Anda di halaman 1dari 24

GIGI SUPERNUMERARY

DAN
PERAWATAN ORTODONSIA
Herlianti Iswari S.
FKG Universitas Prof DR Moestopo (B)

Nadya Novia Sari


Ringga Setiawan

Pendahuluan
Supernumerary teeth (gigi berlebih) sering
kali ditemukan dalam praktek sehari-hari,
khususnya pada pasien anak-anak
dengan tahap pertama kelainan gigi yang
dapat menyebabkan maloklusi. Sehingga
dibutuhkan perawatan baik dengan
ekstraksi jika diperlukan dan dilanjutkan
dengan perawatan ortodonti.

Gigi supernumerary dapat mempengaruhi


oklusi normal, sehingga berdampak
terhadap terjadinya maloklusi dan
kelainan oral. Jika gigi supernumerary
erupsi di luar lengkung rahang, oklusi
yang normal mungkin tidak terganggu,
namun apabila erupsi dalam lengkung gigi
tempat gigi permanen seharusnya erupsi
maka dapat menyebabkan terjadinya
maloklusi. Berupa diastema sentral,
crowded, rotasi,dll.

Etiologi Gigi Supernumerary


Menurut J.A. Salzmann (1997), penyebab
terjadinya gigi supernumerary dapat dibagi
menjadi beberapa teori sebagai berikut:
1. Teori Atavisme.
2. Teori Hypergenesis Epitel.
3. Teori Faktor Keturunan (Herediter).
4. Teori Dikotomi.

Bentuk Gigi Supernumerary


Macam-macam bentuk gigi supernumerary antara lain:
a. Gigi berbentuk peg-shaped dengan akar dan mahkota
yang konikal serta berukuran lebih kecil dari gigi
normal.
b. Gigi supernumerary dengan cusp yang multipel dan
mempunyai pit oklusal yang dalam.
c. Gigi supernumerary yang mempunyai ukuran dan
bentuk normal tetapi merupakan tambahan dari jumlah
gigi normal.

Menurut Laura Mitchell (2007), gigi supernumerary


dapat diklasifikasikan berdasarkan:
1. Morfologi, yang mempunyai tipe:
a. Conical
b. Tuberculate
c. Supplemental
d. Odontome
2. Lokasi, yang mempunyai tipe:
a. Mesiodens
b. Distomolar
c. Paramolar

Gigi Supernumerary Tipe


Mesiodens di antara Kedua Gigi
Insisif Sentral Rahang Atas.

Gambaran Radiografis Gigi


Supernumerary tipe
Distomolar yang Impaksi.

Maloklusi Akibat Pengaruh


Gigi Supernumerary
Maloklusi dapat disebabkan oleh banyak
faktor,antara lain:
1. Faktor keturunan.
2. Kongenital
3. Lingkungan
4. Kelainan jumlah, ukuran dan bentuk gigi.
5. Gangguan pada pembentukan gigi dan
erupsi.

Menurut J.A. Salzmann (1997:212), maloklusi


yang disebabkan oleh gigi supernumerary dan
tergantung dari letak posisi dan bentuk gigi
supernumerary tersebut dapat diklasifikasikan
menjadi:
1. Simple;
yaitu
malposisi
ringan
yang
disebabkan akibat gigi supernumerary seperti
mesiodens
2. Complex; yaitu malposisi atau malformasi dari
bagian-bagian tertentu pada lengkung gigi
akibat gigi supernumerary yang dapat
meningkatkan keparahan maloklusi.

Masalah yg dapat timbul akibat gigi


supernumerary antara lain:
1. Gangguan Erupsi
Merupakan suatu proses perkembangan gigi di
mana gigi tidak keluar/tidak tumbuh ke rongga
mulut dan dapat dilihat secara klinis. Kegagalan
gigi untuk erupsi dapat mengakibatkan
terjadinya maloklusi. Insisif sentral rahang atas
yang gagal erupsi kadang dapat disebabkan
oleh keberadaan gigi supernumerary yang
disebut sebagai mesiodens.

Kegagalan Erupsi Gigi Insisif Sentral Rahang


Atas yang Berhubungan dengan Sepasang Gigi
Supernumerary Tipe Tuberculate.

