DOSEN PENGAMPU:
Ns. Fernalia, S.Kep., M.Kep
Disusun Oleh
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis persembahkan kepada Yang Maha kuasa pencipta alam
semesta atas nikmat yang diberikan khususnya nikmat kesehatan, sehingga
i
penulis lancar dalam menuangkan ide-ide untuk menyelesaikan makalah yang
berjudul “ Askep kegawatan pada sistem kardiovaskuler: Stroke(non hemoragik)”.
Makalah ini dibuat dalam rangka proses pembelajaran sekaligus untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat. Di dalam makalah ini
akan dibahas tentang teori-teori konsep penanganan kegawat daruratan pada
berbagai macam penyakit.
Dalam proses pembuatan makalah ini penulis mendapatkan bimbingan dari
dosen pengampu Ibu Ns. Fernalia, S.Kep., M.Kep dan bantuan dari sumber yang
lain, dengan ini penulis mengucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat
dijadikan salah satu sumber belajar dan informasi tentang keperawatan gawat
darurat pada penyakit Stroke.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penderita stroke cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya
menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia
muda dan produktif. Saat ini Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah
penderita stroke terbesar di Asia (Yastroki, 2009). Angka ini diperberat
dengan adanya pergeseran usia penderita stroke yang semula menyerang orang
usia lanjut kini bergeser ke arah usia produktif. Bahkan, kini banyak
menyerang anak-anak usia muda (Gemari, 2008).
Stroke merupakan suatu gangguan disfungsi neurologis akut yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak
(dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam beberapa
jam) dengan gejala - gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan daerah fokal
otak yang terganggu World Health Organization (WHO, 2005).
Stroke merupakan satu masalah kesehatan yang besar dalam kehidupan
modern saat ini. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000
penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang
meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat. Jumlah penderita stroke
cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk
usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif.
Stroke dapat menyerang setiap usia, namun yang sering terjadi pada usia di
atas 40 tahun. Angka kejadian stroke meningkat dengan bertambahnya usia,
makin tinggi usia seseorang, makin tinggi kemungkinan terkena serangan
stroke (Yayasan Stroke Indonesia, 2006).
Secara ekonomi, insiden stroke berdampak buruk akibat kecacatan
karena stroke akan memberikan pengaruh terhadap menurunnya produktivitas
dan kemampuan ekonomi masyarakat dan bangsa (Yastroki, 2009).
Stroke merupakan masalah kesehatan dan perlu mendapat perhatian
khusus. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan utama di hampir
seluruh RS di Indonesia. Angka kejadian stroke meningkat dari tahun ke
1
tahun, Setiap tahun 7 orang yang meninggal di Indonesia, 1 diantaranya
karena stroke (DEPKES,2011).
Berdasarkan catatan rekam medis RSPAD Gatot Soebroto Jakarta
Pusat, Khususnya Ruang ICU pada bulan Januari – Maret 2015, pasien
dengan masalah Stroke Haemoragik berjumlah 6 orang dari 429 pasien
(1,39%), selama tiga bulan terakhir ini.
Adapun faktor risiko yang memicu tingginya angka kejadian stroke
adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi (non-modifiable risk factors)
seperti usia, ras, gender, genetik, dan riwayat Transient Ischemic Attack atau
stroke sebelumnya. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi (modifiable risk
factors) berupa hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes, obesitas,
penggunaan oral kontrasepsi, alkohol, dislipidemia (PERDOSSI, 2007).
B. Rumusan Masalah
Bagaimana konsep teori kegawat daruratan dan askep kegawatan pada
sistem kardiovaskuler: stroke?
C. Tujuan Penulisan
Penulis mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien stroke di
IGD secara langsung.
1. Penulis dapat melakukan pengkajian keperawatan pada dengan Stroke di
IGD
2. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan dengan tepat pada Stroke di
IGD
3. Mampu membuat intervensi keperawatan dengan tepat dengan Stroke di
IGD
4. Mampu melakukan implementasi keperawatan sesuai dengan rencana
keperawatan yang dibuat dengan Stroke di IGD
5. Mampu melakukan evaluasi hasil dengan Stroke IGD
6. Mampu memperluas dan memperdalam kasus stoke secara komprehensif.
7. Mengetahui perbedaan antara teori dengan kasus yang terjadi di lapangan.
2
D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Diharapkan penulis dapat menambah ilmu pengetahuan dan meningkatkan
pengalaman yang lebih mendalam dalam memberikan Asuhan
Keperawatan khususnya pada pasien dengan Stroke hemoragik di IGD.
2. Bagi Akademik
Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan di masa yang akan
datang.
3
BAB 1I
TINJAUAN PUSTAKA
4
C. Manifestasi Klinis Stroke Non Hemorargik
Menurut (Chang, dkk, 2010, hal. 269) tanda dan gejala stroke non
hemorargik antara lain;
1. Arteri karotis interna
a. Hemiparesis atau paralisis pada bagian wajah, lengan dan kaki
b. Defisit sensorik kontralateral pada wajah, lengan dan kaki
c. Afasia atau disfasia jika terkena hemisfer yang dominan
d. Apraksia, agnosia, dan unilateral neglect jika terkena hemisfer non-
dominan
e. Gangguan penglihatan(Chang, dkk, 2010, hal. 289)
2. Arteri serebri anterior
a. Hemiparesis pada kaki sampai tungkai bagian bawah
b. Berkurangnya sensorik kontralateral pada kaki sampai tungkai bagian
bawah
c. Kehilangan kemampuan untuk membuat keputusan atau bertindak
secara volunter
d. Inkontinensia urine(Lemone, dkk, 2016, hal. 1802)
3. Arteri serebri media
a. Hemiplegia pada derah (flacid pada muka, lengan dan tungkai pada
sisi kontralateral)
b. Gangguan sensorik (pada daerah yang sama sebagai hemiplegia)
c. Aphasia (aphasia global jika hemisfer dominan yang dipengaruhi)
d. Hemonymous hemianopsia
e. Bingung sampai dengan koma (makin buruk tingkat kesadaran)
f. Ketidakmampuan menggerakan mata terhadap sisi yang paralisis
g. Denial paralisis
h. Kemungkinan pernapasan chynestokes
i. Sakit kepala
j. Paresis vasomotor (Widagdo,dkk, 2008, hal. 89)
5
4. Arteri vertebrobasilaris
a. Lemah di sisi yang diserang
b. Mati rasa di sekitar bibir dan mulut
c. Potongan bidang visual
d. Diplopia
e. Koordinasi buruk
f. Disfagia
g. Bicara mencerca
h. Pusing
i. Amnesia dan ataksia(Masriadi, 2016, hal. 120)
5. Arteri basilaris
a. Quadriplegia
b. Kelemahan otot faring, lidah, dan wajah (Chang, dkk, 2010, hal. 289)
6. Arteri serebralis
a. Atakasia, vertigo, limbung dan nistagmus
b. Mual dan muntah
c. Gangguan rasa nyeri dan sensibilitas terhadap suhu pada batang tubuh
dan ekstermitas di sisi kontralateral
d. Paralisis tatapan mata
e. Pupil kecil dan ptosis pada sisi kelopak mata yang terkena (Chang,
dkk, 2010, hal. 289)
6
2. Sisi kiri otak
a. Dominan untuk bicara, kemampuan analisis, dan memori auditori serta
verbal
b. Hemiplegia sisi kanan
c. Afasia ekspresif, reseptif, atau global
d. Gangguan proses berpikir
e. Kelemahan penglihatan sisi kanan
f. Perilaku berhati-hati
7
hanya saja RIND berlangsung maksimal 1 minggu (7 hari) dan kemudian
pulih kembali (dalam jangka waktu 3 minggu) serta tidak meninggalkan
gejala sisa (Masriadi, 2016, hal. 122)
4. Stroke embolik kardiogenik
Stroke ini terjadi ketika bekuan darah dari fibrilasi atrial, trombi
ventrikel, infark miokard, penyakit jantung kongesti, atau plak
asteroklerosis masuk sistem sirkulasi dan menjadi tersumbat pada
pembuluh serebral terlalu sempit untuk memungkinkan gerakan lebih
lanjut. Pembuluh darah kemudian mengalami oklusi. Tempat yang paling
sering mengalami emboli serebral adalah di bifurkasi pembuluh, terutama
pada arteri serebral tengah (Lemone, dkk, 2016, hal. 1801).
5. Complete stroke
Suatu gangguan pembuluh darah pada otak yang
menyebabkan deficit neurologist yang berlangsung lebih dalam waktu 24
jam. Stroke ini akan meninggalkan gejala sisa (Masriadi, 2016, hal. 122).
6. Progressive Stroke (Stroke in Evolution)
Gejala gangguan neurologis yang progresif dalam waktu enam jam
atau lebih. Stroke jenis ini merupakan stroke dimana penentuan
prognosisnya terberat dan sulit. Hal ini disebabkan kondisi pasien yang
cenderung labil, berubah-ubah dan dapat mengarah ke kondisi yang lebih
buruk (Masriadi, 2016, hal. 122).
E. Patofisiologi
Berdasarkan dari segi penyebab, stroke non hemorargik dapat terjadi
dari beberapa faktor pencetus dimulai dari faktor gaya hidup, faktor yang
dapat diubah, sampai dengan faktor yang tidak dapat diubah. (Alchuriyah &
Wahjuni, 2016, hal. 63) dan (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 151).
Dari berbagai faktor tersebut dapat menyebabkan ateroklerosis yang
terbentuk daerah yang berlemak, seiring waktu terbentuk plak fibrosis
(ateroma) di lokasi yang mengalami keterbatasan terutama di daerah yang
berlawanan yaitu di percabangan arteri ekstraserebral.
8
Sel darah merah/ trombosit kemudian melekat pada permukaan plak
bersama dengan fibrin, secara perlahan trombosit yang melekat dapat
memperbesar ukuran plak sehingga menyebabkan terbentuknya trombus.
Penyempitan atau oklusi tersebut dapat dapat mengakibatkan aliran darah ke
serebral sehingga dapat mengakibatkan terjadinya stroke non hemorargik
(Chang, dkk, 2010, hal. 286-287).
Apabila aliran suplai darah ke otak terganggu maka akan menimbulkan
perfusi darah pada otak itu sendiri berubah yang dapat menimbulkan hipoksia
(Batticaca, 2008, hal. 56-57). Dari hipoksia dalam otak akan menyebabkan
berbagai macam patofisiologi munculnya klasifikasi stroke yaitu trombotik,
embolik, iskemik, dan infark lakunar. Penyebab yang pertama adalah stroke
iskemik (TIA), dimana saling berhubungan dengan iskhemik serebral dan
disfungsi neurologis sementara (Widagdo, dkk, 2008, hal. 88)
Trombotik bekuan cairan didalam pembuluh darah adalah tipe stroke
yang paling umum terjadi, dimana sering dikaitkan dengan ateroklerosis dan
menyebabkan penyempitan lumen arteri sehingga menyebabkan gangguan
suplai darah yang menuju ke otak yang dapat mengenai arteri serebral
tunggal (Lemone, dkk, 2016, hal. 1801).
