Anda di halaman 1dari 30

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat dan hidayat-Nya penulisan dan penyusunan makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan gawat darurat pada klien Tn dengan STEMI di Ruang IGD
Rumah Sakit EMC” Tangerang dapat terselesaikan. Makalah ini merupakan salah
satu tugas mata ajar keperawatan gadar program profesi Ners STIKes
PERTAMEDIKA.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada:
1. Kepala ruangan dan perawat di Ruang IGD RS EMC Tangerang yang telah
membimbing kami selama dinas.
2. Seluruh dosen mata ajar keperawatan gadar yang telah membimbing dalam
menyelesaikan makalah ini.
3. Kedua orang tua penulis yang telah memberikan dukungan baik dalam bentuk
materi dan non materi.
4. Teman-teman yang sudah bersedia membantu.
5. Dan semua pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang
telah banyak membantu dalam pembuatan makalah ini.

Makalah ini penulis harapkan dapat menambah pengetahuan tentang bagaimana


Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada klien dengan STEMI. Penulis
menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan di banyak
bagian, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik supaya penulis dapat
memperbaikinya.

Jakarta, 12 November 2019

Tim Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB IPENDAHULUAN .........................................................................................1

A. Latar Belakang ..........................................................................................1

B. Rumusan Masalah .....................................................................................3

C. Tujuan ........................................................................................................3

D. Manfaat ......................................................................................................4

BAB IITINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................5

A. Definisi ........................................................................................................

B. Etiologi ........................................................................................................

C. Klasifikasi....................................................................................................

D. Woc Cedera Kepala.....................................................................................

E. Manifestasi Klinik .......................................................................................

F. Pemeriksaan Penunjang ...............................................................................

G. Penatalaksanaan ..........................................................................................

BAB III PEMBAHASAN ......................................................................................68

A. Tinjauan Lokasi Praktik ..........................................................................68

B. Tinjauan Kasus ........................................................................................70

BAB IVPENUTUP ................................................................................................73

A. Kesimpulan ..............................................................................................73

B. Saran ........................................................................................................73

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................74


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
STEMI adalah fase akut dari nyeri dada yang ditampilkan, terjadi peningkatan baik frekuensi,
lama nyeri dada dan tidak dapat di atasi dengan pemberian nitrat, yang dapat terjadi saat
istirahat maupun sewaktu-waktu yang disertai Infark Miokard Akut dengan ST elevasi
(STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak
stabil (Pusponegoro,2015). MenurutAmerican Heart Association (AHA) infark miokard tetap
menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan di seluruh dunia, Setiap tahun
diperkirakan785ribu orang Amerika Serikat mengalami infark miokarddan sekitar470 ribu
orang akan mengalami kekambuhanberulang, setiap 25 detik diperkirakan terdapat 1 orang
Amerika yang matidikarenakan Infark Miokard (AHA,2012).

Di Indonesia menurut Kemenkes (2013) prevalensi jantung koroner berdasarkan wawancara


terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 %, dan berdasarkan terdiagnosis dokter atau
gejala sebesar 1,5 persen. Prevalensi jantung koroner berdasarkan terdiagnosis dokter
tertinggi Sulawesi Tengah (0,8%) diikuti Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Aceh masing-masing
0,7 persen. Sementara prevalensi jantung koroner menurut diagnosis atau gejala tertinggi di
Nusa Tenggara Timur (4,4%), diikuti Sulawesi Tengah(3,8%), Sulawesi Selatan (2,9%), dan
Sulawesi Barat (2,6%). Prevalensipenyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan wawancara
yang didiagnosis dokter atau gejala, meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi
pada kelompok umur 65 -74 tahun yaitu 2,0 %dan 3,6 %menurunsedikit pada kelompok
umur ≥ 75 tahun. Prevalensi penyakit jantung koroneryang didiagnosis dokter maupun
berdasarkan diagnosis dokter atau gejala lebih tinggi pada perempuan (0,5% dan 1,5%).

Kota Tangerang yang melaporkan kasus tertinggi penyakit tidak menular pada tahun 2012
adalah kelompok penyakit jantung dan pembuluh darah. Penyakit jantung dan pembuluh
darah adalah penyakit yang mengganggu jantung dan sistem pembuluh darah seperti penyakit
jantung koroner (angina pektoris, akut miokard infark), dekompensasio kordis, hipertensi,
stroke, penyakit jantung, rematik, dan lain-lain. Dari total 1.212.167 kasus yang dilaporkan
sebesar 66,51% (806.208 kasus) adalah penyakit jantung dan pembuluh darah. Mengalami
penurunan dibandingkan tahun 2011, yaitu sebesar 62, 43% (880.193 kasus) dari total
1.409.857 kasus yang dilaporkan (Dinkes,2012).

STEMI dapat menimbulkan nyeri dada hebat yang tidak dapat hilang dengan istirahat,
berpindah posisi, ataupun pemberian nitrat; kulit mungkin pucat, berkeringat dan dingin saat
disentuh; pada gejala awal tekanan darah dan nadi dapat naik, tetapi juga dapat berubah
menjadi turun drastis akibat dari penurunan curah jantung, jika keadaan semakin burukhal ini
dapat mengakibatkan perfusi ginjal dan pengeluaran urin menurun. Jika keadaan ini bertahan
beberapa jam sampai beberapa hari, dapat menunjukkan disfungsi ventrikel kiri. Pasien juga
terkadang ada yang mengalami mual muntah dan demam(Lewis, 2011).

