Anda di halaman 1dari 176

STROKE

ISKEMIK
AKUT
DASAR DAN KLINIS

Pepi Budianto, Diah Kurnia Mirawati, Hanindia Riani Prabaningtyas,


Stefanus Erdana Putra, Muhammad Hazhan, Faizal Muhammad.

Editor:
Subandi
Baarid Luqman Hamidi
STROKE ISKEMIK AKUT:
DASAR DAN KLINIS

Didedikasikan untuk mahasiswa preklinik kedokteran, mahasiswa tahap


profesi dokter, residen pendidikan dokter spesialis saraf dan civitas
akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dan
Sejawat Kedokteran di Indonesia.

Editor

Subandi
Baarid Luqman Hamidi
Sanksi Pelanggaran Pasal 113
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014
Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987
Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982
Perubahan atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran
hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin
Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran
hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin
Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran
hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00
(empat miliar rupiah).
Pepi Budianto, dkk.

STROKE ISKEMIK AKUT:


DASAR DAN KLINIS
Didedikasikan untuk mahasiswa preklinik kedokteran, mahasiswa tahap
profesi dokter, residen pendidikan dokter spesialis saraf dan civitas
akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dan
Sejawat Kedokteran di Indonesia.

Editor

Subandi
Baarid Luqman Hamidi

UNS PRESS
STROKE ISKEMIK AKUT: DASAR DAN KLINIS
Hak Cipta @ Pepi Budianto, dkk. 2021

Penulis
Pepi Budianto, dr., Sp.N(K)., FINR., FINA.
Dr. Diah Kurnia Mirawati, dr., Sp.S(K).
Hanindia Riani Prabaningtyas, dr., Sp.N(K).
Stefanus Erdana Putra, dr.
Muhammad Hafizhan, dr.
Faizal Muhammad, S.Ked.

Editor
dr. Subandi, Sp.N(K)., FINS., FINA.
dr. Baarid Luqman Hamidi, Sp.S.

Ilustrasi Sampul
UNS PRESS

Penerbit dan Percetakan


Penerbitan dan Pencetakan UNS (UNS Press)
Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia 57126
Telp. (0271) 646994 Psw. 341 Fax. 0271 7890628
Website : www.unspress.uns.ac.id
Email : unspress@uns.ac.id

Cetakan 1, Edisi I, Juli 2021


Hak Cipta Dilindungi Undang-undang
All Right Reserved

EISBN 978-602-397-521-1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas


tersusunnya buku “Stroke Iskemik Akut: Dasar dan Klinis” ini.
Penerbitan buku ini merupakan suatu kebahagiaan tersendiri bagi
Bagian Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Universitas Sebelas
Maret, karena penyusunnya adalah dosen-dosen muda dan para
asisten penelitian yang telah berkecimpung cukup lama dalam
bidang stroke.
Stroke telah menjadi penyebab kematian tertinggi pada tahun
2012 menurut WHO country risk profile, yaitu sebanyak 21%.
Angka ini tidak berubah secara bermakna sejak tahun 2000 yang
berarti bahwa penanganan stroke belum optimal dan membutuh-
kan perhatian khusus.
Konsep pelayanan stroke terpadu adalah sebuah program
pelayanan yang mengedepankan integrasi di dalam penanganan
pasien dengan pendekatan interdisiplin mulai dari pencegahan,
pengobatan, restorasi dan rehabilitasi stroke. Konsep pelayanan
stroke terpadu ini membutuhkan kecermatan di dalam penyusun-
annya, agar perencanaan konsep ini dapat menjadi cetak biru atau
blue print yang bermanfaat bagi seluruh pemegang kebijakan
pelayanan kesehatan di Indonesia. Sebagai awal dari perencanaan
program pelayanan stroke terpadu yang berkualitas, maka
dibutuhkan komitmen, serta orang-orang berdedikasi tinggi dan
berminat besar dalam upaya melaksanakan pelayanan stroke
secara terpadu, sehingga dapat menciptakan keadaan yang lebih
baik.
Penyusunan buku ini dimaksudkan untuk mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang pelayanan
stroke iskemik akut yang terus meningkat dengan cepat guna
menghadapi era globalisasi. Buku ini dibuat sebagai salah satu
buku pedoman dalam penyelenggaraan pendidikan dan
penelitian di Rumah Sakit Universitas Sebelas Maret.

v
Kami berharap buku ini dapat membantu mahasiswa di
bidang kesehatan dan para tenaga medis lainnya untuk memaha-
mi stroke iskemik akut dengan lebih baik. Semoga penerbitan
buku ini juga akan dapat menambah khazanah keilmuan dan
wawasan kita dalam bidang stroke iskemik akut serta merangsang
perkembangan budaya ilmiah terbaru di Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret dan lingkungan kerja pembaca di
manapun berada.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang membantu penyusunan buku ini di tengah segala
kesibukan yang ada. Kami mohon pula kesediaan para pembaca
yang budiman untuk kiranya dapat memberikan saran-sarannya
guna penyempurnaan buku ini di masa yang akan datang.

Surakarta, September 2020

Penulis

vi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................... v


DAFTAR ISI ................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ............................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................... xi

BAB 1. PENDAHULUAN .................................................... 1


A. Stroke ..................................................................... 1
B. Latar Belakang ...................................................... 8
C. Anatomi Neurovaskular Otak ............................ 11
D. Anatomi Angiogram Cerebral ............................ 16

BAB 2. PATOFISIOLOGI & ETIOLOGI ............................. 21


A. Patofisiologi pada Jaringan Parenkim Otak ..... 21
B. Patofisiologi pada Pembuluh Darah ................. 30
C. Etiologi ................................................................... 43

BAB 3. MANIFESTASI KLINIS ........................................... 53


A. Riwayat Medis ...................................................... 53
B. Pemeriksaan Fisik dan Neurologis .................... 55
C. Korelasi Neurovaskularisasi dan Manifestasi
Klinis Stroke .......................................................... 62

BAB 4. DIAGNOSISI BANDING ........................................ 71


A. Pertimbangan Diagnosis Banding ..................... 71
B. Stroke Iskemik versus Stroke Hemoragik ......... 72
C. Transient Ischemic Attack (TIA) ............................ 73
D. Thrombosis Vena Cerebral .................................. 74

BAB 5. PEMERIKSAAN PENUNJANG ............................. 75


A. Pertimbangan dalam Pemeriksaan Penunjang 75

vii
B. Pencitraan Radiologi Otak: CT-Scan dan MRI . 78
C. Pemeriksaan Darah ................................................. 85

BAB 6. TATALAKSANA & MANAJEMEN ...................... 87


A. Pendekatan Klinis Tatalaksana .......................... 87
B. Respons Kegawatdaruratan dan Transfer
Pasien Stroke ......................................................... 89
C. Manajemen Akut Stroke ...................................... 90
D. Terapi Fibrinolitik (Thrombolitik) ..................... 92
E. Reperfusi Intra-Arterial ....................................... 96
F. Terapi Anti-Platelet .............................................. 97
G. Kontrol Tekanan Darah ....................................... 98
H. Thrombektomi Mekanik (Clot Retrieval) ........... 100
I. Kontrol Demam .................................................... 103
J. Edema Cerebri ...................................................... 103
K. Kontrol Kejang ...................................................... 106
L. Dekompresi Akut ................................................. 106
M. Aanti-Koagulasi dan Profilaksis ......................... 107
N. Agen Neuroprotektif ........................................... 107
O. Prevensi Stroke ...................................................... 108
P. Life’s Simple 7 ......................................................... 113
Q. Konsultasi .............................................................. 118
R. Diet atau Asupan Makan .................................... 118

BAB 7. PEDOMAN (GUIDELINES) TERAPI ..................... 121


A. PERDOSSI Tahun 2011: Thrombolisis rt-PA .... 121
B. AHA/ASA Tahun 2018: Trombektomi
Mekanik ................................................................. 128
C. ESO Tahun 2019: Trombektomi Mekanik .......... 129

viii
BAB 8. TERAPI MEDIKAMENTOSA (FARMAKOLOGIS) 131
A. Trombolitik (Fibrinolitik) .................................... 132
B. Anti-Konvulsan .................................................... 133
C. Antiplatelet ............................................................ 134
D. Antikoagulan ........................................................ 136
E. Analgesik ............................................................... 138
F. Beta-blocker ........................................................... 138
G. ACE Inhibitor ........................................................ 139
H. Calcium Channel Blocker (CCB) ........................ 140
I. Vasodilator-Neuroprotektor ............................... 141

BAB 9. PROGNOSIS & EDUKASI PASIEN ........................ 143


A. Prognisis Pasien Stroke ........................................ 143
B. Edukasi Pasien Stroke dan Keluarga ................. 145
C. Rehabilitasi Pasca Stroke ..................................... 146

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 149

TENTANG PENULIS .................................................................... 187

CATATAN ................................................................................. 155

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Neurovaskularisasi hemispherum cerebri dan


area teritori struktur anatomis .................................. 15
Tabel 2.1 Jenis Transformasi hemoragik menurut ECASS..... 25
Tabel 2.2 Beberapa gangguan monogenik yang
diasosiasikan dengan stroke ..................................... 47
Tabel 3.1 Siriraj Stroke Score ...................................................... 54
Tabel 3.2 National Institutes of Health Stroke Scale ..................... 59
Tabel 7.1 Deskripsi aplikasi klasifikasi rekomendasi dan
Level of Evidence (LoE) menurut pedoman
(guideline) AHA/ASA Tahun 2011 ......................... 124

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kategori mayor stroke .......................................... 2


Gambar 1.2 Pemeriksaan CT-scan dan LCS pada kasus
stroke ....................................................................... 5
Gambar 1.3 Skematis alur sederhana door to needle .............. 7
Gambar 1.4 Anatomi vaskularisasi ACA, MCA, PCA .......... 13
Gambar 1.5 Teritori vaskular ACA, MCA dan PCA ............. 14
Gambar 1.6 Vaskularisasi cerebellum dan truncus cerebri .. 15
Gambar 1.7 Angiogram lateral view-Sirkulasi anterior ........ 17
Gambar 1.8 Angiogram AP view-Sirkulasi media ................ 18
Gambar 1.9 Angiogram frontal view-Sirkulasi posterior ..... 19
Gambar 2.1 Cascade iskemik sel neuron setelah terjadi
stroke ....................................................................... 23
Gambar 2.2 Transformasi hemoragik menurut ECASS ........ 24
Gambar 2.3 CT-scan edema sitotoksik .................................... 26
Gambar 2.4 Efek desak massa dan Operasi dekompresif
craniectomy ............................................................ 27
Gambar 2.5 Letak predileksi atherosklerotik.......................... 30
Gambar 2.6 Patofisiologi stroke-disfungsi endotelial ........... 32
Gambar 2.7 Angiogram pada moyamoya ............................... 35
Gambar 2.8 Stroke lakunar ........................................................ 36
Gambar 2.9 Patomekanisme paradoksal embolus ................. 40
Gambar 2.10 Infark watershed ................................................... 51
Gambar 3.1 Oklusi PICA ........................................................... 68
Gambar 3.2 Teritori vaskular cerebellum................................ 69

xi
Gambar 3.3 Benedikt syndrome ............................................... 70
Gambar 4.1 Waktu onset dan progresi cerebrovascular
accident .................................................................... 73
Gambar 5.1 CT angiografi stroke MCA ................................... 76
Gambar 5.2 TTP, CTA dan DSA ............................................... 77
Gambar 5.3 CT Scan Stroke ....................................................... 79
Gambar 5.4 CT Perfusi Normal ................................................ 80
Gambar 5.5 CT Perfusi stroke MCA ........................................ 80
Gambar 5.6 FLAIR MRI, ADC dan MRA Stroke.................... 82
Gambar 5.7 Infark ACA pada FLAIR, DWI dan ADC MRI . 82
Gambar 5.8 Dynamic susceptibility-weighted perfusion
MRI .......................................................................... 83
Gambar 5.9 Windowing utama Transcranial doppler .......... 84
Gambar 5.10 Transcranial doppler MCA dan ACA ................ 85
Gambar 6.1 Hubungan konsentrasi glukosa darah dan
penurunan kesadaran ........................................... 91
Gambar 6.2 Oklusi emboli MCA pada DSA dan
Trombektomi Solitaire .......................................... 101
Gambar 6.3 CT-scan non-contrast edema cerebri .................. 104

xii
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

BAB 1
PENDAHULUAN
Diah Kurnia Mirawati, Faizal Muhammad

A. Stroke
Stroke adalahroma klinis yang ditandai oleh disfungsi
cerebral fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih,
yang dapat menyebabkan disabilitas atau kematian yang
disebabkan oleh perdarahan spontan atau suplai darah yang tidak
adekuat pada jaringan otak. Sementara itu, stroke iskemik
merupakan disfungsi neurologis yang disebabkan oleh infark fokal
serebral, spinal maupun retinal. Stroke iskemik ditandai dengan
hilangnya sirkulasi darah secara tiba-tiba pada suatu area otak, dan
secara klinis menyebabkan hilangnya fungsi neurologis dari area
tersebut. Stroke iskemik akut disebabkan oleh thrombosis atau
emboli pada arteri cerebral dan stroke iskemik lebih sering terjadi
daripada stroke hemoragik (Gambar 1.1).

1
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

Gambar 1.1 - Kategori mayor stroke. (Krueger, 2014)

2
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

▶ Tanda dan Gejala

Mempertimbangkan stroke pada beberapa pasien dengan


defisit neurologis akut atau penurunan kesadaran. Tanda gejala
umum stroke meliputi:
1. Onset mendadak hemiparese, monoparese, atau (sangat jarang)
quadriparese
2. Defisit hemisensorik
3. Defisit lapang pandang monocular atau binocular
4. Diplopia
5. Disarthria
6. Kelemahan otot wajah unilateral
7. Ataksia
8. Vertigo (sangat jarang muncul sebagai gejala tunggal)
9. Nystagmus
10. Afasia
11. Penurunan kesadaran mendadak

Meskipun tanda-gejala diatas dapat terjadi sebagai gejala


tunggal (isolated), namun lebih sering terjadi sebagai kombinasi.
Tidak ada tanda khas riwayat untuk membedakan stroke iskemik
dengan stroke hemoragik, namun karena efek space-occupying
lesion yang akut dari stroke hemoragik, pada stroke hemoragik
sering ditemukan gejala mual, muntah, nyeri kepala dan penuru-
nan kesadaran (Tabel 3.1). Stroke pada pasien usia muda harus
ditelusuri informasi mengenai riwayat trauma kepala, koagulopati,
penggunaan zat-obat (seperti kokain), nyeri kepala migraine atau
penggunaan kontrasepsi oral.

Dengan ketersediaan opsi reperfusi (fibrinolotik dan terapi


nedovaskular) untuk stroke iskemik akut pada pasien tertenti,
dokter harus mampu melakukan pemeriksaan neurologis dengan
tepat pada pasien dengan sindroma stroke. Tujuan pemeriksaan
neurologis pada pasien stroke iskemik akut meliputi:

3
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

1. Mengkonfirmasi adanya gejala stroke (defisit neurologis)


2. Membedakan stroke dengan stroke mimic
3. Menetapkan baseline neurologis, dengan observasi peningkatan
ataupun penurunan kondisi umum pasien
4. Menetapkan derajat keparahan stroke, menggunakan skor dan
pemeriksaan neurologis terstruktur yaitu National Institures of
Health Stroke Scale (NIHSS), untuk menentukan prognosis
dan pilihan terapi.

Untuk pemeriksaan neurologis tentu harus difokuskan pada


kondisi pasien stroke iskemik akut. Komponen penting pemerik-
saan neurologis pasien dengan sindroma stroke meliputi:
1. Pemeriksaan status mental dan Glascow Coma Scale (GCS)
2. Pemeriksaan saraf cranial
3. Fungsi motorik
4. Fungsi sensorik
5. Fungsi cerebellum
6. Gait (gaya berjalan)
7. Refleks tendon
8. Kemampuan bahasa ekspresif dan reseptif
9. Tanda meningeal

▶ Diagnosis

Pencitraan radiologi otak adalah hal darurat dan esensial


untuk evaluasi stroke iskemik akut. Computed Tomography (CT)
scan non-kontras (Gambar 1.2a) merupakan modalitas pencitraan
yang sering digunakan karena sangat efektif pada kondisi akut dan
kedaruratan pasien yang dicurigai mengalami stroke iskemik akut.
Beberapa teknik pencitraan neurologis otak yang juga digunakan
dalam kondisi darurat stroke:
1. CT angiography dan CT perfusion scanning

4
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

2. Magnetic resonance imaging (MRI) modalitas Diffusion


Weighted Imaging (DWI)
3. Carotid duplex scanning
4. Digital subtraction angiography
Pungsi lumbal, umumnya dilakukan untuk rule-out meningi-
tis ataupun perdarahan subarachnoid (Gambar 1.2b) apabila hasil
CT scan negatif, namun kondisi klinis pasien masih mengalami
defisit neurologis, nyeri kepala dan penurunan kesadaran.

Gambar 1.2 – (a) CT-scan non-contrast menunjukan hasil hiperdensitas


pada middle cerebral artery (MCA) dextra (panah hitam)
dengan grey-white differentiation loss pada teritori vaskular
MCA (panah putih) (Unnikrishnan et al., 2017); (b) Pe-
meriksaan makroskopis pungsi lumbal Liquor Cerebrospinal
(LCS), A: normal, B: hemoragik akut, C: xantokromatik
(hemoragik lama), D: traumatic tap procedure (dibaca dari
tabung kiri ke kanan) (Deisenhammer et al., 2015)

Pemeriksaan laboratorium yang untuk diagnosis dan evaluasi


stroke iskemik akut meliputi:
1. Hitung darah lengkap: Studi baseline dapat menunjukan
penyebab stroke (misal: polisitemia, trombositosis, leukemia),
memperlihatkan penyakit lain yang menyertai sindroma stroke,
dan memastikan tidak adanya trombositopenia ketika hendak
mempertimbangkan terapi fibrinolitik

5
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

2. Pemeriksaan biokimia: Studi baseline dapat memperlihatkan


stroke mimic (misal: hipoglikemia, hyponatremia), atau mem-
perlihatkan penyakit lain yang menyertai sindroma stroke
(misal: diabetes, insufisiensi renal)
3. Studi koagulasi: Dapat memperlihatkan koagulopati dan
bermanfaat ketika hendak melakukan terapi fibrinolitik atau
antikoagulan
4. Biomarker jantung: Penting karena hubungan antara penyakit
vascular otak dengan penyakit arteri koroner
5. Skrining toksikologi: Dapat membantu mengidentifikasi pasien
intoksikasi dengan gejala menyerupai sindroma stroke atau pe-
nyalahgunaan simpatomimetik, yang berisiko tinggi
menyebabkan stroke iskemik maupun hemoragik
6. Tes kehamilan: Tes urin kehamilan dilakukan untuk semua
perempuan hamil dengan sindroma stroke, menurut FDA
Pregnancy Categories recombinant tissue-type plasminogen activator
(rt-PA) merupakan obat kategori C pada pasien hamil
Tatalaksana
Tujuan tatalaksana darurat pasien suspek stroke iskemik akut
dalam 60 menit pertama sejak tiba di fasilitas kesehatan atau
instalasi gawat darurat adalah melakukan tindakan sebagai berikut:
1. Menilai Airway, Breathing, dan Circulation (ABC) dan stabilisasi
pasien jika perlu
2. Melakukan hingga tuntas penilaian dan evaluasi awal, meliputi
pencitraan radiologi otak dan pemeriksaan laboratorium
3. Memulai terapi reperfusi, jika sesuai (Gambar 1.3)
Keputusan tatalaksana darurat difokuskan pada kondisi
pasien sebagai berikut:
1. Kebutuhan untuk tatalaksana airway
2. Kontrol tekanan darah optimal
3. Identifikasi potensi terapi reperfusi (misal: IV fibrinolitik
dengan rt-PA alteplase atau akses intra-arterial)

6
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

Gambar 1.3 – Skematis alur sederhana dari pengenalan kasus stroke


hingga terapi reperfusi fibrinolitik.

Keterlibatan dan kontribusi dokter spesialis saraf terutama


neurovascular sangatlah ideal. Unit perawatan stroke dengan
perawat terlatih dalam penanganan stroke menunjukan hasil dan
prognosis yang baik untuk pasien.

Terapi stroke iskemik meliputi:


1. Terapi fibrinolitik
2. Obat-obatan antiplatelet
3. Clot retrieval atau trombectomy mekanik
Tatalaksana kondisi komorbid meliputi:
1. Menurunkan demam
2. Koreksi hipotensi atau hipertensi signifikan
3. Koreksi hipoksia
4. Koreksi hipoglikemia
5. Tatalaksana aritmia jantung
6. Tatalaksana iskemik miokard

Pencegahan stroke primer merupakan upaya pencegahan


pada individu yang belum memiliki riwayat stroke. Tindakan
pencegahan tersebut mencakup penggunaan hal-hal berikut:

7
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

1. Antiplatelet
2. Statin
3. Olahraga
4. Intervensi atau pola hidup sehat (tidak merokok, tidak minum
alkohol)

Pencegahan stroke sekunder merupakan tatalaksana pada


pasien yang sudah mengalami stroke. Tindakan pencegahannya
meliputi penggunaan:
1. Antiplatelet
2. Antihipertensi
3. Statin
4. Intervensi atau pola hidup sehat

B. Latar Belakang
Stroke iskemik akut ditandai dengan hilangnya sirkulasi suplai
darah secara akut pada sebuah area di otak, umumnya area
vascular tertentu, dan secara klinis menyebabkan hilangnya atau
disfungsi neurologis area yang bersangkutan. Terminologi
sebelumnya disebut sebagai Cerebrovascular Accident (CVA) atau
Sindroma Stroke, stroke merupakan keadaan non-spesifik dari jejas
cerebral dengan disfungsi neuronal yang diakibatkan oleh berbagai
kausa patofisiologi. Stroke dibagi menjadi 2 tipe yaitu: Stroke
hemoragik dan stroke iskemik. Stroke tipe iskemik akut disebab-
kan oleh penyumbatan thrombosis atau embolus pada arteri
cerebral (Gambar 1.1).

