Disusun Oleh :
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga kami masih diberikan kesempatan untuk
menyusun makalah ini dengan tidak ada halangan dan tepat pada waktunya . Dalam
makalah ini kami membahas tentang ”Seminar Kasus Asuhan Keperawatan Pada
Klien Dengan Atrial Septal Defect (ASD)”. Makalah ini dibuat melalui bantuan
beberapa pihak untuk menyelesaikan tugas salah satu mata kuliah yaitu,
“Keperawatan Medikal Bedah”. Oleh karena itu, kami mengucapkan banyak terima
kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini,
sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................. i
Daftar Isi............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1
C. Tujuan............................................................................................................2
3.1 Kesimpulan............................................................................................
3.2 Saran.......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Atrium Septal Defect (ASD) adalah penyakit jantung bawaan berupa
lubang (defek) pada septum interatrial (sekat antar serambi) yang terjadi karena
kegagalan fungsi septum interatrial semasa janin.Penyakit jantung bawaan ini
menempati urutan kedua penyakit jantung bawaan pada anak setelah Ventrikel
Septal Defect (VSD). Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang)
abnormal pada sekat yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri.Kelainan
jantung bawaan yang memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek
sekat atrium.Defek sekat atrium adalah hubungan langsung antara serambi
jantung kanan dan kiri melalui sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat.
Di antara berbagai kelainan bawaan (congenital anomaly) yang ada,
penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan yang sering ditemukan. Di
amerika serikat, insidens penyakit jantung bawaan sekitar 8 – 10 dari 1000
kelahiran hidup, dengan sepertiga di antaranya bermanifestasi sebagai kondisi
kritis pada tahun pertama kehidupan dan 50% dari kegawatan pada bulan
pertama kehidupan berakhir dengan kematian penderita. Di Indonesia pada tahun
2007, dengan populasi lebih dari 200 juta penduduk dan angka kelahiran hidup
2%, diperkirakan terdapat sekitar 30.000 penderita (www.google//http.inside rate
of atrium septal defect.com) Berdasar data diatas maka penulis merasa tertarik
untuk menyusun tentang Atrium Septal Defect dam Ventrikel Septal Devect dan
asuhan keperawatannya.
Dampak penyakit jantung bawaan mengenai ASD+VSD terjadi
pembengkakan di kaki, perut dan daerah di sekitar mata, Sesak napas saat
menyusui, beban yang terlalu berat dari ventrikel menyebabkan hipertrofi dan
pembesaran jantung, dengan meningkatnya resistensi vascular paru, sering
terdapat dispneu dan infeksi paru, pertumbuhan bayi terganggu dan kesulitan
dalam asupan nutrisi.
Solusi dari penyakit tersebut bila diberi minum susu, bayi penderita
penyakit jantung bawaan mudah lelah, minumnya hanya sedikit. Disarankan
memberi susu bukan langsung dari botol tapi dengan sendok atau bisa juga
dengan pipet (alat untuk meneteskan obat ke mulut bayi). Jadi bayi dapat minum
lebih banyak tanpa harus banyak menguras tenaganya saat mengisap susu dari
botol.
Berdasarkan latar belakang diatas maka pada makalah ini akan diuraikan
mengenai asuhan keperawatan pada anak dengan kasus ASD+VSD.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari Atrial Septal Defect (ASD)?
2. Permasalahan yang timbul sehingga disusunnya asuhan keperawatan ini
adalah bagaimana seharusnya tindakan asuhan keperawatan pada kasus Atrial
Septal Defect (ASD)?
C. Tujuan
Tujuan disusunnya asuhan keperawatan ini adalah:
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi kegiatan belajar mengajar dari mata kuliah Kardiovaskuler
2. Tujuan Khusus
a. Memperoleh gambaran mengenai Atrial Septal Defect (ASD) dan
Ventrikel Septal Defect (VSD)
b. Mahasiswa mampu memahami penyebab ASD dan VSD
c. Mahasiswa mampu mengetahui gejala ASD dan VSD
d. Dapat memahami tentang konsep asuhan keperawatan pasien dengan
Atrium Septal Defect (ASD) dan Ventrikel Septal Defect (VSD)
D. Manfaat
Manfaat dari penyusunan makalah ini, yaitu:
1. Kegunaan Ilmiah
a. Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa
b. Sebagai salah satu tugas akademik
2. Kegunaan Praktis
Bermanfaat bagi tenaga perawat dalam penerapan asuhan keperawatan pada
klien dengan Atrium Septal Defect (ASD) dan Ventrikel Septal Defect (VSD).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Gambar 1. Katup Jantung
(Dikutip dari kepustakaan 7)
4
- Ostium coronary atau sinus coronarius, yaitu muara atau lubang yang terdapat
di atrium kanan yang menghubungkan sistem vena jantung dengan atrium
kanan.
- Ostium vena pulmonalis, yaitu muara atau lubang yang terdapat di atrium kiri
yang menghubungkan antara vena pulmonalis dengan atrium kiri yang
mempunyai 4 muara.
