oleh:
Kelompok 9
Arif Nurhamzah 204291517051
Heni Mulyanti 204291517040
Santi 204291517049
Kelompok 9
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................5
1.1. Latar Belakang..........................................................................................5
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................8
1.3. Tujuan........................................................................................................8
1.3.1. Tujuan Umum....................................................................................8
1.3.2. Tujuan Khusus...................................................................................9
BAB II KONSEP TEORI......................................................................................10
2.1. Konsep Teori tentang Penyakit...............................................................10
2.1.1. Anatomi Fisiologi............................................................................10
2.1.2. Definisi.............................................................................................16
2.1.3. Patofisiologi.....................................................................................19
2.1.4. Pathway............................................................................................20
2.1.5. Manifestasi Klinis............................................................................23
2.16. Pemeriksaan Penunjang...................................................................23
2.1.7. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non-Farmakologi.....................24
2.2. Konsep Asuhan Keperwatan...................................................................26
2.2.1. Pengkajian Gawat Darurat...............................................................26
2.2.2. Pengkajian........................................................................................22
2.2.3. Diagnosa Keperawatan....................................................................32
2.2.4. Perencanaan keperawatan................................................................32
BAB III TINJAUAN KASUS................................................................................54
3.1. Pengkajian...............................................................................................54
a. Identitas Pasien........................................................................................61
b. Identitas Penanggung Jawab...................................................................62
c. Keluhan Utama........................................................................................62
d. Riwayat Penyakit.....................................................................................62
e. Pemeriksaan Fisik....................................................................................63
3
f. Pemeriksaan Head to toe.........................................................................63
g. Terapi Medik...........................................................................................64
g. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................65
3.2. Analisa Data............................................................................................66
3.4. Diagnosa Keperawatan............................................................................72
3.5. Intervensi Keperawatan...........................................................................73
3.6. Implementasi Keperawatan.....................................................................86
3.7. Evaluasi Keperawatan.............................................................................95
BAB IV PEMBAHASAN....................................................................................102
BAB V PENUTUP...............................................................................................106
5.1. Kesimpulan............................................................................................106
5.2. Saran......................................................................................................107
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................108
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
prevalensi nasional stroke adalah 7.0% (menurut diagnosis tenaga kesehatan).
Sebanyak 14 Provinsi dari 33 Provinsi di Indonesia memiliki prevalensi diatas
prevalensi nasional. Salah satu nya yaitu provinsi DKI Jakarta dengan prevalensi
9.7%. Dari seluruh kejadian stroke, dua pertiganya adalah stroke iskemik dan
sepertiganya adalah stroke hemorrhagic. Faktor risiko yang memicu tingginya
angka kejadian stroke iskemik, salah satunya adalah faktor yang dapat
dimodifikasi yaitu, hipertensi. Prevalensi hipertensi di DKI Jakarta terus
meningkat. Pada tahun 2013 prevalensinya hanya 20% sedangkan pada tahun
2017 prevalensinya menjadi 34,95%.
Gejala stroke yang muncul sangat bergantung pada bagian otak yang
terganggu, gejala kelemahan sampai kelumpuhan anggota gerak, bibir tidak
simetris, bicara pelo atau tidak dapat berbicara (afasia), nyeri kepala, penurunan
kesadaran, dan gangguan rasa (misalnya kebas di salah satu anggota gerak).
Sedangkan stroke yang menyerang cerebellum akan memberikan gejala pusing
berputar (vertigo) (Pinzon dan Laksmi, 2010). Penyakit stroke sebenarnya sudah
tidak asing lagi bagi sebagian besar masyarakat. Hal ini diakibatkan oleh cukup
tingginya insidensi (jumlah kasus baru) kasus stroke yang terjadi di masyarakat.
Dampak dari terjadinya serangan stroke akan mengakibatkan berbagai
gangguan pemenuhan kebutuhan dasar manusia baik bio, psiko, sosial dan
spiritual. Pada kebutuhan dasar fisiologis gangguan yang akan terjadi adalah
gangguan oksigenasi hal ini terjadi karena penurunan suplai oksigen ke otak dan
masalah keperawatan yang dapat di tegakkan adalah gangguan perfusi jaringan
serebral. Gangguan lain yang dapat terjadi pada pasien stroke adalah gangguan
aktivitas adanya kelemahan fisik akibat gangguan neuromuskuler mengakibatkan
masalah keperawatan hambatan mobilisasi. Jika gangguan yang terjadi tidak
segera di atasi maka akan menimbulkan berbagai komplikasi hingga sebagai
penyebab kematian.
Komplikasi yang dapat di timbulkan dari stroke diantaranya adalah defisit
sensori presepsi, perubahan kognitif dan perilaku, gangguan komunikasi, defisit
motorik dan gangguan eliminasi (Hidayat, 2014). Selain itu Stroke merupakan
hilangnya fungsi-fungsi otak dengan cepat akibat terganggunya suplai darah ke
otak. Tidak jarang pasien stroke dirawat di intensive care unit (ICU) karena
6
mengalami gagal napas sehingga membutuhkan ventilator. Kemampuan menelan
dan refleks batuk yang tidak adekuat pada pasien stroke sering menyebabkan
komplikasi pneumonia/ stroke associated pneumonia (SAP). Komplikasi
pneumonia bisa juga disebabkan oleh penggunaan ventilator yang sering disebut
ventilator associated pneumonia (VAP). SAP maupun VAP pada pasien stroke
dapat dicegah dengan tindakan trakeostomi dini. Percutaneous dilatational
tracheostomy (PDT) merupakan teknik trakeostomi dengan melakukan sayatan
minimal untuk memasukkan guide wire sebagai panduan. Kemudian lubang
trakeostomi diperlebar dengan menggunakan multipel dilator sampai canule
trakeostomi bisa masuk ke trakea. PDT lebih mudah dilakukan dibanding surgical
tracheostomi sehingga lebih menguntungkan dikerjakan untuk pasien kritis di
ICU.
Pada kasus stroke dilakukan usaha tracheostomi/ PDT secara dini dengan
tujuan mengamankan jalan napas tetap bebas, memudahkan oral hygiene dan
melakukan fisioterapi napas berupa tracheal/ bronchial toilet. Trakeostomi juga
memudahkan mobilisasi pasien sehingga merupakan upaya untuk mencegah
terjadinya pneumonia selama perawatan. Selama perawatan pasien tersebut di
ICU tidak terjadi komplikasi pneumonia sampai pasien keluar dari ICU. Pasien
stroke dengan GCS dibawah 8 akan mengalami perawatan yang lama dan
potensial terjadi komplikasi berupa SAP maupun VAP bila memakai ventilator.
Trakeostomi dini selain mempermudah perawatan dan mempercepat weaning juga
sebagai upaya untuk mencegah terjadinya pneumonia. PDT merupakan
tekniktrakeostomi yang cocok dilakukan untuk pasien kritis di ICU karena lebih
menguntungkan dibanding surgical tracheostomy.
Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada
praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien/pasien
diberbagai tatanan pelayanan kesehatan. Dilaksanakan bedasarkan kaidah-kaidah
keperawatan sebagai suatu profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan,
bersifat humanistic, dan berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk
mengatasi masalah yang dihadapi klien. Asuhan keperawatan dapat di
pertanggung jawabkan berdasarkan substansi ilmiah yaitu logis, sistimatis,
dinamis, dan restruktur (Muhlisin, 2011).
7
Proses keperawatan adalah suatu metode ilmiah yang sistematis dan
terorganisir dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang berfokus
pada respon individu terhadap gangguan kesehatan yang dialami (Manurung,
2011). Proses keperawatan adalah aktivitas yang mempunyai maksud yaitu
praktik keperawatan yang dilakukan dengan cara yang sistematik. Selama
melaksanakan proses keperawatan, perawat menggunakan dasar pengetahuan
yang konfrehensif untuk mengkaji status kesehatan klien, membuat penilaian yang
bijaksana dan mendiagnosa, mengidentifikasi hasil akhir kesehatan klien dan
merencanakan, menerapkan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang tepat
guna mencapai hasil akhir tersebut (Dermawan, 2012).
Dalam hal ini perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan melalui
tindakan mandiri dan kolaboratif, memfasilitasi pasien untuk menyelesaikan
masalah keperawatan dengan memberikan intervensi. Kebutuhan dasar manusia
merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan manusia dalam mempertahankan
keseimbangan fisiologi mau psikologi seperti makan, minum, berpakaian,
istirahat, BAK, BAB, rasa aman, dan perlindungan diri. Salah satu peran perawat
adalah sebagai pemberi Asuhan keperawatan atau care provider harus
dilaksanakan secara komprehensif atau menyeluruh, tidak hanya berfokus pada
tindakan promosi tetapi juga pada tindakan preventif (Asmadi, 2008). Salah satu
tindakan preventif dalam upaya menjaga kesehatan, yang bisa dilakukan dengan
menjaga personal hygiene untuk mencegah infeksi khususnya infeksi pneumonia/
stroke associated pneumonia (SAP).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik menyusun
Makalah Ilmiah tentang “Analisis Asuhan Keperawatan Dengan Intervensi
Percutaneous Dilatational Tracheostomy (PDT) Pada Tn. U Dengan Stroke
Haemoragik Di Ruang ICU RS MRCCC Siloam Semanggi”.
8
1.1.3. Tujuan Penulisan
1.1.1. Tujuan Umum
Menggambarkan Analisis Asuhan Keperawatan Dengan Intervensi
Percutaneous Dilatational Tracheostomy (PDT) Pada Tn. U Dengan Stroke
Haemoragik Di Ruang ICU RS MRCCC Siloam Semanggi.
9
BAB II
KONSEP TEORI
10
dikelompokan menjadi dua bagian besar yaitu susunan saraf pusat/central nervous
system (CNS) dan susunan saraf perifer/peripheral nervous system (PNS).
Susunan saraf pusat terdiri dari otak dan medulla spinalis, sedangkan saraf perifer
terdiri atas saraf-saraf yang keluar dari otak (12 pasang) dan saraf-saraf yang
keluar dari medulla spinalis (31 pasang). Menurut fungsinya saraf perifer dibagi
atas saraf afferent (sensorik) dan efferent (motorik).
1. Sistem Saraf Pusat
1) Otak
Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam
seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme
oksidasi glukosa. Otak berada pada ruang cranial dan dilindungi oleh
tulang-tulang tengkorak yang disebut cranium.
2) Tulang – tulang cranium
Otak terletak dalam ruang tertutup oleh cranium, tulang tulang penyusun
cranium disebut tengkorak yang berfungsi melindungi organ-organ vital.
Ada Sembilan tulang yang membentuk cranium yaitu tulang frontal
oksipital, sphenoid, etmoid, temporal dua buah, parental dua buah.
Tulang- tulang tengkorak dihubungkan oleh sutura.
3) Meningen
Meningen adalah jaringan membrane penghubung yang melampisi otak
dan medulla spinalis. Ada tiga lapisan meningen yaitu: duramater,
arachnoid, dan piamater. Duramater adalah lapisan luar meninges,
merupakan lapisan yang liat, kasar dan mempunyai dua lapisan
membrane. Arachnoid adalah membrane bagian tengah, tipis dan
terbentuk lapisan laba-laba. Sedangkan piamater merupakan lapisan
paling dalam, tipis, merupakan membrane vaskuler yang membungkus
seluruh lapisan otak antara lapisan satu dengan lainya terdapat suatu
meningeal yaitu : ruang epidural merupakan ruang antara tengkorak dan
lapisan luar duramater, ruang supdural yaitu ruang antara lapisan dalam
duramater dengan membrane arachnoid, ruang subarachnoid yaitu ruang
antara aracnoid dengan piamater. Pada ruang subarachnoid ini terdapat
cairan cerebrospinal (CSF).
11
Gambar 2.2 Lapisan Kepala
4) Korteks Serebri.
Merupakan lapisan bagian atas dari cerebrum yang tebalnya 2-5mm dan
tersusun sebagian besar oleh gray matter dan hampir 75% sel bodi saraf
dan denrit berada pada korteks serebri. Semua aktivitas tubuh
dikendalikan oleh korteks serebri sesuai dengan areanya. Pada korteks
serebri terdapat area-area tertentu yang dipetakan menggunakan angka
oleh Brodmann (1909). Menurut Brodmann permukaan korteks dapat
12
dibagi menjadi sebagian besar daerah-daerah artitektural sel-sel. Masing-
masing area mempunyai arti fungsional yang jelas dan spesifik.
