Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH MODUL IV

“Tonjolan Pada Rahang”

BLOK OROMAKSILOFASIAL 2

Kelompok 7

1. ERWIN GUNAWAN J111 15 512


2. ANDI VIRGA ZULHIAH J111 15 513
3. SITI YUSTIKA PUTRI J111 15 514
4. SARA SAINUDDIN J111 15 515
5. ANDI WILDAN PANGERAN J111 15 516
6. NURUL EKAYANTI U J111 15 517
7. ALBERTIN DWIYANTI J111 15 518
8. FEBRINA LIANA JIFARI J111 15 520
9. MAUDHY MUDRIKAH J111 15 521
10. TIRTA WENY J111 15 523
11. CAESAR MUBARAK J111 15 524
12. AZIMAH KARNI AULIYA J111 15 525
13. HELMY SISWANTO HASBI J111 15 526
14. AUDRA NUZULYA CHANYAZIZ J111 15 527
15. ANDI DALIDA ARDIA J111 15 528
16. ACHMAD PUTRA H J111 15 529
17. RISHA AYU SEPTARIA J111 15 530

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb.


Alhamdulillahirrabbal’alamin. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayatNya kepada kami sehingga kami masih diberi kesempatan untuk
menyelesaikan penyusunan makalah kelompok dengan mata kuliah Blok OROMAKSILOFASIAL 2
modul keempat yang berjudul “Tonjolan Pada Rahang”.
Kami berharap agar makalah ini dapat menjadi penuntun atau pedoman dan dapat berguna bagi
pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna sehingga kami sangat mengharapkan
saran, tanggapan dan kritik membangun dari para pembaca agar pada pembuatan makalah selanjutnya
dapat lebih baik lagi.
DAFTAR ISI

HALAMAN
JUDUL………………………....……….…………….........…................................................................ i

KATA PENGANTAR................……………………….…..….............................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................…..……………..…….…..................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................... …………………….………................................ 1

1.1 Latar Belakang …………………............….............……............................…........................ 1


1.2 Rumusan Masalah ........................................ ………...............……….................................... 2
1.3 Tujuan Pembelajaran …………..……………....................................…...…….……............. 3

BAB II PEMBAHASAN …………………………………………..…….………….......................... 3

2.1 Abnormalitas Pada Jaringan Rongga Mulut................................................................................... 4


2.2 Definisi dan Tujuan Bedah Preprostetik........................................................................................ 6
2.3 Jenis – jenis Bedah Preprostetik................................................................................................... 7
2.4 Tahapan Pemeriksaan................................................................................................................... 15
2.5 Diagnosis, Diagnosis Banding dan Gambaran Klinis.................................................................. 21
2.6 Etiologi Pada Kasus...................................................................................................................... 25
2.7 Patomekanisme Adanya Tonjolan Tulang yang Tidak Beraturan............................................... 27
2.8 Indikasi dan Kontraindikasi Perawatan......................................................................................... 27
2.9 Faktor – Faktor yang Diperhatikan Untuk Melakukan Perawatan................................................ 29
2.10 Tahapan Penatalaksanaan Pada Kasus......................................................................................... 30
2.11 Prognosis Kasus.......................................................................................................................... 39
2.12 Komplikasi Pasca Bedah Preprostetik........................................................................................ 40

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan………………………………………………………………….........………... 43

3.2 Saran........................................................... ………………………….....................…... 43

DAFTAR PUSTAKA ............................................... ……………………………….................. 44

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Eksostosis adalah tonjolan tulang yang tersusun rapi dari kortikal plate,
pertumbuhan jinak ini sering terjadi mempengaruhi rahang. Yang paling terkenal
adalah eksostosis oral, torus palatinus dan torus mandibularis.
Exostoses ditemukan paling sering pada orang dewasa. Secara khas keadaan
ini ditandai dengan tertutupnya tonjolan tersebut oleh kartilago. Penonjolan di daerah
midline rahang atas disebut torus palatinus sedangkan penonjolan dilateral rahang
bawah disebut torus mandibularis. Patogenesis dari penonjolan tulang ini masih
diperdebatkan, dapat dipengaruhi faktor genetik misalnya umur dan jenis kelamin
atau faktor lingkungan misalnya trauma setelah pencabutan gigi dan tekanan kunyah.
Tindakan bedah yang dilakukan untuk persiapan pemakaian gigitiruan disebut bedah
preprostetik.
Bedah preprostetik dilakukan untuk menyiapkan baik jaringan lunak maupun
jaringan
keras sebelum dilakukan pembuatan gigi tiruan untuk menunjang stabilisasi, retensi,
kenyamanan dan estetika.
Beberapa jenis tindakan yang dapat dilakukan dalam bedah preprostetik
seperti bedah jaringan lunak, vestibuloplasty, frenektomi, alveoplasty, alveolar
augmentasi, oral tori dapat dipertimbangkan dilakukan untuk hasil yang optimal pada
pembuatan gigi tiruan yang ideal.

1.2 Rumusan Masalah


A. Menjelaskan abnormalitas pada jaringan rongga mulut
B. Menyebutkan definisi dan tujuan bedah Preprostetik
C. Menjelaskan jenis – jenis bedah Preprostetik
D. Menjelaskan tahapan pemeriksaan pada kasus
E. Mendiagnosa dan mejelasakan diagnosa banding serta gambaran klinis pada
kasus
F. Menjelaskan etiologi pada kasus
G. Menjelaskan patomekanisme adanya tonjolan tulang yang tidak beraturan
H. Menjelasakan indikasi dan kontraindikasi perawatan yang dilakukan
I. Menjelaskan faktor – faktor yang diperhatikan untuk melakukan perawatan
J. Menjelaskan tahapan penatalaksanaan pada kasus
K. Mengetahui prognosis perawatan pada kasus
L. Menjelaskan komplikasi pasca bedah Preprostetik

1.3 Tujuan Pembelajaran


Diharapkan mampu menjelaskan tentang etiologi, anamnesis, gambaran klinis,
diagnosis, pemeriksaan penunjang, dan diferensial diagnosis eksostosis, terapi dan
komplikasinya, serta tindakan bedah preprostetik.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Abnormalitas Jaringan Keras Rongga Mulut

Ada dua klasifikasi kategori abnormalitas lesi jaringan keras rongga mulut1:
 Abnormalitas akibat pencabutan gigi sehingga mengalami edentulous
 Abnormalitas akibat kelainan kongenital. Meliputi torus palatinus, torus
mandibularis dan multiple exostoses.

