PENDAHULUAN
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI SINUS PARANASAL
2.1. Anatomi Sinus Paranasal
Terdapat empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus
maksila, sinus frontal, sinus etmoid, serta sinus sfenoid kanan dan kiri.4
Sinus Paranasal
Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada tiap-tiap sisi hidung, yaitu: 1)
Sinus frontal kanan dan kiri; 2) Sinus etmoid kanan dan kiri (anterior dan
posterior); 3) Sinus maksila kanan dan kiri (antrum Highmore), dan; 4) Sinus
Sfenoid kanan dan kiri.6 Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang
mengalami modifikasi, dan mampu menghasilkan mukus dan bersilia, sekret
disalurkan melalui ostium masing-masing ke dalam rongga hidung. Pada orang
sehat, sinus terutama berisi udara.7
Sinus maksila rudimenter, atau Highmores antrum umumnya telah ditemukan
pada saat lahir. Sinus paranasal lainnya timbul pada masa kanak-kanak dalam
tulang
wajah.
Tulang-tulang
ini
bertumbuh
melebihi
kranium
yang
dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus,
sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis; 2)
Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita; 3) Ostium sinus maksila
terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drenase hanya tergantung dari
gerak silia, lagipula drenase juga harus melalui infundibulum yang sempit.
Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat
radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drenase sinus maksila dan
selanjutnya menyebabkan sinusitis.4
Anatomi sinus maksila berhubungan dengan rongga mulut karena dasar
sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas. Sehingga pada
tindakan pencabutan gigi, dapat menyebabkan terbentuknya saluran terbuka yang
menghubungkan rongga sinus dan rongga mulut. Apabila saluran terbuka tersebut
membentuk epitalisasi maka dapat terbentuk fistula yang disebut fistula oroantral
atau yang lebih dikenal dengan sebutan Oral Antrum Fistula (OAF). Selain
disebabkan karena tindakan pencabutan gigi, fistula oroantral juga dapat
disebabkan oleh faktor lain seperti trauma (non-iatrogenik dan iatrogenik), tumor
(jinak dan ganas), osteomielitis, maupun infeksi.8
bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus
superior.4
Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di
depan lempeng yang menghubungkan bagian posterior konka media dengan
dinding lateral (lamina basalis), sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya
lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di posterior dari lamina
basalis.4
Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut
resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar
disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang
disebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan
atau peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan
pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila.4
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan
lamina kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis
dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid
posterior berbatasan dengan sinus sfenoid.4
2.1.4. Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior.
Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya
adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm, dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya
bervariasi dari 5 sampai 7,5 ml. Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan
nervus di bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga
sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus sfenoid.4
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan
kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan
dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi)
dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah
pons.4
2.2. Fisiologi
2.2.1. Kompleks Ostio-Meatal (KOM)
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada
muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal, dan sinus etmoid anterior.
Daerah ini rumit dan sempit, dan dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM),
terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus usinatus,
resesus frontalis, bula etmoid, dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan
ostium sinus maksila.4,7
2.2.2. Sistem Mukosiliar
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia
dan palut lendir di atasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk
mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah
tertentu polanya.4,7
Pada dinding lateral hidung terdapat 2 aliran transpor mukosiliar dari
sinus. Lendir yang berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di
infundibulum etmoid dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba Eustachius.
Lendir yang berasal dari kelompok sinus posterior bergabung di resesus
sfenoetmoidalis, dialirkan ke nasofaring di postero-superior muara tuba. Inilah
sebabnya pada sinusitis didapati sekret pasca-nasal (post nasal drip), tetapi belum
tentu ada sekret di rongga hidung.4
pertukaran udara total dalam sinus. Lagi pula mukosa sinus tidak mempunyai
vaskularisasi dan kelenjar sebanyak mukosa hidung.4
2.2.3.2. Sebagai Penahan Suhu
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi
orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. Akan tetapi
kenyataannya sinus-sinus yang besar tidak terletak di antara hidung dan organorgan yang dilindungi.4
2.2.3.3. Membantu Keseimbangan Kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang
muka. Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan
memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini
dianggap tidak bermakna.4
2.2.3.4. Membantu Resonansi Suara
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan
mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan
ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif.