Penyebab umum yang terakhir adalah stroke embolik kardiogenik
(bekuan darah atau material lain) terjadi ketika bekuan darah dari fibrilasi
atrial, trombi ventrikel, infark miokard, penyakit jantung kongesti, atau plak
ateroklrerosis masuk ke sistem sirkulasi dan menjadi tersumbat pada
pembuluh serebral tersebut, sehingga menyebabkan oklusi pembuluh darah,
yang dapat mengenai arteri serebral tengah (Lemone, dkk, 2016, hal. 1801).
F. Phatway
9
Gambar 2.1 Pathway stroke non hemorargik berdasarkan (Nurarif & Kusuma,
2015) dan (Lemone, dkk, 2016)
G. Komplikasi
Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah
serebral dan luasnya area cedera yang dapat mengakibatkan perubahan pada
aliran darah serebral sehingga ketersediaan oksigen ke otak menjadi
berkurang dan akan menimbulkan kematian jaringan otak (Bararah & Jauhar,
2013, hal. 36). Komplikasi yang khas mencakup defisit sensoriperseptual,
perubahan kognitif, dan perilaku, gangguan komunikasi, defisit motorik, dan
gangguan eliminasi (Lemone, dkk, 2016, hal. 1802)
H. Konsep Ketidakefektifan Perfusi Serebral dan Oksigenasi
1. Definisi Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral
Perubahan perfusi jaringan serebral merupakan suatu kondisi dimana
individu mengalami atau beresiko mengalami penurunan terutama nutrisi
dan pernapasan pada jaringan serebral akibat suplai darah dalam jaringan
mengalami penurunan (Ihwayuni, dkk, 2014, hal. 21)
10
Penyebab ketidakefektifan perfusi jaringan serebral pada pasien
stroke dimungkinkan mengalami gangguan transfer oksigen atau cerebro
blood flow yang mengalami penurunan sehingga mengakibatkan perfusi
jaringan menurun, yang dapat menimbulkan iskemik (Sunarto, 2015, hal.
23)
3. Definisi oksigenasi
Oksigenasi (O2) merupakan gas yang sangat vital dalam
kelangsungan hidup sel serta jaringan karena oksigen diperlukan secara
terus menerus untuk proses metabolisme di dalam tubuh (Tarwoto &
Wartonah, 2010, hal. 9)
4. Proses oksigenasi
Proses oksigenasi melibatakan sistem pernapasan dan
kardiovaskuler. Proses oksigenasi terdiri dari tiga tahapan yaitu;
a. Ventilasi
Ventilasi adalah suatu perjalanan udara yang masuk dan keluar
dari atmosfer menuju ke paru-paru, akibat perbedaan tekanan udara.
Proses ventilasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya;
b. Konsentrasi oksigen
Konsentrasi oksigen didataran tinggi lebih rendah daripada
daerah dataran yang lebih rendah, hal ini akan membawa dampak pada
kerja dari system pernapasan dan cardiovaskuler. Didaerah yang lebih
tinggi kerja jantung akan lebih besar.
c. Kondisi jalan napas
Keluar dan masuknya udara dari alveolus ini akan menuju ke
hidung, pharing, laring, trachea, broncheolus serta alveolus. Saat jalan
napas mengalami gangguan akan memengaruhi volume udara yang
masuk, keadaan ini dapat disebabkan karena; obstruksi mekanik,
mucus yang tertahan, lidah yang menutup jalan napas, broncopasme
akibat reaksi alergi; meningkatnya permeabilitas kapiler.
d. Complience dan recoil paru
11
Pengembangan dan pengempisan paru yang tidak sempurna
dapat disebabkan karena edema, tumor atau paralise. Complience dan
recoil sangat dipengaruhi oleh elastisitas jaringan paru (tergantung
surfaktan) dan tegangan permukaan paru. Dalam keadaan fisiologis
sekresi surfaktan akan meningkat dengan tarikan napas panjang atau
menguap
5. Pengaturan pernapasan
Disaat tidur irama pernapasan tidak bisa diatur menurut kemauan
kita diatur oleh medulla dan pons. Pons bertanggung jawab untuk
mengatur ritme sedangkan pusatnya ada di medulla (Atoilah & Kusnadi,
2013, hal. 21-22)
6. Difusi
Difusi adalah proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida yang
keluar kedalam alveoli yang dipengaruhi juga oleh perbedaan tekanan
parsial gas masing-masing. Faktor-faktor yang memengaruhi kecepatan
difusi antara lain;
a. Ketebalan membran difusi
Membran difusi adalah permukaan alveolus paru-paru. Semakin tebal
semakin sulit difusi keadaan seperti ini bisa disebabkan oleh keadaan
edema paru. Dalam keadaan normal membraan difusi adalah 0,6
mikron
b. luas permukaan
Kehilangan luas permukaan difusi lebih 25% akan tampak gangguan
pernapasan terutama saat melakukan aktivitas.luas permukaan alveoli
bila dibentangkan + 25 m2
c. Koefisien difusi
Tergantung dari berat molekul gas dan daya larut gas. CO2 lebih tinggi
berat molekul dan daya larutnya dibanding O2 sehingga difusinya lebih
cepat.
12
Gas berpindah dari tekanan yang lebih tinggi ke daerah yang
tekananya lebih rendah
e. Elastisitas membran
Semakin elastis semakin mudah berdifusi, sangat tergantung dari
keberadaan surfaktan (Atoilah & Kusnadi, 2013, hal. 22-23)
f. Transportasi
Transportasi gas merupakan perpindahan gas dari paru ke jaringan dan
dari jaringan ke paru dengan bantuan darah (aliran darah) (Haswita &
Sulistyowati, 2017, hal. 15). Faktor yang mempengaruhi transportasi
oksigen antar alain;
g. Cardiac out put
Saat volume darah yang dipompakan oleh jantung berkurang maka
jumlah oksigen yang ditansport akan berkurang.
h. Jumlah eritrosit (Hb)
Dalam keadaan anemia oksigen yang berikatan dengan Hb berkurang
juga sehingga jaringan akan kekurangan oksigen
i. Latihan fisik
Aktivitas yang teratur akan berdampak pada keadaan membaiknya
pembuluh darah sebagai sarana transportasi, sehingga darah akan
lancar menuju daerah tujuan
j. Hematokrit (Ht)
Perbandingan antara zat terlarut (darah) dengan zat pelarut (plasma
darah). Semakin kental keadaan darah semakin sulit untuk di
transportasi
k. Suhu lingkungan
Panas lingkungan sangat membantu memperlancar peredaran
darah (Atoilah & Kusnadi, 2013, hal. 23)
7. Faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi
1. Faktor fisiologis :
a. Menurunya kemampuan mengikat O2 seperti pada anemia
13
b. Menurunya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi
saluran napas bagian atas, peningkatan sputum yang berlebihan
pada saluran pernapasan
c. Kekurangan volume cairan dalam tubuh menyebabkan suplai
O2 terganggu sehingga mengakibatkan tekanan darah mengalami
penurunan
d. Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu
hamil, luka dan lain-lain.
e. Penyakit seperti obesitas, muskuloskletel, dan penyakit kronik
seperti TBC paru, dimana kondisi tersebut dapat mempengaruhi
pergerakan dinding dada (Heriana, 2014, hal. 299-300)
f. Faktor perkembangan
g. Bayi yang lahir prematur dapat menyebabkan kurangnya
pembentukan surfaktan
h. Bayi dan todler; adanya resiko infeksi saluran pernapasan dan
merokok
i. Anak usia sekolah dan remaja yang merokok beresiko terkena
infeksi saluran pernapasan
j. Dewasa muda dan pertengahan; diet yang tidak sehat, kurang
aktivitas, stres yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru
k. Dewasa tua; adanya penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
ateroklrosis, elastisitas menurun, dan ekspansi paru
menurun(Haswita & Sulistyowati, 2017, hal. 16)
2. Faktor perilaku
a. Nutrisi; pola nutrisi pada penderita obesitas menimbulkan
penurunan ekspansi paru, gizi yang buruk mengakibatkan anemia
sehingga daya ikat oksigen berkurang, diet yang tinggi lemak
menimbulkan ateroklresosis
b. Aktivitas fisik latihan dapat meningkatkan kebutuhan oksigen
c. Merokok; nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah
perifer dan koroner
14
d. Alkohol dan obat-obatan menyebabkan asupan nutrisi dan Fe
menurun yang mengakibatkan penurunan hemoglobin. Alkohol
menyebabkan depresi pusat pernapasan
e. Kecemasan; menyebabkan metabolisme meningkat(Heriana, 2014,
hal. 300-301)
f. Faktor lingkungan
g. Tempat kerja (polusi)
h. Temperatur lingkungan
i. Ketinggian tempat dari permukaan laut (Tarwoto & Wartonah,
2010, hal. 32-33)
8. Tipe kekurangan oksigen dalam tubuh
Jika oksigen dalam tubuh berkurang, maka ada beberapa istilah yang
dipakai sebagai manifestasi kekurangan oksigen tubuh, yaitu hipoksemia,
hipoksia, dan gagal napas. Status oksigenasi tubuh dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan Analisis Gas Darah (AGD) dan oksimetri.
a. Hipoksemia
Hipoksemia merupakan proses penurunan konsentrasi oksigen
dalam darah arteri dibawah batas normal (normal PaO2 85-100 mmHg,
SaO2 95%). Pada neonatus PaO2 , < 50 mmHg atau SaO 2 < 88 %. Pada
dewasa, anak, bayi, PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90 %. Penurunan
konsentrasi oksigen dalam darah arteri diakibatkan proses ventilasi,
perfusi, difusi, pirau (shunt) terganggu, atau berada pada tempat yang
kurang oksigen. Tubuh akan mengalami hipoksemia, dengan cara
melakukan kompensasi pernapasan, peningkatan stroke volume,
pelebaran pembuluh darah, dan peningkatan nadi. Sesak napas,
frekuensi napas 35x/menit, nadi cepat dan dangkal, serta sianosis
merupakan tanda dan gejala dari hipoksemia (Tarwoto & Wartonah,
2010, hal. 34)
15
b. Hipoksia
Kurangnya pemenuhan oksigen selular disebabkan berkurangnya
oksigen yang dihirup atau meningkatnya penggunaan oksigen pada
tingkat seluler. Hipoksia dapat disebabkan oleh;
1) Menurunya hemoglobin
2) Berkurangnya konsentrasi oksigen jika berada di puncak
gunung/dataran tinggi
3) Keracunan sianida yang mengakibatkan ketidakadekuatan jaringan
mengikat oksigen
4) Penyakit pneumonia yang disebabkan difusi oksigen dari alveoli
kedalam darah mengalami penurunan
5) Menurunya perfusi jaringan seperti pada syok
6) Kerusakan atau gangguan ventilasi
Hipoksia memiliki tanda-tanda antara lain timbulnya kelelahan,
rasa cemas, konsentrasi menurun, meningkatnya nadi, pernapasan
cepat dan dalam, kebiruan atau pucat, sesak napas, dan
clubing (Heriana, 2014, hal. 302-303)
c. Gagal napas
Merupakan kebutuhan oksigen dalam tubuh akibat kehilangan
kemampuan ventilasi secara adekuat sehingga terjadi kegagalan
pertukaran gas karbon dioksida dan oksigen. Gagal napas ditandai oleh
adanya peningkatan CO2 dan penurunan O2 dalam darah secara
signifikan. Gagal napas dapat disebabkan oleh gangguan sistem saraf
pusat yang mengontrol sistem pernapasan, kelemahan neuromuskular,
keracunan obat, gangguan metabolisme, kelemahan otot pernapasan,
dan obstruksi jalan napas (Tarwoto & Wartonah, 2010, hal. 33-35)
9. Penatalaksanaan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
Penatalaksanaan perfusi serebral pasien stroke non hemorargik menurut
(Ismail , 2011, hal. 248) diantaranya;
16
a. Terapi umum
1) Posisi secara head-up 300, posisikan kepala dan dada sejajar, posisi
tidur diubah setiap 2 jam, mobilisasi dapat dilakukan jika
hemodinamik sudah stabil dan dilakukan secara bertahap.
