana asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada penderita sinusitis?
1.3 Tujuan
1.3.6 Dapat memahami pemeriksaan diagnostic yang perlu dilakukan pada penderita sinusitis.
1.3.10 Dapat memberikan asuhan keperawatan yang sesuai pada penderita sinusitis.
1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami dan membuat asuhan
keperawatan pada klien dengan sinusitis, serta mampu mengimplementasikannya dalam proses
keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi karena bentuknya
sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu
sinus maksila,sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan
hasil pneumatisasi tulang – tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus
mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya
dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid
telah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang
berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari
bagian posterosuperior rongga hidung. Sinus – sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia
antara 15-18 tahun.
SINUS MAKSILA
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml,sinus
kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal,yaitu 15 ml saat dewasa.
Sinus maksila berbentuk pyramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut
fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal mkasila, dinding medialnya ialah
dinding dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya
ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial
sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah 1) dasar sinus maksila sangat
berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 danM2), kadang –
kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3,bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam
sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis; 2) Sinusitis maksila dapat
menimbulkan komplikasi orbita; 3) Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga
drenase hanya tergantung dari gerak silia, lagi pula dreanase juga harus melalui infundibulum yang
sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau
alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.
SINUS FRONTAL
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus, berasal dari sel-sel
resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang
pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun.
Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari lainya dan dipisahkan oleh sekat
yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan
kuran lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.
Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2 cm. sinus fronta biasanya
bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Taidak adanya gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk
dinding sinus pada foto Rontgen menunjukan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang
yang relative tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus fronta mudah menjalar
ke daerah ini.
Sinus frontal berdrenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang berhubungan dengan
infundibulum etmoid.
SINUS ETMOID
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini dianggap paling
penting, karena dapat merupakan focus bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus
etmoid seperti pyramid dengan dasarnya di bagian posterior. Ukuran dari anterior ke posterior 4-5 cm,
tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm dibagian anterior dan 1,5 cm dibagian posterior.
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang terdapat di
dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak diantar konka media dan dinding dinding medial
orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid
anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus medius
dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya
kecil-kecil dan banyak, letaknya di depan lempeng yang menghubungkan bagian posterior konka media
dengan dinding lateral ( lamina basalis), sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar
dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak diposterior dari lamina basalis.
Dibagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal, yang
berhubungan sinus frontal. Selo etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior
terdapat suatu penyempitan yang di sebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila.
Pembengkakan atau peradangan diresesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan
pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila.
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribrosa. Dinding lateral
sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid darirongga orbita. Di bagian
belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid.
SINUS SFENOID
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh
sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan
lebarnya 1,7 cm. volumenya bervariasi dari 5 sampai 7,5 ml. saat sinus berkembang, pembuluh darah
dan nervus dibagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak
sebagai indensitasi pada dinding sinus sfenoid.
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah
inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna
(sering tampak sebagai indentasi) dan disebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior
didaerah pons.
KOMPLEKS OSTIO-MEATAL
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-muara saluran dari
sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit, dan dinamakan
kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus
unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus
maksila.
SISTEM MUKOSILIAR
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan palut lendir diatasnya. Di
dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti
jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.
Pada dinding lateral hidung terdapat 2 aliran transport mukosiliar dari sinus. Lendir yang berasal dari
kelompok sinus anterior yang bergabung di infundibulum etmoid dialirkan ke nasofaring di depan muara
tuba Eusthacius. Lendir yang berasal dari kelompok sinus posterior bergabung diresesus
sfenoetmoedalis, dialirkan ke nasofaring di posterior-superior muara tuba. Inilah sebabnya pada sinusitis
di dapati secret pasca-nasal (post nasal drip), tetapi belum tentu ada secret di rongga hidung.
Sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal. Ada yang
berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi apa-apa, karena terbentuknya sebagai
akibat pertumbuhan tulang muka.
Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain:
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban udara inspirasi.
Keberatan terhadap teori ini ialah karean ternyata tidak didapati pertukaran udara yang definitive antara
sinus dan rongga hidung.
Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali
bernafas, sehingga di butuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus. Lagi pula
mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung.