Secara global, stroke merupakan penyakit penyebab kematian


terbanyak kedua dan penyebab disabilitas terbanyak ketiga.
Kematian terkait troke secara global sebanyak 70%-87% terjadi
pada negara berkembang. Di Asia kejadian stroke hemoragik se-
kitar 30% dan iskemik 70%. Hal ini berbeda dengan negara-negara
maju bahwa kejadian stroke hemoragik sekitar 10% dan stroke

8
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

iskemik sekitar 90%, diantara stroke iskemik terjadi karena


kardioemboli 50%, oklusi arteri besar 25%, oklusi arteri kecil 10%
dan sisanya karena kausa yang tidak diketahui (cryptogenic). Data
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2018 menunjukan
Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada
penduduk umum ≥15 tahun sebanyak 10,9 per 1.000 penduduk
Indonesia mengalami stroke per 2018. Angka ini menurun dari lima
tahun sebelumnya, 12,10 per 1.000 penduduk dan meningkat
dibandingkan tahun 2007, yakni 8,3 per 1.000 penduduk.

▶ Epidemiologi

Tiap tahun 15 juta orang seluruh dunia menderita stroke. Pada


angka ini, 5 juat meninggal dan 5 juta lainnya mengalami disabilitas
dan menjadi beban sosial maupun ekonomi bagi keluarga maupun
komunitas. Stroke sangat jarang terjadi pada individu dibawah 40
tahun, ketika terjadi, kauda utamanya iadalah hipertensi. Stroke
juga terjadi pada 8% anak-anak dengan penyakit sickle cell.

Di Amerika Serikat, kelompok populasi kulit hitam memiliki


risiko mengalami stroke 1,49 kali dari pada populasi kulit putih.
Hispanic memiliki insidensi stroke lebih rendah dari pada kulit
putih dan hitam, tapi memiliki insidensi lebih tinggi untuk stroke
lacunar dan stroke usia muda. Laki-laki memiliki risiko stroke lebih
tinggi daripada perempuan, laki-laki kulit putih memiliki insidensi
stroke 62,8 per 100.000, dengan angka kematian 26,3% dari total
kasus. Sementara perempuan memiliki insidensi stroke 59 per
100.000 dan angka kematian 39,2%. Meskipun stroke terkadang
dipandang sebagai penyakit lansia, sepertiga stroke terjadi pada
individu <65 tahun. Risiko stroke meningkat seiring bertambahnya
usia, khususnya individu >64 tahun dimana kejadian stroke sebesar
75%.

9
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

▶ Kategori Stroke

Sistem kategori stroke berkembang melalui uji multicenter


Trial of ORG 10172 in Acute Stroke Treatment (TOAST), membagi
stroke iskemik kedalam 3 subtipe utama:
1. Arteri besar
2. Arteri kecil, atau lacunar
3. Infark kardioemboli

Infark arteri besar terkadang melibatkan oklusi in situ


thrombosis pada lesi aterosklerotik di carotis, vertebrobasilar dan
arteri cerebral, yang umumnya proksimal terhadap cabang utama.
Sekalipun demikian infark arteri besar juga bisa disebabkan oleh
kardioemboli. Embolus kardiogenik merupakan sumber utama
penyebab stroke rekurens. Stroke arteri kecil (lacunar)
berhubungan dengan area fokal iskemik kecil karena oklusi vasa
darah kecil tunggal, umumnya deep penetrating arteries, sehingga
mampu menyebabkan patologi vascular spesifik. Pada beberapa
pasien yang etiologi stroke tidak bisa diidentifikasi dengan jelas
dikategorikan sebagai stroke cryptogenic.

▶ Tatalaksana

Strategi rekanalisasi, meliputi alteplase atau rt-PA rute


intravena dan intraarterial dilakukan untuk mengembalikan
revaskularisasi sehingga neuron-neuron di dalam area iskemik
penumbra (area yang aktif secara metabolik, perifer terhadap area
iskemik, dengan penurunan suplai darah dan masih berpontensi
untuk dipertahankan hidup) dapat diselamatkan sebelum meng-
alami jejas infark irreversible. Memulihkan aliran darah dapat me-
nyelamatkan efek iskemia hanya jika dilakukan secara cepat dan tepat.

FDA telah menyetujui penggunaan rt-PA pada pasien yang


memenuhi kriteria berdasarkan National Institute of Neurologic
Disorders and Stroke (NINDS). Khususnya, rt-PA harus diberikan
dalam 3 jam sejak onset awal stoke dan setelah hasil CT-scan tidak
ditemukan perdarahan atau stroke hemoragik.

10
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

Dewasa ini dengan melihat data terbaru orang-orang Eropa,


American Heart Association dan Amerocan Stroke Association
(AHA/ASA) memperluas window of treatment rt-PA dari 3 jam
hingga 4,5 jam, dengan kriteria eksklusi yang lebih ketat. FDA
sendiri belum menyetujui perluasan window of treatment rt-PA ini,
namun durasi ini telah dijadikan standar pada beberapa institusi
fasilitas kesehatan.

Aspek lain dalam tatalaksana stroke iskemik akut meliputi


optimalisasi parameter fisiologis dan tindakan pencegahan
komplikasi neurologis lebih lanjut:
1. Suplementasi oksigen jika diperlukan (SaO2 >94%)
2. Kontrol gula darah
3. Kontrol optimal tekanan darah (dengan pertimbangan untuk
terapi reperfusi)
4. Pencegahan kondisi hipertermia

C. Anatomi Neurovaskular Otak


Otak (Cerebrum) merupakan organ yang sangat aktif secara
metabolik. Sekalipun hanya 2% dari massa tubuh, otak membutuh-
kan 15-20% dari total cardiac output untuk menyediakan kebutuhan
glukosa dan oksigen untuk metabolismenya. Dasar pengetahuan
anatomi neurovascular otak dan area teritori vaskularisasi arteri
cerebral sangat bermanfaat dalam menentukan diagnosis topis
pada pasien suspek stroke iskemik akut.

▶ Distribusi arteri

Secara sederhana, hemispherum cerebri divaskularisasi oleh 3


pasang arteri utama yaitu Anterior Cerebral Artery (ACA), Middle
Cerebral Artery (MCA) dan Posterior Cerebral Artery (PCA) (Gambar
1.4). ACA dan MCA, yang merupakan cabang arteri carotis interna
supraclinoid, menyusun neurovaskularisasi anterior cerebrum.
ACA memvaskularisasi sisi medial lobus frontalis dan parietalis,

11
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

sisi anterior ganglia basalis dan crus anterior capsula interna. MCA
mensuplai sisi lateral lobus frontalis dan parietalis, sisi anterior dan
lateral lobus temporalis, dan memiliki cabang perforantes ke dalam
globus pallidus dan putamen (nucleus lentiformis) dan genu
capsula interna. MCA merupakan sumber dominan dengan teritori
neurovascular terluas pada hemispherum cerebri. PCA merupakan
cabang dari arteri basilaris dan menyusun neurovaskularisasi
posterior cerebrum. PCA memiliki percabangan perforantes ke
dalam thalamus, batang otak, dan cabang kortikal sisi inferior-
medial-posterior lobus temporal dan lobus occipitalis (Gambar 1.5)
(Tabel 1.1).

12
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

Gambar 1.4 – Anatomi Vaskularisasi hemisphere cerebri oleh ACA,


MCA, dan PCA. (Greenberg et al., 2010; Netter, 2014)

13
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

Gambar 1.5 – Teritori vaskularisasi ACA, MCA, dan PCA. RAH:


Recurrent artery of Heubner (Greenberg et al., 2010; Aminoff et
al., 2015)

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, vertigo dan ataksia


juga merupakan sindroma stroke apabila terjadi oklusi pada
pembuluh darah yang memvaskularisasi batang otak ataupun
cerebellum. Hemispherum cerebellum dan batang otak (truncus
cerebru) memperoleh neurovaskularisasi sebagai berikut (Gambar
1.6):
1. Sisi inferior oleh Posterior Inferior Cerebellar Artery (PICA),
merupakan cabang dari arteri vertebralis
2. Sisi anterolateral oleh Anterior Inferior Cerebellar Artery
(AICA), merupakan cabang dari arteri basillaris
3. Sisi superior oleh Superior Cerebellar Artery (SCA), merupakan
cabang dari arteri basillaris dan lebih proksimal daripada PCA
dan diantara SCA dan PCA terdapat N.oculomotorius (N.III)

14
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

Gambar 1.6 – Vaskularisasi cerebellum dan truncus cerebri. RN: red


nucleus, CP: cerebral peduncle, ST: spinothalamic tract, ML:
medial lemniscus, P: pyramid, ON: olivary nucleus, BP: basis
pontis. (Aminoff et al., 2015)

Tabel 1.1- Neurovaskularisasi hemispherum cerebri dan area teritori


vaskularisasi struktur anatomis.
Neurovaskularisasi Anterior
Cabang A. carotis interna
ACA Cabang kortikal: sisi medial lobus frontalis dan lolus
parietalis
Cabang lenticulostriata medial: caput nucleus caudatus, crus
anterior capsula interna
MCA Cabang kortikal: sisi lateral lobus frontalis dan lobus
parietalis, sisi anterolateral-superior lobus temporalis

15
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

Cabang lenticulostriata lateral: globus pallidus dan putamen


(nucleus lentiformis), genu capsula interna
A. Tractus opticus, uncus, hippocampus, amygdala, nucleus
Choroidalis ventrolateral thalami, corona radiata, crus posterior
Interna capsula interna
Neurovaskularisasi Posterior
Cabang A. vertebralis
PICA Sisi posterior-inferior hemispherum cerebelli, sisi inferior
vermis, nuclei cerebelli, plexus choroideus ventriculus
quartus, sisi dorsolateral medulla oblongata
Cabang A. basillaris
AICA Sisi anterior-inferior hemispherum cerebelli, lobus
flocculonodularis
SCA Sisi superior hemispherum cerebelli, sisi superior vermis,
corpora quadrigemina
PCA Cabang kortikal: lobus occipitalis, sisi inferior-medial-
posterior lobus temporalis
Cabang perforantes: sisi posterior thalamus, mesencephalon

D. Anatomi Angiogram Cerebral


▶ Lateral View – Sirkulasi Anterior

Lateral view angiogram cerebral (Gambar 1.7) dapat memper-


lihatkan distribusi teritori vaskular ACA dan Trigonum Sylvius.
A.pericallosum muncul distal terhadap A.communicans anterior
atau distal terhadap asal A.callosomarginal cabang ACA. Segmental
Anatomi dari ACA adalah sebagai berikut:
1. Segmen A1: membentang dari bifucartio A.carotis interna (ICA)
hingga A.communicans anterior
2. Segmen A2: membentang sepanjang perbatasan rostrum dan
genu corpus callosum
3. Segmen A3: membentang hingga bengkokan genu corpus
callosum
4. Segmen A4 dan A5: membentang ke arah posterior diatas
truncus et splenium corpus callosum.

16
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

5. Trigonum Sylvius diproyeksikan pada cabang opercular MCA


dengan apex representatif letak titik Sylvius.

Gambar 1.7 - (A) Lateral view angiogram cerebral. (B) Skematis lateral
view angiogram cerebral anterior. (C) Skematis lateral view
angiogram cerebral medial. (Edward, 2019; Greenberg,
2010)

▶ Anteroposterior (AP) View – Sirkulasi Media

Frontal atau AP view angiogram cerebral (Gambar 1.8) dengan


injeksi kontras selektif pada ICA kiri memperlihatkan sirkulasi
anterior. Pada AP view ini bisa terlihat 2 segmen ACA yaitu: A1:
proksimal terhadap A.communicans anterior, A2: lebih distal
terhadap A1. Kemudian dapat diidentifikasi juga segmen-segmen
MCA yaitu:
1. Segmen M1: Segmen horizontal/sphenoidal. Truncus MCA ini
membentang sepanjang sisi anterior-basal dari korteks insula
(limen insulae) dan memberi 5-15 percabangan berupa
A.lenticulostraita.
2. Segmen M2: Segmen insular. Membentang di dalam (profunda)
fissura lateralis Sylvii dan sepanjang insula.

17
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

3. Segmen M3: Segmen opercular. Membentang dengan pola


mengikuti curvature operculum (bukaan) dan merupakan
cabang terminal dari MCA.
4. Segemen M4: Cabang kortikal. Segemen paling terminal yang
tampak keluar dari fissura lateralis Sylvii hingga ke luar korteks
otak.

Gambar 1.8 – (A) Anteroposterior/frontal view angiogram cerebral. (B)


Skematis AP view angiogram cerebral. (C) Skematis
segmen-segmen MCA. (Edward, 2019; Greenberg, 2010)

▶ Frontal View – Sirkulasi Posterior

Proyeksi anterior dari A.vertebralis dextra (Gambar 1.9) pada


angiogram cerebral dapat memperlihatkan sirkulasi posterior.
Sirkulasi posterior, yaitu PCA memiliki segmen (tidak bisa diper-
lihatkan pada angiogram) sebagai berikut (lihat gambar skematis):
1. Segmen P1: (1) A.thalamus perforans, (2) A.circumflexa longus,
(3) A.circumflexa breves

18
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

2. Segmen P2A: (4) A.peduncularis perforans, (5) A.choroidalis


posterior medial, (6) A.hippocampus, (7) A.temporalis anterior,
(8) A.temporalis media
3. Segmen P2P: (9) A.temporalis posterior, (10) A.choroidalis
posterior lateral
4. Segmen P3 dan P4: (11) A.calcarina, (12) A.parieto-occipitalis.

Gambar 1.9 – (A) Frontal view angiogram cerebral memperlihatkan


sistem sirkulasi posterior dan vertebrobasilar. (B) Segmen-
segmen PCA. (Edward, 2019; Greenberg, 2010)

19
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

This page intentionally left blank

20
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

BAB 2
PATOFISIOLOGI & ETIOLOGI
Hanindya Riani Prabaningtyas, Stefanus Erdana Putra

A. Patofisiologi pada Jaringan Parenkim Otak


Stroke iskemik akut merupakan akibat dari oklusi vascular
sekunder karena penyakit thromboembolic. Iskemia menyebabkan
hipoksia seluler dan penurunan adenosine triphosphate (ATP).
Tanpa ATP, sel tidak memiliki energy untuk menjaga homeostasis
gradien ion membrane sel dan sel menjadi depolarisasi. Influks ion
natrium dan kalsium dan influks pasif air ke dalam sel sehingga
menyebabkan sel mengalami edema sitotoksik.

▶ Inti Infark dan Penumbra Iskemik

Oklusi vascular akut menghasilkan area iskemik sesuai area


teritori vaskularisasi dari pembuluh darah yang mengalami oklusi.
Aliran darah lokal terbatas pada aliran residual di sumber arteri
utama ditambah suplai vascular kolateral, jika ada. Area otak
dengan cerebral blood flow (CBF) kurang dari 10 mL/100 g jaringan/
menit disebut sebagai inti infark (ischemic core). Neuron-neuron
pada area ini dianggap mati dalam hitungan menit sejak onset
stroke. Area otak yang mengalami penurunan minimal CBF < 25
mL/100 g jaringan/menit disebut sebagai penumbra iskemik
(ischemic penumbra). Neuron-neuron pada area penumbra iskemik
dapat tepat bertahan hidup untuk beberapa jam karena prefusi
yang minimal.

21
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

▶ Cascade Iskemik

Pada level seluler, neuron yang iskemik menjadi terdepolari-


sasi karena penurunan ATP dan kegagalan sistem transport ion
pada membran sel. Gangguan metabolisme seluler akibat stroke
juga mengganggu pompa ion Na-K pada membrane, menyebabkan
peningkatan ion Na+ intraseluler yang kemudian akan menyebab-
kan peningkatan kadar air intraseluler. Pembengkakan sel ini
disebut sebagai edema sitotoksik dan dapat terjadi sangat cepat
sejak terjadinya iskemik jaringan otak.
Iskemik cerebral juga mengganggu fungsi normal perpindahan
ion Na-Ca pada plasma membran. Proses influks kalsium menye-
babkan terjadinya pelepasan neurotransmitter, meliputi glutamat
yang kemudian mengaktifkan N-metil-D-aspartat (NMDA) dan
reseptor eksitatorik lainnya pada neuron.

Influks ion-ion positif ini menyebabkan neuron terdepolari-


sasi, dan influks kalsium lebih lanjut terus berlangsung, semakin
banyak pelepasan neurotransmitter glutamat, dan proses awal jejas
iskemik berlangsung. Influk masif dan kontinu ion Ca2+ ke dalam
sel akan mengaktifkan berbagai enzim degradative, yang menye-
babkan proses destruksi membrane sel dan struktur esensial
neuron lainnya. Radikal bebas, asam arakidonat, nitrit oksida juga
dihasilkan oleh proses ini dan menyebabkan kerusakan neuron
lebih lanjut (Gambar 2.1).

22
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

Gambar 2.1 - Cascade iskemik pada sel neuron setelah terjadi stroke.
(Yang et al., 2018)

Iskemik juga secara langsung menyebabkan disfungsi


vaskularisasi cerebral dengan kerusakan blood-brain barrier (BBB)
dalam kurun waktu 4-6 jam setelah infark. Setelah kerusakan BBB,
protein dan air mengisi spatium extraseluler dan menyebabkan
edema vasogenik. Proses ini akan memperparah kondisi edema
cerebral dan efek desak ruang (space-occupying lesion) dengan
puncak pada hari ke-3 hingga 5, dan umumnya akan terjadi
perbaikan beberapa minggu karena proses resorbsi air dan protein.

Dalam hitungan jam hingga hari setelah stroke, gen spesifik


teraktivasi, menyebabkan pembentukan sitokin yang memper-
parah proses inflamasi dan gangguan mikrosirkulatori. Akhirnya,
neuron-neuron pada area penumbra iskemik juga akan terlibat ikut
dalam proses jejas progresif ini, bergabung dengan inti infark
(ischemic core), biasanya dalam durasi jam setelah onset stroke.

23
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

Infark menyebabkan kematian neuroglia astrosit, dan juga sel


glia lainnya seperti oligodendrosit dan mikroglia. Area denan
jaringan infark kemudian akan mengalami nekrosis liquefaksi dan
akan ditelan dan dibuang oleh makrofag, menyebabkan proses
hilangnya volume parenkimal. Area dengan cairan mirip liquor
cerebro-spinal (LCS) yang berbatas tegas dengan densitas rendah,
hasil dari perubahan kistik dan ensefalomalasia juga dapat
ditemukan. Perubahan patologis kronis ini dapat dilihat dalam
kurun waktu pekan hingga bulan setelah terjadi infark jaringan
cerebral.

▶ Transformasi Stroke Iskemik menjadi Stroke Hemoragik

Transformasi hemoragik menunjukan konversi sebuah infark


iskemik menjadi sebuah area hemoragik. Transformasi ini diper-
kirakan terjadi pada 5% stroke tanpa komplikasi, dan dalam setting
tanpa pemberian terapi fibrinolitik. Transformasi hemoragik tidak
selalu langsung dihubungkan dengan penurunan status neurologis,
dengan konversi hemoragik dari petechie kecil hemoragik hingga
berkembang menjadi hematoma yang menyebabkan penurunan
status neurologis karena proses desak ruang (mass effect lesion atau
space-occupying lesion) (Gambar 2.2) (Tabel 2.1) dan dibutuhkan
operasi evakuasi hemicraniectomi dekompresi.

Gambar 2.2 - Transformasi hemoragik menurut European Cooperative


Acute Stroke Study (ECASS). (ECASS, 1995)

24
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

Tabel 2.1 – Jenis transformasi hemoragik menurut ECASS. (ECASS, 1995)


Kode Jenis Transformasi Keterangan
Hemoragik
A Hemorrhagic infarction-1 Petekie terisolir pada jaringan infark
tanpa efek lesi desak massa (mass
effect lesion)
B Hemorrhagic infarction-2 Petekie onfluent pada jaringan infark
tanpa efek lesi desak massa
C Parenchymal Lesi homogen high-attenuation
hemorrhagic-1 denganefek lesi desak massa
minimal (<30%) pada jaringan infark
D Parenchymal Lesi mengisi >30% pada jaringan
hemorrhagic-2 infark dengan efek lesei desak massa
nyata (bukti positif: midline shift,
sulcal effacement). Kemungkinan
adanya ekstensi hemoragik hingga
sistem ventrikel otak.

Mekanisme terjadinya transformasi hemoragik adalah proses


reperfusi jaringan jejas iskemik melalui rekanalisasi arteri oklusi,
suplai arteri kolateral pada daerah iskemik, atau terjadinya
disfungsi BBB. Dengan proses disfungsi BBB, ekstravasasi eritrosit
dari pelemahan kapiler menghasilkan petechie kecil hemoragik
atau lebih lanjut menjadi hematoma intraparenkimal.

Transformasi hemoragik spontan dari suatu infark iskemik


dapat terjadi dalam kurun waktu 2-14 hari postictal, umumnya
dalam pekan pertama. Proses ini umumnya ditemukan pada stokre
iskemik kardioemboli dan sangat sering terjadi pada stroke iskemik
dengan volume infarct yang luas. Transformasi hemoragik juga sering
terjadi setelah pemberian terapi rt-PA pada pasien dengan baseline
CT-scan non-kontras yang memperlihatkan area hipodensitas.

▶ Edema Cerebri Post Stroke

Infark luas dari hemispherum cerebri ataupin cerebelli yang


disertai penurunan kesadaran progresif sangat sering diakibatkan
oleh edema cerebri massif (Gambar 2.3). Sejumlah besar pasien

25
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

stroke iskemik akut, namun dengan kondisi gangguan elektrolit


terutama kondisi dehidrasi dan peningkatan osmolalitas plasma
secara langsung memperburuk kondisi otak, disamping memper-
buruk kondisi fungsi ginjal. Edema cerebri dan peningkatan tekanan
intracranial sering dihubungkan dengan oklusi arteri besar.

