DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6
Puji syukur kepada Allah yang telah memberikan kesehatan pada kami
sehingga dapat membuat makalah yang berjudul “ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR”. Sholawat
dan salam kami Panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, serta
sahabat nya.
Makalah ini kami susun berdasarkan informasi dari berbagai sumber.
Dikemas dengan rigkasan materi yang menarik untuk memudahkan
mahasiswa/i dalam proses kegiatan belajar. Harapan kami semoga makalah
ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca
untuk ke depannya.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu
dalam penulisan makalah dari awal hingga selesai. Terlepas dari semua itu,
kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasannya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
COVER.............................................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................5-9
1.1 Latar Belakang...............................................................................5
2.1 Tujuan Penulisan............................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................11-33
2.1 Anatomi Fisiologi Fraktur.............................................................9
2.2 Pengertian Fraktur..........................................................................11
2.3 Etiologi Fraktur..............................................................................12
2.4 Manifestasi Klinik Fraktur.............................................................14
2.5 Patofisiologi/Patoflowdiagram Fraktur..........................................15-19
2.6 Pemeriksaan Penunjang Fraktur....................................................19
2.7 Komplikasi Fraktur........................................................................20
2.8 Penatalaksanaan Medis Fraktur.....................................................21
2.9 Asuhan Keperawatan Fraktur (Diagnosa, intervensi (SDKI, SLKI
DAN SIKIPPNI ))..........................................................................22
iii
2.13 Manifestasi klinis Eklampsia.............................................42
2.14 Patofisiologi/Pathoflogram................................................44
3.0 Kesimpulan.........................................................................63
3.1 Saran....................................................................................63
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................64
iv
BAB I
PENDAHULUAN
FRAKTUR
Gerak adalah suatu tanggapan terhadap rangsangan baik dari dalam maupun
dari luar. Gerak tidak terjadi begitu saja. Gerak terjadi melelui mekanisme
yang rumit dan melibatkan banyak bagian tubuh. Gerak pada manusia
disebabkan oleh kontraksi otot yang menggerakkan tulang. Jadi, gerak
merupakan kerjasama antara tulang dan otot. Maka dari itu, tubuh manusia
terdapat sistem muskuloskeletal yang berperan dalam situasi tersebut.
Muskuloskeletal terdiri dari otot dan tulang. Tulang sebagai alat gerak
pasif karena hanya mengikuti kendali otot, sedangkan otot disebut alat
gerak aktif karena mampu berkontraksi, sehingga mampu menggerakan
tulang. Pembelajaran pada topik yang kedua ini kita akan membahas
tentang anatomi dan fisiologi sistem muskuloskeletal, sehingga para
mahasiswa mampu mengidentifikasi tentang konsep sistem
muskuloskeletal, sistem otot (muskular), sistem rangka (skeletal), serta
mengenali kelainan dan gangguan yang umum terjadi pada sistem
muskuloskeletal.
Sistem muskuloskeletal terdiri dari kata muskulo yang berarti otot dan kata
skeletal yang berarti tulang. Muskulo atau muskular adalah jaringan
otototot tubuh. Ilmu yang mempelajari tentang muskulo atau jaringan otot-
otottubuh adalah myologi. Skeletal atau osteo adalah tulang kerangka
tubuh, yang terdiri dari tulang dan sendi. Ilmu yang mempelajari tentang
skeletal atau osteo tubuh adalah osteologi. Muskulus (muscle) otot
merupakan organtubuh yang mempunyai kemampuan mengubah energi
kimia menjadi energi mekanik atau gerak sehingga dapat berkontraksi
untuk menggerakkan rangka, sebagai respons tubuh terhadap perubahan
lingkungan. Otot disebut alat gerak aktif karena mampu berkontraksi,
sehingga mampu menggerakkan tulang. semua sel-sel otot mempunyai
kekhususan yaitu untuk berkontraksi. otot membentuk 40-50% berat
badan, kira-kira sepertiganya merupakan protein tubuh dan setengahnya
5
tempat terjadinya
6
aktivitas metabolik saat tubuh istirahat. Terdapat lebih dari 600 buah otot
pada tubuh manusia. Sebagian besar otot-otot tersebut dilekatkan pada
tulang-tulang kerangka tubuh, dan sebagian kecil ada yang melekat di
bawah permukaan kulit. Gabungan otot berbentuk kumparan dan terdiri
dari
1) Fascia, adalah jaringan yang membungkus dan mengikat jaringan
lunak. fungsi fascia yaitu mengelilingi otot, menyedikan tempat
tambahan otot, memungkinkan struktur bergerak satu sama lain dan
menyediakan tempat peredaran darah dan saraf;
2) Ventrikel (empal), merupakan bagian tengah yang mengembung; dan
3) Tendon (urat otot), yaitu kedua ujung yang mengecil, tersusun dari
jaringan ikat dan bersifat liat.
(Sumber: Heni Puji Wahyuningsih, S.SiT., M.Keb & DR Yuni Kusmiyati.,
MPH, 2017. Buku anatomi fisiologi. Kebayoran baru Jakarta selatan.)
