Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PERSARAFAN

PADA KLIEN DENGAN STROKE

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Keperawatan Medikal Bedah 2
yang dibina oleh Bapak Achlish Abdillah, S. ST., M. Kes.

oleh :
Kelompok 6
1. Aprilia Ni’matus Solikha (06/162303101016)
2. Fidiatur Roifa (17/162303101047)
3. Inge Oktavioni (21/162303101061)
4. Muntiyatul Choiro Safitri (28/162303101081)
5. Novita Siti Fatimah (33/162303101092)
Tingkat 3A

D3 KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER


KAMPUS LUMAJANG
Jalan Brigjend Katamso, Lumajang 67312 Telepon/Fax (0334)882262, 885920
Web: www.akper-lumajang.ac.id
Agustus 2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha pengasih lagi Maha
penyayang, dipanjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga makalah tentang
“Asuhan Keperawatan Gangguan Persarafan pada Klien dengan Stroke” ini dapat
diselesaikan.
Makalah ini telah disusun dengan semaksimal mungkin dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu disampaikan banyak terima kasih kepada Bapak Achlish Abdillah,
S. ST., M. Kes. selaku dosen matakuliah Keperawatan Medikal Bedah 2 D3
Keperawatan Universitas Jember Kampus Lumajang yang telah memberi tugas
mengenai “Asuhan Keperawatan Gangguan Persarafan pada Klien dengan Stroke”
dan kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, tentu masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu diharapkan saran dan
kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata diharapkan semoga makalah tentang “Asuhan Keperawatan
Gangguan Persarafan pada Klien dengan Stroke” ini, dapat memberikan manfaat
terhadap pembaca, mahasiswa khususnya.

Lumajang, 24 Agustus 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................4
1.1 Latar Belakang........................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................5
1.3 Tujuan.......................................................................................................5
1.3.1 Tujuan Umum....................................................................................5
1.3.2 Tujuan Khusus...................................................................................5
1.4 Manfaat....................................................................................................6
1.4.1 Manfaat Teoritis.................................................................................6
1.4.2 Manfaat Praktis..................................................................................6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................7


2.1 Konsep Penyakit......................................................................................7
2.1.1 Definisi...............................................................................................7
2.1.2 Etiologi...............................................................................................7
2.1.3 Patofisiologi.......................................................................................8
2.1.4 Manifestasi Klinis............................................................................11
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang...................................................................14
2.1.6 Penatalaksanaan...............................................................................14
2.1.7 Prognosis..........................................................................................18
2.1.8 Komplikasi.......................................................................................18
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan..............................................................19
2.2.1 Pengkajian........................................................................................19
2.2.2 Diagnosis Keperawatan....................................................................22
2.2.3 Diagnosis, Hasil, dan Intervensi Keperawatan................................24

BAB 3 SIMPULAN DAN SARAN......................................................................35


3.1 Simpulan.................................................................................................35
3.2 Saran.......................................................................................................35

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................37

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler yang adalah setiap gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan aatu terhentinya aliran darah
melalui sistem suplai arteri di otak. Stroke juga merupakan penyakit
serebrovaskuler yang menunjukan beberapa kelainan di otak baik secara
fungsionnal maupun structural yang disebabkan oleh beberapa keadaan patologis
dari pembulu darah otak, yang disebabkan robekan pembulu darah atau okulasi
parsial/total yang bersifat sementara atau permanen (Indonesia, 2016).
Jumlah penderita penyakit stroke di Indonesia tahun 2013 berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan (Nakes) diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang
(7,0‰), sedangkan berdasarkan diagnosis Nakes/gejala diperkirakan sebanyak
2.137.941 orang (12,1‰). Berdasarkan diagnosis Nakes maupun diagnosis/
gejala, Provinsi Jawa Barat memiliki estimasi jumlah penderita terbanyak yaitu
sebanyak 238.001 orang (7,4‰) dan 533.895 orang (16,6‰), sedangkan Provinsi
Papua Barat memiliki jumlah penderita paling sedikit yaitu sebanyak 2.007 orang
(3,6‰) dan 2.955 orang (5,3‰) (Kemenkes, 2014).
Penyebab stroke adalah pecahnya (ruptur) pembulu darah di otak dan/ atau
terjadinya trombosis dan emboli. Gumpalan darah akan masuk ke aliran sebagai
akibat dari penyakit lain atau karena adanya bagian otak yang cidera dan
menutup/ menyumbat arteri otak. Akibatnya fungsi otak berhenti dan terjadi
penurunan fungsi otak.
Stroke di bagi dalam dua jenis, yaitu stroke iskemik (ishcemik stroke) dan
stroke hemoragik (hemorrhagic stroke). Stroke iskemik sebagian besar merupakan
komplikasi dari penyakit vaskular, yang ditandai dengan gejala penurunan tekanan
darah yang mendadak, takikardi, pucat, dan penafasan tidak teratur. Sementara
stroke hemoragik umumnya disebabkan oleh adanya perdarahan intrakraniala
dengan gejala peningkatan tekanan darah systole >200 mmHg pada hipertonik dan

4
5

180 mmHg normotonik, bradikardi, wajah keunguan, sianosis dan pernafasan


mengorok (Batticaca, 2008).
Secara sederhana, stroke terjadi jika perdarahan darah ke otak terputus
untuk sementara. Otak kita bergantung kepada perbekalan darah yang kaya
oksigen secara terus menerus yang dibawa oleh pembuluh darah nadi (arteri). Jika
darah terhenti, misal karena adanya bekuan darah, maka bagian otak yang dibekali
oleh nadi tersebut akan mati. Sehingga bagian-bagian otak yang berperan dalam
pergerakan jari, tangan,kaki dan lidah akan mati atau terganggu (Lumbantobing,
2004). Dalam makalah ini, kami akan membahas lebih lanjut tentang Asuhan
Keperawatan Gangguan Persarafan pada Klien dengan Stroke.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana konsep penyakit stroke?
1.2.2 Bagaimana konsep asuhan keperawatan gangguan persarafan pada klien
dengan stroke?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis masalah tentang asuhan keperawatan gangguan
persarafan pada klien dengan stroke dalam konteks ilmu Keperawatan
Medikal Bedah.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi dari stroke.
b. Mengetahui etiologi stroke.
c. Mengetahui patofisiologi stroke.
d. Mengetahui manifestasi klinis stroke.
e. Mengetahui pemeriksaan diagnostik/ penunjang stroke.
f. Mengetahui penatalaksanaan stroke.
g. Mengetahui prognosis stroke.
h. Mengetahui konsep asuhan keperawatan gangguan persarafan pada klien
dengan stroke.
6