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fosa serebri dari suhu
rongga hidung yang berubah-ubah. Akan tetapi kenyataanya sinus-sinus yang besar tidak terletak di
antara hidung dan organ-organ yang di lindungi.
Sinus membantu keseimbanga kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan tetapi bila udara
dalam sinus diganti dengan tulang, hanya aka memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat
kepala, sehingga teori ini dianggap tidak bermakna.
Sinus ini mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonasi suara dan mempengaruhi kualitas suara. Akan
tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai
resonator yang efektif. Lagi pula tidaj ada kolerasi antara resonasi suara dan besarnya sinus pada hewan-
hewan tingkat rendah.
Mucus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan dengan mucus dari
rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang masuk dengan udara inspirasi karena
mucus ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktik dokter sehari-hari, bahkan dianggap
sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia. Sinusitis didefinisikan
sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering
disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya adalah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus,
yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.
Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal
disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal
lebih jarang dan sinus sphenoid lebih jarang lagi. Sinus maksila disebut juga antrum Highmore, letaknya
dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinusitis dentogen.
Sinusitis dapat berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intracranial, serta
menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati.
Sinusitis akut : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3 minggu.
Macam-macam sinusitis akut, yaitu sinusitis maksila akut, sinusitis emtmoidal akut, sinus frontal akut,
dan sinus sphenoid akut.
Sinusitis kronis : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3-8 minggu tetapi dapat
juga berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
2.3 Etiologi
Infeksi virus
Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas (misalnya
Rhinovirus, Influenza virus, dan Parainfluenza virus).
Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal tidak
menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem
pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya,
maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus,
sehingga terjadi infeksi sinus akut.
Infeksi jamur
Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan sistem kekebalan, contohnya
jamur Aspergillus.
Tonsilitis yg kronik
2.3.2 Pada Sinusitis Kronik, yaitu
Alergi
Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat,m nyeri tekan, ingus mengalir ke
nasofaring, kental kadang-kadang berbau dan bercampur darah.
Gejala : Sekret kental di hidung dan nasofaring, nyeri di antara dua mata, dan pusing.
Gejala : Nyeri di bola mata, sakit kepala, dan terdapat sekret di nasofaring
Gejala : Flu yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang berbau,selalu terdapat ingus di
tenggorok, terdapat gejala di organ lain misalnya rematik, nefritis, bronchitis, bronkiektasis, batuk kering,
dan sering demam.
2.5 Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar
(mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi antimicrobial dan zat-zat yang
berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara
pernafasan.
Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang
berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya
terjadi tekanan negative di dalam ronga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula
serous. Kondisi ini biasa dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam
beberapa hari tanpa pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya
dan multiplikasi bakteri. Secret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bacterial
dan memerlukan terapi antibiotic.
Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada factor predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia
dan bacteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang
terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau
pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi.
Klasifikasi dan mikrobiologi: Consensus international tahun 1995 membagi rinosinusitis hanya akut
dengan batas sampai 8 minggu dan kronik jika lebih dari 8 minggu.
Consensus tahun 2004 membagi menjadi akut dengan batas sampai 4 minggu, subakut antara 4 minggu
sampai 3 bulan dan kronik jika lebih dari 3 bulan.
Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan lanjutan dari sinusitis akut yang tidak
terobati secara adekuat. Pada sinusitis kronik adanya factor predisposisi harus dicari dan di obati secara
tuntas.
Menurut berbagai penelitian, bacteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah streptococcus
pneumonia (30-50%). Hemopylus influenzae (20-40%) dan moraxella catarrhalis (4%). Pada anak,
M.Catarrhalis lebih banyak di temukan (20%).
Pada sinusitis kronik, factor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang ada lebih condong
ka rarah bakteri negative gram dan anaerob.
Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan
kemerahan di daerah kantus medius.
Pemerikasaan pembantu yang penting adalh foto polos atau CT scan. Foto polos posisi Waters, PA dan
lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal.
Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara, cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa.
CT scan sinus merupakan golg standard diagnosis sinusitis karena mampu manila anatomi hidung dan
sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secacra keseluruhan dan perluasannya. Namun karena
mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusistis kronik yang tidak membaik dengan
pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus.
Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan ini sudah
jarang digunakan karena sangat terbatas kegunaannya.
