STROKE ISKEMIK
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada bagian/SMF Ilmu Saraf di Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa
Banda Aceh Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama
Disusun Oleh :
Fatiatul Khairi
22174012
Pembimbing :
dr. Caisar Riana, M. Ked (Neu), Sp.S
Penulis,
Fatiatul Khairi
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................. 2
DAFTAR ISI................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. 5
3
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 25
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
pembuluh darah arteri atau lebih. Serangan stroke akan mengganggu atau mengurangi
pasokan oksigen dan umumnya menyebakan kerusakan yang serius atau nekrosis pada
jaringan otak.5
Berdasarkan kelainan patologis yang terjadi, stroke terbagi menjadi 2
golongan major yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke iskemik terjadi
ketika suplai darah ke beberapa bagian di otak tidak mencukupi karena adanya oklusi
pembuluh darah arteri otak sehingga terjadi iskemia dan oksigen yang dibutuhkan
oleh sel otak menjadi sedikit atau bahkan tidak ada.6
Stroke hemoragik terjadi apabila adanya perdarahan akibat pecahnya
pembuluh darah di otak sehingga menyebabkan kerusakan otak dan gangguan fungsi
saraf. Stroke jenis hemoragik ini paling bahaya karena dapat menimbulkan kerusakan
yang luas akibat genangan darah di otak.7 Sekitar 83% dari seluruh kejadian stroke
berupa stroke iskemik dengan mekanisme berbeda yaitu 30% disebakan karena
trombosis arteri besar, kurang dari 5% stroke disebabkan oleh trombosis arteri sedang,
sedangkan 20% stroke disebakan trombosis cabang-cabang arteri kecil pada korteks
serebri. Kurang dari 32% disebabkan oleh emboli, yaitu tersumbatnya arteri oleh
bekuan darah yang berasal dari tempat lain di sirkulasi. Angka kejadian stroke
hemoragik yaitu sekitar 20% dari seluruh kejadian stroke.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 di Indonesia,
prevalensi stroke meningkat dari 7% (Riskesdas, 2013) menjadi 10,9%. Provinsi
Kalimantan Timur merupakan provinsi dengan prevalensi stroke tertinggi di Indonesia
dengan besar 14,7%, sedangkan Papua merupakan provinsi dengan prevalensi stroke
terendah dibandingkan provinsi lainnya dengan besar 4,1%.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Stroke adalah gejala klinis yang terjadi secara mendadak dan cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal atau global dengan kelainan menetap hingga 24 jam atau
lebih, atau menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab kelainan yang jelas selain
pembuluh darah.10 Stroke termasuk penyakit serebrovaskular yang ditandai dengan
kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran
darah ke otak. WHO mendefinisikan stroke sebagai gejala defisit fungsi susunan
saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain
(WHO, 2011).2
2.1.1 Stroke iskemik
7
Defisit neurologis menetap dan tidak berkembang lagi. Stroke jenis ini
akan menimbulkan gejala sisa.19
b. Embolisme
8
meninggal, sisanya mengalami cacat ringan maupun berat. Di Indonesia,
kecenderungan prevalensi stroke per 1000 orang mencapai 12,1 dan setiap 7 orang
yang meninggal, 1 diantaranya terkena stroke.
2.4 Patofisiologi
Tahap 1
1. Penurunan aliran darah
2. Pengurangan Oksigen
3. Kegagalan Energi
4. Depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2
1. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
2. Spreading depression
Tahap 3
1. Inflamasi
2. Apoptosis
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk Sirkulus Willisi. Arteria karotis interna dan sistem
vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah
ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau
kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu
menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut.