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
a. Untuk pengembangan keilmuan di bidang pembelajaran Keperawatan
Medikal Bedah.
b. Untuk menambah pengetahuan tentang asuhan keperawatan gangguan
persarafan pada klien dengan stroke dalam konteks ilmu Keperawatan
Medikal Bedah.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Manfaat Bagi Penulis
Manfaat yang dapat dirasakan langsung oleh penulis dapat berupa
pengalaman berharga dalam menyusun karya tulis ilmiah tentang stroke
ini, serta penulis juga bisa memperoleh informasi secara langsung dari
berbagai macam sumber ilmiah tentang definisi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik/ penunjang, penatalaksanaan,
prognosis, dan konsep asuhan keperawatan gangguan persarafan pada
klien dengan stroke. Dengan demikian penulis akan lebih mengetahui
bahwa stroke merupakan penyakit yang sangat perlu diwaspadai karena
dapat menyebabkan kematian.
b. Manfaat Bagi Pembaca
Manfaat yang diperoleh pembaca dapat berupa informasi tentang definisi,
etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik/
penunjang, penatalaksanaan, prognosis, dan konsep asuhan keperawatan
gangguan persarafan pada klien dengan stroke. Dengan demikian
diharapkan pembaca bisa mencegah dirinya agar terhindar dari penyakit
stroke.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit


2.1.1 Definisi
Stroke didefinisikan sebagai kondisi yang terjadi ketika sebagian sel-sel
otak mengalami kematian akibat gangguan aliran darah karena sumbatan atau
pecahnya pembuluh darah di otak (Nina, 2009).
Stroke atau cerebral vascular acciddent (CVA) adalah gangguan dalam
sirkulasi intraserebral yang berkaitan vascular insuffiency, trombosit, emboli, atau
perdarahan (Wahyu Widagdo et al., 2008).
Menurut WHO stroke adalah suatu keadaan dimana adanya tanda-tanda
klinik yang berkembang dengan cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global)
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler
(Muttaqin, 2008).

2.1.2 Etiologi
Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu kejadian di bawah ini
diantaranya:
a. Trombus
Serebral Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehinnga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti disekitarnya (Muttaqin, 2008). Beberapa keadaan di
bawah ini yanga dapat menyebabkan trombus otak:
1) Aterosklerosis
2) Hiperkoagulasi pada polisitema
3) Arteritris (radang pada arteri)
4) Emboli (Muttaqin, 2008).

b. Hemoragi
Perdarahan intracranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subaracnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi

7
8

karena aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya pembulu darah otak


menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat
menyebabkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga
menjadi infark otak, edema dan mungkin herniasi otak (Muttaqin, 2008).
c. Iskemia
Penurunan aliran darah ke area otak (Smeltzer & Bare, 2005).

2.1.3 Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu diotak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Sampai darah keotak dapat berubah (makin
lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme
vaskular) atau karena gangguan umum ( hipoksia karena gangguan paru dan
jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus
dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi
(Muttaqin, 2008).
Trombus dan emboli di dalam pembuluh darah akan terlepas dan terbawa
hingga terperangkap dalam pembuluh darah distal, lalu menyebabkan
pengurangan aliran darah yang menuju ke otak sehingga sel otak akan mengalami
kekurangan nurisi dan juga oksigen, sel otak yang mengalami kekurangan oksigen
dan glukosa akan menyebabkan asidosis lalu asidosis akan mengakibatkan
natrium, klorida, dan air masuk ke dalam sel otak dan kalium meninggalkan sel
otak sehingga terjadi edema setempat. Kemudian kalsium akan masuk dan
memicu serangkaian radikal bebas sehingga terjadi perusakan membran sel lalu
mengkerut dan tubuh mengalami defisit neurologis lalu mati (Esther, 2010).
Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena trombus atau
emboli, maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak.
Kekurangan oksigen dalam satu menit dapat menunjukkan gejala yang dapat pulih
seperti kehilangan kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang
9

lebih lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron area yang


mengalami nekrosis disebut infark (Batticaca, 2008).
Stroke non hemoragik disebabkan oleh trombosis akibat plak
aterosklerosis yang memberi vaskularisasi pada otak atau oleh emboli dari
pembuluh darah diluar otak yang tersangkut di arteri otak yang secara perlahan
akan memperbesar ukuran plak sehingga terbentuk trombus (Sudoyo, 2007).
10

Gambar 2.1 Patofisiologi dan Masalah Keperawatan Stroke (Muttaqin, 2008)

2.1.4 Manifestasi Klinis


Gejala stroke yang timbul akibat gangguan peredaran darah diotak
bergantung pada berat ringannya gangguan pembulu darah dan lokasi tempat
11

gangguan peredaran darah. Tanda dan gejala stroke tergantung pada luas dan
lokasi yang dipengaruhinya. Arteri serebral yang tersumbat oleh trombus atau
embolus dapat memperlihatkan tanda dan gejala sebagai berikut menurut Wahyu
Widagdo et al. (2008):
a. Sindroma arteri serebral media
1) Hemiplegia (flaccid pada luka, lengan dan tungkai pada sisi kontralateral
2) Gangguan sensorik (pada daerah yang sama sebagai hemiplegia)
3) Aphasia (aphasia global jika hemisfere dominan yang dipengaruhi)
4) Homonymous hemianopsia
5) Bingung sampai dengan koma (makin buruk tingkat kesadaran)
6) Ketidak mampuan menggerakkan mata terhadap yang sisi yang paralisis
7) Denial paralisis
8) Kemungkinan pernafasan cheynestokes
9) Sakit kepala
10) Paresis vasomotor
b. Sindroma arteri serebral anterior
1) Paralisis dari telapak kaki dan tungkai
2) Gangguan dalam berjalan
3) Paresis kontralateraldari lengan
4) Kontralateral grasp reflek dan sucking reflek
5) Hilang fungsi sensorik secara berlebihan pada ibu jari kaki, telapak kaki
dan tungkai.
6) Abulia (ketidakmampuan melakukan kegiatan, pergerakan yang terkontrol
atau membuat keputusan)
7) Gangguan mental
8) Serebral paraplegia (bila keduanya dipengaruhi) sering dikombinasi
dengan ataksia dan akinetik mutism
9) Inkontinen urin (biasanya berlangsung beberapa minggu)