5) Cerebrum. Cerebrum adalah bagian otak yang paling besar, kira-kira 80%
dari berat otak. Cerebrum mempunyai dua hemisfer yang dihubungkan
oleh korpus kallosum yaitu hemisfer kanan dan hemisfer kiri. Baik
hemisfer kanan dan kiri, menginterprestasi data sensori yang masuk,
menyimpan memori belajar. Namun demikian masing-masing hemisfer
mempunyai dominasi tertentu, seperti pada hemisfer kanan lebih dominan
dalam mengasimilasi pengalaman sensori visual, informasi, aktivitas
music, seni, menari. Pada hemisfer kiri lebih dominan pada kemampuan
analisis, bahasa, bicara, matematik dan berfikir abstrack. Setiap hemisfer
terbagi atas empat lobus yaitu:
a) Lobus frontal
Area ini mengandung daerah-daerah motori dan pramotorik, berfungsi
sebagai aktivitas motorik, fungsi intektual, emosi dan fungsi fisik.
Pada frontal bagian kiri terdapat area broca yang berfungsi sebagai
pusat motorik bahasa. Kerusakan area broca dapat mengakibatkan
aphasia motorik (ekpresif) yang ditandai ketidakmampuan pasien
untuk mengungkapkan pikiran-pikiran yang dapat dimengerti dalam
bentuk bicara.
b) Lobus parietal
Adalah daerah korteks yang terletak di belakang sulkus sentralis.
Lobus ini merupakan daerah sensorik primer otak untuk sensori
peraba dan pendengaran.
c) Lobus temporal
Adalah area asosiasi primer untuk informasi auditorik dan mencakup
area Wernicke tempat interpretasi bahasa. Lobus ini juga terlibat
dalam interpretasi baud an penyimpanan ingatan.
d) Lobus oksipital
Adalah lobus posterior korteks serebrum terletak di sebelah Lobus ini
terlibat dalam interprestasi bau dan penyimpanan ingatan.
13
Gambar 2.3 Lobus Otak
14
Adalah masa sel saraf besar yang berbentuk telor, terletak pada
subtansi alba. Thalamus berfungsi sebagai stasiun relay dan integrasi
dari medulla spinalis ke korteks cerebri dan bagian lain dari otak.
b) Hypothalamus
Terletak dibawah thalamus, berfungsi dalam mempertahankan
hoemostasis seperti pengaturan suhu tubuh, rasa haus, lapar, respon
system saraf otonom dan control terhadap seksresi hormone dalam
kelenjar pituitary.
c) Epitalamus
Dipercaya berperan dalam pertumbuhan fisik dan perkembangan
seksual.
d) Batang OtakTerdiri atas otak tengah (mensecephalon), pons dan
medulla oblongata. Batang otak berfungsi pengaturan reflek untuk
fungsi vital tubuh. Otak tengah mempunyai fungsi utama sebagai
stimulus penggerakan otot dari dan keotak. Misalnya control reflex
pergerakan mata akibat adanya stimulus pada nervous cranial III dan
IV. Pon menghubungkan otak tengah dengan medulla oblongata,
berfungsi sebagai pusat-pusat reflex pernafasan dan mempengaruhi
tingkat karbon dioksida, aktivitas fasomotor. Medulla oblongata
didalamnya terdapat pusat reflek pernafasan, bersin, menelan, batuk,
muntah, sekresi salifa dan vasokonstruksi. Saraf cranial IX, X, XI, dan
XII keluar dari medulla oblongata. Pada batang otak terdapat juga
system retikularis yaitu system sel saraf dan serat penghubungnya
dalam otak yang menghubungkan semua traktus ascendens dan
decendes dengan semua bagian lain dari system saraf pusat. System
ini berfungsi sebagai integrator seluruh system saraf seperti dalam
tidur, kesadaran, regulasi suhu, respirasi dan metabolism.
e) Reticular Formation
Merupakan tempat kumpulan jaringan kompleks dari graimater yang
meliputi jalur assending reticular yang mehubungkan jalur medulla
spinalis ke diencephalon basal ganglia serebrum dan serebellum.
Reticular formation berperan dalam membantu pengaturan pergerakan
15
otot rangka dan reflex spinal. Salah satu komponen reticular formation
adalah reticular actitiviting system yang berperan dalam pengaturan
tidur dan tingkat kesadaran.
2.1.1.2. Definisi
Stroke atau Cerebro Vaskuler Ascident adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak. (Andra W & Yessie P,
2013). Stroke merupakan gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan
defisit neurologik mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragik sirkulasi saraf
otak (Arif, 2014).
Stroke adalah merupakan gangguan atau defisit neurologis fokal dengan onset
akut dari daerah vaskular yang diduga. Definisi ini juga dibukti dengan kejadian
klinis, dengan disfungsi fokal dari sistem saraf pusat yang kemungkinan menjadi
sekunder akibat penyakit primer yang melibatkan pembuluh darah dan sirkulasi.
Gangguan pembuluh darah dan sirkulasi pada otak biasanya karena pecahnya
pembuluh darah atau sumbatan oleh gumpalan darah hingga berlakunya
16
perkembangan tanda-tanda klinis fokal dengan gejala-gejala yang berlaku dalam
tempoh masa 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian. Stroke boleh
diklasifikasi kepada dua yaitu iskemik dan hemoragik (World health
Organization, 2016).
2.1.1.3. Etiologi
Penyebab Stroke dibedakan dalam dua jenis stroke, yaitu: stroke iskemik dan
stroke hemoragik. Stroke iskemik (nonhemoragik) yaitu tersumbatnya pembuluh
darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti,
80% stroke iskemik. Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis yaitu: Stroke
trombotit: proses terbentuknya tombus yang membuat penggumpalan; Stroke
embolik: tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah; Hipoperfusion sistemik:
berkurangnya aliran darah keseluruh bagian tubuh karena adanya gangguan
denyut jantung. Stroke iskemik juga dapat menyebabkan Subdural hematoma
(Brain Hematoma) atau juga disebut perdarahan subdural adalah kondisi di mana
darah menumpuk di antara 2 lapisan di otak: lapisan arachnoidal dan lapisan dura
atau meningeal. Kondisi ini dapat menjadi akut terjadi tiba- tiba, atau kronis
muncul dengan perlahan. Hematoma (kumpulan darah) yang sangat besar atau
akut dapat menyebabkan tekanan tinggi di dalam tengkorak. Akibatnya dapat
terjadi kompresi dan kerusakan pada jaringan otak. Kondisi ini dapat
membahayakan nyawa.
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.
Stroke hemoragik ada 2 jenis yaitu: hemoragik intraserebral: pendarahan yang
terjadi didalam jaringan otak; hemoragik subraknoid: pendarahan yang terjadi
pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan
yanag menutupi otak).
Faktor-faktor yang menyebabkan stroke menurut Andara dkk (2013) antara
lain:
1. Hipertensi
Merupakan faktor resiko utama terjadinya stroke. Hipertensi biasanya
17
disebabkan oleh aterosklerosis pembuluh darah serebral, sehingga pembuluh
darah tersebut mengalami penebalan dan degenerasi yang kemudian pecah
dan menimbulkan perdarahan.
2. Penyakit Kardiovaskuler
Misalnya penyakit embolisme serebral yang berasal dari jantung seperti
penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, miocard infark, hipertrofi
ventrikel kiri. Pada fibrilasi atrium menyebabkan penurunan
karbonmonoksida, sehingga perfusi darah ke otak menurun, maka otak akan
kekurangan oksigen dan akhirnya dapat terjadi stroke. Pada aterosklerosis
elastisitas pembuluh darah menurun, sehingga perfusi ke otak menurun juga
pada akhirnya terjadi stroke.
3. Diabetes Mellitus (DM) Pada penyakit Diabetes Mellitus merupakan penyakit
yang mengalami penyakit vaskuler, sehingga dapat terjadi mikrovaskularisasi
dan aterosklerosis, terjadinya aterosklerosis menyebabkan emboli yang
kemudian menyumbat dan terjadi iskemia, kemudian iskemia menyebabkan
perfusi otak menurun dan pada akhirnya terjadi stroke.
4. Merokok
Pada seseorang perokok biasanya akan timbul plaque pada pembuluh darah
oleh nikotin sehingga memungkinkan penumpukan aterosklerosis dan akan
berakibat pada stroke.
5. Alkoholik
Pada alkoholik dapat menyebabkan penyakit hipertensi, penurunan aliran
darah ke otak dan kardiak aritmia serta kelainan motilitas pembuluh darah
sehingga dapat terjadi emboli serebral.
6. Peningkatan Kolesterol
Peningkatan kolesterol pada tubuh dapat mengakibatkan aterosklerosis dan
terbentuknya emboli lemak sehingga aliran darah lambat masuk ke otak,
sehingga menyebabkan perfusi otak menurun.
7. Obesitas
Pada penderita obesitas biasanya kadar kolesterol tinggi. Dan selain itu
kemungkinan memiliki penyakit hipertensi karena terjadi gangguan pada
pembuluh darah. Keadaan ini merupakan kontribusi pada stroke.
18
Aterosklerosis (penyempitan dan penebalan arteri)
8. Kontrasepsi
9. Riwayat kesehatan keluarga adanya stroke
10. Umur (insiden meningkat sejalan dengan meningkatnya umur)
11. Stress emosional
2.1.1.4. Patofisiologi
Trombosit merupakan penyebab stroke yang paling sering ditemukan 40% pada
semua kasus stroke, biasanya ada kaitan dengan kerusakan lokal dinding pembuluh darah
akibat aterosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada lapisan
intima arteria serebra menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya menghilang.
Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh darah sebagian
terisi oleh materi sklerotik. Tanda - tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala
adalah awitan yang tidak umum, beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan
kognitif, atau kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari
hemoragik intraserebral atau embolisme serebral. Secara umum trombosis serebral tidak
terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau paralysis pada
setengah tubuh dan mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.
Embolisme termasuk urutan kedua sebagai penyebab stroke. Penderita
embolisme biasanya lebih muda dibandingkan dengan penderita trombosis. Abnormalitas
patologik pada jantung kiri, seperti indokarditis infeksi, penyakit jantung reumatik, Infark
miokard, dan infeksi pulmonal, adalah tempat-tempat asal emboli. Pemasanagan katup
jantung prostetik dapat mencetuskan stroke, karena terdapat peningkatan insiden
embolisme setelah prosedur ini. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau
cabang - cabangnya yang merusak circulari serebral. Awitan hemiparesis atau hemiplegia
tiba - tiba dengan atau tanpa afasia atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan
penyakit jantung atau pulmonal adalah karakteristik embolisme serebral.
Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus
gangguan pembuluh darah (otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit
ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptur ateri serebri. Ekstravasasi
darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid sehingga Jaringan yang terletak di
dekatnya akan tergeser dan tertekan (Sylvia, 2012)
19
2.1.5. Pathway
Obstruksi
Trom
bus di
20
Penurunan adaptif Iskemik Kerusakan sirkulasi cerebral
intrakranial
1. Gangguan
komunikasi verbal Penurunan system motorik
2. Defisit Nutrisi
Defisit
perawatan diri
21
22
2.1.5. Manifestasi Klinis
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, jumlah darah kolateral (sekunder atau aksesori). Gejala klinis adalah
sebagai berikut: kelumpuhan wajah atau anggota badan (hemiparesis) yang timbul
mendadak; gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan
hemisensorik); perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi,
stupor, atau koma); afasia (bicara tidak lancar, kurang ucapan, atau kesulitan
memahami ucapan);disartia (bicara pelo atau cadel); gangguan penglihatan
(hemianopia atau monokuler) atau diplopia; ataksia (trunkal atau anggota badan);
vertigo, mual, dan muntah atau nyeri kepala (Arif, 2014).
2.1.6. Komplikasi
Menurut Srikandi, 2009 terdapat beberapa komplikasi dari penyakit stroke
dikarenakan perawatan jangka panjang antara lain:
1. Dekubitus
2. Penekanan tekanan intracranial
3. Malnutrisi
4. Aspirasi
5. Infeksi saluran kencing
6. Pneumonia
2.1.7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi antara lain:
1. Computerized Tomography Scan untuk menentukan jenis stroke, diameter
perdarahan, lokasi, dan adanya edema otak.
