Anda di halaman 1dari 23

BLOK ELEKTIF 2 Kamis, 13 Januari 2022

“DISLOKASI SENDI TEMPOROMANDIBULAR JOINT”

Disusun Oleh:
Fauzan A. Putra Tuankotta
201983051

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas kasih dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Makalah ini membahas tentang dislokasi sendi
temporomandibular joint dan saya berharap agar para pembaca dapat
memahami dengan baik apa yang tertulis dalam makalah ini serta dappat
berguna bagi para pembaca.
Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan ucapan terimakasih
kepada Drg. Suzanna Leuhery, Sp. KG, selaku dokter yang sudah
memberikan banyak materi dalam perkuliahan blok Elektif 2.
Akhir kata, saya menyadari bahwa pembuatan makalah ini belum
sempurna untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat diperlukan untuk
perbaikan makalah kedepannya.

Ambon, 13 Januari 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii


DAFTAR ISI.......................................................................................................................... iii
Abstract .............................................................................................................................. iv
BAB I ....................................................................................................................................1
PENDAHULUAN ...................................................................................................................1
1.1. Latar belakang .....................................................................................................1
1. 2 Maksud dan Tujuan............................................................................................2
BAB II ...................................................................................................................................3
PEMBAHASAN .....................................................................................................................3
2.1. Definisi ..................................................................................................................3
2.2. Etiopatogenesis ..................................................................................................4
2.3. Klasifikasi .............................................................................................................5
2.4. Manifestasi Klinis ...............................................................................................7
2.5. Diagnosis..............................................................................................................9
2.6. Diagnosis Banding ...........................................................................................10
2.7. Tatalaksana ........................................................................................................11
2.8. Prognosis ................................................................................................. 13
2.9. Contoh Kasus .......................................................................................... 14
BAB III .........................................................................................................................16
PENUTUP ...................................................................................................................16
3.1. Kesimpulan ........................................................................................................16
3.2 Saran.....................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................17

iii
Abstract

Temporomandibular joint (TMJ) dislocation represents three percent of all


reported dislocated joints and the anterior type has the highest frequencies
of occurrence. The mechanism of temporomandibular joint dislocation
varies depending on the type of dislocation which may be acute, chronic
protracted or chronic recurrent dislocation. This mechanics is closely related
to the structure and function of the temporomandibular joint as well as the
dynamics of the masticatory system. Comprehensive understanding of the
pathologic processes and management of all types of dislodgement of the
head of the mandibular condyle from its normal position in the glenoid fossa.
The more complex and invasive method of treatment may not necessarily
offer the best option and outcome of treatment. TMJ dislocation is defined
as the excessive forward movement of the mandibular condyle beyond the
articular eminence and treatment could be manual reposition or surgery.

Abstrak
Dislokasi pada sendi temporomandibula ditemukan 3% dari seluruh
dislokasi pada sendi yang pernah dilaporkan, dan tipe dislokasi ke anterior
adalah yang paling sering ditemukan. Mekanisme dislokasi sendi
temporomandibular bervariasi tergantung pada jenis dislokasi seperti
dislokasi akut, kronis menahun, dan rekuren kronis. Mekanisme tersebut
sangat berhubungan dengan struktur dan fungsi sendi temporomandibular
yaitu sebagai sistem pengunyahan yang dinamis. Pemahaman yang
komprehensif terhadap proses patologi penting untuk penatalaksanaan
semua jenis pergeseran kondilus mandibularis dari posisi normalnya pada
fossa glenoid. Perawatan yang lebih kompleks dan invasif mungkin tidak
serta merta menjadi pilihan dan memberikan hasil yang terbaik. Dislokasi
pada sendi temporomandibula anterior diakibatkan oleh pergerakan
kondilus kearah depan dari eminensia artikulare dan untuk
penatalaksanaannya dapat direposisi secara manual ataupun dengan
pembedahan.