Gambar 2.3 - CT-scan menunjukan edema sitotoksik pada hemispherum


cerebri dextra setelah stroke. (von Holst, 2018)

Pasien dengan infark luas cerebrum umumnya memiliki


prognosis yang buruk. Sekitar 40% pasien dengan total anterior
cerebral infarction (TACI) syndrome mengalami penurunan status
neurologis dalam minggu pertama, dan setengahnya meninggal
selama bulan pertama. Prognosis yang buruk jelas diakibatkan oleh
volume jaringan otak yang rusak. Penurunan kesadaran dan status
neurologis awal sering dikarenakan proses edema pada jaringan
infark. Edema menyebabkan efek space occupying lesion dengan
distorsi midline shift dan peningkatan tekanan intracranial. Proses
patologis semacam itu menyebabkan herniasi transtentorial
(Gambar 2.4a), dan berlanjut menjadi kerusakan otak dan kematian.

Tatalaksana konvensional pada pasien edema cerebri post


stroke bertujuan mengurangi edema dan tekanan intracranial
menggunakan hiperventilasi, mannitol, diuretic, kortikosteroid

26
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

atau barbiturat. Namun, ketika otak membengkak dan terjadi


penurunan kesadaran dan hasil radiologimenunjukan mass effect
lesion, fatalitas kasus menjadi semakin tinggi sekalipun pasien
sudah memperoleh tatalaksana intensif terapi medikamentosa.
Oleh karena itu craniectomi dekompresif bisa dilakukan untuk
mencegah herniasi transtentorial dan kematian pada pasien
kelompok usia < 60 tahun dengan penurunan status neurologis
dalam 48 jam setelah stroke iskemik dengan area iskemik cukup
luas. Operasi craniectomi dekompresif (Gambar 2.4b) bertujuan
untuk menciptakan ruang untuk mengakomodasi peningkatan
volume akibat edema cerebri. Prosedur ini dilakukan dengan cara
membuka porsi cranium dan duramater, atau dengan membuang
jaringan otak yang sudah non-viabel atau non-esensial.

Gambar 2.4 - (a) Efek desak massa lesi supratentorial yang membesar
(dalam bahasan ini edema cerebri) akan menyebabkan
pergeseran jaringan otak dalam compartment intracranial
yang menyebabkan, 1: herniasi cingulate/ subfalcine, 2:
herniasi uncal, 3: herniasi central, 4: herniasi tonsillar, coma
dan mati batang otak umumnya disebabkan oleh mekanisme
herniasi no.2,3,4 (b) Kiri: Efek desak massa (midline shift)
akibat efek desak massa atau space occupying lesion; Kanan:
Setelah operasi decompressive craniectomy. (Doherty, 2010)

27
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

▶ Kejang dan Epilepsi Post Stroke

Kejang dan epilepsy post stroke merupakan kasus yang sering


ditemui di klinis (sebanyak 2-23%), baik sebagai gejala pertama
yang ditemui atau sebagai komplikasi post stroke. Terminologi
kejang post stroke merupakan episode kejang tunggal atau
multiple setelah stroke dan dianggap terkait kerusakan otak yang
reversibel atau ireversibel karena stroke terlepas dari waktu onset
setelah stroke. Epilepsy post stroke merupakan kejang rekurens
setelah stroke dengan konfirmasi diagnosis epilepsi. Seperti yang
akan dibahas selanjutnya, kejang awal dan pertama setelah stroke
merupakan kejang post stroke dari pada epilepsy post stroke.

Klasifikasi kejang dan epilepsi post stroke mengikuti dua


langkah proses sebagai berikut:
1. Klasifikasi kejang menurut pedoman diagnosis terstandarisasi
International League Against Epilepsy (ILAE)
2. Status nosologikal kejang terkait penyakit cerebral jika kejang
terjadi dalam 2 pekan pertama sejak onset stroke. Kejang onset
dini (early onset) memiliki puncak kejadian 24 jam post stroke.
Sekitar 45% kejang onset dini post stroke terjadi 24 jam pertama.
Kejang onset lambat (late onset) memiliki puncak kejadian 6-
12 bulan post stroke dan memiliki angka rekurensi yang tinggi
sebesar 90% pada stroke iskemik maupun hemoragik. Epilepsi
terjadi pada sepertiga dari kasus kejang onset dini dan setengah
dari kasus kejang onset lambat

Terdapat beberapa patofisiologi untuk kejang onset dini post


stroke iskemik. Proses peningkatan kadar ion Ca2+ dan Na+
intraseluler dengan batas depolarisasi yang tetap, eksitotoksisitas
neurotransmitter glutamat, hipoksia, disfungsi metabolik, hipoper-
fusi global dan jejas hiperperfusi (khususnya setelah tindakan
carotid end arterectomy atau carotid endarterectomi) telah dinyatakan
sebagai etiologi. Kejang post stroke hemoragik diyakini karena
iritasi parenkim otak oleh produk metabolisme darah. Patofisiologi

28
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

pasti masih belum jelas, tapi hubungan transformasi hemoragik


dari stroke iskemik juga dianggap sebagai etiologi kejang post
stroke. Kejang onset lambat diasosiasikan dengan proses patologi
perubahan persisten kronik dan batas eksitabilitas neuronal otak
dan jejas gliosis. Deposit haemosiderin juga diyakini sebagai zat
iritan setelah stroke hemoragik.

Masih sulit diperkirakan apakah penyintas stroke akan meng-


alami kejang atau tidak, tapi hal yang perlu diperhatikan bahwa:
1. Stroke merupakan penyebab kejang paling sering pada
kelompok usia lansia
2. Kejang onset dini normal terjadi dalam 24 jam sejak onset awal
stroke
3. Angka kejadian kejang post stroke sangat tinggi pada kasus
stroke hemoragik

Obat anti epileptik (OAE) tetap menjadi pilihan terapi epilepsy


pada semua kelompok usia. Terapi tunggal OAE dapat mengontrol
kejang (pada 88% kasus). Untuk tipe kejang baik kejang fokal
(dengan atau tanpa umum tonik-klonik) dan kejang umum,
rekomendasi lini pertama OAE meliputi karbamazepin, lamotrigin,
sodium valporat dan toppiramat. Untuk karbamazepin telah
terbukti menunjukan korelasi baik antara dosis dan koreksi plasma.
Monoterapi alternatif lain meliputi fenitoin, fenobarbital dan
clonazepam. Fenitoin merupakan AED alternative yang sering
dipakai, khususnya pada kelompok lansia. Kendati demikian,
terdapat hambatan terapi AED yaitu efek sedasi.

Pertimbangan khusus lain dalam pemakaian AED pada


kelompok lansia adalah kemungkinan interkasi obat karena
induksi enzim hepatic, umumnya pada penggunaan obat
karbamazepin dan fenitoin. Tingginya peluang efek toksik karena
perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik akibat proses
penuaan usia. Komplians obat juga bisa menjadi isu pada lansia.

29
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

B. Patofisiologi pada Pembuluh Darah


Proses terjadinya stroke sikemik adalah karena oklusi
pembuluh darah, oklusi pembuluh darah arteri itu sendiri dapat
terjadi karena berbagai faktor dan proses yang secara detail dibahas
pada subbab ini.

▶ Atherosclerosis & Disfungsi Sel Endotel


Atherosklerosis arteri besar ekstrakranial di leher dan basis
cranii dan arteri kecil intracranial merupakan penyebab umum
iskemik fokal cerebral. Dalam sirkulasi otak, letak predileksi
(Gamba 2.5) adalah arteri carotis comunis dan percabangan
bifucartionya, arteri carotis interna, MCA, arteri vertebralis dan
arteri basilaris.

Gambar 2.5 - Letak predileksi atherosklerotik (area merah gelap) sirkulasi


arteri intracranial, terlihat kecenderungan atherosklerotik
pada tempat percabangan dan curvatura. (Aminoff, 2015)

30
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

Patogenesis atherosclerosis hingga menjadi stroke iskemik


belum sepenuhnya diketahui, namun proses disfungsi sel endotel
diyakini sebagai penyebab utama atherosclerosis. Ketika zat atau
subtansi mengiritasi lapisan terdalam dari arteri yaitu tunica
intima. Iritan klasik yang sering menjadi penyebab disfungsi sel
endotel adalah toksin yang terdapat pada tembakau (rokok), zat
toksik tersebut larut dalam darah dan merusak sel endotel pada
tunica intima arteri. Lokasi kerusakan tunica intima tersebut
kemudian akan menjadi lokasi proses atherosclerosis dimana akan
timbul pembentukan plak (timbunan akumulasi dari lemak,
kolesterol, protein, kalsium dan sel imun) (Gambar 2.6).
Disfungsi endotel akibat zat iritan menyebabkan proses adesi
dan migrasi subendotelial dari monosit dan akumulasi kolesterol
intramural. Terjadi inflamasi dan lipid kolesterol ditelan oleh
monosit (makrofag) sehingga terbentuk foam cell secara progresif
dan terbentuklah awal mula lesi atheromatous yang disebut
dengan fatty streak. Pada tahap ini, pertumbuhan dan faktor
kemotaksis dari sel endotel dan makrofag menstimulasi proliferasi
sel otot polos tunica intima dan migrasi penambahan sel otot
polos dari tunica media ke tunica intima arteri. Sel-sel ini
mensekresi senyawa matriks ekstraseluler hingga terbentuk
formasi fibrous cap diatas (menutupi) plak atherosklerotik.

31
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

Gambar 2.6 - Patofisiologi stroke dari disfungsi endote akibat paparan zat
iritan pada dinding arteril, proses atherosklerotik, pembentu-
kan trombus hingga terjadi oklusi total arteri karena sum-
batan thrombosis atau emboli. (Aminoff, 2015; Krueger, 2014)

Proses pembentukan plak atherosklerotik ini umumnya terjadi


pada titik percabangan (bifucartio) dari A.carotis interna dan MCA
(Gambar 2.5). Sekalipun demikian, proses atherosclerosis memerlu-
kan waktu bertahun-tahun untuk dapat menyumbat sebagian atau
bahkan total dari lumen arteri.

Patogenesis selanjutnya ketika plak sudah menempati suatu


lumen arteri, plak secara konstan dan kronis akan stress akibat
gesekan mekanik dari aliran darah. Dan umumnya plak kecil
sangatlah lemah dan rentan untuk mengalami ruptur (robekan
atau pengelupasan) fibrous cap daripada plak besar, karena plak
atherosklerotik kecil memiliki lapisan fibrous cap yang tipis dan
lemah. Ketika fibrous cap terkelupas akibat gaya mekanik aliran
darah, maka fatty streak akan terekspos dalam darah lumen arteri

32
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

dan sangat trombogenik. Komplikasi serius proses selanjutnya ialah


pelepasan faktor prokoagulan dan kaskade proses thrombosis, dan
dalam hitungan menit akan terbentuk lumen arteri yang teroklusi
oleh thrombosis atau embolus dari debris thrombosis pada arteri
yang lebih distal (Gambar 2.6).

Dari patofisiologi stroke iskemik ini tampak bahwa faktor


risiko atherosclerosis sehingga menjadi stroke meliputi hipertensi,
peningkatan serum kolesterol LDL dan diabetes mellitus.

▶ Penyakit Inflamasi Lainnya

Temporal (giant cell) arteritis merupakan vasculitis sistemik


yang menghasilkan perubahan inflamasi yang mempengaruhi
cabang A.carotis eksterna, A.carotis interna, A.siliaris posterior,
arteri vertebralis dan arteri intracranial. Inflamasi mengubah
dinding arteri untuk menstimulasi adesi dan agregasi platelet, yang
menyebabkan thrombosis ataupun embolus sisi distal. Temporal
arteritis harus dicurigai pada pasien dengan anopia monocular
transien atau TIA, khususnya pada lansia karena terapi kortiko-
steroid (prednisone 60-100 mg/hari per oral) dapat mencegah
komplikasi terburuk temporal arteritis pada A. opthalmica, yaitu
kebutaan permanen. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya
bahwa stroke iskemik merupakan disfungsi neurologis yang
disebabkan oleh infark fokal serebral, spinal maupun retinal.
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) dihubungkan dengan
proses vaskulopati yang melibatkan arteri kecil otak dan
menyebabkan mikroinfark multiple. Libman-Sacks endocarditis
yang disertai SLE bisa menjadi sumber emboli kardiogenik.
Poliarteritis nodosa merupakan vasculitis segmental dari
arteri berukuran kecil-sedang yang mempengaruhi organ. Gejala
transien dari iskemik cerebral seperti anopia monocular transien
bisa terjadi.
Angiitis primer sistem saraf pusat (dikenal juga sebagai
angiitis granulomatous) adalah penyakit inflamasi idiopatik yang

33
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

menyerang arteria dan vena kecil di sistemsaraf pusat dan


menyebabkan lesi iskemik multifokal yang transien dan progresif.
Manifestasi klinis meliputi nyeri kepala, hemiparese, abnormalitas
fokal neurologis dan gangguan kognitif. Pemeriksaan penunjang
LCS umumnya didapatkan pleositosis dan peningkatan kadar
protein. Diagnosis penyakit ini harus dicurigai pada pasien dengan
disfungsi multifokal sistem saraf pusat dan pleositosis LCS.
Angiografi memperlihatkan penyempitan segemental arteria dan
vena kecil, biposi meningeal merupakan standar emas diagnosis
penyakit ini.
Arteritis sifilis terjadi dalam kurun waktutahun setelah infeksi
sifilis primer dan dapat menyebabkan stroke. Umumnya pembuluh
darah ukuran sedang yang perforata (penetrating arteries) terlibat,
menghasilkan punctate infarct di dalam substansia alba profunda
yang terlihat pada CT-scan atau MRI.
HIV-AIDS dihubungkan dengan insidensi TIA dan stroke
iskemik. Pada beberapa kasus, komplikasi serebrovaskular dari
HIV-AIDS dikaitkan dengan kondisi endocarditis atau infeksi
oportunistik, seperti toksoplasmosis atau meningitis cryptococcus.

▶ Arteriopati Cerebrocervical Non-Inflamasi


Displasia fibromuscular menyebabkan fibroplasia segmental
medial dari arteri besar (umumnya arteri renalis, carotis dan
vertebralis) dan dikaitkan dengan diseksi arteri dan aneurysma.
Gambaran karakteristik “string-of-beads” khas tampak pada
angiography akan sangat membantu diagnosis etiologi.
Diseksi arteri carotis atau vertebral dapat terjadi spontan atau
respons dari trauma minor, dan banyak terjadi pada usia dibawah
40 tahun. Penyakit ini terjadi karena degenerasi medial yang diikuti
oleh hemoragik hingga dinding arteri dan menyebabkan stroke
dengan cara oklusi arteri atau predisposisi thromboemboli. Diseksi
carotis bisa disertai gejala prodromal iskemik hemisphere transien
atau anopia monocular, nyeri mandibular dan leher, abnormalitas
visus yang menyerupai migraine, atau sindrom Horner. Diseksi

34
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

vertebral dapat menyebabkan nyeri kepala, nyeri leher, dan tanda


gejala disfingsi batang otak. Tatalaksana meliputi obat antiplatelet,
terkadang dikombinasikan dengan perbaikan endovascular.
Oklusi arteri intracranial progresif multiple (Moyamoya)
menyebabkan penyempitan bilateral atau oklusi arteri carotis
interna sisi distal dan ACA dan MCA yang berdekatan. Arterio-
genesis reaktif menyebabkan jaringan vasa darah kolateral yang
halus di basis cranii, yang bisa dilihat pada angiografi (Gambar 2.7).
Penyakit moyamoya bisa idiopatik atau karena atherosclerosis,
penyakit sickle cell, atau arteriopati lainnya. Penyakit ini sangat
umum pada anak-anak dan usia dewasa, lebih sering pada
perempuan, tapi terjadi merata pada semua etnis ras, bisa sporadik
atau familial. Pada anak-anak lebih sering mengalami stroke
iskemik dan dewasa mengalami hemoragik intracerebral, subdural
dan subarachnoid. Tatalaksana meliputi obat antiplatelet dan
prosedur operasi revaskularisasi.

Gambar 2.7 - Angiogram dari A.carotis dextra pada moyamoya. MCA dan
percabangannya tergantikan oleh pola kapiler difus yang
nampak seperti "puff of smoke". Kiri: AP view, Kanan: lateral
view. (Aminoff, 2015)

▶ Infark Lakunar
Infark lacunar umumnya terjadi akibat oklusi cabang
perforans (deep branch) MCA (misal: arteri lenticulostraita) yang
mevaskularisasi teritori area basal ganglia meliputi putamen,

35
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

nucleus caudatus, crus posterior capsula interna dan thalamus.


Istilah lacunar berarti ‘lake’ atau danau, hal tersebut bisa dijelaskan
saat terjadi oklusi arteri perforans akan menyebabkan kerusakan
iskemik jaringan otak yang akan tampak sebagai kantung berisi
cairan atau kista, dan terlihat seperti ‘lake’ pada mikroskop (Gambar
2.8). Stroke lacunar umumnya terjadi karena proses hyaline
arteriolosclerosis yaitu keadaan ketika dinding arteriol perforans
terisi oleh protein. Proses ini bisa terjadi karena hipertensi kronis
dan diabetes, sehingga menyebabkan penebalan dinding arteriol
dan penyempitam diameter lumen arteriol.

Gambar 2.8 - Proses atherosklerosis melibatkan arteri otak ukuran sedang-


besar. Hipertensi menimbulkan patologi pada arteri kecil

36
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

penetrating. Arteriolosklerosis berkembang progresif pada


arteri kecil ini. Hialin dan material fibrinoid menebalkan
dinding dan menyumbat lumen (hyaline arteriosclerosis).
Lacunae (lubang) kecil, bundar dan dalam terbentuk di
parenkim otak umumnya ditemukan di otak saat otopsi.
(Krueger, 2014)

Banyak kasus infark lacunar tidak dikenali secara klinis,


melainkan terdekteksi secara kebetulan melalui pencitraan CT-scan
atau otopsi. Akan teteapi, pada kasus lain, infark lacunar menim-
bulkan sindroma klinis yang khas. Stroke lacunar terjadi dalam
durasi jam hingga hari. Nyeri kepala umumnya tidak ada atau
minimal dan kesadaran compos mentis. Faktor risiko hipertensi,
diabetes atau penyakit kardiovaskular dapat ditemukan ataupun
tidak. Prognosis stroke lacunar umumnya baik, tapi rekurensi
stroke lacunar sangat sering. Meskipun variasi defisit neurologis bisa
muncul, terdapat empat sindroma khas dan klasik dari stroke
lacunar:
1. Hemiparese motorik murni. Terdiri atas hemiparese yang
mempengaruhi wajah, ekstrimitas superior et inferior tanpa
defisit somatosensorik, visus ataupun bahasa. Lakuna (kista)
yang menyebabkan sindroma ini biasanya terletak pada pons
(Gambar 2.8) atau capsula interna sisi kontralateral terhadap
sisi tubuh yang mengalami defisit neurologis.
2. Stroke sensorik murni. Ditandai dengan defisit hemisensorik,
yang bisa disertai dengan paresthesia dan sebagai akibat infark
lacunar pada thalamus sisi kontralateral. Gejala ini sangat mirip
dengan oklusi PCA atau hemoragik kecil di thalamus atau
mesencephalon.
3. Hemiparese ataksia. Pada syndrome ini, terkadang disebut
sebagai ataksia ipsilateral dan parese cruris, hemiparese
motorik murni dikombinasikan dengan ataksia pada sisi
hemiparetik dan biasanya dominan mengenai regio crus. Gejala
ini akibat lesi infark pada pons sisi kontralateral, capsula interna
atau substantia alba subkortikal.

37
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

4. Dysarthria-Clumsy Hand Syndrome. Gejala ini meliputi


dyarthria, kelemahan wajah, disfagia dan kelemahan ringan
dan kecanggungan (clumsiness) tangan ipsilateral terhadap
kelemahan wajah. Lakuna yang menyebabkan gejala ini terletak
pada pons kontralateral atau capsula interna.

▶ Penyalahgunaan Obat atau Zat

Pemakaian kokain hidroklorida, alkaloidal (crack) kokain,


amfetamin, dan zat stimulant lainnya (e.g. fenilpropanolamin,
efedrin, atau ekstasi), atau heroin merupakan faktor risiko terjadinya
stroke. Pengguna intravena dapat mengalami endocarditis infektif
sehingga menyebabkan stroke emboli. Stroke juga terjadi pada
penyalahguna obat atau zat tanpa harus mengalami endocarditis,
meliputi penyalahguna obat atau zat per oral, intranasal atau
inhalasi. Kokain hidroklorida dan amfetamin sangat berhubungan
dengan insidensi hemoragik intraserebral, sementara stroke akibat
penyalahgunaan alkaloidal kokain umumnya iskemik. Mekanisme-
nya adalah zat tersebut bersifat iritan dan menyebabkan disfungsi
endothelial sehingga menyebabkan keadaan protrombotik, vasos-
pasme, vasculitis, ruptur aneurysma yang sudah ada atau
malformasi vascular.

▶ Nyeri Kepala Migrain

Nyeri kepala migraine, khususnya dengan aura merupakan


kausa langka stroke iskemik, dan paling sering pada perempuan,
usia < 45 tahun, perokok, dan pengguna kontrasepsi oral. Individu
dengan riwayat nyeri kepala migraine memiliki insidensi tinggi lesi
subklinis substantia alba pada sirkuasi posterior, patent foramen
ovale dan diseksi arteri cervical, tapi hubungan faktor-faktor ini
dengan klinis stroke masi belum jelas. Migrain hemiplegik sporadik
atau familial dikaitkan dengan edema cerebri fokal selama
serangan dan atrofi cerebellar, tapi tidak untuk stroke.

38
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

▶ Trombosis Vena atau Sinus

Oklusi thrombosis pada vena cerebri atau sinus venosus sangat


jarang sebagai kausa stroke. Proses ini umumnya mengenai
perempuan muda dan sangat sering dikaitkan dengan kondisi
predisposisi seperti otitis atau sinusitis, post partum, dehidrasi,
atau koagulopati. Manifestasi klinis meliputi nyeri kepala,
papilledema, penurunan kesadaran, kejang dan defisit neurologis
fokal. Kadar D-dimer, suatu produk degradasi fibrin, umumnya
meningkat pada darah. Tekanan LCS umumnya naik (>200
mmH2O), pada kasus thrombosis septik, pleositosis LCS dapat
terjadi. Pencitraan CT-scan menunjukan edema, infark, hemoragik,
atau defek pengisian pada sinus sagitalis superior (delta sign). MRI
dengan angiografi merupakan uji diagnostic pilihan dan definitive
untuk kasus thrombosis vena atau sinus. Tatalaksana adalah
dengan antikoagulan dan untuk thrombosis septik menggunakan
antibiotik.