Kemudian bebaskan jalan napas, pemberian oksigen 1-2
liter/menit sampai hasil analisis gas darah muncul. Jika perlu,
lakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik,
jika kandung kemih penuh gunakan kateter intermiten.
2) Berikan 1500-2000 mL cairan isotonik, kristaloid maupun koloid
sesuai dengan kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau
salin isotonik. Pemasangan NGT dilakukan jika mengalami
gangguan menelan dan kesadaran menurun.
3) Glukosa dalam darah yang lebih dari 150 mg% harus dikoreksi
sampai didapatkan gula darah sewaktu mencapai 150 mg% dengan
insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Jika kadar
gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% diatasi segera dengan
pemberian dekstrosa 40% iv sampai stabil kemudian dicari
penyebabnya.
4) Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-
obatan sesuai gejala. Jika tekanan sistolik lebih dari 220 mmHg,
dan diastolik lebih dari 120 mmHg, MAP ≥ 130 mmHg dilakukan
dua kali pengukuran dalam waktu 30 menit, atau didapatkan infark
miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal.
5) Tekanan darah dapat diturunkan maksimal 20%, dan obat yang
direkomendasikan seperti natrium nitro- prusid, penyekat reseptor
alfa-beta, antagonis kalsium.
6) Jika didapatkan tekanan sistolik kurang dari 90 mm Hg, diastolik
kurang dari 70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam,
dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau
sampai tekanan darah dapat diatasi. Jika tekanan darah sistolik
17
masih kurang dari 90 mmHg maka dilakukan pemberian dopamin
2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.
7) Jika mengalami kejang, dapat diberikan diazepam 5-20 mg iv
secara perlahan dalam waktu 3 menit, maksimal 100 mg per hari;
kemudian dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin,
karbamazepin). Pemberian antikonvulsan per oral dapat diberikan
jika kejang muncul setelah 2 minggu
b. Terapi khusus
Pengembalian jaringan dengan cara pemberian antiplatelet
seperti aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan
trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator).
Pemberian sitikolin dan pirasetam jika mengalami afasia.
18
d. Alamat / Tempat tinggal
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan (Ghani,dkk, 2016, hal. 53)
bahwa penderita stroke paling banyak terjadi yang tinggal di
perkotaan daripada di perdesaan
2 Pengkajian Primer
a. Airway
Pada penderita stroke yang mengalami penurunan kesadaran umumnya
mengalami hambatan jalan napas (Bararah & Jauhar, 2013, hal. 39),
sekret berbuih (Mubarak, dkk, 2015, hal. 6).
b. Breathing
1) Inspeksi
Terdapat retraksi otot pernapasan, pernapasan lebih dari 20
x/menit (Mubarak, dkk, 2015, hal. 6), kesulitan bernapas, sesak
napas atau apnea (Batticaca, 2008, hal. 67-68), kemungkinan
pernapasan cheynestokes (Widagdo, 2008, hal. 89)
2) Palpasi
Focal fremitus umumnya tidak seimbang antara kanan dan kiri
selama ada penumpukan sekret
3) Perkusi
Terdapat bunyi hipersonor jika terdapat sekret dalam lapang paru
4) Auskultasi
Terdapat suara napas tambahan ronkhi, wheezing jika pasien stroke
mengalami penurunan kesadaran (Mubarak, dkk, 2015, hal. 6)
c. Circulation
1) Tekanan darah
Dapat ditemukan tekanan darah tinggi/hipertensi dengan tekanaan
darah >200 mmHg (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 154)
2) Nadi
Frekuensi nadi dapat bervariasi (Bararah & Jauhar, 2013, hal. 38)
3) Suhu
Hipertermia (Lemone, dkk, 2016, hal. 1802)
19
4) Capilary Refill Time
Kapiler refill time > 1-2 detik (Mubarak, dkk, 2015, hal. 6)
5) Sianosis/pucat
Pada pasien stroke non hemorargik yang mengalami perfusi
serebral tidak efektif menyebabkan kadar PaO2 < 95% sehingga
menyebabkan sianosis (Mubarak, dkk, 2015, hal. 6)
6) Akral
Pada pasien stroke non hemorargik mengalami diaforesis sehingga
dapat ditemukan akral dingin (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 154)
7) Kelembapan
Pada pasien stroke non hemorargik mengalami diaforesis dan akral
dingin sehingga mengalami kelembapan pada kulitnya (Batticaca,
2008, hal. 66)
d. Disability
1) GCS/AVPU
Menurut (Heriana, 2014, hal. 63-65) ada tiga hal yang dinilai
dalam penilaian kuantitatif kesadaran yang menggunakan GCS
(Glasgow Coma Scale);
a. Respon membuka mata (eyes)
20
Bisa bicara, kata-kata yang diucapkan jelas dan baik,
Nilai 3: tetapi tidak menyambung dengan apa yang sedang
dibicarakan
Mampu bersuara namun tidak dapat ditangkap secara
Nilai 2: jelas apa artinya/ “ngrenyem”, suara tidak mampu
dikenali makna katanya
Nilai 1: Tidak bersuara apapun walau diberi rangsangan nyeri
c. Respon motorik
21
GCS <5 : Koma (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 142)
Pada klien yang mengalami stroke non hemorargik akan
mengalami gangguan tingkat kesadaran jika terjadi
ketidakseimbangan perfusi ventilasi (Bararah & Jauhar, 2013, hal.
71)
2) Pupil
Pupil kecil dan ptosis pada sisi kelopak mata yang terkena (Chang,
dkk, 2010, hal. 289)
3) Gangguan motorik
Hemiplegia, hemiparesis, flasiditas (tidak adanya tonus otot),
spastisitas (peningkatan tonus otot) (Lemone, dkk, 2016, hal. 1804)
4) Gangguan sensorik
Defisit dalam penglihatan, pendengaran, rasa dan indra
penciuman (Lemone, dkk, 2016, hal. 1802)
5) Exposure/Enviromental/Event
Pada pasien stroke non hemorargik biasanya akan terjadi ketika
selama tidur atau segera setelah bangun tidur sehingga jarang
adanya trauma (Widagdo, 2008, hal. 87)
e. Secondary Survey
f. Five Intervensi
1) EKG
Jika mempunyai penyakit jantung maka hasil EKG menunjukan
adanya disritmia (Bararah & Jauhar, 2013, hal. 38)
2) Kateter
Penggunaan kateter intermiten pada pasien stroke non hemorgik
untuk pengosongan kandung kemih (Nurarif & Kusuma, 2015, hal.
154)
3) NGT
Pemasangan selang nasogastrik jika didapatkan gangguan menelan
atau kesadaran menurun (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 154)
22
4) Sp O2
Didapatkan hasil < 95% (Mubarak, dkk, 2015, hal. 6)
5) Labolatorium
Peningkatan lemak dalam darah karena pasien stroke non
hemorargik kesulitan dalam memenuhi kebutuhan makan dan
minum (Bararah & Jauhar, 2013, hal. 38)
6) Full Of Vital Sign
a) MAP
>130 mmHg jika didapatkan infark miokard akut dan gagal
jantung kongestif (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 154)
b) Nadi
Pada stroke iskemik didapatkan nadi mungkin cepat dan halus
tergantung dari pada etiologi penyakit jantung yang
menyertai (Batticaca, 2008, hal. 59)
c) Suhu
Hipertermia (Lemone, dkk, 2016, hal. 1802)
d) RR
Pernapasan tidak teratur (Mubarak, dkk, 2015, hal. 5)
e) BB
BB mungkin menurun pada pasien stroke non hemorargik
karena mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan
makan dan minum karena adanya kehilangan sensasi pada
lidah. (Bararah & Jauhar, 2013, hal. 38)
7) Give Comfort
Jika dalam stroke non hemorargik mengalami peningkatan TIK
maka posisi kepala dinaikkan 30 derajat, posisi kepala dan dada
di satu bidang (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 155)
8) History
a) Keluhan Utama
Pada klien stroke non hemorargik keluhan utamnya biasanya
terjadi hemiparesis, hemisensorik, afasia, disartria, ataksia,
23
sampai vertigo dan akan mengalami penurunan
kesadaran (Batticaca, 2008, hal. 60)
b) Riwayat penyakit sekarang
Stroke non hemorargik akan terjadi pada saat santai atau tidur,
dengan lama serangan sekitar 2-15 menit sampai paling lama
24 jam, gejala yang timbul seperti pusing yang tidak lazim
adanya nyeri kepala yang hebat, mual, muntah, maupun panas.