8
psikologis, sosial dan spiritual yang optimal melalui tahapan pengkajian
keperawatan, indentifikasi diagnosa keperawatan, penentuan perencanaan
keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan serta mengevaluasinya
(Suarli & Yahya, 2012).
EKLAMPSIA
Sistem reproduksi pada wanita adalah Alat reproduksi wanita terdiri atas
alat/organ eksternal dan internal, dan sebagian besar terletak dalam rongga
panggul. Eksternal (sampai vagina) memiliki fungsi kopulasi dan bagian
Internal memiliki fungsi ovulasi, fertilisasi ovum, transportasi blastocyst,
implantasi, pertumbuhan fetus, kelahiran.
Fungsi sistem reproduksi wanita dikendalikan / dipengaruhi oleh hormon-
hormo gondaotropin / steroid dari poros hormonal thalamus –
hipothalamus
– hipofisis – adrenal – ovarium. Selain itu terdapat organ/system
ekstragonad/ekstragenital yang juga dipengaruhi oleh siklus reproduksi:
payudara, kulit daerah tertentu, pigmen dan sebagainya.
Kasus preeklampsia dialami lebih dari 10 juta wanita di seluruh dunia dan
berdampak pada lebih dari 2,5 juta persalinan preterm (persalinan sebelum
masanya). Preeklampsia adalah kondisi hipertensi atau meningkatnya
tekanan darah yang terjadi pada saat kehamilan. Kondisi ini juga kadang
dikenal dengan nama toxemia gravidarum atau keracunan kehamilan. Data
dari International Society for the Study of Hypertension in Pregnancy dan
Preeclampsia Foundation mencatat bahwa preeklamsia mengakibatkan
kematian ibu hingga sekitar 76 ribu dan 500 ribu kematian bayi setiap
tahunnya. Baca juga: 22 Mei Hari Preeklampsia Sedunia, Ibu Hamil Kenali
Dampaknya Artinya, sekitar 10 persen, atau 1 dari 10 ibu hamil berisiko
mengalami preeklampsia. Dan 20 persen dari yang terdampak
preeklampsia akan berisiko mengalami persalinan preterm. Ketua
Himpunan Kedokteran Fetomaternal Surabaya, Dr dr Agus Sulistiyoso
SpOG(K) KFM mengatakan, keseriusan menghadapi preeklampsia sangat
diperlukan. Ia menambahkan, hal ini dikarenakan banyaknya ibu hamil
9
yang meninggal karena preeklampsia secara disproporsional 99 persen
terjadi di negara
1
dengan pendapatan perkapital yang rendah (low-middle income countries).
Angka Kematian Ibu (AKI) bukan hanya sebagai indikator kesehatan
melainkan indikator kesejahteraan suatu negara. Namun sayangnya, AKI
di Indonesia ini masih cukup tinggi atau sekitar 305 per 100 ribu kelahiran
hidup dimana jumlah ini menjadi terbanyak kedua di wilayah ASEAN. Di
ASEAN, negara dengan AKI tertinggi adalah Laos, yakni 357 per 100
ribu. Sedangkan, negara dengan kasus AKI terendah adalah Singapore,
yakni 7 per 100 ribu.
Global
Hipertensi pada kehamilan terjadi pada 10% ibu hamil di seluruh dunia.
Kondisi ini bisa meliputi preeklampsia, eklampsia, hipertensi gestasional,
dan hipertensi kronis. Preeklampsia merupakan kondisi yang paling banyak
terjadi, dengan angka kejadian 2–8% dari seluruh kehamilan di dunia.
Insidensi preeklampsia ditemukan lebih tinggi pada wanita nullipara (3–7%)
daripada wanita multipara (1–3%)
Angka kejadian preeklampsia sangat bervariasi pada masing-masing negara.
Estimasi WHO memperkirakan preeklampsia lebih banyak terjadi di negara-
negara berkembang. Prevalensi preeklampsia di negara berkembang berkisar
antara 1,8–16,7%
Indonesia
Preeklampsia adalah salah satu penyebab mortalitas maternal tertinggi di
Indonesia. Insidensi preeklampsia di Indonesia adalah 128.273 kasus per
tahun atau sekitar 5,3% dari seluruh ibu hamil. Dalam 2 dekade terakhir,
tidak ada penurunan yang signifikan pada insidensi preeklampsia di
Indonesia.
1
Bandung, Semarang, Solo, Surabaya, Bali, dan Manado mendapatkan 1.232
kasus preeklampsia dalam 1 tahun.