▶ Kardioemboli

Stroke emboli bisa terjadi ketika produk pembekuan darah


(blood clot) terlepas dari sisi proksimal kemudian terbawa aliran
darah dan akhirnya menyumbat pembuluh darah sisi distal seperti
arteri, arteriol, kapiler atau pembuluh darah dengan diameter kecil.
Pembekuan darah (blood clot) biasanya berasal dari plak
atherosklerotik, namun juga dapat berasal dari jantung (embolus
kardiogenik). Embolus yang berasal dari jantung (kardioemboli)
terbentuk akibat aliran darah yang relative statis atau stagnan,
akibat atrial fibrilasi (paling sering, peningkatan risiko stroke
hingga 2-7 kali lipat dan 17 kali lipat apabila disertai kondisi
kelainan katup jantung) atau infark miokard. Jika blood clot
terbentuk pada atrium atau ventrikel sinistra maka akan terbawa
aliran darah ke arah aorta dan kemudian akan langsung menuju
arteri cerebral. Tatalaksana meliputi antikoagulan, obat anti aritmia
dronedarone (400 mg per oral 2 kali sehari) juga dapat menurunkan
risiko stroke emboli. Apabila blood clot terbentuk pada vena tekanan

39
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

rendah atau atrium dan ventrikel dekstra maka akan terbawa ke


arteri pulmonal dan menyebabkan emboli pulmonal, tidak menutup
kemungkinan menyebabkan stroke emboli apabila ditemukan
kondisi penyakit jantung bawaan dengan pirai (shunting) kanan ke
kiri (paradoxical embolus), misalnya atrial septal defect (ASD)
atau patent formane ovale (Gambar 2.8). Terapi antiplatelet adalah
sama efektifnya dengan penutupan (closure) perkutaneus untuk
mencegah stroke rekurens pada pasien dengan patent foramen
ovale. Sindrom takikardi-bradikardi (sick sinus syndrome) juga
berkaitan dengan kejadian stroke kardioemboli. Sementara itu,
kelainan ritme jantung lainnya lebih menyebabkan kondisi
pancerebral hipoperfusi atau sinkop.

Gambar 2.9 - Patomekanisme paradoxical embolus. (Edward, 2019)

40
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

▶ Katup Jantung Prostetik

Pasien dengan katup jantung prostetik berisiko untuk meng-


alami stroke emboli, dengan apapun variasi komposisi maupun
lokasi katup prostetik tersebut. Katup mekanik menunjukan risiko
tertinggi dan memerlukan pemberian kronik warfarin, dengan atau
tanpa aspirin. Katup transkateter dihubungkan dengan risiko
komplikasi tromboemboli yang rendah, dan terapi antiplatelet
dengan aspirin dosis rendah dan clopidogrel selama 6 bulan
diperlukan dan dianggap sudah adekuat. Katup bioprostetik (bovine
atau porcine) merupakan yang paling minimal thrombogenik dan
umumnya diterapi dengan warfarin dan aspirin dosis rendah
selama 3 bulan. Prosthesa katup mitral umumnya dihubungkan
dengan tingginya risiko komplikasi thromboemboli daripada
prosthesa katup aorta.

▶ Endokarditis Infektif
Endokarditis infektif (bakterial atau fungal) dapat menyebabkan
stroke kardioemboli atau menyebabkan hemoragik subarachnoid
atau intracerebral dari rupturnya aneurisma mikotik. Komplikasi
ini sangat sering sebelum atau tepat setelah onset tatalaksana.
Faktor predisposisi meliputi penggunaan obat intravena,
hemodialysis, kateterisasi intravena, penyakit katup jantung, dan
katup jantung prosthetic. Infeksi Staphylococcus aureus dan
Streptococcus viridans sangat sering menyerang katup jantung dan
menyebabkan community-acquired endocarditis. Sementara itu S.
aureus dominan pada pengguna obat intravena, hospital-acquired
infection, dan resipiens baru katup jantung prostetik. Endokarditis
fungal sangat jarang, umumnya disebabkan oleh Candida atau
Aspergillus, dan memiliki prognosis yang buruk. Tanda endocarp-
ditis infektif meliputi bising jantung, petekie, hemoragik splinter,
Roth-spot retinal (spot merah dengan pusat keputihan), Osler
nodes (nodul merah-ungu pada jari yang sangat nyeri), lesi
Janeway (macula merah pada palmar atau plantar), dan clubbing
pada jari tangan ataupun kaki.

41
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

Diagnosis melalui kultur darah untuk mencari kausa orga-


nisme dan ekokardiografi. Tatalaksana adalah dengan antibiotic
dan untuk emboli rekurens atau vegetasi luas katup sisi kiri, operasi
perbaikan atau penggantian katup diperlukan. Antikoagulan, anti-
platelet dan thrombolitik harus dihindari karena risiko hemoragik
intracranial.

▶ Trombositosis

Trombositosis terjadi pada gangguan myeloproliferative


(trombositosis esensial), penyakit infeksi atau neoplastic lainnya,
dan setelah tindakan splenectomy dapat menjadi predisposisi
thrombosis dan menyebabkan stroke. Faktor risiko thrombosis
arterial pada trombositosis esensial meliputi usia >60 tahun,
riwayat kejadian thrombosis, faktor risiko kardiovaskular (misal
hipertensi, diabetes dan merokok), leukositosis dan mutasi
JAK2V617F.

▶ Penyakit Sickle Cell

Penyakit sickel cell (hemoglobin S) terjadi akibat mutasi


HBBGLU6VAL pada gen rantai β-hemoglobin dan umumnya
sering mengenai keturunan Afrika Barat. Mutasi menyebabkan
deformasi bulan sabit pada eritrosit, ketika tekanan parsial oksigen
dalam darah dikurangi, menghasilkan stagnansi atau aliran
vascular statis dan jejas endotel. Manifestasi klinis meliputi anemia
hemolitik dan oklusi vascular, yang mana bisa sangat nyeri (sickle
cell crises). Homozigot lebih parah daripada heterozigot.
Komplikasi cerebrovascular dari penyakit sickle cell yaitu stroke
iskemik, dan umumnya melibatkan arteri besar (arteri carotis
interna intracranial atau proksimal media atau ACA), dan sangat
jarang hemoragik subarachnoid karena ruptur aneurysma. Stroke
terjadi pada lebih dari 10% pasien dengan penyakit sickle cell
heterozigot sejak usia sekitar 20 tahun. Peningkatan laju aliran
darah cerebral pada uji Doppler transcranial dapat mengidentifi-
kasi pasien yang berisiko terkena stroke.

42
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

Pasien dengan penyakit sickle cell yang akan melakukan


prosedur angiografi, harus pertama diberi transfuse tukar untuk
mengurangi kadar hemoglobin S kurang dari 20%, karena media
kontras radiologi dapat menyebabkan deformitas bulan sabit lebih
banyak. Tatalaksana stroke iskemik akut melibatkan pemberian
cairan intravena dan reduksi kadar hemoglobin S hingga kurang
dari 30% dengan transfuse tukar, baik antikoagulan maupun
trombolitik tidak terbukti bermanfaat. Pencegahan primer stroke
dengan abnormalitas uji Doppler transcranial dan pencegahan
sekunder pad apasien dengan riwayat stroke adalah transfuse
darah setiap 3 hingga 4 pekan untuk mengurangi kadar hemo-
globin S hingga < 30%. Hydroxyurea dapat menjadi pendekatan
alternatif.

▶ Kondisi Hiperkoagulabel

Penyebab kondisi hiperkoagulabel yang berhubungan dengan


stroke bisa karena paraproteinemia (khususnya makroglobuline-
mia), terapi estrogen, kontrasepsi oral, post partum, dan kondisi
post operatif, kanker, antibodi antifosfolipid, homocysteinemia,
dan koagulopati herediter (misal defisiensi protein S, mutasi faktor
V Leyden dan mutasi prothrombin).

C. Etiologi
Stroke iskemik terjadi melalui proses yang menyebabkan
terbatasnya atau berhentinya aliran darah ke otak, meliputi
trombotik embolisme ekstra atau intra kranial, thrombosis in situ,
atau hipoperfusi relative. Saat aliran darah turun, neuron akan
berhenti berfungsi normal. Meskipun jarak batas sudah dijelaskan
sebelumnya, jejas iskemik neuronal irreversibel umumnya dimulai
saat aliran darah <18 mL/ 100 g jaringan/menit, dan kematian
neuron akan semakin lebih cepat saa aliran darah dibawah 10
mL/100 g jaringan/menit.

43
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

▶ Faktor Risiko

Faktor risiko stroke iskemik akut meliputi faktor risiko dapat


dimodifikasi (modifiable) dan tidak dapat dimodifikasi (non-
modifiable). Identifikasi dan analisis faktor risiko pada tiap pasien
dapat memberikan informasi terkait penyebab stroke dan
tatalaksana yang paling sesuai dan rencana prevensi sekunder.

Faktor risiko stroke iskemik yang tidak dapat dimodifikasi


meliputi:
1. Lanjut usia
2. Jenis kelamin laki-laki
3. Riwayat berat badan lahir rendah (BBLR)
4. Etnis Afrika-Amerika
5. Riwayat nyeri kepala migrain (khususnya migraine dengan
aura)
6. Displasia firbomuskular
7. Riwayat keluarga stroke atau transient ischemic attack (TIA)

Studi prospektif pada 27.860 perempuan usia 45 tahun atau


lebih menunjukan nyeri kepala primer migraine dengan aura
(migraine klasik) merupakan faktor risiko kuat terjadinya stroke
iskemik akut. Insidensi yang disesuaikan dari faktor risiko migraine
ini per 1000 perempuan per tahun adalah sama dengan faktor risiko
lain yang telah diketahui, meliputi tekanan darah sistolik lebih dari
180 mmHg atau lebih, indeks massa tubuh (IMT) 35 kg/m2 atau
lebih, riwayat diabetes, riwayat keluarga infark miokard, dan
kebiasaan merokok (perokok aktif).Untuk migraine dengan aura,
total insidensi stroke pada suatu studi adalah 4,3 tiap 1000
perempuan per tahun, insidensi stroke iskemik 3,4 per 1000 per
tahun, dan insidensi stroke hemoragik 0,8 per tahun.

Faktor risiko stroke iskemik yang dapat dimodifikasi meliputi:

44
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

1. Vaskular: hipertensi (faktor risiko paling penting, sistolik >140


mmHg diastolic >90mmHg), merokok, stenosis carotis
asimptomatik (>60% diameter), penyakit arteri perifer.
2. Jantung: Atrial fibrilasi (dengan atau tanpa penyakit katup
jantung), pirai kanan-kiri, enlargement atrium atau ventrikel,
gagal jantung kongestif, penyakit arteri coroner.
3. Endokrin: diabetes mellitus, terapi hormon post-menopause
(estrogen±progesteron), kontrasepsi oral.
4. Metabolik: Dislipidemia (total kolesterol >200mg/dL, HDL
<40mg/dL), obesitas (khususnya obesitas visceral).
5. Hematologi: Penyakit sickle-cell
6. Gaya hidup: Merokok, konsumsi alkohol, inaktivitas fisik,
asupan makan (tinggi garam, tinggi indeks glikemik, lemak
jenuh).
Pada tahun 2014, AHA/ASA menerbitkan pedoman untuk
menekan risiko stroke khususnya pada perempuan. Rekomendasi
spesifik gender ini meliputi:
1. Skor risiko stroke harus dikembangkan khusus untuk
perempuan
2. Perempuan dengan riwayat tekanan darah tinggi sebelum
kehamilan harus dipertimbangkan untuk tatalaksana
pemberian aspirin dosis rendah dana tau suplementasi kalsium
untuk mengurangi risiko preeklampsia
3. Pengobatan tekanan darah harus dipertimbangkan untuk
perempuan hamil dengan hipertensi sedang (150-159
mmHg/100-109 mmHg), dan perempuan hamil dengan
hipertensi 160/110 mmHd atau lebih harus diterapi
4. Perempuan harus diskrining untuk tekanan darah sebelum
memulai penggunaan pil kontrasepsi karena meningkatkan
risiko stroke
5. Perempuan dengan migraine klasik (migraine dengan aura)
harus berhenti merokok untuk mengurangi risiko stroke
6. Perempuan berusia lebih dari 75 tahun harus diskrining apakah
terdapat atrial fibrilasi

45
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

▶ Mekanisme Inflamasi dan Genetik

Bukti riset terus berlanjut dan membuktikan bahwa inflamasi


dan faktor genetik memiliki peran penting dalam pembentukan
aterosklerosis dan khususnya pada stroke. Berdasarkan paradigm
terbaru, aterosklerosis bukan penyakit akumulasi kolesterol seperti
yang diyakini sebelumnya, akan tetapi aterosklerosis merupakan
kondisi inflamasi kronis dan dinamis yang disebabkan oleh
respons terhadap jejas endotel.

Faktor risiko konvensional, seperti kolesterol Low-densitiy


lipoprotein (LDL) teroksidasi dan merokok (zat tembakau),
berkontribusi terhadap jejas endotel. Dewasa ini dipercaya, bahwa
infeksi juga berkontribusi terhadap jejas endotel dan aterosklerosis.

Faktor risiko individu, dapat memodifikasi respons perubahan


inflamasi eksternal lingkungan ini, sekalipun risiko yang
diturunkan untuk stroke adalah multigenik. Walaupun demikian,
gangguan gen tunggal spesifik dengan stroke sebagai komponen
fenotip memperlihatkan potensi genetic berkembang sebagai risiko
stroke. Sejumlah gene diketahui meningkatkan risiko terjadinya
stroke iskemik. Mutasi gen F2 dan F5 umumnya realtif pada
populasi umum dan meningkatkan risiko thrombosis. Mutasi gen
berikut juga diketahui meningkatkan risiko terjadinya stroke:
1. NOS3: A nitric oxide synthetase gene; berperan dalam relaksasi
vascular
2. ALOX5AP: berpedan dalam metabolisme asam arakidonat
3. PRKCH: berperan dalam sebagian besar sistem transduksi
sinyal

Meskipun penyebab stroke lebih sering multifactorial dan me-


libatkan faktor poligenik dan lingkungan. Beberapa, kebanyakan
gangguan Mendelian langka memiliki risiko stroke sebagai mani-
festasi utama. Beberapa gen-gen ini sudah sudah diidentifikasi
(Tabel 2.2).

46
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

Tabel 2.2 – Beberapa gangguan monogenik yang diasosiasikan dengan stroke.


(Brust, 2018; Aminoff, 2015)
Gangguan Gen Protein Pola Jenis Stroke
Amyloid angiopati APP Amyloid βA4 precursor AD ICH
protein
Amyloid angiopati BRI Integral membrane protein AD Iskemik
2B
Amyloid angiopati CST3 Cystatin 3 AD ICH
Arterial tortuosity SLC2A10 Solute carrier family 2, AR Iskemik
syndrome member 10
Brain small-vessel COL4A1 Collagen type IV, α-1 chain AD ICH
disease with
hemorrhage
CADASIL NOTCH3 Notch-3 AD Iskemik
CADASIL HTRA1 HTRA serine peptidase 1 AR Iskemik
Cerebral cavernous KRIT1 KREV interaction trapper 1 AD ICH
malformations 1
Cerebral cavernous CCM2 Malcavernin AD ICH
malformations 2
Cerebral cavernous PDCD10 Programmed cell death 10 AD ICH
malformations 3
Ehlers-Danlos COL3A1 Collagen type III, α-1 chain AD Iskemik
syndrome, type IV (diseksi
arterial),
aneurysma
SAH
Penyakit Fabry GLA Α-Galactosidase A XLP Iskemik
HERNS TREX1 3-Prime repair exonuclease AD Iskemik
1
Hereditary ENG Endoglin AD Iskemik
hemorrhagic (embolus)
telangiectasia, type
1 (Osler-Weber-
Rendu disease)
Hereditary ACVRL1 Activin A receptor, type II- AD ICH (AVM)
hemorrhagic like 1
telangiectasia, type
2
Hereditary PROC Protein C AD Iskemik
thrombophilia

47
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

Gangguan Gen Protein Pola Jenis Stroke


Hereditary PROS1 Protein S AD Iskemik
thrombophilia
Homocyntinuria CBS Cystathionine β-synthase AR Iskemik
Homocyntinuria MTHFR Methylenetetrahydrofolate AR Iskemik
reductase
Isovaleric acidemia IVD Isovaleryl CoA AR ICH
dehydrogenase
Methylmalonic MUT Methylmalonyl-CoA AR ICH,
aciduria mutase iskemik
Marfan syndrome FBN1 Fibrilin 1 AD Iskemik
MELAS Beberapa gen mitokondria M Iskemik
MERRF
Penyakit ACTA2 Vascular smooth muscle AD Iskemik
Moyamoya 5 actin
Neurofibromatosis NF1 Neurofibromin AD Iskemik
type 1
Penyakit ginjal PKD Polycystin 1 AD Aneurysma
polikistik SAH
Propionic PCCA, Propionyl-CoA AR ICH,
academia PCCB carboxylase, subunit α atau iskemik
β
Pseudoxanthoma ABCC6 ATP-binding cassette. AR Iskemik
elasticum Subfamily C, member 6
Retinal TREX1 3-prime repair exonuclease AD Iskemik
vasculopathy 1
dengan
Leukodystrophy
cerebral
Sickle cell anemia HBB Hemoglobin β AR Iskemik
Transthyretin- TTR Transthyretin AD Iskemik
related hereditary
amyloidosis
Von Hippel- VHL Von Hippel-Lindau AD ICH (AVM)
Lindau syndrome

Keterangan: AD, autosomal dominant; AR, autosomal


recessive; AVM, arteriovenous malformation; CADASIL, cerebral
autosomal dominant arteriopathy with subcortical infarcts and
leukoencephalopathy; CARASIL, cerebral autosomal recessive

48
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

arteriopathy with subcortical infarcts and leukoencephalopathy;


HERNS, hereditary endotheliopathy with retinopathy, nephron-
pathy and stroke; ICH, intra-cerebral hemorrhage; M, maternal
(mitochondrial); MELAS, mitochondrial myopathy, encephalo-
pathy, lactic acidosis, and stroke-like episodes; MERRF, mitochon-
drial encephalopathy with ragged red fibers; SAH, subarachnoid
hemorrhage; XLR, X-linked recessive.

▶ Oklusi Arteri Besar

Oklusi arteri besar biasanya akibat embolisasi dari debris


atherosklerotik (Gambar 2.6) yang bermula dari ateri carotis
communis atau interna atau dari jantung. Sedikit kasus oklusi arteri
besar bermula dari ulserasi plak dan thrombosis in situ. Stroke
iskemik arteri besar umumnya mengenai area teritori MCA, dengan
angka kejadian area teritori ACA lebih rendah.

▶ Stroke Lakunar

Stroke lacunar mewakili 13-20% kasus stroke iskemik. Hal ini


terjadi karena oklusi cabang penetrasi MCA, yaitu arteri lenticu-
lostriata, atau cabang penetrasi circulus Willisi, arteri vertebralis
atau basilaris. Sebagian bersar stroke lacunar sering dihubungkan
dengan hipertensi. Kausa stroke lacunar meliputi:
1. Mikroateroma
2. Lipohyalinosis
3. Nekrosis fibrinoid sekunder terhadap hipertensi atau vasculitis
4. Hyaline arteriosclerosis
5. Amyloid angiopati
6. Microemboli

▶ Stroke Emboli
Emboli kardiogenik berkontribusi sebesar 20% kasus stroke akut.
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial meliputi
arcus aorta, dan sangat jarang melalui proses paradoxical emboli

49
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

(misal pada patent foramen ovale). Sumber emboli kardiogenik


adalah sebagai berikut:

1. Thrombus valvular atau katup (misal pada stenosis mitral,


endocarditis, katup prosthetik)
2. Thrombus mural (misal pada infark miokard, atrial fibrilasi,
kardiomiopati dilatasi, gagal jantung kongestif)
3. Atrial myxoma

Infark miokard akut dihubungkan dengan 2-3% insiden stroke


emboli, yang mana 85% terjadi dalam bulan pertama setelah infark.
Stroke emboli cenderung memiliki onset tiba-tiba dan pencitraan
menunjukan infark sebelumnya pada beberapa teritori vascular
atau terlihat kalsifikasi emboli.

Stroke kardioemboli bisa terisolasi, multiple dan tunggal di


satu hemisphere atau tersebar dan bilateral. Infark multiple dan
bilateral bisa sebagai akibat emboli rekurens. Kemungkinan lainnya
untuk infark hemisphere tinggal dan bilateral meliputi emboli yang
berasal dari arcus aorta dan thrombosis difus atau proses inflamasi
yang dapat menyebabkan oklusi multiple arteri kecil.

▶ Stroke Thrombosis

Faktor thrombogenik meliputi jejas disfungsi dan hilangnya sel


endothel. Hilangnya endotel ini akan mengekspos subendotelium
ke dalam darah dan menyebabkan aktivasi platelet oleh subendo-
telium, aktivasi kaskade pembekuan darah, inhibisi fibrinolysis,
dan statis darah. Stroke thrombosis umumnya sebagai akibat
rupturnya fibrous cap plak atherosklerotik. Stenosis arteri dapat
menyebabkan aliran darah turbulen, yang dapat menyebabkan
pembentukan thrombus, athersklerosis (misal plak ulserasi), dan
adherens platelet. Semua kausa pembentukan pembekuan darah
(blood clot) menyebabkan baik oklusi maupun emboli pada arteri.

Pada kelompok usia muda-dewasa, beberapa kausa lain stroke


thrombosis harus diperhatikan yang meliputi:

50
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

1. Kondisi hiperkoagulabel (antibody antifosfolipid, defisiensi


protein C dan S, kehamilan)
2. Penyakit sickle cell
3. Displasia fibromuscular
4. Diseksi arterial
5. Vasokontriksi terkait penyalagunaan zat (misal kokain dan
amfetamin)

▶ Infark Watershed

Watershed vascular atau zona perbatasan teritori


vaskularisasi (Gambar 2.10) sering terjadi pada area vaskularisasi
arteri paling distal. Kondisi ini dipercaya sekunder akibat emboli
atau hipoperfusi parah seperti yang terjadi pada oklusi carotis,
hipotensi lama, dan syok.