c. Sindroma arteri serebral posterior


Daerah perifer:
1) Homonymous hemianopsia
2) Beberapa kelainan penglihatan seperti : buta warna, kurang dalam persepsi
, kegagalan melihat objek pada lokasi yang tidak sentral, halusinasi
penglihatan
3) Berkurangnya daya ingat
4) Berkeringat
Daerah pusat:
1) Jika talamus yang dipengaruhi , akan ada sensorik yang hilang dari seluruh
modalitas, nyeri spontan, intensional tremor dan hemiparesis ringan
2) Jika serebral penduncle yang dipengaruhi akan ada sindromaweber’s
(kelumpuhan saraf okulomotorik dengan kontralateral hemiplegia)
12

3) Jika batang otak dipengaruhi akan mempengaruhi conjungate gaze,


nistagmus dan ketidak normalan pupil dengan gejala-gejala yang lain
berupa tremor postural, ataksia
d. Sindroma arteri karotis internal
1) Berulangnya serangan kebutaan atau penglihatan kabur pada ipsilateral
mata
2) Parastesia dan kelemahan lengan kontrarateral wajah dan tungkai.
3) Hemiplegia dengan hilangnya sensorik secara komplit dan hemianopsia
4) Kemungkinan atropi saraf optik pada mata ipsilateral
5) Disfasia intermittent
e. Sindroma arteri serebral inferior posterior
1) Disfagia dan disarthria
2) Hilangnya rasa nyeri dan temperatur pada bagian sisi ipsilateral dari wajah
3) Hilangnya rasa nyeri dan temperatur pada sisi tubuh dan tungkai
4) Nistagmus horizontal
5) Sindroma horner’s ipsilateral
6) Tanda-tanda serebellar (ataksia dan vertigo)

f. Sindroma arteri serebral inferior anterior


Sisi ipsilateral
1) Tuli dan tinnitus
2) Paralisis wajah
3) Hilangnya sensasi pada wajah
4) Syndrome horners’s
5) Tanda-tanda sereberal (ataksia dan nistagmus)
Sisi kontra lateral
1) Gangguan sensasi nyeri dan temperatur pada tubuh dan tungkai
2) Nistagmus horizontal (Badrul Munir, 2015).
Menurut Smeltzer (2001) dalam Ariani (2012) manifestasi klinis stroke
adalah sebagai berikut:
a. Defisit lapang penglihatan
1) Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan)
Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan, penglihatan
mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak.
2) Kehilangan penglihatan perifer
Kesulitan melihat pada malam hari, tidak menyadari objek atau batas objek
3) Diplopia
Penglihatan ganda.
b. Defisit motorik
1) Hemiparesis
13

Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama. Paralis wajah
(karena lesi pada hemisfer yang berlawanan).
2) Ataksia
Berjalan tidak mantap, tegak. Tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar
berdiri yang luas.
3) Disartria
Kesulitan dalam membentuk kata.
4) Disfagia
Kesulitan dalam menelan.

c. Defisit verbal
1) Afasia ekspresif
Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami, mungkin mampu bicara
dalam respons kata tunggal.
2) Afasia reseptif
Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mampu berbicara tetapi
tidak masuk akal.
3) Alasia global
Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif.
d. Defisit kognitif
Penderita stroke akan kehilangan memori jangka pendek dan panjang,
penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi, alasan
abstrak buruk, dan perubahan penilaian.
e. Defisit emosional
Penderita akan mengalami kehilangan kontrol diri, labilitas emosiona,
penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres, depresi, menarik diri,
rasa takut, bermusuhan dan marah, serta perasaan isolasi.

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Harsono (1996) dalam Ariani (2012) pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan pada penderita stroke adalah sebagai berikut:
a. CT scan bagian kepala.
14

Pada stroke non-hemoragi terlihat adanya infark, sedangkan pada stroke


hemoragi terlihat perdarahan.
b. Pemeriksaan lumbal pungsi.
Pada pemeriksaan lumbal pungsi untuk pemeriksaan diagnostik diperiksa
kimia sitologi, mikrobiologi, dan virologi. Di samping itu, dilihat pula tetesan
cairan serebropinal saat keluar baik kecepatannya, kejernihannya, warna, dan
tekanan yang menggambarkan proses terjadi di intraspinal. Pada stroke non-
hemoragi akan ditemukan tekanan normal dari cairan cerebrospinal jernih.
Pemeriksaan pungsi sisternal dilakukan bila tidak mungkin dilakukan pungsi
lumbal. Prosedur ini dilakukan dengan supervisi neurolog yang telah
berpengalaman.
c. Elektrokardiografi (EKG).
Untuk mengetahui keadaan jantung dimana jantung berperan dalam suplai
darah ke otak.
d. Elektro Encephalo Grafi.
Elektro Encephalo Grafi mengidentifikasi masalah berdasarkan gelombang
otak, menunjukkan area lokasi secara spesifik.
e. Pemeriksaan darah.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan darah, kekentalan
darah, jumlah sel darah, penggumpalan trombosit yang abnormal, dan
mekanisme pembekuan darah.
f. Angiografi serebral.
Pada serebral angiografi membantu secara spesifik penyebab stroke seperti
perdarahan atau obstruksi arteri, memperlihatkan secara tepat letak oklusi atau
ruptur.
g. Magnetik Reasonansi Imagine (MRI)
Menunjukkan darah yang mengalami infark, hemoragi, malformasi. Arterior
Vena (MAV). Pemeriksaan ini lebih canggih dibanding Ctscan.
h. Ultrasonografi Dopler
Ultrasonografi Dopler dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyakit MAV
(Harsono, 1996). Menurut Wibowo (1991), pemeriksaan sinar X kepala dapat
menunjukkan perubahan pada glandula pineal pada sisi yang berlawanan dari
massa yang meluas, klasifikasi karotis internal yang dapat dilihat pada
trombosis serebral, klasifikasi parsial pada dinding aneurisme pada
perdarahan subaraknoid.