2. Magnetic Resonance Imaging untuk menunjukkan area yang mengalami
perdarahan.
3. Angiografi serebral adalah untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisme
atau malformasi vascular.
4. Elektroensefalogragi untuk dapat menentukan lokasi stroke.
5. Foto thoraks untuk dapat memperlihat keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis.
elektrokardiogram.
Pemeriksaan laboratorium antara lain:
1. Pungsi lumbal untuk mengetahui jenis perdarahan atau warna liquor.
2. Pemeriksaan darah rutin lengkap dan trombosit Seperti Hemoglobin, Leukosit,
23
Trombosit, Eritrosit. Semua itu berguna untuk mengetahui apakah pasien
menderita anemia, sedangkan leukosit untuk melihat sistem imun pasien. Jika
kadar leukosit pada pasien diatas normal, berarti ada penyakit infeksi yang
sedang menyerang.
3. Test Darah Koagulasi
Tes ini terdiri dari 4 pemeriksaan yaitu pothromin time, partial thromboplastin
(PTT), Internasional Normalized Ratio (INR) dan agregasi trombosit. Keempat
tes ini berguna untuk mengukur seberapa cepat darah mengumpal. Pada pasien
stroke biasanya ditemukan PT/PTT dalam keadaan normal.
4. Tes Kimia Darah
Tes ini digunakan untuk melihat kandungan gula darah, kolesterol, asam urat
dll. Seseorang yang terindikasi penyakit stroke biasanya memiliki yang gula
darah yang tinggi. Apablia seseorang memiliki riwayat penyakit diabetes yang
tidak diobati maka hal tersebut dapat menjadi faktor pemicu resiko stroke
(Robinson, 2014).
2.1.8. Penatalaksanaan Medis
1. Fase akut
Pasien yang koma pada saat masuk rumah sakit mempunyai prognosis buruk,
sebaliknya pasien yang sadar penuh mempunyai hasil yang lebih baik. Fase
akut biasanya berakhir 48 sampai 72 jam. Untuk merawat keadaan akut perlu
diperhatikan faktor - faktor kritis sebagai berikut: Menstabilkan tanda - tanda
vital; Mempertahankan saluran napas; Kendalikan tekanan darah sesuai dengan
keadaan masing- masing individu, termasuk usaha untuk memperbaiki
hipotensi maupun hipertensi; Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung;
Merawat Kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter tinggal,
cara ini telah diganti dengan kateterisasi “cellar masuk” setiap 4 sampai 6 jam;
Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin; Pasien
ditempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat
tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena sereral berkurang; Penderita harus
dibalik setiap jam dan latihan gerakan pasif setiap 2 jam; Dalam beberapa hari
dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh sebanyak 50 kali perhari:
tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada daerah tertentu dan untuk
mencegah kontraktur terutama pada bahu, siku, dan mata kaki (Taufan N,
2011).
2. Penatalaksanaan Non Bedah
24
Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi diuretik untuk menurunkan
edema serebral, antikoagulan untuk mencegah terjadi atau memberatnya
trombosis atau embolisis, obat anti hipertensi berikan jika pasien dengan
riwayat hipertensi (Taufan N, 2011). Stroke perdarahan dikaitkan dengan
tingkat kematian yang tinggi dan morbiditas yang berat. Pengobatan pilihan
masih kontroversial, mengingat bahwa data dari beberapa uji klinis belum
memberikan bukti yang meyakinkan untuk mendukung efektivitas surgical clot
removal. Oleh karena itu, penanganan dilakukan terutama terhadap edema
serebri sebagai target potensial untuk terapi intervensi pada penderita stroke
hemoragik (Thiex dkk, 2007).
Beberapa hal yang berperan besar untuk menjaga agar TIK tidak meninggi
pada stroke, antara lain (Misbach, 2011):
1) Mengatur posisi kepala lebih tinggi 15 – 30º dengan tujuan memperbaiki
venous return
2) Mengusahakan tekanan darah yang optimal dengan tujuan memperbaiki
venous return. Tekanan darah yang sangat tinggi dapat menyebabkan
edema serebral, sebaliknya tekanan darah terlalu rendah
akanmengakibatkan iskemia otak dan akhirnya juga akan menyebabkan
edema dan peninggian TIK.
3) Mengatasi kejang, menghilangkan rasa cemas, mengatasi rasa nyeri dan
menjaga suhu tubuh normal < 37,50. Kejang, gelisah, nyeri dan demam
akan menyebabkan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan akan
substrat metabolisme. Di satu sisi terjadi peningkatan metabolisme
serebral, di pihak lain suplai oksigen dan glukosa berkurang, sehingga akan
terjadi kerusakan jaringan otak dan edema. Hal ini pada akhirnya akan
mengakibatkan peninggian TIK.
4) Koreksi kelainan metabolik dan elektrolit. Hiponatremia akan
menyebabkan penurunan osmolalitas plasma sehingga akan terjadi edema
sitotoksik sedangkan hipernatremia akan menyebabkan lisisnya sel-sel
neuron.
5) Mengatasi hipoksia. Kekurangan oksigen akan menyebabkan terjadinya
metabolisme anaerob, sehingga akan terjadi metabolisme tidak lengkap
yang menghasilkan asam laktat sebagai sisa metabolisme. Peninggian asam
laktat di otak akan menyebabkan terjadinya asidosis laktat dan selanjutnya
menyebabkan edema otak dan peninggian TIK.
25
6) Menghindari beberapa hal yang menyebabkan peninggian tekanan
abdominal seperti batuk, mengedan dan penyedotan lendir pernafasan yang
berlebihan.
7) Pemberian larutan manitol 20 – 25% dengan dosis 0,75 – 1 mg / kgBB
bolus, diikuti 0,25 – 0,5 mg / kgBB setiap 3 – 5 jam tergantung pada
respon klinis. Komplikasi penggunaan manitol adalah hipotensi,
hipokalemia, gangguan fungsi ginjal karena hiperosmolaritas, gangguan
jantung kongestif dan hemolisis.
Terdapat beberapa pedoman untuk mengendalikan pembengkakan otak dan
peningkatan tekanan intrakranial. Jika penanganan yang relative sederhana,
seperti obat penenang, ventilasi, dan posisi kepala yang ditinggikan, gagal
untuk mengontrol pembengkakan otak, perawatan medis lebih lanjut dapat
diterapkan, termasuk inotropik, salin hipertonik, manitol, dan hipotermia.
Perfusi otak dan tekanan intrakranial merupakantarget terapi dalam
mencegah hipoperfusi otak yang berpotensi mengancam nyawa. Pedoman
baru-baru ini merekomendasikan target tekanan intrakranial adalah kurang
dari 25 mmHg dan CPP lebih besar dari atau sama dengan 60 sampai 70
mmHg (Thiex dkk, 2007).
3. Penatalaksanaan Bedah
Untuk melakukan pembedahan pada penderita stroke sulit sekali untuk
menentukan penderita mana yang menguntungkan untuk dibedah. Tujuan
utama pembedahan adalah untuk memperbaiki aliran darah serebral (Taufan N,
2011).
26
- Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
- Distress pernafasan
- Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
B = Breathing dan ventilasi
Kaji :
- Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
- Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
- Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
C = Circulation
Kaji :
- Denyut nadi karotis
- Tekanan darah
- Warna kulit, kelembaban kulit
- Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
D = Disability
Kaji :
- Tingkat kesadaran
- Gerakan ekstremitas
- GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V = verbal, P =
pain/respon nyeri, U = unresponsive.
- Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya
E = Exposure
Kaji :
Tanda-tanda trauma yang ada.
2. Pengkajian Sekunder (Secondary Survey)
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABCD yang ditemukan pada
pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder meliputi pengkajian obyektif dan
subyektif dari riwayat keperawatan (riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai
kaki.
1) Pengkajian Riwayat Penyakit:
Komponen yang perlu dikaji:
27
- Keluhan utama dan alasan pasien datang ke rumah sakit
- Lamanya waktu kejadian samapai dengan dibawa ke rumah sakit
- Tipe cedera, posisi saat cedera dan lokasi cedera
- Gambaran mekanisme cedera dan penyakit yang ada (nyeri)
- Waktu makan terakhir
- Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit sekarang,
imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi klien.
Metode Pengkajian:
Metode yang sering di pakai untuk mengkaji riwayat klien:
S (Signs And Symptoms) Tanda Dan Gejala Yang Diobservasi
Dan Dirasakan Klien
28
Metode yang sering dipakai untuk mengkaji nyeri pasien:
P (provoked) pencetus nyeri, tanyakan hal yang menimbulkan
dan mengurangi nyeri
kualitas nyeri
29
- Pergerakan dinding dada
- Amati penggunaan otot bantu nafas
- Perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera, petekiae, perdarahan,
sianosis, abrasi dan laserasi
c) Pengkajian Abdomen dan Pelvis Hal-hal yang perlu dikaji :
- Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen
- Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, alserasi, abrasi,
distensi abdomen dan jejas
- Masa : besarnya, lokasi dan mobilitas
- Nadi femoralis
- Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)
- Distensi abdomen
30
anggota keluarga
- Kaji adanya tanda-tanda gangguan psikososial yang
dimanifestasikan dengan takikardi, tekanan darah meningkat dan
hiperventilasi.
31
alam perasaan, kacau.
7) Makanan/Cairan Gejala: Kehilangan nafsu makan, anoreksia, muntah,
perubahan rasa/penyimpangan rasa, penurunan berat badan, faringitis, disfagia.
Tanda: Distensi abdominal, penurunan bunyi usus, splenomegali,
hepatomegali, ikterik, stomatitis, ulkus mulut, hipertrofi gusi (infiltrasi gusi
mengindikasikan leukemia monositik akut).
8) Neurosensori Gejala: Kurang atau penurunan koordinasi, perubahan alam
perasaan, kacau, disorientasi, kurang konsentrasi, pusing, kebas, kesemutan,
parastesia. Tanda: Otot mudah terangsang, aktivitas kejang.
9) Nyeri/Kenyamanan Gejala: Nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang/sendi;
nyeri tekan sternal, kram otot. Tanda: Perilaku berhati-hati, distraksi, gelisah,
fokus pada diri sendiri.
10) Pernapasan Gejala: Napas pendek dengan kerja minimal. Tanda: Dispnea,
takipnea, batuk, gemericik, ronkhi, penurunan bunyi napas.
11) Keamanan Gejala: Riwayat infeksi saat ini atau dahulu, riwayat jatuh,
gangguan penglihatan atau kerusakan, perdarahan spontan tak terkontrol
dengan trauma minimal. Tanda: Demam, infeksi, kemerahan, purpura,
perdarahan retinal, perdarahan gusi, atau epistaksis, pembesaran nodus limfe,
limpa atau hati (sehubungan dengan invasi jaringan), papiledema dan
eksoftalmus, infiltrat leukemik pada dermis.
12) Seksualitas Gejala: Perubahan libido, perubahan aliran menstruasi,
menoragia, impoten.
13) Penyuluhan/Pembelajaran Gejala: Riwayat terpajan pada kimiawi,
misalnya benzene, fenilbutazon, dan kloramfenikol; kadar ionisasi radiasi
berlebihan; pengobatan kemoterapi sebelumnya, khususnya agen pengkelat,
gangguan kromosom, contoh sindrom Down atau anemia Franconi aplastik.
2.2.3. Diagnosa Keperawatan
1) Penurunan kapasitas adaptif intracranial (D.0066) b.d Stroke
iskemik/hemoragik, hipoksia, ensefalopati iskemik, edema serebral (akibat
CKB, epidural/subdural/subarachnoid/intraserebral) hematoma
2) Bersihan jalan nafas tak efektif (D.0001) b.d hipersekresi jalan nafas,
obstruksi jalan nafas, disfungsi neuromuscular
32
3) Pola nafas tidak efektif (D.0005) b.d depresi pusat pernafasan
4) Nyeri Akut (D.0077) berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial
(TIK)
5) Gangguan mobilitas fisik (D.0054) b.d gangguan neuromuskuler, penurunan
kekuatan otot
6) Gangguan komunikasi verbal (D.0119) b.d gangguan neuromuskuler,
kerusakan neuro transmeter, kehilangan tonus, kerusakan dan sirkulasi
serebral
7) Defisit nutrisi (D.0019) b.d ketidakmampuan menelan/mencerna makananan
dan mengabsorbsi nutrient.