Gambar 2.10 - Kiri: Area lesi hiperintensitas "patchy" pada FLAIR MRI
dengan pola linear pada substantia alba. Konfigurasi pola

51
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

ini tipikal untuk perbatasan profunda (watershed infarction),


pada kasus ini merupakan area watershed ACA dan MCA.
Kanan: Skematis distribusi watershed infarct (infark
borderline) (warna biru) diasosiasikan dengan iskemik
cerebral global. (Andrew, 2018; Aminoff, 2015)

▶ Gangguan Aliran Darah

Gejala stroke dapat terjadi akibat aliran darah otak yang tidak
adekuat karena penurunan tekanan darah (khususnya, penurunan
tekanan perfusi cerebral) atau sebagai akibat gangguan
hiperviskositas hematologi seperti penyakit sickle cell atau
penyakit hematologi lainnya misal myeloma multiple dan
polisithemia vera.

52
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

BAB 3
MANIFESTASI KLINIS
Pepi Budianto, Stefanus Erdana Putra

A. Riwayat Medis
Fokus riwayat medis pada pasien dengan stroke iskemik
adalah untuk identifikasi faktor risiko atherosklerotik dan penyakit
jantung, meliputi:
1. Hipertensi
2. Diabetes mellitus
3. Merokok (penggunaan tembakau)
4. Dislipidemia
5. Riwayat penyakit arteri coroner, bypass arteri coroner, atau
atrial fibrilasi

Pada pasien usia muda, identifikasi riwayat medis meliputi:


1. Trauma
2. Koagulopati
3. Penyalahgunaan zat (khususnya kokain)
4. Nyeri kepala migraine
5. Penggunaan kontrasepsi oral

Stroke harus dicurigai pada pasien yang menunjukan gejala


defisit neurologis akut (fokal maupun global) atau penurunan
kesadaran. Tidak ada karakteristik riwayat yang membedakan
stroke iskemik dengan hemoragik, meskipun mual, muntah, nyeri

53
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

kepala dan penurunan kesadaran akut umum ditemukan pada


stroke hemoragik. Untuk membedakan secara klinis stroke iskemik
dan hemoragik bisa digunakan Siriraj Stroke Score (SSS) (Tabel
3.1), Guy’s Hospital Score, Greek Score, dan Besson score.
Tabel 3.1 - Siriraj Stroke Score. (Goswami et al., 2013)
Gejala dan Penilaian Indeks Skor
Tanda
Kesadaran (0) Compos mentis [15] x 2,5
(1) Somnolen [9-14]
(2) Semikoma/Koma [3-8]
Muntah (0) Tidak x2
(1) Ya
Nyeri Kepala (0) Tidak x2
(dalam 2 jam) (1) Ya
Tekanan Darah (mmHg) Diastolik X 0,1
Ateroma:
- Diabetes (0) Tidak x (-3)
Melitus (1) Ya [1 atau lebih ateroma]
- Angina
pectoris
- Klaudikasio
intermiten
Konstanta (-12) (-12)
Total skor SSS
Keterangan: SSS >1 = Stroke hemoragik; SSS < -1 = Stroke iskemik

Melalui SSS dapat memebrikan informasi awal terkait


kemungkinan jenis stroke pada pasien, namun demikian pencitraan
CT-scan adalah hal wajib untuk dilakukan untuk mengetahui
apakah terdapat hemoragik atau tidak.
Menetapkan waktu saat terakhir kali pasien terlihat tanpa
gejala stroke, atau terakhir kali terlihat normal sehat, sangat penting
diketahui ketika hendak menentukan opsi terapi fibrinolitik.
Tetapi, waktu median untuk onset awal gejala hingga ke instalasi
gawat darurat adalah sekitar 4-24 jam di Amerika Serikat.

54
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

Faktor multiple berkontribusi dalam penundaan pertolongan


perawatan individu dengan gejala stroke. Banyak kasus stroke
terjadi ketika pasien sedang tidur dan tidak diketahui hingga
pasien terbangun (fenomena ini disebut sebagai “wake-up” stroke).
Sehingga, stroke dapat menyebabkan pasien tidak mampu me-
minta pertolongan. Terkadang, stroke dapat terjadi tanpa diketahui
oleh pasien atau keluarga terdekat pasien.

Jika pasien terbangun dari tidur dengan gejala, maka waktu


onset didefinisikan sebagai waktu saat ketika pasien terakhir kali
terlihat tanpa gejala atau “last known normal time”. Informasi dari
anggota keluarga, rekan kerja atau orang sekitar saat ditemukan
gejala stroke pada pasien diperlukan untuk menentukan waktu
onset dengan tepat, khususnya pada stroke hemispherum dextra
dengan gejala neglect atau stroke hemispherum sinistra dengan afasia.

B. Pemeriksaan Fisik dan Neurologis


Tujuan pemeriksaan fisik pada pasien stroke iskemik adalah:
1. Mendeteksi kausa ekstrakranial dari gejala stroke
2. Membedakan stroke dengan mimic stroke lainnya
3. Menentukan perbandingan derajat defisit neurologis untuk
kedepannya (NIH Stroke Scale)
4. Menentukan topis lesi
5. Identifikasi komorbiditas
6. Identifikasi kondisi pasien untuk keperluan tatalaksana (misal
riwayat operasi atau trauma, perdarahan aktif, infeksi)

Pemeriksaan fisik selalu meliputi pemeriksaan lengkap kepala


dan leher untuk mencari tahu tanda trauma, infeksi dan tanda iritasi
meningeal. Pemeriksaan seksama untuk kausa kardiovaskular sebagai
etiologi stroke memerlukan pemeriksaan sebagai berikut:
1. Fundus oculus (retinopati, emboli, hemoragik)
2. Jantung (irama irregular, murmur, gallop)

55
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

3. Vaskular perifer (palpasi carotis, radial, femoralis, dan


auskultasi bising carotis)

Pemeriksaan fisik harus mencakup semua sistem organ mayor,


mulai dari airway, breathing, dan circulation (ABCs) dan tanda
vital. Pasien dengan penurunan kesdaran harus dinilai patensi
airway. Pasien dengan stroke, khususnya stroke hemoragik, dapat
mengalami penurunan kesadaran dan status neurologis dengan
cepat sejak awal onset defisit neurologis, oleh karena itu penilaian
kesadaran tan status neurologis harus dilakukan secara rutin tidak
hanya sekali.

Stroke iskemik (kecuali untuk stroke yang melibatkan batang


otak) tidak cenderung menyebabkan gangguan patensi airway,
breathing, circulation dan secara tiba-tiba. DIlain kasus, pasien
dengan hemoragik intraserebral atau subarachnoid lebih sering
membutuhkan intervensi proteksi airway dan ventilasi.

Tanda vital, sekalipun tidak spesifik, dapat memberi informasi


krusial terkait perburukan klinis yang akan datang (impending
clinical deterioration) dan membantu dalam mempersempit
diagnosis banding. Banyak pasien dengan stroke mengalami
hipertensi pada onset awal gejala (hypertensive at baseline), dan
tekanan darah pasien dapat naik lebih lagi setelah stroke. Sekalipun
hipertensi pada awal onset stroke sering ditemui, tekanan darah
umumnya turun secara spontan seiring waktu pada kebanyakan
pasien.

▶ Kepala, Leher, Jantung, dan Ekstrimitas

Pemeriksaan kepala dan leher dengan seksama sangatlah


penting. Kontusi, laserasi dan deformitas dapat menunjukan
riwayat trauma sebagai etiologi gejala pasien. Auskultasi pada
leher bisa ditemukan bising, menunjukan penyakit karotis sebagai
kausa stroke.
Aritmia jantung, seperti atrial fibrilasi, sangat sering ditemukan
pada pasien stroke. Sama seperti bahwa stroke dapat terjadi

56
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

bersamaan dengan kondisi jantung akut lainnya meliputi infark


miokard dan gagal jantung akut, sehingga auskultasi untuk mencari
abnormalitas seperti murmur dan gallop sangat direkomendasikan.

Diseksi arteri karotis atau vertebrobasilar dan diseksi aorta


thoracica (sangat jarang) dapat menyebabkan stroke iskemik.
Temuan abnormalitas berupa pulsasi yang tidak sama (unequal
pulses) dan tekanan darah yang berbeda pada ekstrimitas dapat
menunjukan adanya diseksi aorta.

▶ Pemeriksaan Neurologis

Dengan ketersediaan terapi fibrinolitik dan endovascular


untuk stroke iskemik akut pada pasien yang memenuhi kriteria,
seorang dokter harus dapat melakukan pemeriksaan neurologis
dengan efektif dan akurat pada pasien dengan sindroma stroke.
Tujuan pemeriksaan neurologis disini meliputi:
1. Konfirmasi adanya sindroma stroke
2. Membedakan stroke dari mimic stroke
3. Menetapkan baseline neurologis pada pasien (meliputi
dokumentasi NIH Stroke Scale (Tabel 3.2) jika kondisi pasien
(status neurologis) mengalami perbaikan maupun perburukan
(deteriorate)
4. Menetapkan derajat keparahan stroke untuk membantu
memperkirakan prognosis dan pilihan terapi (berdasarkan
disabilitas potensial karena adanya defisit neurologis)

Komponen esensial dari pemeriksaan neurologi meliputi


evaluasi:
1. Saraf kranial
2. Fungsi motorik
3. Fungsi sensorik
4. Fungsi cerebellum
5. Gait (gaya berjalan)
6. Bahasa (Sensorik-reseptif dan motorik-ekspresif)

57
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

7. Status mental dan tingkat kesadaran


8. Cranium dan spine juga harus diperiksan untuk mencari tanda
abnormalitas meningismus.

▶ National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS)

Sebuah alat skoring yang berguna untuk kuantifikasi


gangguan neurologis ialah National Institutes of Health Stroke Scale
(NIHSS) (Tabel 3.2). NIHSS membantu dokter atau perawat
menentukan dengan cepat derajat keparahan dan topis lesi stroke.
Skor NIHSS sangat berhubungan kuat dengan prognosis dan dapat
membantu identifikasi pada pasien yang berpotensi diterapi
reperfusi maupun berisiko tinggi mengalami komplikasi stroke.

Skoring NIHSS sangat mudah untuk dilakukan, dan berfokus


pada 6 area utama dalam pemeriksaan neurologis:
1. Tingkat kesadaran
2. Fungsi visus
3. Fungsi motorik
4. Sensasi dan neglect
5. Fungsi cerebellar
6. Bahasa

NIHSS merupakan skor pemeriksaan dengan skala 42 poin.


Pasien dengan stroke minor umumnya memiliki skor < 5. NIHSS
dengan skor > 10 berkorelasi dengan 80% likelihood oklusi pem-
buluh darah proksimal (seperti yang teridentifikasi setelahnya
pada CT-scan atau angiogram standar). Namun, objektifitas dan
kebijaksanaan harus digunakan dalam menilai besarnya defisit
klinis dan disabilitas yang dihasilkan; misalnya, jika satu-satunya
defisit pasien adalah mutisme atau kebutaan, skor NIHSS akan
menjadi 3. Sebagai tambahan, skala ini tidak mengukur beberapa
defisit neurologis yang berkaitan dengan stroke sirkulasi posterior
(misal: vertigo dan ataksia).

58
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

Tabel 3.2 - National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS). (Ortiz, 2014)
No. Kategori Skala Skor
1a Tingkat 0 : Compos mentis
Kesadaran 1 : Somnolen, dapat berespon
terhadap stimulasi suara
2 : Stupor, dapat berespon
terhadap stimulasi nyeri
3 : Koma, tidak ada respons
1b Menjawab 0 : Benar semua
pertanyaan 1 : 1 benar, terdapat dysarthria
(bulan, usia) 2 : salah semua, terdapat afasia,
stupor, koma
1c Mengikuti 0 : Mampu melakukan semua
perintah perintah
(buka-tutup mata, 1 : Melakukan 1 perintah
mengepalkan dan 2 : Tidak mampu melakukan
meregangkan perintah
telapak tangan
non-parese)
2 Gaze: Gerakan 0 : Normal
mata konjugat 1 : Parese gaze parsial pada 1
(conjugate eye atau 2 mata, terdapat
movement) abnormal gaze namun tidak
mengikuti ditemukan forced deviation
gerakan jari atau parese gaze total
tangan pemeriksa 2 : Forced deviation, atau parese
gaze total dan tidak dapat
diatasi dengan maneuver
okulosefalik atau doll’s eye
3 Visus: Lapang 0 : Tidak ada defisit lapang
pandang melalui pandang
tes konfontrasi 1 : Hemianopia parsial
2 : Hemianopia komplit
3 : Hemianopia bilateral atau
homonim
4 Parese wajah: 0 : Normal
angkat alis, unjuk 1 : Parese minot (sulcus
gigi, dan nasolabial rata, asimetri saat
memejamkan senyum)
mata denagn rapat

59
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

No. Kategori Skala Skor


2 : Parese parsial (parese total
atau near-total pada wajah
bagian bawah)
3 : Parese total unilateral atau
bilateral (tidak ada gerakan
pada sisi bawah dan atas
wajah)
5 Motorik 0 : Tidak ada drift, lengan dapat Dekstra*
ekstrimitas diangkat 90o, selama minimal
superior: dekstra 10 detik penuh
dan sinistra* 1 : Drift, lengan dapat diangkat
90o namun turun sebelum 10
detik, atau terangkat tidak
penuh 90o tanpa mengenai
tempat tidur
2 : Ada upaya melawan
gravitasi, lengan tidak dapat
diangkat atau dipertahankan
Sinistra*
dalam posisi 90o, jatuh
mengenai tempat tidur
3 : Tidak ada upaya melawan
gravitasi, tidak mampu
mengangkat sama sekali,
hanya gerakan menggeser
(flicker or trace of contraction)
4 : Tidak ada gerakan sama
sekali
6 Motorik 0 : Tidak ada drift, tungkai Dekstra*
ekstrimitas dapat diangkat 30o, selama
inferior: dekstra minimal 5 detik penuh
dan sinistra* 1 : Drift, tungkai dapat diangkat
30o namun turun sebelum 5
detik, atau terangkat tidak
penuh 30o tanpa mengenai
tempat tidur
2 : Ada upaya melawan
gravitasi, tungkai tidak dapat Sinistra*
diangkat atau dipertahankan

60
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

No. Kategori Skala Skor


dalam posisi 30o, jatuh
mengenai tempat tidur
3 : Tidak ada upaya melawan
gravitasi, tidak mampu
mengangkat sama sekali,
hanya gerakan menggeser
(flicker or trace of contraction)
4 : Tidak ada gerakan sama
sekali
7 Ataksia 0 : Tidak ada ataksia
ekstrimitas 1 : Ataksia pada satu ektrimitas
2 : Ataksia pada 2 atau lebih
ekstrimitas
8 Sensorik 0 : Normal
1 : Defisit sensorik ringan-
sedang, sensasi disentuh atau
nyeri berkurang
2 : Defisit sensorik berat, tidak
ada sensasi disentuh atau
nyeri di wajah, lengan atau
tungkai
9 Pengabaian & 0 : Tidak ada neglect
Inatensi 1 : Tidak ada atensi pada salah
(Extinction/Neglect) satu modalitas stimulasi
– Double berikut: visual, taktil, auditori,
simultaneous spasial, atau inatensi personal
testing 2 : Tidak ada atensi pada lebih
dari sati modalitas stimulasi
10 Fungsi Bahasa: 0 : Normal
menyebutkan 1 : Afasia ringan-sedang, dapat
nama benda, berkomunikasi namun
deskripsi benda terbatas. Masih dapat
mengenali benda namun
kesulitan dalam memahami
dan menghasilkan
percakapan
2 : Afasia berat, seluruh
komunikasi melalui ekspresi
yang terfragmentasi, dikira-

61
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

No. Kategori Skala Skor


kira dan respon pasien tidak
dapat dipahami
3 : Mutism, afasia global, tidak
ada fungsi bahasa yang
terlihat
11 Dysarthria ** 0 : Normal
1 : Dysarthria ringan-sedang,
pasien pelo setidaknya pada
beberapa kata namun masih
dapat dimengerti
2 : Dysarthria berat, bicara
sangat pelo, namun tidak
termasuk afasia
Keterangan:
Skor < 5 :defisit neurologis ringan
Skor 6 – 14 :defisit neurologis sedang
Skor 15 – 24 :defisit neurologis berat
Skor ≥ 25:defisit neurologis sangat berat

* Untuk ekstrimitas yang teramputasi, fusi sendi, dan semacamnya skornya


adalah 9 dan jelaskan pada lembar NIHSS; ** Untuk pasien terintubasi atau
hambatan fisik untuk berbicara, skornya adalah 9 dan jelaskan. Jangan
menambahkan poin 9 tersebut pada skor total NIHSS.

C. Korelasi Neurovaskularisasi dan Manifestasi


Klinis Stroke
Infark dalam distribusi arteri cerebral yang berbeda sering
menghasilkan sindrom klinis yang khas, yang dapat memfasilitasi
diagnosis topis dan etiologi dan menentukan pilihan tatalaksana
dan terapi stroke iskemik.

▶ Anterior Cerebral Artery (ACA)

ACA memvaskularisasi kortek cerebri sisi parasagittal, yang


meliputi porsi area fungsional motorik dan sensorik kontralateral
sisi tubuh. Terdapat pusat mikturisi dan inhibisi kandung kemih
(Gambar 1.5).

62
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

Stroke ACA menyebabkan parese kontralateral dan defisit


somatosensorik yang secara khusus melibatkan tungkai. Terdapat
pula abulia (apati), syndrome diskoneksi seperti Alien Hand (akti-
vitas motorik involunter kompleks), afasia ekspressif transkortikal
(seperti afasia Wernicke namun fungsi repetisi masih normal), dan
inkontinensia urin.

▶ Middle Cerebral Artery (MCA)

MCA memvaskularisasi hampir sebagian luas area


hemispherum cerebri dan struktur subkortikal profunda. Cabang
kortikal meliputi Divisi superior yang memvaskularisasi fungsi
motorik dan sensorik wajah, tangan dan lengan, dan area fungsi
bahasa ekspresif atau motorik (Broca) pada hemisphere yang
dominan, kortek visual terkait visus macular, dan area fungsi
bahasa reseptif atau sensorik (Wernicke) pada hemisphere yang
dominan. Cabang lenticulostriata keluar dari sisi paling proksimal
MCA dan memvaskularisasi basal ganglia dan jaras descendens
motorik ke wajah, palmar, lengan dan tungkai sebagaimana jaras
tersebut turun melewati genu dan crus posterior capsula interna.
Karena luasnya teritori neurovaskularisasi MCA, tergantung
pada lokasi oklusi, beberapa defisit neurologis dapat terjadi pada
stroke iskemik MCA:
1. Stroke divisi superior, menyebabkan hemiparese kontralateral
yang mengenai wajah, palmar, lengan (tanpa defisit motorik
pada tungkai), dan defisit somatosensorik kontralateral pada
area distribusi yang sama dengan defisit motorik, namun tidak
ditemukan defisit lapang pandang hemianopia homonym. Jika
stroke MCA mengenai hemisphere dominan, dimana terdapat
area bahasa motorik Broca, maka akan ditemukan gangguan
fungsi bahasa yaitu afasia motorik (afasia Broca).
2. Stroke divisi inferior, menyebabkan hemianopia homonym
kontralateral yang sangat padat pada sisi inferior lapang pan-
dang, gangguan fungsi sensorik kortikal (misal graphesthesia
dan stereognosis) pada sisi kontralateral tubuh, gangguan

63
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

fungsi spatial (misal: anosognosia [unawareness of deficit], neglect


pada sisi kontralateral tungkai dan sisi kontralateral ruang
eksternal, dressing apraxia, dan konstruksional apraksia). Jika
hemisphere dominan yang mengalami stroke, dapat terjadi
gangguan bahasa yaitu Afasia sensorik (afasia Wernicke),
sebaliknya apabila terjadi pada hemisphere non-dominan maka
dapat terjadi penurunan kesadaran akut.
3. Oklusi pada bifucartio atau trifucartio MCA, menyebabkan
kombinasi gejala defisit dari stroke divisi superior dan inferior,
meliputi hemiparese kontralateral dan defisit hemisensorik
yang secara dominan melibatkan wajah dan lengan daripada
tungkai, hemianopia homonym, dan apabila hemisphere domi-
nan yang mengalami stroke maka akan menyebabkan afasia
global (kombinasi afasia Broca dan Wernicke).
4. Oklusi batang MCA, terjadi pada letak proksimal awal
percabangan arteri lenticulostriata, menghasilkan sindroma
klinis yang mirip dengan oklusi trifucartio.

▶ Arteri Carotis Interna

Arteri carotis interna berasal dari bifucartio arteri carotis


communis di daerah leher. Kearah distal, arteri carotis interna
bercabang menjadi ACA, MCA, arteri opthalmica, dan arteri
choroidal anterior.
Oklusi arteri carotis interna bisa saja asimptomatik atau
menyebabkan stroke dengan derajat keparahan tinggi, tergantung
pada kemampuan kompensasi sirkulasi kolateral. Oklusi simpto-
matik menyebabkan sindroma yang mirip dengan oklusi MCA
(hemiparese kontralateral, defisit hemisensorik, dan hemianopia
homonym, dan jika mengenai hemisphere dominan menyebabkan
afasia. Anopia monocular juga umumnya terjadi.