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Gerakan pengunyahan merupakan interaksi dari beberapa
komponen yang terdiri dari gigi geligi, otot-otot pengunyahan dan
sendi rahang (temporomandibular joint/TMJ). TMJ merupakan
persendian yang menghubungkan antara rahang bawah (mandibula)
dengan rahang atas (maksila). Bagian-bagian dari TMJ merupakan
penonjolan yang berbentuk bulat pada ujung tulang rahang bawah
(kondilus mandibula), daerah yang berongga pada bagian rahang
atas (fossa glenoid) dan jaringan ikat yang terletak antara kondilus
mandibula dan fossa artikulare (diskus artikularis). TMJ merupakan
salah satu sendi yang paling kompleks pada tubuh dan merupakan
tempat dimana mandibula berartikulasi dengan kranium .Artikulasi
tersebut memungkinkan terjadinya pergerakan sendi, yang disebut
sendi ginglimoid dan pada saat bersamaan terjadi juga pergerakan
lancar yang diklasifikasikan sebagai sendi arthrodial.
TMJ disorder disebut juga TMD sering ditemukan dalam
praktek dokter gigi sehari-hari. TMD merupakan istilah yang
digunakan untuk mengenali sejumlah masalah klinis yang meliputi
otot-otot mastikasi, TMJ atau keduanya. Istilah ini sama dengan
gangguan/kelainan kraniomandibula (craniomandibular disorder).
TMD dikenal sebagai penyebab utama nyeri nondental pada daerah
orofasial dan dianggap sebagai subklasifikasi dari kelainan
musculoskeletal. Menurut jurnal American Dental Association pada
tahun 1990, trauma merupakan penyebab utama kelainan TMJ.
Didapatkan 40% dari 90% kasus kelainan TMJ merupakan akibat
trauma. Trauma yang sedehana seperti pukulan pada rahang atau
sesuatu yang lebih kompleks seperti yang mengenai kepala, leher,
dan rahang.

1
1. 2 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini bagi para pembaca adalah:
• Para pembaca dapat memahami apa itu dislokasi sendi
temporomandibular joint .
• Para pembaca dapat memahami bagaimana proses terjadinya
dislokasi sendi temporomandibular joint.
• Para pembaca dapat memahami dan dapat memahami tatalaksana
dislokasi sendi temporomandibular joint.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi
Sendi temporomandibula merupakan struktur anatomis yang rumit
karena berhubungan dengan pengunyahan, penelanan, bicara dan
postur kepala. Sendi ini terdiri dari prosesus kondilus yang merupakan
bagian bergerak dan berartikulasi dengan eminensia artikularis yang
membentuk aspek anterior dari fossa glenoidalis. Di antara struktur
tulang tersebut terdapat meniscus artikularis (diskus artikularis) yang
terbentuk dari jaringan ikat fibrous yang avaskuler dan tanpa
persyarafan.1
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan
sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang
bergeser atau erlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang
seharusnya (dari mangkuk sendi).1
Dislokasi sendi temporomandibular (TMJ) terjadi ketika kondilus
rahang bergerak ke depan, keluar dari posisi fungsionalnya di dalam
fossa glenoidalis dan eminensia artikular posterior ke posisi di depan
struktur tersebut yang meregangkan ligamen dan otot, memicu nyeri
orofasial lokal yang intens.1
Dislokasi berbeda dengan subluksasi dimana pasien dapat
mengembalikan kondilus ke dalam fossa secara normal. Dislokasi
dapat terjadi satu sisi (unilateral) atau dua sisi (bilateral) dan dapat
bersifat akut atau emergensi, kronis atau long-standing serta kronis
yang bersifat rekurren yang dikenal dengan dislokasi habitual, sehingga
penderita akan mengalami kelemahan yang sifatnya abnormal dari
kapsula pedukung dan ligament.1