8) Defisit perawatan diri (D.0109) b.d gangguan musculoskeletal, gangguan
neuromuskuler, kelemahan.
33
2.2.4. Intervensi Keperawatan SDKI/SLKI/SIKI
NO Diagnosa Luaran Keperawatan/SLKI Intervensi Keperawatan/SIKI
Keperawatan/SDKI
1 Penurunan kapasitas adaptif Luaran Utama: Intervensi Utama:
intracranial (D.0066) b.d Kapasitas adaptif intracranial Manajemen peningkatan tekanan intracranial
Stroke iskemik/hemoragik, (L.06049) (I.06194)
hipoksia, ensefalopati iskemik, Setelah dilakukan tindakan Observasi:
edema serebral (akibat CKB, keperawatan selama 3x24 jam Identifikasi penyebab TIK (misal. Lesi,
epidural/subdural/subarachnoi diharapkan kapasitas adaptif gangguan metabolic, edema serebral)
d intracranial meningkat dengan Monitor tanda dan gejala TIK (TD meningkat,
/intraserebral) hematoma kriteria hasil: nadi bradikardi, pola nafas irregular, kesadaran
dimanifestasikan dengan: Tingkat kesadaran meningkat menurun)
Data Mayor: Fungsi kognitif meningkat Monitor MAP, CVP, ICP
Data Subjektif: Sakit kepala menurun Monitor status pernafasan
Sakit kepala Gelisah, agitasi, muntah, Monitor intake dan output cairan
Data Objektif: papilledema menurun Monitor cairan serebro-spinalis (warna,
TD meningkat Postut tubuh deserebrasi konsistensi)
Nadi meningkat (ekstensi ) menurun
Bradikardia Tekanan darah membaik Terapeutik:
34
Pola nafas irregular Nadi membaik Minimalkan stimulus
Kesadaran menurun Bradikardi membaik Berikan posisi semifowler
Respon pupil melambat atau Respon pupil membaik Hindari manuver valsava
anisokor Refleks neurologis membaik Cegah terjadinya kejang
Refleks neurologis terganggu Tekanan intracranial membaik Hindari menggunakan PEEP
Hindari penggunaan cairan IV hipotonik
Data Minor: Atur ventilator agar PaCO2 optimal
Data Subjektif: Pertahankan suhu tubuh normal
- Kolaborasi:
Data Objektif: Kolaborasi pemberian sedasi dan antikonvulsan
Gelisah Kolaborasi pemberian diuretic osmosis
Agietasi Kolaborasi pemberian laksatif
Muntah proyektil
Tampak lesu / lemah Pemantauan Intrakranial (I.06198)
Fungsi kognitif terganggu Observasi
TIK ≥ 20 mmHg Observasi penyebab peningkatan TIK (mis.
Papiledema Lesi menempati ruang, gangguan metabolism,
Postur deserebrasi (ekstensi) edema sereblal, peningkatan tekanan vena,
obstruksi aliran cairan serebrospinal, hipertensi
35
intracranial idiopatik)
Monitor peningkatan TD
Monitor pelebaran tekanan nadi (selish TDS
dan TDD)
Monitor penurunan frekuensi jantung
Monitor ireguleritas irama jantung
Monitor penurunan tingkat kesadaran
Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan
respon pupil
Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalm
rentang yang diindikasikan
Monitor tekanan perfusi serebral
Monitor jumlah, kecepatan, dan karakteristik
drainase cairan serebrospinal
Monitor efek stimulus lingkungan terhadap TIK
Terapeutik
Ambil sampel drainase cairan serebrospinal
Kalibrasi transduser
Pertahankan sterilitas system pemantauan
36
Pertahankan posisi kepala dan leher netral
Bilas sitem pemantauan, jika perlu
Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika PERLU
2 Bersihan jalan nafas tak Luaran Utama: Intervensi Utama:
efektif (D.0001) b.d Bersihan jalan nafas (L.01001) Manajemen Jalan Nafas (I.01011)
hipersekresi jalan nafas, Tujuan: Observasi:
obstruksi jalan nafas, disfungsi Setelah dilakukan tindakan Monitor Pola Napas (frekuensi, kedalaman,
neuromuscular di keperawatan selama 3 x 24 jam, usaha napas)
manifestasikan dengan: bersihan jalan nafas meningkat Monitor bunyi napas tambahan
Data Mayor: dengan kriteria hasil : Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Data subjektif: – Batuk efektif meningkat Terapeutik:
Data Objektif Produksi sputum menurun Posisikan semi –fowler atau fowler
Batuk tidak efektif Ronkhi menurun Berikan minum hangat
Tidak mampu batuk Frekuensi napas membaik (12- Lakukan fisiotherapi dada
Sputum berlebih 20x/menit) Berikan Oksigen
37
Mengi/wheezing dan atau Sesak menurun
ronkhi kering Pasien tenang Edukasi:
Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari
Luaran Tambahan:
Data Minor: Ajarkan tehnik batuk efektif
Data Subjektif: Respon Ventilasi mekanik Kolaborsi:
Dispnea (L.01005) Pemberian ekspektoran dan mukolitik
Sulit bicara
Saturasi oksigen meningkat
Ortopnea Pemantauan Respirasi ( I.01014)
Sekresi nafas menurun
Data Objektif: Observasi:
Suara nafas tambahan membaik
Gelisah Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan
Infeksi paru menurun
Sianosis upaya napas
Kesulitan bernafas dengan
Bunyi nafas menurun Monitor pola napas (seperti bradipnea,
ventilator menurun
Frekuensi nafas berubah takipnea, hiperventilasi, kussmaul, chyne-
Pemberian sedasi menurun
Pola nafas berubah stokes, biot, ataksik)
Kegelisahan menurun
Monitor kemampuan batuk efektif
Kesimetrisan gerakan dinding
Monitor adanya produksi sputum
dada meningkat
Monitor adanya sumbatan jalan napas
Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Auskultasi bunyi napas
38
Monitor saturasi oksigen
Monitir nilai AGD
Terapeutik:
Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi:
Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
Intervensi Pendukung:
Manajemen Ventilasi Mekanik (I.01013)
Observasi:
Periksa indikasi ventilator mekanik ( misal:
kelelahan otot napas, asidosis respiratorik)
Monitor gejala peningkatan pernafasan
(peningkatan TD, HR, RR, diaphoresis)
39
Monitor kondisi yang meningkatkan konsumsi
oksigen
Monitor gangguan mukosa oral, nasal, trakea,
laring
Terapeutik:
Atur posisi kepala 45-60 derajat
Reposisi pasien tiap 2 jam sekali, jika perlu
Lakukan perawatan mulut secara rutin
Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Lakukan penghisapan lendir sesuai kebutuhan
Dokumentasikan respon terhadap ventilator
Kolaborasi:
Kolaborasi pemilihan ventilator ( misal: control
atau SIMV)
Pemberian obat sedasi sesuai kebutuhan
Kolaborasi penggunaan PS atau PEEP untuk
meminimalkan hipoventilasi alveolus
3 Pola nafas tidak efektif Luaran Utama Intervensi Utama
(D.0005) b.d depresi pusat Pola Nafas (L.01004) Pemantauan Respirasi ( I.01014)
40
pernafasan dimanifestasikan Setelah dilakukan asuhan Observasi:
dengan: keperawatan selama 3x24 jam Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan
Data Mayor: diharapkan pola napas membaik upaya napas
Data Subjektif: dengan kriteria hasil : Monitor pola napas (seperti bradipnea,
Dispnea Pola napas efektif takipnea, hiperventilasi, kussmaul, chyne-
Data Objektif: Ventilasi semenit meningkat stokes, biot, ataksik)
Penggunaan otot bantu Kapasitas vital meningkat Monitor kemampuan batuk efektif
pernafasan Diamater thoraks anterior- Monitor adanya produksi sputum
Fase ekspirasi memanjang posterior meningkat Monitor adanya sumbatan jalan napas
Pola nafas abnormal ( mis: Tekanan ekspirasi meningkat Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
takipnea, bradypnea, Tekanna inspirasi meningkat Auskultasi bunyi napas
hiperventilasi, kussmaul) Dispnea menurun Monitor saturasi oksigen
Penggunaan otot bantu nafas Monitir nilai AGD
Data Mayor: menurun Terapeutik:
Data Subjektif: Pemanjangan fase ekspirasi Atur interval pemantauan respirasi sesuai
Ortopnea menurun kondisi pasien
Data Objektif: Ortopnea menurun Dokumentasi hasil pemantauan
Pernafasan purselip Pernapasan purse-lip menurun Edukasi:
Pernafasan cuping hidung Pernapasan cuping hidung Jelaskan tujuan dan prosedur
41
Retraksi dada meningkat menurun pemantauan
MV meningkat Frekuensi nafas membaik Informasikan hasil pemantauan, jika
TV meningkat Kedalaman nafas membaik perlu
Ekskursi dada membaik
Edukasi:
42
Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari
Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborsi:
Pemberian ekspektoran dan mukolitik
43
Sulit tidur Menarik diri menurun Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Berfokus pada diri sendiri Monitor keberhasilan terapi komplemter yang
Data Minor: menurun sudah diberikan
Data Subjektif: Diaforesis menurun Monitor efek samping penggunaan analgetik
- Perasaan depresi (tertekan) Terapeutik:
Data Objektif: menurun Berikan teknik non fakmakologis untuk
TD meningkat Perasaan takut mengalami cedera mengurangi rasa nyeri (mis: TENS, hypnosis,
Pola nafas berubah berulang menurun akupressur, terapi music, biofeedback, terapi
Nafsu makan berubah Anoreksia menurun pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
Menarik diri Perineum terasa tertekan kompres hangat/ dingin, terapi bermain)
Berfokus pada diri sendiri menurun Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
Diaforesis Uterus teraba membulat menurun nyeri (mis: suhu ruangan, pencahayaan,
Ketegangan otot menurun kebisingan)
Pupil dilatasi menurun Fasilitasi istrahat dan tidur
Muntah menurun Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
Mual menurun pemilihan strategi meredakan nyeri
Frekuensi nadi membaik Edukasi:
Pola napas membaik Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Tekanan darah membaik Jelaskan strategi meredakan nyeri
44
Proses berpikir membaik Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Fokus membaik Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Fungsi berkemih membaik Ajarkan teknik non farmakologis untuk
Perilaku membaik mengurangi rasa nyeri
Nafsu makan membaik
Pola tidur membaik Pemberian Analgesik (I.08243)
Observasi:
Identifikasi karakteristik nyeri (mis: pencetus,
pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi,
durasi)
Identifikasi riwayat alergi obat
Identifikasi kesesuaian jenis analgesic (mis:
narkotika, non narkotik, atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgesic
Monitor efektifitas pemberian analgesic
Terapeutik:
Diskusikan jenis analgesic yang disukai untuk
45
mencapai analgesia optimal, jika perlu
Pertimbangkan penggunaan infuse kontinu,
atau bolus oploid untuk mempertahankan kadar
dalam serum
Tetapkan target efektifitas analgesic untuk
mengoptimalkan respons pasien
Dokumentasikan respons terhadap efek
anlgesik dan efek yang tidak diinginkan
Edukasi:
Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
5 Gangguan mobilitas fisik Luaran Utama Intervensi Utama
(D.0054) b.d gangguan Mobilitas Fisik (L.050420 Dukungan Ambulasi (1.06171)
neuromuskuler, penurunan Setelah dilakukan tindakan
Observasi:
kekuatan otot dimanifestasikan keperawatan selama 3x24 jam di
Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
dengan: harapkan kemampuan mobilitas
lainnya
Data Mayor: fisik meningkat dengan kriteria
Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
Data Subjektif: hasil:
Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
Mengeluh sulit Pergerakan ekstremitas
sebelum memulai ambulasi
menggerakkan ektremitas meningkat
Monitor kondisi umum selama melakukan
46
Data Objektif: Kekuatan otot meningkat ambulasi
Kekuatan otot menurun Rentang gerak (ROM) Terapeutik:
Rentang gerak (ROM) meningkat Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
menurun Nyeri menurun (mis. tongkat, kruk)
Kecemasan menurun Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
Data Minor: Kaku sendi menurun Libatkan keluarga untuk membantu pasien
Data Subjektif: Kelemahan fisik menurun dalam meningkatkan ambulasi
Nyeri saat bergerak Edukasi:
Enggan melakukan Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
pergerakan Anjurkan melakukan ambulasi dini
Merasa cemas saat bergerak Ajarkan ambulasi sederhana yang harus
Data Objektif: dilakukan (mis. berjalan dari tempat tidur ke
Sendi kaku kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar
Gerakan tidak terkoordinasi mandi, berjalan sesuai toleransi)
Gerakan terbatas
Fisik lemah
6 Gangguan komunikasi Luaran Utama Intervensi Utama
verbal (D.0119) dan b.d Komunikasi Verbal (L.13118) Promosi Komunikasi: Defisit Bicara (I.13492)
gangguan neuromuskuler, Setelah dilakukan tindakan Observasi:
47
kerusakan neuro transmeter, keperawatan selama 3x24 jam Monitor kecepatan, tekanan, volume bicara
kehilangan tonus, kerusakan diharapkan kemampuan Monitor proses kognitif dan fisiologis yang
dan sirkulasi serebral komunikasi verbal meningkat berkaitan dengan bicara (mis. Memori,
dengan kriteria hasil: pendengaran, bahasa)
Kemampuan berbicara Monitor respon frustasi, marah, depresi, atau
meningkat hal lainnya yang mengganggu bicara
Kemampuan mendengar Identifikasi perilaku emosional dan fisik
meningkat sebagai bentuk komunikasi
Kontak mata meningkat Terapeutik:
Afasia menurun Gunakan metode komunikasi alternative (mis.