▶ Posterior Cerebral Artery (PCA)

Sepasang PCA muncul dari ujung paling distal arteri basilaris


dan memvaskularisasi lobus occipitalis, lobus temporalis sisi

64
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

medial, corpus callosum posterior, thalamus dan mesencephalon


sisi rostral. Emboli pada arteri basilaris cenderung tersumbat pada
apex dan segmentasi arteri basilaris sehingga dapat menyebabkan
infark PCA yang asimetrik dan patchy.
Oklusi PCA menyebabkan hemianopia homonym yang
mengenai lapang pandang kontralateral tanpa defisit area visus
macular (hemianopia homonymous contralateral with macular
sparing) karena area macular terselamatkan oleh percabangan
perforans MCA ke kortek occipitalis. Sebaliknya defisit lapang
pandang akibat oklusi MCA yang disebabkan oklusi PCA me-
nyebabkan defisit lapang pandang lebih padat pada sisi superior.
Dengan oklusi yang dekat awal PCA setinggi level mesence-
phalon, abnormalitas ocular dapat terjadi seperti palsy gaze
vertikal, parese N.III, ophthalmoplegia internuclear (INO) akibat lesi
pada fasiculus longitudinalis medial, dan deviasi mata vertical skew.
Keterlibatan lesi pada lobus occipitalis hemisphere dominan
dapat menyebabkan afasia anomic (kesulitan dalam menamai
objek), alexia tanpa agraphia (ketidakmampuan membaca tanpa
keterbatasan menulis), atau agnosia visual. Yang terakhir ialah
ketidakmampuan identifikasi objek yang terletak pada sisi kiri
lapang pandang, disebabkan oleh lesi corpus callosum yang
memutus korteks visual dextra dari area bahasa di hemisphere
sinistra. Oklusi PCA bilateral dapat menyebabkan anopia kortikal
(cortical blindness), gangguan memori (keterlibatan lobus tempo-
ralis), ketidakmampuan mengenali wajah familiar (prosopagnosia).

▶ Sistem Arteri Vertebro-Basilar


Arteri basilaris muncul dari persatuan sepasang arteri
vertebralis dan berlanjut sepanjang sisi central batang otak dan
berakhir setinggi level mesencephalon, dimana arteri ini bercabang
dua menjadi PCA dekstra dan sinistra. Percabangan arteri basilaris
mensuplai lobus occipitalis dan temporalis medial, thalamus
medial, crus posterior capsula interna, batang otak dan cerebellum.
Sindroma klinis stroke arteri vertebra-basilaris meliputi:

65
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

1. Oklusi thrombosis arteri basilaris atau arteri vertebralis


bilateral. Umumnya memiliki prognosis yang sangat buruk.
Kondisi ini menyebabkan tanda dan gejala batang otak bilateral
dan disfungsi cerebellum akibat oklusi cara arteri multiple.
Oklusi temporer salah satu atau bilateral dari arteri vertebralis
dapat terjadi akibat dari perputaran kepala pada pasien dengan
spondylosis servikal, sehingga menyebabkan disfungsi batang
otak transien. Stenosis atau oklusi arteri subclavian sebelum
bercabang sebagai arteri vertebralis dapat menyebabkan
subclavian steal syndrome, dimana darah mengalir melewati
dariarteri vertebralis ke arteri subclavian sisi distal dengan akti-
vitas lengan ipsilateral. Sindrom ini bukanlah prediktif dari
stroke sistem vertebrobasilar. Thrombosis arteri basilar umum-
nya mengenai sisi proksimal arteri basilar yang mensuplai pons.
Keterlibatan pons dorsal (tegmentum) menyebabkan palsy N.VI
unilateral atau bilateral, gangguan gerak horizontal mata, tetapi
nystagmus vertical dan ocular bobbing bisa terjadi juga. Pupil
mengalami konstriksi karena keterlibatan jaras descendens
simpatetik pupillodilator, tetapi masih reaktif terhadap cahaya.
Hemiplegia atau quadriplegia umumnya muncul, dan koma
sangat sering terjadi. Pemeriksaan otak dengan CT-scan atau MRI
dapat membedakan oklusi arteri basilaris dan hemoragik pons.
2. Infark ventral pons atau basis pontis (Locked-in syndrome).
Pada beberapa pasien mengalami infark infark ventral pons
tanpa infark tegmentum. Kondisi ini menyebabkan pasien tetap
sadar namun quadriplegi (awake and alert, but mute and
quadriplegic) yang disebut Locked-in Syndrome. Pada kondisi ini
pasien masih mampu membuka-tutup dan menggerakan mata
sesuai perintah. Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) pasien
locked-in syndrome menunjukan hasil normal, sehingga dapat
dibedakan dengan kondisi koma lainnya. Prognosis umumnya
tergantung luas lesi batang otak, mortalitas locked-in syndrome
umumnya karena pneumonia dengantingkat mortalitas sebesar
70% dengan kausa vascular dan 40% dengan kausa non-
vaskular.

66
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

3. Emboli apex arteri basilaris (Top of the basilar syndrome).


Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan aliran darah pada
jaras ascendens formation reticularis di mesencephalon dan
thalamus, sehingga menyebabkan penurunan kesadaran akut.
Palsy N.III unilateral atau bilateral sangat khas. Hemiplegia
atau quadriplegia dengan respons motorik dekortikasi (fleksi)
atau deserebrasi (ekstensi) adalah sebagai akibat dari lesi
pedunculus cerebri (crus cerebri) di mesencephalon. Sindroma
ini disebut juga sebagai Top of the basilar syndrome (Rostral
brainstem infarction), dan defisit neurologis yang dihasilkan
sindroma ini sangat mirip dengan kasus space-occupying lesion
dengan komplikasi herniasi uncus. Emboli dengan ukuran kecil
dapat menyumbat arteri sisi rostral batang otak secara transien
yang kemudian terfragmentasi dan menuju salah satu atau
kedua arteri cerebral. Pada kondisi ini struktur mesencephalon,
thalamus, lobus temporalis dan lobus occipitalis dapat menga-
lami infark, dengan manifestasi klinis berupa abnormalitas
visus (hemianopia homonym, cortical blindness), visuomotor
(gangguan konvergensi, paralisis gaze upward atau downward,
diplopia) dan penurunan kesadaran. Respons pupil yang
melambat (sluggish pupillary response) juga dapat memberi
informasi topis lesi mesencephalon.
4. Oklusi arteri auditori interna. Arteri ini merupakan
percabangan arteri basilaris setelah AICA atau bisa juga
merupakan cabang dari AICA itu sendiri. Arteri ini mensuplai
nervus vestibulocochlearis (N.VIII), dan menyebabkan vertigo
tipe central vestibular dan tuli sensorineural unilateral. Vertigo
itu sendiri umumnya disertai nystagmus dengan arah fase cepat
(saccade) menjauhi (kontralateral) terhadap sisi yang mengalami
lesi.

67
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

Gambar 3.1 - Struktur anatomis berupa tractus dan nuclei pada medulla
oblongata yang terdampak pada oklusi PICA. (Aminoff,
2015)

5. Oklusi PICA (Wallenberg Syndrome atau Lateral Medullary


Infarction). Sesuai dengan namanya, sindrom ini terjadi ketika
oklusi pada proksimal arteri vertebralis atau PICA itu sendiri.
Manifestasi klinis bervariasi dan tergantung luas infark pada
medulla oblongata (Gambar 3.1).
− Vertigo, nausea, muntah, nystagmus. Akibat lesi nucleus
vestibularis.
− Serak (hoarness) dan dysphagia. Disebabkan lesi Nucleus
dorsalis motoris nervus vagus, nucleus solitarius dan
nucleus ambigus.
− Syndrome Horner ipsilateral, ataksia ekstrimitas, defisit
sensorik taktil pada wajah dan propioseptik pada ekstri-
mitas. Karena keterlibatan jaras descendes simpatetik, pedun-
culus cerebellaris inferior, nucleus spinalis N.V dan tractus
N.V.
− Defisit sensorik modalitas nyeri dan suhu kontralateral.
Karena lesi tractus spinothalamicus.

68
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

6. Infark Cerebellar. Cerebellum divaskularisasi oleh PICA,


AICA, dan SCA dengan area teritori vaskularisasi masing-
masing (Gambar 3.2). Struktur pedunculus cerebelli superior,
media dan inferior juga secara berurutan divaskularisasi oleh
SCA, AICA dan PICA. Manifestasi klinis dari infark cerebellar
meliputi ataksia ekstrimitas ipsilateral, lateropulsi (jatuh
cenderung ke arah sisi lesi) dan hipotonia. Oklusi PICA, AICA
dan SCA pada kasus klinis stroke iskemik akut sangat mudah
diketahui dari munculnya tanda gejala disfungsi batang otak.
Infark batang otak atau kompresi dari edema cerebelli dapat
menyebabkan koma dan kematian. Diagnosis berdasarkan CT-
scan atau MRI, yang dapat membedakan antara infark dan
hemoragik dan harus dilakukan segera. Kompresi batang otak
adalah indikasi mutlak operasi dekompresi dan reseksi jaringan
infark, karena dapat menyelamatkan nyawa pasien.

Gambar 3.2 – Teritori vaskular cerebellum. (Bradac, G.B., 2017)

69
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

7. Infark mesencephalon paramedian (Benedikt Syndrome).


Disebabkan oleh oklusi cabang penetrating paramedian dari
arteri basilaris atau PCA, sehingga menyebabkan lesi serabut
N.III dan nucleus rubber (red nucleus) (Gambar 3.3). Sindrom
Benedikt meliputi parese ipsilateral N.III (palsy M.rectus medialis,
pupil midriasis [fixed dilated pupil], dan ataksia ekstrimitas
superior kontralateral. Tanda defisit cerebellum muncul sebagai
akibat adanya jaras menyilang dari cerebellum pada pedun-
culus cerebellaris superior.

Gambar 3.3 – Struktur anatomis berupa tractus dan nuclei pada


mesencephalon yang terdampak pada Benedikt Syndrome.
(Aminoff, 2015)

70
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

BAB 4
DIAGNOSIS BANDING
Diah Kurnia Mirawati, Muhammad Hafizhan

A. Pertimbangan Diagnosis Banding


Mimic stroke umumnya mengacaukan diagnosis klinis stroke.
Suatu studi menunjukan bahwa 19% pasien yand didiagnosis
stroke iskemik akut oleh dokter saraf sebelum CT-scan, ternyata
tidak memiliki kelainan cerebrovascular untuk mendukung gejala
yang mirip stroke tersebut (stroke mimics). Mimic stroke yang
paling sering ditemui dalam klinis meliputi:
1. Kejang (17%)
2. Infeksi sistemik (17%)
3. Tumor otak (15%)
4. Gangguan metabolik-toksik, seperti hyponatremia dan
hipoglikemia (13%)
5. Vertigo posisional (6%)
6. Gangguan disosiatif-konversi

Pada fase pre-hostpiral dan setting IGD, mimic stroke yang


paling sering yaitu hipoglikemia harus dipertimbangkan dengan
tepat, karena sangat mudah dikenali gejalanya dan dikoreksi atau
terapi. Beberapa diagnosis banding stroke iskemik, meliputi
kondisi gangguan atau penyakit berikut:
1. Bell’s Palsy

71
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

2. Neoplasma otak
3. Gangguan konversi
4. Stroke hemoragik
5. Hipoglikemia
6. Nyeri kepala migraine
7. Sinkop
8. Amnesia global transien
9. Kejang
10. Hemoragik subarachnoid

B. Stroke Iskemik versus Stroke Hemoragik


Perbedaan antara stroke iskemik dengan stroke hemoragik
sudah banyak dibahas pada bab sebelumnya, dan bisa mengguna-
kan Siriraj Stroke Score (SSS) (Tabel 3.1). Meskipun, perbedaan
definitive stroke iskemik dan hemoragik memerlukan hasil
pencitraan CT-scan atau MRI, studi meta-analisis menemukan
bahwa beberapa manifestasi klinis berikut dapat meningkatkan
kecurigaan diagnosis stroke hemoragik:
1. Koma (likelihood ratio [LR] 6,2)
2. Kaku kuduk atau rigiditas nuchal (LR 5.0)
3. Kejang disertai defisit neurologis (LR 4.7)
4. Tekanan darah diastolic >110 mmHg (LR 4.3)
5. Muntah (LR 3.0)
6. Nyeri kepala (LR 2.9)

Sementara itu, temuan klinis yang menurunkan kemungkinan


stroke hemoragik meliputi: bisisng cervical “cervical bruit” (LR
0,12) dan riwayat Transient Ischemic Attack (LR 0,34).

72
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

C. Transient Ischemic Attack (TIA)


Transient Ischemic Attack (TIA) (Gambar 4.1) adalah defisit
neurologis fokal akut yang timbul karena gangguan aliran darah
fokal (iskemik) otak, medulla spinalis atau retina sepintas dimana
kemudian defisit neurologis menghilang secara lengkap dalam
waktu < 24 jam (tidak terkait infark jaringan akut). Secara garis
besar 80% TIA membaik dalam durasi 60 menit. TIA dapat terjadi
sebagai akibat dari mekanisme yang sama dengan stroke iskemik.
Data menunjukan 10% pasien dengan TIA akan mengalami stroke
dalam waktu 90 hari dan setengahnya mengalami stroke dalam
kurun waktu 2 hari.

Gambar 4.1 - Waktu onset Cerebrovascular accident (CVA). TIA


menimbulkan defisit neurologis yang membaik (resolve)
secara komplit kurang dari 24 jam, biasanya 1 jam. Stroke-
in-evolution atau progressing stroke, menyebabkan defisit
progresif memburuk dari onset awal. Complete stroke adalah
timbulnya defisit yang persisten konstan, stroke ini tidak
selalu menyiratkan bahwa seluruh teritori vaskular yang
terlibat terpengaruh, tidak ada perbaikan yang terjadi sejak
awal. (Aminoff, 2015)

Definisi klasik TIA meliputi gejala berlangsung selama 24 jam


atau kurang. Dengan perkembangan neuroradiology, pada banyak
kasus TIA menunjukan bahwa TIA sebenarnya merupakan stroke
minor dengan area infark yang ditemukan pada pencitraan
radiologi tapi terdapat perbaikan gejala. Oleh karena itu, dewasa ini
definisi TIA adalah berdasarkanpatofisiologi jaringan dari pada
durasi gejala.

73
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

Terminologi lain yang sering ditemukan dalam teksbook


neurologi, diantaranya Reversible Ischemic Neurological Deficits
(RIND) yaitu defisit neurologis fokal yang timbul karena gangguan
aliran darah otak dimana kemudian defisit neurologis menghilang
secara lengkap dalam waktu >24 jam dan < 72 jam. Prolonged
Reversible Ischemic Neurological Deficits (PRIND) yaitu defisit
neurologis fokal yang timbul karena gangguan aliran darah otak
dimana kemudian defisit neurologis menghilang secara lengkap
dalam waktu >72 jam dan < 7 hari.

D. Thrombosis Vena Cerebral


Diagnosis dari jenis stroke yang sangat langka, thrombosis
vena cerebral, adalah mengacu pada penyataan AHA/ASA tahun
2011 bahwa diagnosis thrombosis vena cerebral memerlukan
derajatkecurigaan klinis yang tinggi. Kebanyaak pasien dengan
thrombosis ven cerebral mengeluhkan nyeri kepala dan disertai
tanda defisit neurologis fokal yang progresif memburuk.

74
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

BAB 5
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pepi Budianto, Faizal Muhammad, Muhammad Hafizhan

A. Pertimbangan dalam Pemeriksaan Penunjang


▶ Pencitraan Radiologi

Pencitraan otak darurat sangat penting untuk rule out mimic


stroke (masa otak, hemoragik intracranial, hemoragik subarachnoid)
dan konfirmasi potensi diagnosis stroke iskemik. CT-scan non-
kontras merupakan pencitraan yang umum dan sering digunakan
pada evaluasi pasien suspek stroke iskemik akut. Ketika CT-scan
negatif dan kondisi umum pasien masi buruk, pemeriksaan pungsi
lumbal dapat dilakukan untuk rule out meningitis atau hemoragik
subarachnoid. Modalitas CT-scan tambahan seperti CT-angiografi
dan CT-perfusi dapat memberi informasi terkait letak oklusi
pembuluh darah besar dan luas area jaringan infark (Gambar 5.1).

75
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

Gambar 5.1 – Proyeksi intensitas maksimum CT angiografi memper-


lihatkan defek pengisian atau high-grade stenosis pada titik
percabangan truncus MCA dextra (linkaran merah).
(Edward, 2019)

MRI dengan magnetic resonance angiography (MRA) telah


menjadi modalitas yang mengalami kemajuan dalam bidang
neuroradiology stroke. MRI tidak hanya memberikan detail
struktur otak normal dan yang mengalami lesi (Gambar 5.2),
namun juga memperlihatkan edema cerebri sejak dini. Sebagai
tambahan MRI sangat sensitive dalam mendeteksi hemoragik
intracranial akut. Akan tetapi, MRI tidak tersedia dan bukan pilihan
sebagai modalitas pemeriksaan penunjang darurat seperti CT-scan,
disamping itu banyak kondisi pasien merupakan kontraindikasi
dilakukannya pencitraan MRI (misal pacemakers, implant) dan
intepretasi MRI lebih susah dan rumit (direkomendasikan
diintepretasi oleh dokter atau residen radiologi), disamping itu jam
pelayanan IGD adalah 24 jam tidak menjamin proses intepretasi
yang cepat apabila dibutuhkan intepretasi hasil MRI saat malam
hari.

76
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

Pencitraan carotid duplex (carotid ultrasonography) merupakan


salah satu uji diagnostic yang sangat berguna pada evaluasi pasien
suspek stroke. Dewasa ini pada fasilitas kesehatan yang memadai,
carotid duplex dapat dilakukan sejak dini pada evaluasi, tidak
hanya mencari tahu penyebab stroke tapi juga memberi informasi
pasien terkait tatalaksana medis atau intervensi karotis jika mereka
memiliki stenosis karotis.
Digital subtraction angiography (DSA) (Gambar 5.2) merupakan
teknik fluoroskopi radiologi intervensional yang dianggap sebagai
modalitas definitive untuk memvisualisasi lesi vascular meliputi
oklusi, stenosis, diseksi, dan aneurysma sekalipun di dalam kom-
partemen keras cranium dan parenkim jaringan otak yang padat.

Gambar 5.2 - Infart hiperakut MCA distal, evaluasi oleh CT-scan.


Pencitraan dari perempuan 79 tahun dengan onset 1,5 jam
dengan sindroma stroke iskemik MCA. Pada kasus ini (tidak
diperlihatkan) CT-scan non-contrast secara umum tidak
tampak abnormalitas. Pencitraan Time to peak (TTP)
memperlihatkan penundaan perfusi pada hampir seluruh
teritori MCA, dengan perkecualian teritori vaskular
A.lenticulostraita. Cerebral blood volume diperoleh normal
(tidak diperlihatkan). CT-angiografi (CTA) memperlihatkan
oklusi tromoemboli (panah putih) pada segmen distal M1
MCA. Oklusi (panah hitam) terkonfirmasi pada DSA. Setelah
tindakan trombektomi mekanik (3 jam setelah prosedur
pemeriksaan CT-scan), aliran darah MCA sinistra dan per-
cabangannya normal kembali (Gambar tidak diperlihatkan).
(Runge, 2014)

77
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

▶ Laboratorium

Uji lab lengkap umumnya tidak rutin diperlukan sebelum


keputusan terkait terapi fibrinolitik diperoleh. Uji lab umumnya
terbatas hanya glukosa darah, ditambah uji koagulasi jika pasien
dalam terapi warfarin, heparin, atau salah satu obat anti-
thrombotik terbaru (misal: dabigatran, rivaroxaban). Pemeriksaan
hitung darah lengkap (complete blood count) dan biokimia dapat
memberikan informasi terkait kondisi baseline pasien.

Uji lab tambahan juga diperlukan sesuai kondisi khusus pasien


tertentu, seperti:
1. Biomarker jantung
2. Skrining toksikologi
3. Profil lipid puasa
4. Laju endap eritrosit
5. Tes kehamilan
6. Antibodi antinuclear
7. Faktor rheumatoid
8. Kadar homocysteine
9. Reagen plasma cepat (Rapid plasma reagent)
Tes urin kehamilan harus dilakukan pada semua perempuan
hamil dengan sindroma stroke. Karena keamanan obat fibrinolitik
recombinant tissue-type plasminogen activator (rt-PA) pada kehamilan
belum memiliki data keamanan pada uji klinis manusia (rt-PA
dalam kategori kehamilan menurut US FDA adalah kategori C).

B. Pencitraan Radiologi Otak: CT-Scan dan MRI


▶ CT-Scan

Pencitraan dengan CT-Scan memberikan keuntungan banyak


dalam diagnosis pasien suspek stroke akut. Akuisisi gambar lebih
cepat dengan pemindaian CT dibandingkan dengan MRI, me-
mungkinkan untuk penilaian dengan pemeriksaan yang mencakup

78
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

pemindaian CT nonkontras (Gambar 5.3), CT angiografi (CTA),


dan pemindaian perfusi CT (Gambar 5.4 dan 5.5) dalam waktu
singkat, mengingat stroke merupakan kondisi kedaruratan medis.
Menentukan keputusan dalam pemilihan modalitas pencitraan
otak sangat penting dalam pencitraan stroke akut karena sempitnya
durasi waktu yang tersedia untuk perawatan stroke iskemik
definitif dengan agen farmakologis (fibrinolitik rt-PA) dan
intervensi mekanik (thrombektomi mekanik).

Gambar 5.3 - Infark akut insula karena stroke MCA. (A) CT-scan non-
contrast memperlihatkan subtle hipodensitas pada insula
dextra dengan windowing standart. (B) dengan modalitas
yang sama seperti gambar-A namun dengan windowing
yang sempit mulai terlihat hipodensitas jelas (infark) pada
insula dextra (panah), globus pallidus sisi posterior. (C) 1
hari setelah onset stroke memperlihatkan infark progresif
peri-Sylvian dan mass effect lesion. (Vu dan Lev, 2005)

79
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

Gambar 5.4 – CT-Perfusi normal. Kiri atas: CT non-contrast tanpa bukti


abnormalitas. Perhatikan simetri warna untuk tiap
komponen map CT perfusi, mengindikasikan aliran darah
normal tanpa adanya bukti oklusi arteri besar. (Munich et
al., 2016)

Gambar 5.5 - Pencitraan CT perfusi memperlihatkan stroke MCA dextra


tanpa adanya penumbra yang dapat diselamatkan. Enam
panel pencitraan, kanan-atas menunjukan time to peak

80
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

(TTP), yang mengindikasikan penundaan aliran darah ke


area otak yang terlihat sebagai merah terang pada map
warna. Kanan-tengah memperlihatkan volume darah
cerebral. Perhatikan wakra biru tua pada pencitraan, yang
menunjukan secara nyata inti infark (core infarct) dan
kehilangan volume darah banyak. Area dengan infark irever-
sibel menunjukan kesesuaian dengan area dengan penurunan
TTP dan cerebral blood flow (CBF). (Munich et al., 2016)

CT-Scan juga dapat dilakukan pada pasien yang tidak toleran


atau memiliki kontraindikasi pemeriksaan MRI, seperti ada
pacemakers implans, klip aneurysma, atau material ferromagnetic
lainnya dalam tubuh. Sebagai tambahan, CT scan lebih mudah
aksesnya dan umumnya tersedia di IGD, yang sangat membantu
pada kondisi pasien tertentu seperti yang telah terpasang peralatan
tambahan dan monitor parameter.