Lagipula tidak ada korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewanhewan tingkat rendah.4
2.2.3.5. Sebagai Peredam Perubahan Tekanan Udara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak,
misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.4
2.2.3.6. Membantu Produksi Mukus
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil
dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk
membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini
keluar dari meatus medius, tempat paling strategis.4
10
BAB III
FISTULA OROANTRAL
3.1. Definisi dan Klasifikasi
Fistula oroantral atau yang sering disebut dengan Oral Antrum Fistulas (OAF)
merupakan epitelisasi dari saluran antara rongga mulut dan sinus maksila, dimana
terbentuk saluran patologis antara epitel selapis gepeng (epitel skuamosa) dengan
epitel berlapis semu bersilia (pseudo-stratified columnar epithelium with cilia).9
Berdasarkan lokasi fistula, dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1). Alveolosinusal; 2). Palatal-sinusal; 3). Vestibulo-sinusal.10 Berdasarkan ukuran fistula,
dapat diklasifikasikan menjadi: 1) Ukuran kecil (kurang dari 2 mm); 2) Ukuran
sedang (3 5 mm); 3) Ukuran besar (lebih dari 5 mm).1
3.2. Etiologi
Fistula oroantral merupakan lubang/saluran antara prosesus alveolaris dan
sinus maksila yang tidak menutup dan mengalami epitelisasi. Fistula oroantral
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: 1).Pencabutan gigi posterior
rahang atas terutama pada molar pertama, molar kedua, dan premolar kedua
dimana akarnya dekat dengan antrum; 2).Trauma iatrogenik seperti penggunaan
elevator dengan tekanan yang berlebihan ke arah superior pada tindakan
pengambilan fragmen atau ujung akar molar atau premolar, pemasangan gigi
implan tiruan yang tidak benar, dan pengunaan kuret yang tidak benar sehingga
menyebabkan terjadinya penembusan lapisan epitel yang tipis dari sinus maksila;
3).Bentuk dinding dasar antrum yang berlekuk mengikuti kontur akar gigi
sehingga tulang dasar antrum menjadi tipis; 4).Adanya jaringan patologis pada
ujung akar gigi, seperti kista radikuler, granuloma periapikal, serta adanya suatu
neoplasma/ tumor. Radang pada daerah periapikal mengakibatkan terjadinya
kerusakan pada struktur tulang di daerah infeksi sehingga tulang menjadi rapuh;
11
5).Enukleasi atau pengeluaran kista yang besar pada maksila, dan; 6).Fraktur pada
segmen prosesus alveolaris rahang atas yang besar.10
Fistula oroantral yang terjadi segera setelah tindakan pencabutan gigi, apabila
kecil dan segera dilakukan perawatan dengan cepat dan benar dapat sembuh
spontan karena adanya proses pembekuan darah yang mampu menutup saluran
yang terbuka.1
3.3. Patogenesis
Dengan adanya fistula oroantral, saluran dari rongga mulut menuju sinus
maksila terbuka secara permanen. Hal ini memungkinkan berjalannya mikroflora
dari rongga mulut ke sinus maksila dan dapat menyebabkan terjadinya
peradangan/infeksi yang dapat berkembang menjadi sinusitis maksila dan sinusitis
dentogen.1
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya
sistem klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks ostiomeatal.