3
2.2. Etiopatogenesis
Etiologi dislokasi pada 60% kasus disebabkan oleh trauma
akibat jatuh, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan rumah tangga,
kekerasan, dan penyebab lain seperti membuka mulut yang
berlebihan saat menguap, tertawa, bernyanyi, membuka mulut
berkepanjangan dari prosedur lisan dan THT, membuka mulut secara
kuat dari prosedur anestesi dan endoskopi memberikan kontribusi
sekitar 40%. 2
Dislokasi sendi temporomandibular adalah terlepasnya
kondilus dari posisi normal. Fossa glenoid terletak di bagian
skuamosa-temporal dasar tengkorak. Hal ini dapat terjadi secara
parsial (subluksasi) atau komplit (luksasi), bilateral atau unilateral,
akut, atau kronis berkepanjangan. Selain itu, dislokasi dapat terjadi
pada daerah anterior-medial, superior, medial, lateral atau dislokasi
posterior dan penyebabnya dapat spontan atau diinduksi oleh trauma,
membuka mulut dengan kuat dari intubasi endotrakeal dengan
larungeal mask atau tabung trakea, THT/prosedur Gigi, endoskopi,
pembukaan mulut yang berlebihan saat menguap, tertawa dan
muntah. Perubahan pada komponen structural seperti kapsul longgar,
ligamen , dan atropi kondilus kecil atau pendek, atropi artikular,
artikular memanjang, hipoplasia lengkungan zygomatik, fossa glenoid
kurang berlekuk dapat menjadi penyebab terjadinya dislokasi. Faktor
predisposisi meliputi epilepsi, muntah parah, sindrom Ehlers-Danlos
dan sindrom Marfan dan gerakan distonik dari neuroleptic pada
penyakit neuropsikiatri.2

4
2.3. Klasifikasi
1. Dislokasi anterior
Yang paling umum dan terjadi karena perpindahan dari
kondilus anterior ke artikular eminensia tulang temporal. Dislokasi
anterior biasanya tambahan dalam urutan aksi normal otot saat
mulut menutup dari pembukaan ekstrim. Otot masseter dan otot
temporalis mengelevasi mandibula sebelum otot pterygoideus
lateralis rileks sehingga kondilus mandibula ditarik keluar dari fosa
glenoid dan anterior ke puncak tulang. Kekejangan otot masseter,
temporalis dan otot pterygoideus menyebabkan trismus dan
menahan kondilus kembali ke fossa glenoid.2,3
2. Dislokasi posterior
Biasanya terjadi karena adanya pukulan langsung ke dagu.
Kondilus mandibula didorong ke posterior menuju mastoid. Cedera
pada saluran pendengaran eksternal dari puncak condylar dapat
terjadi dari jenis cedera.2,3
3. Dislokasi superior
Juga disebut dislokasi pusat, dapat terjadi dari pukulan
langsung ke mulut setengah terbuka. Sudut mandibula dalam posisi
ini menjadi kecil dan bulat, salah satu faktor predeposisi adalah batas
kepala kondilus migrasi ke atas kondilus. Hal ini dapat
mengakibatkan fraktur fossa glenoid dan dislokasi kondilius
mandibula ke dasar tengkorak tengah. Cedera lebih lanjut dari jenis
dislokasi ini dapat berupa cedera saraf wajah, hematoma
intrakranial, memar otak, kebocoran cairan serebrospinal, dan
kerusakan pada saraf kranial kedelapan mengakibatkan ketulian.2,3
4. Dislokasi medial
terjadi karena tarikan berkelanjutan dari otot pterygoideus
lateral pada kondilus dari sisi yang terkena.2,3