Disfasia menurun Menulis, mata berkedip, papan komunikasi
Pelo menurun dengan gambar dan huruf, isyarat tangan, dan
Gagap menurun computer)
Disatria menurun Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan
Respon perilaku membaik bantuan
Pemahaman komunikasi Ulangi apa yang disampaikan pasien
membaik Berikan dukungan psikologis
Gunakan juru bicara, jika perlu
Edukasi:
48
Anjurkan berbicara perlahan
Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif,
anatomis, fisiologis yang b.d kemampuan
berbicara
Kolaborasi:
Rujuk ke ahli terapis
7 Defisit nutrisi (D.0019) b.d Luaran Utama Intervensi Utama
ketidakmampuan menelan/ Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi (I. 03119)
mencerna makananan dan Setelah dilakukan tindakan Observasi:
mengabsorbsi nutrient keperawatan selama 3x24 jam, Identifikasi status nutrisi
dimanifestasikan dengan diharapkan status nutrisi membaik Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Data Mayor: dengan kriteria hasil : Identifikasi makanan yang disukai
Data Subjektif: Porsi makan yang dihabiskan Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
(Tidak tersedia) meningkat Identifikasi perlunya penggunaan selang
Data Objektif: Kekuatan otot pengunyah nasogastric
Berat badan menurun meningkat Monitor asupan makanan
minimal 10% dibawah Kekuatan otot menelan Monitor berat badan
rentang ideal meningkat Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Perasaan cepat kenyang menurun Terapeutik:
49
Data Minor: Nyeri abdomen menurun Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
Data Subjektif: Sariawan menurun perlu
Cepat kenyang setelah Rambut rontok menurun Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
makan Diare menurun Piramida makanan)
Kram/Nyeri abdomen Berat badan membaik Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
Nafsu makan menurun Bising usus membaik sesuai
Data Objektif: Nafsu makan membaik Berikan makan tinggi serat untuk mencegah
Bising usus hiperaktif Membran mukosa membaik konstipasi
Otot pengunyah lemah Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
Otot menelan lemah protein
Membran ukosa pucat Berikan suplemen makanan, jika perlu
Sariawan Hentikan pemberian makan melalui selang
Albumin turun nasigastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
Rambut rontok berlebihan Edukasi:
Diare Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
50
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
51
perenteral nutritition sesui indikasi)
Hidangkan makan secara menarik
Berikan suplemen, jika perlu
Berikan pujian pada pasien atau keluarga untuk
peningkatan yang dicapai
Edukasi:
Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi,
namuntetap terjangkau
Jelaskan peningkatan asupan kalori yang
dibutuhkan
8 Defisit perawatan diri Luaran Utama Intervensi Utama
(D.0109) b.d gangguan Perawatan Diri (L.11103) Dukungan Perawatan Diri (I.11348)
musculoskeletal, gangguan Setelah dilakukan tindakan Observasi:
neuromuskuler, kelemahan keperawatan selama 3x24 jam Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri
dimanifestasikan dengan: diharapkan kemampuan melakukan sesuai usia
Data Mayor: aktifitas perawatan diri meningkat Monitor tingkat kemandirian
Data Subjektif: dengan kriteria hasil: Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan
Menolak melakukan Kemampuan mandi meningkat diri, berpakaian, berhias, dan makan
perawatan diri Kemampuan mengenakan Terapeutik:
52
Data Objektif: pakaian meningkat Sediakan lingkungan yang teraupetik
Tidak mampu mandi/ Kemampuan makan meningkat Siapkan keperluan pribadi
mengenakan pakaian/ Kemampuan ke toilet Dampingi dalam melakukan perawatan diri
makan/ ketoilet/ berhias (BAB/BAK) sampai mandiri
secara mandiri Verbalisasi keinginan melakukan Fasilitasi untuk menerima keadaan
Minat melakukan perawatan perawatan diri meningkat ketergantungan
diri kurang Mempertahankan kebersihan Jadwalkan rutinitas perawatan diri
mulut meningkat Edukasi:
Data Minor: Anjurkan melakukan perawatan diri secara
Data Subjektif: konsisten sesuai kemampuan
(tidak tersedia)
Data Objektif:
(tidak tersedia)
53
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
1. Pengkajian Gawat Darurat
DATA BIOGRAFI
GENERAL ASSESMENT
Keluhan utama :
Pasien masuk icu penurunan kesadaran Somnolent GCS: E3M4V3.
Orientasi : Bicara meracau
PRIMERY ASSESMENT
AIR WAY
Jalan napas : √ paten
Obstruksi : tidak ada obstruksi
Keluhan lain : sesekali batuk berdahak reflek lemah
Pemeriksaan penunjang Thorak foto tanggal 15 Sept 2021
54
Lung cyst ukuran ± 0,7cm x 0,9 cm di segmen paru kanan, efusi pleura bilateral,
atherosclerosis aorta dan kalsifikasi
BREATHING
a. Gerakan dada : simetris
b. Irama napas : irreguler
c. Pola napas : dispneu dan takipneu
d. Pernapasan cuping hidung : tidak ada
e. Retraksi otot dada : ada
f. Sesak napas : iya RR 30x/mnt
g. Kedalaman napas : dangkal
h. Pasien menggunakan oksigen NRM 10 lpm
i. Suara napas : terdengar suara ronchi halus di posterior paru kanan dan kiri,
terdengar suara vesikuler
j. Keluhan lain : napas semakin memberat ketika di mobilisasi
k. Pemeriksaan penunjang Laboratorium AGD 15 September 2021:
PH 7,47
Pco2 59,5 mmHg
Po2 293,0 mmHg
TCo2 45.0 mmol/L
Hco3 43,1 mmol/L
BE 19 mmol/L
Sat o2 100 %
CIRCULATION
a. Tekanan darah : 172/90 mmhg
b. Akral : hangat
c. Pucat : tidak
d. Cyanosis : tidak
e. Nadi : teraba kuat frekuensi 110x/mnt, regular
f. CRT : < 2 detik
g. Pendarahan : tidak ada
h. Kelembapan kulit : lembap
55
i. Turgor kulit : elastis
j. Pitting edema : tidak ada
k. Output : urin 400 cc
Muntah : 1x isi makanan
l. Keluhan lain : tidak ada
m. Pemeriksaan penunjang :
EKG sinus tachycardy
Thorax foto: Lung cyst ukuran ± 0,7cm x 0,9 cm di segmen paru kanan, efusi
pleura bilateral, atherosclerosis aorta dan kalsifikasi
Hasil laoratorium:
Parameter Hasil Normal
Haemoglobin 11.8 g/dl 13.0-18.0
Hematocrit 33.0 % 40.0-54.0
Erythrocyte 3.91 /ul 4.50-6.20
Leucocyte 10.0 /ul 4.00-10.00
Platelet 635/ul 150-400
GDS 153 mg/dl <200
Natrium 138 mmol/L 136-146
Kalium 3.4 mmol/L 3.5-4.5
Chloride 96 mmol/L 98-106
Ureum 30 mg/dl 16.6-48.5
Creatinin 0.67 mg/dl 0.67-1.17
SGOT 45 u/L < 40
SGPT 34 u/L <41
Albumin 3.0 g/dl 3.50-5.20
PT 14.00 seconds 9.4-11.3
APTT 27.80 seconds 23.4-31.5
Hasil AGD:
pH 7.47 7.35-7.45
pO2 293.0 mmHg 83-108.0
pCO2 59.5 mmHg 35-45
HCO3 43.1 mmol/L 21.0-28.0
BE 19 mmol/L (-)2 – (+)3
56
SaO2 100 % 95.0-98.0
DISABILITY
a. Respon : alert
b. Kesadaran : somnolen
c. GCS : 10 E3M4V3
d. Pupil : diameter 3 isokor
e. Reflek cahaya : ada kanan dan kiri
f. Kekuatan otot : 3,3,3,3
g. Keluhan lain : tidak ada
h. Pemeriksaan penunjang : CT Scan 15 Sept 2021
Pendarahan intraserebri diregio frontotemporal kanan dan frontal kiri
Pendarahan subdural tentorium cerebelli kanan
Pendarahan epidural hemisfer
Pendarahan subarachnoid regio frontal bilateral dan tempoparietal kanan
Densitas pendarahan intrasellar parasella dan sinus sfenoid kiri
Infark lama thalamus kiri
EXPOSURE
a. Deformitas : tidak ada
b. Contusio : tidak ada
c. Abrasi : tidak ada
d. Penetrasi : tidak ada
e. Laserasi : tidak ada
f. Edema : tidak ada
57
g. Keluhan lain : tidak ada jejas di kepala ataupun badan
SECONDARY ASSESMENT
ANAMNESIS
Tanda Vital :
BP : 172/90 mmHg
N : 110x/mnt
S: 36,7 ºC
58
RR : 30x/mnt
SaO2: 98-100 %
Pemeriksaan fisik
59
Setelah 3 jam di icu jam: 11.35 WIB
Pasien muntah 1x isi makanan
Kejang tonik klonik ± 5 detik, pupil dilatasi diameter 6/+ 6/+ isokor, GCS
E2M3V2 pasien dilakukan intubasi dan terpasang ventilator mode SIMV RR 16
PS 12 PEEP 5 TV 400 FiO2 80%, dan disedasi Midazolam drip, Fentanyl drip,
Recofol drip titrasi
Pemeriksaan diagnostic
Terapi Medis
Nama Obat Dosis Rute
Broadced 2x1 gr IV
Esomeperazol 2x40 mg IV
Brain act 3x1 gr IV
Ikaphen 3x100 mg IV
Vit K 1x1 amp IV
Transamin 3x500 mg IV
Granovell 2x3 mg IV
Paracetamol 3x1 gr IV
60
Manitol 4x125 ml IV
Primperan 3x10 mg IV
Plasbumin 25 % 1x/hari IV
Amlodipine 1x10 mg NGT
Canderin 1x8 mg NGT
TPN olimel 1000 cc/24 jam IV
IVFD Asering 500 cc/24 jam IV
Norepineprin drip Dosis titrasi IV
Midazolam drip 5 mg/jam IV
Fentanyl drip 200 mcg/24 jam IV
Recofol drip 50 mg/jam IV
2. Pengkajian Umum
Tanggal masuk : 15 September 2021
Jam masuk : 08.35 WIB
Tanggal pengkajian : 15 September 2021
No. RM : 33-18-58
Tempat : ICU MRCCC Siloam Semanggi
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. U
Umur : 75 th
Jenis kelamin : Laki-laki
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Pensiun
Pendidikan : Sarjana
Alamat : Jalan Rasamala Raya 9 No. B12 Menteng-Jakarta
Diagnosa Medis : Stroke Haemoragik
61
Usia : 47 tahun
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : Sarjana
Alamat : Jalan Rasamala Raya 9 No. B12 Menteng-Jakarta
Hub dengan pasien : Anak Kandung
c. Keluhan Utama
Pasien masuk icu penurunan kesadaran Somnolent GCS: E3M4V3 pupil 2/+
2/+ bicara meracau, sesak dengan NRM 10 Lpm
d. Riwayat Penyakit
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien masuk ke icu dengan penurunan kesadaran E3M4V3 pupil 2/+ 2/+
isokor, bicara meracau, di temukan keluarganya tergeletak di dekat meja
makan di rumahnya pagi hari. Pasien tampak sesak terpasang oksigen
NRM 10 Lpm
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien mempunyai riwayat hipertensi dengan obat namun tidak teratur.