Sinus dilapisi oleh sel epitel respiratorius yaitu epitel berlapis semu bersilia
(pseudo-stratified columnar epithelium with cilia). Lapisan mukosa yang
melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous superficial dan
lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel epitel untuk
membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi zat-zat
yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk
bersama udara pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke ostium untuk
dikeluarkan jika jumlahnya berlebihan.4,6,9
Selain peningkatan sekresi mukus karena organisme yang masuk, faktor
lain yang mempengaruhi patogenesis terjadinya sinusitis pada fistula oroantral
yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium sinus
akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi silia
berkurang dan sel epitel mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang
kurang baik. Disfungsi silia ini akan menyebabkan retensi mukus yang kurang
baik pada sinus.5,7
Inflamasi mukosa hidung menyebabkan pembengkakan (edema) dan
12
13
Reaksi peradangan
14
Fistula
Fistula Oroantral
Oroantral
Saluran
Saluran (rongga
(rongga mulut
mulut dan
dan rongga
rongga
sinus)
sinus) terbuka
terbuka permanen
permanen
Mikroorganisme
Mikroorganisme dari
dari rongga
rongga mulut
mulut masuk
masuk ke
ke rongga
rongga sinus
sinus
Inflamasi
Inflamasi mukosa
mukosa hidung
hidung
Obstruksi Ostium
SINUSITIS
MAKSILA
3.4. Patofisiologi
Kegagalan transpor mukus dan menurunnya ventilasi sinus merupakan faktor
utama berkembangnya sinusitis. Hal ini membuat rongga sinus menjadi media
yang baik untuk pertumbuhan kuman, sehingga fistula oroantral dapat
menyebabkan sinusitis maksila. Sinusitis maksila yang kronik juga dapat
disebabkan oleh sinusitis dentogen.4
Fistula oroantral merupakan lubang/saluran antara prosesus alveolaris dan
sinus maksila yang tidak menutup dan mengalami epitelisasi. Pencabutan gigi
posterior rahang atas terutama pada molar pertama, molar kedua, dan premolar
kedua dimana akarnya dekat dengan antrum dapat menyebabkan terjadinya fistula
oroantral. Biasanya pasien datang dengan keluhan keluarnya cairan dari hidung
pada saat minum atau berkumur. Trauma iatrogenik misalnya penggunaan elevator
dengan tekanan yang berlebihan ke arah superior pada tindakan pengambilan
fragmen atau ujung akar molar atau premolar, pemasangan gigi implan tiruan
yang tidak benar, dan pengunaan kuret yang tidak benar sehingga menyebabkan
15
terjadinya penembusan lapisan epitel yang tipis dari sinus maksila juga dapat
menyebabkan fistula oroantral. Secara anatomi, tulang dasar antrum yang tipis
juga merupakan faktor predisposisi terjadinya fistula oroantral.1,10
Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas,
sehingga rongga sinus maksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar
gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas
seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal mudah
menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe.4
Harus curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang
mengenai satu sisi dengan ingus purulen dan napas berbau busuk. Untuk
mengobati sinusitisnya, gigi yang terinfeksi harus dicabut atau dirawat, dan
pemberian antibiotik yang mencakup bakteri anaerob. Seringkali juga perlu
dilakukan irigasi sinus maksila.4
Pencabutan
Pencabutan gigi
gigi posterior
posterior rahang
rahang atas
atas
Trauma
Trauma iatrogenik
iatrogenik
Trauma
Trauma non-iatrogenik
non-iatrogenik
Fraktur
Fraktur
segmen prosesus alveolaris rahang atas
Fistula Oroantral
Jaringan
Jaringan patologis
patologis ujung
ujung akar
akar gigi
gigi
Enukleasi kista
Enukleasi
kista maksila
maksila yang
yang besar
besar
telah terjadi infeksi pada sinus, maka ditemukan gambaran klinis sinusitis di mana
pasien mengeluh nyeri pada wajah.1,11
3.6. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis fistula oroantral dapat ditegakkan dengan anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa seringkali didapatkan riwayat
pencabutan atau ekstraksi gigi terutama gigi molar dan premolar rahang atas.