Adapun komplikasi penyakit STEMI menurut Black & Hawks (2014)yaitu disritmia yang
meliputi supraventrikal takikardia (SVT), disosiasi atrium dan ventrikel (blok jantung),
takikardi ventrikel, fibrilasi ventrikel, bradikardi simtomatik; syok kardiogenik; gagal jantung
dan edema paru; emboli paru; infark miokardium berulang; komplikasi yang disebabkan oleh
nekrosis miokardium; perikarditis dan sindrom dressler (perikarditis akhir). Gangguan
kebutuhan dasar pada pasien STEMI akan menimbulkan masalah keperawatan, seperti
gangguan kebutuhan aktivitas dan juga sesak napas yang diakibatkan penurunan curah
jantung, serta gangguan kenyamanan pasien. Sehingga perlu dilakukan penatalaknasanaan
pasien yang lebih baik seperti terapi modalitas mencakup medikasi, penatalaksanaan cairan,
perubahan diet, modifikasi gaya hidup dan pemantauan tindak lanjut yang intensif.
Pendidikan pasien dan kepatuhan merupakan aspek penting untuk hasil yang lebih baik
(Marreli, 2007).

Peran perawat terhadap pasien dengan STEMI yaitu meliputi peran preventif, promotif,
kuratif, dan rehabilitatif sangat diperlukan. Terutama peran promotif melalui edukasi dapat
merubah klien dalam mengubah gaya hidup dan mengontrol kebiasaan pribadi untuk
menghindari faktor risiko. Dengan edukasi semakin banyak klien yang mengerti bagaimana
harus mengubah perilaku sehingga mereka mampu melakukan pengobatan dan perawatan
mandirinya. Perawatan yang baik hanya dapat tercapai apabila ada kerjasama antara perawat
dan klien untuk mengatasi masalah tersebut (Perry & Potter, 2009).
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik melakukan penelitian tentang Asuhan
Keperawatan pada Pasien Stemi karena di Rumah Sakit EMC Tangerang bulan Agustus 2019
didapatkan data ada 7 kejadian dengan Stemi dan bulan September 2019 didapatkan data ada
4 kejadian dengan Stemi, dan bulan Oktober didapatkan data ada 5 kejadian dengan Stemi di
IGD RS EMC Tangerang

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah
“Bagaimanakah asuhan keperawatan yang diberikan kepada Tn. dengan STEMI di RS EMC
di ruang IGD?

C. Tujuan Studi Kasus


1. Tujuan umum
Mengetahui Asuhan keperawatan dengan STEMI pada Tn di ruang IGD di Rumah
Sakit EMC.

2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi data pengkajian asuhan keperawatan pada pasien Stemi
b. Mengidentifikasi analisis data dan diagnose keperawatan pada pasien Stemi
c. Mengidentifikasi rencana keperawatan pada pasien Stemi
d. Mengidentifikasi aplikasi tindakan keperawatan pada pasien Stemi
e. Mengidentifikasi pelaksanakan evaluasi keperawatan pada pasien Stemi

D. Manfaat Studi Kasus


1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan atau mengembangkan ilmu
keperawatan medikal bedah khususnya asuhan keperawatan pada pasien Stemi.
b. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber data bagi peneliti berikutnya
khususnya yang terkait dengan asuhan keperawatan pada Stemi.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi perawat diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan
asuhan keperawatan pada pasien Stemi.
b. Bagi management diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bagan bagi kepala
ruangan dalam melakukan monitoring tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada
pasien Stemi.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi Fisiologi
1. Arteri Koroner
Fungsi dari sistem arteri koroner adalah memberikan aliran darah yang kaya oksigen dan
nutrisi kepada miokardium (http://repository.usu.ac.id, 2010). Arteri koroner terletak di aorta
tepatnya di sinus valsava yang kemudian bercabang menjadi 2 bagian yaitu Left Main
Coronary Artery (LMCA) dan Right Coronory Artery (RCA).Left Main Coronary Artery
kemudian terbagi menjadi dua yaitu Left anterior Desendens (LAD) dan Left Circumflex
(LCx). Arteri ini melingkari jantung dalam dua lekuk anatomis eksterna yaitu sulkus
atrioventriokular yang melingkari jantung diantara atrium dan ventrikel, yang kedua sulkus
interventrikuler yang memisahkan kedua ventrikel. Pertemuan kedua lekuk ini dinamakan
kruks jantung dan merupakan salah satu bagian terpenting dari jantung. LAD memperdarahi
bagian depan kiri dan turun ke bagian bawah permukaan jantung melalui sulkus
interventrikuler sebelah depan, kemudian melintasi apex jantung, berbalik arah dan terus
mengarah ke atas sepanjang permukaan bawah dari sulkus interventrikuler. Daerah yang
diperdarahinya adalah ventrikuler kiri dan kanan dan bagian interventrikuler septum. LCx
akan berjalan ke sisi kiri jantung di sulkus atrioventrikuler kiri yang akan memperdarahi
atrium kiri dan dinding samping serta bawah ventrikel kiri, 45% memperdarahi SA Node dan
10% memperdarahi AV Node. RCA akan memperdarahi jantung bagian kanan (atrium kanan,
ventrikel kanan, dan dinding sebelah dalam ventrikel kiri). RCA memperdarahi SA Node
sebanyak 55% dan AV Node 90%.