2.1.1 Torus palatinus


Merupakan penonjolan tulang yang umum terjadi di tengah palatum
durum. Ukurannya bervariasi dari yang hampir tidak nyata hingga sangat
besar, dari yang datar/flat hingga terbatas/lobular. Torus palatinus pada
rongga mulut ini bukan merupakan penyakit atau tanda dari suatu
penyakit tetapi jika ukurannya besar kemungkinan akan menjadi masalah
dalam konstruksi dan pemakaian denture. Torus palatinus pada rongga
mulut ini biasanya terdiri dari tulang kanselous (cancellouse bone) yang
matur dan padat dikelilingi tulang kortikal dengan ketebalan bervariasi
(Belsky, 2003). Torus palatinus, mempunyai ukuran dan bentuk sangat
bervariasi, bisa berupa tonjol kecil tunggal/ berupa tonjol multilobuler
yang luas.1,2

2.1.2 Torus mandibularis


Terletak diatas perlekatan otot mylohyoid, dan biasanya bilateral.
Pertumbuhan bersifat jinak dan jarang membutuhkan perawatan khusus.
Pengambilan tulang ini biasanya disebut dengan prosedur astetomi. Hal
ini diyakini bahwa torus mandibula disebabkan oleh beberapa faktor.4
Torus mandibula banyak terjadi pada dewasa awal (dewasa muda) dan
berkaitan dengan bruxism. Ukuran torus mungkin berfluktuasi sepanjang
hidup, dan dalam beberapa kasus tori bisa cukup besar untuk menyentuh
satu sama lain dalam garis tengah mulut. Akibatnya, diyakini bahwa tori
mandibula merupakan hasil dari lokal tegangan dan tidak hanya pada
genetik pengaruh. Torus mandibula biasanya sebuah temuan klinis tanpa
perawatan yang diperlukan. Hal ini dimungkinkan untuk borok terbentuk
pada area tori karena trauma. Tori juga dapat mempersulit pembuatan
gigi palsu . Jika penghapusan tori diperlukan, operasi dapat dilakukan
untuk mengurangi jumlah tulang, tetapi tori mungkin reformasi dalam
kasus-kasus di mana sekitar gigi masih menerima tekanan lokal.1,2

2.1.3 Multiple exostosis


Sebuah multiple exostosis adalah pembentukan baru tulang yang berlebih
pada permukaan tulang. Multiple Exostosis bisa menyebabkan sakit kronis
mulai dari ringan sampai debilitatingly berat, tergantung di mana mereka
berada dan apa bentuk mereka. Multiple exostosis berkembang selama
bertahun-tahun dan mengakibatkan infeksi, rasa sakit, ditusuk dan gangguan
lainnya.1,2

2.2. Bedah Preprostetik

2.2.1 Definisi

Bedah preprostetik adalah bagian dari bedah mulut dan maksilofasial yang
bertujuan untuk membentuk jaringan keras dan jaringan lunak yang
seoptimal mungkin sebagai dasar dari suatu protesa. Meliputi teknik
pencabutan sederhana dan persiapan mulut untuk pembuatan protesa sampai
dengan pencangkokan tulang dan implan alloplastik.3
2.2.2 Tujuan3:

a. Mengembalikan fungsi rahang ( seperti fungsi pengunyahan, berbicara,


menelan)
b. Memelihara atau memperbaiki struktur rahang
c. Memperbaiki rasa kenyamanan pasien
d. Memperbaiki estetis wajah
e. Mengurangi rasa sakit dan rasa tidak menyenangkan yang timbul dari
pemasangan protesa yang menyakitkan dengan memodifikasi bedah pada
daerah yang mendukung prothesa
f. Memulihkan daerah yang mendukung prothesa pada pasien dimana
terdapat kehilangan tulang alveolar yang banyak.

2.2.3 Jenis-jenis Bedah Preprostetik23456

1) Alveolektomi
Merupakan suatu tindakan membedah yang radikal untuk
mengambil prosessus alveolaris sehingga bisa dilakukan anosisi
mukosa untuk mempersiapkan lingir sebelum dilakukan terapi
radiasi. Hal ini dilakukan menghilangkan landasan yang lebih halus
yang nyaman untuk gigi tiruan.

Alveolektomi dibagi dalam beberapa klasifikasi:

 Simple alveolektomi : dilakukan setelah multiple ekstraksi,


apabila ada tulang yang tajam diperiksa dulu kemudian di
alveolektomi.
 Radical alveolektomi : merupakan pembentukan kontur tulang
radiks dari tulang alveolar yang diindikasikan karena adanya
undercut yang sangat menonjol.
 Indikasi Alveolektomi
 Alveolektomi juga dilakukan untuk mengeluarkan pus
dari suatu abses pada gigi.
 Menghilangkan alveolar ridge yang runcing yang dapat
menyebabkan : neuralgia,protesa tidak stabil,protesa
sakit pada waktu dipakai.
 Menghilangkan tuberositas untuk mendapatkan protesa
yang stabil dan enak dipakai
 Menghilangkan interseptal bonediseas.
 Menghilangkan undercut.
 Untuk keperluan perawatan ortodontik,bila pemakaian
alat ortho tidak maksimal maka dilakukan alveolektomi
 penyakit periodontal yang parah yang mengakibatkan
kehilangan sebagian kecil tulang alveolarnya.
 ekstraksi gigi yang traumatik maupun karena trauma
eksternal.