Pasien datang dengan keluhan keluarnya ingus atau cairan dari hidung yang
berbau busuk, ketika minum atau berkumur cairan masuk ke dalam hidung, dan
nyeri pada pipi apabila telah terjadi sinusitis maksila.11,12
Pada pemeriksaan rongga mulut, didapatkan adanya lubang/saluran terbuka
pada rahang atas. Fistula oroantral juga dapat diketahui dengan melakukan tes tiup
dengan cara pasien meniup dengan hidung tertutup dan mulut terbuka. Pada
keadaan telah terjadi fistula oroantral, akan terdengar hembusan udara melalui
daerah yang mengalami kerusakan, dan pada soket gigi akan terlihat gelembung
udara seperti busa.12
17
diperkirakan 2 mm, namun apabila sebagian tulang terangkat pada saat ekstraksi
gigi, panjang fistula dapat diukur. Penentuan ukuran fistula berguna untuk
menentukan tatalaksana.13
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah foto polos panoramik,
dapat terlihat hubungan gigi dengan sinus, besar atau kecilya fistula, lokasi benda
asing dalam sinus seperti gigi, akar gigi, atau fragmen tulang yang terdorong
masuk karena trauma atau karena pencabutan gigi. Pada CT Scan, terlihat
diskontinuitas dasar sinus, opasifikasi sinus, atrofi fokal alveolar, penyakit
periodontal yang terkait, mukosa antrum menebal dan terdapat defek pada dasar
tulang.10 Pada foto sinus paranasal posisi Waters, sinusitis maksila akut
memperlihatkan adanya perkabutan dan peningkatan kepadatan pada rongga
sinus, sedangkan sinusitis maksila kronik memperlihatkan osifikasi penuh pada
rongga sinus yang menandakan rongga sinus telah penuh terisi dengan jaringan
hiperplastik, sekret, polip, atau kombinasi keduanya.1,13
Gambar 12. CT Scan pada fistula oroantral. Tampak gambaran opak dan
erosi pada dinding tulang sinus maksila bagian bawah.1
3.8. Penatalaksanaan
Pilihan terapi pada fistula oroantral tergantung ukuran fistula, epitalisasi
fistula, ada atau tidaknya infeksi.10 Apabila ukuran fistula kecil (<3 mm) tanpa
epitalisasi dan belum terjadi infeksi, maka kemungkinan dapat sembuh secara
spontan dan diobservasi selama 3 minggu. Setelah 3 minggu dan fistula tidak
menutup, maka dilakukan penjahitan mukosa.1 Namun bila ukuran fistula besar
(>5 mm) dan tidak sembuh spontan dalam waktu 3 minggu yang disebut chronic
oroantral fistula, maka dilakukan ditindakan pembedahan yaitu penutupan fistula
dengan pembuatan flap.13
Apabila terdapat infeksi pada sinus (sinusitis maksila), maka infeksi harus
diobati terlebih dahulu sebelum tindakan pembedahan untuk mencegah gangguan
drenase yang dapat memperlambat proses penyembuhan. Aslam Pengobatan sinusitis
dapat
dilakukan
dengan
medikamentosa
ataupun
non-medikamentosa.
hilangnya sirkulasi darah yang sempurna. Flap harus bebas dari semua perlekatan
periosteal agar dapat berotasi atau berubah letak untuk menutupi kerusakan yang
terjadi tanpa membuat tekanan pada jaringan. Flap harus didesain agar garis
sutura tidak diletakkan di daerah perforasi dan semua margin yang diperlukan
dapat diperoleh dan dipertahankan dengan cara penjahitan.1,13
Teknik buccal flap merupakan prosedur yang sederhana. Buccal flap dapat
dikombinasikan dengan Caldwell-Luc procedure yang digunakan sebagai jalan
masuk ke sinus maksila bila diperlukan. Kelebihan teknik ini adalah mudah di
mobilisasi, keterampilan yang minimum, dan waktu yang diperlukan lebih
singkat. Sedangkan kekurangannya adalah penyatuan jaringan pada buccal flap
kurang baik, sehingga hanya dianjurkan untuk fistula oroantral berukuran kecil. 12
Teknik palatal flap memberikan keuntungan yaitu suplai darah yang baik ke
jaringan lokal, morbiditasnya baik, sedikit ada gangguan berbicara, dan angka
keberhasilannya 96%, sedangkan kerugiannya proses terbentuknya epitelisasi
palatum durum relatif cukup lama.1 Teknik buccal fat pad flap (BFP) memberikan