Pasien tidak ada riwayat alergi obat.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Keluarga mengatakan tidak ada yang memiliki penyakit yang sama
dengan pasien.
e. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum:
Kesadaran : Somnolen
GCS : Eyes = 3 Verbal = 4 Motorik= 3
Status nutrisi
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 48 Kg
IMT :-
Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 172/90 mmHg
Suhu tubuh : 36.7°C
Nadi : 150x/m
Respirasi : 30x/m
SPO2 : 98-100 % dengan Oksigen NRM 10 Lpm
a. Pemeriksaan Head to toe
62
1) Kepala
Inspkesi: kepala simetris, kulit kepala dan rambut bersih, tidak ada lesi,
penyebaran rambut rata
Wajah: warna kulit wajah pucat, struktur wajah simetris, tidak sembab
Palpasi: tidak terdapat benjolan
2) Mata Inspeksi: kelopak mata simetris, konjungtiva anemis, pupil isokor,
sclera tidak ikterik
Palpasi : tidak terdapat benjolan
3) Hidung Inspeksi: lubang kanan dan kiri simetris, tidak ada deformitas,
ada secret, tidak ada edema, pernapasan tidak ada cuping hidung, tidak
terdapat nyeri tekan, terpasang NGT no. 16 batas hidung 55 cm.
Palpasi : tidak ada polip, tidak ada benjolan
4) Telinga Inspeksi: bentuk telinga kanan dan kiri simetris, telinga bersih,
tidak ada abses
Palpasi : tidak ada benjolan maupun nyeri tekan
5) Rongga mulut Inspeksi : lidah bersih, tidak ada plak, tidak ada
stomatitis, gigi sudah ompong dibagian depan, gusi merah muda, tidak
ada abses, bibir simetris, tidak ada nyeri telan, tidak ada caries dentis.
Palpasi : tidak ada benjolan maupun nyeri tekan
6) Leher Inspeksi : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe,
tidak ada kaku kuduk, tidak ada deviasi, terpasang ETT no.7.5 cm on
ventilator mode SIMV RR 16 PS 12 PEEP 5 TV 400 FiO2 80% leher
bagian kiri terpasang CVC 3 lumen batas kulit 14 cm dengan terpasang
drip Norephineprine 0,1 mcg/kgbb/mnt dan disedasi Midazolam drip,
Fentanyl drip, Recofol drip titrasi.
Palpasi : trakea teraba di tengah, tidak ada benjolan
7) Thoraks
Paru:
Inspeksi: bentuk dada simetris, gerakan dinding dada simetris, terdapat
retraksi dinding dada
Palpasi: tidak teraba massa/benjolan
Perkusi: terdengar suara resonant
Auskultasi: terdengar suara vesikuler dan ronchi halus di posterior paru
kanan dan kiri, Saat di suction tampak secret warna kekuningan
konsistensi kental
63
Jantung
Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : redup/pekak batas jantung kanan SIC kanan line parasternalis
kanan (atas) SIC 3-4 kanan line parasternalis kanan (bawah),
batas jantung kiri: SIC 2 kiri line parasternalis kiri (atas), SIC 2 kiri
midclavikularis kiri (bawah).
Auskultasi: ada suara tambahan S3 gallop
8) Abdomen
Inspeksi: abdomen datar, tidak ada hiperpigmentasi
Palpasi : tidak ada massa, tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : timpani
Auskultasi: bissing usus (11x/mnt)
Pasien terpasang NGT di alirkan kondisi puasa kondisi oleh karena ada
residu warna kecoklatan
9) Genetalia
Inspeksi: alat kelamin bersih, terpasang DC, urine output (400/6 jam)
10) Ekstremitas
Atas: tidak ada fraktur ataupun luka turgor kulit sedang, lembab, akral
hangat, CRT < 2 detik, nadi teraba kuat dan cepat, gerakan terbatas
Bawah : tidak ada fraktur ataupun luka gerakan, turgor kulit sedang,
lembab, akral hangat, CRT < 2 detik, gerakan terbatas.
b. Terapi Medik
Nama Obat Dosis Rute
Broadced 2x1 gr IV
Esomeperazol 2x40 mg IV
Brain act 3x1 gr IV
Ikaphen 3x100 mg IV
Vit K 1x1 amp IV
Transamin 3x500 mg IV
Granovell 2x3 mg IV
Paracetamol 3x1 gr IV
Manitol 4x125 ml IV
64
Primperan 3x10 mg IV
Plasbumin 25 % 1x/hari IV
Amlodipine 1x10 mg NGT
Canderin 1x8 mg NGT
TPN olimel 1000 cc/24 jam IV
IVFD Asering 500 cc/24 jam IV
Norepineprin drip Dosis titrasi IV
Midazolam drip 5 mg/jam IV
Fentanyl drip 200 mcg/24 jam IV
Recofol drip 50 mg/jam IV
c. Pemeriksaan Diagnostik
Thorak foto tanggal 15 Sept 2021:
Lung cyst ukuran ± 0,7cm x 0,9 cm di segmen paru kanan, efusi
pleura bilateral, atherosclerosis aorta dan kalsifikasi
CT Scan 15 Sept 2021:
Pendarahan intraserebri diregio frontotemporal kanan dan frontal
kiri
Pendarahan subdural tentorium cerebelli kanan
Pendarahan epidural hemisfer
Pendarahan subarachnoid regio frontal bilateral dan tempoparietal
kanan
Densitas pendarahan intrasellar parasella dan sinus sfenoid kiri
Infark lama thalamus kiri
Elektrokardiografi 15 Sept 2021:
Sinus tachycardia
Minor left axis deviation
Probably abnormal ECG
65
Keluarga mengatakan pasien di kapasitas
temukan tergeletak dilantai dekat adaptif Edema serebral
meja makan dirumahnya intracranial
Istri klien mengatakan suaminya TIK meningkat
memiliki riwayat sakit hipertensi
sudah 5 tahun terakhir dan 2 hari Ketidakseimbangan
sebelum masuk rs mengeluh uplai nutrisi dan
vertigo/kepala berputar oksigen di otak
Istri klien mengatakan suaminya
minum obat hipertensi namun Kejang
terkadang lupa jika tidak di
ingatkan Penurunan kapasitas
Amlodipine 1 x 10 mg adaptif intrakranial
(pagi)
Canderin 1 x 8 mg (malam)
Data Objektif:
Pasien saat masuk icu somnolen
GCS E3M4V3
Gelisah
Bicara meracau
Setelah 3 jam di icu jam: 11.35 WIB
Pasien muntah 1x isi makanan
Kejang tonik klonik ± 5 detik,
pupil dilatasi diameter 6/+ 6/+
isokor, GCS E2M3V2 pasien
dilakukan intibasi dan terpasang
ventilator mode SIMV RR 16 PS
12 PEEP 5 TV 400 FiO2 80%
Tanda-tanda vital:
Tensi: 172/90 mmHg
Nadi: 110x/mnt
Suhu: 36,7 ºC
66
Respirasi: 30x/mnt
SaO2: 98-100 %
Pemeriksaan Laboratorium AGD
PH 7,47
Pco2 59,5 mmHg
Po2 293,0 mmHg
TCo2 45.0 mmol/L
Hco3 43,1 mmol/L
BE 19 mmol/L
Sat o2 100 %
Pemerisaan Diagnostik CT Scan
15 Sept 2021
Pendarahan intraserebri
diregio frontotemporal kanan
dan frontal kiri
Pendarahan subdural
tentorium cerebelli kanan
Pendarahan epidural hemisfer
Pendarahan subarachnoid
regio frontal bilateral dan
tempoparietal kanan
Densitas pendarahan
intrasellar parasella dan sinus
sfenoid kiri
Infark lama thalamus kiri
2 Data Subjektif: - Bersihan jalan Hipersekresi jalan
nafas tak nafas
Data Objektif: efektif
Pasien tampak sesak
Auskultasi terdengar vesikuler
dan suara ronchi halus di
posterior paru kanan dan kiri
sesekali batuk berdahak reflek
67
lemah
Irama napas: irregular
Pola napas: dispneu dan takipneu
Retraksi otot dada: ada
Kedalaman napas: dangkal
Pasien menggunakan oksigen
NRM 10 lpm
Saat di suction tampak secret
warna kekuningan konsistensi
kental
Napas semakin memberat ketika
di mobilisasi
Tanda-tanda vital:
Tensi: 172/90 mmHg
Nadi: 110x/mnt
Suhu: 36,7 ºC
Respirasi: 30x/mnt
SaO2: 98-100 %
Pemeriksaan penunjang:
Thorax foto : Lung cyst ukuran ±
0,7cm x 0,9 cm di segmen paru
kanan, efusi pleura bilateral,
atherosclerosis aorta dan
kalsifikasi
Hasil laboratorium AGD:
PH 7,47
Pco2 59,5 mmHg
Po2 293,0 mmHg
TCo2 45.0 mmol/L
Hco3 43,1 mmol/L
BE 19 mmol/L
Sat o2 100 %
68
3 Data Subjektif: - Pola nafas Depresi pusat
tidak efektif pernafasan
Data Objektif:
Pasien tampak sesak
Irama napas: irregular
Pola napas: dispneu dan takipneu
Retraksi otot dada: ada
Kedalaman napas: dangkal
Pasien menggunakan oksigen
NRM 10 lpm
napas semakin memberat ketika
di mobilisasi
Tanda-tanda vital:
Tensi: 172/90 mmHg
Nadi: 110x/mnt
Suhu: 36,7 ºC
Respirasi: 30x/mnt
SaO2: 98-100 %
Pasien pasca kejang dilakukan
terintubasi menggunakan
ventilator ventilator mode SIMV
RR 16 PS 12 PEEP 5 TV 400
FiO2 80%
Pemeriksaan penunjang:
Thorax foto : Lung cyst ukuran ±
0,7cm x 0,9 cm di segmen paru
kanan, efusi pleura bilateral,
atherosclerosis aorta dan
kalsifikasi
69
Pco2 59,5 mmHg
Po2 293,0 mmHg
TCo2 45.0 mmol/L
Hco3 43,1 mmol/L
BE 19 mmol/L
Sat o2 100 %
Kepekat
an
dara
Peningkatan Tekanan
Intravaskuler
70
Ruptur pembuluh
darah cerebral
Herniasi Cerebral
Peningkatan TIK Iskemik, infark
jaringan cerebral
Resiko
Hipovolemia
71
Hipersekresi jalan nafas
3 D.0005 Pola nafas tidak efektif Depresi pusat 15 Sept 21
pernafasan
4 D.0032 Risiko defisit nutrisi b.d 15 Sept 21
Ketidakmampuan mencerna makanan
dan mengabsorbsi nutrien
5. D.0034 Risiko Hipovolemi b.d Efek agen 15 Sept 21
farmakologis
72
3.4 Intervensi Keperawatan SDKI/SIKI/SLKI
No Diagnosa Keperawatan Luaran Keperawatan Intersvensi Keperawatan
1 Penurunan kapasitas adaptif Luaran Utama: Intervensi Utama:
intracranial (0066) b.d edema Kapasitas adaptif intracranial Manajemen peningkatan tekanan
serebral (stroke haemoragik), (L.06049) intracranial (I.06194)
dimanifestasikan dengan: Setelah dilakukan tindakan Observasi:
Data Subjektif: keperawatan selama 3x24 jam Identifikasi penyebab TIK (misal. Lesi,
Keluarga mengatakan pasien di diharapkan kapasitas adaptif gangguan metabolic, edema serebral)
temukan tergeletak dilantai intracranial meningkat dengan kriteria Monitor tanda dan gejala TIK (TD meningkat,
dekat meja makan dirumahnya hasil: nadi bradikardi, pola nafas irregular,
Istri klien mengatakan Tingkat kesadaran meningkat kesadaran menurun)
suaminya memiliki riwayat Fungsi kognitif meningkat Monitor MAP
sakit hipertensi sudah 5 tahun Sakit kepala menurun Monitor status pernafasan
terakhir dan 2 hari sebelum Gelisah, agitasi, muntah, Monitor intake dan output cairan
masuk rs mengeluh papilledema menurun Monitor cairan serebro-spinalis (warna,
vertigo/kepala berputar Postut tubuh deserebrasi (ekstensi ) konsistensi)
Istri klien mengatakan menurun
suaminya minum obat Tekanan darah membaik Terapeutik:
73
hipertensi namun terkadang Nadi membaik Minimalkan stimulus
lupa jika tidak di ingatkan Bradikardi membaik Berikan posisi semifowler
Amlodipine 1 x 10 mg Respon pupil membaik Hindari manuver valsava
(pagi) Refleks neurologis membaik Cegah terjadinya kejang
Canderin 1 x 8 mg Tekanan intracranial membaik Hindari menggunakan PEEP
(malam) Hindari penggunaan cairan IV hipotonik
Data Objektif: Atur ventilator agar PaCO2 optimal
Pasien saat masuk icu somnolen Pertahankan suhu tubuh normal
GCS E3M4V3 Kolaborasi:
Gelisah Kolaborasi pemberian sedasi dan
Bicara meracau antikonvulsan
Setelah 3 jam di icu jam: 11.35 Kolaborasi pemberian diuretic osmosis
Pasien muntah 1x isi makanan Kolaborasi pemberian laksatif
Kejang tonik klonik ± 5 detik,
pupil dilatasi diameter 6/+ 6/+ Pemantauan Intrakranial (I.06198)
isokor, GCS E2M3V2 pasien Observasi
dilakukan intibasi dan terpasang Observasi penyebab peningkatan TIK (mis.