Hanya terdapat sedikit anastomosis di antara arteri coronaria utama, karena itu jika terjadi
sumbatan pada arteri coronaria atau salah satu cabangnya akan menghilangkan aliran darah
pada bagian otot jantung yang akan mendapatkan suplai dari pembuluh darah tersebut. Hasil
metabolisme tersebut akan ditampung oleh venula kemudian dialirkan ke vena-vena (vena
jantung seperti vena Tebessian, vena Cardiaca Anterior), lalu ke pembuluh darah yang lebih
besar (sinus koronarius) yang akan mengalirkan darah ke atrium kanan melalui ostium sinus
koronarius yang bermuara di atrium kanan (Muttaqin, 2009).
2. Struktur Pembuluh Darah
Pembuluh darah terdiri dari 3 lapisan, lapisan yang paling dalam disebut tunika intima.
Tunika intima terdiri dari 2 lapisan, lapisan yang lebih dalam adalah lapisan endotel dan
lapisan yang lebih luar adalah lapisan sub endotel. Lapisan endotel terdiri dari sel endothelia
yang ada pada lamina basalis. Sedangkan lapisan sub endotel terdiri dari kolagen, sel otot
polos dan fibroblast sel. Lapisan yang lebih luar dari tunika intima adalah tunika media.

Tunika media terdiri dari sel-sel otot polos yang berpilin, dan tersusun konsentris, serta
elastin dan lamela juga reticular dan prostaglandin yang tersebar diantaranya. Khusus pada
venula sebelum kapiler dan kapiler itu sendiri, tunika media pada pembuluh darah tersebut
tersusun dari sel yang disebut perisit. Lapisan yang paling luar adalah tunika adventitia.

Tunika adventitia terdiri dari kolagen dan elasttin. Berbeda dari kolagen pada tunika media
yang merupakan kolagen type III, kolagen pada tunika adventitia merupakan kolagen tipe
I.Tunika adventitia kemudian akan bersatu dengan jaringan ikat yang membungkus organ
yang dilalui oleh pembuluh darah tersebut.

Pada arteri, terdapat lamina elastika interna diantara tunika intima dan media. Lamina elastika
interna tersusun dari elastin yang berfenestra (berjendela) sehingga memungkinkan senyawa-
senyawa untuk berdifusi dan memberi makan sel yang letaknya lebih dalam pada pembuluh
darah. Pada arteri yang lebih besar, selain terdapat lamina elastika interna juga terdapat
lamina elastika eksterna diantara tunika media dan tunika adventitia. Lamina elastika eksterna
lebih tipis bila dibandingkan dengan lamina elastika interna.
Pada pembuluh darah yang besar terdapat struktur yang dinamakan vasa vasorum (pembuluh
dari pembuluh). Vasa vasorum ini banyak terdapat pada tunika adventitia dan tunika media
bagian luar karena lapisan pada kedua bagian tersebut lebih tebal sehingga difusi saja tidak
cukup untuk menyalurkan metabolik dan nutrisi ke dalamnya. Vasa vasorum lebih banyak
ditemukan pada vena dibandingkan pada arteri. Hal ini terkait dengan kurangnya oksigen dan
nutrisi pada darah yang mengalir dalam pembuluh darah vena.

B. Definisi
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen
akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh
banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST
elevasi pada pemeriksaan EKG.

STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga
aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-
oksigen dan mati.

C. Etiologi
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular,
dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
1. Penyempitan arteri koroner nonsklerolik
2. Penyempitan aterorosklerotik
3. Trombus
4. Plak aterosklerotik
5. Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak
6. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
7. Penurunan darah koroner melalui yang menyempit
8. Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
9. Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.

D. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi
thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat
tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena
berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner
terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika
plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik
memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak koroner
cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid
(lipid rich core).

Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai endokardium sampai
epikardium,disebut infark transmural, namun bisa juga hanya mengenai daerah
subendokardial,disebut infark subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,infark
sudah dapat terjadi pada subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah
terjadi infark transmural. Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi
komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit,proses
remodeling miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau
bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi.

E. Tanda dan Gejala


1. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa terbakar, ditindih
benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang berlangsung ≥ 20
menit, tidak berkurang dengan pemberian nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat,
pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan lemas.
2. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
3. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.
4. Bisa atipik:
a. Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
b. Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal jantung bisa tanpa
disertai nyeri dada

F. Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:
1. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial dalambentuk, ukuran, dan
ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses inidisebut remodeling
ventikuler dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam
hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami
dilatasi.Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark al ; slippage serat otot, disrupsi sel
miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik.
Selanjutnya, terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang
didisprosional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang
terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi tersebar pasca infark pada apeks
ventikrel kiri yang yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering
terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi
klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada pasien
dengan fraksi ejeksi < 40 % tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE harus
diberikan.
2. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit
pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat
gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark ) dan sesudahnya. Tanda klinis
yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada
pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
3. Gagal jantung
4. Syok kardiogenik
5. Perluasan IM
6. Emboli sitemik/pilmonal
7. Perikardiatis
8. Ruptur
9. Ventrikrel
10. Otot papilar
11. Kelainan septal ventrikel
12. Disfungsi katup
13. Aneurisma ventrikel
14. Sindroma infark pascamiokardias