keuntungan yaitu suplai darah yang baik ke jaringan lokal, morbiditasnya baik,
penyembuhannya/pembentukan epitalisasinya cepat yaitu 2 3 minggu,
sedangkan kerugiannya adalah dapat terjadi rekurensi meskipun jarang.4,11,14
Setelah operasi, pasien diberikan antibiotik, analgetik, kortikosteroid dan
anjuran untuk tidak menyikat gigi atau mengganggu luka bekas operasi dengan
lidah.15 Follow up pasien dilakukan secara teratur hingga 1 bulan post operasi dan
hasil operasi fistula oroantral yang menutup dengan baik ditandai dengan tidak
adanya keluar cairan yang berasal dari rongga hidung ke rongga mulut melalui
celah.1
21
3.9. Komplikasi
Fistula oroantral yang tidak segera ditangani, sehingga lubang yang terbentuk
bertahan lebih lama, maka saluran akan mengalami epitelisasi, daerah rongga
mulut seringkali mengalami proliferasi jaringan granulasi atau jaringan ikat dan
jika berlanjut dapat menyebabkan terjadinya infeksi dan dipercepat pada
22
pencabutan gigi yang mengalami infeksi periapikal. Penanganan yang tidak benar,
menyebabkan infeksi dapat menyebar ke arah sinus melaui fistula oroantaral
sehingga dapat menyebabkan terjadinya sinusitis maksila.1,9,15
Jika fistula oroantral tidak diobati, bagian ini akan dilapisi dengan epitelium
(kulit), sehingga fistula oroantral merupakan traktus yang terepitelisasi yang
menghubungkan sinus maksila ke rongga mulut dan traktus ini akhirnya menjadi
permanen.14,16
Apabila fistula oroantral lama tidak ditutup maka akan menjadi fistula
oroantral yang kronik (chronic oroantral fistula). Pada kondisi ini, dapat terjadi
sinusitis maksila kronik yang berkembang menjadi sinusitis dentogen. Sinusitis
dentogen ditandai dengan ingus purulent dan napas berbau busuk.4
3.10.
Prognosis
Prognosa pada kasus fistula oroantral tergantung dari ketepatan dan kecepatan
penanganannya. Apabila penanganan dilakukan segera setelah terjadinya fistula,
maka prognosisnya baik. Prognosis dengan tindakan pembedahan juga dikatakan
baik, sebagai pencegahan terjadinya sinusitis maksila akut maupun kronik.1
23
BAB IV
RESUME
Fistula oroantral adalah lubang antara prosesus alveolaris dan sinus maksila
yang tidak mengalami penutupan dan mengalami epitelisasi. Fistula oroantral
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: 1).Pencabutan gigi posterior
rahang atas terutama pada molar pertama, molar kedua, dan premolar kedua
dimana akarnya dekat dengan antrum; 2).Trauma iatrogenik seperti penggunaan
elevator dengan tekanan yang berlebihan ke arah superior pada tindakan
pengambilan fragmen atau ujung akar molar atau premolar, pemasangan gigi
implan tiruan yang tidak benar, dan pengunaan kuret yang tidak benar sehingga
menyebabkan terjadinya penembusan lapisan epitel yang tipis dari sinus maksila;
3).Bentuk dinding dasar antrum yang berlekuk mengikuti kontur akar gigi
sehingga tulang dasar antrum menjadi tipis; 4).Adanya jaringan patologis pada
ujung akar gigi, seperti kista radikuler, granuloma periapikal, serta adanya suatu
neoplasma/ tumor. Radang pada daerah periapikal mengakibatkan terjadinya
kerusakan pada struktur tulang di daerah infeksi sehingga tulang menjadi rapuh;
5).Enukleasi atau pengeluaran kista yang besar pada maksila, dan; 6).Fraktur pada
segmen prosesus alveolaris rahang atas yang besar.10
Tanda dan gejala klinis yang tampak dari fistula oroantral adalah adanya
pembukaan atau lubang antara rongga mulut dengan antrum. Lubang yang
terbentuk sering mengalami infeksi, adanya pembentukan jaringan ikat atau
jaringan granulasi dan sering terjadi drenase mukopurulen. Pasien tidak
mengeluhkan adanya rasa sakit, kecuali terjadi infeksi akut pada sinus. Pada saat
minum atau berkumur, pasien mengeluhkan adanya cairan yang keluar dari
hidung.1 Selain itu, dapat juga dilakukan tes tiup (tes Valsava) dengan cara pasien