Dari seluruh kasus tersebut, ditemukan beberapa faktor risiko seperti anemia
(26%), obesitas (10%), dan hipertensi kronis (8%). Kematian maternal
dilaporkan terjadi pada 2,2% kasus, sementara angka kematian perinatal
mencapai 12%.[9]
Mortalitas
Preeklampsia menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan baik
dari segi maternal maupun neonatal. Preeklampsia menyebabkan >70.000
kematian maternal dan 500.000 kematian fetus di seluruh dunia setiap
tahunnya. Angka kematian tersebut bertanggungjawab terhadap 14% sebab
kematian ibu di dunia.[3,4]
1
tentang pengelolaan sindroma preeklamsi ringan dengan hipertensi, odema
dan protein urine harus benar–benar dipahami dan ditangani dengan benar
oleh semua tenaga medis. (Prof. dr.H. Muh.Dikman Angsar, SpOG, tahun
2005).
Preeklampsia adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung
disebabkan oleh kehamilan. Pre-eklampsia adalah hipertensi disertai
proteinuri dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu
atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu
bila terjadi. Preeklampsia hampir secara eksklusif merupakan penyakit
pada multipara. Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur
ekstrem yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur
lebih dari 35 tahun.
Eklampsia merupakan kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan
atau nifas, yang ditandai dengan timbulnya kejang dan / atau koma.
Biasanya Sebelumnya wanita hamil itu menunjukkan gejala-gejala pre-
eklampsia (kejang-kejang dipastikan BUKAN timbul akibat kelainan
neurologik lain).
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
padat dengan lapisan luar adalah tulang concellous.
d. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan
tulang pendek
e. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar
tulang yang berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh
tendon dan jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut).
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-
selnya terdiri atas tiga jenis dasar osteoblas, osteosit dan osteoklas.
Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan
mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen dan
2% subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida, dan
proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam
mineral anorganik ditimbun.
Osteoklas adalah sel multinuclear (berinti banyak) yang berperan
dalam penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang. Osteon
merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah
osteon terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan
matriks tulang yang dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat
osteosit, yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang berlanjut
kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang menghubungkan dengan
pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm). Tulang
diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan
periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan
memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon
dan ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan
limfatik.
1
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang,
1
sebagian ion kalsium di tulang tidak mengalami kristalisasi. Garam
nonkristal ini dianggap sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan,
yaitu dapat dipindahkan dengan cepat antara tulang, cairan
interstisium, dan darah. Sedangkan penguraian tulang disebut
absorpsi, terjadi secara bersamaan dengan pembentukan tulang.
Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut
osteoklas. Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang
berasal dari sel-sel mirip- monosit yang terdapat di tulang.
Fisiologi Tulang
a. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
b. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paruparu)
dan jaringan lunak.
c. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan
kontraksi dan pergerakan).
d. Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang
belakang (hema topoiesis).
e. Menyimpan garam mineral misalnya kalsium, fosfor.
Sumber : Irianto, Koes.2012. Anatomi dan Fisiologi untuk Mahasiswa.
Bandung: Alfabeta.
2.2 Pengertian
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang.
Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali
terganggu. Radiografi (sinar-x) dapat menunjukkan keberadaan cedera
tulang, tetapi tidak mampu menunjukkan otot atau ligamen yang robek,
saraf yang putus, atau pembuluh darah yang pecah sehingga dapat
menjadi komplikasi pemulihan klien ( Black dan Hawks, 2014).
Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas atau retak jaringan yang
disebabkan trauma yang ditentukan oleh luas dan jenis trauma. Sehingga
mengalami penurunan fungsi fisik yang merupakan salah satu ancaman
potensial pada integritas. Rusaknya integritas tulang menyebabkan nyeri,
trauma, kaku sendi, dan gangguan muskuloskeletal (Nanda International,
2015).
1
Fraktur didefinisikan sebagai gangguan pada kontinuitas tulang, tulang
rawan (sendi), dan lempengan Epifisi. (Dimas Priantono, Wahyu
Widodo, 2014). (Sumber : Tanto Chris. 2014. KAPITAL
SELEKTA
KEDOKTERAN. Jl. Salemba Raya 6 Jakarta : Media Aesculapius. 2014).
2.3 Etiologi
Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan
suatu retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan.
Kerusakan otot dan jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan
hematoma. Lokasi retak mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa
memindahkan tulang manapun. Fraktur yang tidak terjadi disepanjang
tulang dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna sedangkan fraktur
yang terjadi pada semua tulang yang patah dikenal sebagai fraktur
lengkap (Digiulio, Jackson dan Keogh, 2014).
Klasifikasi fraktur: (Chairuddin,2003)
a. Klasifikasi etiologis :
1) Fraktur traumatic.
2) Fraktur patologis terjadi pada tulang karena adanya kelainan
atau penyakit yang menyebabkan kelemahan pada tulang
(infeksi,tumor, kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara
spontan atau akibat trauma ringan.
3) Fraktur stress terjadi karena adanya stress yang kecil dan
berulang-ulang pada daerah tulang yang menopang berat badan.
Fraktur stress jarang sekali ditemukan pada anggota gerak atas.
b. Klasifikasi klinis :
1) Fraktur tertutup (simple fraktur) bila tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar.