2. Crowding
Gigi berjejal dapat terjadi akibat tidak
harmonisnya ukuran gigi dan panjang lengkung
rahang. Misalnya, ukuran gigi yang terlalu besar,
lengkung rahang yang terlalu pendek atau
jumlah
gigi
lebih
dari
normal.
Gigi
supernumerary merupakan salah satu etiologi
gigi berjejal. Misalnya, adanya gigi supplemental
insisif lateral, dapat menyebabkan gigi-gigi pada
regio anterior maksila berjejal oleh karena
kekurangan tempat dengan tumbuhnya gigi
tambahan tersebut.

3. Pergeseran Gigi atau Displacement


adalah perubahan posisi gigi dari tempat
yang normal dalam rongga mulut ke lokasi
yang lain. Derajat pergeseran tergantung
dari lokasi tumbuhnya gigi supernumerary,
Pada
kebanyakan
kasus
gigi
supernumerary, pergeseran yang sering
terjadi adalah pergeseran mahkota gigi
insisif yang juga disertai oleh erupsi gigi
yang terlambat.

Pergeseran gigi insisif sentral kanan ke labial


akibat gigi supernumerary dan hasil setelah
perawatan.

4. Rotasi Gigi
Gigi supernumerary dapat menjadi salah
satu penyebab terjadinya rotasi pada gigi
normal. Jika gigi supernumerary tumbuh
sebagai
mesiodens,
ia
dapat
menyebabkan rotasi pada gigi insisif
sentral. Derajat rotasi dapat dipengaruhi
oleh posisi, kedalaman dan angulasi
mesiodens yang impaksi.

5. Diastema Sentral
Gigi supernumerary dapat menyebabkan
terjadinya
diastema
sentral
yang
merupakan spacing pada daerah midline
gigi anterior, yaitu antara dua gigi insisif
pertama rahang atas. Diastema sentral
merupakan salah satu maloklusi yang
mudah dikoreksi tetapi sulit dilakukan
retensi karena mudah relaps bila ada
penyebabnya dan tidak dihilangkan
terlebih dahulu.

Penatalaksanaan Gigi Supernumerary dan


Maloklusinya
Penatalaksanaan gigi supernumerary harus dilakukan
untuk mencegah maloklusi atau untuk mengkoreksi
maloklusi yang telah terjadi.
Untuk memulai
penatalaksanaan terhadap gigi supernumerary, diagnosis
harus dilakukan melalui pemeriksaan klinis dan radiologis.
Pemeriksaan radiografi diindikasikan bila ditemukan tandatanda klinis yang abnormal. Pada pemeriksaan gigi
supernumerary, radiografi yang digunakan adalah foto
periapikal, foto panoramik dan foto lateral

Manajemen Perawatan Maloklusi Yang


Disebabkan
oleh Gigi Supernumerary secara Ortodontik
A.

Terapi Kasus Diastema akibat Gigi Supernumerary


Secara umum, perawatan diastema ini terdiri dari tiga fase
sebagai berikut:
a. Menghilangkan faktor penyebab sebelum memulai perawatan.
b. Perawatan aktif; terdiri dari perawatan dengan menggunakan
alat ortodontik cekat atau lepasan. Alat ortodontik lepasan
sederhana yang terdiri dari finger spring atau split labial bow
dapat digunakan untuk menutup diastema sentral.
c. Retensi
Diastema sentral merupakan maloklusi yang mudah dirawat
tetapi mudah untuk relaps. Oleh karena itu
diperlukan retensi
untuk stabilisasi akibat pergerakan gigi tersebut. Retensi dapat
diaplikasikan dengan menggunakan
alat seperti lingual bonded,
Hawleys retainer, dll.

Gambar (A)
Penutupan diastema
sentral dengan menggunakan
split labial bow.