Timbul rasa kesemutan pada sesisi badan, mati rasa dan terasa
seperti terbakar atau terkena cabai. Lemas atau bahkan
kelumpuhan pada sisi badan, mulut dan lidah mencong,
gangguan menelan (Masriadi, 2016, hal. 117-119).
c) Makan minum terakhir
Pada klien stroke infark akan mengalami kesulitan dalam
memenuhi kebutuhan makan dan minum. Hal ini dapat
diketahui melalui tanda dan gejala seperti nafsu makan hilang,
mual muntah. Kehilangan sensasi pada lidah, pipi dan
tenggorokan, disfagia, kesulitan menelan (Bararah & Jauhar,
2013, hal. 38)
d) Riwayat medikasi
Penyalahgunaan obat-obatan terlarang menyebabkan intake
nutrisi/Fe menurun sehingga mengakibatkan penurunan
hemoglobin (Tarwoto & Wartonah, 2010, hal. 33)
e) Pengalaman pembedahan
Pada pasien stroke akan dilakukan pembedahan jika mengalami
TIA (Lemone, dkk, 2016, hal. 1806)
f) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit diabetes melitus (Bararah & Jauhar,
2013, hal. 38), hipertensi ataupun hipotensi, riwayat penjakit
jantung (Batticaca, 2008, hal. 58)
24
g) Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat kelurga yang terkena stroke (Nurarif &
Kusuma, 2015, hal. 151)
3 Pemeriksaan Fisik Head to Toe:
a) Kepala
Pasien stroke akan mengeluh Pusing, sakit kepala (Bararah & Jauhar,
2013). Pemeriksaan 12 saraf kranial pasien stroke non hemorargik;
b) Nervus I olfaktorius
Defisit indra penciuman (Lemone, dkk, 2016, hal. 1802)
c) Nervus II opticus
Defisit penglihatan, hemianopia, homonomus, diplopia, penurunan
ketajaman penglihatan (Lemone, dkk, 2016, hal. 1802), berulangnya
serangan kebutaan atau penglihatan kabur pada ipsilateral
mata (Widagdo,dkk, 2008, hal. 90)
d) Nervus III oculomotoris
Pupil kecil dan ptosis pada sisi kelopak mata yang terkena, paralisis
tatapan mata (Chang, dkk, 2010, hal. 289)
e) Nervus IV throclearis
Jarang terjadi gangguan pergerakan mata (motorik) (Batticaca, 2008,
hal. 60)
f) Nervus V thrigeminus
Tidak lancar atau tidak dapat bicara, bicara pelo (Batticaca, 2008, hal.
60)
g) Nervus VI abdusen
Gangguan gerakan tangkas atau gerakan tidak terkoordinasi (Masriadi,
2016, hal. 119)
h) Nervus facialis
Paralisis wajah (Chang, dkk, 2010, hal. 8), muka tidak
simetris (Masriadi, 2016, hal. 119), hilangnya sensasi pada
wajah (Widagdo,dkk, 2008, hal. 91)
25
i) Nervus VII auditorius
Pada pasien dengan stroke non hemorargik akan mengalami tuli dan
tinnitus jika mengenai arteri serebral inferior anterior sisi
ipsilateral (Widagdo,dkk, 2008, hal. 91)
j) Nervus IX glosopharingeal
Gangguan menelan atau bila minum sering sering tersedak (Masriadi,
2016, hal. 119)
k) Nervus X Vagus
Muntah (Chang, dkk, 2010, hal. 289)
l) Nervus XI accesorius
Terdapat bendungan vena jugularis (Mubarak, dkk, 2015, hal. 6)
m) Nervus XII hypoglosus
Mulut dan lidah mencong bila diluruskan (Masriadi, 2016, hal. 119)
hilang sensasi pengecapan pada lidah (Batticaca, 2008, hal. 61)
1) Leher
Tidak ada kaku kuduk (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 152)
2) Dada
Paru-paru:
Inspeksi : terdapat retraksi otot pernapasan (Mubarak, dkk,
2015, hal. 6)
Palpasi : focal fremitus umumnya tidak seimbang antara
kanan dan kiri selama ada penumpukan sekret
Perkusi : terdapat bunyi hipersonor jika terdapat sekret dalam
lapang paru
Auskultasi : ronkhi, wheezing (Mubarak, dkk, 2015, hal. 6)
Jantung:
Inspeksi : ictus cordis tidak nampak pada pasien yang
mengalami obesitas
Palpasi : ictus cordis pada teraba pada ICS 5-6 bergeser ke
kiri
26
Perkusi : batas normal jantung atas ICS II mid sternalis, batas
bawah ICS V, batas kiri ICS V midclavicula sinistra
dekstra. Pada pasien stroke jika terjadi kardiomegali
perkusi yang didapatkan melebihi batas normal
Auskultasi : S1 dan S2 tidak teratur serta terdapat S3 (Mubarak,
dkk, 2015, hal. 6)
3) Abdomen
Konstipasi, impaksi feses (Lemone, dkk, 2016, hal. 1802),
mengalami distensi abdomen, bising usus negatif,
tympani (Bararah & Jauhar, 2013, hal. 38)
4) Ekstermitas
Mengalami kelumpuhan atau kelemahan separo badan (Nurarif &
Kusuma, 2015, hal. 152), gangguan fungsi motorik, lemah dan
mati rasa di kaki (Masriadi, 2016, hal. 120), hemiplegia,
kontarktur, ankilosis tubuh, atrofi disuse, disartria (Lemone, dkk,
2016, hal. 1802)
5) Kulit/integument
Defisit motorik dapat menyebabkan perubahan mobilitas sehingga
komplikasi dapat melibatkan sistem tubuh yang multipel salah
satunya kulit/integument yang dapat menciptakan pembentukan
luka dicubitus (Lemone, dkk, 2016, hal. 1804)
4 Pemeriksaan Penunjang
a. Angiografi serebri
Menggambarkan penyebab stroke secara jelas seperti adanya
perdarahan arterivena atau ruptur serta mencari perdarahan seperti
aneurisme atau malformasi vaskuler (Nurarif & Kusuma, 2015, hal.
153). Berdasarkan dari hasil pemeriksaan angiongrafi didapatkan
adanya pertahanan atau sumbatan arteri (Batticaca, 2008, hal. 61)
b. CT Scan
Merupakan pemeriksaan diagnostik standar dan dapat membedakan
perdarahan otak dengan infark yang memiliki manefestasi klinis yang
27
sama seperti tumor atau perdarahan otak karena trauma. (Chang, dkk,
2010, hal. 290). Pada pemeriksaan ini menunjukan hasil adanya
edema, hematoma, iskemia dan infark (Bararah & Jauhar, 2013, hal.
40)
c. USG Dopller
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis
dan arteroklerosis) (Batticaca, 2008, hal. 61). Hasil pemeriksaan ini
menunjukan adanya perdarahan subarakhnoid (Widagdo,dkk, 2008,
hal. 89)
d. MRI (Magnetic Resonance Imagine)
Untuk menunjukan adanya lesi seperti hematoma dan membedakan
iskemia dengan infark (Chang, dkk, 2010, hal. 290). Hasil dari
pemeriksaan ini menunjukan daerah yang mengalami infark,
perdarahan, malformasi arteriovena (Batticaca, 2008, hal. 61) adanya
oklusi (Chang, dkk, 2010, hal. 290), ruptur anurisma (Widagdo,dkk,
2008, hal. 89)
e. Pemeriksaan labolatorium
Darah rutin, gula darah, urine rutin, cairan serebrospinal, AGD,
biokimia darah, elektrolit. Digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis (Batticaca, 2008, hal. 62). Hasil dari pemeriksaan
labolatorium menunjukan hasil AGD yang tidak normal (Mubarak,
dkk, 2015, hal. 6), kenaikan hematokrit dengan vaskositas darah yang
tinggi (Chang, dkk, 2010, hal. 290), peningkatan lemak dalam darah
(Bararah & Jauhar, 2013, hal. 38).
f. EKG 12 Lead
Membantu mengidentifikasi penyebab kardiak jika stroke emboli
dicurigai terjadi (Chang, dkk, 2010, hal. 290). Pada pemeriksaan ini
akan menunjukan adanya disritmia (Bararah & Jauhar, 2013, hal. 38)
g. Sinar tengkorak
Adanya gambaran kalenjar lempeng pienal yang berubah pada daerah
yang berlawanan dari massa yamg melebar, dan adanya kalsifikasi
28
parsial dinding aneurisme pada daerah yang mengalami perdarahan
yaitu pada subarakhnoid (Batticaca, 2008, hal. 61). Hasil dari
pemeriksaan ini menunjukan adanya tumor sel embolik di dalam
otak (Widagdo,dkk, 2008, hal. 88)
J. Terapi Medis
1. Penatalaksanaan medis
Pemberian nutrisi dapat diberikan dengan menggunakan cairan yang
mengandung isotonik, kristaloid atau koloid 1500-200 mL, pemeriksaan
kadar gula darah sewaktu yang >150 mg% dengan insulin drip intravena
kontinu selama 2-3 hari pertama. Jika terjadi penurunan kadar gula dalam
darah < 60 mg % atau < 80 mg% dengan gejala dapat diatasi segera
dengan pemberian cairan dekstrosa 40% secara (IV) sampai stabil dan
harus dicari diketahui awal penyebabnya. Obat-obatan yang
direkomendasikan ialah diazepam 5-20 mg iv maksimal 100 mg/hari jika
terjadi kejang, jika didapatkan peningkatan TIK beri manitol 0,25-1
gr/KgBB per 30 menit, jika ada gejala rebound dilanjutkan manitol 0,25
gr/KgBB per 30 menit selam 6 jam. Pemberian citicolin 100-
300 mg.hari diberikan secra IV/IM dan sodium Thipenton 5 mg/KgBB
sebagai pengganti diazepam (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 153-154)
2. Penatalaksanaan keperawatan
3. Mengkaji status pernapasan
4. Mengobservasi tanda-tanda vital
5. Memantau fungsi usus dan kandung kemih
6. Melakukan katerisasi kandung kemih
7. Mempertahankan tirah baring(Bararah & Jauhar, 2013, hal. 37)
8. Penatalaksanaan gizi
Pemberian nutrisi yang dianjurkan pada klien dengan memberikan
makanan cair supaya tidak menimbukkan aspirasi dan cairan harus
dibatasi mulai hari pertama setelah terjadi stroke sebagai alternatif untuk
mencegah pembengkakan pada otak, serta pemberian diet rendah garam
29
dan menghindari makanan yang kaya akan lemak dan kolestrol (Bararah
& Jauhar, 2013, hal. 37)
K. Diagnosa Keperawatan
Berikut diagnosa keperawatan berdasarkan (Wilkinson, 2015) dan (SDKI,
2016)
1. Gangguan mobilitas fisik
a. Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ektremitas secara
mandiri
b. Penyebab
1) Kerusakan intregitas kerusakan tulang
2) Penurunan kendali otot
3) Penurunan kekuatan otot
4) kekakuan sendi
5) gangguan neuromuskular
6) Nyeri
7) Program pembatasan gerak
c. Gejala dan Tanda Mayor
1) Subjektif
Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
2) Objektif
a. Kekuatan otot menurun
b. Rentang gerak ROM menurun
d. Gejala dan Tanda Minor
1) Subjektif
a) Nyeri saat bergerak
b) Enggan mekukan pergerakan
c) Merasa cemas saat bergerak
2) Objektif
a) Sendi kaku
30
b) Gerakan tidak terkoordinasi
c) Gerakan terbatas
d) Fisik lemah.