G. Pemeriksaan penunjang
1. EKG
Merupakan pemeriksaan penunjang yang penting, normal EKG tidak menyingkirkan
tidak adanya iskemik miokard atau memulangkan pasien, pemeriksaan EKG perlu
dilakukan secara berkala.
a. NSTEMI : depresi ST segmen >0,5 mm pada sandapan yang berdekatan atau inversi
gelombang T >2 mm yang dinamik memberikan kecurigaan adanya suatu sindrom
koroner akur non ST elevasi.
b. STEMI: ST elevasi >1mm pada 2 atau lebih sandapan yang berdekatan pada limb lead
dan atau segment elevasi > 2 mm pada 2 sadapan chest lead, atau gambaran LBBB
baru yang menunjukan adanya suatu sindrom koroner akut dengan elevasi ST/infark
transmural. Gelombang T iskemik biasanya terbalik,dalam dan simetris. Gelombang Q
merupakan tanda kemungkinan terdapat jaringan yang mati.

Penentuan lokasi infark berdasarkan hasil perekaman EKG (Dharma, Surya, 2009) adalah:
1) Anterior : V3, V4
2) Anteroseptal : V1, V2, V3, V4
3) Antero ekstensif : I, AVL, V2sampai V6
4) Anterolateral : I, aVL, V3, V4, V5, V6
5) Inferior : II, III, aVF
6) Lateral : I, aVL, V5, V6
7) Septum : V1, V2
8) Posterior : V7, V8, V9

2. Foto thoraks
Foto thoraks biasanya normal pada pasien dengan angina. Pembesaran jantung atau
peningkatan tekanan vena dapat menandakan adanya infark miokard atau disfungsi
ventrikel kiri, namun temuan ini kadang tidak dapat diandalkan.

3. Enzim jantung
Sel otot jantung yang mati akan mengeluarkan enzim,dan enzim tersebut dapat
membantu dalam menegakkan infark miokard.
a. Creatinin Kinase (CK,CKMB) mulai naik dalam 6 jam, memuncak dalam 12-16 jam,
normal kembali antara 3-4 hari tanpa terjadi nekrosis baru. Enzim CKMB sering
dijadikan indikator MCI sebab hanya terjadi saat kerusakan jaringan miokard. Nilai
referensi CKMB 0-24 u/l. Kuantitatif Troponin T sebagai kriteria diagnostikuntuk
infark miokard akut, baru–baru ini didefinisikan kembali berdasarkan pengukuran
troponin< 0.03= negative. 0.03 – 0,1 = low. 0,1 – 2 = MCI. > 2 = massive MCI.
b. LDH: Dapat dideteksi 24-48 jam pasca infark, mencapai puncaknya setelah 3-6 hari,
normal setelah mencapai 8-14 hari.
c. Elektrolit: ketidakseimbangan elektrolit dalam darah dapat mempengaruhi konduksi
dan kontraktilitas jantung, misalnya: hipokalemia, hiperkalemia.
d. Sel darah putih: kadar leukosit biasanya tampak mengalami peningkatan pada hari ke-2
setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi.
e. Kecepatan sedimentasi meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA menunjukkan
inflamasi.
f. AGD: dapat menunjukan hipoksia atau proses penyakit paru akut maupun kronis.
g. Kolesterol atau trigliserida serum meningkat, menunjukan arteriosklerosis sebagai
penyebab IMA.

4. Echocardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi ruang jantung, gerakan katup atau dinding
ventrikel dan konfigurasi atau fungsi katup.

5. Pemeriksaan Pencitraan Nuklir


a) Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokard misalnya lokasi
atau luasnya AMI.
b) Technetium : terkumpul dalam sel iskemik disekitar area nekrotik.
6. Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional dan
fraksi ejeksi (aliran darah).

7. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner, biasanya dilakukan untuk
mengukur tekanan ruang jantung dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi).
Prosedur tidak selalu dilakukan pada fase AMI kecuali mendekati bedah jantung
angioplasty atau bersifat darurat.

8. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)


Memungkinkan visualisasi aliran darah, ruang jantung atau katup ventrikel, lesi
vaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.