Bagian dalam kedua ruang ventrikel dibatasi oleh septal ventrikel, baik
ventrikel maupun atrium dibentuk oleh kumpulan otot jantung yang mana bagian
lapisan dalam dari masing-masing ruangan dilapisi oleh sel endotelium yang
kontak langsung dengan darah.Bagian otot jantung di bagian dalam ventrikel
yang berupa tonjolan-tonjolan yang tidak beraturan dinamakan trabecula. Kedua
otot atrium dan ventrikel dihubungkan dengan jaringan penghubung yang juga
membentuk katup jatung dinamakan sulcus coronary, dan 2 sulcus yang lain
adalah anterior dan posterior interventrikuler yang keduanya menghubungkan
dan memisahkan antara kiri dan kanan kedua ventrikel.
Perlu diketahui bahwa tekanan jantung sebelah kiri lebih besar dibandingkan
dengan tekanan jantung sebelah kanan, karena jantung kiri menghadapi aliran
darah sistemik atau sirkulasi sistemik yang terdiri dari beberapa organ tubuh
sehingga dibutuhkan tekanan yang besar dibandingkan dengan jantung kanan
yang hanya bertanggung jawab pada organ paru-paru saja, sehingga otot jantung
sebelah kiri khususnya otot ventrikel sebelah kiri lebih tebal dibandingkan otot
ventrikel kanan.
5
Pembuluh Darah Besar Jantung
Ada beberapa pembuluh besar yang perlu anda ketahui, yaitu:
1. Vena cava superior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor dari bagian
atas diafragma menuju atrium kanan.
2. Vena cava inferior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor dari bagian
bawah diafragma ke atrium kanan.
3. Sinus Coronary, yaitu vena besar di jantung yang membawa darah kotor dari
jantung sendiri.
4. Pulmonary Trunk,yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah kotor
dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis
5. Arteri Pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa
darah kotor dari pulmonary trunk ke kedua paru-paru.
6. Vena pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa
darah bersih dari kedua paru-paru ke atrium kiri.
7. Assending Aorta, yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah bersih
dari ventrikel kiri ke arkus aorta ke cabangnya yang bertanggung jawab
dengan organ tubuh bagian atas.
8. Desending Aorta,yaitu bagian aorta yang membawa darah bersih dan
bertanggung jawab dengan organ tubuh bagian bawah.
Sirkulasi Jantung
a. Sirkulasi Sistemik
Darah masuk ke atrium kiri dari vena pulmonalis. Darah di atrium kiri
mengalir ke dalam ventrikel kiri melewati katup atrioventrikel (AV), yang
terletak di taut atrium dan ventrikel kiri. Katup ini disebut katup mitral.
6
Semua katup jantung membuka jika tekanan dalam ruang jantung atau
pembuluh yang berada di atasnya lebih besar dari tekanan di dalam ruang
atau pembuluh yang ada di bawah.
Aliran keluar darah dari ventrikel kiri adalah menuju sebuah arteri
besar berotot yang disebut aorta. Darah mengalir dari ventrikel kiri ke aorta
melalui katup aorta. Darah di aorta disalurkan ke seluruh sirkulasi sistemik,
melalui arteri, arteriol, dan kapiler, yang kemudian menyatu kembali untuk
membentuk vena. Vena dari bagian bawah tubuh mengembalikan darah ke
vena terbesar , vena cava inferior. Vena dari bagian atas tubuh
mengembalikan darah ke vena cava superior. Kedua vena cava bermuara di
atrium kanan.
b. Sirkulasi Paru
Darah di atrium kanan mengalir ke ventrikel kanan melalui katup AV
lainnya, yang disebut katup tricuspid. Darah keluar dari ventrikel kanan dan
mengalir melewati katup ke empat, katup pulmonalis, ke dalam arteri
pulmonalis. Arteri pulmonalis bercabang-cabang menjadi arteri pulmonalis
kanan dan kiri yang masing-masing mengalir ke paru kanan dan kiri
berturut-turut. Di paru, arteri pulmonalis bercabang berkali-kali menjadi
arteriol dan kemudian kapiler. Masing-masing kapiler memperfusi alveolus
yang merupakan unit pernafasan. Semua kapiler menyatu kembali untuk
menjadi venula, dan venula menjadi vena. Vena-vena menyatu untuk
membentuk vena pulmonalis besar. Darah mengalir di dalam vena
pulmonalis kembali ke atrium kiri untuk menyelesaikan siklus aliran darah.
7
sianotik biasanya memiliki kelainan struktur jantung yang lebih kompleks dan
hanya dapat ditangani dengan tindakan bedah. Sedangkan PJB non sianotik
umumnya memilki lesi (kelainan) yang sederhana dan tunggal, namun tetap
saja lebih dari 90 % di antaranya memerlukan tindakan bedah jantung terbuka
untuk pengobatannya. Sepuluh persen lainnya adalah kelainan seperti
kebocoran sekat bilik jantung yang masih mungkin untuk menutup sendiri
seiring dengan pertambahan usia anak. Salah satu kelainan jantung congenital
asianosis yang banyak terjadi adalah Atrial Septal Defect (ASD) yang ditandai
dengan adanya lubang yang persisten pada septum antar atrial yang disebabkan
oleh karena kegagalan pembekuan sekat, yang menyebabkan adanya hubungan
antara atrium kanan dan atrium kiri.