2. Kondisi klinis terkait
Stroke (SDKI, 2016, hal. 124-125)
3. Gangguan Komunikasi Verbal
a. Definisi : Penurunan, perlambatan, atau ketiadaan kemampuan
untuk menerima, mengirim, dan atau menggunakan sistem simbol
b. Penyebab
1) Penurunan sirkulasi serebral
2) Gangguan neuromuskular
3) Gangguan pendengaran
4) Gangguan muskuloskltel
5) Hambatan individu (misal; ketakutan, kecemasan, merasa malu,
emosional, kurang privasi)
6) Hambatan psikotik (misal; gangguan psikotik, gangguan konsep
diri, harga diri rendah, gangguan emosi)
7) Hambatan lingkungan (ketiadaan orang terdekat)
c. Gejala dan tanda mayor
1) Subyektif
Tidak tersedia
2) Obyektif
a) Tidak mampu berbicara atau mendengar
b) Menunjukan respon tidak sesuai
d. Gejala dan tanda minor
1) Subyektif
Tidak tersedia
2) Obyektif
a) Afasia
b) Disartria
c) Pelo
31
d) Tidak ada kontak mata
e) Sulit memahami komunikasi
f) Sulit mempertahankan komunikasi
g) Sulit menggunakan ekspresi wajah atau tubuh
h) Sulit menyusun kalimat
i) Defisit penglihatan
4. Kondisi klinis terkait
Stroke (SDKI, 2016, hal. 264-265)
L. Intervensi keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik
1) Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1 x 8 jam klien
dapat melakukan gerakan yang terkoordinasi denga kriteria hasil
pasien meminta bantuan saat akan melakukan aktivitas, mampu
menggerakkan secara perlahan ekstermitas sesuai perintah, dapat
melakukan aktivitas dengan bantuan
1) Kaji fungsi motorik dan sensorik
R/mengetahui ekstermitas yang mengalami kerusakan,
kelumpuhan, respon terhadap rangsangan serta kekuatan otot
klien (Batticaca, 2008, hal. 74)
2) Berikan edukasi pada klien/kerabat untuk mempelajari tindakan
keamanan sesuai indikasi individu
R/memberikan pengetahuan tentang cara mendemonstasikan
mobilitas fisik, misalnya latihan yang disupervisi (Doengoes, dkk,
2015, hal. 561)
3) Lakukan latihan pergerakan (ROM) aktif/pasif 4 x sehari setelah
24 jam serangan stroke jika sudah tidak mendapat terapi
R/lengan dapat menyebabkan nyeri dan keterbatasan pergerakan
berhubungan dengan fibrosis sendi atau sublukasi (Batticaca, 2008,
hal. 76)
32
4) Ubah posisi klien setiap 2 jam
R/mencegah terjadinya luka dicubitus (Batticaca, 2008, hal. 75)
5) Bantu klien untuk melakukan duduk maupun turun dari tempat
tidur
R/pasien yang mengalami kelumpuhan mengalami
ketidakseimbangan sehingga diperlukan bantuan untuk proses
keselamatan dan keseimbangan (Batticaca, 2008, hal. 76)
6) Kolaborasi dengan dokter dan ahli terapi okupasi atau fisik dalam
memberi latihan latihan rentang gerak (aktif atau pasif)
R/memperbaiki keseimbangan dan koordinasi dapat membantu
dalam merehabilitasi klien (Doengoes, dkk, 2015, hal. 560)
2. Gangguan komunikasi verbal
1) Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam klien
dapat berkomunikasi secara efektif, klien memahami dan
membutuhkan komunikasi, memahami komunikasi dengan orang
lain
2) Bedakan afasia dan disatria R/menentukan pilihan intervensi sesuai
dengan tipe gangguan (Batticaca, 2008, hal. 78)
3) Anjurkan kunjungan keluarga secara teratur untuk memberikan
stimulasi sebagai komunikasi R/menurunkan isolasi sosial
(Batticaca, 2008, hal. 78)
4) Berikan penguatan positif kepada pasien untuk berkomunikasi
R/membantu mencegah terjadinya ulang gangguan komunikasi
verbal
5) Kolaborasi dengan ahli teapi bicara R/terapi bicara membantu
meningkatkan proses komunikasi secara efektif (Batticaca, 2008,
hal. 78)
M. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.
33
1. Tindakan mandiri
Adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan
perawata dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan
2. Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatn yang didasarkan
oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan
lain(Mitayani, 2013, hal. 116)
N. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
digunakan untuk tujuan dari tindakan keperawatan apakah sudah tercapai atau
belum ataukah perlu dilakukan pendekatan yang lain (Olfah & Ghofur, 2016,
hal. 98). Berikut komponen catatan perkembangan menurut (Ali, 2009, hal.
183-184)
S: (Subjektive)
Yakni data yang diambil dari keluhan klien, kecuali pada klien yang afasia.
O: (Objektive)
Yakni data yang diperoleh dari hasil observasi perawat, misalnya tanda-tanda
akibat penyimpangan fungsi fisik, tindakan keperawatan, atau akibat
pengobatan.
A : (Assessment)
Yakni masalah dan diagnosis keperawatan klien yang dianalisis/dikaji dari
data subjektif dan data objektif. Karena status klien selalu berubah yang
mengakibatkan informasi/data perlu pembaruan, proses
analisis/assessment bersifat dinamis. Oleh karena itu, sering memerlukan
pengkajian ulang untuk menentukan perubahan diagnosis, rencana, dan
tindakan.
P : (Planning)
Yakni perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan keperawatan,
baik yang sekarang maupun yang akan datang (hasil modifikasi rencana
keperawatan) dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien. proses ini
berdasarkan kriteria tujuan yang spesifik dan periode yang telah ditentukan.
34
I: (Intervensi)
Yakni tindakan keperawatan yang digunakan untuk memecahkan atau
menghilangkan masalah klien. karena status klien selalu berubah, intervensi
harus dimodifikasi atau diubah sesuai rencana yang telah ditetapkan.
E: (Evalusi)
Yakni penilaian tindakan yang diberikan kepada klien dan analisis respon
klien terhadap intervensi yang berfokus pada kriteria evaluasi. Apabila
kriteria evaluasi tidak tercapai, harus dicari alternatif intervensi yang
memungkinkan kriteria tujuan tercapai.
KASUS
Tanggal 14 Juni 2019 datang seorang pasien Ny.P umur 53 tahun dengan
nomor register 318492 diantar keluarga ke IGD dengan keadaan tak perduli pada
sakitny, akral dingin,sianosis,pupil putosis pada mata sebelah kanan,hemiparesis
tangan kanan dari bahu sampai jari-jari, terdapat spastistas ekstremitas atas kanan,
mengalami defisit sensori kontralateral lengan, wajah, jari kaki, dan tungkai. TD
130/80 mmHg, N 80 x/menit, RR 20 x/menit, S 35,5 derajat celcius, CRT <3
detik.
FORMAT LAPORAN ANALISA SINTESA
RUANG GAWAT DARURAT
Identitas Klien
Nama inisial klien : Ny.P
Umur : 53 Tahun
Alamat : Jalen 01/08, Genteng
Agama : Islam
Tanggal masuk
RS/RB : 14 Juni 2019
Nomor rekam
medis : 318492
Diagnosa medis : Stroke Non Hemorargik
35
Pengkajian Primer
36
motorik tonus otot) ekstermitas atas tangan kanan
Tidak mengalami defisit indra penciuman, penglihatan, pendengaran, dan
Gangguan pengecapan, mengalami defisit sensori kontralateral lengan, wajah, jari kaki, dan
sensorik : tungkai
Exposure/
Environment Pasien mengatakan kejadian tersebut terjadi ketika bangun tidur, sehingga tidak ada
/Event : trauma.
37
Diagnosa Keperawatan (berdasarkan pengkajian primer mengikuti pola PES
1. Gangguan mobilitas fisik
2. Gangguan komunikasi verbal
3. Tindakan keperawatan
No Diagnose Outcomes Intervensi
keperawatan
Kode Diagnose Kode Hasil Kode Intervensi
1 0054 Gangguan L.05042 MOBILITA FISIK: I.06171 DUKUNGAN
mobilitas Pergerakan AMBULASI :
fisik b.d ekstremitas Observasi :
penurunan kekuatan otot identifikasi
kekuatan rentang gerak adanya nyeri
otot Gerakan tidak atau keluhan
terkoordinasi fisik lain
Gerakan terbatas identifikasi
tolenransi fisik
melakukan
ambulasi
monitor frekuensi
jantung dan
tekanan darah
Terapeutik :
fasilitas
melakukan
mobilasi fisik
jika perlu
melibatkan
keluarga untuk
membantu fasian
meningkankat
ambulasi
Edukasi :
anjurkan ambulasi
sederhana yang
harus dilakukan
2 0118 Gangguan L.13118 Kominikasi verbal: I.13492 Promosi
komunikas kemampuan komunikasi
i verbal berbicara defisit bicara:
b.d kemampuan Observasi:
penurunan mendengar monitor proses
sirkulasi kesesuaian kopnitif
otak ekspresi wajah atau anatomis dan
tubuh fisiologis yang
38
pelo berkaitan dengan
gagap berbicara
respon perilaku identifikasi
pemahaman prilaku
komunikasi emosional dan
fisik sebagai
bentuk
komunikasi
Terapeutik:
modifikasi
lingkungan
untuk
meminimalkan
bantua (mis.
Menulis, isyarat
tangan, papan
komunikasi
dengan gambar
dan huruf)
berikan dukungan
fisikologis
Edukasi:
anjurkan
berbicara
perlahan
kolaborasi rujuk
ke ahli patologi
bicara atau
terapis
Evaluasi
Catatan Perkembangan (implementasi)
NO HARI/T IMPLEMENTASI EVALUASI
GL
1 14 Juni DUKUNGAN AMBULASI : S: Ny.P mengatakan sudah
2019 Observasi : mampu menggarakan bagian
mengidentifikasi adanya nyeri atau ekstremitas dextra
keluhan fisik lain O: Ny.P sudah mampu
mengidentifikasi tolenransi fisik bergerak seperti biasanya
melakukan ambulasi A: Ny.P mampu mengatasi
memonitor frekuensi jantung dan masalahnya
tekanan darah P: lanjutkan intervensi
Terapeutik :
memfasilitas melakukan mobilasi
39
fisik jika perlu
melibatkan keluarga untuk
membantu pasien
meningkankat ambulasi
Edukasi :
menganjurkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan
2 14 Juni Promosi komunikasi defisit bicara: S: Ny.P mengatakan bahwa
2019 Observasi: sudah bisa bicara dengan
memonitor proses kopnitif anatomis normal (tidak pelo)
dan fisiologis yang berkaitan O: terlihat pasien sudah
dengan berbicara berbicara dengan normal
mengidentifikasi prilaku emosional A:masalah teratasi
dan fisik sebagai bentuk P: intervensi selesai
komunikasi
Terapeutik:
memodifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bantua (mis.