▶ MRI
Dahulu, MRI konvensional (spin echo) memerlukan waktu
berjam-jam untuk memperlihatkan temuan lesi visible pada stroke
iskemik akut. Sekuens Diffusion-weighted imaging (DWI) sangat
sensitive terhadap edema cerebri awal, yang berkorelasi baik
dengan temuan iskemik cerebral. Untuk alasan ini, pada banyak
fasilitas kesehatan yang memadai DWI dimasukan kedalam
standar protokol MRI otak. DWI MRI dapat mendeteksi iskemik
lebih dini (kondisi hipoperfusi akut dimana proses edema
sitotoksik belum terjadi) dari pada CT-scan standard dan MRI spin
echo, DWI MRI juga memberikan data penting pada pasien dengan
stroke ataupun TIA (Gambar 5.6) (Gambar 5.7).
Teknik yang paling umum digunakan untuk perfusi MRI
adalah kerentanan dinamis (dynamic susceptibility), yang
melibatkan pembuatan peta perfusi otak dengan memantau first-
pass injeksi cepat bolus kontras melalui pembuluh darah otak. Efek
sekuens T2 yang berhubungan dengan kerentanan menciptakan
hilangnya sinyal pada pembuluh darah kapiler dan parenkim yang
diperlihatkan (diperfusi) dengan kontras.

81
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

Berdasarkan prinsip volume sentral, data perfusi otak yang


dinamis dapat diperoleh. Cerebral blood volume (CBV), cerebral
blood flow (CBF), dan mean transit time (MTT) dapat dihitung
dengan menggunakan perfusi MRI ataupun CT scan (Gambar 5.8).

Gambar 5.6 - MRI pada pasien perempuan 70 tahun dengan riwayat


hemiplegia beberapa jam sebelumnya. (Kiri) Axial MRI
FLAIR (Fluid Attenuation Inversion Recovery) memper-
lihatkan hiperintensitas signal pada basal ganglia dengan
efek desak massa. (Tengah) MRI DWI memperlihatkan
hiperintensitas signal juga pada area sama, dengan
kesesuaian hipointensitas signal pada Apperent Diffusion
Coefficient (ADC) yang berarti positif terjadi infark akut.
(Kanan) Proyeksi intensitas maksimum dari MRA 3-
Dimensional memperlihatkan oklusi truncus sisi distal dari
MRA (lingkaran merah). (Edward, 2019)

Gambar 5.7 - Infark ACA, subakut dini. Pada FLAIR, ada abnormalitas
hiperintensitas signal di lobus frontalis medial dextra, yang

82
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

melibatkan substantia grissea et alba dengan efek desak


massa ringan terhadap cornu frontalis ventricle lateralis.
Abnormalitas ini terkonfirmasi juga pada DWI yang
memberikan informasi adanya proses edema sitotoksik
(terkonfirmasi sesuai dengan hipointensitas pada area yang
sama pada ADC), juga memperlihatkan hilangnya substansi
otak dan gliosis ringan pada area parietal sinistra, yang
menunjukan infark watershed kronik. (Runger et al., 2014)

Gambar 5.8 - (Kiri) Area otak tertentu dipilih untuk input arterial dan vena
untuk dynamic susceptibility-weighted perfusion MRI. (Kanan)
Kurva signal-waktu diperoleh pada area ini memper-
lihatkan drop signal setelah pemberian kontras intravena.
Informasi yang diperoleh dari perubahan dinamis signal
parenkimal post-contrast digunakan untuk menghasilkan
map parameter perfusi berbeda. (Edward, 2019)

Guideline berbasis bukti (evidence-based medicine) dari American


Academy of Neurology menyarankan bahwa MRI sekuens DWI
(Gambar 5.6 – 5.7) lebih berguna daripada CT-scan non-contrast
(Gambar 5.3) untuk diagnosis stroke iskemik akut dalam waktu 12
jam sejak onset gejala dan harus dilakukan untuk diagnosis stroke
iskemik akut yang paling akurat (level A). Tidak ada rekomendasi
yang dibuat mengenai penggunaan Perfusion-weighted imaging
(PWI) dalam mendiagnosis stroke iskemik akut, karena bukti untuk
mendukung atau membantah nilai atau manfaat klinis diagnostik
dalam setting stroke iskemik akut ini tidak adekuat.

83
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

Peningkatan kontras intra-arterial (Intra-arterial contrast


enhancement) dapat terlihat sekunder dari aliran lambat selama hari
pertama atau kedua setelah timbulnya infark. Temuan ini telah
berkorelasi dengan peningkatan ukuran volume infark.

▶ Pencitraan Radiologi lain

Ultrasonografi Doppler transkranial berguna untuk meng-


evaluasi anatomi vaskular yang lebih proksimal — termasuk MCA,
arteri carotis intrakranial, dan arteri vertebro-basilar, melalui fossa
infratemporal (Gambar 5.9) (Gambar 5.10). Pemeriksaan ekokar-
diografi diperoleh pada semua pasien dengan stroke iskemik akut
dengan dugaan etiologi emboli kardiogenik.

Radiografi dada memiliki kegunaan potensial untuk pasien


dengan stroke akut. Namun, pelaksanaan radiografi dada tidak
boleh sampai menunda pemberian rt-PA, karena radiografi dada
belum terbukti mengubah arah keputusan klinis atau pengambilan
keputusan dalam banyak kasus.

Penggunaan Single-photon emission CT (SPECT) pada stroke


masih bersifat eksperimental klinis dan hanya tersedia di lembaga
tertentu. Secara teoritis, ini dapat menentukan area aliran darah
regional yang mengalami perubahan.

Gambar 5.9 - (Kiri) Tiga windowing utama Transcranial Doppler (TCD)


sonography untuk menilai arteri intrakranial. (Kanan)
MCA normal, tracing kedalaman 50 mm windowing

84
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

transtemporal, Spektra TCD tipikal dengan velovity dan


intensity scale secara berurutan pada aksis kiri dan kanan.
Wave diatas baseline menunjukan aliran (flow) terhadap
probe. (Sarkar et al., 2007)

Gambar 5.10 - (Kiri) MCA dan ACA di-tracing pada percabangan ICA
hingga menjadi MCA (tracing diatas baseline) dan ACA
(tracing dibawah baseline). (Kanan) ACA normal di-tracing
dibawah baseline memperlihatkan aliran menjauh (flow
away) dari probe pada kedalaman (depth) 66 mm,
windowing transtemporal. (Sarkar et al., 2007)

Angiografi konvensional adalah standar emas dalam


mengevaluasi penyakit cerebrovaskular dan juga penyakit yang
melibatkan arcus aorta dan pembuluh darah besar di leher.
Angiografi konvensional dapat dilakukan untuk mengklarifikasi
temuan yang masih meragukan (samar-samar) atau untuk
mengkonfirmasi dan mengobati penyakit yang terlihat pada MRA,
CTA, Doppler transkranial, atau ultrasonografi leher.

C. Pemeriksaan Darah
Complete Blood Count (CBC) atau hitung darah lengkap
berfungsi sebagai studi baseline dan dapat mengungkapkan kausa
stroke (misalnya, polisitemia, thrombositosis, thrombositopenia,
leukemia), mengidentifikasi bukti penyakit lain yang menyertai
(misalnya anemia), atau masalah lain yang dapat memengaruhi
strategi reperfusi (trombositopenia). Panel biokimia dasar

85
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

berfungsi sebagai studi baseline dan dapat mengungkapkan mimic


stroke (misalnya, hipoglikemia, hiponatremia) atau memberikan
bukti klinis penyakit yang menyertai (misalnya, diabetes,
insufisiensi ginjal).
Studi koagulasi dapat menunjukan kondiri koagulopati dan
berguna ketika fibrinolitik atau antikoagulan digunakan. Pada
pasien yang tidak dalam terapi pengobatan antikoagulan atau anti-
trombotik dan yang tidak dicurigai memiliki kelainan koagulasi,
pemberian rt-PA tidak boleh ditunda sembari menunggu hasil
laboratorium.
Biomarker jantung penting karena adanya hubungan antara
penyakit cerebrovaskular dan penyakit arteri koroner. Selain itu,
beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan antara
peningkatan kadar enzim jantung dan prognosis buruk pada stroke
iskemik.

Skrining toksikologi mungkin berguna pada pasien tertentu


untuk membantu mengidentifikasi pasien yang intoksikasi dengan
gejala atau perilaku mimic sindrom stroke atau untuk mengiden-
tifikasi kecurigaan penggunaan simpatomemetik (misal: kokain),
yang bisa menjadi penyebab stroke iskemik atau hemoragik. Pada
pasien dengan dugaan hipoksemia, analisis gas darah arteri dapat
menentukan tingkat keparahan hipoksemia dan dapat mendeteksi
gangguan asam-basa. Namun, pungsi arteri sebenarnya harus
dihindari kecuali benar-benar diperlukan pada pasien yang
dipertimbangkan untuk terapi fibrinolitik.

86
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

BAB 6
TATALAKSANA & MANAJEMEN
Pepi Budianto, Hanindya Riani Prabaningtyas, Stefanus Erdana Putra

A. Pendekatan Klinis Tatalaksana


Tujuan utama terapi pada stroke iskemik akut adalah
menyelamatkan jaringan di area iskemik penumbra, di mana
terjadi penurunan perfusi tetapi belum cukup untuk menyebabkan
infark jaringan. Jaringan area oligemia ini dapat dipertahankan
dengan mengembalikan aliran darah (reperfusi) ke area yang
terganggu dan mengoptimalkan aliran kolateral.
Strategi rekanalisasi, termasuk pemberian IV recombinant
tissue-type plasminogen activator (rt-PA) maupun per intra-
arterial (IA rt-PA), bertujuan untuk revaskularisasi sehingga sel-sel
dalam iskemik penumbra dapat diselamatkan sebelum terjadi lesi
infark ireversibel. Memulihkan aliran darah dapat mengurangi efek
iskemia hanya jika dilakukan dengan cepat.

Banyak teknik operasi bedah dan endovaskular telah diterap-


kan dalam pengobatan stroke iskemik akut. Endarterektomi
karotid telah dilakukan dengan beberapa keberhasilan dalam
manajemen akut oklusi arteri karotis interna, tetapi tidak ada bukti
yang mendukung penggunaannya secara akut pada stroke iskemik.

Selain membatasi durasi iskemia, strategi alternatif lainnya


adalah untuk membatasi keparahan cedera iskemik (yaitu, neuro

87
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

protektif). Strategi neuroprotektif dimaksudkan untuk menjaga


viabilitas jaringan penumbra dan memperpanjang waktu untuk
kelayakan teknik revaskularisasi. Namun, pada saat ini, tidak ada
agen neuroprotektif yang terbukti mempengaruhi hasil klinis pada
stroke iskemik.

▶ Perawatan Paliatif

Perawatan paliatif merupakan komponen penting dari


perawatan komprehensif stroke. Beberapa pasien dengan stroke
parah meninggal selama rawat inap awal, sisanya akan mengalami
diasbilitas dan perawatan paliatif dapat memfasilitasi kebutuhan
jangka pendek dan jangka panjang pasien dan keluarga.

▶ Edukasi Klinis

Tenaga medis atau paramedis pre-hospital sangat penting


untuk perawatan stroke iskemik yang tepat waktu. Kurikulum
kursus untuk tenaga medis pre-hospital mulai memasukkan lebih
banyak informasi tentang stroke daripada sebelumnya. Melalui
sertifikasi Acute Cardiac Life Support (ACLS), serta kelas
pendidikan kedokteran yang berkelanjutan, tenaga medis pre-
hospital dapat mengetahui ilmu terkini tentang tanda-tanda
peringatan stroke, alat stroke pre-hospital, dan protokol triase di
wilayah mereka, dan dapat mempromosikan kesadaran stroke di
wilayah komunitas mereka sendiri.

Dokter dan staf perawat yang terlibat dalam perawatan pasien


stroke, di IGD dan rumah sakit, harus berpartisipasi dalam
pendidikan stroke yang dijadwalkan. Ini akan membantu mereka
untuk mempertahankan keterampilan yang diperlukan untuk
merawat pasien stroke secara efektif dan tetap mengikuti
perkembangan medis untuk semua jenis stroke.

88
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

B. Respons Kegawatdaruratan dan Transfer Pasien


Stroke
Pengenalan tanda dan gejala terjadinya stroke, aktivasi sistem
emergensi, dan transportasi cepat ke IGD yang tepat diperlukan
untuk memberikan pasien stroke peluang terbaik untuk intervensi
akut. Dari pasien dengan tanda atau gejala stroke, 29-65%
memanfaatkan beberapa aspek dari sistem layanan medis darurat.
Untuk mempermudah pengenalan tanda dan gejala stroke oleh
masyarakat umum, bisa menggunakan mnemonics FAST: F (Facial
Dropping), kelemahan wajah satu sisi; A (Arm Weakness), ke-
lemahan lengan satu sisi; S (Speech Difficulty), kesulitan berbicara
karena sindroma afasial; T (Time to Call), menelfon emergency
medical services (EMS). Untuk aspek T sangat jarang diterapkan di
Indonesia, akan tetapi dengan adanya pemahaman masyarakat
bahwa stroke adalah kondisi kedaruratan medis dan T juga bisa
berarti sebagai "Time is Brain" artinya jaringan otak dapat rusak
dengan cepat dan permanen apabila segera tidak diberi per-
tolongan medis, tentu dapat mendorong keluarga atau penolong
pasien untuk segera mengantar pasien ke IGD sehingga dapat
menekan angka morbiditas dan mortalitas stroke di Indonesia.
Di Amerika data menunjukan sebagian besar penolong atau
keluarga pasien yang memanggil emergency medical services
(EMS) adalah mereka yang datang dalam 3 jam setelah onset gejala.
Panggilan ke 911 dan penggunaan EMS dikaitkan dengan periode
waktu yang lebih pendek dari awal gejala stroke hingga kedatang-
an di rumah sakit.
Stroke harus menjadi prioritas pengiriman dengan respons
EMS yang cepat. Responden EMS harus melakukan anamnesis dan
pemeriksaan singkat, terutama untuk memperoleh data "last
known normal time" pasien, melakukan penilaian stroke pre-
hospital, menentukan kadar glukosa darah, dan memberikan pem-
beritahuan terlebih dahulu ke tujuan IGD mereka secepat mungkin
sehingga memungkinkan persiapan dan menyusun personel dan
sumber daya untuk penanganan pasien setibanya di IGD.

89
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

C. Manajemen Akut Stroke


Tujuan manajemen kedaruratan stroke adalah untuk menilai
jalan airway, breathing, dan circulation (ABC) pasien; menstabilkan
pasien sesuai kebutuhan; dan menyelesaikan evaluasi dan penilai-
an awal, termasuk pencitraan radiologi CT-scan dan pemeriksaan
laboratorium, dalam waktu 60 menit setelah kedatangan pasien.
Sebuah studi Finlandia menunjukkan bahwa waktu untuk
pengobatan dengan fibrinolitik dapat dikurangi dengan efisiensi
dalam koordinasi EMS, IGD dan dalam prosedur IGD untuk
mengobati pasien stroke akut.

Sebuah studi di Amerika Serikat di mana tim multidisiplin


menggunakan analisis value stream untuk menilai langkah-
langkah yang diperlukan untuk mengobati stroke iskemik akut
dengan IV rt-PA, menemukan beberapa inefisiensi dalam protokol
(misalnya, dalam routing pasien) yang memperlambat pelaksanaan
pengobatan. Penggunaan protokol yang direvisi yang menargetkan
inefisiensi tersebut mengurangi waktu "door-to-needle" dari 60
menit menjadi 39 menit dan meningkatkan kemampuan persentase
pasien yang dirawat dalam 60 menit atau kurang setelah
kedatangan di rumah sakit dari 52% menjadi 78% pasien, tanpa ada
perubahan dalam tingkat hemoragik simptomatik pasien.

▶ Komorbiditas

Kondisi medis komorbid pasien juga perlu ditangani. Hiper-


termia jarang dikaitkan dengan stroke tetapi dapat meningkatkan
morbiditas. Pemberian asetaminofen per oral atau rektal,
diindikasikan dengan adanya demam (suhu >38°C atau >100,4°F).

▶ Suplementasi Oksigen
Suplementasi oksigen tambahan direkomendasikan ketika pasien
memiliki indikasi untuk diberikan oksigen (yaitu saturasi oksigen
<95%). Pada sebagian kecil pasien dengan stroke yang relatif
hipotensi, pemberian cairan IV, terapi vasopresor, atau keduanya
dapat meningkatkan aliran melalui stenosis kritis.

90
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

▶ Hipoglikemia dan Hiperglikemia

Hipoglikemia harus diidentifikasi dan diobati sejak awal evaluasi


khususnya pada pasien dengan penurunan kesadaran karena bisa
dicurigai sebagai stroke mimic, sekalipun pada kondisi
hipoglikemia itu sendiri dapat menyebabkan komplikasi neurologi
berat (Gambar 6.1). Sebaliknya, penatalaksanaan hiperglikemia
pada stroke akut masih merupakan area yang tidak pasti.
Hiperglikemia ekstrem merugikan dalam setting stroke akut.
Hiperglikemia sering terjadi setelah stroke iskemik akut, bahkan
pada pasien tanpa diabetes. Sebuah tinjauan Cochrane menemukan
bahwa penggunaan insulin IV untuk mempertahankan glukosa
serum dalam kisaran 4-7 mmol/L (72-135 mg/dL) dalam 24 jam
pertama stroke iskemik tidak meningkatkan hasil fungsional,
tingkat kematian, atau defisit neurologis akhir dan secara signifikan
meningkatkan risiko hipoglikemia.

Gambar 6.1 - Hubungan antara konsentrasi glukosa darah dengan penurunan


kesadaran. Perhatikan bahwa ketika hipoglikemia menjadi
simptomatik, sekalipun penurunan kecil glukosa darah dapat
menyebabkan komplikasi neurologi berat. (Barrett, 2019)

91
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

D. Terapi Fibrinolitik (Thrombolitik)


Satu-satunya agen fibrinolitik yang telah terbukti bermanfaat
bagi pasien terpilih (melalui kriteria inklusi-eksklusi fibrinolitik)
dengan stroke iskemik akut adalah alteplase (rt-PA). Streptokinase
mungkin bermanfaat bagi pasien dengan infark miokard akut,
namun pada pasien dengan stroke iskemik akut telah terbukti
meningkatkan risiko perdarahan intrakranial dan kematian.

Fibrinolitik rt-PA mengembalikan aliran darah otak pada


beberapa pasien dengan stroke iskemik akut dan dapat menye-
babkan perbaikan kondisi atau resolusi defisit neurologis. Tetapi,
fibrinolitik juga dapat menyebabkan pendarahan intrakranial
simtomatik. Komplikasi lain termasuk potensi perdarahan
ekstrakranial dan angioedema atau reaksi alergi.

▶ Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Oleh karena itu, jika pasien merupakan kandidat untuk terapi


fibrinolitik, evaluasi menyeluruh kriteria inklusi dan eksklusi
harus dilakukan. Kriteria eksklusi sebagian besar fokus pada
identifikasi risiko komplikasi hemoragik terkait penggunaan
fibrinolitik. Pedoman inklusi dari American Heart Association/
American Stroke Association (AHA/ASA) untuk administrasi rt-
PA adalah sebagai berikut:
1. Diagnosis stroke iskemik menyebabkan defisit neurologis yang
signifikan terukur
2. Tanda-tanda neurologis tidak hilang secara spontan ke kondisi
baseline
3. Tanda-tanda neurologis tidak minor dan terisolasi
4. Gejala tidak sugestif hemoragik subaraknoid
5. Tidak ada trauma kepala atau stroke sebelumnya dalam 3 bulan
terakhir
6. Tidak ada infark miokard (MI) dalam 3 bulan terakhir

92
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

7. Tidak ada perdarahan gastrointestinal atau genitourinari dalam


21 hari sebelumnya
8. Tidak ada pungsi arterial di lokasi non-compressible selama 7
hari terakhir
9. Tidak ada tindakan operasi mayor dalam 14 hari terakhir
10. Tidak ada riwayat perdarahan intrakranial sebelumnya
11. Tekanan darah sistolik <185 mm Hg, tekanan darah diastolik
<110 mm Hg
12. Tidak ada bukti trauma akut atau perdarahan
13. Tidak menggunakan antikoagulan oral, atau jika mengguna-
kannya, nilai international standardized ratio (INR) <1,7
14. Jika menggunakan heparin dalam waktu 48 jam, nilai activated
prothrombin time (aPT) harus normal
15. Hitung trombosit >100.000 / μL
16. Glukosa darah >50 mg / dL (2,7 mmol)
17. CT scan tidak menunjukkan bukti infark multilobar (hipodensitas
lebih dari sepertiga hemisphere) atau perdarahan intracerebral
18. Pasien dan keluarga pasien memahami potensi risiko dan
manfaat terapi.
Sementara kriteria inklusi-eksklusi ini berasal dari persetujuan
FDA asli, revisi terbaru oleh FDA dari kriteria sekarang ini telah
reklasifikasi banyak kontraindikasi absolut yang dapat dicegah
menjadi kontraindikasi relatif. Selain itu, data dan pengalaman
selanjutnya telah memungkinkan beberapa pasien dengan apa
yang sebelumnya dianggap sebagai kontraindikasi relatif dapat
diobati secara aman. Keterlibatan dokter spesialis saraf sangat
penting untuk menilai pertimbangan risiko atau manfaat untuk
kelompok pasien ini.