Berdasarkan letak lubang, ASD dibagi dalam tiga tipe :
a. Ostium secundum: merupakan tipe ASD yang tersering. Kerusakan yang
terjadi terletak pada bagian tengah septum atrial dan fossa ovalis, meskipun
sesungguhnya fosa ovalis merupakan septum primum.umumnya defek
bersifat tunggal tetapi pada keadaan tertentu dapat terjadi beberapa fenestrasi
kecil, dan sering disertai dengan aneurisma fosa ovalis
b. Ostium primum merupakan bagian dari defek septum atrioventrikular dan
pada bagian atas berbatas dengan fosa ovalis sedangkan bagian bawah
dengan katup atrioventrikular
c. Defek Sinus venosus, defek terjadi dekat muara vena besar (vena cava
superior), sehingga terjadi koneksi biatrial. Sering vena pulmonalis dari
paru-paru kanan juga mengalami anomali, dimana vena tersebut bermuara ke
vena cava superior dekat muaranya di atrium. Dapat juga terjadi defek sinus
venosus tipe vena cava inferior, dengan lokasi di bawah foramen ovale dan
bergabung dengan dasar vena cava inferior.
8
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa
faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian
ASD. Faktor-faktor tersebut diantaranya :
1. Faktor Genetik
Resiko penyakit jantung kongenital meningkat 2 sampai 6% jika terdapat
riwayat keluarga yang terkena sebelumnya. Selain itu, 5-8% penderita
penyakit jantung kongenital mempunyai keterkaitan dengan kelainan
kromosom.
2. Faktor lingkungan
Penyakit jantung kongenital juga dihubungkan dengan lingkungan ibu
selama kehamilan. Seringnya terpapar dengan sinar radioaktif dipercaya
dapat menjadi faktor pencetus terjadinya penyakit jantung kongenital pada
bayi.
3. Obat-obatan
Meliputi obat-obatan yang dikonsumsi ibu selama masa kehamilan, misalnya
litium, busulfan, reinoids, trimetadion, thalidomide, dan agen antikonsulvan,
antihipertensi, eritromicin, dan clomipramin.
4. Kesehatan Ibu
Beberapa penyakit yang di derita oleh ibu hamil dapat berakibat pada
janinnya, misalnya diabetes melitus, fenilketouria, lupus eritematosus
siskemik, sindrom rubella kongenital.
IV. PATOFISIOLOGI
Pada Atrial Septal Defect, aliran darah yang ada di atrium sinistra bocor
ke atrium dextra karena ada defect di septum interatrial-nya yang disebabkan
oleh gagalnya menutup sebuah septum maupun karena adanya gangguan
pertumbuhan. Karena tekanan di ventrikel sinistra yang notabene memompa
darah ke seluruh tubuh lebih besar maka darah dari atrium dextra tidak dapat
masuk ke atrium sinistra sehingga dapat dikatakan darah jalan dari tekanan
tinggi ke tekanan rendah (dari Atrium Sinistra ke Atrium Dextra). Di atrium
dextra dan ventrikel dextra terjadi overload darah yang mengakibatkan
hipertrofi atrium dan ventrikel dextra. Darah kemudian masuk ke arteri
pulmonalis melewati katup pulmonal, yang otomatis terlalu sempit untuk jalan
darah yang begitu banyak. Hal ini disebut stenosis pulmonal relative. Akibatnya
arteri pulmonalis menjadi dilatasi. Selanjutnya terjadi turbulensi disana yang
menyebabkan terjadinya bunyi murmur systole.
V. MANIFESTASI KLINIS
9
Sebagian besar asimptomatik, terutama pada bayi dan anak kecil. Sangat
jarang ditemukan gagal jantung pada defek septum atrium. Bila pirau cukup
besar, pasien mengalami sesak napas, sering mengalami infeksi paru, dan berat
badan akan sedikit turun. Jantung umumnya normal, atau hanya sedikit
membesar.
b. Pemeriksaan Elektrokardiografi
Gambar 6. Perekaman pada anak umur 3 tahun dengan Atrial Septal Defect
(ASD)
c. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada penderita ASD adalah
1. Foto Thorax
10
Jika jantung membesar atau hipertensi pulmonal ada, itu mungkin
yang disebabkan oleh ASD. Jika kita mencurigai sebuah ASD kita harus
memperhatikan hal-hal berikut ini:
- Jantung mungkin membesar. Penentuan CTR yaitu dengan
membandingkan lebar thorax dan lebar dari pada jantung. Jika
diameter jantung lebih besar daripada diameter thorax, itu adalah
pembesaran jantung
- Perhatikan bentuk jantung.pertama, perhatikan apexnya yang mana
sering terjadi pembesaran pada ventrikel kanan dan kadang-kadang
terlihat jelas diafragma terangkat. Selanjutnya lihat batas dari jantung
kanan. Karena atrium kanan membesar, batas dari jantung kanan
terlihat lebih lebar dari normalnya
- Perhatikan posisi dari jantung dengan membandingkan pada posisi
dari vertebra. Pada ASD, jantung kadang bergeser ke kiri dan terlihat
juga ke tepi kanan dari columna vertebra
- Perhatikan tonjolan dan lengkungan aorta. Itu sering mengecil jika
ASD ada, karena darah dialirkan melalui atrium kanan, tidak melalui
aorta.