5
5. Dislokasi lateral
biasanya berhubungan dengan fraktur mandibula. Kasus ini
bisa terjadi pada tipe I (subluksasi) atau tipe II (luksasi). Tipe II di
subklasifikasikan menjadi tiga bentuk, tergantung pada durasi dan
manajemen yang dilakukan. Kepala condylar bermigrasi ke lateral
dan superior dan sering teraba di temporal space.
6. Dislokasi akut
Datang dalam waktu 2 minggu dan itu mudah direduksi oleh
manuver Hipokrates. Setelah 2 minggu, kejang dan pemendekan
otot temporalis dan otot masseter terjadi dan pengurangan menjadi
sulit dicapai secara manual. Hal ini menyebabkan dimulainya
dislokasi berlarut-larut menjadi kronis. Pemanjangan artikular
eminensia dapat mencegah pergeseran kebelakang dalam posisi
normal di fossa glenoid, dalam hal ini, dislokasi kronis
berkepanjangan dengan pembentukan pseudojoint baru dengan
berbagai derajat gerakan dan pasien tersebut memiliki masalah
dengan kesulitan dalam menutup mulut (kunci terbuka) dan
maloklusi di mana ada prognatisme mandibula dengan gigitan
anterior.
7. Dislokasi kronis
Berulang terjadi pada orang-orang dengan kebiasaan
membuka mulut yang lebar biasanya terjadi secara spontan dan
direduksi tergantung pada tingkat perubahan morfologi sendi
temporomandibular dan struktur yang berdekatan. Ketika artikular
eminensia memanjang, dislokasi sulit untuk direduksi. Hal ini terjadi
biasanya pada pasien dengan hipoplasia eminensia, fossa sempit,
kapsul longgar, gangguan kolagen, kondilus kecil, sindrom
hipermobilitas, oromandibulardystonias dan penggunaan obat
neuroleptik tampilan polos TMJ terutama pada transcranio-oblique,
kontras CT scan, i-CAT scan dan MRI, tomografi digital linear dan
rotasi polos artroskopi sendi berguna untuk menilai posisi kepala

6
kondilus dan meniskus dalam kaitannya dengan fossa glenoid,
proses mastoid, piring timpani dan artikular eminensia. Alat baru
termasuk sistem Dolphin yang mengimpor foto wajah 2D (bungkus
wajah) gambar stereografik 3D digunakan untuk meningkatkan
simulasi pengobatan.

2.4. Manifestasi Klinis


Normal pergerakan mandibula saat pembukaan mulut akan
terlihat lurus, tetapi pada pasien yang mengalami kelainan TMJ akan
terlihat perubahan arah yakni deviasi dan defleksi. Deviasi adalah
perubahan pada midline selama pembukaan yang akan hilang
dengan pembukaan mulut yang terus dilakukan (kembali ke midline).
Defleksi adalah pergerakan midline ke satu sisi dengan jarak yang
akan terus menjauh dan tidak kembali ke tengah midline pada saat
pembukaan maksimal. Selain mengalami perubahan arah
pembukaan mulut, pasien kelainan TMJ juga mengalami
keterbatasan pembukaan mulut. Normal pembukaan mulut berada
diantara 40-60 mm. Pembatasan pembukaan mulut terbagi menjadi
dua dari segi pembukaan rahang, yaitu pembukaan rahang dibantu
dan pembukaan rahang tanpa dibantu. Apabila pasien tidak dibantu
dalam pembukaan mulut maka ukurannya mencapai <40 mm dan
apabila dibantu maka pembukaan maksimum yang dapat dicapai
bertambah sebanyak ≥5 mm. Keterbatasan pergerakan mandibula
juga dapat diukur dengan menggerakkan mandibula ke arah lateral.
Bila pergerakan ke arah lateral kurang dari 8 mm maka hal ini
menunjukkan pergerakan yang terbatas. Gejala gangguan sendi
temporomandibula bisa berupa nyeri pada sendi, otot, dan kepala.3
a. Nyeri sendi
Nyeri pada sendi disebut dengan Arthalgia. Tanda dari
kelainan ini adalah sakit pada satu atau kedua sisi sendi pada
saat terjadi pergerakan mandibula. Arthralgia berasal dari