 Kontra indikasi Alveolektomi

Sedangkan kontra indikasi alveolektomi adalah :

 Pasien dengan penyakit sistemik


 Periostitis
 Periodontitis

2) Alveolotomi
Merupakan perapihan lapisan paling luar prosesus alveolaris setelah
dilakukan alveolektomi septum agar prostesa dapat ditempatkan lebih
prostetik
3) Torus Removal
Merupakan prosedur pembedahan yang dilakukan untuk menghilangkan
satu atau lebih tonjolan ekstra tulang baik pada rahang atas maupun
rahang bawah. Meskipun segmen seperti tulang tambahan tidak
berbahaya. Kehadiran tulang ini dapat menimbulkan masalah bagi
pasien yang memerlukan beberapa jenis protesa gigi seperti gigi tiruan
lengkap ataupun sebagian.

4) Vestibuloplasty
Merupakan suatu tindakan bedah yang bertujuan untuk meninggikan
sulkus vestibular dengan cara melakukan reposisi mukosa , ikatan otot
dan otot yang melekat pada tulang yang dapat dilakukan baik pada
maksila maupun pada mandibula dan akan menghasilkan sulkus
vestibular yang dalam untuk menambah stabilisasi dan retensi protesa.
Vestibulum dangkal dapat disebabkan resorbsi tulang alveolar,
perlekatan otot terlalu tinggi, adanya infeksi atau trauma. Tidak semua
keadaan sulkus vestibular dangkal dapat dilakukan vestibuloplasty tetapi
harus ada dukungan tulang alveolar yang cukup untuk mereposisi N.
Mentalis, M. Buccinatorius dan M. Mylohyiodeus. Banyak faktor yang
harus diperhatikan pada tindakan ini antara lain : Letak foramen
mentalis, Spina nasalis dan tulang malar pada maksila. Macam-macam
tehnik vestibuloplasty :
 Vestibuloplaty submukosa
 Vestibuloplasty dengan cangkok kulit pada bagian bukal
 Vestibuloplasty dengan cangkok mukosa yang dapat diperoleh dari
mukusa bukal atau palatal

5) Frenektomi

Merupakan prosedur pembedahan yang dilakukan untuk menghilangkan


jaringan fibrosa (frenulum). Pembedahan jaringan lunak ini bertujuan
untuk meningkatkan kenyamanan dan kestabilan protesa. Frenulum
merupakan lipatan mukosa yang terletak pada vestibulum mukosa bibir,
pipi dan lidah.

Macam-macam frenektomi :

 Vertical incision
 Cross diamond incision
 Tehnik Z Plasty

6) Gingivoplasty
Merupakan penghapusan atau pembentukan kembali jaringan gingiva
untuk memberikan permukaan yang lebih dapat diterima gigi tiruan
removable.

7) Alveoplasti
Merupakan mempertahankan, pembentukan kembali linggir yang tersisa
(dengan pembedahan) supaya permukaannya dapat dibebani protesa
dengan baik.

Alveoplasti merupakan prosedur yang biasanya dilakukan untuk


mempersiapkan linggir, berkisar mulai satu gigi sampai seluruh gigi
dalam rahang, dilakukan segera setelah pencabutan atau sekunder,
dilakukan tersendiri sebagai prosedur korektif yang dilakukan kemudian.

Alveoplasti adalah tindakan bedah dalam perubahan bentuk dan kondisi


prosessus alveolar, dalam persiapan untuk konstruksi gigi tiruan. Operasi
ini didalam rongga mulut sehingga perlu diperhatikan :

A. Primary alveolplasty
Tindakan ini dilakukan bersamaan dengan pencabutan gigi , setelah
pencabutan gigi sebaiknya dilakukan penekanan pada tulang alveolar
soket gigi yang dicabut . Apabila setelah penekanan masih terdapat
bentuk yang irreguler pada tulang alveolar maka dipertimbangkan
untuk melakukan alveolplasty.

B. Secondary alveolplasty.
Linggir alveolar mungkin membutuhkan recountouring setelah
beberapa lama pecabutan gigi akibat adanya bentuk yang irreguler.
Pembedahan dapat dilakukan dengan membuat flap mukoperiosteal
dan bentuk yang irregular dihaluskan dengan bor, bone cutting
forcep dan dihaluskan dengan bone file setelah bentuk irreguler halus
luka bedah dihaluskan dengan penjahitan.

 Indikasi Alveoloplasti

Dalam melakukan alveoloplasti ada beberapa keadaan yang


harus dipertimbangkan oleh seorang dokter gigi.

Keadaan-keadaan tersebut antara lain :

 pada prosesus alveolaris yang dijumpai adanya


undercut; cortical plate yang tajam; puncak ridge yang
tidak teratur; tuberositas tulang; dan elongasi, sehingga
mengganggu dalam proses pembuatan dan adaptasi
gigi tiruan,
 jika terdapat gigi yang impaksi, atau sisa akar yang
terbenam dalam tulang; maka alveoloplasti dapat
mempermudah pengeluarannya,
 jika terdapat ridge prosesus alveolaris yang tajam atau
menonjol sehingga dapat menyebabkan facial neuralgia
maupun rasa sakit setempat.
 pada kasus prognatisme maksila, dapat juga dilakukan
alveoloplasti yang bertujuan untuk memperbaiki
hubungan antero-posterior antara maksila dan
mandibula.

 Kontra Indikasi Alveoloplasti

Adapun kontra indikasi dilakukannya tindakan alveoloplasti


adalah :

 Pada pasien yang masih muda, karena sifat tulangnya


masih sangat elastis maka proses resorbsi tulang lebih cepat
dibandingkan dengan pasien tua.
 Pada pasien wanita atau pria yang jarang melepaskan gigi
tiruannya karena rasa malu, sehingga jaringan pendukung
gigi tiruan menjadi kurang sehat, karena selalu dalam
keadaan tertekan dan jarang dibersihkan. Hal ini
mengakibatkan proses resorbsi tulang dan proliferasi
jaringan terhambat.