ventilator mode SIMV RR 16 Lesi menempati ruang, gangguan metabolism,
PS 12 PEEP 5 TV 400 FiO2 edema sereblal, peningkatan tekanan vena,
74
80% obstruksi aliran cairan serebrospinal,
Tanda-tanda vital: hipertensi intracranial idiopatik)
Tensi: 172/90 mmHg Monitor peningkatan TD
Nadi: 110x/mnt Monitor pelebaran tekanan nadi (selish TDS
Suhu: 36,7 ºC dan TDD)
Respirasi: 30x/mnt Monitor penurunan frekuensi jantung
SaO2: 98-100 % Monitor ireguleritas irama jantung
Pemeriksaan Laboratorium: Monitor penurunan tingkat kesadaran
Pemerisaan Diagnostik: Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan
respon pupil
Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalm
rentang yang diindikasikan
Monitor tekanan perfusi serebral
Monitor jumlah, kecepatan, dan karakteristik
drainase cairan serebrospinal
Monitor efek stimulus lingkungan terhadap
TIK
Terapeutik
Ambil sampel drainase cairan serebrospinal
75
Kalibrasi transduser
Pertahankan sterilitas system pemantauan
Pertahankan posisi kepala dan leher netral
Bilas sitem pemantauan, jika perlu
Atur interval pemantauan sesuai kondisi
pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika PERLU
2 Bersihan jalan nafas tidak Luaran Utama: Intervensi Utama:
efektif (D.0001) b.d hipersekresi Bersihan jalan nafas (L.01001) Manajemen Jalan Nafas (I.01011)
jalan nafas dimanifestasikan Tujuan: Observasi:
dengan: Setelah dilakukan tindakan Monitor Pola Napas (frekuensi, kedalaman,
Data Subjektif: - keperawatan selama 3 x 24 jam, usaha napas)
bersihan jalan nafas meningkat Monitor bunyi napas tambahan
Data Objektif: dengan kriteria hasil : Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Pasien tampak sesak Batuk efektif meningkat Terapeutik:
Auskultasi terdengar vesikuler Produksi sputum menurun Posisikan semi –fowler atau fowler
76
dan suara ronchi halus di Ronkhi menurun Berikan minum hangat
posterior paru kanan dan kiri Frekuensi napas membaik (12- Lakukan fisiotherapi dada
sesekali batuk berdahak reflek 20x/menit) Berikan Oksigen
lemah Sesak menurun
Irama napas: irregular Pasien tenang
Pola napas: dispneu dan Edukasi:
Luaran Tambahan:
takipneu Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari
Retraksi otot dada: ada Respon Ventilasi mekanik Ajarkan tehnik batuk efektif
Kedalaman napas: dangkal (L.01005) Kolaborsi:
Pasien menggunakan oksigen Pemberian ekspektoran dan mukolitik
Saturasi oksigen meningkat
NRM 10 lpm
Sekresi nafas menurun
Saat di suction tampak secret Pemantauan Respirasi ( I.01014)
Suara nafas tambahan membaik
warna kekuningan konsistensi Observasi:
Infeksi paru menurun
kental Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan
Kesulitan bernafas dengan
Napas semakin memberat ketika upaya napas
ventilator menurun
di mobilisasi Monitor pola napas (seperti bradipnea,
Pemberian sedasi menurun
Tanda-tanda vital: takipnea, hiperventilasi, kussmaul, chyne-
Kegelisahan menurun
Tensi: 172/90 mmHg stokes, biot, ataksik)
Nadi: 110x/mnt Kesimetrisan gerakan dinding dada Monitor kemampuan batuk efektif
77
Suhu: 36,7 ºC meningkat Monitor adanya produksi sputum
Respirasi: 30x/mnt Monitor adanya sumbatan jalan napas
SaO2: 98-100 % Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Pemeriksaan penunjang: Auskultasi bunyi napas
Hasil laboratorium Monitor saturasi oksigen
Monitir nilai AGD
Terapeutik:
Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi:
Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
Intervensi Pendukung:
Manajemen Ventilasi Mekanik (I.01013)
Observasi:
78
Periksa indikasi ventilator mekanik ( misal:
kelelahan otot napas, asidosis respiratorik)
Monitor gejala peningkatan pernafasan
(peningkatan TD, HR, RR, diaphoresis)
Monitor kondisi yang meningkatkan
konsumsi oksigen
Monitor gangguan mukosa oral, nasal,
trakea, laring
Terapeutik:
Atur posisi kepala 45-60 derajat
Reposisi pasien tiap 2 jam sekali, jika perlu
Lakukan perawatan mulut secara rutin
Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Lakukan penghisapan lendir sesuai kebutuhan
Dokumentasikan respon terhadap ventilator
Kolaborasi:
Kolaborasi pemilihan ventilator ( misal:
control atau SIMV)
Pemberian obat sedasi sesuai kebutuhan
79
Kolaborasi penggunaan PS atau PEEP untuk
meminimalkan hipoventilasi alveolus
Pertimbangkan tracheostomi/PDT pada
pemakaian ventilasi mekanik jangka
Panjang.
80
Pasien menggunakan oksigen Tekanan ekspirasi meningkat Auskultasi bunyi napas
NRM 10 lpm Tekanna inspirasi meningkat Monitor saturasi oksigen
napas semakin memberat ketika Dispnea menurun Monitir nilai AGD
di mobilisasi Penggunaan otot bantu nafas Terapeutik:
Tanda-tanda vital: menurun Atur interval pemantauan respirasi sesuai
Tensi: 172/90 mmHg Pemanjangan fase ekspirasi kondisi pasien
Nadi: 110x/mnt menurun Dokumentasi hasil pemantauan
Suhu: 36,7 ºC Ortopnea menurun Edukasi:
Respirasi: 30x/mnt Pernapasan purse-lip menurun Jelaskan tujuan dan prosedur
SaO2: 98-100 % Pernapasan cuping hidung menurun pemantauan
Pasien pasca kejang dilakukan Frekuensi nafas membaik Informasikan hasil pemantauan, jika
terintubasi menggunakan Kedalaman nafas membaik perlu
ventilator ventilator mode SIMV Ekskursi dada membaik Manajemen Jalan Nafas (I.01011)
RR 16 PS 12 PEEP 5 TV 400 Observasi:
FiO2 80% Monitor Pola Napas (frekuensi, kedalaman,
Pemeriksaan penunjang: usaha napas)
Hasil laboratorium Monitor bunyi napas tambahan
Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik:
81
Posisikan semi –fowler atau fowler
Berikan minum hangat
Lakukan fisiotherapi dada
Berikan Oksigen
Edukasi:
Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari
Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborsi:
Pemberian ekspektoran dan mukolitik
82
makanan meningkat nutrient
Bising usus 11x/ menit Kekuatan otot pengunyah Identifikasi perlunya penggunaan selang
Pasien terpasang NGT di alirkan meningkat nasogastric
kondisi puasa kondisi oleh Kekuatan otot menelan meningkat Monitor asupan makanan
karena ada residu warna Perasaan cepat kenyang menurun Monitor berat badan
kecoklatan Nyeri abdomen menurun Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Albumin 3.0 Sariawan menurun Terapeutik:
Haemoglobin 11.8 Rambut rontok menurun Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
BB sebelum sakit: 48 Kg Diare menurun perlu
BB saat sakit : 48 Kg Berat badan membaik Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
Bising usus membaik Piramida makanan)
Nafsu makan membaik Sajikan makanan secara menarik dan suhu
Membran mukosa membaik yang sesuai
Berikan makan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
Berikan suplemen makanan, jika perlu
Hentikan pemberian makan melalui selang
83
nasigastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi:
Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika
perlu
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlu
84
Monitor berat badan
Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit
serum
Terapeutik:
Berikan perawatan mulut sebelum pemberian
makan, jika perlu
Sediakan makan yang tepat sesuai kondisi
pasien( mis. Makanan dengan tekstur halus,
makanan yang diblander, makanan cair yang
diberikan melalui NGT atau Gastrostomi,
total perenteral nutritition sesui indikasi)
Hidangkan makan secara menarik
Berikan suplemen, jika perlu
Berikan pujian pada pasien atau keluarga
untuk peningkatan yang dicapai
Edukasi:
Jelaskan j±enis makanan yang bergizi tinggi,
namuntetap terjangkau
Jelaskan peningkatan asupan kalori yang
85
dibutuhkan
86
3.5 Implementasi Keperawatan
Hari DX Jam Implementasi dan Respon Hasil
Tanggal
15/09/2 1,2,3, 08.35 Mengobervasi keadaan umum, keluhan dan
1 4 kesadaran pasien
RH: Keadaan umum sakit berat kesadaran
somnolen GCS E3M4V3, pupil 2/+ 2/+, bicara
meracau, NGT terpasang dialirkan residual (+)
warna kecoklatan.
87
Brain act 1 gr
Ikaphen 100 mg
Vit K 1 Amp
Transamin 500 mg
Granovell 1 Amp
Paracetamol 1 gr
Primperan 10 mg
11.35 Mengobservasi keadaan umum pasien
RH: pasien tampak kejang tonik klonik ± 5
detik dan GCS menurun E2M3V2 pupil 6/+
6/+
88
Memberikan Clear fluid via NGT
RH: Tampak residu NGT (+) warna
kecoklatan
89
SaO2: 100 %
Dengan support inotropic norepineprin 0,1
mcg/kgbb/mnt
90
kepada keluarga untuk rencana tindak lanjut
RH: Dari hasil diskusi dan kie keluarga
memutuskan untuk pasien dilakukan therapi
konservatif saja dan setuju untuk pemberian
transfuse darah dan tindakan percutaneous
dilatation tracheostomi, surat persetujuan (+)
10.00
Memberikan therapi injeksi sesuai program
RH: therapi diberikan melalui akses cvc
Broadced 1 gr
Esomeperazol 40 mg
Brain act 1 gr
Ikaphen 100 mg
Vit K 1 Amp
Transamin 500 mg
Granovell 1 Amp
Paracetamol 1 gr
Primperan 10 mg
Manitol 125 cc
12.00
Merapikan pasien dan mengobservasi vital
sign
RH:
Tensi: 118/76 mmHg
Nadi: 80x/mnt
Suhu: 37 ºC
Respirasi: 22x/mnt
SaO2: 100 %
91
Memberikan Clear fluid via NGT dan
memonitor pemberian TPN
RH: Tampak pasien terpasang TPN Olimel
1000 cc/24 jam dan terdapat residu NGT (+)
warna kecoklatan
92
Mcg/24 jam, Recofol 50 mg/ jam, pupil 2/+
2/+ isokor, pasien tampak ada reaksi
mengernyitkan dahi dan tampak berusaha
membuka mata saat di panggil Namanya
Pasien tampak terpasang ventilator mode
SIMV RR 16 PS 12 PEEP 5 TV 400 FiO2
30%, pasien tampak tenang, mukosa bibir
lembab.