2.1.6 Penatalaksanaan
a. Farmakologis
15

1) Terapi antikoagulan. Kontraindikasi terapi antikoagulan pada klien dengan


riwayat ulkus, uremia dan kegagalan hepar. Sodium heparin diberikan secara
subkutan atau melalui IV drip.
2) Phenytonin (Dilantin) dapat digunakan untuk mencegah kejang.
3) Enteris-coated, misalnya aspirin dapat digunakan untuk lebih dulu untuk
menghancurkan trombotik dan emboli.
4) Epsilon-aminocaproicacid (Amicar) dapat digunakan untuk stabilkan bekuan
di atas aneurisma yang ruptur.
5) Caciumchannelblocker (nimodipine) dapat diberikan untuk mengatasi
vasospasme pembuluh darah.
b. Program Rehabilitasi Pasien Stroke
a. Tahap I
Penatalaksanaan klien stroke di Intensive Unit Stroke, kemudian bagian saraf.
a) Pengobatan multipel
b) Terapi olahraga
c) Masase
d) Pengobatan berbagai posisi
e) Klien di tempat tidur
f) Psikoterapi lingkungan
b. Tahap II
Penatalaksanaan klien stroke di bagian rehabilitasi.
a) Terapi olahraga
b) Terapi fisik
c) Elektrostimulasi
d) Magnitoterapi
e) Terapi kerja: latihan aktivitas sehari-hari (ADL) fungsi dan kemampuan
kerja
f) Metode khusus: kombinasi spiritual dan blok novocain
g) Terapi wicara dan bahasa.
c. Pembedahan
1) Karotidendarterektomi untuk mengangkat plaqueatherosclerosis.
2) Superior temporal arteri middle serebral arteri anastomosis dengan melalui
daerah yang tersumbat dan menetapkan kembali aliran darah pada daerah
yang dipengaruhi.
d. Pencegahan Stroke
1) Hindari merokok, kopi, dan alkohol.
2) Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal (cegah
kegemukan).
3) Batasi intake garam bagi penderita hipertensi.
4) Batasi makanan berkolesterol dan lemak (daging, durian, alpukat, keju, dan
lainnya).
5) Pertahankan diet dengan gizi seimbang (banyak makan buah dan sayuran).
6) Olahraga yang teratur.
e. Penanganan dan Perawatan Stroke di Rumah
16

1) Berobat secara teratur ke dokter.


2) Jangan menghentikan atau mengubah dan menambah dosis obat tanpa
petunjuk dokter.
3) Minta bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk memulihkan kondisi
tubuh yang lemah atau lumpuh.
4) Perbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah.
5) Bantu kebutuhan klien.
6) Motivasi klien agar tetap bersemangat dalam latihan fisik.
7) Periksa tekanan darah secara teratur.
8) Segera bawa klien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan gejala
stroke.
Menurut Harsono (1996), kematian dan deteriosasi neurologis minggu
pertama stroke iskemia terjadi karena adanya edema otak. Edema otak timbul
dalam beberapa jam setelah stroke iskemik dan mencapai puncaknya 24-96 jam.
Edema otak mula-mula cytofosic karena terjadi gangguan pada metabolisme
seluler kemudian terdapat edema vasogenik karena rusaknya sawar darah otak
setempat. Untuk menurunkan edema otak, dilakukan hal-hal berikut.
a. Naikkan posisi kepala dan badan bagian atas setinggi 20-300.
b. Hindarkan pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan
hipotonik,
c. Pemberian osmoterapi seperti berikut.
1) Bolus marital 1 gr/kgBB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan
dosis 0,25 gr/kgBB setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam. Target
osmolaritas 300-320 mmol/liter.
2) Gliserol 50% oral 0,25-1 gr/KgBB setiap 4 atau 6 jam atau gliserol 10%
ml/kgBB dalam 3-4 jam (untuk edema serebri ringan, sedang).
3) Furosemide 1 mg/kgBB intravena.
d. Intubasi dan hiperventilasi terkontrol dengan oksigen hiperbarik sampai
PCO2=29-35 mmHg.
e. Tindakan bedah dikompresif perlu dikerjakan apabila terdapat supratentoral 8,
dengan pergeseran linea mediarea atau serebral infark disertai efek rasa.
f. Steroid dianggap kurang menguntungkan untuk terapi udara serebral karena di
samping menyebabkan hiperglikemia juga naiknya risiko infeksi.

2.1.7 Prognosis
Secara umum 80% pasien dengan stroke hidup selama satu bulan dengan
10 year survival rate sekitar 35%. Setengah hingga sepertiga pasien yang mampu
17

melewati fase akut stroke mampu mendapatkan fungsi yang kembali normal,
hanya 15% membutuhkan perawatan institusional.

2.1.8 Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Satyanegara (1998) dalam Ariani (2012)
adalah sebagai berikut.
a. Komplikasi dini (0-48 jam pertama)
1) Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya
menimbulkan kematian.
2) Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.
b. Komplikasi Jangka Pendek (1-14 hari pertama).
1) Pneumonia: akibat immobilisasi lama.
2) Infark miokard.
3) Emboli paru: cenderung terjadi 7-14 hari pasca-stroke, sering kali pada
saat penderita mulai mobilisasi.
4) Stroke rekuren: dapat terjadi pada setiap saat.

c. Komplikasi jangka panjang.


Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskular lain: penyakit vaskular
perifer.
Menurut Smeltzer (2001) dalam Ariani (2012), komplikasi yang terjadi
pada pasien stroke yaitu sebagai berikut.
a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi.
b. Penurunan darah serebral.
c. Embolisme serebral.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
a. Anamnesis
Anamnesis pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan
pengkajian psikososial (Muttaqin, 2012).
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua, jenis kelamin,
pendidikan, laamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, dan diagnosis medis.
18

2) Keluhan utama
Sering menjadi alas an lien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh
badan atau gangguan fungsi otak lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intracranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum
terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi latergi, tidak responsive,
dan koma.
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obatan anti koagulan, aspirin, vasodilatator, obat-obat
adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering
digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia,
penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol
dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data
dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
5) Riwayat Pengkajian Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderits hipertensi, diabetes mellitus,
atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
6) Pengkajian Psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi,
kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan
klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
19

respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam


keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul dari
klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan
terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri
menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah,
dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan stress, klien biasanya
mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguam proses
berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalampola tata nilai dan kepercayaan,
klien biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang
tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
Oleh karena klien harus menjalani rawat inap, maka apakah keadaan ini
memberi dampak pada status ekonomi klien karena biaya perawata dan
oengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Stroke memang suatu
penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan, dan
perawatan dapat memengaruhi keuangan keluarga sehingga faktor biasa ini
dapat memengaruhi stabilitas emosi serta pikiran klien dan keluarga. Perawat
juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak
gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif
keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah keterbatasan yang
diakibatkan oleh deficit neurologis dalam hubungannya dengan peran social
klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan
neurologis di dalam sistem dukungan individu.
b. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara persistem. (B1-B6)
dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan
dihubungkan denga keluhan-keluhan dari klien (Muttaqin, 2012).
1) Keadaan umum
20

Umumnaya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan


bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada tanda – tanda
vital tekanan darah meningkat, dan denyut nadi bervariasi.
2) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil premitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.

3) B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya
terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200
mmHg).
4) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang
rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pda system
lainnya.
5) Pengkajian Tingkat Kesadaran.
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat
keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah indicator paling
sensitive untuk disfungsi system persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk
membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
21

Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma,
maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan
bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
6) Pengkajian Fungsi Serebral.
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa,
lobus frontal, dan hemisfer.

2.2.2 Diagnosis Keperawatan


a. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular,
penurunan kekuatan/ kontrol otot, penurunan daya tahan.
b. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kelemahan sistem
musculoskeletal.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuscular,
kelemahan status mobilitas.
d. Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuscular penurunan
reflek muntah, paralisis wajah gangguan perceptual.
e. Gangguan eliminasi alvi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen.
f. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine.
2.2.3 Diagnosis, Hasil, dan Intervensi keperawatan
DIAGNOSIS KEPERAWATAN HASIL YANG DICAPAI INTERVENSI
NANDA (NOC) (NIC)
Hambatan mobilitas fisik Konsekuensi imobilitas: fisiologis Pemberian posisi:
a. Mempertahankan atau meningkatkan Independen
Definisi: kekuatan dan fungsi bagian tubuh a. Kaji kemampuan fungsi dan luas hambatan pada saat
Keterbatasan dalam gerakan fisik yang terganggu atau yang pertama kali dan secara teratur. Klasifikasi sesuai
atau satu atau lebih ekstremitas terpengaruh. dengan skala 0-4. Ubah posisi minimal setiap 2 jam
secara mandiri dan terarah. b. Mempertahankan posisi fungsi yang (terlentang, miring) dan kemungkinan lebih sering
optimal sebagaimana dibuktikan jika klien diposisikan miring kesisi bagian tubuh
Batasan karakteristik: dengan tidak terjadi kontraktur dan yang terganggu.
Objektif footdrop. b. Posisikan tengkurap satua atau dua kali sehari jika
a. Penurunan waktu reaksi c. Mendemonstrasikan teknik dan klien dapat menoleransinya.
b. Kesulitan membolak-balik perilaku yang memampukan c. Sangga ekstremitas dalam posisi fungsional, gunakan
posisi tubuh pelaksanaan kembali aktivitas. papan kaki selama periode paralisis flaksit.
c. Perubahan cara berjalan d. Mempertahankan integritasi kulit Pertahankan posisi kepala netral.
d. Keterbatasan kemampuan d. Gunakan mitela lengan ketiaka klien berada dalam
untuk melakukan keterampilan posisi duduk tegap, sesuai indikasi.
motorik halus e. Evaluasi pengguanaan dan perlunya bantuan posisi
e. Keterbatasan kemampuan dan beban selama paralisis spatik:
untuk melakukan keterampilan 1) Letakkan bantal dibawah aksila untuk
motorik kasar mengapduksi lengan.
f. Keterbatasan rentang 2) Elavasikan lengan dan tangan.
pergerakan sendi 3) Letakkan gulungan tangan yang keras dalam
g. Melambatnya pergerakan telapak tangan dengan jari dan ibu jari
h. Gerakan tidak teratur atau tidak berhadapan.
terkoordinasi 4) Letakkan lutut dan pinggul dalam posisi ekstensi.
5) Pertahankan tungakai dalam posisi netral dengan

22
23

Faktor yang berhubungan: trokanter roll.


a. Kerusakan neuromuskular, 6) Hentikan pengguanaan papan kaki, jika tepat.
penurunan kekuatan/kontrol f. Observasi warna, edema, atau tanda lain dari
otot, penurunan daya tahan perburukan sirkulasi pada sisi yang terganggu.
b. Kerusakan atau gangguan g. Inspeksi kulit secara teratur, terutama diatas tonjolan
sensori persepsi atau kognitif tulang, secara berlahan masaase setiap area
kemerahan dan beri bantuan seperti bantalan kulit
kambing, sesuai kebutuhan.
Kolaboratif
Sediakan kasur seperti tempat tidur air, alat apung, atau
tempat tidur khusus, seperti kinetik sesuai indikasi