Menulis, isyarat tangan, papan
komunikasi dengan gambar dan
huruf)
memberikan dukungan fisikologis
Edukasi:
menganjurkan berbicara perlahan
kolaborasi rujuk ke ahli patologi
bicara atau terapis
Pengkajian sekunder
Secondary Survey
EKG : Sinus Rhytm
Five Cateter : Tidak terpasang cateter
:
Intervention NGT : Tidak terpasang NGT
Sp O2 : Tidak terpasang Sp O2
40
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan
Labolatorium Hasil Nilai Rujukan/Normal Satuan
Darah
lengkap
Hemoglobin 12,9 11-16 gr/dl
Lekosit 16, 690 4000-10.000 u/l
Hematokrit 41 37-54 %
Trombosit 746 150.000-400.000 set/ul
Gula darah
KGA 116 74-100 mg/dl
Profil Lipid
Kolestrol 310 <200 mg/dl
Trigleserida 214 L:35-139 P: 35-139 mg/dl
LFT
SGOT 61 L:<35 P:<31 u/l
SGPT 42 L:<45 P:<34 u/l
RFT
Urea 29 17-43 mg/dl
Creatinin 1,0 L:0,7-1,3 P: 0,6-1,1 mg/dl
Uric Acid 6,9 L: 3,5-7,2 P: 2,6-60 mg/dl
41
Tabel History dan Head to Toe Klien yang Mengalami Stroke Non
4.7 Hemorargik Juni 2019
History
“Kepala saya pusing rasanya kayak berputar-
Keluhan Utama : putar mbk, dan rasanya pengen muntah terus”
Pasien mengatakan setelah bangun tidur
pasien sudah merasakan pusing pada
kepalanya terasa berputar-putar mulai dari
kening menjalar ke kepala belakang, pusing
yang dirasakan muncul ketika dibuat duduk
dan pada saat membuka mata, mual dan
muntah proyektil sebanyak 5x, dan selang
beberapa menit tiba-tiba bicaranya pelo,
tangan kanan kesemutan dan terasa panas, dan
terasa seperti keple. Dan sekitar kurang dari
setengah jam anaknya datang untuk
menolongnya. Kemudaian pasien sempat
sadar dan anaknya langsung menolongnya,
karena pasien sempat tidak sadar lagi sekitar
Riwayat Penyakit pukul 19. 30 WIB pasien di bawa ke RSUD
Sekarang : Genteng dan tiba di IGD pukul 20.00 WIB.
Makan Minum Pasien mengatakan tidak nafsu makan, perut
Terakhir : terasa mual, muntah proyektil 5x
Pasien mengatakan ketika pusing mulai
timbul hanya memeriksakan ke puskesmas
terdekat dan meminum obat penawar pusing
dari puskesmas, dan ketika merasakan pegal-
Riwayat Medikasi : pegal pasien sering minum jamu tradisional.
Tabel Pemeriksaan Fisik Head to Toe Klien yang Mengalami Stroke Non
4.8 Hemorargik Juni 2019
Pemeriksaan Fisik
Kepala dan saraf
kranial : Pasien mengatakan pusing dan sakit kepala
42
Nervus I Tidak mengalami defisit indra
: (olfaktorius) : penciuman
Tidak mengalami
hemianopia, homonomus,
diplopia, dan penurunan
Nervus II ketajaman penglihatan, tidak
(opticuss) : buta, penglihatan tidak kabur
Nervus III Respon pupil +/+, tidak
(oculomotori mengalami paralisis tatapan
us) : mata
Nervus IV
(throclearis) : Pergerakan mata normal
Nervus V Bicara sudah lancar dan tidak
(thrigeminus) : pelo
Nervus VI
(abdusen) : Gerakan terkoordinasi
Paralisis pada wajah,
muka simetris,
Nervus VII hilangnya sensasi pada
(facialis) : wajah
Nervus VIII Tidak mengalami tuli
(auditorius) : dan tinnitus
Pasien masih mampu
Nervus IX menelan makanan
(glosofaringe maupun minum dengan
al) : baik
Nervus X
(Vagus) : Muntah proyektil 5x
Tidak terdapat
Nervus XI bendungan vena
(accesorius) jugularis
Mulut dan lidah tidak
mencong bila
diluruskan, tidak
mengalami kehilangan
Nervus XII sensasi pengecapan
(hypoglosus) pada lidah
43
Leher : Tidak ada kaku kuduk
Tidak terdapat retraksi
Dada : Paru-paru I: otot pernapasan
Focal fremitus kanan
P: dan kiri sama
P: Sonor
Tidak suara nafas
tambahan ronchi
A: maupun wheezing
Ictus cordis tidak
Jantung I: tampak
Batas normal jantung
atas ICS II mid
sternalis, batas bawah
ICS V, batas kiri ICS V
midclavicula sinistra
P: dekstra.
P: Pekak
SI dan S2 Tunggal
A: (Lup-dup)
Tidak mengalami
konstipasi maupun
I: impaksi feses
Bising usus 16x/menit
A: Tidak mengalami
P: distensi abdomen
Abdomen : P: Tympani
Tidak mengalami
konstipasi maupun
I: impaksi feses
Bising usus 16x/menit
A: Tidak mengalami
P: distensi abdomen
Abdomen : P: Tympani
Ekstermitas I: Kelumpuhan dan
kelemahan pada
44
ekstermitas tangan
kanan, tangan tangan
kanan dan kiri tidak
seimbang ketika
diangkat, gerakan
terbatas
Mati rasa pada tangan
kanan sampai jari-jari
ketika disentuh
Tonus otot
5555 3333
P: 555 444
Tidak ada luka
Kulit/integument I: decubitus
Terapi Medis/pemeriksaan penunjang
Terapi Medis Klien yang Mengalami Stroke Non Hemorargik di Juni
Tabel 4.9
2019
Terapi
Nasal kanul 2 lpm
O2
Infus Rl 500 ml 14 tpm
Cairan
Sucralfat 3×500 mg
29 Juni
: P/O Simvastatin 1x 20 mg
2018
Ranitidin 2 x 50 mg (IV)
Injeksi Piracetam 3 x 3 gram (IV)
Citicolin 3 x 500 gram (IV)
Micobalamin 1 x 500 gram (IV)
Analisa Data
Tabel 4.10 Analisa Data Klien yang Mengalami Stroke Non Hemorargik Juni 2019
45
yang meningkat dalam
DO : darah
1. Muntah proyektil
5x Ateroklerosis
2. GCS E3V4M6
3. Pupil ptosis Penyumbatan lemak
4. Repson motorik dalam otak
tangan kanan lambat
5. Mati rasa pada Proses metabolisme
tangan kanan sampai otak terganggu
jari-jari ketika disentuh
6. TTV Hipoksia otak
TD: 130/80 mmHg
N:80 x/menit
RR:20x/menit Ketidakefektifan
S: 35,50 C perfusi jaringan
serebral
Hipoksia otak
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
serebral
DS: “Tangan kanan saya
rasanya panas sekali dan Gangguan arteri
kaku untuk digerakkan” dalam otak
DO :
1. Tangan kanan Disfungsi nervus XI
dan kiri tidak seimbang
ketika diangkat
2. Tangan kanan Penurunan fungsi
lemah motorik
3. Gerakan terbatas
4. Tonus otot
5555 3333 Gangguan mobilitas
fisik Gangguan
2 555 444 Mobilitas Fisik
Diagnosa Keperawatan
Tabel 4.11 Diagnosa Keperawatan Klien yang Mengalami Stroke Non Hemorargik
46
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d penyumbatan arteri
otak ditandai dengan pasien merasakan pusing, muntah proyektil
5 x, GCS E3V4M6, pupil ptosis, respon motorik tangan kanan
14 Juni 2019
lambat, mati rasa pada tangan kanan sampai jari-jari ketika
disentuh, tanda-tanda vital TD: 130/80 mmHg, N: 80x/menit, RR:
20x/menit, S: 35,50 C
Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan tonus otot ditandai
dengan pasien merasakan tangan kananya rasanya panas dan kaku
untuk digerakkan, tangan kanan dan kiri tidak seimbang ketika
14 Juni 2019 diangkat, tangan kanan lemah, gerakan terbatas
Tonus otot
5555 3333
555 444
Intervensi Keperawatan
Tabel
4.12 Intervensi Keperawatan Klien yang Mengalami Stroke Non Hemorargik
Diagnosa
No.D keperawatan
Intervensi Rasional
x (Tujuan &
Kriteria Hasil)
1 Ketidakefektifan 1. K 1. Perubahan tanda-
perfusi jaringan aji tanda- tanda vital
serebral b.d tanda vital menandakan
penyumbatan peningkatan TIK
arteri otak. Setelah
dilakukan
perawatan selama
3 x 24 jam klien
menunjukan
1. Tidak muntah
proyektil
2. GCS E4V4M6
3. Pupil tidak
47
ptosis
4. Repson
motorik tangan
kanan cepat
5. Tidak mati
rasa pada
tangan kanan
sampai jari-jari
ketika disentuh
6. TTV:
TD: 120/80
mmHg
N: 80x/menit
RR: 20x/menit
S: 360 C
2. P
antau ukuran, 2. Perubahan pupil
bentuk, menunjukan tekanan
kesimetrisan, pada saraf
dan okulomotorius atau
reaktivitas optikus
pupi
3.
Pantau
tanda dan
gejala 3. Mencegah terjadinya
peningkatan respon yang mungkin
TIK dengan terjadi akibat
cara kaji penurunan perfusi
respon serebral
membuka
mata, verbal,
dan motorik)
4.