2) Fraktur terbuka (compoun fraktur) bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar. Karena adanya perlukaan di
kulit.
Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat (menurut R.Gustino) yaitu:
a) Derajat I :
Luka <1cm.
1
Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka
remuk.
Fraktur sederhana, transversal, atau kominutif ringan.
Kontaminasi minimal.
b) Derajat II :
Laserasi>1cm.
Kerusakan jaringan lunak,tidak luas,flap/avulsi.
Fraktur kominutif sedang.
Kontaminasi sedang
c) Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur
kulit,otot,dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
Fraktur dapat dikategorikan berdasarkan sebagai berikut:
1) Jumlah garis
Simple fraktur : terdapat satu garis fraktur.
Multiple fraktur : lebih dari satu garis fraktur.
Comminutive fraktur : lebih banyak garis fraktur dan
patah menjadi fragmen kecil.
2) Luas garis fraktur
Fraktur inkomplit : tulang tidak terpotong secara total.
Fraktur komplikasi : tulang terpotong total.
Hair line fraktur : garis fraktur tidak tampak.
3) Bentuk fragmen
Green stick : retak pada sebelah sisi dari tulang (sering
pada anak anak).
Fraktur transversal : fraktur fragmen melintang.
Fraktur obligue : fraktur fragmen miring.
Fraktur spiral : fraktur fragmen melingkar
c. Fraktur dengan komplikasi, misal malunion, delayed, union,
nonunion, infeksi tulang.
1) Klasifikasi radiologis :
Lokalisasi : diafisal, metafisial, intra-artikuler, fraktur dengan
2
dislokasi
Konfigurasi : F.transfersal, F.oblik, F.spiral, F.Z,
F,segmental,F.komunitif (lebih dari deaf ragmen), F.baji
biasa pada vertebra karena trauma, F.avulse, F.depresi,
F.pecah, F.epifisis.
Menurut ekstensi : F.total, F.tidak total, F.buckle atau torus,
F.garis rambut, F.greenstick.
Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya:
tidak bergeser, bergeser (bersampingan, angulasi, rotasi,
distraksi, over-riding, impaksi).
Sumber : Tanto Chris. 2014. KAPITAL SELEKTA
KEDOKTERAN. Jl. Salemba Raya 6 Jakarta : Media
Aesculapius. 2014.
2.4 Manifestasi Klinik
Menurut Wahyu widodo, 2014 Mekanisme terjadinya cedera harus selalu
ditanyakan kepada pasien secara rinci. Gejala yang dirasakan, seperti
nyeri dan bengkak harus diperhatikan. Perlu diingat bahwa daerah yang
mengalami trauma tidak selalu merupakan daerah fraktur. Selain itu,
jangan hanya terpaku pada satu cedera utama.Perlu diperhatikan apakah
ada trauma atau keluhan di daerah lainnya. Pada kasus-kasus fraktur,
penanganan selalu dimulai dari survei primer (ABC), yang dilanjutkan
dengan survei sekunder secara menyeluruh. Pemeriksaan fisik
muskuloskeletal yang lengkap harus mencakup inspeksi (look), palpasi
(feel), dan lingkup gerak (move). Selain itu, pemeriksaan arteri, vena,
nervus (AVN) juga penting untuk dilakukan.
2
inflamasi.
4. Gangguan sensasi atau kesemutan dapat terjadi, yang menandakan
kerusakan saraf. Denyut nadi di bagian distal fraktur harus utuh dan
sama dengan bagian nonfraktur. Hilangnya denyut nadi sebelah
distal dapat menandakan sindrom kompartemen walaupun adanya
denyut nadi tidak menyingkirkan gangguan ini.
5. Krepitus (suara gemeretak) dapat terdengar saat tulang digerakka
Karena ujung ujung patahan tulang bergeser satu sama lain.
Patoflowdiagram
Frakt
ur
Etiologi
Fraktur Stres
Fraktur Terbuka
Fraktur Tertutup
Fraktur terbuka ujung tulang menembus otot dan kulit Perubahan fegmen jaringan pada tulang dan
Pergeseran tulang
Kerusakan fegmen
tulang cidera jaringan
lunak
2
Konstipasi mickroorganisme Kemerahan Derfomitas Edema
Tulang menusuk kulit
Penekanan
pembuluh darah
Ekstremitas tidak Hambata
dapat berfungsi n
dengan baik
Cidera fisik
Dx : Gangguan Mobilitas fisik
Dx : Nyeri Akut
Spasm nyeri
e
penderita mengalami kerusakan
Kontiunitas tulang
2
Faktor terjadi Fraktur
Pukulan langsungtabrakan Gerakan memutar Kontraksi otot berat Penyakit yang melemahkan tulang
Dua mekanisme
dasar fraktur
Kerusakan Proses
Integritas masuknya
PP Fraktur : X-Ray, Scan
kulit tulang, Kretinin,
Arteriogram, Hitungan darah lengkap,
Profil koagulasi
DX : resiko Infeksi
2
Komplikasi Fraktur
Pemeriksaan penunjang
1. Nyeri Akut menurut Rudi
b.d Agen pencedera Haryonofisik
fisik (latihan : berlebih)
2. Gangguan Mobilitas Fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang
1.3. Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan luas-nya fraktur.