meniup dengan hidung tertutup dan mulut terbuka. Bila terdapat fistula oroantral,
akan terdengar hembusan udara melalui daerah yang mengalami kerusakan, dan
pada soket gigi akan terlihat gelembung udara seperti busa.2,11
Perbaikan fistula ini sesegera mungkin untuk mencegah penyebaran infeksi dan
ketidaknyamanan pasien. Mengatasi infeksi sebelum dilakukan perbaikan
24
dan
kuretase
fistula
juga
membantu
penyembuhan
dan
menghilangkan infeksi.11,15
Terdapat beberapa metode yang dapat dilakukan untuk penutupan oroantral
fistula. Pemilihan metode dibuat berdasarkan cara yang telah dilakukan dalam
setiap kasus tertentu, dengan mengobservasi prinsip dasar pembedahan yang
diperlukan. Daerah kerusakan dan adanya suatu fistula oroantral dapat dilakukan
penutupan dengan pembuatan flap. Penentuan desain flap perlu dipertimbangkan
agar suplai darah tetap memadai untuk menghindari terjadinya nekrosis dan
hilangnya jaringan oleh karena hilangnya sirkulasi darah yang sempurna.10,11
Secara umum, tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah agar tidak
terjadi fistula oroantral adalah dengan melakukan foto polos panoramik terlebih
dahulu sebelum tindakan pencabutan gigi untuk mengetahui posisi akar gigi
posterior rahang atas yang letaknya dekat dengan antrum dan untuk mengetahui
ada atau tidaknya penyakit periapikal pada jaringan disekitar ujung akar gigi.10,11
Fistula oroantral yang tidak segera ditangani, sehingga lubang yang terbentuk
bertahan lebih lama, akan mengalami epitelisasi.14 Daerah rongga mulut seringkali
mengalami proliferasi jaringan granulasi atau jaringan ikat dan jika berlanjut
dapat menyebabkan terjadinya infeksi dan dipercepat pada pencabutan gigi yang
mengalami infeksi periapikal. Penanganan yang tidak benar, menyebabkan infeksi
dapat menyebar ke arah sinus melalui fistula oroantral sehingga dapat
menyebabkan terjadinya sinusitis maksila.8
Jika fistula oroantral tidak diobati, bagian ini akan dilapisi dengan epitel
(kulit), sehingga fistula oroantral merupakan traktus yang terepitelisasi yang
menghubungkan sinus maksila ke rongga mulut yang kemudian traktus ini
menjadi permanen.8,10
Pilihan terapi pada fistula oroantral tergantung ukuran fistula, epitalisasi fistula,
ada atau tidaknya infeksi.10 Apabila ukuran fistula kecil (<3 mm) tanpa epitalisasi
dan belum terjadi infeksi, maka kemungkinan dapat sembuh secara spontan dan
25
diobservasi selama 3 minggu. Setelah 3 minggu dan fistula tidak menutup, maka
dilakukan penjahitan mukosa atau teknik jabir alveolaris.1 Namun bila ukuran
fistula besar (>5 mm) dan tidak sembuh spontan dalam waktu 3 minggu yang
disebut chronic oroantral fistula, maka dilakukan ditindakan pembedahan yaitu
penutupan fistula dengan pembuatan flap.13
Tindakan pembedahan fistula oroantral dapat dilakukan dengan beberapa
teknik, antara lain: 1) Vestibular flap atau buccal flap; 2) Palatal flap; 3) Buccal
Fat Pad Flap (BFP). Teknik pembedahan ditentukan oleh ukuran dan lokasi atau
tempat fistula. Apabila ukuran fistula sedang (3 4 mm), maka dapat dipilih
teknik buccal flap, sedangkan pada ukuran fistula yang besar (5 mm) dapat
menggunakan teknik patalal flap atau buccal fat pad flap (BFP). Apabila lokasi
fistula berada di anterior, maka lebih baik digunakan teknik palatal flap,
sedangkan apabila lokasi fistula di posterior maka dipilih teknik buccal fat pad
flap (BFP).1,10 Masing-masing teknik memiliki kekurangan dan kelebihan.10
Prognosa pada kasus fistula oroantral tergantung dari ketepatan dan kecepatan
penanganannya. Apabila penanganan dilakukan segera setelah terjadinya fistula,
maka prognosisnya baik. Prognosis dengan tindakan pembedahan juga dikatakan
baik, sebagai pencegahan terjadinya sinusitis maksila akut maupun kronik.1
26