9
Tersumbatnya pembuluh darah intrakranial akut menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak. Aliran darah ke otak normalnya dipertahankan
oleh suatu mekanisme otoregulasi kurang lebih 58ml/100 gr/menit dan dominan
pada daerah abu-abu, dengan Mean Arterial Blood Pressure (MABP) antara 50-160
mmHg. Mekanisme tersebut gagal bila terjadi perubahan tekanan yang cepat dan
berlebihan. Jika MABP kurang dari 50 mmHg maka akan terjadi iskemia sedang,
jika lebih dari 160 mmHg akan terjadi gangguan sawar darah otak dan terjadi
edema serebri atau ensefalopati hipertensif.21
Kecepatan aliran darah di otak bervariasi antara 40-70 cm/detik. Apabila
aliran darah otak meningkat atau arteri menyempit maka kecepatan segmen arteri
juga akan meningkat. Hal ini mengindikasikan adanya toleransi tinggi terhadap
hipertensi dan juga sensitif terhadap hipotensi. Ketika aliran darah yang menuju
serebral dibawah 20ml/100gr/menit akan akan terjadi iskemia. Jika aliran ini terus
mengalami penurunan hingga 12ml/100gr/ menit maka akan terjadi kerusakan otak
permanen yang disebut infark. Jaringan yang mengalami iskemia namun masih
dapat mempertahankan integritas membrannya disebut sebagai iskemia penumbra
karena biasanya jaringan tersebut mengelilingi inti jaringan infark. Daerah
penumbra ini masih dapat diselamatkan dengan intervensi terapi.
10
Apabila aliran darah otak menurun dibawah 10ml/100gr/menit sel membran
dan fungsi sel akan terganggu sangat parah. Sel neuron tidak akan bertahan hidup
jika aliran darah dibawah 5ml/100gr/menit. Apabila tidak ada aliran darah ke otak
dalam waktu 4-10 menit, maka akan menyebabkan kematian otak.3
2.5 Manifestasi Klinis Stroke
Gejala gangguan fungsi otak pada stroke sangat tergantung pada daerah otak
yang terkena. Gejala awal serangan stroke teriadi mendadak (tiba-tiba), yang sering
dijumpai adalah:
1. Gejala gangguan neurologis global = kesadaran menurun
- Gangguan sensorik pada salah satu sisi wajah, lengan, dan tungkai
Kebanyakan penderita stroke mengalami lebih dari satu macam gejala diatas.
Pada beberapa pederita dapat pula dijumpai nyeri kepala, mual, muntah, penurunan
kesadaran, dan kejang pada saat terjadi serangan stroke.
11
medis.22
Secara umum pemeriksaan fisik awal yang dilakukan pada pasien stroke yaitu :
1. Pemeriksaan tanda vital
2. Pemeriksaan neurologis
- Saraf kranialis: terutama Nn. VII, XII, IX, X, dan saraf kranialis lainnya
- Sensorik
12
2.8 Diagnosis Stroke
a. Skor siriraj
13
3. Skor antara -1 dan 1 maka hasilnya adalah meragukan dan membutuhkan
intervensipemeriksaan CT-Scan sesegera mungkin.
14
2.9 Diagnosis Banding Stroke
Adapun diagnosis banding yang paling sering, yakni stroke hemoragik (bila
belum dilakukan CT/MRI otak).10
2.10 Tatalaksana Stroke
Tata laksana untuk stroke iskemik akut baik secara umum maupun khusus
mengacu dari pedoman yang telah dibuat di berbagai negara, sebagian besar dari
AHA/ASA (American Stroke Association) dan European Stroke Organization
(ESO) yang terbaru. Acuan ini terbagi dalam kekuatan rekomendasi kelas I-III
(class) dengan kelas I yang terkuat dan kualitas bukti (level of evidence) dari A-C
dengan level A tertinggi.
2.10.1 Tatalaksana Umum
15
d) Intubasi endotracheal tube (ETT) atau laryngeal mask airway (LMA)
diperlukan pada pasien dengan hipoksia (pO2<60 mmHg atau pCO2>50
mmHg), syok, atau pasien yang berisiko untuk mengalami aspirasi.
e) Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu, jika
lebih maka dianjurkan trakeostomi.