Resiko Infeksi d.d kerusakan integritas kulit
2. Scan tulang, tomogram, atau CT/ MRIscan untuk memperlihatkan
fraktur secara lebih jelas dan mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak.
3. Arteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler.
4. Hitung darah lengkap. Hemokonsentrasi mungkin meningkat atau
menurun pada perdarahan. Selain itu, peningkatan lekosit mungkin
terjadi sebagai respons terhadap peradangan.
5. Kretinin. Trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens
ginjal.
6. Profil koagulasi. Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi, atau cedera organ hati,
2
Sumber : Rudi Haryono Ns.,M.kep &Maria Putri sari utami, M.Kep.
2019. buku keperawatan medikal Bedah II. PT pustaka baru Yogyakarta.
2.7 Komplikasi
Menurut Wahid (2013) komplikasi fraktur dibedakan menjadi komplikasi
awal dan lama yaitu :
a. Komplikasi awal
Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang
lebar, dan dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh
tindakan emergency splinting, perubahan posisi pada yang sakit,
tindakan reduksi dan pembedahan
Kompartemen syndrom
Kompartement sindrom merupakan komplikasi serius yang
terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh
darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh odema atau
peredaran arah yang menekan otot, tulang, saraaf dan pembuluh
darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
pembebatan yang terlalu kuat.
Fat embolism syndrom
Komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang
panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat
oksigen dalam darah yang ditandai dengan gangguan pernafasan,
takikardi, hipertensi, takipneu dan demam.
Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superficial)
dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur
terbuka, tapi bisa juga karena pengunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat .
Avaskuler nekrosis
2
Avaskuler Nekrosis (AV) terjadi karena aliran daarah ke tulang
rusak atau terganngu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang
dan diawali dengan adanya volkman ischemia.
Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebakan
menurunnya oksigenasi.
b. Komplikasi lanjut
Biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun setelah terjadinya
fraktur pada pasien yang telah menjalani proses pembedahan.
Menurut kutipan dari Smeltzer dan Bare (2013), komplikasi ini dapat
berupa:
Komplikasi pada sendi seperti kekakuan sendi yang menetap
dan penyakit degeneratif sendi pasca trauma.
Komplikasi pada tulang seperti penyembuhan fraktur yang tidak
normal (delayed union, mal union, non union).
Komplikasi pada otot seperti atrofi otot dan rupture tendon lanjut.
Komplikasi pada syaraf seperti tardy nerve palsy yaitu saraf
menebal akibat adanya fibrosis intraneural. (Sumber : Estu,
SNA. 2018. Fraktur)
2
Penatalaksanaan medis secara umum Fraktur :
1) Penyambungan kembali tulang (reduksi) penting dilakukan agar
terjadi pemulihan posisi yang normal dan rentang gerak. Sebagian
besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi
tertutup) Apabila diperlukan pembedahan untuk fiksasi (reduksi
terbuka), pin atau sekrup dapat dipasang untuk mempertahankan
sambungan. Traksi dapat diperlukan untuk mempertahankan reduksi
dan menstimulasi penyembuhan.
2) Imobilisasi jangka panjang setelah reduksi penting dilakukan agar
teriadi pembentukan kalus dan tulang baru. Imobilisasi jangka
panjang biasanya dilakukan dengan pemasangan gips
ataupenggunaan bidai.
2
tentang rasa nyeri klien digunakan:
Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi
yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut,atau
menusuk-nusuk.
Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa
sakit terjadi.
Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana
tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya
penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu,
dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain.
e. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur
dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung.Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang
dan penyakit yang menyebabkan fraktur patologis yang sering
sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan
luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut
maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang.
3
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur,
seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa
keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara
genetic
g. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
h. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain
itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu
metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan
olahraga atau tidak
Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein,
vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan
tulang.
3
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua
bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan
kebutuhanklien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama
pekerjaanklien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan
beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang
lain
2) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum Klien
Penampilan klien, ekspresi wajah, bicara, mood, berpakaian dan
kebersihan umum, tinggi badan, BB, gaya berjalan.
b. Tanda-tanda Vital
Pemeriksaan pada tanda-tanda vital mencakup : suhu, nadi,
pernapasan dan tekanan darah.
c. Pemeriksaan Lokal
Pemeriksaan fisik pada pasien fraktur biasanya seperti
pemeriksaan fisik pada umumnya, tetapi pada saat pemeriksaan
fraktur dilakukan hal – hal sebagai berikut :
1) Keadaan Lokal
Harus di perhitungkan keadakan proksimal serta bagian distal
terutama mengenai status neurovaskuler (untuk status
neurovaskuler 5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse,
Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal
adalah:
a) Look (inspeksi)
Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun
buatan seperti bekas operasi).
Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi.
Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-
3
hal yang tidak biasa (abnormal).
Posisi dan bentuk dari ekstrimitas(deformitas) Posisi
jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa).
b) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada
dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah,baik pemeriksa maupun klien.
d. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Radiologi Sebagai penunjang, pemeriksaan yang
penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-
ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 33 proyeksi
yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya
superposisi.
MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
Pemeriksaan Laboratorium
Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase
(LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang
meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
DIAGNOSA KEPERAWATAN :
1. Nyeri Akut b.d Agen pencedera fisik (latihan fisik berlebih).
2. Gangguan Mobilitas Fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang.
3
3. Resiko Infeksi b.d kerusakan integritas kulit
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN & INTERVENSI
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
1 Nyeri Akut b.d Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
Agen pencedera tindakan Keperawatan Observasi
fisik (latihan fisik 1 x 24 jam diharapkan 1. lokasi,
berlebih) nyeri menurun karakteristik,
Kriteria Hasil : durasi, frekuensi,
Tingkat Nyeri kualitas, intensitas
Menurun nyeri
1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala
menurun nyeri
2. Gelisah 3. Identifikasi respon
menurun nyeri non verbal
3. Meringis 4. Identifikasi faktor
menurun yang memperberat
4. Kesulitan tidur dan memperingan
menurun nyeri
5. Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri
6. Identifikasi
pengaruh budaya
terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi
pengaruh nyeri
pada kualitas
hidup
3
8. Monitor
keberhasilan terapi
komplementer
yang sudah
diberikan
9. Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis,
akupresur, terapi
musik,
biofeedback,
terapi pijat,
aroma terapi,
teknik imajinasi
terbimbing,
kompres
hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Control
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
3
3. Fasilitasi istirahat
dan tidur
Edukasi
1. Jelaskan
penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan
memonitor nyri
secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika
diperlukan
2. Gangguan Mobilitas Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi
Fisik b.d kerusakan tindakan keperawatan Observasi :
integritas struktur selama 3 x 24 jam 1. Identivikasi
tulang maka mobilitas fisik adanya nyeri
meningkat. atau keluhan
Kriteria Hasil : fisik lainnya
Mobilitas Fisik 2. Identivikasi
Meningkat toleransi fisik
1. Pergerakan melakukan
3
eksremitas pergerakan
meningkat 3. Monitor kondisi
2. Nyeri menurun umum selama
3. Kecemasan melakukan
menurun mobilisasi
4. Gerakan terbatas
menurun Terapeutik :
1. Fasilitas aktivitas
mobilisasi dengan
alat bantu
2. Fasilitas
melakukan
pergerakan jika
perlu
3. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
mobilisasi
2. Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis duduk
ditempat tidur)
3
3. Resiko Infeksi d.d Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
kerusaka integritas tintdakan keperawatan Observasi
kulit selama 2 x 24 jam 1. Monitor tanda dan
derajat infeksi gejala infeksi local
menurun dan sistematik
Kriteria Hasil : Terapetik
Tingkat Infeksi 1. Batasi jumlah
Menurun pengunjung
1. Kemerahan 2. Berikan perawatan
Menurun kulit pada area
2. Bengkak edema
Menurun 3. Cuci tangan
3. Nyeri Menurun sebelum dan
sesudah kontak
dengan pasien
dan lingkungan
pasien
4. Pertahankan
teknik aseptic
pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda
dn gejala infeksi
2. Ajarkan cara
mencuci tangan
dengan benar
3. Ajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka
operasi
4. Anjurkan
3
menikatkan nutrisi
IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi
(Wartonah, 2015). Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas
yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan
intervensikeperawatan. Tindakan-tindakan pada intervensi keperawatan
terdiri atas observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi (Tim Pokja SIKI
DPP PPNI, 2018). Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada
kebutuhan klien, faktor- faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan
keperawatan, strategiimplementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi
(Dinarti & Muryanti, 2017).
EVALUASI
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses
keperawatan guna tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan
tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur
keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang
dilakukan dalam memenuhi kebutuhan pasien (Dinarti &Muryanti, 2017).
Dalam perumusan evaluasi keperawatan menggunakan empat komponen
yang dikenal dengan SOAP, yaitu S (subjektive) merupakan data informasi
berupa ungkapan pernyataan keluhan pasien, O (objective) merupakan data
hasil pengamatan, penilaian, dan pemeriksaan, A (Assesment) merupakan
perbandingan antara data subjective dan data objective dengan tujuan dan
kriteria hasil, kemudian akan diambil sebuah kesimpulan bahwa masalah
3
teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi, dan P (Planning)
merupakan rencana keperawatan lanjutan yang akan
dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau ditambah dari
rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan
sebelumnya (Dinarti, Aryani, Nurhaeni, Chairani, & Tutiany,
2013). Evaluasi diharapkan sesuai dengan masalah yang
dihadapi pasien danperencanaan tujuan serta kriteria hasil yang
telah dibuat.