Terapi latihan: kontrol otot


Independen
a. Mulai latihan rentang gerak aktif atau pasif kesemua
ekstemitas (termasuk yang dibebat) saat masuk
kerumasakit. Dorong latihan, seperti latihan
kuadriseps atau gluteal, meremas bola karet, dan
ekstensi jari tangan dan tung klien tungkai bawah
serta kaki.
b. Bantu klien mengembangkan keseimbangan saat
duduk (seperti meninggikan kepala tempat tidur,
bantu untuk duduk ditepi tempat tidur, minta klien
menggunakan lengan yang kuat untuk menopang
berat badan dan tungkai bawah yang kuat untuk
menggerakkan tungkai yang terganggu, tambahkan
waktu duduk dan keseimbangan berdiri pakaikan
sepatu datar untuk berjalan pada klien, topang
24

punggung bawah klien dengan tangan sambil


memposisikan lutut sendiri diluar dari lutut pasien,
dan bantu penggunaan batang pararel dan walker.
c. Dudukkan klien dikursi segera setelah tanda vital
stabil.
d. Bantali alas duduk kursi dengan busa, jel, atau bantal
berisi air dan bantu klien memindahkan berat
badannya secara sering.
e. Tetapkan tujuan dengan klien atau orang dekat untuk
meningkatkan partisipasi dalam aktivitas dalam,
latiahan, perubahan posisi.
f. Dorong klien untuk membantu pergerakan dan
latihan menggunakan ekstremitas yang tidak
terpengaruh untuk menopang dan menggerakkan sisi
yang lemah.
Kolaboratif:
a. Konsultasi dengan ahli terapi fisik mengenai latihan
aktif, resistif dan ambulasi klien.
b. Bantuan dengan stimulasi elektrik_unit stimulator
saraf elektrik transkutaneus (TENS), sesuai indikasi.
c. Beri relaksan otot dan antispasmodik sesuai indikasi,
seperti baklofen, dantrolen.

Hambatan komunikasi verbal Komunikasi: Peningkatan komunikasi: defisit bicara


a. Mengidikasikan pemahaman tentang Independen
Definisi: masalah komunikasi. a. Kaji tipe dan derajat disfungsi, seperti afasia reseptif-
Penurunan, pelambatan, atau b. Menetapkan metode komunikasi klien tampaknya tidak memahami kata-kata atau
ketiadaan kemampuan untuk yang dapat mengekspresikan afasia ekspretif-klien mengalami kesulitan berbicara
25

menerima, memproses, mengiring, kebutuhan. atau membuat paham diri sendiri.


dan atau menggunakan sistem c. Menggunakan sumber dengan tepat. a. Bedakan afasia dari disartria.
simbol. b. Dengarkan kesalahan dalam percakapan dan berikan
umpan balik.
Batasan karakteristik: c. Minta klien mengikuti perintah sederhana, seperti
Objektif “tutup mata anda”, tunjuk kepintu”, ulangi kata-kata
i. Tidak ada kontak mata atau atau kalimat sederhana.
kesulitan dalam kehadiran d. Tunjuk benda-benda dan minta klien menyebutkan
tertentu nama benda tersebut.
j. Kesulitan mengungkapkan e. Minta klien menghasilkan suara sederhana, seperti
pikiran secara verbal (mis., “sh”, “ket”.
afasia, disfasia, apraksia, dan f. Minta klien menuliskan nama dan atau kalimat
disleksia) pendek. Jika tidak mampu menulis, minta klien
k. Kesulitan mengolah kata-kata membaca sebuah kalimat pendek.
atau kalimat (ms., afonia, b. Beri catatan diruang jaga perawat dan kamar klien
dislalia, dan disartria) tentang gangguan bicara. Beri bel panggilan khusus
l. Ketidakmampuan atau jika perlu.
kesulitan dalam menggunakan c. Beri metode komunikasi alternatif, seperti menulis
ekspresi tubuh atau wajah atau merasakan papan dan gambar. Beri isarat visual-
m. Kesulitan dalam berbicara atau gestur, gambar-daftar “kebutuhan”, dan demonstrasi.
mengungkapkan dengan kata- d. Antisipasi dan berikan kebutuhan klien.
kata e. Bicara secara langsung dengan klien, bicara secara
n. Disorientasi berlahan dan jelas. Gunakan pertanyaan tertutup
o. Tidak dapat berbicara dengan jawaban YA atau TIDAK di awal, berlanjut
p. Bicara pelo kepertanyaan kompleks sesuai dengan respon klien.
f. Bicara dengan volume normal dan hindari berbicara
Faktor yang berhubungan: terlalu cepat. Beri waktu yang cukup untuk klien
a. Kelemahan sistem musculos berespon. Bicara tanpa memberi tekanan untuk
26

skeletal mendapat respon.


b. Penurunan sirkulasi keotak, g. Dorong orang dekat dengan yang menjenguk klien
perubahan sistem saraf pusat untuk tetap berupaya berkomunikasi dengan klien,
(SSP) seperti membaca surat dan mendiskusikan apa saja
yang terjadi dalam keluarga bahkan jika klien tidak
mampu berespon dengan tepat.
h. Diskusikan topik yang familier-pekerjaan, keluarga,
hobi, dan peristiwa terbaru.
i. Hargai kemampuan klien sebelum cedera; hindari
berbicara merendahkan klien atau membuat
komentar yang menunjukkan superioritas.
Kolaboratif
Konsultasi atau rujuk klien keahli terapi bicara