Ciptakan 4. Memberikan rasa
lingkungan nyaman dan
yang tenang mencegah ketegangan
5. K 5. Rangsangan cahaya
urangi akan menimbulkan
cahaya rangsangan yang
ruangan dapat meningkatkan
TIK
48
6. T 6. Membantu drainase
inggikan vena untuk
posisi kepala mengurangi kongesti
0-450 serebrovaskuler
7. Mengurangi kerja
7. A fisik, beban kerja
tur posisi jantung, dan
klien bedrest mengatasi keadaan
high output
8. C
atat muntah,
sakit kepala 8. Merupakan indikasi
(konstan, awal perubahan TIK
latergi), merangsang pusat
gelisah, muntah di otak dan
pernapasan mengejan, yang dapat
yang kuat, mengakibatkan
gerakan yang manuver salvasa
tidak
terkoordinasi
9. Mengidentifikasi
gangguan yang
meningkatkan resiko
9. T pembekuan atau
injau perdarahan maupun
pemeriksaan kondisi lain yang
labolatorium berperan
menyebabkan
penurunan perfusi
serebral
10. B
erikan KIE
10. Mengurangi faktor,
pada
dan melakukan
keluarga
perubahan gaya hidup
tentang diet
lebih tepat
yang
seimbang
11. K 11. Mengurangi
olaborasi metabolisme dan
dengan edema serebral
dokter
49
pemberian
oksigen 2
lpm
12. K
olaborasi
dengan
dokter
pemberian
obat
neurotropik. 12. Meningkatkan curah
(Piracetam, jantung dan tekanan
citicolin, MAP yang adekuat
mecobalamin guna mempertahakan
) perfusi serebral
Gangguan
mobilitas fisk b.d
penurunan fungsi
otot. Setelah
dilakukan
perawatan selama
3x 24 jam klien
menunjukan:
1. Tan
gan kanan dan
kiri seimbang
ketika
diangkat
2. Tan
gan kanan kuat
3. Ger 1. Mengetahui
akan tidak ekstermitas yang
terbatas mengalami
4. Ton kerusakan,
us otot kelumpuhan, respon
5555 4444 1. Kaji fungsi terhadap rangsangan
motorik dan serta kekuatan otot
2 555 555 sensorik klien
2. Berikan 2. Memberikan
edukasi pada pengetahuan tentang
klien/kerabat cara
untuk mendemonstrasikan
mempelajari mobilitas fisik
50
tindakan
keamanan
sesuai indikasi
individu
3. Lakukan
latihan
pergerakan
(ROM)
aktif/pasif 4x
sehari setelah 3. Lengan dapat
24 jam menyebabkan nyeri
serangan dan keterbatasan
stroke jika pergerakan
sudah tidak berhubungan
mendapat dengan fibrosis
terapi sendi atau sublukasi
4. Ubah posisi
klien setiap 2
jam 4. Mencegah luka
decubitus
5. Pasien yang
5. Bantu klien mengalami
untuk duduk hemiplegi
ataupun turun memerlukan
dari tempat bantuan untuk
tidur keseimbangan tubuh
6. Kolaborasi
dengan dokter
dan ahli terapi
okupasi atau
fisik dalam
memberi 6. Memperbaiki
latihan latihan keseimbangan dan
rentang gerak koordinasi dapat
(aktif atau membantu dalam
pasif) merehabilitasi klien
51
Implementasi Keperawatan
Hari, T
Tangg Dx.Ke Implementasi dan T
al Jam p respon D
Mengkaji tanda-tanda
vital
Respon
TD: 130/80 mmHg
N : 80X/menit
14 Juni RR: 20x/menit
2019 20.10 WIB 1 S: 35,5 0 C
Memantau ukuran,
bentuk, kesimetrisan,
dan reaktivitas pupi
Respon:
Pupil ptosis, bentuk
simetris, reaktivitas
20.15 1 cahaya +/+
Memantau tanda dan
gejala peningkatan TIK
Respon:
20.17 WIB 1 GCS E3V4M6
Memberikan oksigen
Respon:
Oksigen nasal kanul 2
20.19 WIB 1 lpm
Melakukan
pemasangan infus*
Respon:
Pemasangan dilakukan
di tangan kiri, keluarga
20.30 WIB 1 menyetujui
Melakukan EKG *
Respon:
Hasil EKG sinus
21.00 WIB 1,2 Rhytm
52
Memberikan advis
dokter
Inj. Citicolin 500 mg
(IV)
Inj. Piracetam 3 gr (IV)
Inj.Mecobalamin 500
mg (IV)
Inj. Ranitidin 50 mg
(IV)
P/O Simvastatin 20 mg
Respon:
Obat masuk tidak ada
21.15 WIB 1 reaksi alergi
Memindahkan pasien
ke ruang perawatan*
Rasional:
Pasien berada di ruang
21.25 WIB 1,2 penyakit dalam
Mengatur posisi head-
up
Respon:
21.30 WIB 1 Posisi head up 300
Memantau Tanda-tanda
gejala TIK
Respon:
Pasien masih pusing,
tidak muntah,
21.40 WIB 1 keasadaran E3V5M6
Meninjau hasil
labolatorium
Respon:
Kenaiikan kolestrol
310 mg/dl, gula darah
21.45 WIB 1 116 mg/dl
22.00 WIB 1,2 Melakukan BHSP
kepada keluarga dan
pasien *
Respon:
Memberikan rasa
53
kepercayaan kepada
pasien dan keluarga
Mengakaji fungsi
motorik dan sensorik
Respon:
Melakuakan tes
kekuatan otot dan
22.15 WIB 2 sensorik pasien
Memberikan obat
sesuai advis dokter
Sucralvate P/O 3×500
mg
Respon:
Obat masuk tidak ada
22.19 WIB 1 reksi alergi
Menganjurkan pasien
untuk istirahat
Respon:
Pasien mau untuk
22.30 WIB 1,2 istirahat
54
Evaluasi Keperawatan
Tabel 4.14 Evaluasi Keperawatan Klien yang Mengalami Stroke Non Hemorargik
55
O:
1.
Tidak
muntah
proyekt
O: il
1. Tidak 2.
muntah O: O: GCS
O: proyekti 1. Tidak 1. Tidak E4V5
1. Tidak l muntah muntah M6
muntah 2. GCS proyektil proyektil 3.
proyektil E4V5M 2. GCS 2. GCS Pupil
2. GCS 6 E4V5M6 E4V5M6 tidak
E4V5M6 3. Pupil 3. Pupil 3. Pupil ptosis
3. Pupil tidak tidak tidak ptosis tidak 4.
ptosis ptosis 4. Respon ptosis Respon
4. Respon 4. Respon motorik 4. Respon motori
motorik motorik tangan motorik k
tangan tangan kanan tangan tangan
kanan kanan sedikit kanan kanan
Lambat lambat cepat cepat cepat
56
5. 5.
Mati rasa Tidak
pada mati rasa
5. Mati tangan pada
rasa pada kanan tangan
tangan sampai sampai
5. .
kanan Mati rasa jari-jari jari-jari
pada
sampai ketika ketika
tangan
jari-jari kanan disentuh disentuh 5. Tidak
sampai
ketika 6. 6. mati rasa pada
jari-jari
disentuh ketika TTV: TTV: tangan sampai
disentuh
6. TTV: TD: 120/80 TD:110/9 jari-jari ketika
6. TTV:
TD: 120/80 TD: 120/100 mmHg 0 mmHg disentuh
mmHg mmHg N: N: 6. TTV:
N: N: 75x/menit 80x/menit TD: 120/100
80x/menit 80x/menit RR: RR: mmHg
RR: RR: 19x/menit 18x/menit N: 90x/menit
20x/menit 19x/menit S: 36,50 C S: 36,7o C RR: 17x/menit
S: 360 C S: 36,00 C S: 36,0o C
57
A:
Ketidakefe A: A: A:
ktifan Ketidakefekt Ketidakefe Ketidakef
perfusi ifan perfusi ktifan ektifan
jaringan jaringan perfusi perfusi A:
serebral serebral jaringan jaringan Ketidakefektifan
teratasi teratasi serebral serebral perfusi jaringan
sebagian sebagian teratasi teratasi serebral teratasi
P:
P: P: P: P: Intervensi
(1,2,3,6,11, (1,2,3,6,11,1 (1,2,3,6,11, (1,6,10,11 dihentikan, pasien
12) 2) 12) ,12) pulang
58
2. head-up kepala 2.
Mengganti 300 C head-up Memberikan terapi
cairan 2. 300 C pemberian obat yang
R/cairan Mengganti 2. dianjurkan dokter
asering 500 cairan Mengga R/sucralfat 3×500
ml (14 tpm) R/cairan nti mg per oral,
3. asering 500 cairan diminum sebelum
Menganjurk ml (14 R/cairan makan
an klien tpm) asering
makan pagi* 3. 500 ml
R/pasien Memberika (14 tpm)
mau makan, n oksigen 3.
dan mampu R/O2 nasal Member
menghabisk kanul 2 ikan
an 1 porsi lpm oksigen
makan 4. R/O2
4. Memberika nasal
Memberikan n injeksi kanul 2
oksigen piracetam lpm
R/O2 nasal 3 gram, IV 4.
kanul 2 lpm R/tidak ada Mengan
tanda-tanda jurkan
alergi, minum
tidak ada obat
plebitis dan sucralfat
kemerahan 3×500
mg per
oral
59
R/obat
diminu
m
5. 5. 5.
Menganjur Menganjurk Menganjur
kan klien an klien kan klien
istirahat minum obat minum
R/klien sucralvate 3 obat
mau gram sucralvate
istirahat R/pasien 3 gram
6. mau minum R/pasien
Menganjur obat, tidak mau
kan klien ada reaksi minum
minum alergi obat, tidak
obat 6. ada reaksi
sucralvate Memberikan alergi
3 gram injeksi 6.
R/pasien piracetam 3 Memberika
mau gram (IV) n injeksi
60
minum
obat, tidak
ada reaksi
alergi
7.
Memberik
an injeksi
piracetam
3 gram
(IV)
R/ obat
masuk piracetam
tidak ada 3 gram
plebitis (IV)
R/ obat
R/ obat masuk
masuk tidak tidak ada
ada phlebitis plebitis
61
E:
S:
E: E: “Rasany
S: “Kepala S: “Kepala a sudah
saya masih saya sudah enakan
pusing tapi tidak dan
sudah pusing dan sudah
tidak sudah tidak tidak
berputar- berputar- pusing
putar” putar” lagi”
1 O: 17.00 O: 17.00 1. 1. Tidak muntah
WIB WIB
5 1. 1. Tidak proyektil
. Tidak Tidak muntah 2. GCS E4V5M6
0 muntah muntah proyekti 3. Pupil tidak ptosis
0 proyektil proyektil l 4. Respon motorik
2. 2. GCS 2. tangan kanan cepat
W GCS E4V5M6 GCS 5. Tidak mati rasa
62
I E4V5M6 3. Pupil E4V5M pada tangan kanan
B 3. tidak ptosis 6 sampai jari-jari ketika
Pupil tidak 4. 3. disentuh
ptosis Respon Pupil 6. TTV
4. motorik tidak TD: 120/80 mmHg
Respon tangan ptosis N: 90x/menit
motorik kanan 4. RR: 17x/menit
tangan cepat Respon S: 36,00 C
kanan 5. Mati motorik
sedikit rasa pada tangan
cepat tangan kanan
5. Mati kanan cepat
rasa pada sampai 5.
tangan jari-jari Tidak
kanan ketika mati
sampai disentuh rasa
jari-jari 6. TTV pada
ketika TD: 120/90 tangan
disentuh mmHg kanan
63
sampai
jari-jari
ketika
disentuh
6.
TTV
6. TD:
TTV 120/100
TD: mmHg
120/80 N:
mmHg 80x/men
N: N: it
80x/menit 89x/menit RR:18x/
RR: RR: menit
18x/menit 18x/menit S:
S: 36,00 C S: 36,50 C 36,00 C
64
S:
1.