7
nosiseptor yang terletak pada jaringan lunak yang mengelilingi
sendi. Jaringan yang mengandung nosiseptor adalah ligamen
diskus dan ligamen kapsularis. Jaringan tersebut sulit untuk
dibedakan, sehingga setiap nosiseptor yang terstimulasi akan
memancarkan sinyal yang diterima sebagai nyeri pada sendi.
Artharlgia dirasakan sebagai rasa sakit yang tajam, tiba-tiba, dan
terus-menerus yang berhubungan dengan pergerakan sendi.
Ketika sendi diistirahatkan, rasa sakit tersebut akan mereda
dengan cepat. Jika struktur sendi mengalami kerusakan,
inflamasi yang terjadi dapat menghasilkan rasa sakit yang terus-
menerus yang dihasilkan oleh pergerakan sendi.3
b. Nyeri Otot
Keluhan yang paling umum terjadi pada pasien dengan tanda-
tanda kelainan TMJ adalah nyeri otot atau disebut sebagai nyeri
myofasial yang dapat terjadi akibat peningkatan penggunaan
otot secara progresif sehingga timbul kelelahan akibat
berkurangnya jumlah adenosit trifosfat (ATP). Umumnya nyeri di
otot disebabkan oleh hipoksia pada otot (oksigen yang tidak
cukup) akibat fungsi yang berlebihan, dan hal ini dapat
mengakibatkan spasme otot. Nyeri miofasial dapat diakibat oleh
kebiasaan parafungsional seperti bruksism, gangguan psikologis
seperti depresi dan stress. Gejala dari sindrom ini bisa berupa
rasa sakit di rahang, pelipis, daerah preaurikular, sakit pada saat
dipalpasi di dua atau lebih otot dan kadang–kadang disertai
suara sendi dan sakit kepala.3
c. Nyeri Kepala
Gejala umum lain yang berhubungan dengan nyeri otot
pengunyahan adalah nyeri kepala. Tipe yang paling umum dari
sakit kepala adalah tipe sakit kepala yang tegang. Tipe dari sakit
kepala seperti ini disebut juga sebagai muscle tension headache
atau muscle contraction headache. Terdapat berbagai etiologi

8
yang dapat menyebabkan sakit kepala salah satunya adalah
berasal dari otot. Stabilitas sendi dipengaruhi oleh aktifitas otot,
sehingga pada saat aktifitas otot berlebih, kondilus akan
memberi tekanan lebih pada diskus yang berakibat pada
perubahan mekanisme lubrikasi struktur artikular dan gangguan
sendi akibat fleksibilitas sendi menurun. Pada otot terjadi
hipertonus sebagai reaksi dari hiperfungsi kontraksi otot yang
kuat dan terus menerus sehingga menyebabkan terjadinya
kelemahan otot dan inflamasi yang menimbulkan rasa nyeri.3
d. Nyeri Telinga
Tanda lain yang berhubungan dengan kelainan fungsional
pada sistem pengunyahan adalah keluhan pada telinga. Tensor
timpani diinervasi oleh saraf kranial kelima (saraf trigeminal).
Oleh karena itu, setiap rasa sakit yang terjadi pada struktur yang
dilalui oleh saraf trigeminal akan mempengaruhi fungsi telinga
dan menciptakan sensasi sesak dalam telinga.3

2.5. Diagnosis
Gejala utama dislokasi sendi temporomandibular adalah
gangguan oklusi/ketidakmampuan menutup rahang, dan nyeri. Pada
pemeriksaan klinis ditemukan soket sendi temporomandibular yang
kosong, pada pasien dengan dislokasi jangka panjang, tanda-tanda
malnutrisi mulai muncul. Pada pasien di bawah sedasi, pasien
setelah trauma, pasien dengan demensia dan pada pasien dengan
dislokasi persisten, gejalanya mungkin kurang terlihat sehingga
gejala awal dislokasi sendi temporomandibular mungkin terlewatkan
Pasien tanpa trauma wajah akut yang pertama kali mengalami
dislokasi sendi temporomandibular dapat didiagnosis berdasarkan
riwayat medis dan pemeriksaan fisik saja, jika gejalanya cukup
menunjukkan dislokasi sendi temporomandibular (GoR 0; LoE IIIa-V
+) (8– 10, 18).1

9
Pemeriksaan pencitraan (orthopantomogram [OPG],
CBCT/DVT, MRI) harus dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis
banding lainnya seperti fraktur wajah dan untuk memberikan
informasi perencanaan perawatan lebih lanjut (GoR B; LoE I–V +),
begitu juga pada pasien yang lebih tua dengan multimorbiditas.
Dislokasi sendi temporomandibular pada awalnya bisa terabaikan
karena gejalanya lebih ringan dan kemampuan berkomunikasi
seringkali terbatas pada orang usia lanjut.1

2.6. Diagnosis Banding


Fraktur mandibula dan fraktur kondilus mandibula penting
untuk dikenali sejak dini; mereka dapat terjadi bersamaan dengan
dislokasi mandibula. Pada pasien dengan dislokasi sekunder akibat
trauma, pencitraan harus dilakukan untuk menilai fraktur. Infeksi
yang mungkin tampak mirip dengan dislokasi TMJ dapat mencakup
epiglotitis, abses retrofaring, atau abses peritonsil. Presentasi
infeksius ini dapat memiliki gambaran klinis yang mirip dengan
dislokasi mandibula, termasuk air liur, trismus, dan nyeri
tenggorokan atau leher. Penting untuk mengevaluasi orofaring dan
mendapatkan riwayat yang tepat dari pasien karena pengobatan
untuk infeksi dan dislokasi sangat berbeda. Disfungsi TMJ atau
penguncian tertutup akut meniskus TMJ dan reaksi distonik seperti
tetanus dapat disalahartikan sebagai dislokasi karena pasien tidak
akan dapat membuka mulut secara normal. Anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pencitraan penting untuk membedakan ciri-
ciri masing-masing penyakit dari dislokasi mandibula tidak ada test
yang dapat membedakan karena temuan klinis saja sudah cukup.1

10
2.7. Tatalaksana

a. Tatalaksana dislokasi sendi temporomandibular akut


Setiap pasien dengan dislokasi sendi
temporomandibular non-traumatik awalnya harus ditangani
dengan reduksi manual). Semakin dini reduksi dilakukan
semakin besar peluang berhasilnya. Teknik yang paling
umum digunakan adalah metode reduksi Hipokrates. Menurut
penelitian yang lebih baru, metode pivot pergelangan tangan
merupakan teknik manual alternatif untuk pengurangan sendi
temporomandibular yang setidaknya sama dengan metode
pengurangan Hippocrates berkaitan dengan tingkat
keberhasilan, pengurangan nyeri terkait dan waktu
pengurangan.2,4 Mempertimbangkan risiko cedera yang
terkait dengan teknik reduksi intraoral ini, reduksi juga dapat
dilakukan melalui rute ekstraoral pada pasien dengan
dislokasi unilateral Namun, teknik ini agak lebih menyakitkan
dan memakan waktu dibandingkan dengan manuver intraoral.
Pada pasien dengan dislokasi bilateral, metode
ekstraoral memiliki tingkat keberhasilan yang rendah (54,5%
pada pasien dengan dislokasi bilateral versus 96,7% pada
pasien dengan dislokasi unilateral) dan oleh karena itu
penggunaannya hanya direkomendasikan dalam kasus
peningkatan risiko gigitan atau infeksi (misalnya, pada pasien
dengan demensia, pasien hepatitis C). Selama reduksi
dengan pasien dalam posisi duduk, kepala pasien harus
distabilkan menggunakan sandaran kepala. Ketika reduksi
dilakukan melalui rute intraoral, penggunaan blok gigitan dan