2.3. Tahapan Pemeriksaan

2.3.1 Pemeriksaan subjektif6

a. Anamnesis
Anamnesis adalah proses tanya jawab terstruktur antara dokter gigi
dengan pasien untuk mengetahui riwayat yang lalu dari suatu penyakit
atau kelainan, berdasarkan ingatan penderita pada waktu dilakukan
wawancara dan pemeriksaan medic/dental. Pada saat anamnesis,
biasanya ditanyakan hal-hal berikut: (Klaus : 1999)

b. Keluhan Utama
 Kapan pertama kali keluhan tersebut dirasakan?
 Sudah berapa lama pasien merasakan ada benjolan?
 Apakah ada rasa sakit? (rasa sakit menunjukkan adanya infeksi
misalnya abses atau selulitis, trauma atau infeksi sekunder karena
tumor ganas dan kista. Lesi lain biasanya tidak menimbulkan rasa
sakit)
 Pernahkah ada cairan yang keluar dari lesi? (pada infeksi akan keluar
cairan secara spontan, intraoral atau ke daerah wajah)
 Apakah ada rasa raba yang hilang (tanpa rasa) di bibir bawah atau
wajah? (dapat menunjukkan adanya lesi yang berkembang dengan
cepat atau pembuluh saraf yang langsung terlibat)

c. Riwayat medik
Dapat memberikan tanda penting untuk diagnosis dan penting dicatat
untuk alasan medikolegal. Riwayat medis yang tidak lengkap dapat
menimbulkan risiko bagi pasien, dokter gigi dan staf pendukung lainnya.
Berikut adalah pertanyaan yang harus ditanyakan:

 Pernahkah anda mengalami perdarahan berlebihan setelah terluka


atau setelah pencabutan gigi? (jika pernah, ada kemungkinan terjadi
perdarhan dalam perawatan).
 Pernahkah anda menderita tuberkulosis? (risiko infeksi silang)
 Pernahkah anda menderita penyakit infeksi tertentu? (risiko infeksi
silang)
 Pernahkah anda mempunyai masalah dengan antibiotik, terutama
penicilin? (risiko reaksi alergi, termasuk syok anafilaktik)
 Pernahkah anda menderita sakit kuning, hepatitis atau gangguan
hati lainnya? (risiko infeksi silang, metabolisme obat yang tertunda,
masalah perdarahan).
2.3.2 Pemeriksaan Klinis6
Pemeriksaan klinis dimulai dari ekstra oral, lalu berlanjut ke intra oral.
Dilakukan pemeriksaan integral (inspeksi, palpasi dan perkusi) kulit
wajah, kepala, leher, apakah ada pembengkakan, fluktuasi, eritema,
pembentukan fistula, dan krepitasi subkutaneus. Dilihat adakah
limfadenopati leher, keterlibatan ruang fascia, trismus dan derajat dari
trismus. Kemudian diperiksa gigi, adakah gigi yang karies, kedalaman
karies, vitalitas gigi, lokalisasi pembengkakan, fistula dan mobilitas gigi.
Dilihat juga adakah obstruksi ductus Wharton dan Stenson, serta menilai
kualitas cairan duktus Wharton dan Stenson (pus atau saliva).
Pemeriksaan oftalmologi dilakukan bila dicurigai mata terkena infeksi.
Pemeriksaan mata meliputi : fungsi otot-otot ekstraokuler, adakah
proptosis, adakah edema preseptal atau postseptal.
a. Luar Mulut (Ekstra Oral)
 Kepala, wajah dan leher
Pemeriksaan visual daerah wajah dan leher dilihat dari depan,
perhatikan apakah ada tonjolan, bercak kulit atau asimetri wajah.
 Mata
 Bibir
Perhatikan setiap perubahan warna atau tekstur, ulserasi, bercak,
lesi herpetik.
 Nodus limfatik
 Kelenjar saliva, Sendi temporo mandibula
 Otot-otot pengunyahan

b. Dalam mulut ( intraoral)


 Lapisan mukosa
 Lidah
 Dasar mulut dan ventral lidah
 Palatum durum dan palatum molle
 Kelenjar saliva dan aliran saliva
 Gigi geligi
Perkusi: mengetuk tepi incisal atau oklusal gigi dengan ujung jari
atau ujung pegangan kaca mulut. Jika sakit, menandakan adanya
infeksi periapikal.
 Periodontium
- Dengan hati-hati lakukan palpasi pada pembengkakan untuk
mencari asal lesi misalnya tulang, kulit, kelenjar limfatik.
Catat ukuran, bentuk, warna lesi,
- Perhatikan apakah ada nyeri tekan, kemerahan atau rasa
panas (menunjukkan adanya inflamasi atau infeksi)
- Periksa konsistensi lunak, misalnya lipoma dan udema.
Kenyal, misalnya epulis fibrosa atau selulitis. Sangat keras,
misalnya kanker metastasis
- Periksa fluktuasi, menunjukkan adanya cairan dalam lesi,
misalnya abses dan kista pada jaringan lunak
- Tentukan apakah pembengkakan itu melekat pada kulit
diatasnya dengan cara menggeser kulit diatas lesi. Bila ada
perlekatan kemungkinan lesi tersebut adalah abses atau
keganasan.
2.3.3 Pemeriksaan penunjang6
Pemeriksaan penunjang yang bisa membantu menegakkan diagnosis
adalah pemeriksaan kultur, foto rontgen dan CT scan (atas indikasi).
Bila infeksi odontogen hanya terlokalisir di dalam rongga mulut, tidak
memerlukan pemeriksaan CT scan, foto rontgen panoramik sudah
cukup untuk menegakkan diagnosis. CT scan harus dilakukan bila infeksi
telah menyebar ke dalam ruang fascia di daerah mata atau leher.
a. Foto rontgen
Pemeriksaan ini membantu menegakkan diagnose, yakni pada
gambaran radiografi dapat terlihat abses, kista ataupun tumor.
Selain itu, apabila abses berkembang semakin parah atau
sampai pada tahap selulitis, maka akan terjadi kerusakan pada
tulang alveolar. Pada gambaran radiografi dapat terlihat sejauh
mana kerusakan tulang terjadi.
Teknik radiagrafi yang dapat digunakan untuk kasus abses
submukosa adalah teknik periapikal. Tujuannya untuk
mengetahui atau melihat:
- Mengidentifikasi lesi, baik bentuk ataupun ukurannya
- Melihat perkembangan lesi
- Mengidentifikasi efek lesi terhadap korteks tulang dan gigi
tetangga.
b. Kultur Jaringan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan jenis

mikroorganisme atau bakteri yang menyebabkan infeksi,

bakteri gram positif (aerob) atau gram negatif (anaerob).