Pada penderita ASD dengan pirau yang bermakna, foto toraks AP
menunjukkan atrium kanan yang menonjol, dan dengan konus pulmonalis
yang menonjol. Jantung hanya sedikit membesar dan corakan
vaskularisasi paru yang prominent sesuai dengan besarnya pirau.
Batang arteri pulmonalis membesar sehingga pada hilus tampak
denyutan (pada fluoroskopi) dan disebut sebagai hilar dance. Hilar dance
ini terjadi karena arteri pulmonalis penuh darah dan melebar, sehingga
pulsasi ventrikel kanan merambat sampai ke hilus. Makin besar defeknya,
makin kecil jumlah darah yang mengalir ke ventrikel kiri, karena sebagian
besar darah dari atrium kiri mengalir ke atrium kanan melalui defek.
Aorta menjadi kecil, hampir sukar dilihat, sedangkan arteri pulmonalis
menjadi 3-5 kali lebih besar. Pembuluh darah hilus melebar demikian
juga cabang-cabangnya. Lambat laun pembuluh darah paru bagian tepi
menyempit dan tinggal pembuluh dari sentral (hilus) saja yang melebar.
Bentuk hilus lebar, meruncing ke bawah berbentuk sebagai tanda koma
terbalik (‛).
11
A
B C
Gambar 7. (A). Foto PA: Kebocoran Septum Atrium (ASD), hemodinamika,
belum ada HP, atrium kanan membesar dan atrium kiri tidak. (B). Foto PA: hilus
melebar sekali, berbentuk koma terbalik. Vaskular paru bagian tepi sempit. Tanda
hipertensi pulmonal. (C). Foto lateral: tampak ventrikel kanan yang membesar
sekali. Atrium kiri dan ventrikel kiri normal.
2. Ekokardiografi
12
sisi kanan jantung baik terlihat dan dominasi volume overload ventrikel
kanan akan sering dilihat sebagai gerakan septum ‘paradoxical’. Ini
adalah gerakan anterior abnormal dari septum interventrikular selama
sistole ventricular.
Defek ostium primum (juga dikenal sebagai defek septum
atrioventrikular parsial) juga baik terlihat, seperti anatomi katup
atrioventrikular. Defek sinus venosus yang kurang umum lebih sulit
untuk divisualisasikan, karena letaknya tinggi pada atrium yaitu dekat
muara vena kava superior. Studi transesophageal sering digunakan
menunjukkan lesi yang sulit ini. Semua studi dari ASD harus disertai
dengan pemeriksaan yang teliti yaitu memeriksa hubungan dari vena
pulmonal dan sistemik, karena ini sering abnormal.
Studi doppler akan melengkapi informasi diagnostik. Pemetaan
aliran warna sangat membantu dalam diagnosis dari setiap defek dan
anomali vena (Gambar 10.C). waktu akselerasi yang singkat dalam aliran
arteri pulmonal kadang-kadang bisa menunjukkan adanya hipertensi
pulmonal, seperti kecepatan tinggi jet pada regurgitasi trikuspid. Rasio
aliran sistemik untuk paru dapat dihitung menggunakan teknik dopler,
tetapi ini sangat memakan waktu dan rentan terhadap kesalahan.
Sederhana dan lebih akurat penilaian dengan non invasif pada tingkat
shunting kiri ke kanan dapat dicapai dengan terlebih dahulu studi
radionuklide sebelumnya. Studi radionuklida sebelumnya juga membantu
pada anak yang lebih tua dengan kecurigaan ASD yang mana pencitraan
subkostal bukan sebuah diagnostik.
Transthoracis echocardiography, kadang-kadang ditambah dengan
transesophageal, merupakan diagnostic dalam kebanyakan kasus. Shunt
yang besar akan menyebabkan kelebihan volume ventrikel kanan dengan
pembalikan gerakan septum. Defek Ostium primum dan ostium
sekundum dapat dibedakan dengan mudah ; defek sinus venosus mungkin
sulit untuk digambarkan. Warna aliran dopler akan menunjukkan shunt
dan setiap regurgitasi katup. Kecepatan dari setiap regurgitasi tricuspid
akan memperkirakan tekanan arteri pulmonalis. Dengan pengalaman,
operator dapat menetapkan tambahan katup AV cordal pada cacat primum
dan mendeteksi anomaly drainase pembuluh darah lobus kanan atas untuk
SVC yang sering mempersulit defek sinus venosus dan terlihat sesekali
pada ASDs lainnya.
13
A B
C
Gambar 11. (A). Modifikasi apikal echocardiogram empat ruang dari pasien
dengan ASD secundum. Ruang sisi kanan jauh diperbesar. (B). M-Mode
echocardiogram dari seorang pasien dengan ASD dan volume overload pada
ventrikel kanan. Ada gerakan paradoks dari Septum interventriculare (tanda
panah). (C). Studi aliran warna Doppler pada pasien dengan ASDs. Mengalir
melalui defek menuju katup tricuspid yang berwarna merah (arah transduser)
14
tentu umumnya terkait dengan bentuk lain dari penyakit jantung bawaan
yang mana diperlukan kateterisasi jantung untuk diagnosis.