2
bagian ujung rahim yang menyempit. Rahim berbentuk seperti buah
pir gepeng, berukuran panjang B-9 cm. Letaknya terdapat di
belakang kandung k encing dan di depan saluran pelepasan. Dindi
ngnya terdiri dari dua lapisan Mot yang teranyam saing metintang.
Lapisan dinding rah im yang terdalam disebut endometrium,
merupakan lapisan setaput kndir. tvtutai dari ujung atas kanan kiri
rahim terdapat saluran telur yang ujungnya berdekatan dengan
indung telur kiri dan kanan. lndung tekur berukuran 2,5×1,5×0,6 cm,
mengandung sel-sel telur ( ovum ) yang jumtahnya lebih kurang
200.000-400.000 butir. Otot-otot panggul dan jaringan ikat
disekitarnya menyangga alat-alat reproduksi, kandung kencing dan
saluran peiepasan sehingga alat-alat itu tetap berada pada tempatnya.
3
2.11 Pengertian Ekslamsia
2.12 Etiologi
1. Teori Genetik
Eklamsia merupakan penyakit keturunan dan penyakit yang lebih sering
ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre eklamsia.
2. Teori Imunologik
Kehamilan sebenarnya merupakan hal yang fisiologis. Janin yang
merupakan benda asing karena ada faktor dari suami secara imunologik
dapat diterima dan ditolak oleh ibu.Adaptasi dapat diterima oleh ibu bila
janin dianggap bukan benda asing,. dan rahim tidak dipengaruhi oleh
sistem imunologi normal sehingga terjadimodifikasi respon imunologi
dan terjadilah adaptasi.Pada eklamsia terjadi penurunan atau kegagalan
dalam adaptasi imunologik yang tidak terlalu kuat sehingga konsepsi
tetap berjalan.
4
mengakibatkan peningkatan produksi renin angiotensin dan
aldosteron.Renin angiotensin menimbulkan vasokonstriksi general,
termasuk oedem pada arteriol. Perubahan ini menimbulkan kekakuan
anteriolar yang meningkatkan sensitifitas terhadap angiotensin
vasokonstriksi selanjutnya akan mengakibatkan hipoksia kapiler dan
peningkatan permeabilitas
5
pada membran glumerulus sehingga menyebabkan proteinuria dan oedem
lebih jauh.
6
6. Teori Trombosit
Placenta pada kehamilan normal membentuk derivat prostaglandin dari
asam arakidonik secara seimbang yang aliran darah menuju janin.
Ishkemi regio utero placenta menimbulkan gangguan metabolisme yang
menghasilkan radikal bebas asamlemak tak jenuh dan jenuh. Keadaan
ishkemi regio utero placenta yang terjadi
7
menurunkan pembentukan derivat prostaglandin (tromboksan dan
prostasiklin), tetapi kerusakan trombosit meningkatkan pengeluaran
tromboksan sehingga berbanding 7 :
1 dengan prostasiklin yang menyebabkan tekanan darah meningkat dan
terjadi kerusakan pembuluh darah karena gangguan sirkulasi.
8
Sakit kepala yang parah
Mual dan muntah
Sakit perut terutama di bagian kanan atas
Bengkak di tangan dan kaki
Gangguan penglihatan
Frekuensi dan jumlah urine berkurang (oligouria)
Peningkatan kadar protein dalam urine
Kejang eklamsia dapat terjadi satu kali atau berulang kali. Namun, ada
dua fase kejang yang bisa terjadi saat mengalami eklamsia, yaitu:
Fase pertama
Pada fase ini, kejang berlangsung selama 15–20 detik, yang disertai
dengan kedutan di wajah, kemudian terjadi kontraksi otot di seluruh
tubuh.
Fase kedua
Kejang fase kedua berlangsung selama 60 detik, yang dimulai dari
rahang, kemudian menjalar ke otot muka, kelopak mata, dan akhirnya
menyebar ke seluruh tubuh. Pada fase ini, kejang eklamsia
menyebabkan otot berkontraksi dan rileks secara berulang-ulang dalam
waktu yang cepat.
1
2.15 Pemeriksaan 1
Ekslampsia maupun preeklamsia adalah kondisi yang sebaiknya dihindari
wanita hamil. Cara terbaik untuk menghindari kedua kondisi ini adalah
dengan rutin melakukan pemeriksaan kandungan, sehingga risiko
preeklamsia bisa terdeteksi pada masa-masa awal kehamilan. Dengan
begitu, kemungkinan preeklampsia berkembang menjadi kejang atau
eklampsia pun bisa diminimalisir.
Tes Darah
Tes Kreatinin
Kerusakan ginjal bisa menjadi salah satu tanda wanita hamil mengalami
eklampsia. Untuk memastikan kerusakan terjadi karena gangguan ini,
perlu dilakukan tes fungsi ginjal, salah satunya tes serum kreatinin. Zat
ini merupakan hasil buangan dari otot yang dialirkan melalui darah serta
dikeluarkan melalui ginjal. Namun, saat ginjal mengalami kerusakan
karena eklampsia, proses ini jadi terganggu kemudian menyebabkan
kadar kreatinin bertambah dan tak dapat disaring.