Gambar (B)
Penatalaksanaan
diastema sentral dengan
menggunakan fingerspring

B. Terapi Kasus Gigi Impaksi yang Disebabkan oleh


Gigi Supernumerary.
Setelah perawatan bedah, gigi impaksi yang terhalang
oleh gigi supernumerary dapat erupsi secara normal,
namun beberapa kasus membutuhkan penggunaan
alat ortodontik untuk menuntun erupsi gigi impaksi.
Attachment harus dilekatkan pada gigi yang gagal
erupsi setelah dilakukan pembukaan dan gerakan
traction, dapat dilakukan dengan menggunakan wire
ligature atau precious metal.

C.

Terapi Kasus Gigi Crowding yang Disebabkan


Oleh Gigi Supernumerary
Pada kasus gigi supernumerary, ekstraksi dilakukan
untuk mendapatkan ruang yang dibutuhkan, selanjutnya
crowding dapat dikoreksi dengan menggunakan alat
ortodontik lepasan atau cekat. Alat ortodontik lepasan
yang dipakai adalah coil spring, labial bow, canine
retractor dan sebagainya. Alat ortodontik cekat yang
efektif untuk perawatan crowding terdiri dari lengkung
kawat dengan loop multipel atau kawat nikel-titanium
elastis.

D. Terapi Kasus Rotasi Gigi yang Disebabkan


Gigi Supernumerary
Sebelum koreksi gigi rotasi perlu dilihat
penyebabnya
dan
disiapkan
penatalaksanaannya seperti:
a. Manajemen ruang; untuk memastikan
kebutuhan ruang yang cukup untuk susunan
gigi normal.
b. Alat orthodontik lepasan; Rotasi ringan dapat
dirawat dengan alat ortodontik lepasan yang
terdiri dari double cantilever spring dan juga
labial bow.

c. Alat orthodontik lepasan; Rotation wedges dapat


ditempatkan di antara lengkung kawat dan gigi. Selain
itu, benang elastik (elastic thread) juga dapat
digunakan untuk merotasi gigi yang berpusat pada
sumbu panjangnya. Benang tersebut diikat pada
attachment lingual, menyelubungi gigi pada arah
derotasi dan diikat pada lengkung kawat di bagian
bukal. Couple force juga efektif pada perawatan gigi
rotasi.
d. Retensi rotasi; gigi yang rotasi merupakan maloklusi yg
mudah dirawat tetapi retensi sulit dicapai. Retensi
jangka panjang harus dilakukan untuk mencapai
stabilitas hasil akhir perawatan.

Daftar Pustaka
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Anderson, George M.. Practical Orthodontics. Edisi Ketujuh. Mosby,1990


Clinical Guideline On Management Of The Developing Dentition And Occlusion In Pediatric
Dentistry. Available at: , Accessed September 9,2011.
Garvey, M. Thrse, Hugh J. Barry, Marielle Blake, SupernumeraryTeeth-An Overview of
Classification, Diagnosis and Management. J Can Dent Association, Vol 65,1999.
Iyyer, Bhalajhi Sundaresa, Seema Iyyer Bhalajhi, Orthodontics The Arts And Science, Edisi
Ketiga, Mangalore, Arya,2006.
Mills, J.R.E. Principle And Practice Of Orthodontics. Churchill Livingstone: 1987.
Mitchell, Laura. An Introduction To Orthodontics. Edisi Ketiga. Oxford University Press,2007.
Mossey, P.A.. The Heritability of Malocclusion: Part 2. The Influence of Genetics in
Malocclusion.British Orthodontics Society, Vol 26,1999.
Nashashibi, Ibrahim Awni. Management And Effects Of Mesiodens Teeth On The Upper Central
Incisor. The Saudi Dental Journal.1989.
Proffit, William R.. Henry W. Fields, James l. Ackerman, Contemporary Orthodontics,
EdisiKeempat, Mosby,2007.
Salzmann, J.A.. Orthodontics Principles And Prevention. J.B. Lipipincott,1997.
http://www.adandental.com.au/tooth_eruption_dates.htm, accessed: September 11, 2011
http://dentistry.umkc.edu/practition/assets/AbnormalitiesofTeeth.pdf
http://www.doctorspiller.com, accessed: September 11, 2011
http://www.waybuilder.net/sweethaven/MedTech/Dental/OMPath/fi g0217.jpg, accessed:
September 11, 2011

Anda mungkin juga menyukai