Anda di halaman 1dari 45

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Tinjauan Pustaka

2. 1. 1. Bottle-Feeding

a. Definisi Bottle-Feeding

Bottle-feeding adalah salah satu metode yang diberikan untuk memberi makan bayi,

yaitu dengan menggunakan dot artifisial dan susu formula. Bottle-feeding diisi secara rutin

dengan formula untuk menghasilkan supplemen demi memberi makan bayi.18 Bottle-

feeding adalah lanjutan dari breast-feeding pada anak, dengan beda bahwa kedekatan sang

ibu dengan anaknya selama bottle-feeding tidak sedalam kedekatan sang ibu dengan

anaknya selama breast-feeding.19 Proses ini dimulai setelah masa ASI esklusif berakhir,

yakni ketika bayi berumur 2 tahun dan berhenti seiring perkembangan sang bayi.

b. Gerakan Bottle-Feeding

Pada usia ll-16 rninggu di dalam kandungan, fetus telah memulai pergerakan

menghisap dan menelan. Refleksi ini adalah refleks penting bagi bayi baru lahir untuk

menyusu pada ibunya hingga usia 12 bulan. Refleks menghisap akan menghilang pada

tahap perkembangan ketika anak mulai belajar makan.20 Bottle-feeding termasuk ke dalam

salah satu fungsi orofasial dan melibatkan fungsi menghisap dan menelan.

5
6

Berbeda dengan breast-feeding, bottle-feeding menggunakan dot artifisial. Anak

yang minum melalui botol menggunakan lidah dengan gerakan menyerupai penghisap

untuk menekan dot pada palatum. Pada kasus ini, terdapat aktivitas menghisap yang lebih

kuat pada bibir dan pipi. Dengan penggunaan dot, terdapat kekurangan dukungan palatal

dari lidah sehingga meningkatkan aktivitas pada pipi. Juga terdapat penempatan lidah yang

tidak sesuai ketika menelan demi menghasilkan aliran susu yang cepat dan berkelanjutan.8

Pada bottle-feeding, terdapat gerakan menghisap yang lebih sedikit, jeda yang lebih sedikit

dan lebih singkat bila dibandingkan dengan breast-feeding.21

c. Pengaruh Bottle-Feeding Pada Rongga Mulut

Kebiasaan minum susu memakai botol dan dibawa tidur sering dilakukan oleh anak

usia sangat muda (1-3 tahun) yang dapat menyebabkan karies dini yang dinamakan nursing

bottle syndrome, baby bottle syndrome, nursing caries, night bottle syndrome, dan sebutan

lainnya. Susu formula biasanya ditambah dengan sukrosa, sukrosa maupun laktosa

merupakan karbohidrat yang dapat difermentasi oleh bakteri mulut menjadi asam. Aliran

saliva pada saat tidur berkurang sehingga susu menumpuk dan menggenangi gigi.22

Karies yang terjadi pada usia dini ini memperlihatkan pola yang khas. Mula-mula

yang terkena adalah 4 gigi insisif atas, kemudian meluas ke gigi-gigi molar dan kaninus

sulung, sedangkan gigi-gigi insisif rahang bawah adalah yang terakhir kena karies karena

cenderung terlindung oleh lidah. Akan tetapi, jika karies sudah kena pada semua gigi

sulung, keadaan ini dinamakan karies rampan.22


7

Karena mekanisme yang dilakukannya, bottle-feeding memberikan pengaruh

terhadap perkembangan orofasial. Keseimbangan dinamis antara keterlibatan lidah dan pipi

dalam bottle-feeding menghasilkan lengkung mandibula yang lebih datar.10 Perubahan

perkembangan motorik oral yang dihasilkan oleh bottle-feeding berefek negatif pada

mastikasi, penelanan, pernapasan, dan artikulasi bicara, juga mengakibatkan maloklusi.12

Penggunaan botol susu hingga melewati umur 2 tahun dapat mengakiballan berjejalnya gigi

rahang atas dan rahang bawah.23, 24

Secara spesifik, bottle-feeding memberikan dampak pada maloklusi gigi geligi,

salah satunya memberi pengaruh negatif pada perkembangan gigitan.2, 13 Anak-anak yang

melakukan bottle-feeding memiliki resiko memiliki maloklusi cross-bite posterior dua kali

lipat.14 Kemudian anak yang makan melalui botol memiliki kesempatan sembilan kali lipat

lebih besar memiliki openbite anterior jika dibandingkan dengan anak yang disusui lebih

dari 12 bulan.16 Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ovsenik et al mengungkapkan

bahwa tingkat keparahan maloklusi tertinggi ditemukan pada usia 3 tahun dan

kemungkinan diakibatkan oleh kegiatan menghisap dan makan (bottle-feeding).18

Lamanya waktu pemberian makan bayi melalui botol juga turut mempengaruhi

tingkat keparahan maloklusi. Terdapat hubungan signifikan antara non-mesial step dan

bottle-feeding lebih dari 18 bulan, dibandingkan dengan anak-anak yang meminum susu

melalui susu melalui botol kurang dari 18 bulan. Hubungan yang serupa juga ditemukan

pada hubungan klas II kaninus dengan bottle-feeding.16 Dan Nahas-Scocate et al

menemukan bahwa semakin tua seorang anak berhenti menyusui melalui botol (3-4 tahun)
8

dan semakin singkat durasi breast-feeding (<3 bulan), semakin besar kemungkinan anak

tersebut mengalami distal step.25

Terdapat beberapa mekanisme spesifik yang membuat bottle-feeding berkontribusi

terhadap terjadinya maloklusi, yaitu:16

1. Aktivitas otot yang lebih sedikit dibutuhkan untuk mengeluarkan susu dari

dalam botol, menghasilkan penurunan perkembangan otot yang terlibat dalam

kegiatan menghisap, yang dapat menjadi matriks fungsional dari perkembangan

mandibula yang inadekuat.

2. Lidah hanya digunakan untuk mengendalikan jalan keluar susu selama bottle-

feeding dan anak-anak yang menyusui melalui botol memiliki peningkatan

prevalensi dari pola penelanan abnormal atau tongue-thrusting.

3. Lebih dari 60% dari anak yang menyusui melalui botol memiliki mouth

breathing atau mixed breathing, yang dapat mempengaruhi oklusi.

2. 1. 2. Gigi Geligi Susu

a. Kondisi Gigi Geligi Susu

Pembentukan gigi geligi susu dimulai setelah 4-5 bulan kehidupan intra uterine.

Gigi-gigi pertama biasanya erupsi setelah 6-7 bulan sesudah kelahiran dan semua gigi-gigi

susu biasanya erupsi pada usia 2,5 atau 3 tahun. Gigi yang pertama kali erupsi adalah gigi-

gigi insisivus. Posisi ideal gigi-gigi insisivus tersebut lebih vertikal dibandingkan dengan

gigi permanen, dengan tumpang gigit yang lebih dalam. Dalam keadaan oklusi sentris, gigi
9

insisivus bawah akan mengenai singulum gigi insisivus atas, kemudian celah akan tampak

di antara gigi-gigi insisivus tersebut.26

Tahap gigi desidui dimulai dari erupsinya gigi desidui pertama, biasanya merupakan

insisivus sentral mandibula, dan berakhir dengan erupsinya molar permanen pertama, yaitu

pada usia 6 bulan hingga usia 6 tahun.27 Pada usia 2,5 tahun, gigi desidui pada umumnya

sudah lengkap dan berfungsi penuh. Pembentukan akar pada seluruh gigi desisui selesai

pada umur 3 tahun.