2. Stabilisaasi Hemodinamik (Sirkulasi).
a) Pemberian cairan kristaloid atau koloid intravena (IV), dan hindari
pemberiancairan hipotonik seperti glukosa.
b) Dianjurkan pemasangan kateter vena sentral (central venous
catheter/CVC), upayakan tekanan vena sentral (central venous
pressure/CVP) 5-12 mmHg.
c) Optimalisasi tekanan darah.
d) Bila tekanan darah (TD) sistolok dibawah 120 mmHg dan cairan sudah
mencukupi, dapat diberikan agen vasopresor secara titrasi, seperti
dopamin dosis sedang/tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan targer
TD sistolik berkisar 140 mmHg.
e) Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24 jam
pertama setelah awitan serangan stroke iskemik (AHA/ASA kelas I, level
B).
f) Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsul
kardiologi).
3. Pengendalian Peningkatan Intrakranial (TIK).
a) Pemantauan ketat pada kasus dengan risiko edema serebri dengan
memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis pada hari-hari
pertama setelah serangan stroke (AHA/ASA kelas I, level B).
b) Monitor TIK harus di pasang pada pasien dengan GCS<9 dan pasien
dengan penurunan kesadaran karena kenaikan TIK. (AHA/ASA kelas V,
level C).
c) Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan tekanan perfusi
otak (cerebral perfusion pressure/CPP) >70 mmHg.
16
d) Penatalaksanaan peningkatan TIK meliputi :
1. Meninggikan posisi kepala 20-30o.
2. Memposisikan pasien dengan menghindari peningkatan vena jugulare.
3. Menghindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik.
4. Menghindari hipertermia.
5. Menjaga normovolemia.
6. Pemberian osmoterapi atas indikasi :
- Manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4-
6 jam dengan target osmolaritas ≤310mOsm/L (AHA/ASA :
kelas V, level C)
- Jika perlu, berikan furosemid dengan dosis inisial 1 mg/kgBB IV
7. Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCo2 35-40 mmHg).
Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan
operatif.
8. Paralisis neuromuskular yang dikombinai dengan sedasi adekuat
dapat mengurangi peningkatan TIK dengan cara mengurangi
naiknya tekanan intratorakal dan tekanan vena akibat batuk, suction,
atau bucking ventilator (AHA/ASA: kelas III-IV, level C).
9. Drainase ventrikular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke
iskemik serebral (AHA/ASA kelas I, level B)
10. Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik
serebral
yang menimbulkan efek masa (AHA/ASA kelas I, level B)
4. Pengendalian Kejang.
a) Bila kejang, dilakukan pemberian diazepam IV bolus lambat 5-20mg
dan diikuti oleh fenitoin dosis bolus 15-20mg/kg dengan kecepatan
maksimum 50mg/menit.
b) Obat kejang lain yang dapat diberikan adalah valproat, topiramat,
ataulevetorasetam, sesuai dengan klinis dan penyulit pada pasien.
c) Bila kejang belum teratasi, rawat di ICU.
5. Pengendalian Suhu Tubuh.
17
a) Setiap pasien stroke dengan febris harus diobati dengan antipiretik
(asetaminofen) dan diatasi penyebabnya (AHA/ASA kelas I, level C).
b) Pada pasien demam berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur
(trakeal, darah, dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika memakai kateter
ventrikular, analisis cairan serebrospinal harus dilakukan untuk
mendeteksi meningitis.
6. Tata Laksana Cairan.
a) Pemeberian cairan isotonis seperti NaCl 0,9%, ringer laktat, dan ringer
asetat, dengan tujuan menjaga euvolemi. CVP di pertahankan antara 5-
12mmHg.
b) Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindar,
kecuali padakeadaan hipoglokemia.