H. Penatalaksanaan
1. Syok kardiogenetik
Penatalaksana syok kardiogenetik:
a. Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan
norepinefrin.
b. Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan dopamin dosis
5-15 ug/kgBB/menit.
c. Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat tanda syok diberikan
dobutamin dosis 2-20 ug/kgBB/menit.
d. Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG, direkomendasikan pada
pasien <75 tahun dengan elevasi ST atau LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam
IMA dan ideal untuk revaskularisasi yang dapat dikerjakan dalam 18 jam syok, kecuali
jika terdapat kontraindikasi atau tidak ideal dengan tindakan invasif.
e. Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan syok kardiogenik yang
tak ideal dengan trapi invasif dan tidak mempuyai kontraindikasi trombolisis.
f. Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien STEMI dengan syok
kardiogenik yang tidak membaik dengan segera dangan terapi farmakologis, bila sarana
tersedia.
2. Infark Ventrikel Kanan
Infark ventrikel kanan secari klinis menyebabkan tanda gejala ventrikel kanan yang berat
(distensi vena jugularis, tanda kussmaul s, hepatomegali) atau tanda hipotensi. Penatalaksana
infark ventrikel kanan:
a. Pertahankan preload ventrikel kanan.
b. Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cai bran jam I selanjutnya 200ml/jam
(terget atrium kanan >10 mmHg (13,6cmH20).
c. Hindari penggunaan nitrat atau diuretik.
d. Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi. Pacu jantung sekuensial
A-V pada blok jantung derajat tinggi simtomatik yang tidak repon dengan atropin.
e. Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah loading volume.
f. Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi ventrikel kiri.
g. Pompa balon intra-aortik.
h. Vasolidator arteri (nitropospid, hidralazin)
i. Penghambat ACE
j. Reporfusi
k. Obat trombolitik
l. Percutaneous coronari intervention (PCI) primer
m. Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien tertentu dengan penyakit
multivesel).
3. Takikardia dan Vibrilasi Ventrikel
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi ventrikular dapat terjadi tampa tanda
bahaya aridmia sebelumnya.
Penatalaksana Takikardia vebtrikel:
a. Takikardia vebtrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari 30 detik atau
menyebabkan kolaps hemodinamik) harus diterapi dengan DC shock unsynchoronizer
menggunakan energi awal 200 j; jika gagal harus diberikan shock kedua 200-300 J;,
dan jika perlu shock ketiga 360J.
b. Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik, menetap yang diikuti dengan angina , edema
paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg ) harus diretapi dengan shock
synchoronized energi awal 100 J. Energi dapat ditingkatkan jika dosis awal gagal.
c. Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik yang tidak disertani angina, edema paru dan
hipotensi (tekanan darah<90 mmHg) diterapi salah satu regimen berikut:
1) Lidokain: bolus 1-1-5mh/kg. Bolius tambahan 0,5-0,75mg/kg tiap 5-10 menit sampai
dosis loding total maksimal 3 mg/kg. Kemudian loading selanjutnya dengan infus 2-4
mg/ menit(30-50 ug/lg/menit).
2) Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan dosis pemeliharaan 1
mg/kg/jam.
3) Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit atau 5 ml/kgBB 20-60 menit, dilanjutkan
infus tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan kemudian infus pemeliharaan 0,5 mg/menit.
4) Kardioversi elektrik synchoronized dimulai dosis 50 J ( anestasi sebelumnya).
4. Penatalaksana fibrilasi Ventrikel
a. Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless diberikan terapi DC shock
unsynchoronized dengan energi awal 200 J jika tak berhasil harus diberikan shock
kedua 200 sampai 300 J dan jika perlu shock ketiga 360 J ( klas I)
b. Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang refraksi terhadap shock
elektrik diberika terapi amiodaron 300 mg atau 5/kg. IV bolus dilanjutkan pengulangan
shock unsynchoronized. (klas Iia)

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data subjektif
Ketika tahap akut infark miokard, termasuk dalam data subjektif adalah persepsi pasien
tentang nyeri dada yang dirasakannya.
1) Persepsi pasien tentang nyeri dada yang dialaminya ini menyangkut PQRST, yaitu :
a) Provocatif/paliatif: nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan
dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan
nyeri dalam dan visceral).
b) Kualitas/crushing: menyempit, berat, menetap,tertekan.
c) Radiasi/penyebaran: tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat menyebar
ke tangan, rahang, dan wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku,
rahang, abdomen, punggung, dan leher.
d) Skala/severity: pada skala 1-10, berhubungan dengan pengalaman nyeri paling buruk
yang pernah dialaminya.
e) Waktu/time: lamanya kurang dari 20 menit untuk iskemia, pada infark miokard, nyeri
timbul terus menerus, tidak hilang dengan obat dan istirahat, dan lamanya lebih dari 20
menit. Catatan nyeri mungkin tidak ada pada pasien dengan diabetes mellitus,
hipertensi, dan pasien pasca operasi.
2) Adanya tanda seperti dispnea, mual, pusing, rasa lemah, dan gangguan tidur.
3) Perasaan pasien dan keluarganya: perasaan kurang aman, rasa takut akan kematian, dan
menyangkal/depresi.
4) Riwayat penyakit atau pengobatan sebelumnya: angina pectoris, infark miocard,
hipertensi, dan diabetes mellitus.

b. Data Objektif

Termasuk dalam data objektif adalah kedaan fisik dan psikologis pasien. Pemantauan
dilakukan secara terus menerus untuk kemungkinan timbulnya disritmia dan
mengantisipasi terjadinya fibrilasi ventrikel yang dapat mengancam nyawa pasien
pada tahap akut MCI.

1) Tampilan umum: pasien tampak pucat, berkeringat, gelisah, mungkin terdapat


gangguan pernapasan yangjelas dengan tachipneu dan sesak napas.
2) Sinus takikardi(100-120x/menit) terjadi pada 1/3 pasien. Denyut jantung rendah
mengindikasikan sinus bradikardi atau blok jantung sebagai komplikasi dari infark.
Peningkatan tekanan darah moderat disebabkan oleh pelepasan katekolamin.
Hipotensi timbul merupakan tanda syok kardiogenik.
3) Peningkatan aktifitas vagal menyebabkan mual dan muntah dan dikatakan lebih sering
terjadi pada infark inferior.
4) Bunyi napas tidak terdengar adanya perubahan kecuali bila timbul edema paru akan
terdengar krackles.
5) Bunyi jantung: normal atau terdapat S3/S4/murmur.
6) Terdapat faktor-faktor resiko penyakit jantung koroner: hipertensi, hiperkolesterol,
diabetes mellitus, merokok, obesitas, usia, jenis kelamin, keturunan.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan SKA adalah:
a. Nyeri berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan demand oksigen.
b. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan perfusi miokard.
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
miokard dan kebutuhan, adanya iskemik/nekrosis jaringan miokard.