“Tangan
S: S: S: kanan saya
“Tangan 1. “Tangan 1. sudah terasa
kanan kanan saya “Tangan kanan enakan dan S:
0 saya rasanya panas saya tidak panas tidak panas 1. “Saya
7 rasanya sekali dan kaku dan sudah tidak dan kaku sudah merasa
. panas untuk kaku lagi untuk lagi untuk enakan, tidak
0 sekali digerakkan” digerakkan” digerakkan” ada keluhan
0 dan kaku 07. 2. “Mbk 07. 2. “Saya 2. lagi”
W untuk 00 saya belum 00 sudah diseka tadi “Saya sudah 13.0 2. “Saya
I digerakka W mandi mulai WI pagi” diseka tadi 0 sudah diseka
2 B n” IB dari kemarin” B pagi” WIB tadi pagi”
O: O 1: O1: O1: O1:
1. 1. Tangan 1. Tangan 1. Tangan 1. Tangan
Tangan kanan dan kiri kanan dan kiri kanan dan kanan dan kiri
kanan tidak seimbang seimbang ketika kiri seimbang ketika
dan kiri ketika diangkat diangkat seimbang diangkat
tidak 2. Tangan 2. Tangan ketika 2. Tangan
seimbang kanan lemah kanan tidak diangkat kanan tidak
ketika 3. Gerakan lemah 2. Tangan lemah
diangkat terbatas 3. Gerakan kanan tidak 3. Gerakan
2. tidak terbatas lemah tidak terbatas
Tangan 3.
65
kanan
lemah
3. Gerakan
Gerakan tidak
terbatas terbatas
4. Tonus otot 4. Tonus otot 4. Tonus 4. Tonus otot
5555 3333 5555 4444 otot 5555 5555
5555 5555
555 555 555 555 555 555
555 555
O2: O2: O2:
1. Gigi 1. Gigi O2: 1. Gigi
kotor bersih 1. Gigi bersih
2. Kuku 2. Kuku bersih 2. Kuku
kotor bersih 2. Kuku kotor
4. 3. Badan 3. Badan bersih 3. Badan
Tonus bau tidak berbau 3. Badan tidak bau
Otot 4. Wajah 4. Wajah tidak bau 4. Wajah
5555 kusam tidak kusam 4. Wajah tidak kusam
3333 5. Rambut 5. Rambut tidak kusam 5.
berantakan rapi 5. Rambut Rambut rapi
555 rapi
444
A: A: Gangguan A: Gangguan A: A: Gangguan
Gangguan mobilitas fisik mobilitas fisik Gangguan mobilitas fisik
mobilitas tercapai tercapai tercapai, mobilitas tercapai, defisit
66
fisik
sebagian, muncul tercapai,
fisik masalah baru defisit
belum defisit perawatan defisit perawatan perawatan perawatan diri
tercapai diri diri tercapai diri tercapai tercapai
P 1:
P 1: (1,2,3,4,5) P 1: (1,2,3,4,5) (1,2,3,4,5)
P2 : P2: P2:
1. Kaji 1. Kaji 1. Berikan
tingkat kekuatan tingkat kekuatan KIE tentang
dan toleransi dan toleransi metode 13.0 P : intervensi
P: terhadap terhadap alternatif 0 dihentikan
(1,2,3,5,5) aktivitas aktivitas untuk ADL WIB pasien pulang
67
oral hygiene oral hygiene
3. Berikan 4. Berikan
KIE tentang KIE tentang
metode alternatif metode alternatif
untuk ADL untuk ADL
4. Dukung 5. Dukung
klien dalam klien dalam
melakukan ADL, melakukan ADL,
jika diperlukan jika diperlukan
I 1: I 1: I 1: I 1:
1. 1. 1. Mengkaji 1. Mengkaji
Mengkaji fungsi Mengkaji fungsi fungsi motorik fungsi motorik
motorik dan motorik dan dan sensorik dan sensorik
sensorik sensorik R/ sensorik dan R/ sensorik dan
R/ sensorik dan R/ sensorik dan motorik motorik
motorik sudah motorik sudah kembali kembali normal
mulai kembali, mulai kembali, normal, tonus tonus otot
tonus otot tonus otot otot meningkat meningkat
68
meningkat meningkat
2.
2. Melakukan
Melakukan latihan ROM 2.
latihan rom aktif/pasif Melakukan
aktif/pasif R/ mampu latihan ROM 2. Melakukan
R/ dalam melakukan ROM aktif/pasif latihan ROM
melakukan ROM secara hati-hati R/ mampu aktif/pasifR/ mampu
masih dan mampu melakukan melakukan ROM
memerlukan melakukan ROM secara secara mandiri dan
bantuan secara mandiri mandiri aktif
3. Memberikan
3. KIE pada
3. 3. Mengubah klien/kerabat untuk
Mengubah posisi Mengubah posisi posisi klien mempelajari
klien setiap 2 klien setiap 2 setiap 2 jam tindakan keamanan
jam jam R/mampu sesuai indikasi
R/mampu R/mampu melakukan individu
berpindah secara berpindah secara mobilisasi R/keluarga mampu
mandiri mandiri secara mandiri memahami
69
I 2:
1.
Memberikan KIE
tentang metode I 2:
alternatif untuk 1.
ADL I 2: Membantu
R/ mampu 1. Menyisir menggantikan
melakukan rambut pasien* baju pasien
metode alternatif R/rambut rapi R/pasien
seperti menyeka tidak berantakan tampak rapi
pasien dan bersih
2.
2. Mendukung
Mendukung klien dalam
klien dalam melakukan
melakukan ADL 2. Mendukung ADL
R/ pasein klien dalam R/ pasein
memperhatikan melakukan ADL mampu
dan akan R/ pasein mau melakukan
melakukan ADL melakukan ADL ADL secara
secara hati-hati secara hati-hati hati-hati
17 E 1: 1 E 1: 1 E 1: 1 E 1:
.0 S: “ Tangan 7 S: “Tangan 7 S:“Rasa 3 S:“Tanga
0 kanan saya . kanan saya sudah . panasnya . n kanan
W rasanya masih 0 tidak panas dan 0 sudah hilang 4 saya
IB panas dan masih 0 tidak kaku lagi” 0 dan enak untuk 0 sudah
kaku untuk W digerakan” W enakan”
digerakkan” I W I
B I B
70
B
O 1: O 1:
O 1: 1. Tangan 1. Tangan
1. Tangan kanan dan kiri kanan dan kiri O1:
kanan dan kiri kurang kurang seimbang kurang seimbang 1. Tangan
seimbang ketika ketika diangkat ketika diangkat kanan dan kiri
diangkat 2. Tangan 2. Tangan kurang seimbang
2. Tangan kanan sudah sedikit kanan sudah sedikit ketika diangkat
kanan sudah sedikit kuat kuat 2. Tangan
kuat 3. Gerakan 3. Gerakan kanan sudah sedikit
3. Gerakan terbatas terbatas kuat
terbatas 4. Tonus 4. Tonus 3. Gerakan
4. Tonus otot otot otot terbatas
5555 4444 5555 4444 5555 5555 4. Tonus
otot
555 555 555 555 555 555 5555 5555
555 555
O 2: O 2: O 2: O2:
1. Gigi 1. Gigi 1. Gigi 1. Gigi
kotor bersih bersih kotor
2. Kuku 2. Kuku 2. Kuku 2. Kuku
bersih bersih bersih bersih
3. Badan 3. Badan 3. Badan 3. Badan
tidak bau tidak bau tidak bau tidak bau
4. Wajah 4. Wajah 4. Wajah 4. Wajah
tidak kusam tidak kusam tidak kusam kusam
5. Rambut 5. Rambut 5. Rambut 5. Rambut
rapi rapi rapi rapi
71
R:
Gangguan
mobilitas
R: Gangguan R: Gangguan R: Gangguan fisik
mobilitas fisik mobilitas fisik mobilitas fisik teratasi,
teratasi sebagian , teratasi, defisit teratasi, defisit defisit
defisit perawatan perawatan diri perawatan diri perawatan
diri teratasi teratasi teratasi diri teratasi
72
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asuhan Keperawatan Klien yang Mengalami Stroke Non Hemorargik
tahun 2019 membutuhkan waktu dan proses yang berkesinambungan sesuai
dengan kondisi klien, dimana penulis menggunakan pendekatan managemen
proses keperawatan yang terdiri dari beberapa proses yaitu pengakajian,
analisa data, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan tindakan,
implementasi, dan evaluasi. Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada kasus
diatas, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Tahap Pengakajian
Didasarkan tahap pengkajian data subjektif diperoleh data pasien
mengeluh pusing dan muntah. Pusing yang dirasakan seperti berputar-
putar yang dirasakan mulai dari kening menjalar ke kepala belakang dan
terasa hebat ketika dibuat untuk duduk dan membuka mata sedangkan data
objektif diperoleh data pada pasien mengalami muntah proyektil, dan
penurunan kesadaran.
2. Tahap Perumusan Diagnosa
Perumusan diagnosa yang didasarkan pada analisa data pasien yang
mengalami Stroke Non Hemorargik masalah yang paling prioritas adalah
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral.
3. Tahap Perencanaan Tindakan
Dalam perencanaaan tindakan pada kasus pasien Stroke Non
Hemorargik dilakukan tindakan keperawatan yang dapat mengatasi
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral adalah dengan cara pemberian
posisi head-up 0-450, KIE, pemberian oksigen dan pemberian obat
neurotropik injeksi dan oral, serta observasi peningkatan TIK ulang.
4. Tahap Implementasi
Implementasi yang diterapkan pada kasus stroke non hemorargik
dengan masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral yaitu dengan
73
memberikan posisi head-up 0-450, memberikan KIE memberikan
pemenuhan oksigenasi, memberikan obat neurotropik injeksi dan oral, dan
mengobservasi peningkatan TIK ulang.
5. Tahap Evaluasi
Evaluasi yang dilaksanakan pada pasien dengan stroke non
hemorargik yaitu tercapai dan keluhan pasien ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral berkurang atau hilang.
B. Saran
Setelah penulis menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul
“Asuhan Keperawatan Gadar Pada Klien yang Mengalami Stroke Non
Hemorargik. Dari hasil studi kasus ini agar dapat digunakaan sebagai
pengetahuan tambahan baik bagi pasien maupun keluarga pasien untuk
membantu menangani ketidakefektifan perfusi jaringan serebral penulis
menghimbau pada klien maupun keluarga klien agar tidak terjadi
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dengan cara menganjurkan kepada
klien maupun keluarga klien agar klien mampu menjaga pola gaya hidup yang
sehat baik dari pola makan dan kebiasaan sehari-hari yang dapat menjadi
faktor pemicu stroke ulang, serta memeriksakan kesehatan secara rutin.
74
DAFTAR PUSTAKA
Black, Joice. M., & Hawk, Jane. H. (2005). Medical Surgical Nursing; clinical
management for positive outcomes. 7th Edition. St. Louis : Elsevier. Inc
Corwin EJ, (2009), Patofisiologi: buku saku. Edisi 3. Jakarta: EGC.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Price, & Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit Edisi
6. Volume 2 EGC Jakarta.
Smeltzer C. Bare & Suzanne.2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 3.
EGC. Jakarta
75