7. Nutrisi.
a) Nutrisi enternal paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam,
nutrisi oralhanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.
b) Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan
diberikanmelalui pipa nasogastrik.
c) Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30kkal/kg/hari.
d) Apabila kemungkinan pemakaian pipa nasogastrik diperkirakan >6
minggu, pertimbangkan untuk gastrostomi.
e) Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enternal tidak
memungkinkan, dukungan nutrisi boleh diberikan secara parenteral.
f) Perhatikan diet pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan yang
diberikan (misal : hindarkan makanan yang banyak mengandung vitamin
K pada pasien yang mendapat warfarin).
8. Pencegahan dan Mengatasi Komplikasi.
Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi,
malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi
ortopedik, dan kontraktur perlu dilakukan) (AHA/ASA level B atau C)
a) Berikan antibiotik atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur
18
dan sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola
kuman (AHA/ASA level A)
b) Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan atau memakai
kasur antidekubitus.
c) Pada pasien tertentu yang berisiko menderita DVT seperti pasien dengan
trombofilia, perlu diberikan heparin subkutan 5.000 IU dua kali sehari
atau 10.000 IU drip per 24 jam, atau LMWH atau heparinoid.
(AHA/ASA levelA).
9. Penatalaksanaan Medik Umum Lain.
a) Hiperglikemia (kadar glukosa darah >180mg/dl) pada stroke akut
harus diatasidengan titrasi insulin (AHA/ASA kelas I, level C)
b) Hipoglikemia berat (<50mg/dl) harus diatasi dengan dekstrosa 40% IV
ata infusglukosa 10-20%.
c) Manajemen hipertensi sesuai dengan protokol tata laksana hipertensi
stroke akut.
d) Jika gelisah lakukan terapi psikologi.
e) Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi.
f) Pemberian antagonis H2 apabila ada indikasi (perdarahan lambung).
g) Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.
h) Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan
kateterisasiintermitten.
i) Rehabilitasi/restorasi fisik, wicara, dan okupasi.
j) Atasi masalah psikologis, jika ada.
k) Edukasi keluarga.
l) Discharge planning (rencana pengelolaan pasien di luar RS).22
1. Trombolisis Intravena.
Terapi trombolisis menggunakan recombinant tissue plasminogen
activator (rTPA) seperti alteplase dapat diberikan pada stroke iskemik akut
19
dengan onset <6 jam secara intravena dengan mengikuti protokol serta kriteria
inklusi dan eksklusi yang ditetapkan. Dosis dianjurkan adalah 0,6-0,9
mg/kgBB.
2. Terapi Neurointervensi/Endovaskular.
Adalah terapi yang menggunakan kateterisasi untuk melenyapkan
trombus dipembuluh darah dengan cara melisiskan trombus secara langsung
(trombolisis intraarterial) atau dengan menarik trombus yang menyumbat
dengan alat khusus (trombektomi mekanik).
Trombektomi mekanik merupakan suatu prosedur endovaskular yang
dilakukan pada pasien yang memenuhi persyaratan sesuai rekomendasi terapi
neurointervensi/endovaskular pada stroke iskemik akut.
3. Pemberian Antikoagulan sebagai Pencegahan Sekunder.
a) Pemberian antikoagulan rutin terhadap pasien stroke iskemik akut
dengan tujuan memperbaiki keluaran atau sebagai pencegahan dini
terjadinya stroke ulang tidak direkomendasi (AHA/ASA: kelas III, level
A)
b) Pengobatan antikoagulan dalam 24 jam terhadap pasien yang mendapat
rTPA intravena tidak direkomendasi (AHA/ASA: kelas III, level B)
c) Pemberian antikoagulan tidak dilakukan sampai ada hasil pemeriksaan
pencitraan otak memastikan tidak ada perdarahan intrakranial primer.