Sehingga juga memudahkan dalam pemilihan antibiotik yang

akan digunakan.

2.4. Diagnosis

Berdasarkan hasil pemeriksaan anamnesis dan klinis pada pasien, diketahui bahwa

terdapat tonjolan tulang tidak beraturan pada region anterior mandibula. Terdapat

beberapa macam tonjolan tulang, ada yang dapat berupa edentulous alveolar ridge

yang irregular,ada juga berupa eksostosis dan torus mandibula. Pada skenario,tidak

dijelaskan secara detail mengenai gambaran klinis dan etiologi dari tonjolan tulang

yang terjadi. Tapi hanya dikatakan bahwa pasien pernah menggunakan gigi tiruan

selama 3 hari, lalu dilepas karena gigi tiruan mandibula tidak pas dan terasa sakit
saat digunakan mengunyah. Jika tonjolan tulang yang ada pada anterior

mandibula pasien telah ada sebelum dilakukannya ekstraksi, maka kemungkinan

besar pasien mengalami eksostosis atau terbentuk torus mandibula. Namun jika

pasien merasakan adanya tonjolan tulang ketika ekstraksi telah dilakukan, maka

kemungkinan besar terdapat edentulous alveolar ridge yang irregular. Namun,

diagnosis pada kasus lebih diberatkan pada Multiple Eksostosis Region

Anterior Mandibula, karena lokasinya yang berada di anterior mandibula dan

adanya tonjolan tulang tidak beraturan sesuai pada kasus.2

2.5. Gambaran Klinis

Edentulous alveolar ridge yang sering mengganggu pemasangan gigi tiruan


tampak tidak beraturan pada satu daerah atau pada seluruh alveolar ridge.2
Adapun eksostosis adalah pertumbuhan tulang yang tidak berbahaya
(jinak/benign), terlokalisasi, dan perifer. Eksostosis dapat berupa benjolan yang
nodular, rata atau pedunculated yang terletak pada permukaan tulang alveolar pada
rahang.7 Exostoses adalah pertumbuhan tulang jinak pada kerangka wajah (facial
skeletons) yang terjadi di sepanjang daerah maksila atau mandibula dan sering
terletak di daerah premolar dan molar.8
Karakteristik histologis torus dan jenis exostoses lainnya identik/sama, yang
digambarkan sebagai hiperplastik tulang, yang terdiri dari tulang trabecular dewasa
dan tulang kortikal.7 Selain itu, Secara histologi tori juga berhubungan dengan
tulang kortikal yang padat dan terjadi perluasan normal tulang dengan mukosa
tipis yang menutupi.9
Pada rahang, bergantung dari lokasi anatominya, ada yang dinamakan torus
palatinus (TP), torus mandibularis (TM), atau eksostosis tulang bukal (Buccal Bone
Exsostoses).7
Torus oral merupakan tonjolan tulang yang dapat terjadi pada maksila dan
mandibula, torus merupakan lesi jinak, tumbuhnya lambat, tidak menimbulkan rasa
sakit, palpasi terada keras, terlokalisir, berbatas jelas.10
a. Torus Palatinalis adalah sessile, massa nodular dari tulang yang terjadi di
sepanjang garis tengah palatum durum.
b. Torus Mandibularis adalah pertumbuhan berlebih yang terletak pada aspek
lingual mandibula, paling sering terlihat di daerah caninus dan premolar.1
Terlokalisasi pada daerah lingual body mandibula, kadang satu satu namun
umumnya terjadi pada kedua sisi (tunggal atau multiple).
- Tampakan klinis : tonjolan tulang yang asimptomatik yang ditutupi
oleh
mucosa normal.
- Tampakan radiografi : radioopak berbatas pada area lokalisasi

Torus mandibula tidak menimbulkan masalah dan tidak membutuhkan


terapi bedah, kecuali pada kasus dimana akan dilakukan pemasangan gigi
tiruan.2

c. Eksostosis Tulang Bukal terjadi di sepanjang aspek bukal maksila atau mandibula,
biasanya di daerah premolar dan molar.

Multiple exostosis juga kadang terjadi pada seorang individu dan tampak
sebagai pertumbuhan yang terisolasi dan pertumbuhan tulang berlebih pada
aspek facial tulang alveolar.1 Tampakan klinisnya berupa pembesaran tulang
yang asimtomatik, sering terjadi di daerah bukal.4 Terjadi pertumbuhan nodular
asimetris, jinak, eksofitik dari tulang korteks padat yang relatif tidak memiliki
vaskularisasi.11

2.6. Diagnosa Banding

Karakteristik Eksostosis Osteoma


Masih belum jelas. Ras, faktor Tidak diketahui, tapi trauma,
dominan autosomal, atrisi gigi, infeksi, dan developmental
Etiologi
dan bahkan faktor gizi defect dianggap sebagai
dianggap memiliki pengaruh.7 etiologinya.12
Asimptomatik, pertumbuhan
tulang jinak, terlokalisasi, Asimptomatik neoplasma,
Gambaran
perifer, dapat berupa benjolan jinak, berbentuk polypoid
klinis
yang nodular, rata atau atau sessile mass 12,13
pedunculated.7
Pertumbuhan dapat terjadi
Permukaan tulang alveolar pada daerah maksila,
pada rahang maksila atau mandibula, skull, dan sinus.
Lokasi
mandibula, biasanya di daerah Dapat terjadi pada permukaan
premolar dan molar.4 tulang (periosteal) dan pada
medullary bone (endosteal).12
Hiperplastik tulang, yang Tumor jinak yang terdiri dari
Karakteristik
terdiri dari tulang trabecular mature compact dan
histologis
dewasa dan tulang kortikal.8 cancellous bone.12