Tes Urine
2.16 Komplikasi
1
coagulation (DIC)
1
Gangguan kehamilan, misalnya pertumbuhan janin terhambat,
solusio plasenta, oligohidramnion, atau bayi terlahir secara prematur
Penyakit jantung koroner dan stroke
Risiko mengalami preeklamsia dan eklamsia pada kehamilan
berikutnya
2.17 Penatalaksanaan
A. Preeklampsia berat (Hidayati et al., 2020)
1
3. Pemeriksaan laboratorium lengkap harus dikerjakan untuk
menilai gangguan multi organ, termasuk menilai adanya
komplikasi sindroma HELLP (ISSHP, 2014).
4. Pemeriksaan kesejahteraan janin: USG, NST perlu dilakukan
mengingat gangguan pertumbuhan janin dapat merupakan
komplikasi preeklampsia (ISSHP, 2014).
B. Eklamsia
1
Kejang pada eklampsia merupakan kondisi gawat darurat yang
mengancam nyawa ibu dan bayi. Oleh karena itu, persalinan adalah
pengobatan utama yang dapat dilakukan untuk mengobati eklampsia.
1
melahirkan normal, dan tidak ada kondisi gawat janin maka persalinan
normal melalui vagina akan diusahakan.
Pasien juga bisa diberikan induksi persalinan dengan suntikan atau infus
oksitosin untuk merangsang kontraksi rahim apabila belum terdapat
kontraksi yang cukup untuk melahirkan normal. Jika terdapat gawat janin
dan kondisi ibu tidak memungkinkan untuk persalinan normal, maka
persalinan caesar segera dilakukan. Jika usia kehamilan belum cukup
bulan atau kurang dari 34 minggu, maka dapat diberikan injeksi
kortikosteroid untuk merangsang pematangan paru pada bayi.
A. Anamnesa
1
sering terjadi pada ibu hamil primigravida, kehamilan ganh,
hidramnion kelebihan cairan ketuban), dan molalidatidosa
(hamil anggur) dan semakin tuanya usia kehamilan
1
e. Pola nutrisi jenis makanan yang dikonsumsi baik mkaran
pokom maupun selingan
f. Psiko social spiritual ensi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk
menghadapi resikonya.
B. Pemeriksaan fisik
1) keadaan umum
2
i. Mata ibu hamil dengan preeklamsia akan
ditemukankonjungtiva anemis, dan penglihatan kabur
j. Bibir mukosa bibir lembab
2
- DIAGNOSA KEPERAWATAN
INTERVENSI KEPERAWATAN
2
NO DIAGNOSA TUJUAN & INTERVENSI(SIKI)
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
(SDKI) (SLKI)
1 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi
pertukaran gas
Keperawatan 1 x 24 jam Observasi
diharapkan 1. Monitor frekuensi nafas, irama,
Pertukaran gas kembali normal upaya, dan kedalaman nafas
Kriteria Hasil : Terapeutik
1. Pola nafas membaik 1. Atur interval pemantauan
2. Pusing menurun
3. Penglihatan kabur menurun respirasi sesuai kebutuhan pasien
2. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian bantuan O2
2
2
tekanan darah
2. Anjurkan mengonsumsi diet untuk
memperbaiki sirkulasi
Manajemen nyeri
3. Gangguan rasa Setelah dilakukan tindakan
Observasi
nyaman Keperawatan 1 x 24 jam
1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
diharapkan
durasi, frekuensi, kualitas,
Rasa nyaman meningkat dengan
intensitas nyeri
Kriteria Hasil :
2. Identifikasi skala nyeri
1. Gelisah menurun
3. Identifikasi respon nyeri non
2. Merintih menurun
verbal
3. Hasil Tekanan darah
Terapeutik
membaik
1. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetik
2
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma
yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya
benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan
ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu
pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.
Eklamsia adalah kejang yang dialami oleh ibu hamil pada usia kehamilan
8- 9 bulan. Eklamsia disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya
keracunan pada saat mengkonsumsi obat-obatan dan penyakit darah tinggi
yang diderita oleh ibu hamil. Selain faktor medisa tersebut, eklamsia bisa
disebabkan juga oleh faktor psikis dari sang ibu yaitu, faktor trauma atau
ketakutan saat kehamilan sebelumnya.
3.2 Saran
2
DAFTAR PUSTAKA
Estu, SNA. 2018. FrakturRudi Haryono Ns.M.kep & Maria Putri sari utami,
M.Kep. 2019.
Bukukeperawatan medikal Bedah II. PT pustaka baru Yogyakarta.
Heni Puji Wahyuningsih, S.SiT., M.Keb & DR Yuni Kusmiyati., MPH,
2017. Buku anatomi fisiologi. Kebayoran baru Jakarta selatan.