3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan demand oksigen
Tujuan:Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan kurang
dari 24 jam.
Kriteria Hasil:Nyeri berkurang bahkan hilang, ekpresi wajah
rileks/tenang/tidak tegang, tidak gelisah, nadi 60-100 x/menit, tekanan darah
120/80 mmHg.

Intervensi:
1) Kaji karakteristik, lokasi, waktu, kualitas, radiasi, dan skala
2) Anjurkan pada pasien untuk istirahat dan menghentikan aktifitas selama ada
serangan.
3) Bantu pasien melakukan tehnik relaksasi, misalnya nafas dalam, perilaku
distraksi, visualisasi, atau bimbingan imajinasi.
4) Pertahankan oksigenasi dengan kanul nasal, contohnya 2-4 L/ menit
5) Monitor tanda-tanda vital (nadi & tekanan darah) tiap dua jam.
6) Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian analgetik.

b. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan perfusi


miokard.
Tujuan: Tidak terjadi penurunan curah jantung setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam.
Kriteria hasil: akral hangat, capillary refill kurang dari 3 detik, tidak ada
disritmia, haluaran urin normal, tanda-tanda vital dalam batas normal (Nadi: 60-
100x/menit, Tekanan darah: sistolik 100-120 mmHg, diastolik 60-80 mmHg).

Intervensi :
1) Pertahankan tirah baring selama fase akut
2) Kaji dan laporkan adanya tanda–tanda penurunan cardiac ouput dan tekanan
darah
3) Monitor urin out put
4) Kaji dan pantau tanda-tanda vital tiap jam
5) Kaji dan pantau EKG tiap hari
6) Berikan oksigen sesuai kebutuhan
7) Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi
8) Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai terapi
9) Berikan makanan sesuai diitnya
10) Hindari valsava manuver, mengejan (gunakan laxan)

c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


oksigen miokard dan kebutuhan, adanya iskemik/nekrosis jaringan miokard
ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas,
terjadinya disritmia.
Tujuan: terjadi peningkatantoleransi aktivitas pada pasien setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam.
Kriteria hasil: pasien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan
pasien, nadi 60-100 x/menit, tekanan darah 120-80 mmHg.

Intervensi :
1) Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD sebelum, selama dan
sesudah aktifitas
2) Tingkatkan istirahat
3) Batasi aktifitas dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.
4) Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bangun
dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama 1 jam setelah
makan.
5) Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap
aktifitas.

4. Implementasi

Implementasi ialah tindakan pemberian asuhan keperawatan yang


dilaksanakan untuk membantu mencapai tujuan pada rencana keperawatan yang
telah disusun. Prinsip dalam memberikan tindakan keperawatan menggunakan
komunikasi terapetik serta penjelasan untuk setiap tindakan yang diberikan kepada
pasien. Tindakan keperawatan yang dilakukan dapat berupa tindakan keperawatan
secara independent, dependent, dan interdependent. Tindakan mandiri/independen
yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah
dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Tindakan dependent adalah tindakan yang
berhubungan dengan tindakan medis atau dengan instruksi dokter atau tenaga
kesehatan lainnya. Tindakan interdependent ialah tindakan keperawatan yang
memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lain seperti ahli gizi, radiologi,
fisioterapi dll.
Dalam melakukan tindakan pada pasien dengan SKA yang perlu diperhatikan
adalah penanganan terhadap nyeri akut, resiko penurunan curah jantung, gangguan
perfusi jaringan, gangguan pertukaran gas, cemas, dan intoleransi aktifitas.

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan yang dapat


digunakan sebagai alat ukur keberhasilan suatu asuhan keperawatan yang dibuat,
sehingga perawat dapat menilai apa yang akan dilakukan kemudian.
BAB III
GAMBARAN RUMAH SAKIT DAN TINJAUAN KASUS

A. Gambaran Rumah Sakit


1. Profil Rumah Sakit EMC Tangerang
Rumah Sakit EMC Tangerang adalah Rumah Sakit swasta pertama berdiri di Kota
Tangerang dengan nama Rumah Sakit Usada Insani di bawah PT. Usada Insani
Abadi, yang dimiliki 12 dokter yang memiliki visi yang sama dalam
mengembangkan pelayanan kesehatan rumah sakit. Rumah Sakit Usada Insani
berdiri tanggal 21 September 1991 dengan luas tanah 12.051,20 m2 . Pada tahun
2013 Rumah Sakit Usada Insani berpindah kepemilikan dari PT. Usada Insani
Abadi menjadi PT. Mitra Surya Insani. Pada Oktober 2017 Rumah Sakit Usada
insani berganti nama menjadi Rumah Sakit EMC Tangerang di bawah PT. Utama
Pratama Medika dengan kepemilikikan Group Emtek. RS EMC Tangerang selalu
berupaya untuk memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik. Rumah Sakit
EMC Tangerang didukung para dokter ahli, tenaga perawat dan tenaga kesehatan
lainnya yang kompeten di bidang masing-masing serta dilengkapi dengan fasilitas
& alat penunjang medis terbaik, Rumah Sakit EMC Tangerang kini siap
memberikan pelayanan terbaik kepada pasiennya dengan mengutamakan
keselamatan pasien, hal ini dibuktikan dengan keberhasilan RS EMC Tangerang
dalam meraih Akreditasi Paripurna KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) pada
tanggal 22 Februari 2019.