2.7. Etiologi

a. Etiologi edentulous alveolar rigde yang irregular


Setelah ekstraksi gigi dan luka telah sembuh dalam waktu yang lama,
residual ridge dapat berbentuk irregular (tidak beraturan) Hal ini merupakan
akibat dari tidak dilakukannya recounturing tulang setelah ekstraksi gigi
yang dapat mempercepat proses penyembuhan yang optimal dan cepat.2
Pertumbuhan tulang yang berlebih terjadi karena proses resorbi alveolar
ridge yang tidak biasa (abnormal) sehingga menyebabkan halangan pada
saat pemasangan gigi tiruan.14
b. Etiologi eksostosis (oral bony exostosis)
Etiologi eksostosis masih belum jelas. Ras, faktor dominan autosomal, atrisi
gigi, dan bahkan faktor gizi telah dianggap memiliki pengaruh.
Beberapa faktor lain yang dikemukakan sebagai penyebab eksostosis
meliputi faktor genetik, faktor lingkungan, hiperfungsi masticatory, dan
pertumbuhan lanjutan.7
Peran nutrisi sebagai etiologi torus dikemukakan oleh Eggen et al, yang
menganggap konsumsi ikan air asin di Norway kemungkinan meningkatkan
angka polyunsaturated fatty acids dan vitamin D yang berhubungan denga
pertumbuhan tulang sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya torus. 7
Perkembangan eksostosis tulang sekunder akibat prosedur cangkok jaringan
lunak (soft tissue graft) telah dilaporkan dalam sejumlah kecil kasus sebagai
konsekuensi vestibulum dangkal yang diobati dengan penggunaan
cangkokan kulit (skin graft).
Efeoglu dan Demirel menyatakan bahwa "mungkin juga dokter lain
mengasumsikan cangkok gingiva tebal yang mereka lihat selama kunjungan
postoperatif pasien bukan cangkok jaringan lunak yang tebal, namun
kenyataannya, exostoses.
Czuszak dkk. mengemukakan bahwa pengembangan exostoses ini mungkin
kebetulan dan bukan karena free gingival graft (FGG). Otero Cagide dkk.
berspekulasi bahwa pembentukan tulang setelah FGG mungkin merupakan
hasil kombinasi trauma periosteal selama persiapan lokasi dan pengaktifan
sel osteoprecursor yang terdapat di jaringan ikat cangkok.7

c. Etiologi Multiple Eksostosis


Penyebabnya tidak diketahui, tapi beberapa sumber mengatakan bahwa
penyebabnya karena brusixm dan iritasi kronis pada jaringan periodontal.2

2.8 Patomekanisme7

Pembentukan tulang setelah penempatan FGG dapat menyebabkan


kombinasi dari trauma periosteal selama preparasi dan mengaktivasi dari sel
osteoprekursor yang terkandung dalam jaringan ikat pada tulang. Trauma mekanik
pada tulang akan menyebabkan iskemia pada periosteum, yang akan menyebabkan
hipertrofi dan hiperplasia pada sel-sel periosteal, dengan diferensiasi pada
osteogen. Di antara semua hipotesis, maka yang paling memungkinkan ialah akibat
tekanan kunyah berlebih sehingga mengaktivasi proliferasi dari sel-sel periosteal
yang menyebabkan eksostosis.
Mekanisme lain yang memungkinkan oleh Marx dan Garg adalah faktor
mekanis dari ministrain ketika beban kunyah ringan (kurang dari 0,2%) tulang
mengalami atrofi, sedangkan ketika beban kunyah besar, tulang mengalami
hipertrofi dengan peningkatan tulang lamella. Perubahan morfologi dari gigi atau
rongga mulut akan menginduksi ekspresi dari morphogenic protein-2, alkaline
phosphatase, kolagen tipe1, dan RNA osteoblast-like cells.

2.9 Indikasi dan Kontraindikasi Perawatan

2.9.1 Indikasi spesifik untuk bedah preprosthetic meliputi3:


a. Edentulous complete atau partial akibat kehilangan gigi dini.
b. Reduksi yang terjadi alami pada bony ridge (tepi tulang) yang ada.
- atropi rahang (Kelas II-VI)
- atropi mukosa
- interarch change (vertikal, anterior, posterior, transverse)
- reduksi daerah pemasangan gigi tiruan
- hypotonia otot
- perubahan wajah
c. Nyeri (tidak berulang dengan ukuran prostetik konvensional yang sesuai)
d. Disfungsi (tidak berulang dengan konvensional prostetik) seperti:
mastikasi, berbicara, dan deglutition
e. Pertumbuhan tulang tidak proporsional atau facial skeleton yang
menghasilkan kondisi yang tidak dapat dilakukannya mastikasi atau
retensi gigi tiruan.
f. Deformitas craniofacial yang dihasilkan dari pertumbuhan abnormal skull
base dan facial skeleton.
g. Oligontia, anodontia, yang terjadi akibat gagalnya pembentukan gigi
h. Peningkatan refleks muntah, pasien mempunyai palatum molle dengan
sensitivitas yang tinggi, jika disentuh pasien dapat mengalami muntah.
2.9.2 Kontraindikasi3
a. Pasien usia lanjut karena tulang mengalami resorbsi
b. Kelainan psikologis, depresi

2.10 Faktor Pertimbangan sebelum Perawatan

2.10.1 Hal-hal yang perlu dipertimbangkan17:

- Usia pasien
- Keadaan umum pasien
- Proses resorbsi tulang (bagaimana tulang RA & RB apakah sama
compactnya)
- Bentuk prosesus alveolaris
- Sifat dari tulang yang diambil
- Penambahan bone graft (pada ridge alveolar yang datar), ada
bentuknya segi empat, lempeng, dsb namun pada akhirnya akan
menyatu dengan tulang