Defisit perawatan diri (mandi Perawatan diri: status Bantuan perawatan diri:
berpakaian , makan, eliminasi) a. Mendemonstrasikan perubahan Independen
teknik dan gaya hidup untuk a. Kaji kemampuan dan tingkat defisit (skala 0 sampai
Definisi: memenuhi kebutuhan perawatan diri. 4) untuk melaksanakan tugas sek mencapai tugas
Hambatan kemampuan untuk b. Melaksanakan aktivitas perawatan sehari-hari
melakukan atau menyelesaikan diri dalam tingkat kemampuan b. Hindari melakukan hal-hal untuk klien yang dapat
aktifitas mandi, berpakaian, makan, sendiri. klien lakukan sendiri, beri bantuan sesuai kebutuhan
eliminasi mandiri. c. Mengidentifikasi sumber personal c. Waspadai perilaku impulsif atau tindakan yang
dan komunitas yang dapat menunjukkan gangguan penilaian
Batasan karakteristik: memberikan bantuan sesuai d. Pertahankan sikap suportif yang tegas. Beri waktu
q. Ketidakmampuan untuk mandi kebutuhan. yang cukup kepada klien untuk mencapai tugas
r. Hambatan kemampuan untuk e. Beri umpan balik positif untuk upaya dan
berpakaian pencapaian.
s. Ketidakmampuan untuk f. Buat rencana untuk defisit visual yang ada seperti
27

berpakaian berikut:
t. Ketidakmampuan untuk makan 1) Letakkan makanan dan perlengkapan makan pada
u. Ketidakmampuan untuk nampan di sisi tubuh klien yang tidak terganggu.
melakukan higiene eliminasi 2) Atur tempat tidur sehingga sisi tubuh klien yang
v. Ketidakmampuan untuk tidak terganggu menghadap ruangan dengan sisi
melakukan eliminasi di toilet tubuh klien yang terganggu pada dinding.
3) Posisikan furnitur menempel pada dinding, diluar
Faktor yang berhubungan: dari alur lalu-lalang.
a. Kerusakan neuromuskular, g. Beri alat swabantu, seperti kancing atau kaitan
kelemahan, status mobilitas racleting, kombinasi pisau-garpu, sikat berganggang
b. Kerusakan persepsi atau panjang, alat penyambung/ekstensi untuk mengambil
kognitif barang-barang dari lantai, peninggi toilet, tas tungkai
c. Nyeri ketidak nyamanan untuk kateter, dan kursi sower. Bantu dan dorong
pakaian yang baik dan kebiasaan berias.
h. Dorong orang dekat untuk membiarkan klien
melakukan tindakan sebanyak mungkin untuk
dirinya sendiri.
i. Kaji kemampuan klien untuk mengkomunikasikan
kebutuhan untuk berkemih dan kemampuan
menggunakan pispot berkemih atau pispot
berdefekasi. Bawa klien ke kamar mandi dengan
sering dan jadwalkan interval untuk berkemih jika
tepat.
j. Indentifikasi kebiasaan usus sebelumnya dan tetap
kembali regimen yang normal. Tingkatkan serap
dalam diet. Dorong asupan cairan dan tingkatkan
aktivitas.
Kolaboratif
28

a. Beri supositoria dan pelunak feses


b. Konsultasi dengan tim rehabilitasi, seperti ahli terapi
fisik atau okupasi.

Gangguan menelan Status menelan: Terapi Menelan:


a. Mendemonstrasikan metode Independen
Definisi: pemberian makan yang tepat bagi a. Tinjau patologi dan kemampuan menelan, perhatikan
Abnormal fungsi mekanisme situasi individual, dengan mencegah luasnya paralisis, kejelasan bicara, keterlibatan wajah
menelan dengan defisit struktur aspirasi. dan lidah, kemampuan untuk melindungi jalan napas
atau fungsi oral, faring, atau b. Mempertahankan berat badan yang dan episode batuk atau tersedak; keberadaan suara
esofagus. diinginkan napas dan jumlah serta karakter sekresi oral.
Timbang berat badan secara periodik, sesuai indikasi.
Batasan karakteristik: b. Sediakan perlengkapan pengisap disamping tempat
Gangguan fase faring tidur, terutama saat- saat pertama upaya makan.
a. Perubahan posisi kepala c. Jadwalkan aktivitas dan medikasi untuk memberikan
b. Tersedak, batuk, dan muntah minimal 30 menit waktu istirahat sebelum makan.
c. Penundaan menelan d. Beri lingkungan yang menyenangkan yang terbebas
d. Penolakan makanan dari distraksi, seperti TV.
e. Suara serak e. Bantu klien dengan kontrol kepala atau penopang
f. Menelan berulang-ulang kepala, dan posisikan berdasarkan disfungsi spesifik.
g. Refluks hidung f. Letakkan klien dengan posisi duduk tegak selama
h. Demam yang tidak jelas dan setelah makan, dengan tepat.
penyebabnya g. Beri perawatan oral berdasarkan kebutuhan
Gangguan fase esofagus individual sebelum makan.
a. Napas berbau asam h. Bumbui makanan dengan herba, cabe, dan jus lemon
b. Gemeretak sesuai dengan pilihan klien, dalam batasan diet.
c. Penolakan makanan atau i. Sajikan pada suhu biasa dan air selalu dingin.
membatasi volume j. Stimulasi bibir untuk menutu atau secra manual buka
29

d. Nyeri epigastrik atau nyeri ulu mulut dengan memberi sedikit tekanan pada bibir
hati atau bawah dagu jika diperlukan.
e. Hematemesis k. Letakkan makanan dengan konsistensi tepat disisi
f. Hiperekstensi mulut yang tidak terganggu.
g. Bangun atau batuk di malam l. Sentuh bagian pipi dengan spatel lidah atau
hari tempelkan es pada lidah yang lemah.
h. Muntah m. Beri makanan secara perlahan, beri waktu selama30
i. Tampak mengalami kesulitan sampai 45 menit untuk makan.
dalam menelan n. Tawarkan makanan padat pada waktu berbeda.
Gangguan fase mulut o. Batasi atau hindarai penggunaan sedotan umum
1. Batuk, tersedak, dan muntah meminum cairan.
sebelum menelan p. Dorong orang dekat untuk membawa makanan
2. Makanan jatuh dari mulut favorit.
3. Ketidakmampuan q. Pertahankan posisi tegak selama 45 sampai 60 menit
membersihkan rongga mulut setelah makan.
4. Penutupan bibir tidak sempurna r. Pertahankan pencatatan asupan makanan dan cairan
5. Kurang mengunyah secara akurat; catat jumlah kalori jika di indikasikan.
6. Kurangnya aktivitas lidah s. Dorong partisipasi dalam program latihan aktivitas.
untuk membentuk bolus Kolaboratif
7. Waktu makan lama dengan a. Tinjau hasil studi radiografik, sepertifluroskopi
konsumsi sedikit vidio
8. Sialorea atau pengeluaran air b. Beri catatan intravena (IV), nutrisi parenteral , atau
liur pemberian makanan melalui siang.
9. Isapan lemah c. Koordinasikan pendekatan multidisiplin untuk
mengembangkan rencana terapi yang memenuhi
Faktor yang berhubungan: kebutuhan individual.
a. Kerusakan neuromuskular
penurunan refleks muntah,
30