2. Status Perusahaan
a. Nama Rumah Sakit : RS EMC Tangerang
b. Tipe Rumah Sakit : Tipe B
c. Status Kepemilikan : PT. Utama Pratama Medika

3. Keadaan Umum Rumah Sakit EMC Tangerang


a. Alamat : Jalan KH. Hasyim Ashari No. 24, Kelurahan Buaran Indah, Kecamatan
Tangerang, Kota Tangerang, Provinsi Banten.
b. Kode Pos : 15119
c. Telp : (021) 55752575 (Hunting)
d. Fax : (021) 55752575
e. Website : www.emc.id

4. VISI DAN MISI


a. VISI DAN MISI RS EMC TANGERANG
1) Visi
Menjadi penyedia jasa layanan kesehatan yang unggul dan terpercaya
bagi seluruh lapisan masyarakat, demi memajukan kualitas layanan
kesehatan di Indonesia.
2) Misi
a) Memprioritaskan kebutuhan dan keselamatan pasien.
b) Menggalakan budaya pembelajaran, inovasi, dan perbaikan yang
berkesinambungan
c) Membangun pusat-pusat unggulan layanan kesehatan spesialis bertaraf
internasional.
3) Nilai-Nilai
a) Saling Menghargai : “Kami menjunjung nilai-nilai kesetaraan”.
b) Empati : “Kami mengedepankan hubungan yang berkelanjutan dengan
asien, pelanggan, karyawan dan komunitas”.
c) Inovasi : “Kami bertekad untuk selalu memperbaiki diri dalam rangka
memberikan kualitas layanan yang terdepan”.
4) Motto
a) P (Peduli) : Memperhatikan/mengindahkan/simpati
b) R (Responsif): Menanggapi/tidak bersikap masa bodoh/empati.
c) I (Inovatif) : Menemukan sesuatu yang baru/ terobosan positif.
d) M Mandiri) : Dapat berdiri sendiri/dilandasi kompetensi.
e) A (Aktual) : Benar-benar terjadi / berbasis bukti data atau
pengetahuan yang EBM. (EBM = Evidence Based Medicine).

5. Pelayanan Rumah Sakit EMC Tangerang


Pelayanan Rumah Sakit EMC Tangerang :
a. Pelayanan Rawat yaitu :
1) Ruang Perawatan VIP
2) Perawatan Kelas I
3) Perawatan kelas II
4) Perawatan Kelas III
5) Perawatan ICU
6) Perawatan HCU
7) Perawatan PICU
8) Perawatan Perinatologi

b. Pelayanan Rawat Jalan yaitu:


1) Poliklinik spesialis
2) Poliklinik gigi
3) Poliklinik Ibu dan Anak ( KIA)
4) Poliklinik Geriatri
5) Poli Umum
6) Medical Chek up
7) Poliklinik Tumbuh Kembang

c. Pelayanan 24 Jam :
1) IGD
2) Kamar Operasi
3) Radiologi
4) Farmasi
5) Laboratorium
6) Trauma Center
7) Kamar Bersalin
d. Pelayanan Penunjang Medis :
1) Pelayanan Hemodialisa
2) Pelayanan Rehab Medis
3) Pelayanan Endocopy
4) Pelayanan Cathlab
5) Khemoterapi

6. Operasional Rumah Sakit EMC Tangerang


Pelaksanaan Pelayanan Rumah Sakit EMC Tangerang dipimpin oleh seorang Direktur
Rumah Sakit dibantu oleh seorang Wakil Direktur Rumah Sakit, 3 Divisi dan beberapa
Departemen.
7. Struktur Rumah Sakit EMC Tangerang
1. Struktur Organisasi di IGD