2.10.2 Kondisi edentulous yang ideal17:


- Lebar dan ketinggian bony ridge harus adekuat, berbentuk U agar
prostetik retentive dan efisien
- Ketebalan mukosa oral adekuat
- Ridge tidak terdapat undercut atau tepi tajam
- Tidak ada benjolan tulang ataupun jaringan lunak
- Kedalaman sulkus buccal dan lingual adekuat
2.11 Tahap Perawatan

2.11.1 Surgical removal of multiple eksostosis.


1) Alat dan bahan
Alat: Bahan:
- Rongeur,bone file, bur & handpiece - Povidone iodine
- Resparatororium - Cotton pellet
- Scalpel & blade - Benang jahit resorbable
- Oral diagnostic (mirror, pinset) - Larutan saline
- Hecting set (gunting jahit, needle, needle holder)
- Tray sekat
- Gunting jaringan
2) Teknik bedah dan prosedurnya
Teknik bedah yang dilakukan yaitu pengangkatan multiple eksostosis
atau surgical reduction dengan trapezoidal open flap.
a) Pertama-tama lakukan anastesi, yang sebelumnya telah dilakukan
desinfeksi menggunakan povidone iodine.
b) Lakukan desinfeksi menggunakan povidone iodine pada daerah insisi.
Insisi dilakukan dengan teknik trapezoidal open flap.
c) Buka perlekatan mukosa dengan tulang menggunakan mucoperiosteal
elevator atau resparatorium. Hal ini harus dilakukan dengan hati-hati dan
agak susah dilakukan karena adanya ukuran yang besar dan bentuk
nodular dari eksostosis.

Selama refleksi dilakukan, jari telunjuk tangan yang tidak dominan


diposisikan di atas flap yang dibuat, untuk memudahkan refleksi sambil
melindungi dari kemungkinan terselipnya (flippage) mucoperiosteal
elevator yang tidak disengaja, yang dapat mengakibatkan perforasi.
d) Eksostosis dikeluarkan menggunakan rongeur atau bone bur sambil
dialiri larutan saline yang stabil, untuk menghindari overheating tulang.

e) Lalu, tulang dihaluskan menggunakan bone file, dan diinspeksi untuk


menyakinkan permukaan alveolar ridge sudah halus.

f) Kemudian lakukan irigasi menggunaka saline solution.


g) Selanjutnya, jaringan lunak berlebih di potong menggunakan gunting
jaringan, sehingga flap memiliki pendekatan yang tepat dan tidak terjadi
imobilisasi flap.
h) Selanjutnya lakukan suturing dengan menggunakan teknik jahitan terputus
(interrupted sutures) 2

i) Lakukan pemberian intruksi setelah pembedahan pada pasien.


3) Medikasi
Medikasi dapat dilakukan dengan pemberian prescribed medication dan
obat kumur chlorhexidine mouth wash.11

2.11.2 Alveoloplasty
1) Alat dan bahan
Alat: Bahan:
- Rongeur,bone file,bone bur &handpiece - Povidone iodine
- Resparatororium - Cotton pellet
- Scalpel & blade - Benang jahit resorbable
- Oral diagnostic (mirror, pinset) - Larutan saline
- Hecting set (gunting jahit, needle, needle holder)
- Tray sekat
- Gunting jaringan
2) Teknik bedah dan prosedurnya
Teknik bedah yang dilakukan yaitu alveoplasty dengan envelope open
flap.
a. Pertama-tama lakukan anastesi pada nervus lingualis dan nervus
alveolaris inferior, yang sebelumnya telah dilakukan desinfeksi
menggunakan povidone iodine.
b. Jika tonjolan tulang yang besar terdapat di beberapa titik di sepanjang
alveolar ridge, lakukan desinfeksi menggunakan povidone iodine pada
daerah insisi. Kemudian insisi dilakukan di sepanjang puncak alveolar
ridge, dan dilanjutkan dengan open flap dengan teknik envelope flap agar
tulang dapat terlihat dengan jelas. Insisi mucoperiosteal di sepanjang
puncak alveolar ridge, dengan perluasan anteroposterior yang memadai
pada area kerja, dan refleksi flap memungkinkan visualisasi dan akses ke
alveolar ridge.
c. Buka perlekatan mukosa dengan tulang menggunakan mucoperiosteal
elevator atau resparatorium

d. Bergantung pada tingkat ketidakteraturan ridge alveolar, recontouring


dapat dilakukan dengan rongeur, bone file, atau bone bur dengan
handpiece, dapat digunakan sendiri atau kombinasi.

(a) (b)
(c)
(a) Menghilangkan tulang yang tidak beraturan menggunakan rongeur. (b)
Bone bur dengan rotary handpiece dapat juga digunakan untuk
menghilangkan tulang dan menghaluskan permukaan labiocortikal(c)
Bone file digunakan untuk menghaluskan tulang yang tidak beraturan dan
membentuk kontur yang diinginkan.

e. Irigasi larutan saline yang berlebihan harus dilakukan pada melalui


prosedur recontouring untuk menghindari overheating dan necrosis
tulang.
f. Lakukan pemotongan jaringan lunak berlebih menggunakan gunting
jaringan.

g. Setelah recontouring, flap dikembalikan posisinya dan lakukan palpasi


untuk memastikan bahwa semua penyimpangan pada alveolar ridge telah
dihilangkan.
h. Setelah itu, lakukan irigasi untuk memastikan terbuangannya semua
kotoran.
i. Tepi jaringan dapat kembalikan posisinya kemudian dilakukan penjahitan
terputus atau terus menerus.

Bahan jahitan resorbable biasanya digunakan untuk menambahkan


kekuatan tarik melintasi batas luka. Bahan resorbable akan dipecah oleh
enzim proteolytic pada saliva atau di hidrolisis dalam beberapa hari
sampai beberapa minggu, sehingga bahan jahitan tidak perlu dilepas.
Prosedur ini, kendati luasnya, tidak terlalu sulit, pembuluh darah
besar atau kecil dan cabang saraf di daerah tersebut memiliki jalur yang
diketahui, sehingga mudah untuk menghindari cedera atau trauma.1,2
j. Lakukan pemberian instruksi setelah pembedahan kepada pasien dan
lakukan evaluasi serta control setelah pembedahan.
3) Medikasi
Infeksi post operative merupakan salah satu dari berbagai macam
komplikasi yang dapat terjadi pada prosedur bedah minor dalam kedokteran
gigi. Oleh karena itu, prosedur bedah minor seperti alveoplasty sebaiknya
dilakukan pada kondisi yang aseptic sehingga tidak memungkinkan terjadinya
bacterimia. Antibiotic dapat diberikan setelah dilakukannya alveoloplasty dan
juga antibiotic prophylaxis juga dapat diberikan sebelum prosedur pembedahan
dilakukan. Hal tersebut dapat menurunkan resiko terjadinya bakterimia,
misalnya pada pasien diabetes atau pasien yang beresiko terhadap bacterial
endokarditis. Pemberian anitibiotik post operative dapat menurunkan insiden
terjadinya infeksi dan komplikasi sistemik lainnya. Namun, hal ini dapat
memberi beban pada pasien akibat dari reaksi obat seperti gangguan
pencernaan, resistensi obat, dll.15
Selain itu, medikasi seperti analgesic dan painkiller juga dapat diberikan
sebelum dan setelah tindakan bedah, bergantung dari kebutuhan pasien.16

2.12 Prognosis

Pembedahan preprostetik yang sukses bergantung pada evaluasi


yang dilakukan secara hati-hati dan rencana perawatan. Secara umum,
abnormalitas tulang harus di- tangani terlebih dahulu.1
Tidak ada perawatan yang direkomendasikan untuk eksostosis
kecuali pertumbuhannya mengganggu pemasangan gigi tiruan atau adanya
trauma berkelanjutan yang menimbulkan inflamasi kronis. Biasanya
eksostosis tidak menimbulkan masalah dan dibiarkan saja kecuali jika
areanya terganggu atau ada suspek penyakit lain.12
Dari pernyataan-pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa
eksositosis memiliki prognosis yang baik jika dilakukan pembedahan dengan
syarat evaluasi dan rencana perawatan dilakukan dengan tepat.
2.13 Komplikasi

2.13.1 Dehiscence, hilangnya mukosa keratin, obliterasi kedalaman vestibular

Komplikasi seperti dehiscence (terbukanya tepi luka), hilangnya mukosa


keratin, dan obliterasi kedalaman vestibular dapat dihindari jika perhatian
lebih diberikan pada jaringan lunak di atasnya. Prosedur pada jaringan
lunak di atas tulang tidak perlu dilakukan sampai posisi jaringan tulang di
bawahnya telah memuaskan. Sebagai aturan umum, jaringan lunak yang
berlebihan harus dijaga tetap ada sampai proses augmentasi tulang (bone
graft/cangkok tulang) selesai. Setelah penyembuhan tulang selesai, jika
jaringan di atasnya sangat berlebihan, pengangkatan kelebihan jaringan
lunak bisa berlanjut tanpa komplikasi.18

2.13.2 Hematoma
Ketika torus bilateral harus diangkat bersamaan, hal yang terbaik untuk
dilakukan adalah meninggalkan jaringan kecil yang memiliki attachment
(perlekatan) pada mid-line pada daerah anterior antara kedua sayatan
tersebut. Membiarkan jaringan ini tetap melekat (attached) membantu
menghilangkan potensi pembentukan hematoma pada dasar anterior mulut
dan mempertahankan sebanyak mungkin ruang vestibulum lingual di
daerah mandibula anterior.

2.13.3 Edema
Kasa sebaiknya ditempatkan di dasar mulut dan ditahan selama beberapa
jam umumnya membantu mengurangi edema pascaoperasi dan
1
pembentukan hematoma.

2.13.4 Komplikasi lain yang mungkin terjadi:


Intraoperative:
1) Injury/trauma pada duktus kelenjar saliva submandibular
2) Perdarahan berlebihan
3) Laserasi pada otot mylohyoideus
4) Robeknya flap

Postoperative:
1) Hemorage pada dasar mulut yang dapat membahayakan nyawa, lalu
infeksi dan obstruksi jalan napas.6
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Diagnosa dari kasus yang diberikan adalah Eksostosis. Alasannya


karena setelah dilakukan pemeriksaan maka didapatkan pasien tersebut pernah
menggunakan gigi tiruan sebagian lepasan yang dulu dibuat di tukang gigi, tetapi
pasien tersebut hanya menggunakan gigi tiruan kurang lebih 3 hari karena gigi tiruan
rahang bawahnnya tidak pas dan terasa sakit pada saat dipakai terutama pada saat
mengunyah. Pada pemeriksaan intraoral juga ditemukan adanya tonjolan tulang yang
tidak beraturan pada regio anterior rahang bawah. Berdasarkan hal diatas, maka
perawatan yang dapat diberikan yaitu tindakan bedah Preprostetik dengan tujuan
untuk menyiapkan jaringan lunak dan jaringan keras dari rahang untuk suatu protesa
yang nyaman yang akan mengembalikan fungsi oral, bentuk wajah dan estetis.

3.2 Saran

Kami menyadari bahwa kami masih jauh dari kata sempurna, kedepannya kami
akan lebih detail lagi dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-
sumber yang terpercaya dan dapat di pertanggung jawabkan.
Harapan kami semoga makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat
sekaligus dapat menambah pengetahuan, sehingga nantinya kami dapat memperbaiki
bentuk ataupun isi dari makalah ini menjadi lebih baik lagi.

Anda mungkin juga menyukai