11
sarung tangan dapat membantu mencegah cedera gigitan
dan infeksi terkait.2,4
Kehati-hatian harus diperhatikan agar jari-jari tidak
diletakkan di atas, tetapi di lateral permukaan oklusal molar
mandibula saat menggunakan teknik Hippocrates yang
dimodifikasi (GoR B; LE V; konsensus ahli). Dalam beberapa
tahun terakhir, beberapa penelitian yang menyajikan metode
reduksi baru telah diterbitkan, tetapi karena jumlah kasus
yang kecil dan kurangnya kelompok kontrol, kekuatan
statistiknya terbatas.2,4
Pengalaman dokter dengan teknik adalah kunci
keberhasilan upaya reduksi dan mobilisasi yang berhasil
untuk reduksi dapat dicapai dengan berbagai manuver.
Pengurangan manual dislokasi akut awalnya dapat dicoba
tanpa pemberian obat apapun. Jika upaya tersebut tidak
berhasil, upaya pengurangan lebih lanjut dapat dilakukan
dengan pengobatan (pelemas otot dan/atau analgesik) atau,
jika diperlukan, dengan analgosedasi atau anestesi umum.2,4

b. Tatalaksana dislokasi sendi temporomandibular


persisten
Sekitar 30% dari semua dislokasi sendi
temporomandibular adalah dislokasi persisten. Dikarenakan
insiden kondisi yang rendah, rekomendasi pengobatan
didasarkan pada rangkaian kasus dan laporan kasus. Jika
dislokasi bertahan selama 3 sampai 4 minggu, upaya reduksi
manual biasanya tidak lagi berhasil. Dalam hal ini, reduksi
bedah harus dipertimbangkan. Metode perbaikan (kapsul
artikular dibuka untuk reduksi) dan teknik yang lebih invasif
(eminektomi, kondilektomi, teknik osteotomi khusus,

12
endoprostesis) tersedia untuk manajemen bedah dislokasi
kronis.5

c. Tatalaksana dislokasi sendi temporomandibular rekuren


Insiden kekambuhan setelah dislokasi awal adalah
22%. Teknik invasif minimal (injeksi toksin botulinum, injeksi
darah autologus, proloterapi) untuk pengobatan dislokasi
sendi temporomandibular berulang terutama diindikasikan
pada pasien dengan penurunan kepatuhan atau peningkatan
risiko bedah. Namun, hasil jangka panjang sering tidak
memuaskan dan akhirnya manajemen bedah invasif
diperlukan.
Pada pasien dengan dislokasi berulang, indikasi untuk
perawatan bedah terbuka dapat ditegakkan setelah
kegagalan metode konservatif dan/atau invasif minimal (GoR
0; LoE IIIa-IV +) (28, 32). Teknik bedah yang paling umum
digunakan termasuk eminektomi, prosedur pemblokiran atau
sling dan pembedahan pada kompleks ligamen kapsuler.
Saat ini, prosedur eminektomi adalah teknik terbaik yang
terdokumentasi dan paling menjanjikan di antara berbagai,
sampai batas tertentu, metode bedah kompetitif.5

2.8 Prognosis

Prognosis dislokasi sendi temporomandibular, khususnya


rekuren kronis dan kronis menahun tidak dapat diprediksi dan hal
tersebut tergantung dari evaluasi, rencana perawatan, dan
kerjasama pasien. Mekanisme dan pilihan penatalaksanaan untuk
jenisjenis dislokasi sendi temporomandibular perlu dievaluasi agar
mendapatkan terapi yang tepat dan efisien.5

13
2.9 Contoh Kasus

1. Data diri
a. Nama : Tn. D
b. Usia : 35 tahun
c. Pekerjaan : Karyawan swasta
d. Status perkawinan : Menikah

2. Anamnesis
a. Riwayat penyakit sekarang
- Mulut tidak dapat menutup setelah menguap
b. Riwayat penyakit dahulu
- 2 tahun yang lalu pernah mengalami keluhan yang
sama seperti sekarang
- Pasien mengunyah hanya pada satu sisi yaitu sisi
kanan
3. Pemeriksaan fisik
a. Tanda -Tanda Vital
- Kesadaran: compos mentis
- Tekanan darah: 120/80 mmHg (normal)
- Nadi: 78x/menit
- Pernafasan: 18x/menit
- Suhu tubuh: 36.30C
4. Pemeriksaan Umum
- Tidak ditemukan kelainan
5. Pemeriksaan Ekstraoral
- Wajah simetris
- Mulut yang terbuka
- Tidak ditemukan laserasi

