DISUSUN OLEH:
ABDUSSALAM
NIM.201133001
VISI
"Menjadi Institusi Pendidikan Tinggi Kesehatan Terapan Dan Profesi sebagai
Rujukan Nasional Berkualitas Global"
MISI
1. Menyelenggarakan Kegiatan Tridharma Perguruan Tinggi Terapan dan
Profesi Kesehatan yang Berkualitas Global.
2. Menghasilakn Lulusan yang Berintelektualitas Tinggi, Berbudi Luhur dan
Mampu Bersaing Secara Global.
3. Mengembangkan Tata Kelola Perguruan Tinggi yang Mandiri Transparan
dan Akuntabel
4. Berperan Aktif dalam Kerjasama Pengembangan dan Peningkatan Sistem
Pendidikan Tinggi Kesehatan di Tingkat Global
i
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
SISTEM MUSKULOSKELETAL: PRE OPERASI FRAKTUR COLLUM
FEMUR DEXTRA DI RUANG TRIBRATA RUMAH SAKIT
BHAYANGKARA ANTON SOEDJARWO PONTIANAK
Abdussalam
NIM. 201133001
Pontianak, ,2021
Mengetahui
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti ucapkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas Kuasa-Nya
yang telah memberikan segala nikmat dan kesempatan sehingga penyusunan
Laporan Pendahuluan yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal: Pre Operasi Fraktur Collum Femur Dextra”
dapat terselesaikan. Dalam penyusunan Laporan Pendahuluan ini penulis telah
melibatkan bantuan moril dan material dari banyak pihak sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas ini.
Dengan terselesaikannya Laporan Pendahuluan ini, perkenankan pula
saya untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Didik Hariyadi, S.Gz M.Si., selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Pontianak.
2. Ibu Ns. Nurbani, M.Kep., selaku Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Pontianak.
3. Ibu Ns. Puspa Wardhani, M.Kep., selaku Ketua Prodi Profesi Ners Poltekkes
Kemenkes Pontianak.
4. Seluruh Dosen, Instruktur dan Staf Prodi Sarjana Terapan Keperawatan
Pontianak serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Pendahuluan ini
masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Untuk itu kritik dan saran dari
pembaca sangat diperlukan demi kesempurnaan Laporan Pendahuluan ini.
Semoga Laporan Pendahuluan ini bagi pembaca khususnya Mahasiswa
Poltekkes Kemenkes Pontianak dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran
mahasiswa di Prodi Profesi Ners Poltekkes Kemenkes Pontianak.
Pontianak, 29 Maret 2021
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
VISI DAN MISI...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ii
KATA PENGANTAR...................................................................................iii
DAFTAR ISI..................................................................................................iv
DAFTAR TABEL..........................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR....................................................................................vii
iv
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
v
HalamanGambar 2.1 Pathway Pre Operasi Fraktur Collum Femur...................... 9
vi
1
BAB I
KONSEP DASAR
2. Etiologi
Untuk megetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami
fraktur, pemeriksaan perlu mengenal anatomi dan fisiologi tulang
sehingga pemeriksa mampu lebih jauh mengenal keadaan fisik tulang
dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah. Pada
beberapa keadaan, kebanyakan proses fraktur terjadi karena kegagalan
tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan
tarikan. Trauma muskuloskeletal yang bisa menjadi fraktur dapat dibagi
menjadi trauma langsung dan tidak langsung. (Zairin Noor, 2016).
1
2
a. Trauma Langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat
kuminitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan
b. Trauma Tidak Langsung
Trauma tidak langsung merupakan suatu kondisi trauma dihantarkan
ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. Fraktur juga bisa
terjadi akibat adanya tekanan yang berlebih dibandingkan
kemampuan tulang dalam menahan tekanan. Tekanan yang terjadi
pada tulang dapat berupa hal-hal berikut:
1) Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau
oblik.
2) Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal.
3) Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur
impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi.
4) Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur kominutif atau
memecah, misalnya pada badan vertebra, talus, atau fraktur
buckle pada anak-anak.
5) Fraktur remuk
6) Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendon akan menarik
sebagian tulang.
3. Klasifikasi
Menurut Abdul Wahid (2013) dan M. Asikin.dkk (2016) klasifikasi
fraktur adalah sebagai berikut:
a. Berdasarkan sifat fraktur atau luka yang ditimbulkan
1) Fraktur tertutup, bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan udara luar atau disebut juga fraktur bersih karena
kulit masih utuh tanpa komplikasi.
2) Fraktur terbuka, bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan udara luar karena adanya perlukaan dipermukaan kulit.
2
3
3
4
4. Manifestasi Klinis
a. Nyeri
Nyeri yang kontinu dan meningkat saat bergerak, dan spasme otot
terjadi segera setelah fraktur
b. Kehilangan fungsi
Sokongan terhadap otot hilang ketika tulang patah. Nyeri juga
berkontribusi terhadap kehilangan fungsi.
4
5
c. Deformitas
Ekstremitas atau bagiannya dapat membengkak atau berotasi secara
abnormal karena pergeseran lokasi akibat spasme otot dan edema.
d. Pemendekan tulang
Spasme otot menarik tulang dari posisi kesejajarannya dan fragmen
tulang menjadi ke sisi yang tidak sejajar ujung-ujungnya
e. Krepitus
Krepitus merupakan sensasi patahan atau suara yang berkaitan
dengan pergerakan fragmen tulang ketika saling bergesekan, yang
bahkan dapat menimbulkan trauma lebih besar pada jaringan,
pembuluh darah dan saraf.
f. Edema dan diskolorasi
Kondisi tersebut dapat terjadi sekunder akibat trauma pada jaringan
cedera
5. Komplikasi
Berikut komplikasi fraktur menurut Mark.A Thomas (2011):
a. Syok dan perdarahan
Trauma tajam ataupun tumpul yang merusak sendi atau tulang di
dekat arteri mampu menghasilkan trauma arteri. Cedera ini dapat
menimbulkan perdarahan besar pada luka terbuka atau perdarahan
didalam jaringan lunak. Ekstremitas yang dingin, pucat,
menghilangnya pulsasi ekstremitas menunjukan gangguan aliran
darah arteri. Hematoma yang membesar dengan cepat, menunjukan
adanya trauma vaskuler. Cedera ini menjadi berbahaya apabila
kondisi hemodinamik pasien tidak stabil
b. Syndrome emboli lemak
Merupakan keadaan pulmonary akut. Terjadi ketika gelembung-
gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi
jaringan yang rusak. Apabila terbawa sirkulasi darah akan
5
6
6
7
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang pada klien fraktur, Menurut Amin Huda
Nurrrarif dan Hardi kausuma (2015):
a. X-ray: untuk menentukan luas/lokasi fraktur.
b. Scan tulang untuk memperlihatkan fraktur lebih jelas,
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram, dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler.
d. Hitung darah lengkap, homokonsentrasi mungkin meningkat,
menurun pada perdarahan: peningkatan leukosit sebagai respon
terhadap peradangan.
e. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens
ginjal.
f. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
tranfusi atau cedera.
7. Penatalaksanaan Medis
a. Operasi Ortopedi
Operasi ortopedi merupakan spesialisasi medis yang mengkhususkan
pada pengendalian medis dan bedah para pasien yang memiliki
kondisi-kondisi arthritis yang mempengaruhi persendian utama,
pinggul, lutut dan bahu melalui bedah invasif minimal dan bedah
penggantian sendi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan
meliputi Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Interna atau disingkat
ORIF (Open Reduction and Fixation). Berikut dibawah ini jenis-
jenis pembedahan ortopedi dan indikasinya yang lazim dilakukan
menurut Menurut Abdul Wahid (2013):
1) Reduksi Terbuka: melakukan reduksi dan membuat kesejajaran
tulang yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan
pemajanan tulang yang patah.
7
8
8
BAB II
WEB OF CAUSATION (WOC)
A. Web Of Causation
Trauma Pada Pangkal Paha
Nyeri Akut
Gangguan Mobilitas
Fisik
A. Pengkajian
1. Biodata
Meliputi: Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
diagnosa medis, no register dan tanggal MRS.
2. Keluhan Utama
Keluhan utamanya adalah rasa nyeri akut atau kronik. Selain itu klien juga
akan kesulitan beraktivitas.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya penderita mengeluh nyeri pada daerah Fraktur.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit
diabetes dengan luka sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut
maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan
tulang (Padila, 2012)
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker
tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Padila, 2012).
6. Pola-pola fungsional
a. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan/ gangguan akibat adanya
fraktur sehingga perlu dibantu baik perawat maupun klien.
b. Pola tidur dan istirahat
10
11
e. Muka
Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tidak ada lesi, simetris, tak edema
f. Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemi
g. Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
h. Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
i. Mulut dan faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
j. Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris
k. Paru
Inspeksi: Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru
Palpasi: Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama
Perkusi: Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan lainnya
Auskultasi: Suara nafas normal, tak ada wheezing atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronkhi
l. Jantung
Inspeksi: Tidak tampak iktus jantung
Palpasi: Nadi meningkat, iktus tidak teraba
Auskultasi: Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
m. Abdomen
Inspeksi: Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia
Palpasi: Turgor baik, tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
Perkusi: Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan
Auskultasi: Kaji bising usus
14
n. Inguinal-genetalis-anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, ada kesulitan buang air
besar.
o. Sistem muskuloskeletal
Tidak dapat digerakkan secara bebas dan terdapat jahitan, darah
merembes atau tidak
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan jaringan tulang, gerakan fragmen tulang,
edema, dan cedera jaringan, alat traksi atau imobilisasi, stress, ansietas.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, ketidaknyamanan,
kerusakan muskuloskeletal, pembatasan aktivitas, dan dan penurunan
kekuatan ketahanan.
3. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi, khawatir
mengalami kegagalan, ancaman terhadap konsep diri.
C. Perencanaan keperawatan
Tabel 3.1 Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Luaran
SLKI
1. D.0077 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan
berhubungan dengan diharapkan tingkat nyeri menurun dan kontrol
agen pendera fisik nyeri meningkat dengan kriteria hasil:
(prosedur operasi) 1. Tidak mengeluh nyeri
2. Tidak meringis
3. Tidak bersikap protektif
4. Tidak gelisah
5. Tidak mengalami kesulitan tidur
6. Frekuensi nadi membaik
7. Tekanan darah membaik
8. Melaporkan nyeri terkontrol
9. Kemampuan mengenali onset nyeri
meningkat
10. Kemampuan mengenali penyebab nyeri
meningkat
11. Kemampuan menggunakan teknik non-
farmakologis
D. Intervensi keperawatan
Tabel 3.2 Intervensi Keperawatan
Intervensi
Diagnosa Keperawatan
SIKI
D.0077 Nyeri akut Intervensi Utama: Dukungan Nyeri Akut:
berhubungan dengan Pemberian analgesik
agen pendera fisik Observasi
(prosedur operasi) 1. Identifikasi karakteristik nyeri (mis. pencetus,
pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi,
durasi)
2. Identifikasi riwayat alergi obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis.
narkotika, non-narkotika, atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
4. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
5. Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
1. Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk
mencapai analgesia optimal
2. Pertimbangkan pengguanaan infus kontinu, atau
bolus oploid untuk mempertahankan kadar dalam
serum
3. Tetapkan target efektifitas analgesik untuk
mengoptimalkan respons pasien
4. Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik
dan efek yang tidak diinginkan
Edukasi
1. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik,
sesuai indikasi
16
1. Definisi
Guided imagery adalah metode relaksasi untuk menghayalkan
tempat dan kejadian berhubungan dengan rasa relaksasi yang
menyenangkan. Khayalan tersebut memungkinkan klien memasuki
keadaan atau pengalaman relaksasi. Guided imagery menggunakan
imajinasi seseorang dalam suatu yang dirancang secara khusus untuk
mencapai efek positif tertentu. Imajinasi bersifat individu dimana individu
menciptakan gambaran mental dirinya sendiri, atau bersifat terbimbing
(Astuti, 2018).
Guided imagery adalah program mengarahkan pikiran dengan
memandu imajinasi seseorang terhadap situasi santai, fokus pada kondisi
untuk mengurangi stres dan meningkatkan kenyamanan dan suasana hati
(Gail W. Stuart, 2016).
2. Etiologi
Guided imagery atau imajinasi terbimbing merupakan penciptaan
khayalan pasien dengan tuntunan dari pemberian pelayanan keperawatan
untuk mendorong pasien memvisualisasikan atau memikirkan
pemandangan atau situasi yang disenangi pasien. Tehnik guided imagery
(imajinasi terbimbing) dapat membantu pasien menstimulasi produksi
endorfin dalam sistem descending control. Sistem descending control
adalah suatu sistem serabut yang berasal dari otak bagian bawah dan
bagian tengah (terutama perlaqueductal gray matter) dan berakhir pada
serabut interneuronal inhibitor dalam kornu dorsalis dari medula spinalis.
Endorfin merupakan zat kimiawi endogen yang berstruktur serupa dengan
opiat atau narkotik yang berfungsi sebagai inhibitor terhadap transmisi
nyeri (Astuti, 2018).
19
REFERENSI
Rosdahl,C., B., Kowalski, M., T. (2017). Buku Ajar Keperawatan Dasar. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Ulya Khikmatul Nur & Jamaludin. (2017). Pengaruh Terapi Guided Imagery Dan
Iringan Musik Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Dengan Post
Apendiktomi Hari 1 Di Ruang Cempaka RSUD Sunan Kalijaga Demak.
jurnal.akperkridahusada.ac.id.
22
DAFTAR PUSTAKA