paralisis wajah, gangguan


perseptual
b. Keterlibatan saraf kranial

Gangguan eliminasi alvi a. Pembentukan dan pengeluaran feses a. Membentuk dan mempertahankan pola defekasi yang
(konstipasi) b. Kecukupan air di dalam teratur
kompartemen intrasel dan ekstrasel b. Membantu pasien untuk melatih usus untuk defekasi
Definisi: tubuh pada intervensi tertentu
Penurunan frekuensi normal c. Kolaborasikan dengan dokter pemberian obat.
defekasi yang disertai pengeluaran
feses yang sulit atau tidak lampias
atau pengeluaran feses yang sangat
keras dan kering.

Batasan karakteristik:
Subjektif
a. Nyeri abdomen
b. Anoreksia
c. Perasaan penuh atau tekanan
pada rektum
d. Nyeri saat defekasi
Objektif
a. Perubahan pada pola defekasi
b. Penurunan frekuensi
c. Distensi abdomen
d. Feses yang kering, keras, dan
padat
31

e. Mengejan saat defekasi

Faktor yang berhubungan:


a. Kelemahan otot abdomen
b. Kebiasaan defekasi yang tidak
teratur
c. Perubahan lingkungan baru-
baru ini

Gangguan eliminasi urine a. Eliminasi urine tidak terganggu a. Pemasangan kateter


b. Menunjukan eliminasi urine dengan a. Melatih otot levator dan orogenital melalui kontraksi
Definisi: di buktikan dengan kosongnya volunteer
Disfungsi pada eliminasi urine kandung kemih b. Mempertahankan eliminasi urine yang optimum

Batasan karakteristik
Subjektif
a. Disuria
b. Urgensi
Objektif
a. Sering berkemih
b. Mengalami kesulitan di awal
berkemih
c. Inkontinensia
d. Nokturia
e. Retensi

Faktor yang berhubungan:


32

Penyebab yang multiple meliputi


obstruksi anatomis, mis: gangguan
anatomis atau sensorik dan infeksi
saluran kemih
BAB 3
SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan
Stroke didefinisikan sebagai kondisi yang terjadi ketika sebagian sel-sel
otak mengalami kematian akibat gangguan aliran darah karena sumbatan atau
pecahnya pembuluh darah di otak. Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu
kejadian di bawah ini diantaranya trombus, hemoragi dan iskemia (penurunan
aliran darah ke area otak) (Smeltzer & Bare, 2005). Gejala stroke yang timbul
akibat gangguan peredaran darah diotak bergantung pada berat ringannya
gangguan pembulu darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah. Tanda dan
gejala stroke tergantung pada luas dan lokasi yang dipengaruhinya.
Asuhan keperawatan pada pasien stroke meliputi tahap pengkajian,
diagnosis, intervensi, implementasi, dan evaluasi keperawatan. Diagnosis
keperawatan yang muncul pada pasien stroke antara lain yaitu hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular, penurunan kekuatan/ kontrol
otot, penurunan daya tahan, hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan
kelemahan sistem muskuloskeletal, defisit perawatan diri berhubungan dengan
kerusakan neuromuscular, kelemahan status mobilitas, gangguan menelan
berhubungan dengan kerusakan neuromuscular penurunan reflek muntah, paralisis
wajah gangguan perceptual, gangguan eliminasi alvi berhubungan dengan
kelemahan otot abdomen, dan gangguan eliminasi urine berhubungan dengan
retensi urine.

3.2 Saran
Makalah yang kami susun semoga dapat membantu kita untuk lebih
memahami tentang asuhan keperawatan gangguan persarafan pada klien dengan
stroke. Dan sebagai mahasiswa keperawatan yang kedepannya akan melakukan
pelayanan keperawatan, maka kita harus lebih memahami tentang asuhan
keperawatan gangguan persarafan pada klien dengan stroke. Sehingga diharapkan

33
34

kedepannya kita bisa memberikan pelayanan keperawatan pada klien dengan


stroke dengan lebih baik dan lebih bermutu atau berkualitas.
Dalam pembuatan makalah ini kami menyadari bahwa masih terdapat
banyak kesalahan, kekurangan, serta kejanggalan baik dalam penulisan maupun
dalam pengonsepan materi. Untuk itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun agar ke depan lebih baik dan kami berharap kepada semua
pembaca mahasiswa khususnya, untuk lebih ditingkatkan dalam pembuatan
makalah yang akan datang.
35

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, T.A., 2012. Sistem Neurobehavior. Jakarta: Salemba Medika.


Batticaca, F.B., 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Dosen Keperawatan Medikal Bedah Indonesia, 2016. Rencana Asuhan


Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Badrul Munir, S.S., 2015. Neurologi Dasar. Jakarta: Sagung Seto.

Esther, 2010. Patofisiologi Aplikasi Pada Praktek Keperawatan. Jakarta: Buku


Kedokteran EGC.

Indonesia, D.K.M.B., 2016. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.


Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Lumbantobing, S.M., 2004. Stroke Bencana Pedarahan Darah Di Otak. Jakarta:


Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Muttaqin, A., 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Muttaqin, A., 2012. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Nina, 2009. Solusi Sehat Mengatasi Stroke. Jakarta: Agro Media Pustaka.

Smeltzer & Bare, 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal - Bedah. Jakarta: EGC.

Sudoyo, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.

Wahyu Widagdo, S.K.M.K.S.K., Toto Suharyanto, S.K.N. & Ratna Aryani,


S.K.N., 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Trans Info Media.
Wilkinson, J.M., 2016. Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA-I, Intervensi
NIC, Hasil NOC. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai