Anda di halaman 1dari 27

refarat

STROKE ISKEMIK

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada bagian/SMF Ilmu Saraf di Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa
Banda Aceh Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama

Disusun Oleh :
Fatiatul Khairi
22174012

Pembimbing :
dr. Caisar Riana, M. Ked (Neu), Sp.S

SMF ILMU SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MEURAXA
BANDA ACEH
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis haturkan kehadirat Allah Subhanallahu


ta’ala, pencipta alam dan semesta, penguasa isi jagat raya, pemberi kebahagiaan serta
memberikan limpahan taufiq, nikmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga Penulis
dapat menyelesaikan refarat ini dengan judul “Stroke Iskemik”. Shalawat dan salam
selalu terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Sallahu a’alaihi wasallama, keluarga,
sahabat serta pengikut ajaran beliau hingga akhir jaman.
Refarat ini sebagai rangkaian untuk memenuhi tugas akhir kegiatan
Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Saraf Fakultas Kedokteran Universitas
Abulyatama di Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa. refarat ini juga diperuntukkan
guna menambah pengetahuan.
Dalam penulisan refarat ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-
besarnya kepada pembimbing, dr. Caisar Riana, M. Ked (Neu), Sp.S yang telah
membimbing sehingga terselesaikannya tugas ini. Penulis juga berterima kasih kepada
berbagai pihak yang turut membantu dalam pembuatan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa penyajian tugas ini jauh dari sempurna.
Penulis memohon maaf sebesar-besarnya atas segala kekurangan dalam penulisan ini.
Kritik dan saran sangat penulis harapkan dari pembaca untuk kesempurnaan penulisan
ini. Semoga penulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Banda Aceh, Januari 2023

Penulis,
Fatiatul Khairi

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................. 2

DAFTAR ISI................................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. 5

1.1 Latar belakang............................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 7

2.1 Definisi Stroke .................................................................................................... 7

2.1.1 Stroke iskemik 7

2.2 Klasifikasi stroke ............................................................................................... 7

2.2.1 Klasifikasi Stroke Iskemik 7

2.3 Epidemiologi ..................................................................................................... 8

2.4 Patofisiologi ...................................................................................................... 9

2.5 Manifestasi Klinis Stroke ................................................................................. 11

2.6 Pemeriksaan Fisik Stroke ................................................................................. 11

2.7 Pemeriksaan Penunjang Stroke ........................................................................ 12

2.8 Diagnosis Stroke .............................................................................................. 13

2.9 Diagnosis Banding Stroke................................................................................ 15

2.10 Tatalaksana Stroke ......................................................................................... 15

2.10.1 Tatalaksana Umum 15

2.10.2 Tataksana Khusus 19

2.11 Komplikasi ..................................................................................................... 23

2.12 Prognosis ........................................................................................................ 23

BAB III KESIMPULAN............................................................................................ 24

3
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 25

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


World Health Organization WHO (2016) menyebutkan bahwa stroke
merupakan penyebab kematian kedua dan penyebab kecacatan ketiga di dunia. Stroke
dapat diartikan sebagai kematian mendadak beberapa sel otak karena kekurangan
oksigen ketika darah mengalir ke otak yang diakibatkan oleh penyumbatan atau
pecahnya pembuluh darah ke otak. Secara global, stroke merupakan penyebab dari 70
% kematian dan 87% penyebab kecacatan di negara berkembang. Penyakit jantung
dan stroke membunuh 17 juta orang per tahun, hampir sepertiga dari semua kematian
secara global. Diperkirakan pada tahun 2020, penyakit jantung dan stroke akan
meningkat lebih dari 20 jita jiwa per tahun dan pada tahun 2030 menjadi lebih dari 24
juta jiwa. 1
Berdasarkan data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2019, pada
tahun 1990 angka kejadian penyakit tidak menular sebanyak 39.81% dan meningkat
2
menjadi 69,9% pada tahun 2017. Buku Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
menuliskan bahwa yang tergolong ke dalam PTM antara lain adalah; Penyakit
kardiovaskuler (jantung, aterosklerosis, hipertensi, penyakit jantung koroner dan
stroke), diabetes melitus serta kanker.3 Salah satu penyakit tidak menular yang sampai
saat ini masih menjadi masalah global adalah stroke. Stroke menempati peringkat
teratas dari 10 penyebab kematian tahun 1990 dan 2017 di Indonesia. 2 Stroke juga
menempati peringkat pertama untuk sepuluh peringkat teratas DALY Lost (Disability
Adjusted Life Year) Tahun 2017 di Indonesia. Jumlah penderita stroke terus
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Menurut Yayasan Stroke Indonesia, setiap
tahun diperkirakan 500.000 penduduk mengalami serangan stroke dan 25%
diantaranya (125.000 penduduk) meninggal, sisanya mengalami disabilitas ringan
maupun berat jangka panjang.4
Stroke yang juga dikenal dengan istilah cerebrovascular accident atau brain
attack merupakan kerusakan mendadak pada peredaran darah otak dalam satu

5
pembuluh darah arteri atau lebih. Serangan stroke akan mengganggu atau mengurangi
pasokan oksigen dan umumnya menyebakan kerusakan yang serius atau nekrosis pada
jaringan otak.5
Berdasarkan kelainan patologis yang terjadi, stroke terbagi menjadi 2
golongan major yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke iskemik terjadi
ketika suplai darah ke beberapa bagian di otak tidak mencukupi karena adanya oklusi
pembuluh darah arteri otak sehingga terjadi iskemia dan oksigen yang dibutuhkan
oleh sel otak menjadi sedikit atau bahkan tidak ada.6
Stroke hemoragik terjadi apabila adanya perdarahan akibat pecahnya
pembuluh darah di otak sehingga menyebabkan kerusakan otak dan gangguan fungsi
saraf. Stroke jenis hemoragik ini paling bahaya karena dapat menimbulkan kerusakan
yang luas akibat genangan darah di otak.7 Sekitar 83% dari seluruh kejadian stroke
berupa stroke iskemik dengan mekanisme berbeda yaitu 30% disebakan karena
trombosis arteri besar, kurang dari 5% stroke disebabkan oleh trombosis arteri sedang,
sedangkan 20% stroke disebakan trombosis cabang-cabang arteri kecil pada korteks
serebri. Kurang dari 32% disebabkan oleh emboli, yaitu tersumbatnya arteri oleh
bekuan darah yang berasal dari tempat lain di sirkulasi. Angka kejadian stroke
hemoragik yaitu sekitar 20% dari seluruh kejadian stroke.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 di Indonesia,
prevalensi stroke meningkat dari 7% (Riskesdas, 2013) menjadi 10,9%. Provinsi
Kalimantan Timur merupakan provinsi dengan prevalensi stroke tertinggi di Indonesia
dengan besar 14,7%, sedangkan Papua merupakan provinsi dengan prevalensi stroke
terendah dibandingkan provinsi lainnya dengan besar 4,1%.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Stroke

Stroke adalah gejala klinis yang terjadi secara mendadak dan cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal atau global dengan kelainan menetap hingga 24 jam atau
lebih, atau menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab kelainan yang jelas selain
pembuluh darah.10 Stroke termasuk penyakit serebrovaskular yang ditandai dengan
kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran
darah ke otak. WHO mendefinisikan stroke sebagai gejala defisit fungsi susunan
saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain
(WHO, 2011).2
2.1.1 Stroke iskemik

Stroke iskemik merupakan kumpulan gejala defisit neurologis akibat


gangguan fungsi otak akut baik fokal maupun global yang mendadak, disebabkan
oleh berkurangnya atau hilangnya aliran darah ke parenkim otak, retina atau medulla
spinalis, yang dapat disebabkan oleh penyumbatan yang dibuktikan dengan
pemeriksaan imaging dan pemeriksaan patologi.10
2.2. Klasifikasi Stroke Iskemik
Klasifikasi stroke iskemik berdasarkan waktunya terdiri atas:
a. Transient Ischaemic Attack (TIA): defisit neurologis membaik dalam
waktu kurang dari 10-30 menit dan gejala defisit neurologisnya
berlangsung kurang dari 24 jam

b. Reversible Ischaemic Neurological Deficit (RIND): defisit neurologis


membaik kurang dari 1 minggu.

c. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke: defisit neurologis


berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai berat sehingga
makin lama makin memberat

d. Completed Stroke: gangguan pada pembuluh darah otak yang


menyebabkan defisit neurolgis akut yang berlangsung lebih dari 24 jam.

7
Defisit neurologis menetap dan tidak berkembang lagi. Stroke jenis ini
akan menimbulkan gejala sisa.19

Beberapa penyebab stroke iskemik meliputi:


a. Trombosis

Aterosklerosis (tersering); Vaskulitis: arteritis temporalis, poliarteritis


nodosa; Robeknya arteri: karotis, vertebralis 10 (spontan atau traumatik);
Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit).

b. Embolisme

Sumber di jantung: fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium,


penyakit jantung rematik, penyakit katup jantung, katup prostetik,
kardiomiopati iskemik; Sumber tromboemboli aterosklerotik di arteri:
bifurkasio karotis komunis, arteri vertebralis distal; Keadaan hiperkoagulasi:
kontrasepsi oral, karsinoma.

Berdasarkan sistem pembuluh darah


a. Sistem karotis.
b. Sistem vertebrobasiler.20

Subtipe dasar pada stroke iskemik berdasarkan penyebab:


lakunar, thrombosis pembuluh besar dengan aliran pelan, embolik dan
kriptogenik
2.3 Epidemiologi
Secara global, 15 juta orang terserang stroke setiap tahunnya, satu pertiga
meninggal dan sisanya mengalami kecacatan permanen (Stroke forum, 2015). Stroke
merupakan penyebab utama kecacatan yang dapat dicegah.
Data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memperlihatkan
bahwa stroke merupakan penyebab kematian nomor satu pada pasien yang dirawat di
rumah sakit. Menurut Yayasan Stroke Indonesia, setiap tahun diperkirakan 500.000
penduduk mengalami serangan stroke dan 25% di antaranya (125.000 penduduk)

8
meninggal, sisanya mengalami cacat ringan maupun berat. Di Indonesia,
kecenderungan prevalensi stroke per 1000 orang mencapai 12,1 dan setiap 7 orang
yang meninggal, 1 diantaranya terkena stroke.
2.4 Patofisiologi

Tahapan terjadinya stroke iskemik terbagi menjadi:

Tahap 1
1. Penurunan aliran darah
2. Pengurangan Oksigen
3. Kegagalan Energi
4. Depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion

Tahap 2
1. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
2. Spreading depression

Tahap 3

1. Inflamasi
2. Apoptosis
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk Sirkulus Willisi. Arteria karotis interna dan sistem
vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah
ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau
kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu
menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut.

9
Tersumbatnya pembuluh darah intrakranial akut menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak. Aliran darah ke otak normalnya dipertahankan
oleh suatu mekanisme otoregulasi kurang lebih 58ml/100 gr/menit dan dominan
pada daerah abu-abu, dengan Mean Arterial Blood Pressure (MABP) antara 50-160
mmHg. Mekanisme tersebut gagal bila terjadi perubahan tekanan yang cepat dan
berlebihan. Jika MABP kurang dari 50 mmHg maka akan terjadi iskemia sedang,
jika lebih dari 160 mmHg akan terjadi gangguan sawar darah otak dan terjadi
edema serebri atau ensefalopati hipertensif.21
Kecepatan aliran darah di otak bervariasi antara 40-70 cm/detik. Apabila
aliran darah otak meningkat atau arteri menyempit maka kecepatan segmen arteri
juga akan meningkat. Hal ini mengindikasikan adanya toleransi tinggi terhadap
hipertensi dan juga sensitif terhadap hipotensi. Ketika aliran darah yang menuju
serebral dibawah 20ml/100gr/menit akan akan terjadi iskemia. Jika aliran ini terus
mengalami penurunan hingga 12ml/100gr/ menit maka akan terjadi kerusakan otak
permanen yang disebut infark. Jaringan yang mengalami iskemia namun masih
dapat mempertahankan integritas membrannya disebut sebagai iskemia penumbra
karena biasanya jaringan tersebut mengelilingi inti jaringan infark. Daerah
penumbra ini masih dapat diselamatkan dengan intervensi terapi.

10
Apabila aliran darah otak menurun dibawah 10ml/100gr/menit sel membran
dan fungsi sel akan terganggu sangat parah. Sel neuron tidak akan bertahan hidup
jika aliran darah dibawah 5ml/100gr/menit. Apabila tidak ada aliran darah ke otak
dalam waktu 4-10 menit, maka akan menyebabkan kematian otak.3
2.5 Manifestasi Klinis Stroke

Gejala gangguan fungsi otak pada stroke sangat tergantung pada daerah otak
yang terkena. Gejala awal serangan stroke teriadi mendadak (tiba-tiba), yang sering
dijumpai adalah:
1. Gejala gangguan neurologis global = kesadaran menurun

2. Gejala gangguan neurologis fokal

- Kelemahan (hemiparesis) atau kelumpuhan (hemiplegi) salah satu sisi


wajah, lengan, dan tungkai.

- Gangguan sensorik pada salah satu sisi wajah, lengan, dan tungkai

- Gangguan bicara (disartria)

- Gangguan berbahasa (afasia)

- Gejala neurologik lainnya seperti jalan sempoyongan (ataksia), rasa


berputar (vertigo), kesulitan menelan (disfagia), melihat ganda (diplopia),
penyempitan lapang penglihatan (hemianopsia, kuadran-anopsia)

Kebanyakan penderita stroke mengalami lebih dari satu macam gejala diatas.
Pada beberapa pederita dapat pula dijumpai nyeri kepala, mual, muntah, penurunan
kesadaran, dan kejang pada saat terjadi serangan stroke.

2.6 Pemeriksaan Fisik Stroke


Pemeriksaan sederhana untuk mengenali gejala dan tanda stroke yang disusun
oleh Cincinnati menggunakan singkatan FAST, mencakup F yaitu facial droop
(mulut mencong/tidak simetris), A yaitu arm weakness (kelemahan pada tangan), S
yaitu speech difficulties (kesulitan berbicara), serta T, yaitu time to seek medical help
(waktu tiba di RS secepat mungkin). FAST memiliki sensitifitas 85% dan spesifisitas
68% untuk menegakkan stroke, serta reliabilitas yang baik pada dokter dan para

11
medis.22
Secara umum pemeriksaan fisik awal yang dilakukan pada pasien stroke yaitu :
1. Pemeriksaan tanda vital

2. Pemeriksaan neurologis

- Kesadaran: menilai kesadaran dengan skor GCS

- Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, tanda Laseque, Kernig, dan


Brudzinski

- Saraf kranialis: terutama Nn. VII, XII, IX, X, dan saraf kranialis lainnya

- Motorik: kekuatan, tonus, refleks fisiologis, refleks patologis

- Sensorik

- Tanda serebelar: dismetria, disdiadokokinesia, ataksi, nystagmus

- Pemeriksaan fungsi luhur, terutama fungsi kognitif (bahasa, memori, dan


lain-lain)

- Pada pasien dengan kesadaran menurun, perlu dilakukan pemeriksaan


refleks batang otak:

o Pola pernapasan: Cheyne-Stokes, hiperventilasi neurogenik sentral,


apneustik, ataksik

o Refleks cahaya (pupil), refleks kornea, refleks muntah, refleks okulo-


sefalik (doll's eyes phenomenon)

3. Pemeriksaan leher: nilai pulsus & bruit pada carotis

4. Pemeriksaan jantung: menilai ada tidaknya aritmia dan murmur.

5. Pemeriksaan sistem organ lainnya.

2.7 Pemeriksaan Penunjang Stroke


Pemerisaan penunjang untuk mendiagnosis stroke dapat dilakukan di fasilitas
pelayanan Kesehatan sekunder : CT scan kepala atau MRI, EKG, kadar gula darah,
elektrolit serum, tes faal ginjal, darah lengkap, tes faal hati, dan rontgen thorax.

12
2.8 Diagnosis Stroke

Diagnosis awal ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


Kemudian dilakukan penilaian skor untuk membedakan stroke hemoragik atau
stroke iskemik. Jenis penilaian skor yang dapat digunakan antara lain skor Siriraj,
skor Gajah mada.

a. Skor siriraj

Interpretasi dari Siriraj Stroke Score (SSS) adalah :

1. Skor SSS > 1 berarti pasien mengalami stroke hemoragik (perdarahan).


2. Skor SSS < -1 maka pasien mengalami stroke iskemik (penyumbatan).

13
3. Skor antara -1 dan 1 maka hasilnya adalah meragukan dan membutuhkan
intervensipemeriksaan CT-Scan sesegera mungkin.

b. Skor Gajah mada

Kriteria diagnosis stroke iskemik adalah terdapat gejala defisit neurologis


global atau salah satu/beberapa defisit neurologis fokal yang terjadi mendadak
dengan bukti gambaran pencitraan otak (CT scan atau MRI).

14
2.9 Diagnosis Banding Stroke

Adapun diagnosis banding yang paling sering, yakni stroke hemoragik (bila
belum dilakukan CT/MRI otak).10
2.10 Tatalaksana Stroke

Tata laksana untuk stroke iskemik akut baik secara umum maupun khusus
mengacu dari pedoman yang telah dibuat di berbagai negara, sebagian besar dari
AHA/ASA (American Stroke Association) dan European Stroke Organization
(ESO) yang terbaru. Acuan ini terbagi dalam kekuatan rekomendasi kelas I-III
(class) dengan kelas I yang terkuat dan kualitas bukti (level of evidence) dari A-C
dengan level A tertinggi.
2.10.1 Tatalaksana Umum

1. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan.


a) Pemantauan status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan
saturasi oksigen secara kontinu dalam 72 jam pertama (ESO kelas IV,
good clinical practice/GCP).
b) Pemberian oksigen jika saturasi oksigen <95% (ESO kelas IV, GCP).
c) Perbaikan jalan nafas termasuk pemasanga pipa orofaring pada pasien
yang tidak sadar, pemberian bantuan ventilasi pada pasien yang
mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan
jalan napas (AHA/ASA kelas I, level C).

15
d) Intubasi endotracheal tube (ETT) atau laryngeal mask airway (LMA)
diperlukan pada pasien dengan hipoksia (pO2<60 mmHg atau pCO2>50
mmHg), syok, atau pasien yang berisiko untuk mengalami aspirasi.
e) Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu, jika
lebih maka dianjurkan trakeostomi.
2. Stabilisaasi Hemodinamik (Sirkulasi).
a) Pemberian cairan kristaloid atau koloid intravena (IV), dan hindari
pemberiancairan hipotonik seperti glukosa.
b) Dianjurkan pemasangan kateter vena sentral (central venous
catheter/CVC), upayakan tekanan vena sentral (central venous
pressure/CVP) 5-12 mmHg.
c) Optimalisasi tekanan darah.
d) Bila tekanan darah (TD) sistolok dibawah 120 mmHg dan cairan sudah
mencukupi, dapat diberikan agen vasopresor secara titrasi, seperti
dopamin dosis sedang/tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan targer
TD sistolik berkisar 140 mmHg.
e) Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24 jam
pertama setelah awitan serangan stroke iskemik (AHA/ASA kelas I, level
B).
f) Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsul
kardiologi).
3. Pengendalian Peningkatan Intrakranial (TIK).
a) Pemantauan ketat pada kasus dengan risiko edema serebri dengan
memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis pada hari-hari
pertama setelah serangan stroke (AHA/ASA kelas I, level B).
b) Monitor TIK harus di pasang pada pasien dengan GCS<9 dan pasien
dengan penurunan kesadaran karena kenaikan TIK. (AHA/ASA kelas V,
level C).
c) Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan tekanan perfusi
otak (cerebral perfusion pressure/CPP) >70 mmHg.

16
d) Penatalaksanaan peningkatan TIK meliputi :
1. Meninggikan posisi kepala 20-30o.
2. Memposisikan pasien dengan menghindari peningkatan vena jugulare.
3. Menghindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik.
4. Menghindari hipertermia.
5. Menjaga normovolemia.
6. Pemberian osmoterapi atas indikasi :
- Manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4-
6 jam dengan target osmolaritas ≤310mOsm/L (AHA/ASA :
kelas V, level C)
- Jika perlu, berikan furosemid dengan dosis inisial 1 mg/kgBB IV
7. Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCo2 35-40 mmHg).
Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan
operatif.
8. Paralisis neuromuskular yang dikombinai dengan sedasi adekuat
dapat mengurangi peningkatan TIK dengan cara mengurangi
naiknya tekanan intratorakal dan tekanan vena akibat batuk, suction,
atau bucking ventilator (AHA/ASA: kelas III-IV, level C).
9. Drainase ventrikular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke
iskemik serebral (AHA/ASA kelas I, level B)
10. Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik
serebral
yang menimbulkan efek masa (AHA/ASA kelas I, level B)
4. Pengendalian Kejang.
a) Bila kejang, dilakukan pemberian diazepam IV bolus lambat 5-20mg
dan diikuti oleh fenitoin dosis bolus 15-20mg/kg dengan kecepatan
maksimum 50mg/menit.
b) Obat kejang lain yang dapat diberikan adalah valproat, topiramat,
ataulevetorasetam, sesuai dengan klinis dan penyulit pada pasien.
c) Bila kejang belum teratasi, rawat di ICU.
5. Pengendalian Suhu Tubuh.

17
a) Setiap pasien stroke dengan febris harus diobati dengan antipiretik
(asetaminofen) dan diatasi penyebabnya (AHA/ASA kelas I, level C).
b) Pada pasien demam berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur
(trakeal, darah, dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika memakai kateter
ventrikular, analisis cairan serebrospinal harus dilakukan untuk
mendeteksi meningitis.
6. Tata Laksana Cairan.
a) Pemeberian cairan isotonis seperti NaCl 0,9%, ringer laktat, dan ringer
asetat, dengan tujuan menjaga euvolemi. CVP di pertahankan antara 5-
12mmHg.
b) Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindar,
kecuali padakeadaan hipoglokemia.
7. Nutrisi.
a) Nutrisi enternal paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam,
nutrisi oralhanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.
b) Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan
diberikanmelalui pipa nasogastrik.
c) Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30kkal/kg/hari.
d) Apabila kemungkinan pemakaian pipa nasogastrik diperkirakan >6
minggu, pertimbangkan untuk gastrostomi.
e) Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enternal tidak
memungkinkan, dukungan nutrisi boleh diberikan secara parenteral.
f) Perhatikan diet pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan yang
diberikan (misal : hindarkan makanan yang banyak mengandung vitamin
K pada pasien yang mendapat warfarin).
8. Pencegahan dan Mengatasi Komplikasi.
Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi,
malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi
ortopedik, dan kontraktur perlu dilakukan) (AHA/ASA level B atau C)

a) Berikan antibiotik atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur

18
dan sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola
kuman (AHA/ASA level A)
b) Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan atau memakai
kasur antidekubitus.
c) Pada pasien tertentu yang berisiko menderita DVT seperti pasien dengan
trombofilia, perlu diberikan heparin subkutan 5.000 IU dua kali sehari
atau 10.000 IU drip per 24 jam, atau LMWH atau heparinoid.
(AHA/ASA levelA).
9. Penatalaksanaan Medik Umum Lain.
a) Hiperglikemia (kadar glukosa darah >180mg/dl) pada stroke akut
harus diatasidengan titrasi insulin (AHA/ASA kelas I, level C)
b) Hipoglikemia berat (<50mg/dl) harus diatasi dengan dekstrosa 40% IV
ata infusglukosa 10-20%.
c) Manajemen hipertensi sesuai dengan protokol tata laksana hipertensi
stroke akut.
d) Jika gelisah lakukan terapi psikologi.
e) Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi.
f) Pemberian antagonis H2 apabila ada indikasi (perdarahan lambung).
g) Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.
h) Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan
kateterisasiintermitten.
i) Rehabilitasi/restorasi fisik, wicara, dan okupasi.
j) Atasi masalah psikologis, jika ada.
k) Edukasi keluarga.
l) Discharge planning (rencana pengelolaan pasien di luar RS).22

2.10.2 Tataksana Khusus

1. Trombolisis Intravena.
Terapi trombolisis menggunakan recombinant tissue plasminogen
activator (rTPA) seperti alteplase dapat diberikan pada stroke iskemik akut

19
dengan onset <6 jam secara intravena dengan mengikuti protokol serta kriteria
inklusi dan eksklusi yang ditetapkan. Dosis dianjurkan adalah 0,6-0,9
mg/kgBB.
2. Terapi Neurointervensi/Endovaskular.
Adalah terapi yang menggunakan kateterisasi untuk melenyapkan
trombus dipembuluh darah dengan cara melisiskan trombus secara langsung
(trombolisis intraarterial) atau dengan menarik trombus yang menyumbat
dengan alat khusus (trombektomi mekanik).
Trombektomi mekanik merupakan suatu prosedur endovaskular yang
dilakukan pada pasien yang memenuhi persyaratan sesuai rekomendasi terapi
neurointervensi/endovaskular pada stroke iskemik akut.
3. Pemberian Antikoagulan sebagai Pencegahan Sekunder.
a) Pemberian antikoagulan rutin terhadap pasien stroke iskemik akut
dengan tujuan memperbaiki keluaran atau sebagai pencegahan dini
terjadinya stroke ulang tidak direkomendasi (AHA/ASA: kelas III, level
A)
b) Pengobatan antikoagulan dalam 24 jam terhadap pasien yang mendapat
rTPA intravena tidak direkomendasi (AHA/ASA: kelas III, level B)
c) Pemberian antikoagulan tidak dilakukan sampai ada hasil pemeriksaan
pencitraan otak memastikan tidak ada perdarahan intrakranial primer.
Pasien yang mendapat antikoagulan perlu dilakukan monitor kadar
antikoagulan.
d) Tidak ditemukan manfaat pemberian heparin pada pasien stroke akut
dengan AF, walaupun masih dapat diberikan pada pasien yang selektif.
Aspirin dan dilanjutkan dengan pemberian warfarin untuk prevensi
jangka panjang dapat diberikan.
e) Warfarin merupakan pengobatan lini pertama untuk pencegahan
sekunder stroke iskemik pada kebanyakan kasus stroke kardio-emboli.
f) Penggunaan warfarin harus hati-hati, karena dapat meningkatkan resiko
perdarahan. Oleh karena itu perlu monitor INR paling sedikit 1 bulan

20
sekali.
g) Warfarin dapat mencegah terjadinya stroke emboli kardiogenik dan
mencegah emboli ulang pada keadaan risiko mayor. Dapat dimulai dari
dosis 2mg perhari dengan target INR 2,0-3,0. Pemeriksaan INR awal
adalah rutin per 3 hari selama 2 minggu. Selanjutnya pemantauan 1
minggu sekali dan setelah 1 bulan dilakukan 1 bulan sekali.

Selain warfarin, pada stroke kardioemboli yang disebabkan karena


fibrilasi atrial nonvalvular dapat diberikan new oral anticoagulant (NOAC)
seperti dabigatran (2 x 75mg atau 2 x 110mg), rivaroksaban (1 x 10mg atau
1x 15 mg), dan apiksaban(1 x 5 mg), sebagai pencegahan sekunder. Tidak ada
pemeriksaan darah untuk pemantauan khusus pada pemberian NOAC.

4. Pemberian Antiagregasi Trombosit.


a) Pemberian aspirin dengan dosis awal 325mg dalam 12 jam setelah onset
stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut (AHA/ASA: kelas I1,
level A).
b) Aspirin diberikan sebagai pencegahan sekunder, sehingga tidak boleh
digunakan sebagai pengganti tindakan intervensi yang bertujuan untuk
revaskularisasi (seperti trombolisis intravena) (AHA/ASA: kelas I1, level
B).
c) Jika direncanakan pemberian trombolisis, aspirin jangan diberikan.
d) Tidak direkomendasi kan penggunaan aspirin sebagai terapi ajuvan
dalam 24 jam setelah pemberian obat trombolitik (AHA/ASA: kelas III,
level A).
e) Pemberian antitrombosit intravena yang menghambat reseptor
glikoprotein(AHA/ASA: kelas III, level B).
f) Untuk pencegahan kejadian stroke iskemik, infark jantung, dan kematian
akibat vaskuler, klopidogrel 75mg lebih baik dibandingkan dengan
aspirin dan dapat diberikan pada fase akut atau setelah fase akut selesai.
g) Pemberian clopidogrel dikombinasikan dengan aspirin selama 12 hari

21
sampai 3 bulan yang dilanjutkan dengan pemberian clopidogrel saja,
superior untuk mencegah stroke pada pasien TIA dan stroke iskemik
ringan (NIHSS<5)
5. Tata Laksana Spesifik Lain dan Neuroproteksi.
a) Hemodilusi tidak dianjurkan dalam proteksi terapi stroke iskemik akut
(AHAASA: kelas IlI, level A).
b) Pemakaian obat hemoreologik seperti pentoksifilin dapat
dipertimbangkan pada stroke iskemik akut dengan hiperviskositas.
c) Tindakan carotid endarterectomy (CEA) dan carotid artery stenting
(CAS) dapat dipertimbangkan untuk dikerjakan pada pasien stroke
iskemik dengan stenosis karotis komunis/interna >50% sebagai upaya
pencegahan sekunder. Namun demikian, tindakan tersebut dilakukan
setalah fase akut. (AHA/ASA: kelas I,level A).
d) Meskipun berbagi hasil menunjukkan hasil yang berbeda, penggunaan
agen neuroprotektor dan neurorecovery seperti sitikolin, piracetam,
pentoksifilin, neuropeptiada Pro8Gly9-Pro10 ACTH (4-10), DBLS 1033,
dan MLC 601 dapat dipertimbangkan.

Edema serebri adalah penyebab utama dari kemunduran dini dan kematian
pada pasien dengan stroke iskemik luas (teritorial). Edema ini biasanya
berkembang antara hari ke-2 dan ke-5 dari awitan stroke, tetapi
menjelang hari ke-3, pasien dapat mengalami kemunduran neurologi
dalam 24 jam sesudah awitan keluhan.

e) Kraniektomi dekompresi direkomendasikan pada pasien stroke iskemik


luas yang mengalami edema serebri (malignant brain infarction) untuk
menyelamatkan jiwa namun dengan risiko gejala sisa gangguan
neurologik yang berat. Tindakan dilakukan dalam 48 jam sesudah awitan
keluhan dan di rekomendasikan pada pasien yang berusia <60 tahun
(AHA/ASA: kelas I, level A).
f) Mild hypothermia (dengan target temperatur otak antara 33-35°C)

22
mengurangi mortalitas pada pasien dengan infark arteri serebri media
luas, namun dapat menyebabkan efek samping yang berat meliputi krisis
TIK. Sepanjang pengembalian suhu tubuh.
g) Direkomendasikan tindakan pirau ventrikel peritoneal (VP shunt) atau
bedah kompresi untuk terapi infark serebelum luas yang menekan batang
otak.
h) Penatalaksanaan trombosis vena serebral dilakukan secara komprehensif,
yaitu dengan terapi anti trombotik (terutama antikoagulan), terapi
simtomatik, dan terapipenyakit dasar.
i)
Tidak ada penelitian tentang lama pemberian antikoagulan untuk
trombosis vena serebral. Beberapa studi merekomendasikan pemberian
antikoagulan <3 bulan, diikuti pemberian terapi antitrombosit
(AHA/ASA: kelas II A, level C).22
2.11 Komplikasi
Komplikasi stroke yang harus diwaspadai karena dapat mengakibatkan
kematian dan kecacatan adalah komplikasi medis, antara lain komplikasi pada
jantung, paru (pneumonia), perdarahan saluran cerna, infeksi saluran kemih,
dekubitus, trombosis vena dalam, dan sepsis. Sedangkan komplikasi neurologis
terutama adalah edema otak dan peningkatan intrakranial, kejang, serta transformasi
perdarahan pada infark.7

2.12 Prognosis
Prognosis adalah dubia, tergantung luas dan letak lesi. Penanganan yang
lambat akan mengakibatkan angka kecacatan dan kematian yang tinggi. Untuk stroke
hemoragik Sebagian besar prognosisnya dubia ad malam.

23
BAB III

KESIMPULAN

Stroke adalah gejala klinis yang terjadi secara mendadak dan cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal atau global dengan kelainan menetap hingga 24 jam atau
lebih, atau menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab kelainan yang jelas selain
pembuluh darah.

Berdasarkan mekanisme terjadinya, stroke terbagi menjadi 2, yaitu : Stroke


iskemik (penyumbatan) & Stroke hemoragik (perdarahan). Stroke iskemik
merupakan kumpulan gejala defisit neurologis akibat gangguan fungsi otak akut
baik fokal maupun global yang mendadak, disebabkan oleh berkurangnya atau
hilangnya aliran darah ke parenkim otak, retina atau medulla spinalis, yang dapat
disebabkan oleh penyumbatan yang dibuktikan dengan pemeriksaan imaging dan
atau patologi.

Gejala gangguan fungsi otak pada stroke sangat tergantung pada daerah otak
yang terkena. Gejala awal serangan stroke teriadi mendadak (tiba-tiba), yang sering
dijumpai adalah: Gejala gangguan neurologis global berupa kesadaran menurun dan
Gejala gangguan neurologis fokal berupa: Kelemahan (hemiparesis) atau
kelumpuhan (hemiplegi) salah satu sisi wajah, lengan, dan tungkai, Gangguan
sensorik pada salah satu sisi wajah, lengan, dan tungkai, Gangguan bicara
(disartria), Gangguan berbahasa (afasia), Gejala neurologik lainnya seperti jalan
sempoyongan (ataksia), rasa berputar (vertigo), kesulitan menelan (disfagia),
melihat ganda (diplopia), penyempitan lapang penglihatan (hemianopsia, kuadran-
anopsia)
Kebanyakan penderita stroke mengalami lebih dari satu macam gejala diatas.
Pada beberapa pederita dapat pula dijumpai nyeri kepala, mual, muntah, penurunan
kesadaran, dan kejang pada saa t terjadi serangan stroke.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Publishes Definitive Atlas on Global Heart Disease and Stroke

Epidemic.;2014.

http://www.who.int/mediacentre/news/release/2014/pr68/en/index.html

2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kesehatan Indonesia

Menghadapi Revolusi Industri 4.0.; 2019.

3. Irwan. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Deepublish; 2018.

4. Yayasan Stroke Indonesia. Jumlah Penderita Stroke Semakin Meningkat.;

2013.

5. Kowalak, Jenifer P. Buku Ajar Patofisiologi. (Kowalak, Welsh, Mayer, eds.).

Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2017.

6. Yunadi Y. Intervensi pada Stroke Non-Hemoragik. J Kardiol Indones.

2012;31(3):155-159. ijconline.id/index.php/ijc/article/download/126/129

7. Wahyuddin, Arief W. Pengaruh Pemberian PNF Terhadap Kekuatan Fungsi

Prehension pada Pasien Stroke Hemoragik dan Non-Hemoragik. J Fisioter

Indones. 2018;8(1):88-90.

8. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (Siti

Setiati, ed.). Interna Publishing; 2017.

9. Mairina, Fitrina R. Gambaran Profil Lipid Pasien Stroke Di Rumah Sakit

Stroke Nasional Bukittinggi.; 2018. yankes.kemkes.gp.id/read--gambaran-

profil-lipid-pasien-stroke-di-rumah-sakit-stroke-nasional-bukittinggi-5114.html

10. Yueniwati Y. Deteksi Dini Stroke Iskemia Dengan Pemeriksaan

25
Ultrasonografii Vaskular Dan Variasi Genetika. (Ruri Erlangga, ed.).

Universitas Brawijaya Press (UB Press); 2015.

11. Paciaroni M, Bogousslavsky J. Primary and Secondary Prevention of Ischemic

Stroke. Eur Neurol. 2010;63(5):267-278. doi:10.1159/000285183

12. Ghani L, Mihardja LK, Delima. Faktor Risiko Dominan Penderita Stroke di

Indonesia. Bul Penelit Kesehat. 2016;44(1):49-58.

13. Sofyan AM. Hubungan Umur, Jenis Kelamin, dan Hipertensi dengan Kejadian

Stroke. J FK UHO. 2015;3(2):24-25.

14. Utama H. Stroke Petunjuk Perawatan Pasien Pasca Stroke Di Rumah. Balai

Penerbit Fakultas Kedokteran Unviversitas Indonesia; 2013.

15. Daniati, Erawati. Hubungan Tekanan Darah dengan Kadar Kolesterol LDL

(Low Density Lipoprotein) pada Penderita Penyakit Jantung Koroner di RSUP

Dr. M. Djamil Padang. J Kesehat Perintis. 2018;5(2):153-158.

16. Listiyana AD. Obesitas Sentral dan Kolesterol Darah Total. J Kesehat Masy.

2013;1(1):37-43. journal.unnes.ac.id

17. Pinzon R. Awas Stroke! (Westriningsih, ed.). CV ANDI OFFSET (Penerbit

ANDI); 2017.

18. Puspita Ayu Ramadhani. Hubungan Tingkat Stres, Asupan Natrium, dan

Riwayat Makan dengan Kejadian Stroke. J e-Journal Unair. 2016;2(3):104-

106.

19. Powers WJ, Rabinstein AA, Ackerson T, et al. 2018 Guidelines for the Early

Management of Patients With Acute Ischemic Stroke: A Guideline for

Healthcare Professionals From the American Heart Association/American

26
Stroke Association. Stroke. 2018;49(3). doi:10.1161/STR.0000000000000158

20. Buis J. Thirteen Chronic Disease, in Particular Stroke. Thela Thesis; 2017.

21. Sacco RL, Kasner SE, Broderick JP, et al. An Updated Definition of Stroke for

the 21st Century. Stroke. 2013;44(7) :2064-2089.

doi:10.1161/STR.0b013e318296aeca

22. Irfan M. Fisiologi Bagi Insan Stroke. Graha Ilmu; 2015.

23. Liang TH, LIM EC-H. The Black Book of Clinical Examination. (Lim JW.,

ed.). Mc Graw Hill Edication (Asia); 2015.

24. Rahmawati NR, Wati AP. Pengaruh Suplementasi Zinc Terhadap Keluaran

Pasien Stroke Iskemia Akut. J Kedokt Diponegoro. 2016;5(4):1328-1338.

27

Anda mungkin juga menyukai