Pasien yang mendapat antikoagulan perlu dilakukan monitor kadar
antikoagulan.
d) Tidak ditemukan manfaat pemberian heparin pada pasien stroke akut
dengan AF, walaupun masih dapat diberikan pada pasien yang selektif.
Aspirin dan dilanjutkan dengan pemberian warfarin untuk prevensi
jangka panjang dapat diberikan.
e) Warfarin merupakan pengobatan lini pertama untuk pencegahan
sekunder stroke iskemik pada kebanyakan kasus stroke kardio-emboli.
f) Penggunaan warfarin harus hati-hati, karena dapat meningkatkan resiko
perdarahan. Oleh karena itu perlu monitor INR paling sedikit 1 bulan
20
sekali.
g) Warfarin dapat mencegah terjadinya stroke emboli kardiogenik dan
mencegah emboli ulang pada keadaan risiko mayor. Dapat dimulai dari
dosis 2mg perhari dengan target INR 2,0-3,0. Pemeriksaan INR awal
adalah rutin per 3 hari selama 2 minggu. Selanjutnya pemantauan 1
minggu sekali dan setelah 1 bulan dilakukan 1 bulan sekali.
21
sampai 3 bulan yang dilanjutkan dengan pemberian clopidogrel saja,
superior untuk mencegah stroke pada pasien TIA dan stroke iskemik
ringan (NIHSS<5)
5. Tata Laksana Spesifik Lain dan Neuroproteksi.
a) Hemodilusi tidak dianjurkan dalam proteksi terapi stroke iskemik akut
(AHAASA: kelas IlI, level A).
b) Pemakaian obat hemoreologik seperti pentoksifilin dapat
dipertimbangkan pada stroke iskemik akut dengan hiperviskositas.
c) Tindakan carotid endarterectomy (CEA) dan carotid artery stenting
(CAS) dapat dipertimbangkan untuk dikerjakan pada pasien stroke
iskemik dengan stenosis karotis komunis/interna >50% sebagai upaya
pencegahan sekunder. Namun demikian, tindakan tersebut dilakukan
setalah fase akut. (AHA/ASA: kelas I,level A).
d) Meskipun berbagi hasil menunjukkan hasil yang berbeda, penggunaan
agen neuroprotektor dan neurorecovery seperti sitikolin, piracetam,
pentoksifilin, neuropeptiada Pro8Gly9-Pro10 ACTH (4-10), DBLS 1033,
dan MLC 601 dapat dipertimbangkan.
Edema serebri adalah penyebab utama dari kemunduran dini dan kematian
pada pasien dengan stroke iskemik luas (teritorial). Edema ini biasanya
berkembang antara hari ke-2 dan ke-5 dari awitan stroke, tetapi
menjelang hari ke-3, pasien dapat mengalami kemunduran neurologi
dalam 24 jam sesudah awitan keluhan.
22
mengurangi mortalitas pada pasien dengan infark arteri serebri media
luas, namun dapat menyebabkan efek samping yang berat meliputi krisis
TIK. Sepanjang pengembalian suhu tubuh.
g) Direkomendasikan tindakan pirau ventrikel peritoneal (VP shunt) atau
bedah kompresi untuk terapi infark serebelum luas yang menekan batang
otak.
h) Penatalaksanaan trombosis vena serebral dilakukan secara komprehensif,
yaitu dengan terapi anti trombotik (terutama antikoagulan), terapi
simtomatik, dan terapipenyakit dasar.
i)
Tidak ada penelitian tentang lama pemberian antikoagulan untuk
trombosis vena serebral. Beberapa studi merekomendasikan pemberian
antikoagulan <3 bulan, diikuti pemberian terapi antitrombosit
(AHA/ASA: kelas II A, level C).22
2.11 Komplikasi
Komplikasi stroke yang harus diwaspadai karena dapat mengakibatkan
kematian dan kecacatan adalah komplikasi medis, antara lain komplikasi pada
jantung, paru (pneumonia), perdarahan saluran cerna, infeksi saluran kemih,
dekubitus, trombosis vena dalam, dan sepsis. Sedangkan komplikasi neurologis
terutama adalah edema otak dan peningkatan intrakranial, kejang, serta transformasi
perdarahan pada infark.7
2.12 Prognosis
Prognosis adalah dubia, tergantung luas dan letak lesi. Penanganan yang
lambat akan mengakibatkan angka kecacatan dan kematian yang tinggi. Untuk stroke
hemoragik Sebagian besar prognosisnya dubia ad malam.
23
BAB III
KESIMPULAN
Stroke adalah gejala klinis yang terjadi secara mendadak dan cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal atau global dengan kelainan menetap hingga 24 jam atau
lebih, atau menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab kelainan yang jelas selain
pembuluh darah.
Gejala gangguan fungsi otak pada stroke sangat tergantung pada daerah otak
yang terkena. Gejala awal serangan stroke teriadi mendadak (tiba-tiba), yang sering
dijumpai adalah: Gejala gangguan neurologis global berupa kesadaran menurun dan
Gejala gangguan neurologis fokal berupa: Kelemahan (hemiparesis) atau
kelumpuhan (hemiplegi) salah satu sisi wajah, lengan, dan tungkai, Gangguan
sensorik pada salah satu sisi wajah, lengan, dan tungkai, Gangguan bicara
(disartria), Gangguan berbahasa (afasia), Gejala neurologik lainnya seperti jalan
sempoyongan (ataksia), rasa berputar (vertigo), kesulitan menelan (disfagia),
melihat ganda (diplopia), penyempitan lapang penglihatan (hemianopsia, kuadran-
anopsia)
Kebanyakan penderita stroke mengalami lebih dari satu macam gejala diatas.
Pada beberapa pederita dapat pula dijumpai nyeri kepala, mual, muntah, penurunan
kesadaran, dan kejang pada saa t terjadi serangan stroke.
24
DAFTAR PUSTAKA
Epidemic.;2014.
http://www.who.int/mediacentre/news/release/2014/pr68/en/index.html
2013.
2012;31(3):155-159. ijconline.id/index.php/ijc/article/download/126/129
Indones. 2018;8(1):88-90.
8. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (Siti
profil-lipid-pasien-stroke-di-rumah-sakit-stroke-nasional-bukittinggi-5114.html
25
Ultrasonografii Vaskular Dan Variasi Genetika. (Ruri Erlangga, ed.).
12. Ghani L, Mihardja LK, Delima. Faktor Risiko Dominan Penderita Stroke di
13. Sofyan AM. Hubungan Umur, Jenis Kelamin, dan Hipertensi dengan Kejadian
14. Utama H. Stroke Petunjuk Perawatan Pasien Pasca Stroke Di Rumah. Balai
15. Daniati, Erawati. Hubungan Tekanan Darah dengan Kadar Kolesterol LDL
16. Listiyana AD. Obesitas Sentral dan Kolesterol Darah Total. J Kesehat Masy.
2013;1(1):37-43. journal.unnes.ac.id
ANDI); 2017.
18. Puspita Ayu Ramadhani. Hubungan Tingkat Stres, Asupan Natrium, dan
106.
19. Powers WJ, Rabinstein AA, Ackerson T, et al. 2018 Guidelines for the Early
26
Stroke Association. Stroke. 2018;49(3). doi:10.1161/STR.0000000000000158
20. Buis J. Thirteen Chronic Disease, in Particular Stroke. Thela Thesis; 2017.
21. Sacco RL, Kasner SE, Broderick JP, et al. An Updated Definition of Stroke for
doi:10.1161/STR.0b013e318296aeca
23. Liang TH, LIM EC-H. The Black Book of Clinical Examination. (Lim JW.,
24. Rahmawati NR, Wati AP. Pengaruh Suplementasi Zinc Terhadap Keluaran
27