14
6. Pemeriksaan Intraoral
- Tidak ditemukan kelainan intra oral

7. Pemeriksaan odontogram:
- 47 gigi dengan nekrosis pulpa dan kalkulus di regio
rahang bawah kiri

8. Tatalaksana
Dari anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik, pasien
didiagnosa dengan dislokasi sendi temporomandibula
anterior bilateral. Tindakan di IGD, pasien diberikan
analgesik dan muscle relaxant, kemudian dilakukan reposisi
secara manual dan pemasangan head bandage. Pasien
disarankan untuk tidak membuka mulut terlalu lebar, head
bandage dipertahankan selama tiga hari, dan juga
disarankan untuk pembersihan karang gigi serta
pencabutan gigi 47 dan kontrol hari keempat setelah
Tindakan.

15
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Setelah membaca isi dari pembahasan makalah diatas maka ditarik
suatu kesimpulan :
Dislokasi sendi temporomandibular adalah suatu keadaan dimana
terjadi pergeseran kondilus ke anterior eminensia artikularis dan
terfiksasi karena spasme otot-otot pengunyahan, biasanya disebabkan
oleh pembukaan mulut yang berlebihan seperti menguap, tertawa,
anestesi umum, ekstraksi gigi, muntah, atau kejang juga dapat terjadi
setelah prosedur endoskopik. Dislokasi anterior dapat terjadi secara
unilateral maupun bilateral dan dibedakan menjadi akut, kronik rekuren
ataupun kronik.
Penatalaksanaan dislokasi sendi temporomandibular umumnya
dapat dilakukan dengan reposisi secara manual dengan atau tanpa
bantuan obat anastesi ataupun muscle relaxant. Metode pengobatan
yang lebih kompleks dan invasif belum tentu memberikan pilihan dan
hasil pengobatan terbaik, oleh karena itu pendekatan konservatif harus
dimanfaatkan secara tepat sebelum melakukan teknik bedah yang lebih
invasif yang harus dilakukan setelah penilaian menyeluruh dan rencana
perawatan. Oleh karena itu, pembedahan harus didasarkan pada jenis,
mekanisme, patogenesis dan faktor predisposisi / morfologi sendi, usia,
ketersediaan bahan dan keterampilan tenaga kerja.
3.2 Saran
Diharapkan para tenaga kesehatan meberikan edukasi kepada pada
pasien pasca dislokasi temporomandibular joint (TMJ) berfokus pada
mencegah terjadinya dislokasi kembali dan mencegah kerusakan
jaringan sekitarnya lebih jauh. Promosi kesehatan juga dapat diberikan
pada masyarakat untuk mencegah terjadinya dislokasi TMJ adalah
terkait pencegahan cedera pada area kepala dan leher.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Maini K, Dua A. Temporomandibular Joint Syndrome. [Updated


2021 Oct 19]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551612/
2. Septadina I. Prinsip Penatalaksanaan Dislokasi Sendi
Temporomandibular. MKS. 2019;47(1):61-65.
3. Ginting R, Napitupulu F. Gejala klinis dan faktor penyebab
kelainan temporomandibular joint pada kelas I oklusi angle.
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. 2019;31(2).
4. Okeson JP. Management of temporomandibula disorders and
occlusion. 7 Ed, Missouri: Elsevier, 2013: 4-16, 62-3, 108-9, 119,
144-6, 152, 171, 187.
5. Kurnikasari E. Perawatan disfungsi sendi temporomandibula
secara paripurna.
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uplods/2009/09/perawatan
_disfungsi_se ndi.pdf. 04 November 2018

17
LAMPIRAN

Contoh Dislokasi Sendi Temporomandibular Joint

18
19

Anda mungkin juga menyukai