Ka. Instalasi Gawat


Darurat
Dr. Rosita

Ka. Ruangan IGD


Deny Hermianti, S.Kep

PJ Shif PJ Shif PJ Shif PJ Shif

Perawat Pelaksana + Perawat Pelaksana + Perawat Pelaksana + Perawat Pelaksana +


Bidan Bidan Bidan Bidan

Asper
Asper Asper Asper

Perawat : 20 orang
Bidan : 4 Orang
Asper : 3 Orang

B. Tinjauan Kasus
Target Prasat
No. Target Tercapai Tidak Tercapai
1. Melakukan CPR
2. Melakukan perekaman EKG √
3. Melakukan pengukuran CVP
4. Observasi pemasangan jalan napas
tambahan (OPA)
5. Penghisapan lender
6. observasi pemasangan intubasi
7. Inhalasi √
Pengambilan AGD
8.
9. Pemberian terapi obat IV √
10. Pemberian terapi obat IM
11. Pemberian terapi obat IC
12. Pemberian terapi obat SC
13. Melakukan pemasangan kateter
14. Melakukan pemasangan NGT
15. Melakukan pengambilan darah √
16. Perawatan luka: pembersihan luka & √
pembalutan luka
17. Pemasangan infuse √
Total (%) (%)
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktek yang telah dilakukan di RS EMC Tangerang, dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
1. RS. EMC Tangerang merupakan RS dengan akreditasi paripurna yang menyediakan
pelayanan kesehatan melalui fasilitas BPJS dan umum serta menjadi Rumah Sakit
rujukan diperuntukan oleh masyarakat umum. Dari segi lokasi, RS EMC Tangerang
sangat mudah di akses oleh masyarakat. Fasilitas parkir, keamanan, kebersihan, rute
pelayanan, fasilitas penunjang seperti rawat inap,poli, persalinan IGD, ICU, radiologi,
rehab medik, laboratorium sudah cukup memadai sehingga mempermudah proses
pelayanan.
2. Sistem penugasan di ruang IGD menggunakan metode fungsional yang di pimpin oleh
satu penanggung jawab per shift. Fasilitas penunjang di IGD seperti obat-obatan dan
alat medis sudah memadai. Perawatan di IGD sudah sesuai dengan standar operasional
prosedur.
3. Pengkajian Tn. M dengan Stroke Hemoragik jika dibandingkan dengan pengkajian
tinjauan teoritis kelompok mendapatkan hasil yang sama antara tinjauan teoritis dengan
tinjauan kasus. Diagnosa keperawatan yang muncul pada tinjauan kasus klien Tn. M
terdapat beberapa perbedaan antara tinjauan kasus dengan tinjauan teoritis. Intervensi
yang kelompok rencanakan kepada Tn. M berdasarkan prioritas masalah keperawatan,
dimana masalah actual yang lebih di prioritaskan. Implementasi keperawatan yang
kelompok lakukan terhadap Tn. M dengan stroke hemoragik berdasarkan rencana
tindakan telah kelompok intervensikan. Evaluasi pada Tn. M bahwa klien
membutuhkan pemantauan lebih lanjut untuk perawatan yang terbaik.
4. Praktik Ners stase kritis memiliki target pencapaian kompetensi yang terdiri dari 17
tindakan. Dari 17 tindakan (kompetensi), % ( kompetensi) tercapai dan % (kompetensi)
tidak tercapai. Kompetensi yang tidak tercapai dikarenakan selama proses praktik
mahasiswa tidak menemukan kasus/tindakan tersebut.
B. SARAN
1. Rumah Sakit EMC Tangerang
a. Untuk pelayanan Rumah Sakit EMC Tangerang dipertahankan dan ditingkatkan lagi
pelayananya.
b. Untuk pengkajian Asuhan Keperawatan dipertahankan dan lebih ditingkatkan.
c. Fasilitas pelayanan yang telah disediakan oleh Rumah Sakit EMC Tangerang untuk
melaksanakan pelayanan kesehatan pada seluruh masyarakat sudah lengkap. Dalam
rangka menghadapi era globalisasi sarana prasarana sumber daya manusia harus
berkembang lebih baik lagi.
2. Kasus

Dalam penanganan kasus Stemi Di IGD sudah dilakukan dengan baik sesuai standar
operasional prosedur. Diharapkan untuk dapat di pertahankan dan ditingkatkan untuk
kualitas pelayanan yang lebih maksimal lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Bare, Brenda and Smeltzer, Suzanne, dkk. 2002. Buku Ajar Keperwatan Medikal Bedah

Bruner and Suddarth. Jakarta : EGC.


Departemen kesehatan direktorat bidang alat kesehatan. Jakarta.

http://binfar.depkes.go.id.Sindrom Koroner Akut. Diambil tanggal 12 November 2019

jam 22.30 WIB.

Dharma, Surya. 2009. Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta: EGC.

Doengoes E. Marilynn, Moorhouse F. Mary, Geissler C. Alice. (2000). Rencana Asuhan

Keperawatan. Jakarta: EGC.

Hediyani, Novie. 2012. Penyakit Jantung Koroner. www.dokterku-online. Jakarta. Diambil

pada tanggal 12 November 2019 jam 11.00 WIB.

Kalim, Harmani. 2009. Sirkulasi Koroner. Id.shvoong.com. Diambil pada tanggal 12

November 2019 jam 11.00 WIB.

Long, Barbara C. 1999. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni

Pendidikan Keperawatan Pajajaran.

Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler

dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

O’Cornnor, Robert E; Brady, William; et al. 2011. Acute Coronary Syndromes American

Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency

Cardiovascular Care. http://circ.ahajournals.org.htm. diambil tanggal 12 November

2019 jam 22.30 WIB.


Rokhaeni, Heni dkk. 2001. Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler. Edisi I. Jakarta: Bidang

Pelatihan dan Pelatihan Pusat Jantung Nasional Harapan Kita.

Universitas Sumatera Utara. 2010. Sirkulasi Koroner. Sumatera Utara.

http://repository.usu.ac.id. Diambil pada tanggal 12 November 2019 jam 22.00 WIB.

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Sjahruddin, Harun. 2011. Sindrom Koroner Akut. http://www.majalah-farmacia.com. Diambil

tanggal 12 November 2019 jam 22.30 WIB.

Anda mungkin juga menyukai