Gigi Desidui
Gigi Atas Erupsi Tanggal
Insisivus Sentral Bulan Tahun
Insisivus Lateral Bulan Tahun
Kaninus
Bulan Tahun
Molar Pertama Bulan Tahun
Molar Kedua Bulan Tahun

Gigi Bawah Erupsi Tanggal


Molar Kedua Bulan Tahun
Molar Pertama Bulan Tahun
Bulan Tahun
Kaninus
Insisivus Lateral Bulan Tahun
Insisivus Sentral Bulan Tahun

Gambar 1: Waktu erupsi dan waktu tanggal gigi sulung

b. Gigi geligi susu di antara usia 3-5 tahun

Pada usia 3 tahun, gigi desidui telah erupsi dengan sempurna, disertai pembentukan

akar yang sudah lengkap. Bila gigi geligi susu telah lengkap, ukuran dan bentuk lengkung
10

berubah sangat sedikit sampai gigi-gigi tetap mulai erupsi; penambahan pada lebar dan

panjang sangatlah sedikit. Ruang interdental pada gigi geligi yang jarang tidak bertambah

lebarnya, atau terjadi celah pada gigi geligi yang rapat. Akan tetapi, mungkin terlihat dua

perubahan selama periode ini. atrisi gigi-gigi (khususnya gigi-gigi anterior), dan

pengurangan overbite dan overjet, sehingga insisivus dapat beroklusi secara edge to edge.28

Tanda-tanda normal pada tahap gigi desidui adalah:27

1. Celah di antara gigi-gigi anterior. Celahini biasanya terlihat pada masa gigi

desidui untuk menyediakan ruang bagi gigi-gigi permanen yang lebih besar pada

rahang.

2. Anthropoid space. Celah ini terdapat pada mesial dari kaninus maksila dan

distal dari kaninus mandibula. Celah ini digunakan untuk mesial shift lebih

awal.

3. Overjet dan overbite rendah.

4. Inklinasi anterior yang hampir vertikal.

5. Bentuk lengkung ovoid.

6. Relasi lurus atau flush terminal plane dari molar kedua.

Pada kebanyakan gigi geligi, molar susu kedua berada pada oklusi cusp to cusp

sehingga kedudukan akhir dari gigi-gigi tersebut berada dalam garis lurus. Pada

keadaan gigi geligi yang lain, molar kedua rahang bawah berada lebih ke arah

mesial daripada molar kedua rahang atas, sehingga menghasilkan mesial step; hal
11

ini dapat pula dinyatakan normal. Dapat pula terjadi distal step dan hal ini

menunjukkan hubungan lengkung rahang Klas II.29

c. Klasifikasi Barnett

Klasifikasi Barnett adalah klasifikasi yang digunakan pada gigi dan berdasarkan

klinis. Tahapan-tahapan dan rentang usia dalam klasifikasi Barnett dapat dilihat dalam tabel

berikut.30

Tahap Usia dalam Tahun Karakteristik

Tahap pertama 3 Masa gigi desidui

Tahap kedua 6 Erupsi gigi molar pertama permanen

Tahap ketiga 6-9 Pergantian gigi insisivus

Tahap keempat 9-12 Pergantian gigi lateral

Tahap kelima 12 Erupsi molar kedua permanen

1. Masa Gigi Desidui

Pada tahap gigi sulung, terdapat empat kategori untuk melihat maloklusi gigi sulung

yaitu overjet, overbite, hubungan gigi kaninus atas bawah, dan relasi molar atau terminal

plane, di samping itu, susunan gigi anterior sulung yang berjejal juga merupakan gambaran

maloklusi.31, 32

Pada masa gigi desidui, terdapat celah-celah antar gigi yang disebut spacing.

Spacing di antara gigi-gigi insisivus susu adalah normal, dan menunjukkan bahwa gigi-gigi
12

tetap mempunyai tempat untuk bererupsi. Kurangnya spacing atau imbrikasi insisivus susu

merupakan tanda bahwa insisivus tetap mungkin akan berjejal-jejal bila kelak erupsi. Di

sana juga terdapat celah khusus untuk menyediakan ruang yang disebut sebagai anthropoid

spaces. Anthropoid spaces terletak di sebelah mesial kaninus rahang atas dan di bagian

distal pada kaninus rahang bawah.29

Gambar 2: Primate Space

Relasi molar pada periode gigi sulung dibagi sebagai berikut:31

1. Flush terminal plane, adalah relasi molar di mana permukaan distal dari molar

kedua mandibula berada lurus dengan permukaan distal dari molar kedua maksila.

Hubungan tersebut dapat memandu molar satu permanen menjadi relasi molar kelas

I yang normal atau relasi molar kelas II yang abnormal tergantung pada lebar mesial

dan distal gigi molar satu permanen.

2. Mesial step, adalah relasi molar di mana permukaan distal molar kedua mandibula

berada pada mesial dari permukaan distal molar kedua maksila. Mesial step adalah

hubungan yang ideal yang akan memandu gigi molar satu permanen menjadi kelas

I.
13

3. Distal step, adalah relasi molar di mana permukaan distal molar kedua mandibula

berada pada distal permukaan distal dari molar kedua maksila.

Gambar 3: Relasi molar sulung (flush terminal plane, mesial step, distal step)

Gambar 4: Relasi molar sulung dan perkembangannya menuju relasi molar permanen.
14

Sementara relasi kaninus pada periode gigi sulung adalah sebagai berikut.31

1. Klas I, adalah relasi kaninus di mana kaninus sulung maksila terletak pada bidang

vertikal yang sama dengan permukaan distal dari kaninus mandibula.

2. Klas II, adalah relasi kaninus di mana ujung mahkota kaninus sulung maksila

terletak pada mesial permukaan distal dari kaninus sulung mandibula.

3. Klas III, adalah relasi kaninus di mana ujung mahkota kaninus sulung maksila

berada pada distal dari permukaan distal kaninus sulung mandibula.

Relasi molar sulung, sebagaimana digambarkan oleh permukaan distal dari molar

kedua sulung, patut diperhatikan tidak hanya karena mereka menggambarkan hubungan

relasi antara maksila dan mandibula, tetapi juga karena permukaan tersebut memandu

molar permanen menuju oklusi dan menentukan hubungan rahang molar permanen.32

Gambar 5: Relasi kaninus sulung

2. Erupsi Gigi Molar Pertama Permanen30

Molar pertama permanen adalah kunci untuk oklusi permanen gigi-geligi. Molar

pertama permanen memainkan peranan yang sangat penting dalam menetapkan dan fungsi
15

dari oklusi gigi permanen. Dengan erupisinya molar pertama, gigi-geligi akan memasuki

masa gigi campuran dimulai dari umur 6 tahun.

Masa gigi campuran dapat dibagi menjadi tiga fase.

a. Periode transisi pertama, ditandai dengan kemunculan molar permanen pertama

dan penggantian insisivus desidui dengan insisivus permanen.

b. Periode intertransisi, relatif stabil dan tidak ada perubahan berarti. Pada periode

ini, lengkung maksila dan mandibula terdiri dari gigi-geligi desidui dan

permanen. Di antara insisivus permanen dan molar pertama permanen adalah

molar dan kaninus desidui.

c. Periode transisi kedua, ditandai dengan penggantian molar desidui dan kaninus

desidui dengan premolar dan kaninus permanen secara berturut-turut.

Benih gigi dari molar pertama permanen maksila berkembang di tuberositas maksila

dan permukaan oklusalnya biasanya berorientasi ke arah bawah dan belakang. Benih gigi

dari molar pertama permanen mandibula biasanya terletak pada sudut gonion mandibula

dengan permukaan menghadap ke arah atas dan depan. Terdapat perbedaan yang jelas pada

jalur erupsi molar pertama permanen maksila dan mandibula. Segera setelah molar pertama

permanen erupsi di rongga mulut, gigi tersebut berkontak dengan permukaan distal dari

molar kedua desidui. Bagaimanapun, lokasinya selama periode ini tidak stabil hingga relasi

interoklusal akhir ditetapkan. Selama proses ini, banyak celah-celah tidak normal yang

muncul oleh karies atau kerusakan traumatik dari mahkota gigi dan/atau kehilangan

prematur gigi sulung akan menghasilkan mesial shift dari molar pertama dengan cara

berbeda dikarenakan keberadaan celah fisiologis dari periode gigi sulung.


16

Gambar 6: Jalur erupsi molar pertama

3. Erupsi Gigi-gigi Insisivus Permanen30

a. Perubahan Sumbu Gigi Insisivus

Salah satu perbedaan karakteristik antara gigi desidui dan permanen adalah sumbu

gigi. Secara umum, gigi sulung berada pada posisi tegak tetapi gigi permanen

cenderung berinklinasi menuju permukaan labial atau bukal. Sudut interinsisal

antara insisivus sentral maksila dan mandibula sekitar 1500 di periode gigi sulung,

sebaliknya, periode gigi permanen memiliki rata-rata 1230. Dengan kata lain,

insisivus permanen pada maksila dan mandibula berinklinasi lebih labial

dibandingkan insisivus desidui. Hal ini membuat keliling dari lengkung dental

permanen lebih lebar. Ini merupakan keadaan menguntungkan untuk pengaturan

dari gigi permanen yang lebih besar.


17

Gambar 7: (A) Insisivus permanen dan (B) insisivus sulung

b. Ugly Duckling Stage

Anak-anak pada kelas-kelas awal sekolah dasar cenderung untuk terlihat tidak

normal selama waktu penggantian gigi-gigi insisivus mereka, terutama pada lengkung atas

di mana insisivus permanen terlihat terlalu besar dibandingkan gigi-gigi sulung dengan

sumbu longitudinal melebar seperti V terbalik. Banyak orang tua yang khawatir dengan

keadaan ini. Ketika gigi kaninus erupsi, gaya yang tertanam pada akar-akar gigi lateral

menyebabkan pelebaran distal dari mahkota insisivus. Selama erupsinya kaninus, gaya

bertransmisi pada mahkota memicu pergerakan mesial sehingga memicu penutupan

diastema midline. Maloklusi sementara ini disebut sebagai ugly duckling stage oleh

Broadbent pada tahun 1937 dikarenakan anak-anak cenderung terlihat jelek dan

dibandingkan seperti bentuk kaki bebek.


18

Gambar 8: Ugly duckling stage

4. Erupsi Gigi Caninus dan Premolar30

Celah tersedia untuk mengakomondasi gigi-geligi lateral cukup terbatas, dikarenakan

permukaan mesial molar permanen membentuk batas distal dan permukaan distal dari

insisor lateral permanen membentuk batas mesial. Oleh karena itu, untuk mempermudah

penggantian gigi-gigi lateral, penting untuk mengikuti keadaan-keadaan sebagai berikut.

a. Leeway Space

Jumlah lebar mesiodistal dari gigi permanen lateral umumnya lebih kecil dibandingkan

gigi desidui lateral, sejumlah 0,9 mm di maksila untuk setiap sisi dan 1,7 mm di mandibula

untuk setiap sisi. Perbedaan ini disebut Leeway space. Leeway space adalah ruang yang

timbul akibat adanya perbedaan lebar mesiodistal gigi pada pergantian gigi kaninus, molar

pertama dan molar kedua desidui oleh kaninus, premolar pertama, dan premolar kedua.

Celah ini juga faktor fundamental yang penting untuk penggantian gigi lateral dengan

mudah. Celah-celah berlebih yang tersedia setelah penggantian molar desidui dan kaninus

digunakan untuk pergeseran mesial dari molar-molar mandibula untuk menetapkan relasi

molar Klas I.
19

Gambar 9: Leeway space

b. Urutan Penggantian Gigi-Gigi Lateral

Penggantian seluruh gigi-gigi lateral memerlukan waktu satu setengah tahun. Dalam

kondisi sulit dengan jangka waktu yang relatif singkat dan ruang yang terbatas di lengkung,

untuk penggantian normal gigi lateral, urutan penggantian gigi merupakan faktor penting.

Pola erupsi umumnya adalah 4 3 5 atau 4 5 3. Di mandibula, pola yang paling

umum adalah 3 4 5.

5. Erupsi Molar Kedua Permanen30

Setelah lengkapnya penggantian gigi lateral, dan lengkung dental berdasarkan molar

pertama sudah ditetapkan, molar kedua permanen akan mulai erupsi. Di kebanyakan kasus,

setelah erupsinya molar kedua, gaya erupsi yang ke arah mesial dengan molar permanen

kedua akan mengurangi panjang lengkung dental.


20

Keliling lengkung lebih lanjut dikurangi oleh penggunaan Leeway space dengan

penggantian dari premolar kedua hingga molar kedua. Lesi karies proksimal atau ekstraksi

dini dari molar kedua desidui, yang tidak aneh karena tingginya prevalensi karies untuk gigi

ini, akan menyebabkan kehilangan ruang lengkung dental lebih lanjut. Celah ini pada

hakikatnya berkurang selama periode erupsi molar kedua dan secara signifikan akan

mempengaruhi relasi oklusal dari regio molar.

2. 1. 3. Maloklusi

a. Definisi

Maloklusi didefinisikan sebagai kelainan perkembangan dari sistem maksilofasial,

yang memiliki efek timbal balik pada tulang rahang, gigi, dan jaringan lunak fasial,

berdampak pada gangguan fungsi dan estetik.1 Maloklusi merupakan akibat dari malrelasi

antara pertumbuhan dan posisi serta ukuran gigi. Maloklusi diklasifikasikan menurut relasi

molar pertama (I, II, dan III), atau sebagai relasi normal, pranormal, dan pascanormal.

Maloklusi juga bisa dibagi menjadi maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang

sedang berkembang dan maloklusi sekunder yang timbul pada orang dewasa akibat

tanggalnya gigi dan pergerakan gigi tetangga.33

b. Etiologi34

Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya maloklusi, antara lain:

1 Faktor umum
21

Faktor umum adalah faktor yang dapat menimbulkan ketidakteraturan seluruh gigi.

Termasuk di dalam faktor umum adalah penyimpangan antara ukuran gigi dan

rahang, yang menimbulkan crowding atau spacing, malrelasi skeletal, dan faktor

jaringan lunak.

2 Faktor lokal

Faktor lokal adalah faktor yang menimbulkan ketidakteraturan beberapa gigi saja.

Faktor lokal meliputi:

a) Kelainan jumlah gigi

b) Kelainan bentuk dan posisi gigi

c) Kebiasaan

d) Frenulum labial abnormal

c. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Maloklusi33

1. Tipe Fasial

Tipe muka (fasial) dan ras harus diperhatikan. Apabila ada hubungan

maksilo mandibular yang salah pada tipe muka datar, lebih sering karena prognasi

mandibula, sedangkan pada tipe cembung lebih sering terjadi karena kekurangan

pertumbuhan lengkung basal dalam arah antero-posterior dan adanya insidensi

retrusi mandibula yang tinggi. Orang-orang yang mempunyai bentuk kepala

dolikosefalik mempunyai tipe muka sempit panjang (leptoprosope) dan lengkung


22

gigi yang relatif sempit. Orang-orang dengan bentuk kepala brakisefalik mempunyai

tipe muka sangat lebar dan relatif pendek (euryprosope) dan bentuk lengkung gigi

yang lebar dan bulat. Orang-orang yang mempunyai bentuk kepala mesosefalik

mempunyai tipe muka mesoprosope di antara kedua tipe muka tersebut di atas.

Macam maloklusi dapat berbeda dengan tipe muka, tetapi dapat diduga bahwa

lengkung gigi yang sempit terdapat pada tipe muka yang sempit, dan lengkung gigi

yang lebar terdapat pada tipe muka yang lebar.

2. Bentuk Lengkung Gigi

Currier (1969) menggunakan radiografik dan model gigi dilengkapi dengan

komputer untuk melukiskan morfologi lengkung gigi. Hasil analisis menunjukkan

bahwa lengkung gigi maksila dan mandibula lebih cocok berbentuk elips daripada

parabola. Bentuk parabola lebih cocok untuk lengkung maksila dan mandibula

sebelah palatal atau lingual. Karena lengkung rahang sebelah luar atau sebelah

fasial, yaitu lengkung yang melewati permukaan bukal dan labial gigi-gigi sangat

penting bagi ahli ortodonti maka bentuk elips dianggap bentuk lengkung gigi yang

lebih baik dibandingkan parabola. Baik parabola maupun elips cocok untuk bentuk

lengkung gigi atas dan bawah sebelah palatal atau sebelah lingual.

3. Variasi Besar, Bentuk, Jumlah, dan Posisi Gigi

a. Besar Gigi

Kemungkinan yang paling berpengaruh terhadap oklusi gigi adalah variasi besar

dan bentuk gigi. Gigi seseorang mempunyai ukuran besar yang bervariasi. Besar
23

gigi tidak ada hubungannya dengan besar tubuh. Tetapi besar gigi dipengaruhi oleh

jenis kelamin, seperti misalnya, gigi laki-laki lebih besar daripada gigi perempuan.

Faktor keturunan berpengaruh terhadap terjadinya maloklusi. Sering dijumpai

pasien dengan gigi geligi yang besar dan rahang yang kecil. Kemungkinan besar

ukuran gigi diwariskan dari ayah dan ukuran rahang diwariskan dari ibu atau

sebaliknya. Gigi yang besar pada rahang yang kecil atau gigi yang kecil pada rahang

yang besar dapat menyebabkan terjadinya maloklusi.

b. Bentuk Gigi

Hal yang perlu diperhatikan ialah perbandingan antara besar dan bentuk gigi

sulung dan gigi permanen penggantinya. Pada umumnya gigi sulung mempunyai

besar dan bentuk yang sesuai dan letaknya teratur pada maksila dan mandibula,

tetapi apabila pada saat gigi sulung tanggal tidak terjadi celah-celah antar gigi

(interdental spacing), maka diperkirakan akan tidak cukup ruang bagi gigi

permanen penggantinya sehingga bisa terjadi gigi berjejal. Dengan jalan

pemeriksaan radiografi secara teratur pada interval waktu tertentu dan analisis gigi

geligi bercampur, dokter gigi dapat memperkirakan besar dan bentuk gigi

permanen.

Besar dan bentuk gigi satu sama lain sangat erat hubungannya. Bentuk gigi yang

sering menyimpang dari normal adalah bentuk gigi insisivus kedua atas yang

berbentuk pasak (peg lateral). Karena bentuknya yang kecil maka sering terjadi sisa

ruang di segmen anterior maksila. Kadang-kadang kelainan bentuk gigi terjadi


24

sebagai akibat kerusakan perkembangan gigi seperti: amelogenesis imperfecta,

hypoplasia, geminasi, dens in dente, odontoma, fusi, dan conginetal syphilitic

aberrations seperti Hutchinsons incisors dan mulberry molar.

c. Jumlah Gigi

Jumlah gigi manusia dapat lebih dari 32 buah gigi tetapi dapat pula kurang dari

jumlah tersebut. Kelebihan jumlah gigi disebabkan oleh adanya gigi lebih

(supernumerary teeth), sedangkan kekurangan jumlah gigi karena adanya gigi

absen. Jika jumlah gigi yang seharusnya ada di maksila dan mandibula tidak sesuai

dengan oklusi normal maka akan terjadi maloklusi.

Gigi absen lebih sering terjadi pada gigi geligi permanen daripada gigi geligi

sulung. Pada pasien-pasien yang memiliki gigi absen bawaan sering mempunyai

kelainan besar dan bentuk gigi (seperti gigi insisivus lateral atas yang berbentuk

taji). Kemungkinan dapat terjadi bahwa pada seseorang yang memiliki gigi absen

juga memiliki gigi lebih. Masalah gigi absen bawaan lebih sering terjadi bilateral

daripada gigi lebih. Kadang-kadang gigi premolar pada satu sisi absen, sedangkan

di sisi lain sangat abnormal dan hanya terbentuk sebagian dan tidak dapat erupsi.

Anodonsia sebagian atau penuh jarang terjadi tetapi sebaiknya pasien diperiksa

dengan teliti apakah dalam riwayat keluarga ditemukan keadaan yang sama. Jadi

faktor keturunan memainkan peran yang berarti dalam masalah jumlah gigi, baik

adanya gigi lebih maupun gigi absen.


25

d. Posisi Gigi

Dalam sejarah orthodonsi, banyak istilah yang digunakan untuk menjelaskan

malposisi gigi individu. Bagi gigi-gigi yang erupsi berlebih (over eruption) istilah

yang digunakan adalah supraversi, dan yang belum erupsi penuh adalah infraversi.

d. Istilah-istilah dalam oklusi

Dalam menjelaskan oklusi, terdapat beberapa istilah yang wajib diketahui, yakni:

1. Tumpang gigit (overbite) yaitu jarak dari tepi insisal gigi insisivus atas ke tepi

insisal gigi insisivus bawah dalam arah vertikal, pada saat oklusi sentrik.33

Dipengaruhi oleh derajat perkembangan vertikal dari segmen dento-alveolar

anterior. Idealnya, gigi-gigi insisivus bawah harus berkontak dengan sepertiga

permukaan palatal dari insisivus atas, pada keadaan oklusi, namun bisa juga terjadi

overbite yang berlebihan atau tidak ada kontak insisal. Pada keadaan ini overbite

disebut tidak sempurna jika insisivus bawah di atas ketinggian edge insisal atas,

atau gigitan terbuka anterior, jika insisivus bawah lebih pendek dari edge insisal

atas pada oklusi.26

2. Jarak gigit (overjet) yaitu jarak dari tepi insisal gigi insisivus atas ke permukaan

labial gigi insisivus bawah dalam arah horizontal, pada saat oklusi sentrik.27 Overjet

tergantung pada inklinasi dari gigi-gigi insisivus dan hubungan antero-posterior

dari lengkung gigi. Pada sebagian besar individu, ada overjet positif, misalnya

sewaktu insisivus atas terletak di depan insisivus bawah pada keadaan oklusi,

namun overjet juga bisa kebalikan, atau edge-to-edge.26


26

3.

Gambar 10: oj: overjet (jarak gigit); ob: overbite (tumpang gigit)

4. Gigitan terbuka (open bite) yaitu suatu keadaan yang pada saat oklusi sentrik

terdapat ruang antara permukaan oklusal atau insisal gigi-gigi maksila dan

mandibula di segmen posterior atau anterior.

5. Gigitan silang (cross bite) yaitu bila dalam keadaan oklusi sentrik satu gigi atau

lebih malposisi ke arah bukal, labial, lingual, atau palatal terhadap gigi-gigi

antagonisnya. Dikenal beberapa macam cross bite, yaitu:35

a. Anterior cross bite, yaitu keadaan di mana gigi insisivi atas terdapat di sebelah

lingual gigi insisivi bawah.

b. Posterior cross bite, macamnya:

a. Buccal cross bite atau outer cross bite, yaitu keadaan di mana tonjol

palatinal gigi posterior atas terdapat di sebelah bukal tonjol bukal gigi

posterior bawah.

b. Lingual cross bite, yaitu keadaan di mana tonjol bukal gigi posterior atas

terdapat pada fossa sentral gigi posterior bawah.


27

c. Complete lingual cross bite atau inner cross bite atau scissor bite, yaitu

keadaan di mana tonjol bukal gigi posterior atas terdapat di sebelah

lingual tonjol lingual gigi posterior bawah.

Gambar 11: a) anterior cross bite; b) buccal cross bite/outer cross bite; c) lingual cross
bite; d) complete lingual cross bite/inner cross bite/scissor cross bite

6. Istilah-istilah yang menjelaskan malposisi gigi individual, seperti yang terlihat pada
gambar 5 dan 6.
28

Gambar 12: Model gigi kasus maloklusi tampak depan dan tampak samping, yang
memperlihatkan kemungkinan malposisi gigi individual. (Graber, 1972)

Gambar 13: Malposisi gigi individual. (Graber, 1972)


29

e. Klasifikasi dari Oklusi Gigi-Geligi

i. Klasifikasi Angle35

Klasifikasi berikut ini berdasarkan pada klasifikasi Edward Angle (1899) walaupun

berbeda dalam beberapa aspek yang penting. Ini adalah klasifikasi dari hubungan antero-

posterior lengkung gigi-gigi atas dan bawah, dan tidak melibatkan hubungan lateral serta

vertikal, gigi berjejal, dan malposisi lokal dari gigi-gigi

a. Klas I Angle

Gambar 14: Klas I Angle (netroklusi)

Klas I Angle adalah klasifikasi di mana tonjol mesiobukal gigi molar

pertama rahang atas terletak pada celah bagian bukal (buccal groove) gigi molar

pertama rahang bawah (relasi gigi netroklusi).

Klas I Angle adalah hubungan ideal yang bisa ditolerir. Ini adalah hubungan

antero-posterior yang sedemikian rupa, dengan gigi-gigi berada pada posisi yang

tepat di lengkung rahang, ujung gigi kaninus atas berada pada bidang vertikal yang

sama seperti ujung distal gigi kaninus bawah. Gigi-gigi premolar atas

berinterdigitasi dengan cara yang sama dengan gigi-gigi premolar bawah, dan tonjol
30

antero-bukal dari molar pertama atas tetap beroklusi dengan alur (groove) bukal dari

molar pertama bawah tetap. Jika gigi insisivus berada pada inklinasi yang tepat,

overjet insisal adalah sebesar 3 mm.

b. Klas II Angle

Klas II Angle adalah hubungan di mana tonjol mesiobukal molar pertama

rahang atas terletak pada ruangan di antara tonjol mesiobukal M1 dan tepi distal

tonjol bukal gigi premolar rahang bawah (relasi gigi distoklusi). Pada hubungan

klas 2, lengkung gigi bawah terletak lebih posterior daripada lengkung gigi atas

dibandingkan pada hubungan klas I. Karena itulah, keadaan ini kadang disebut

sebagai hubungan postnormal.

Ada dua divisi dalam Klas II Angle:

a) Klas II Angle Divisi 1

Gambar 14: Klas II Angle Divisi I


31

Lengkung gigi mempunyai hubungan Klas 2, dengan gigi-gigi insisivus

sentral atas proklinasi dan overjet insisal lebih besar. Gigi-gigi insisivus

lateral atas juga proklinasi

b) Klas II Angle Divisi 2

Gambar 15: Klas II Angle Divisi 2

Lengkung gigi mempunyai hubungan Klas 2, dengan gigi-gigi insisivus

sentral atas yang proklinasi dan overbite insisal yang besar. Gigi-gigi

insisivus lateral atas bisa proklinasi atau retroklinasi.

c. Klas III Angle

Gambar 16: Klas III Angle


32

Klas III Angle adalah hubungan di mana tonjol mesiobukal gigi molar

pertama rahang atas beroklusi dengan bagian distal tonjol distal M1 dan tepi mesial

tonjol mesial gigi molar kedua rahang bawah (relasi gigi mesioklusi). Pada

hubungan Klas 3, lengkung gigi bawah terletak lebih anterior terhadap lengkung

gigi atas dibandingkan pada hubungan Klas I. Oleh karena itu, hubungan ini

kadang-kadang disebut juga sebagai hubungan prenormal. Ada dua tipe utama dari

hubungan Klas 3. Yang pertama, biasanya disebut Klas 3 sejati di mana rahang

bawah berpindah dari posisi istirahat ke oklusi Klas 3 pada saat penutupan normal.

Pada tipe yang kedua, gigi-gigi insisivus terletak sedemikian rupa sehingga gerak

menutup mandibula menyebabkan insisivus bawah berkontak dengan insisivus atas

sebelum mencapai oklusi sentrik. Oleh karena itu, mandibula akan bergerak ke

depan pada penutupan translokasi menuju ke posisi interkuspal. Tipe hubungan

semacam ini biasanya disebut Klas 3 postural atau Klas 3 dengan pergeseran.

ii. Modifikasi Dewey pada Klasifikasi Angle35

Dewey menciptakan modifikasi dari klasifikasi maloklusi Angle. Beliau membagi

Klas I Angle pada lima tipe dan Klas III Angle pada tiga tipe.

Modifikasi Klas I oleh Dewey:

1. Tipe 1, adalah maloklusi klas I dengan gigi anterior berjejal.

2. Tipe 2, adalah maloklusi klas I dengan gigi insisivus maksila yang protrusif.

3. Tipe 3, adalah maloklusi klas I dengan crossbite anterior.


33

4. Tipe 4, adalah relasi molar klas I dengan crossbite posterior.

5. Tipe 5, adalah relasi di mana molar permanen telah bergeser lebih mesial

dikarenakan ekstrasi dini dari molar kedua desidui atau premolar kedua.

Modifikasi klas III oleh Dewey:

1. Tipe 1, adalah tipe di mana lengkung dental atas dan bawah jika dilihat terpisah

berada pada susunan normal. Namun ketika kedua lengkung dioklusikan, pasien

menunjukkan relasi insisor edge-to-edge, menyugestikan bahwa lengkung

mandibula lebih maju.

2. Tipe 2, adalah tipe di mana insisior mandibula berjejal dan berelasi lingual

dengan insisor maksila.

3. Tipe 3, adalah tipe di mana insisor maksila berjejal dan crossbite dalam relasi

dengan gigi anterior mandibula.

iii. Modifikasi Lischer pada Klasifikasi Angle35

Lischner menggantikan istilah Klas I, Klas II, Klas III milik Angle dengan istilah

neutroklusi, distoklusi, dan mesioklusi. Sebagai tambahan, beliau juga

menambahkan beberapa istilah yang dirancang berkaitan dengan maloklusi lain.

1. Neutroklusi, merupakan sinonim dari maloklusi Angle klas I.

2. Distoklusi, merupakan sinonim dari maloklusi Angle klas II.

3. Mesioklusi, merupakan sinonim dari maloklusi Angle klas III.


34

4. Bukaoklusi, merupakan penempatan sebuah atau sekelompok gigi yang lebih ke

bukal.

5. Linguoklusi, merupakan penempatan sebuah atau sekelompok gigi yang lebih ke

lingual.

6. Supraoklusi merupakan saat ketika sebuah atau sekelompok gigi erupsi melebihi

normal.

7. Infraoklusi, merupakan saat ketika sebuah atau sekelompok gigi tidak erupsi

mencapai normal.

8. Mesioversi, merupakan penempatan sebuah atau sekelompok gigi yang lebih

mesial dari posisi normal.

9. Distoversi, merupakan penempatan sebuah atau sekelompok gigi yang lebih

distal dari posisi normal.

10. Transversi, adalah transposisi dari dua gigi.

11. Aksiversi, adalah inklinasi aksial abnormal dari sebuah gigi.

12. Torsiversi, adalah rotasi gigi terhadap sumbu panjangnya.

iv. Klasifikasi Simon28

Poul Simon mengembangkan suatu cara klasifikasi maloklusi dengan menggunakan

model standar yaitu model gigi gnatostatik suatu model gigi yang berorientasi sefalometri.
35

Simon membuat model gigi yang diorientasikan ke tiga bidang yaitu bidang

horizontal Frankfort, bidang raphe mediana, dan bidang orbital. Bidang horizontal

Frankfort terletak di luar area gigi geligi, sedangkan dua bidang yang lain melewati area

gigi-geligi.

Secara teoritis, bidang hirizontal Frankfurt melalui kedua titik porion dan titik

orbital kiri. Titik orbital kiri merupakan titik terendah pada garis lingkar mata kiri. Porion

adalah titik tengah di bagian superior meatus auditorius eksternal. Bidang orbital tegak

lurus bidang Frankfort dan juga tegak lurus bidang raphe mediana atau bidang sagital.

Istilah-istilah yang digunakan oleh Simon yang masih sering dipakai yakni istilah-

istilah sebagai berikut:

1. Protraksi, bisa dipakai baik untuk rahang atas maupun rahang bawah dan

menunjukkan adanya posisi ke arah lebih ke depan terhadap bidang orbital.

2. Retraksi, menunjukkan rahang atas dan rahang bawah jauh lebih ke posterior

dalam hubungannya dengan bidang orbital.

3. Kontraksi, menunjukkan lengkung gigi yang mendekati bidang raphe mediana.

4. Distraksi, adalah lengkung gigi menjauhi bidang raphe mediana

v. Klasifikasi Ackermann dan Proffit28

Ackermann dan Proffit telah membatasi tujuan dan pernggunaan klasifikasi dengan

menggunakan diagram Venn. Sebagaimana mereka menyatakan bahwa klasifikasi Angle

hanya merupakan sebagian dari diagnosis, maka sebagai tambahan mereka memasukkan
36

kelompok 1, masalah keteraturan letak gigi; kelompok 2 masalah profil; kelompok 3;

masalah gigitan silang; kelompok 5, masalah tumpang gigit dalam.

Meskipun demikian, analisis Ackermann dan Proffit tersebut nampaknya belum

merupakan suatu metode yang betul-betul memuaskan untuk menghasilkan dan mencatat

informasi secara sistematik yang merupakan informasi diagnostik yang penting, termasuk

klasifikasi.

vi. Klasifikasi Bennet

Norman Bennet mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan etiologinya, antara lain

sebagai berikut.35

1. Klas I: Posisi abnormal satu atau lebih gigi dikarenakan sebab lokal.

2. Klas II: Formasi abnormal dari sebagian atau seluruh lengkung gigi karena

defek perkembangan dari tulang.

3. Klas III: Relasi abnormal antara rahang atas dan rahang bawah dan antara kedua

lengkung dan kontur fasial dan hubungan formasi abnormal dari kedua

lengkung.

2. 3. Indeks Pengukuran Maloklusi35

Indeks maloklusi menurut Toung dan Striffler (1969) ialah nilai numerik yang

menjelaskan status relatif suatu populasi pada suatu skala bertingkat dengan batas atas dan

batas bawah yang jelas. Penilaian ini dirancang untuk memberikan kesempatan dan fasilitas
37

untuk dibandingkan dengan populasi lain berdasarkan berdasarkan kriteria dan metode

yang sama.

Terdapat beberapa macam indeks maloklusi yang sering digunakan secara kuantitatif

untuk memudahkan dalam melakukan penelitian yaitu Master and Frankel, HLD Index

(Handicapping Labio Lingual Deviation Index), HMAI (Handicapping Malocclusion

Assesment Index), IOTN (Index of Orthodontic Treatment Need), OI (Occlusal Index), OFI

(Occlusal Feature Index), dan TPI (Treatment Priority Index).

a. Malalignment Index (Mal I)

Indeks ini diajukan oleh Van Kirk dan Pennell pada tahun 1959. Ciri maloklusi

yang dinilai oleh indeks ini ialah letak gigi yang tidak teratur. Penilaian dapat dilakukan di

model gigi atau langsung di mulut. Bagi yang sudah terlatih menggunakan indeks ini,

penilaian maloklusi dengan Mal I hanya memakan waktu 1 menit.

Pada metode penilaian ini, gigi geligi dibagi menjadi enam segmen yaitu: segmen

depan atas, kanan atas, kiri atas, depan bawah, kanan bawah, dan kiri bawah. Skor tiap

segmen didapat dengan menjumlahkan skor tiap gigi, dan skor Mal I tiap individu didapat

dengan menjumlahkan skor tiap segmen. Alat ukur yang dipakai adalah penggaris plastik

kecil dengan ukuran 1x4 inci, ujung penggaris miring 450, dan di atas ujung yang lain

diberi tanda garis mendatar dan tegak pada jarak 1,5 mm dari tepi penggaris.

Metode ini sederhana, objektif, dan praktis untuk program lapangan sangat cocok.

Indeks ini tidak hanya menilai kuantitas maloklusi, tetapi juga dapat mengelompokkan

tingkat keparahan maloklusi dalam masyarakat.


38

b. HLD Index (Handicapping Labio-Lingual Deviation Index)

HLD Index disusun oleh Draker pada tahun 1960 dengan maksud untuk diajukan

sebagai cara penilaian yang objektif bagi epidemologi maloklusi. Ciri-ciri maloklusi yang

dinilai pada metode ini ialah meliputi 9 macam ciri maloklusi di mana dua di antaranya

merupakan ciri khas yang dapat menentukan adanya cacat muka (physical handicap).

Draker menyatakan bahwa metode ini sederhana, objektif, dan reproducible,

penilaian maloklusi dapat dilakukan langsung pada subjek yang diteliti atau pada model

gigi tanpa menggunakan alat khusus, dan dapat dipakai untuk menentukan cut-off point

bagi program kesehatan yang telah ditentukan, sehingga dapat disesuaikan dengan

perubahan dana yang tersedia tanpa mengesampingkan objektivitas penelitian. Apabila

indeks ini diterapkan dengan sempurna, secara epidemologi akan dapat memisahkan

kelainan handicapping labio-lingual deviation dari sampel yang diteliti. Dengan demikian

akan memudahkan tim pelayanan kesehatan gigi dalam melaksanakan programnya.

c. HMAI (Handicapping Malocclusion Assessment Index)

Penilaian maloklusi pada metode ini dengan menggunakan HMAR (Handicapping

Malocclusion Assessment Record) yaitu suatu lembar isian yang dirancang oleh Salzmann

pada tahun 1967 dan digunakan untuk melengkapi cara menentukan prioritas perawatan

ortodonti menurut keparahan maloklusi yang dapat dilihat pada besarnya skor yang tercatat

pada lembar isian tersebut.

Keuntungan HMA ialah mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi dan peka

terhadap semua tingkatan maloklusi. Untuk penilaian maloklusi tidak memerlukan alat
39

khusus. Kalau dibandingkan dengan indeks yang lain penilaian subjektif tidak begitu kritis

karena hanya mencatat perbedaan full cusp. Kalau ada error tidak serius sebab sistem

penilaiannya hanya di bagian anterior dan lebih ke arah penilaian estetik. Keuntungan lain

ialah adanya penilaian renggang dan absen gigi posterior yang dicatat, sedang pada lain-

lain metode hal tersebut diabaikan. Keuntungan yang terbesar ialah bahwa sekali metode

tersebut dipelajari dengan baik, tidak diperlukan catatan lain dan skor keparahan maloklusi

dapat dikalkulasi dengan cepat. Jadi cara penilaian maloklusi dengan HMAR lebih

menyerupai penilaian status kesehatan gigi dengan indekx DMF (Decay Missing Filling).

HMAI (Handicapping Malocclusion Assesment Index) adalah salah satu indeks

yang dianjurkan para ahli untuk menilai maloklusi, di mana penilaian ini menggunakan

indeks HMAR (Handicapping Malocclusion Assessment Record) yaitu lembaran isian yang

dirancang oleh Salzman pada tahun 1968 dan digunakan untuk melengkapi cara

menentukan prioritas perawatan ortodonti menurut keparahan maloklusi yang dapat dilihat

dari besarnya skor yang tercatat pada lembaran isian. Penilaian dapat dilakukan juga pada

model gigi atau langsung di dalam rongga mulut subjek tanpa mengelompokkan maloklusi

terlebih dahulu. Indeks HMAR memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan:

Kelebihan indeks HMAR:

a. Memiliki taraf kepercayaan yang tinggi

b. Tidak memerlukan alat khusus untuk penilaian maloklusi

c. Menilai jumlah gigi yang hilang di bagian posterior dan menilai diastema

sedangkan pada indeks lain, hal itu diabaikan.


40

d. Kemungkinan terjadi kesalahan lebih sedikit dan tidak memerlukan waktu yang

lama.

Kekurangan HMAR:

a. Diperlukan latihan dalam memahami penggunaan indeks HMAR ini terutama

untuk seorang peneliti.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan HMAR untuk menilai maloklusi

pada gigi geligi bercampur adalah:

a. Penilaian absen gigi molar kedua susu, bila tidak ada penyempitan ruang sebaiknya

tidak diberi skor.

b. Renggang antara gigi insisivus lateral dan gigi kaninus atau yang disertai renggang

antara gigi kaninus dan premolar tidak dinilai sebagai renggang terbuka anterior.

c. Penilaian overbite termasuk bila seluruh mahkota gigi insisivus bawah tertutup oleh

gigi insisivus atas pada keadaan oklusi

d. Bila posisi gigi premolar dan kaninus normal, tetapi belum erupsi penuhm

sebaiknya tidak dinilai sebagai gigitan terbuka posterior.

Prosedur penilaian indeks HMAR

1. Intra arch deviation (kelainan gigi dalam satu rahang)

a. Gigi hilang (missing)

b. Gigi berjejal (crowding)

c. Gigi renggang atau diastema (spacing)


41

d. Gigi rotasi (rotation)

2. Inter arch deviation (kelainan hubungan gigi pada kedua rahang dalam oklusi)

a. Segmen anterior

i. Gigitan terbuka

ii. Tumpang gigit (overbite)

iii. Gigitan silang (crossbite)

iv. Jarak gigit (overjet)

b. Segmen posterior

i. Kelainan anteroposterior

Cara penilaian kelainan dengan indeks HMAR menurut Harkati Dewanto antara lain:

a. Kelainan gigi pada satu rahang (intra-arch deviation)

1. Segmen anterior

Untuk setiap gigi anterior atas yang terlibat atau memiliki kelainan diberi skor 2,

sedangkan setiap gigi anterior bawah yang terlibat diberi skor 1.

i. Absen: jumlah gigi yang dinilai absen ialah yang tidak terdapat dalam

rongga mulut. Jika tinggal akar juga termasuk absen.

ii. Berjejal: gigi yang berjejal dikarenakan kurang tempat sehingga untuk

mengaturnya perlu menggeser gigi yang lain dalam rahang. Gigi berjejal

bisa rotasi atau tidak. Apabila gigi sudah dinilai rotasi, tidak boleh dinilai

berjejal.
42

iii. Rotasi: gigi yang letaknya terputar tetapi cukup untuk mengaturnya dalam

lengkung rahang. Gigi yang sudah diskor rotasi tidak boleh diukur berjejal

atau renggang.

iv. Renggang tertutup (closed spacing) ialah penutupan ruang sebagian

sehingga tidak memungkinkan gigi untuk erupsi penuh tanpa menggeser gigi

lainnya dalam lengkung rahang yang sama. Penilaian dilakukan pada gigi

geliginya.

2. Segmen posterior

Untuk setiap gigi yang terlibat diberi skor 1.

i. Absen: cara penilaian seperti pada segmen anterior, yaitu dengan melakukan

pencatatan pada jumlah gigi yang tidak ada di dalam rongga mulut, termasuk

yang tinggal akarnya.

ii. Berjejal: penilaian seperti pada segmen anterior

iii. Rotasi: penilaian seperti pada segmen anterior

iv. Renggang:

a. Renggang terbuka: celah interproksimal yang menampakkan papila di

sebelah mesial dan distal sebuah gigi. Penilaian dilakukan pada giginya,

bukan pada celah.

b. Renggang tertutup: penilaian seperti pada segmen anterior.

b. Kelainan oklusi gigi kedua rahang (inter-arch deviation)

1. Segmen anterior

Untuk setiap gigi atas, yang terlibat diberi skor 2.


43

i. Jarak gigit: penilaian jarak gigit ialah bila gigi insisivus atas labioversi

sehingga gigi insisivus bawah pada waktu oklusi mengenai mukosa palatum.

Apabila gigi insisivus atas tidak labioversi maka keadaan itu hanya diskor

sebagai kelainan tumpang gigit.

ii. Tumpang gigit: penilaian tumpang gigit ialah apabila pada waktu oklusi,

gigi insisivus atas mengenai mukosa gingiva gigi insisivus bawah, sedang

gigi bawah tersebut mengenai mukosa palatum. Jika gigi insisivus atas

labioversi maka selain kelainan tumpang gigit juga jarak gigit.

iii. Gigitan silang: yaitu apabila gigi insisivus atas pada waktu oklusi di sebelah

lingual gigi insisivus bawah.

iv. Gigitan terbuka: yaitu apabila pada waktu oklusi gigi depan atas dan bawah

tidak bertemu. Gigitan terbuka dapat pula disertai dengan adanya kelainan

jarak gigit bila tepi insisal gigi insisivus atas di depan tepi insisal gigi

insisivus bawah pada waktu posterior oklusi. Gigitan edge to edge tidak

termasuk gigitan terbuka.

2. Segmen posterior

Setiap kelainan pada gigi posterior diberi skor 1.

i. Kelainan anteroposterior yaitu kelainan oklusi di mana pada waktu oklusi,

gigi-gigi kaninus, premolar pertama dan premolar kedua, serta gigi molar

pertama bawah berada di sebelah distal atau mesial gigi antagonisnya.

Kelainan tersebut diskor bila terdapat satu tonjol atau lebih dari gigi-gigi

molar, premolar, dan kaninus beroklusi di daerah interproksimal lebih ke

mesial atau ke distal dari posisi normal.


44

ii. Gigitan silang yaitu bila pada waktu oklusi terdapat gigi pada segmen bukal

yang posisinya lebih ke lingual atau bukal di luar kontak oklusi terhadap

gigi sejenisya.

iii. Gigitan terbuka yaitu bila pada waktu oklusi terdapat celah antara gigi-gigi

posterior atas dan bawah. Hubungan tonjol lawan tonjol tidak termasuk

gigitan terbuka.

Dari penilaian yang telah didapatkan dari setiap kelainan gigi tersebut dijumlahkan,

hasilnya dimasukkan dalam skoring kriteria keparahan maloklusi. Kriteria tersebut adalah

sebagai berikut:

a. Skor 0 sampai 4: variasi oklusi normal

b. Skor 5 sampai 9: maloklusi ringan, tidak memerlukan perawatan

c. Skor 10 sampai 14: maloklusi ringan, hanya kasus tertentu yang perlu perawatan

d. Skor 15 sampai 19: maloklusi sedang, perlu perawatan

e. Skor 20 ke atas: maloklusi parah, sangat memerlukan perawatan

d. OI (Occlusal Index)

OI merupakan suatu metode yang dikembangkan oleh Summers (1971). Indeks ini

didasarkan pada dua metode penilaian berdasarkan tingkat keparahan maloklusi yaitu

Maloclussion Severity Eximate dan Treatment Priority Index.


45

Metode ini memiliki 9 ciri khas oklusi yang akan dinilai yaitu: erupsi gigi,

hubungan garis tengah, hubungan gigi molar, jarak gigit, gigitan silang posterior, gigitan

terbuka posterior, gigitan permanen yang hilang, penyimpangan letak gigit dan tumpang

gigit. Keuntungan dari metode ini adalah pencatatan maloklusi gigi dibagi dalam tiga tahap

yaitu pada periode gigi bercampur dan periode gigi permanen. Kerugiannya adalah lebih

rumit dari TPI, sehingga memerlukan tenaga dan biaya yang cukup besar.

Indeks ini didapatkan dengan cara penilaian yang dilakukan dengan

mempertimbangkan atau memperhatikan perkembangan normal dari oklusi. Dapat

digunakan pada masa gigi susu, gigi bercampur, dan gigi permanen. Selain itu OI

mempunyai korelasi yang tinggi dengan standar klinis. Tetapi karena rumit, penilaian ini

kurang praktis.

e. OFI (Occlusal Feature Index)

OFI merupakan suatu indeks yang dikembangkan oleh National Institute Dental

Research pada tahun 1957 dan telah diterapkan dan dievaluasi oleh Poulton dan Aaronson

(1960) dalam penelitiannya. Ciri maloklusi yang dinilai adalah letak gigi berjejal, kelainan

intergritas tonjol gigi posterior, tumpang gigit, jarak gigit. Penilaian dapat dilakukan pada

model gigi atau langsung dalam mulut. Waktu yang diperlukan untuk menilai hanya kurang

lebih 1-1,5 menit bagi setiap individu.

Keuntungan metode ini yaitu sederhana dan objektif serta tidak memerlukan

peralatan diagnostik yang rumit seperti model gnathostatik dan alat sefalometri. Selain itu

apabila peneliti telah terlatih hanya memerlukan waktu penilaian yang singkat.
46

Kerugiannya ialah dalam menilai interdigitasi tonjol hanya dengan memeriksa hubungan

gigi posterior atas dan bawah sebelah kanan saja, sebelah kiri tidak dinilai. Selain itu,

penilaian gigi berjejal depan bawah memerlukan latihan terlebih dulu karena untuk

menentukan besarnya skor membutuhkan waktu untuk mengukur lebar mesio distal gigi-

gigi anterior bawah dan mengukur panjang lengkung gigi depan bawah. Jadi metode ini

kurang praktis.

f. TPI (Treatment Priority Index)

TPI merupakan suatu indeks yang dikenalkan oleh Graiger (1967). Indeks ini

menilai ciri-ciri maloklusi yang saling berhubungan, yakni jarak gigit, gigitan terbalik,

tumpang gigit, gigitan terbuka anterior, gigi insisivus yang hilang, disto oklusi, mesio

oklusi, gigitan silang posterior dengan segmen gigi atas bukoversi, gigitan silang posterior

dengan segmen gigi atas linguoversi, malposisi gigi individual dan celah palatum. Penilaian

maloklusi dengan cara ini tidak menilai ciri-ciri maloklusi tertentu seperti renggang,

diastema sentral, dan asimetri garis tengah. Penggunaan indeks ini memerlukan bantuan

sebuah penggaris pengukur.

Cara menilai dan memberi skor ciri-ciri maloklusi dengan TPI sebagai berikut:

a. Hubungan gigi insisivus atas bawah dalam arah horizontal

1) Jarak gigit.

2) Underjet (Mandibular overjet, ataungigitan terbalik atau gigitan silang anterior)

b. Hubungan gigi insisivus atas dan bawah dalam arah vertikal

1) Tumpang gigit.
47

2) Gigitan terbuka.

Yang termasuk kelainan hubungan gigi insisivus atas dan bawah ialah palatal bite,

tumpang gigit dalam yang berupa penutupan gigi insisivus atas terhadap gigi

insisivus bawah sampai tepi gingiva, gigitan silang anterior, dan gigitan terbuka.

Setiap kelainan overbite ini diberi skor sesuai dengan tingkat keparahannya.

c. Gigi insisivus permanen agenese (congenital missing)

1) Ini tidak dapat ditentukan tanpa pengambilan foto rontgen. Tetapi pada cara

penilaian ini, jika pada umur 12 tahun gigi tersebut tidak ada maka jumlah gigi

yang tidak ada tersebut dicatat.

d. Hubungan antero posterior gigi-gigi segmen bukal

1) Disto-oklusi

2) Mesio-oklusi

Kedua hal tersebut dinilai dengan melihat hubungan gigi molar permanen pertama

atas dan bawah, dan apabila masih ada gigi molar susu kedua, juga dicatat

hubungannya.

e. Gigitan silang posterior (posterior crossbite)

Gigi-gigi yang posisinya di luar hubungan normal dicatat kemudian dijumlah,

1) Gigitan silang posterior yang disebabkan oleh gigi atas bukoversi

2) Gigitan silang posterior yang disebabkan oleh gigi atas linguoversi.

f. Penyimpangan letak gigi (tooth displacement)


48

1) Jumlah gigi yang letaknya menyimpang diskor dengan menggunakan metode

Van Kirk dan Pennell (1959). Gigi-gigi yang malposisi ringan atau rotasi ringan

diskor 1, sedang gigi-gigi yang malposisi berat atau rotasi berat diskor 2.

Selanjutnya skor setiap gigi dijumlah untuk mendapatkan skor total.

TPI memiliki keuntungan yang sangat lengkap hampir sama seperti HMAR. Tetapi

kerugiannya pun ada seperti renggangan simetris dan diastema sentral tidak dinilai, terlalu

rumit dalam penilaiannya karena jarak gigit dan tumpang gigit dinilai dengan milimeter

sehingga memerlukan tenaga lebih banyak.


49

2. 2. Kerangka Teori

Bottle-feeding

Aktivitas otot
berkurang

Perkembangan
otot menurun

Perkembangan
mandibula menurun

Lengkung mandibula
datar dan sempit

Maloklusi pada anak

0-1 Tahun 0-2 Tahun 0-3 Tahun

Perbandingan

2. 3. Hipotesis

Terjadi perbedaan tingkat keparahan maloklusi pada tiap kelompok durasi bottle-

feeding.

Anda mungkin juga menyukai