Kateterisasi jantung sekarang jarang diindikasikan pada ASD
(kecuali untuk terapi intervensi), karena sebagian besar untuk diagnosis
telah beralih ke echocardiogrphy. Sebuah kateter dari pembuluh darah di
kaki biasanya lewat dari RA melalui ASD ke LA. Suntikan media kontras
ke LA akan menunjukkan shunt kiri-ke kanan atrium. Suntikan ke PA
akan menunjukkan shunt kiri-ke-kanan selama fase laevo. Sekali shunt
atrium telah dibuktikan, tidak mungkin untuk mengidentifikasi distal
shunt lagi (misalnya VSD atau PDA).
Defek Ostium primum ini dapat didiagnosis dengan angiografi LV
pada film frontal sebagai batas kanan atas LV ini sangat melekuk dengan
kurva cekungan halus yang disebabkan oleh kesalahan tempat katup
mitral. Karakteristik penampilan 'leher angsa ' seringkali disertai dengan
regurgitasi mitral, aliran inkompeten sering diarahkan melalui defek
ostium primum ke RA.
Pada angiocardiography ECD yang lengkap dapat menunjukkan
refluks dari kedua ventrikel sampai ke kedua atrium dan shunt kiri-ke-
kanan pada level kedua atrium dan ventrikel. Beberapa Suntikan
angiografik akan diperlukan dan LAO 30° dengan 40° dengan kemiringan
caudocranial merupakan proyeksi yang optimal. Penyimpangan vena
pulmonalis kadang-kadang dapat dideteksi dengan angiografi jantung
kanan pada tahap laevo tetapi hanya tipe sinus venosus atau vena yang
berbentuk seperti pedang dapat divisualisasikan.
Bedah penutupan paling sering dilakukan pada ASD (ASD
sekundum) - sekarang telah banyak bukti dilakukannya echodiagnostic,
ini untuk menyingkirkan diagnostik kateterisasi jantung dan angiografi.20
15
sangat dekat dengan jantung tanpa ada intervensi dari jaringan paru-paru,
dapat memberikan gambar yang sangat baik. Selain itu, jarak yang
pendek memungkinkan penggunaan frekuensi transduser yang lebih
tinggi dengan resolusi gambar yang lebih baik. Biasanya frekuensi
transduser yang lebih tinggi tidak dapat digunakan untuk TTE karena
kedalaman penetrasi ultrasound di frekuensi yang lebih tinggi pada orang
dewasa.
VII. PENATALAKSANAAN
a. Non Bedah
Menutup ASD pada masa kanak-kanak bisa mencegah terjadinya
kelainan yang serius di kemudian hari.Pada beberapa anak, ASD dapat
menutup spontan tanpa pengobatan.Jika gejalanya ringan atau tidak ada
gejala, tidak perlu dilakukan pengobatan.Jika lubangnya besar atau terdapat
gejala, dilakukan pembedahan untuk menutup ASD. Pengobatan pencegahan
dengan antibiotik sebaiknya diberikan setiap kali sebelum penderita
menjalani tindakan pencabutan gigi untuk mengurangi risiko terjadinya
endokarditis infektif.
Pada ASD dengan rasio left to right shunt lebih besar dari 2:1 perlu
dilakukan tindakan operasi untuk mengkoreksi keadaan tersebut. Ada 2 jenis
16
tindakan operasi yang digunakan untuk melakukan koreksi pada ASD ini,
yaitu:
a) Bedah jantung terbuka
b) Amplatzer septal occlude (ASO)
ASO merupakan alat dengan cakram ganda yang dapat mengembang
sendiri (self expandable), terbuat dari kawat nitinol berdiameter 0,004-
0,0075 inci yang teranyam kuat menjadi dua cakram dengan pinggang
penghubung 3-4 mm. Di dalamnya terdapat lapisan dakron terbuat dari
benang polyester yang dapat merangsang trombosis sehingga
lubang/hubungan antara atrium kiri dan kanan akan tertutup sempurna.
Tindakan pemasangan ASO telah mendapat persetujuan dari American Food
and Drug Administration (FDA) pada bulan Desember 2001. Di Indonesia,
tindakan ASO mulai dilakukan pada tahun 2002.
Kriteria pasien DSA yang akan dilakukan pemasangan ASO, antara lain :
1. ASD sekundum
2. Diameter kurang atau sama dengan 34 mm
3. Flow ratio lebih atau sama dengan 1,5 atau terdapat tanda-tanda beban
volume pada ventrikel kanan
4. Mempunyai rim posterior minimal 5 mm dari vena pulmonalis kanan
5. Defek tunggal dan tanpa kelainan jantung lainnya yang memerlukan
intervensi bedah
6. Muara vena pulmonalis normal ke atrium kiri
7. Hipertensi pulmonal dengan resistensi vaskuler paru (Pulmonary Artery
Resistance Index = PARI) kurang dari 7 - 8 Wood Unit
8. Bila ada gagal jantung, fungsi ventrikel (EF) harus lebih dari 30%.
17
b. Pembedahan
- Kateterisasi Jantung
Prosedur dilakukan untuk memperbaiki ASD sekundum, namun untuk
ASD sekundum besar mungkin tidak dapat diperbaiki melalui
kateterisai jantung, dan mungkin memerlukan operasi jantung terbuka
- Operasi jantung terbuka
Prosedur ini adalah pengobatan pilihan untuk jenis ASD tertentu
(primum, venosus sinus dan sinus coroner), dan jenis-jenis cacat
atrium yang hanya dapat diperbaiki melalui operasi jantung terbuka
c. Terapi Medis
- Pemberian beta blocker untuk menjaga detak jantung agar tetap teratur
Misal: Lopressor
Dosis:
a) Hipertensi : awalnya 100-200 mg sebagai dosis tunggal atau dalam
2 dosisi terbagi. Pemberian dosis di atas 200 mg dibagi menjadi 2
kali pemberian dalam sehari
b) Angina pectoris : 2 x sehari 100-200 mg
c) Gangguan denyut jantung : 100-150 mg dalam 2-3 dosisi terbagi
- Pemberian anti koagulan untuk mengurangi resiko pembekakan darah
- Pemberian obat untuk meningkatkan kekuatan kontraksi
18
Misal: Digoxin (lanoxin). Dosis: Dewasa : Untuk digitalisasi cepat (24-36
jam) : 4-6 tablet , kemudian 1 tablet pada interval tertentu sampai
kompensasi tercapai. Untuk digitalisasi lambat (3-5 hari) : 2-6 tablet/hari
dalam dosis terbagi. Pemeliharaan : 1/2-3 tablet/hari. Anak : Untuk
digitalisasi cepat : 25 mcg/kg berat badan dengan selang waktu tertentu
sampai kompensasi tercapai. Pemeliharaan : 10-20 mcg/kg berat
badan/hari.
- Pemberian obat untuk mengurangi jumlah cairan dalam sirkulasi dan paru-
paru, disebut diuretic
Misal: Furosemide (Lasix).
Dosis: furosemide diberikan dengan dosis :
Dosis lazim dewasa untuk ascites, gagal jantung kongestif, edema,
hipertensi, oliguria nonobstruktif, edema paru, gagal ginjal, dan
oliguria :
oral : awal : 20 – 80 mg / dosis
Pemeliharaan : tingkatkan secara bertahap dari 20 – 40 mg / dosis setiap 6
– 8 jam. Berikan 1 – 2 x sehari, dengan dosis harian maksimum 600 mg.
Intravena / intramuskular : 10 – 20 mg sekali selama 1 – 2 menit. ulangi
dalam waktu 2 jam jika respon tidak memadai.
infus Intravena : 0.1 mg / kg sebagai dosis bolus awal, selanjutnya
tingkatkan dua kali lipat setiap 2 jam sampai maksimal 0.4 mg / kg / jam.
Dosis lazim dewasa untuk hiperkalsemia
Oral : 10 – 40 mg 4 x sehari.
Intravena : 20 – 100 mg setiap 1 – 2 jam selama 1 – 2 menit.
d. Keperawatan
- Pantau tanda dan gejala penurunan curah jantung
- Jika pasien sesak beri posisi semi fowler
- Tenangkan pasien jika cemas dan bantu pasien untuk melakukan nafas
dalam
- Berikan lingkungan yang man dan nyaman
- Jika pasien nyeri lakukan teknik distraksi dan relaksasi
- Observasi tanda-tanda vital pasien
VIII. KOMPLIKASI
19
Komplikasi yang akan timbul jika tidak dilakukan penutupan defek
adalah pembesaran jantung kanan dan penurunan komplians ventrikel kanan,
aritmia, dan kemungkinan untuk menyebabkan penyakit vaskular paru
obstruktif. Sindroma eisenmenger adalah keadaan pirau kanan ke kiri parsial
atau total pada pasien dengan defek septum akibat perubahan vaskular paru.
Pada defek septum yang menyebabkan pirau dari kiri ke kanan, peningkatan
alirah darah ke paru menyebabkan perubahan histologis pada pembuluh darah
paru. Hal ini menyebabkan tekanan darah di paru meningkat, sehingga pirau
berbalik arah menjadi dari kanan ke kiri. Gejala yang timbul berupa sianosis,
dyspnea, lelah dan disritmia. Pada tahap akhir penyakit, dapat timbul gagal
jantung, nyeri dada, sinkop dan hemoptisis.
Beberapa komplikasi menyertai tindakan penutupan defek septum,
baik trans-kateter atau melalui pembedahan. Komplikasi mayor, yaitu
komplikasi yang perlu penanganan segera antara lain kematian, dekompensasi
hemodinamik yang mengancam nyawa, memerlukan intervensi bedah, dan
lesi fungsional atau anatomi yang permanen akibat tindakan kateterisasi.
Komplikasi yang dapat timbul dari tindakan pembedahan antara lain aritmia
atrial, blok jantung. Komplikasi lain yang berhubungan dengan alat-alat oklusi
transkateter adalah embolisasi yang kadang memerlukan pembedahan ulang,
aritmia, trombus. Komplikasi yang jarang terjadi adalah efusi perikardial,
transient ischemic attack,dansudden death.
20
Adanya faktor bawaan dari ibu sebelum lahir dan wanita yang hamil dengan
banyak mengkonsumsi obat-obatan, radiasi secara potensial menyebabkan
kelainan susunan jantung pada embrio/sejak lahir. Pernah menderita penyakit
jantung.
5. Riwayat Penyakit Keluarga :
Di dalam keluarga ada yang menderita penyakit jantung. Pada saat
kehamilan 2 bulan pertama menderita penyakit rubella/penyakit lainnya atau
ibu sering mengkonsumsi obat-obatan tertentu seperti talidomial, atau
terkena sinar radiasi.
6. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a. Aktivitas/Istirahat
Mengalami kelemahan fisik, letih, lelah.
b. Persepsi dan tata laksana hidup sehat
Tindakan medis dan perawatan dirumah sakit akan mempengaruhi
persepsi klien tentang kebiasaan merawat diri.
c. Pola nutrisi dan metabolisme
Terkadang mengalami anoreksia, mual, muntah
d. Pola eliminasi
Memerlukan bantuan karena keterbatasan aktivitas.
e. Pola tidur dan istirahat
Mengalami gangguan karena sesak.
f. Pola hubungan dan peran
Klien tidak mampu menjalani peran sebagaimana mestinya dan dapat
berdampak terganggunya hubungan interpersonal.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Klien seringkali merasa sedih dengan penyakit yang diderita.
h. Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera tidak mengalami gangguan.
i. Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual klien akan terganggu selama klien dirawat
j. Pola penanggualangan stress
Pada klien yang belum mengerti penyakitnya akan mengalami stress.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Bagi klien ibadah juga sebagai penanggulangan stress dengan percaya
pada Tuhan.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Pemeriksaan keadaan umum klien gagal jantung biasanya dilakukan
dengan tes
GCS demgan kriteria :
- 15 s/d 12 = komposmentis
- 11 s/d 8 = somnolen
- 7 s/d 4 = apatis
- 3 = koma
b. Sistem respirasi
Menunjukkan adanya ronkhi kering, kasar, mengi.
c. Sistem kardiovaskuler
Aktivitas ventrikel kanan jelas teraba parasternal kanan dan thrill (25%)
di sela iga II atau kiri, pada auskultasi didapatkan sistolis murmur II.
21
d. Sistem muskuloskeletas
Melakukan pemeriksaan kekuatan tonus otot.
e. Sistem penginderaan
Tidak ada gangguan penglihatan, pendenaran dan perasa.
f. Abdomen
Dilakukan dengan teknik bimanual untuk mengetahui adanya
hidronefrosis dan pyelonefrotis. Pada daerah supra simisfer pada keadaan
retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dark lien
akan merasa ingin miksi.
g. Ekstremitas
Pada ekstremitas superior dan inferior simetris kanan dan kiri dan tidak
ada kelemahan anggota gerak.
22
Kriteria Hasil : - klien mampu melakukan aktivitas yang sesuai dengan
kemampuan.
- Klien melakukan istriahat /tidur dengan tepat.
Intervensi :
a. Beri periode istirahat sering dan periode tifur tanpa gangguan.
R/: untuk memaksimalkan pola tidur pasien
b. Bantu pasien memilih aktivitas sesuai kemampuan
R/: untuk memandirikan pasien dalam melakukan aktivitas sesuai
kemampuan.
c. Hindari suhu lingkungan yang ekstrim seperti
hipertermia/hipotermia.
R/: karena hipotermia dan hipertermia dapat meningkatkan keluahan
O2.
III. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah tahap pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang
telah dibuat untuk mencapai hasil efektif. Dalam pelaksanaan implementasi
keperawatan, penguasaan keterampilan dan pengetahuan harus dimiliki oleh
setiap perawat sehingga pelayanan yang diberikan baik mutunya. Dengan
demikian tujuan dari rencana yang telah ditentukan dapat tercapai.
IV. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu penilaian terhadap keberhasilan rencana keperawatan
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pasien dengan Atrium Septal Defect
(ASD)
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA ATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD)
A. PENGKAJIAN
Tempat : Ruang Camelia RSUD Dr. Soetomo Surabaya
No. Registrasi : 12486283
Tanggal Pengkajian : 3 Juni 2016
Tanggal MRS : 1 Juni 2016
I. Data Subyektif
1. Biodata
a. Nama : Ny. M
b. Umur : 37 tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Alamat : Tembus Mantuil, Banjarmasin, Kaltim
e. Suku/bangsa : Banjar/Indonesia
f. Status perkawinan : Menikah
g. Agama : Islam
h. Pendidikan : Tamat SMA
i. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
j. Diagnosa Medis : ASD sekundum bidirectional shunt denim R to
L + PHT berat + post SVT unstable + post
cardioversi + post vomiting + pro dx R-L
2. Riwayat Keperawatan
a. Alasan utama MRS
23
Pasien merasa dada berdebar-debar sejak pagi
b. Keluhan Utama
Pasien mengeluh dada berdebar debar
c. Upaya yang Dilakukan
Keluarga Pasien mengatakan upaya yang telah dilakukan yaitu
membawa pasien ke RS Banjarmasin
d. Terapi/operasi yang pernah dilakukan
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien tidak pernah melakukan
operasi apapun.
e. Riwayat penyakit sebelumnya
Pasien mengatakan sejak kecil mudah kecapekan dan kaget. Lalu
ketika tahun 2010 periksa ke dokter spesialis penyakit dalam dan di
diagnosa menderita ASD. Hingga 4 tahun kemudian tidak pernah
kontrol lagi. Pada bulan Desember 2015 berobat ke dokter spesialis
jantung dan pembuluh darah di RS Banjarmasin dan disarankan ke RS
Dr. Soetomo. Di RSDS pasien dilakukan pemeriksaan echokardiografi 2
kali. Lalu ada rencana operasi akhir Mei, tetapi ketika MRS 2 hari di
ruang Camelia pasien menstruasi dan operasi di tunda lalu pasien KRS
pada tanggal 28 Mei 2016.
f. Riwayat Penyakit Sekarang
Setelah pasien KRS pada tanggal 28 Mei 2016, pada tanggal 1 Juni
2016 pasien datang ke IGD dengan keluhan dada berdebar debar ketika
naik tangga, muntah 2 kali, badan lemas. Lalu pasien dirawat di ICCU,
setelah kondisi pasien stabil pasien dipindah ke ruang Camelia pada hari
Jum’at tanggal 3 Juni 2016.
g. Alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap obat obatan maupun
makanan apapun.
h. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan di keluarga pasien tidak ada yang menderita
hipertensi, diabetes maupun penyakit jantung.
Genogram :
Keterangan :
= Laki-laki
24
= Laki-laki meninggal
= Perempuan
= Perempuan meninggal
= Penderita
= Garis pernikahan
= Garis keturun
25
SMRS : Keluarga pasien mengatakan hubungan pasien dengan
keluarganya, tetangga, maupun lingkungannya baik.
MRS : Keluarga pasien mengatakan keluarga selalu menjaganya dan
hubungan pasien dengan pasien lain dan perawat juga baik.
g. Pola Sensori – Kognitif
SMRS : Pasien mengatakan tidak punya gangguan melihat,
mendengar dan merasa
MRS : Pasien mengatakan tidak ada gangguan pada kognitif dan
sensorinya.
h. Pola Persepsi – Konsep Diri
SMRS : Pasien mengatakan bersyukur atas keadaan fisiknya.
MRS : Pasien terkadang merasa sedih dengan keadaanya sekarang
dan terkadang pasien menangis.
i. Pola seksual reproduksi
Pasien memiliki 2 anak semuanya berjenis kelamin laki-laki.
j. Pola mekanisme kopping stres
Pasien mengatakan belum memahami penyebab penyakit ASD
yang dideritanya, pasien sering bertanya kepada dokter dan perawat.
Pasien masih bingung tindakan apa yang akan dilakukan untuk
mengobati penyakitnya, dan apakah penyakitnya bisa sembuh.
26
a. Kepala
Simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri di kepala, wajah
simetris, tidak adda edema, leher simetris, tdak ada pembesaran
kelenjar
b. Sistem Pengindraan
Mata : alis mata normal, tidak ada edema pada kelopak mata,
konjungtifa tidak anemis, sklera dan kornea nomal.
Telinga : pasien dapat mendengar dengan baik, tidak ad
sekret, tidak ada serumen, tidak ada benda asing.
Hidung dan sinus : tidak ada sekret, dapat membau dengan
baik, tidak ada polip
Mulut dan faring : tidak terdapat karies gigi, tidak ada
pembesaran tonsil
c. Sistem Integumen
Warna kulit putih dan bersih, rambut tebal agak rontok, kuku tidak
pucat, suhu normal, turgor kulit <2 detik
d. Sitem Respiratori
- Inspeksi : thorax simetris, pergerakan paru paru simetris
- Palpasi : iktus cordis teraba
- Perkusi : hipersonor
- Auskultasi :Thorax simetris, payudara simetris, iktus cordis
teraba, tidak ada retraksi otot bantu nafas, paru paru simetris
e. Sistem Kardivaskuler
- Inspeksi : tidak tampak perbesaran jantung
- Palpasi : iktus cordis teraba
- Perkusi : pekak
- Auskultasi : S1 tunggal S2 Ride fixed splitty
f. Sistem Gastrointestinal
Abdomen simetris, tidak ada pembesaran, tidak ada nyeri tekan, tidak
ada pembesaran hati, terdapat bising usus
g. Sitem Genetalia
terpasang karteter urine, tidak ada kesulitan BAK
h. Sistem muskuloskletal
Ekstremitas normal, akral hangat, tidak ada edema, kaki mudah lelah
jika berjalan agak jauh
i. Sistem persarafan
Tonus otot normal, kekuatan otot 5, tidak ada kelainan saraf
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Hasil Pemeriksaan Patologi Klinik
Tanggal : 1 Juni 2016
27
P = 35,2 - 46,7 %
WBC 17,21 3,37 - 10 (10^3/uL)
b. Hasil Pemeriksaan Kimia Klinik
Tanggal : 1 Juni 2016
Pemeriksaaan Hasil Satuan Nilai Normal
Albumin 3,8 g/dL 3,4 – 5,0
BUN 17 mg/dL 7 – 18
Kreatinin serum 0,99 0,6 - 1,3
mg/dL
Glukosa 126 40-
mg/dL
SGOT 24 41
U/L
SGPT 25 38
U/L
28
c. Silsenafil 3 x 25g , bila TDS>90mmHg
d. Furosemid ½ tablet
4. Diit TKTPRG 1000kkal/hari
29