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil secret dari meatus
medius/superior, untuk mendapat antibiotic yang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil secret yang
keluar dari pungsi sinus maksila.
Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila melalui meatus inferior,
dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan
irigasi sinus untuk terapi.
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan terapi sinusitis ialah:
Mempercepat penyembuhan
Mencegah komplikasi
Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehinggan drenase dan ventilasi sinus-sinus pulih
secara alami.
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bacterial, untuk menghilangkan
infeksi dan pembengkakan maukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotik yang dipilih
adalah golongan penisilin seperti amoksilin. Jika diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi
beta-laktamase, maka dapat diberikan amoksilin-klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada
sinusitis antibiotic diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang. Pada sinusitis kronik
diberikan antibiotic yang sesuai untuk kuman negative gram dan anaerob.
Selain dekongestan oral dan topical, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan, seperti analgetik,
mukolitik, teroid oral/topical, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi).
Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan secret jadi lebih
kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus maksila atau
Proetz displacement therapy juga merupakan terapi tambahan yang bermanfaat. Imunoterapi dapat
dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang berat.
Tindakan operasi. Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan operasi terkini untuk
sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua jenis bedah
sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan ringan dan tidak radikal.
Indikasinya berupa: sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat; sinusitis kronik disertai
kista atau kelainan yang irreversible; polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.
2.8 Komplikasi
Komplikais sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotic. Komplikasi berat
biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik dengan eksaserbasi akut, berupa
komplikasi orbita atau intracranial.
Kelainan orbita disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). Yang paling
sering adalah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui
tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita,
asbes subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus kavernosus. Kelainan
Intrakranial. Dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak dan thrombosis sinus
kavernosus.
Komplikasi juga dapat terjadi padasinusitis kronis berupa: Osteomielitis dan abses suberiostal. Paling
sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus
maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi.
Kelainan paru, seperti bronchitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai
dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga menyebabkan kambuhnya asma
bronchial yang sukar dihilangkan sebalum sinusitisnya disembuhkan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Nama : Tn. M
Umur : 46 tahun
Agama : Islam
Penanggung Jawab
Nama : Ny. P
Alamat : Jln. Argolawu no.49 Surabaya
b. Keluhan Utama
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri kepala dan tenggorokan.
Tuan M datang ke RS tanggal 18 November 2010 dengan keluhan nyeri kepala dan tenggorokan. Nyeri ini
dirasakan sejak 7 hari yang lalu disertai pilek yang sering kambuh dan ingus yang kental di hidung. Nyeri
dirasakan semakin hebat jika pasien menelan makanan dan menundukkan kepala. Pasien mengalami
penurunan berat badan sebanyak 1 kg dari berat badan sebelumnya. Pasien mengaku pernah
mempunyai riwayat penyakit THT sebelumnya. Setelah melakukan pemeriksaan pasien didiagnosa
menderita sinusitis.
Pasien bertempat tinggal di lingkungan yang kurang bersih, ventilasi rumah kurang (tidak adekuat).
3.2 Observasi
Suhu : 38ºC
Nadi : 84 /menit
RR : 25 /menit
BB : 62 kg
B1 (breathing): Tidak teratur, suara nafas ronkhi berhubugan dengan adanya secret kental pada hidung
B2 (blood) : Normal
B4 (bladder) : Normal
B5 (bowel) : Nafsu makan menurun ,porsi makan menurun dan BB turun
No.
Data
Etiologi
Masalah Keperawatan
1.
Data subjektif:
Data objektif:
Peradangan
Nyeri
2.
Data subjektif:
Data objektif:
Ada retraksi dinding dada, penggunaan pernafasan cuping hidung, suara nafas ronkhi, RR=25 x/menit.
Inflamasi pada sinus frontal
Akumulasi secret
Ronkhi
Sesak nafas
3.
Data subjektif:
Data objektif:
Penurunan berat badan dari 63 kg menjadi 62 kg, makanan yang disajikan tidak pernah dihabiskan.
Inflamasi
Hidung tersumbat
Penciuman terganggu
4.
Data subjektif:
Data objektif:
Gelisah, lemas, mata cowong, tidur kurang dari 6-8 jam perhari.
Inflamasi
5.
Data Subjektif:
Data Objektif:
Prostalglandin
Hipertermi
3.4 Diagnosa
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya secret yang mengental.
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafsu makan menurun.
3.5 Intervensi
Diagnosa : Nyeri (kepala, tenggorokan) berhubungan dengan peningkatan tekanan sinus sekunder
terhadap peradanggan sinus paranasal.
Tujuan : Nyeri yang dirasakan klien berkurang atau menghilang dalam waktu 1x24 jam.
Kriteria hasil : a) Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau menghilang
c) Skala nyeri 2
No.
Intervensi
Rasional
1.
Kolaborasi:
2.
Mandiri:
Teknik distraksi diharapkan bisa menurunkan skala nyeri setelah pengobatan dengan obat analgesic.
3.
Mandiri:
Observasi dilakukan untuk memastikan bahwa nyeri berkurang yang ditandai dengan RR dalam skala
normal.
2. Diagnosa : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya secret yang
mengental.
Kriteria hasil :
c) Ronkhi (-)
No.
Intervensi
Rasional
1.
Kolaborasi:
Berikan nebulizing.
Nebulizing dapat mengencerkan secret dan berperan sebagai bronkodilator untuk melebarkan jalan
nafas.
2.
Mandiri:
Mengetahui letak secret dan mengakumulasi secret di supsternal sehingga mudah untuk di drainase.
3.
Kolaborasi:
Lakukan suctioning (pada px. yang mengalami penurunan kesadaran dan tidak mampu melakukan batuk
efektif).
3.
Mandiri:
Ajarkan batuk efektif (pada px. yang tidak mengalami penurunan kesadaran dan mampu melakukan
batuk efektif).
Mengeluarkan secret dari jalan nafas khusunya pada pasien yang tidak mengalami penurunan gangguan
kesadaran dan bisa melakukan batuk efektif.
4.
Mandiri:
3. Diagnosa : Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafsu
makan menurun.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien kembali terpenuhi dalam waktu 5x24 jam
Kriteria hasil :
Intervensi
Rasional
1.
Kolaborasi:
Sajikan makanan secara menarik dengan memperhatikan nutrisi yang diperlukan oleh klien.
Dengan menu yang bervariasi, dapat menumbuhkan nafsu makan klien sehingga kebutuhan nutrisi klien
kembali terpenuhi.
2.
Mandiri:
3.
Mandiri:
4.
Mandiri:
Dengan pemahaman yang baik tentang nutrisi akan memotivasi untuk meningkatkan pemenuhan nutrisi.
Kriteria hasil :
b) Tidak gelisah
c) Mata tidak cowong
No.
Intervensi
Rasional
1.
Mandiri:
2.
Mandiri:
Kolaborasi:
Kriteria Hasil:
No.
Intervensi
Rasional
1.
Mandiri:
Suhu tubuh harus dipantau secara efektif guna mengetahui perkembangan dan kemajuan dari pasien.
2.
Mandiri:
3.
Kolaborasi:
Berikan antipiretik
Mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat
berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme dan autodestruksi dari sel-sel terinfeksi.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Simpulan
Sinusitis merupakan penyakit inflamasi mukosa sinus paranasal yang sering ditemukan dalam praktik
dokter sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di
seluruh dunia. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus
frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam
rongga hidung. Infeksi virus ini, dapat dipengaruhi oleh lingkungan yang berpolusi, udara dingin dan
kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak
silia. Dalam Consensus International tahun 1995 membagi sinusitis hanya akut dengan batas sampai 8
minggu yang kebanyakan disebabkan oleh streptococcus pneumonia (30-50%) dan kronik yang lebih
disebabkan oleh bakteri gram negative dan anaerob jika lebih dari 8 minggu.
4.2 Saran
Banyak komplikasi yang terjadi pada penderita sinusitis, yakni menyebabkan komplikasi ke orbita dan
intracranial, juga dapat menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati. Namun komplikasi
ini dapat menurun dengan pemberian antibiotic dan dekongestan sejak dini (awal terjangkitnya sinusitis)
untuk mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi, dan perubahan menjadi kronik.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC
Soepardi, EA. 2007. Buku Ajar Ilmu Kersehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta: Gaya
Baru