93
Kalium: 4,4 mmol/L
Chloride: 97 mmol/L
PH 7,59
Pco2 39,6 mmHg
Po2 122,0 mmHg
TCo2 38,0 mmol/L
Hco3 36,6 mmol/L
BE 14 mmol/L
Sat o2 99 %
10.00
Memberikan koreksi plasbumin 25% 100 cc
Day 2
RH: Tampak therapi plasbumin 25% 100 cc
masuk via cvc
94
Paracetamol 1 gr
Primperan 10 mg
Manitol 125 cc
95
Memberikan therapi Manitol 125 cc
RH: Obat mannitol masuk 125 cc via cvc
96
30%
Respon pupil membaik 2/+ 2/+
Refleks neurologis membaik: pasien
tampak ada reaksi mengernyitkan dahi
dan tampak berusaha membuka mata saat
di panggil namanya
Tampak reflek batuk kuat saat di suction
(+)
Tekanan intracranial membaik muntah (-),
MAP 90 mmHg
Vital sign:
Tensi: 118/76 mmHg
Nadi: 80x/mnt
Suhu: 37 ºC
Respirasi: 22x/mnt
Dengan support inotropic
norepineprin 0,1 mcg/kgbb/mnt2:
100 %
Hasil Laboratorium:
PH 7,59
Pco2 39,6 mmHg
Po2 122,0 mmHg
TCo2 38,0 mmol/L
Hco3 36,6 mmol/L
BE 14 mmol/L
Sat o2 99 %
A: Masalah Penurunan kapasitas adaptif
intracranial belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan sesuai program
Manajemen peningkatan tekanan
intracranial (I.06194)
Observasi:
97
Identifikasi penyebab TIK (misal. Lesi,
gangguan metabolic, edema serebral)
Monitor tanda dan gejala TIK (TD
meningkat, nadi bradikardi, pola nafas
irregular, kesadaran menurun)
Monitor MAP
Monitor status pernafasan
Monitor intake dan output cairan
Monitor cairan serebro-spinalis (warna,
konsistensi)
Terapeutik:
Minimalkan stimulus
Berikan posisi semifowler
Hindari manuver valsava
Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian sedasi
Kolaborasi pemberian diuretic osmosis
Kolaborasi pemberian laksatif
18/09/2 2 12.00 S: - Kel 9
1 O:
Keadaan umum sakit berat kesadaran
masih DPO Midazolam 4 mg/jam,
Fentanyl 200 Mcg/24 jam, Recofol 50
mg/ jam, pupil 2/+ 2/+ isokor
Pasien tampak terpasang ventilator mode
SIMV RR 16 PS 12 PEEP 5 TV 400 FiO2
30%
Vital sign:
Tensi: 118/76 mmHg
Nadi: 80x/mnt
Suhu: 37 ºC
98
Respirasi: 22x/mnt
Dengan support inotropic
norepineprin 0,1 mcg/kgbb/mnt2:
100 %
Hasil Laboratorium:
PH 7,59
Pco2 39,6 mmHg
Po2 122,0 mmHg
TCo2 38,0 mmol/L
Hco3 36,6 mmol/L
BE 14 mmol/L
Sat o2 99 %
Pasien tampak reflek batuk kuat saat di
suction (+)
Produksi sputum masih banyak warna
kekuningan, konsistensi kental
Ronkhi menurun di kedua lapang paru,
vesikuler (+)
Frekuensi napas membaik (22x/menit)
Sesak menurun
Pasien tampak tenang
Pemberian sedasi menurun titrasi menjadi
4 mg/jam, Fentanyl 200 Mcg/24 jam,
Recofol 50 mg/ jam
Tampak gerakan dinding dada simetris
A: Masalah bersihan jalan nafas tidak
efektif teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan sesuai program
Observasi:
Managemen Jalan Nafas (I.01011)
Monitor Pola Napas (frekuensi,
99
kedalaman, usaha napas)
Monitor bunyi napas tambahan
Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik:
Posisikan semi –fowler atau fowler
Berikan minum hangat
Lakukan fisiotherapi dada
Edukasi:
Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari
Kolaborsi:
Pemberian ekspektoran dan mukolitik
18/09/2 3 12.00 S: Kel 9
1 O:
Keadaan umum sakit berat kesadaran
masih DPO Midazolam 4 mg/jam,
Fentanyl 200 Mcg/24 jam, Recofol 50
mg/ jam, pupil 2/+ 2/+ isokor
Pasien tampak terpasang ventilator mode
SIMV RR 16 PS 12 PEEP 5 TV 400 FiO2
30%
Vital sign:
Tensi: 118/76 mmHg
Nadi: 80x/mnt
Suhu: 37 ºC
Respirasi: 22x/mnt
Dengan support inotropic
norepineprin 0,1 mcg/kgbb/mnt2:
100 %
Hasil Laboratorium:
PH 7,59
Pco2 39,6 mmHg
Po2 122,0 mmHg
100
TCo2 38,0 mmol/L
Hco3 36,6 mmol/L
BE 14 mmol/L
Sat o2 99 %
Pasien tampak reflek batuk kuat saat di
suction (+)
Produksi sputum masih banyak warna
kekuningan, konsistensi kental
Ronkhi menurun di kedua lapang paru,
vesikuler (+)
Frekuensi napas membaik (22x/menit)
trigger nafas (+)
Sesak menurun
Pasien tampak tenang
Pemberian sedasi menurun titrasi menjadi
4 mg/jam, Fentanyl 200 Mcg/24 jam,
Recofol 50 mg/ jam
Tampak gerakan dinding dada simetris
MV meningkat 8.2
TV meningkat 468
Diamater thoraks anterior-posterior
meningkat
Penggunaan otot bantu nafas menurun
Ortopnea menurun
A: Masalah Pola nafas tidak efektif teratasi
sebagian
P: Intervensi dilanjutkan sesuai program
Pemantauan Respirasi ( I.01014)
Observasi:
Monitor frekuensi, irama, kedalaman,
dan upaya napas
Monitor pola napas (seperti bradipnea,
101
takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
chyne-stokes, biot, ataksik)
Monitor kemampuan batuk efektif
Monitor adanya produksi sputum
Monitor adanya sumbatan jalan napas
Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Auskultasi bunyi napas
Monitor saturasi oksigen
Monitir nilai AGD
Terapeutik:
Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi:
Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Weaning ventilator
Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
18/09/2 4 12.00 S:
1 O:
Keadaan umum sakit berat kesadaran
masih DPO Midazolam 4 mg/jam,
Fentanyl 200 Mcg/24 jam, Recofol 50
mg/ jam, pupil 2/+ 2/+ isokor
Pasien tampak terpasang ventilator mode
SIMV RR 16 PS 12 PEEP 5 TV 400
FiO2 30%
Vital sign:
Tensi: 118/76 mmHg
Nadi: 80x/mnt
Suhu: 37 ºC
102
Respirasi: 22x/mnt
Dengan support inotropic
norepineprin 0,1 mcg/kgbb/mnt2:
100 %
Pasien masih terpasang NGT residu (+)
berkurang 50 cc warna putih keruh
Pasien tampak mendapat diit clear fluid
6x50 cc dan TPN Olimel 1000cc/24 jam
Rambut pasien bagus tidak ada rontok
Pasien BAB normal warna kuning,
konsistensi lembek
BB 48 kg (tidak tampak penurunan BB)
Bising usus 13x/ mnt
Membran mukosa lembab
Hasil Laboratorium:
Haemoglobin 10,0 gr/dl
Albumin 3,6 gr/dl
A: Masalah risiko defisit nutrisi tidak
terjadi
P: Intervensi dilanjutkan sesuai program
103
jika perlu
Berikan makan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
Hentikan pemberian makan melalui selang
nasigastrik jika asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi:
Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik),
jika perlu
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
104
BAB IV
PEMBAHASAN
105
adalah sesuai dengan literatur standar intervensi keperawatan Indonesia dan juga
berkolaborasi dengan team dokter yang terkait. Pada tinjauan kasus kelompok
hanyak membahas 4 masalah utama keperawatan saja karena pada diagnosa resiko
hipovolemik dalam pemantauan output cairan sudah dilakukan dengan masalah
utama. Pasien tidak dilakukan operasi oleh karena dari pihak keluarga tidak
menyetujui tindakan dan memilih untuk konservatif. Kondisi pasien dengan stroke
haemoragik dengan usia yang sudah lanjut memerlukan waktu yang sangat lama
untuk proses pemulihan. Sehingga pada kasus Tn. U untuk mencegah terjadinya
stroke associated pneumonia (SAP) ataupun ventilator associated pneumonia
(VAP) dilakukan tindakan Percutaneous Dilatation Pneumonia (PDT). Pemilihan
tindakan ini disarankan oleh team medis dan mendapatkan persetujuan dari pihak
keluarga.
Evaluasi keperawatan dilakukan sesuai target waktu yang telah di tentukan
yaitu 2x24 jam, namun karena masalah keperawatan belum teratasi sehingga
intervensi dan implementasi serta kolaborasi tetap dilanjutkan.
106
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengkajian dan pembahasan yang telah diuraikan dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Berdasarkan pengkajian bahwa penyebab stroke perdarahan yang di alami
Tn. U adalah karena riwayat penyakit yang di deritanya yaitu hipertensi
yang tidak terkontrol dan dari hasil CT Brain pasien juga terdapat infark
lama.
2. Kemudian dari hasil pengkajian didapatkan empat diagnosa yaitu
Penurunan kapasitas adaptif intracranial b.d Edema serebral (stroke
haemoragik), Bersihan jalan nafas tak efektif b.d Hipersekresi jalan nafas,
Pola nafas tidak efektif Depresi pusat pernafasan, dan Risiko defisit
nutrisi b.d Ketidakmampuan mencerna makanan dan mengabsorbsi
nutrient, Resiko Hipovolemik b.d efek agen farmakologis.
3. Intervensi Intervensi keperawatan yang dilakukan pada pasien Tn U ini
mengacu pada intervensi yang telah di susun dalam Buku pedoman
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Sesuai dengan masalah
yang ditemukan.
4. Dalam taham implementasi yang dilakukan pada Tn. U sesuai dengan
intervensi keperawatan yang telah di buat serta berkolaborasi dengan
team dokter rumah sakit yang menangani dan dilakukan sesuai target
waktu yang di tentukan yaitu 3x24 jam.
5. Evaluasi dilakukan untuk menilai keberhasilan tindakan keperawatan
berdasarkan kriteria hasil yang telah dibuat, namun karena masalah
keperawatan belum teratasi sehingga intervensi dan implementasi serta
kolaborasi tetap dilanjutkan. Hasil evaluasi dari Tn. U didapatkan
masalah Penurunan kapasitas adaptif intracranial b.d Edema serebral
(stroke haemoragik) belum teratasi, Bersihan jalan nafas tak efektif b.d
Hipersekresi jalan nafas teratasi sebagian, Pola nafas tidak efektif Depresi
pusat pernafasan teratasi sebagian, dan Risiko defisit nutrisi b.d
107
Ketidakmampuan mencerna makanan dan mengabsorbsi nutrient tidak
terjadi untuk itu intevensi masih tetap dilanjutkan sesuai program
dikarenakan pasien masih dirawat di rumah sakit.
5.2 Saran
Setelah dilakukan Analisis Asuhan Keperawatan Dengan Intervensi
Percutaneous Dilatational Tracheostomy (PDT) Pada Tn. U Dengan Stroke
Haemoragik Di Ruang ICU RS MRCCC Siloam Semanggi.
diharapkan:
1. Bagi Mahasiswa/i
Diharapkan dapat mengerti dan memahami serta melakukan Asuhan
keperawatan pada pasien dengan kegawat daruratan stroke haemoragik.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan yang lebih berkualitas
dan profesional, mampu menganalisa, terampil, inovatif, aktif dan
bermutu yang mampu memberikan asuhan keperawatan secara
menyeluruh berdasarkan kode etik keperawatan.
108
DAFTAR PUSTAKA
Mahar M. & Priguna S (2013). Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
Yogyakarta:Nuha Medika.
Edisi10.Jakarta:EGC.
109
110
111
112
113
114