▶ Waktu untuk Terapi

Kelompok studi stroke mengenai rt-PA dari National Institute


of Neurological Disorders and Stroke (NINDS) pertama kali

93
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

melaporkan bahwa setelah penilaian kriteria inklusi-eksklusi rt-PA,


pemberian awal rt-PA menguntungkan secara klinis pada pasien
stroke iskemik akut. FDA selanjutnya menyetujui penggunaan rt-
PA pada pasien yang memenuhi kriteria NINDS. Secara khusus, rt-
PA harus diberikan dalam waktu 3 jam setelah onset stroke dan
hanya setelah hasil pemeriksaan CT-scan me-rule out stroke
hemoragik.
Selanjutnya, dalam Studi Stroke Eropa Acute Cooperative III
(ECASS III) terapi fibrinolitik diberikan 3-4,5 jam setelah onset
gejala ditemukan, menunjukkan jendela waktu yang lebih luas
untuk fibrinolisis pada pasien terpilih dengan cermat. Berdasarkan
data ini dan lainnya, pada AHA/ASA 2009 pada bulan Mei merevisi
pedoman untuk pemberian rt-PA setelah stroke akut, memperluas
jendela pengobatan dari 3 jam menjadi 4,5 jam untuk memberikan
lebih banyak pasien durasi kesempatan untuk mendapatkan
manfaat dari terapi ini.

Kriteria kelayakan untuk perawatan selama periode kemudian


ini mirip dengan yang untuk perawatan sebelumnya tetapi lebih
ketat, dengan salah satu dari berikut ini berfungsi sebagai kriteria
pengecualian tambahan:
1. Usia lebih dari 80 tahun
2. Penggunaan antikoagulan oral, terlepas dari INR
3. Skor awal pada Skala Institut Nasional Stroke Kesehatan
(NIHSS) lebih besar dari 25
4. Riwayat stroke dan diabetes

Meta-analisis dari sembilan uji eksperimental klinis utama,


pengobatan fibrinolisis yang melibatkan total 6756 pasien dengan
stroke iskemik akut, para peneliti menemukan bahwa pemberian
alteplase dalam waktu 4,5 jam dari onset stroke secara signifikan
memperbaiki kondisi pasien, terlepas dari usia atau keparahan
stroke, dengan catatan semakin dini pengobatan maka semakin
baik hasilnya. Hasil yang baik didefinisikan sebagai modified-

94
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

Rankin Score (mRS) dari 0 atau 1, yang menunjukkan sedikit atau


disabilitas residual pada 3-6 bulan. Peluang hasil stroke yang baik
adalah 75% lebih tinggi untuk pasien yang menerima alteplase
dalam waktu 3 jam dari onset gejala dibandingkan dengan mereka
yang tidak. Pasien yang diberi alteplase 3 hingga 4,5 jam setelah
onset gejala memiliki peluang 26% perbaikan kondisi, dan pasien
dengan penundaan lebih dari 4,5 jam dalam menerima pengobatan
alteplase memiliki peningkatan perbaikan 15% yang tentunya tidak
signifikan dalam peluang pemulihan kondisi yang baik.

Sebuah studi dengan 10-center Eropa pada hampir 6.900


pasien menunjukan IV rt-PA paling efektif ketika diberikan dalam
waktu 90 menit dari timbulnya gejala stroke. Pasien dengan skor
NIHSS 7-12 memiliki hasil yang lebih baik ketika terapi fibrinolitik
diberikan dalam 90 menit sejak onset gejala dibandingkan ketika
diberikan 90-270 menit setelah onset. Namun, untuk pasien dengan
stroke ringan atau sedang hingga parah, perawatan dalam jendela
awal 90 menit tidak memberikan keuntungan tambahan.

▶ Risiko Hemoragik

Meskipun terapi antiplatelet dapat meningkatkan risiko hemo-


ragik intraserebral simtomatik dengan fibrinolisis, sebuah studi
yang melibatkan 3782 pasien yang telah menerima 1 atau 2 obat
antiplatelet menemukan bahwa risiko perdarahan intraserebral
kecil dibandingkan dengan manfaat fibrinolisis yang didokumentasi-
kan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengobatan antiplatelet
tidak boleh dianggap sebagai kontraindikasi untuk fibrinolisis,
kendati demikian kehati-hatian tetap diperlukan pada pasien yang
menerima kombinasi aspirin dan clopidogrel.

Sebuah studi tahun 2015 menyediakan data yang mendukung


penggunaan fibrinolisis untuk pasien stroke iskemik yang meng-
gunakan terapi antiplatelet. Penelitian kohort ini menganalisis lebih
dari 85.000 pasien stroke yang telah menerima rt-PA, sekitar
setengah dari mereka menggunakan obat antiplatelet pada saat
stroke mereka. Hasil menunjukkan bahwa di antara pasien dengan

95
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

stroke iskemik akut yang diobati dengan rt-PA intravena, mereka


yang menerima terapi antiplatelet sebelum stroke memiliki risiko
lebih tinggi untuk perdarahan tetapi dengan hasil fungsional yang
lebih baik daripada mereka yang tidak menerima terapi antiplatelet.

Data mengenai keamanan terapi fibrinolitik pada pasien yang


menggunakan dabigatran, rivaroxaban, atau apixaban tidak
tersedia. Oleh karena itu kehati-hatian ekstrim harus diterapkan
ketika mempertimbangkan terapi fibrinolitik pada pasien tersebut.

Perhatian khusus juga harus dilakukan dalam pemberian rt-


PA kepada pasien dengan bukti atenuasi rendah (edema atau
iskemia) yang melibatkan lebih dari sepertiga dari distribusi MCA
berdasarkan hasil awal CT non-kontras; pasien seperti itu
cenderung memiliki hasil yang menguntungkan setelah terapi
fibrinolitik dan berisiko lebih tinggi untuk mengalami transformasi
hemoragik dari stroke iskemik.

▶ Terapi Ultrasound (Doppler Transkranial)

Para peneliti telah mempelajari penggunaan ultrasonografi


transkranial sebagai cara dalam membantu rt-PA dalam upaya
fibrinolisis. Dengan mengirimkan gelombang tekanan mekanis
ke trombus, ultrasoung secara teoritis dapat mengekspos lebih
banyak permukaan trombus ke agen fibrinolitik yang beredar.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan peran pasti
ultrasound transkranial Doppler dalam membantu fibrinolitik pada
stroke iskemik akut.

E. Reperfusi Intra-Arterial
Secara teoritis, pemberian intra-arterial (IA) dapat meng-
hasilkan konsentrasi lokal yang lebih tinggi dari agen fibrinolitik
pada dosis total yang lebih rendah (dan dengan demikian mungkin
menurunkan risiko perdarahan sistemik) dan memungkinkan
kesempatan waktu terapi yang lebih lama. Namun, waktu yang
lebih lama untuk memulai pemberian IA dapat mengurangi

96
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

beberapa keuntungan ini dan studi fase II sebelumnya tidak


menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik dalam
hasil klinis.

The Interventional Management of Acute Stroke Study (IMS-III)


dihentikan karena kesia-siaan setelah tidak menunjukkan manfaat
tambahan dari terapi IA (rt-PA, trombektomi mekanik dengan
sebagian besar perangkat generasi pertama, atau keduanya)
dibandingkan dengan IV rt-PA di pasien dengan oklusi pembuluh
besar.

Fibrinolisis IA telah menjadi pendekatan konvensional untuk


pasien stroke akibat oklusi arteri basilar. Namun, hasil dari Basilar
Artery International Cooperation Study (BASICS), sebuah studi
prospektif pada 592 pasien, tidak mendukung manfaat jelas dari
fibrinolisis IA dibandingkan fibrinolisis IV.

Sebuah meta-analisis studi kasus yang melibatkan total 420


pasien dengan oklusi arteri basilaris memang menunjukkan bahwa
rekanalisasi dicapai lebih sering dengan fibrinolisis IA daripada
dengan fibrinolisis IV (65% vs 53%), tetapi laporan itu juga
menemukan bahwa kematian dan disabilitas jangka panjang sama-
sama umum terjadi pada 2 teknik tersebut. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa fibrinolisis IV mungkin tetap merupakan
pengobatan terbaik yang dapat ditawarkan kepada pasien di
rumah sakit tanpa layanan neuroradiologis intervensi 24 jam.

F. Terapi Anti-Platelet
Pedoman AHA/ASA merekomendasikan pemberian anti-
platelet aspirin, 325 mg per oral, dalam 24-48 jam setelah onset
stroke iskemik. Manfaat aspirin sangatlah sederhana tetapi secara
statistik signifikan bermanfaat dalam pengurangan stroke rekurens.
The International Stroke Trial and the Chinese Acute Stroke Trial
(CAST) menunjukkan manfaat sederhana dari penggunaan aspirin
dalam setting stroke iskemik akut. International Stroke Trial

97
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

merandomisasi 19.435 pasien dalam waktu 48 jam dari onset stroke


untuk pengobatan dengan aspirin 325 mg, heparin subkutan dalam
2 regimen dosis berbeda, aspirin dengan heparin, dan plasebo.
Studi ini menemukan bahwa terapi aspirin mengurangi risiko
rekurensi stroke dalam 14 hari (2,8% vs 3,9%), tanpa kelebihan
stroke hemoragik yang signifikan.
Dalam CAST, yang mencakup 21.106 pasien, pengobatan
aspirin (160 mg/hari) yang dimulai dalam waktu 48 jam sejak
timbulnya dugaan stroke iskemik akut dan dilanjutkan dalam
perawatan di rumah sakit hingga 4 minggu mengurangi mortalitas
menjadi 3,3%, dibandingkan dengan 3,9% dengan plasebo. Sebuah
studi terpisah juga menemukan bahwa kombinasi aspirin dan
heparin dengan berat molekul rendah tidak secara signifikan
meningkatkan hasil perbaikan klinis.
Agen antiplatelet lain juga dievaluasi untuk digunakan dalam
presentasi akut stroke iskemik. Dalam preliminary pilot study,
abciximab yang diberikan dalam waktu 6 jam menunjukkan
kecenderungan peningkatan perbaikan klinis pada 3 bulan.
Namun, Abciximab fase 3 dalam Emergency Treatment of Stroke Trial
(AbESTT-II) dihentikan sebelum selesai waktunya setelah 808
tidak mendapatkan efikasi terapi dan terjadi peningkatan tingkat
perdarahan intrakranial yang simptomatik atau fatal pada pasien
yang menerima abciximab.

G. Kontrol Tekanan Darah


Meskipun hipertensi sering terjadi pada stroke iskemik akut
dan dikaitkan dengan hasil prognosis yang buruk, studi pengobatan
antihipertensi dalam setting ini telah menunjukan hasil yang
bertentangan. Kelemahan teoretis dari penurunan tekanan darah
adalah bahwa tekanan darah tinggi dapat menangkal disfungsi
autoregulasi dari stroke, tetapi bukti terbatas menunjukkan bahwa
pengobatan antihipertensi pada stroke akut tidak mengubah
kondisi perfusi otak.

98
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

Calcium channel blockers (CCB) tidak mengubah kondisi


klinis setelah stroke iskemik dalam beberapa percobaan.
Kemungkinan efek samping dari pengobatan antihipertensi telah
dilaporkan dalam uji klinis tertentu, terutama yang menggunakan
CCB intravena atau beta-blocker oral. Dalam studi Controlling
Hypertension and Hypotension Immediately Post-Stroke (CHHIPS),
penurunan awal tekanan darah dengan labetalol dan lisinopril
sedikit meningkatkan perbaikan klinis dan tidak meningkatkan
efek samping yang serius. Namun, kelemahan studi CHHIPS ialah
memiliki ukuran sampel yang kecil.
Sebuah studi pada 339 pasien dengan stroke iskemik menunjukan
bahwa candesartan oral mengurangi kejadian cerebrovaskular
multiple tetapi tidak signifikan mengurangi kejadian diasbilitas.
Namun, Skandinavia Candesartan Acute Stroke Trial (SCAST), sebuah
studi randomisasi, terkontrol plasebo, double-blind yang melibat-
kan 2.029 pasien, tidak menemukan indikasi manfaat dari
candesartan dan juga tidak menemukan beberapa indikasi bahaya.
Dalam studi single-blind, China Antihypertensive Trial in Acute
Ischemic Stroke (CATIS), yang menggunakan 4.071 pasien dengan
stroke iskemik akut dan tekanan darah tinggi, pengurangan
tekanan darah langsung dengan obat antihipertensi dalam waktu
48 jam dari onset gejala tidak mengurangi risiko kematian atau
disabilitas berat. CATIS menggunakan kriteria eksklusi pasien yang
menerima terapi fibrinolitik. Tekanan darah sistolik rata-rata
berkurang dari 166,7 menjadi 144,7 mmHg dalam 24 jam pada
kelompok perlakuan antihipertensi.
Untuk pasien yang bukan termasuk kandidat terapi
fibrinolitik, pedoman saat ini merekomendasikan hipertensi sedang
pada sebagian besar pasien dengan stroke iskemik akut. Sebagian
besar pasien akan mengalami penurunan tekanan darah spontan
selama 24 jam pertama tanpa pengobatan. Pengecualiannya adalah
pasien yang memiliki komorbiditas aktif (misalnya, diseksi aorta,
infark miokard akut, gagal jantung dekompensasi, hipertensi
emergensi) yang memerlukan manajemen tekanan darah yang
secepatnya.

99
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

Ambang batas untuk pengobatan antihipertensi pada pasien


stroke iskemik akut yang bukan kandidat fibrinolisis, menurut
pedoman ASA 2013, adalah tekanan darah sistolik >220 mmHg
atau tekanan darah diastolik >120 mmHg. Pada pasien tersebut,
tujuan terapi adalah untuk menurunkan tekanan darah sebesar 15%
selama 24 jam pertama setelah timbulnya stroke. Pengobatan
antihipertensi tersebut harus diperhatikan dengan seksama agar
tidak menurunkan tekanan darah terlalu cepat atau agresif, karena
ini dapat memperburuk perfusi di iskemik penumbra.

H. Thrombektomi Mekanik (Clot Retrieval)


Thrombektomi mekanis (Gambar 6.2) merupakan alternatif bagi
pasien yang fibrinolisisnya tidak efektif atau dikontraindikasi-
kan. Pedoman 2018 AHA/ASA untuk perawatan darurat pasien
dengan stroke iskemik akut memperpanjang batas waktu
thrombektomi mekanik dari 6 jam hingga 24 jam pada pasien
tertentu. Pedoman baru merekomendasikan trombektomi pada
pasien terpilih dengan durasi kesempatan terapi dari 6 jam hingga
16 jam setelah stroke. Pedoman-pedoman tersebut juga memper-
luas kriteria kelayakan untuk IV rt-PA. Saat ini, 4 perangkat
thrombektomi mekanik yang disetujui oleh FDA untuk terapi
endovaskular stroke iskemik akut, sebagai berikut:
1. Merci Retriever (Concentric Medical, Mountain View, CA):
Perangkat berbentuk corkscrew yang menangkap dan meng-
gerakkan bekuan darah
2. Penumbra System (Penumbra, Alameda, CA): Menggunakan
aspirasi dan ekstraksi
3. Solitaire FR Revascularization Device (Covidien, Dublin,
Ireland): Sistem stent-retriever; menggabungkan kemampuan
untuk memulihkan aliran darah dan mengambil bekuan darah
4. Trevo (Medis Konsentris, Mountain View, CA): Sistem stent-
retriever

100
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

Gambar 6.2 - Oklusi meboli pada MCA dextra, diterapi dengan


trombektomi mekanik menggunakan Solitaire stent. (A)
DSA dengan injeksi kontras pada ICA dextra menunjukan
oklusi segmen M1 dextra. (B) Pada fase lanjut DSA dengan
injeksi ICA dextra, kolateral leptomeningeal antara
anterior-dextra dan MCA tervisualisasi. (C) Solitaite stent
dengan trombus, yang telah dikeluarkan dari segmen M1
dextra. (D, E) DSA dengan injeksi ICA dextra setelah
trombektomi Solitaire mengkonfirmasi adanya rekanalisasi
segmen M1 dan M2, [D] pembesaran zoom-in view, tanpda
vasospasm atau emboli distal [E] pembersaran zoom-out
view. Mungkin masih terdapat sisa sumbatan trombus pada
truncus inferior hingga MCA atau M2. (F) CT-scan setelah
22 bulan tindakan trombektomi Solitaire MCA dextra
memperlihatkan jejas kecil post-iskemik pada basal ganglia
dextra. (Derdeyn, 2012)

Rekanalisasi yang sukses terjadi pada 12 dari 28 pasien dalam


1 uji coba Mechanical Embolus Retrieval in Cerebral Ischemia (MERCI),
sebuah studi tentang Sistem Retrieval Merci. Dalam studi MERCI
kedua, rekanalisasi dicapai pada 48% pasien yang menggunakan
alat ini. Gumpalan berhasil diambil dari semua arteri cerebral
utama; namun, tingkat rekanalisasi untuk MCA adalah yang
terendah.

101
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

Uji coba Multi MERCI menggunakan perangkat retrieval


Konsentris generasi baru (L5). Rekanalisasi ditunjukkan pada
sekitar 55% pasien yang tidak menerima rt-PA dan pada 68% dari
mereka yang diberikan rt-PA. Dari pasien yang gagal dengan terapi
IV rt-PA, 73% mengalami rekanalisasi setelah embolektomi mekanik.
Atas dasar hasil ini, FDA mengizinkan penggunaan perangkat
MERCI pada pasien yang tidak memenuhi syarat atau gagal
fibrinolitik intravena.

Dalam uji coba Penumbra System (PS) pada 23 pasien yang


datang dalam 8 jam setelah onset gejala, revaskularisasi terhadap
Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI) grade 2 atau 3 dicapai
pada semua 21 pembuluh darah yang ditargetkan diterapi. Pada
awal baseline, usia rata-rata adalah 60 tahun, skor rerata modified
Rankin Scale (mRS) adalah 4,6, dan skor NIHSS adalah 21. Setelah
prosedur, semua 21 pembuluh darah yang dirawat (100%) berhasil
direvaskularisasi oleh PS ke TIMI 2 atau 3. Pada 30 hari follow up,
9 subjek (45%) memiliki peningkatan NIHSS 4 poin atau lebih atau
mRS 2 atau kurang. Angka kematian semua penyebab adalah 45%
(9 dari 20), yang lebih rendah dari yang diharapkan dalam
kelompok stroke cohort yang parah ini, di mana 70% dari subyek
pada kondisi baseline memiliki skor NIHSS lebih dari 20 atau oklusi
basilar.
Uji coba yang lebih baru dari sistem stent-retriever menunjukkan
keunggulan dalam reperfusi dibandingkan sistem Merci asli.
Dalam uji Solitaire Flow Restoration Device Versus the Merci
Retriever in Patients with Acute Ischaemic Stroke (SWIFT),
sebanyak 113 subjek dengan stroke sedang atau berat dalam 8 jam
setelah onset gejala, sistem Solitaire FR menunjukkan revaskulari-
sasi yang berhasil (aliran TIMI 2-3) pada 61% pasien, dibandingkan
dengan 24% pasien yang diobati dengan sistem Merci. Pasien dalam
kelompok FR Solitaire juga memiliki tingkat yang lebih tinggi dari
hasil klinis yang baik selama 90 hari dibandingkan pada kelompok
Merci (masing-masing 58% berbanding 33%).

102
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

Sebuah penelitian serupa, uji Trevo versus Merci Retrievers


yaitu Thrombectomy Revascularisation of Large Vessel Occlusions
in Acute Ischaemic Stroke (TREVO 2), melaporkan keberhasilan
reperfusi (aliran 2-3 TIMI) pada 86% pasien yang menggunakan
stent retriever Trevor, dibandingkan dengan 60 % dalam grup
Merci. Tingkat hasil klinis yang baik pada 90 hari juga lebih tinggi
pada kelompok Trevo dibandingkan pada kelompok Merci (masing-
masing 40% vs 22%). Studi yang sedang berlangsung akan lebih
menentukan peran terapi intra-arteri dengan dan tanpa fibrinolisis
intravena.

I. Kontrol Demam
Antipiretik diindikasikan untuk pasien stroke disertai demam,
karena kondisi hipertermia mempercepat cedera neuron iskemik.
Bukti eksperimental yang substansial menunjukkan bahwa hipotermia
otak ringan bersifat neuroprotektif. Penerapan kondisi hipotermia-
terinduksi saat ini sedang dievaluasi dalam uji klinis fase II.
Suhu tubuh yang tinggi dalam 12-24 jam pertama setelah onset
stroke telah dikaitkan dengan hasil prognosis fungsional yang
buruk. Namun, hasil dari uji Paracetamol (Acetaminophen) in Stroke
(PAIS) tidak mendukung penggunaan acetaminophen dosis tinggi
(6 gram setiap hari) pada pasien dengan stroke akut, walaupun
analisis post-hoc menunjukkan kemungkinan efek menguntungkan
pada hasil fungsional pada pasien yang dirawat dengan suhu tubuh
37-39°C.

J. Edema Cerebri
Edema cerebri yang signifikan setelah stroke iskemik dianggap
agak jarang (10-20%). Tingkat keparahan maksimum edema
biasanya mencapai 72-96 jam setelah timbulnya stroke. Indikator
awal iskemia pada manifestasi klinis dan CT-scan non-contrast
(NCCT) adalah indikator independen dari potensi edema dan

103
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

penurunan (deterioration) kondisi (Gambar 6.3). Mannitol dan


terapi lain untuk mengurangi tekanan intrakranial (TIK) dapat
digunakan dalam situasi darurat, meskipun kegunaannya dalam
pembengkakan akibat stroke iskemik tidak diketahui. Tidak ada
bukti yang mendukung penggunaan kortikosteroid untuk
mengurangi edema serebral pada stroke iskemik akut. Bantuan
intervensi bedah saraf yaitu decompressive craniectomy yang
cepat harus dipertimbangkan saat diindikasikan.

Gambar 6.3 - CT-scan non-contrast axial menunjukan hipodensitas difus


pada nucleus lentiformis dextra dengan efek desak massa
terhadap cornu frontalis ventricle lateralis. (Edward, 2019)

Posisi pasien, hiperventilasi, terapi hiperosmolar, dan, (sangat


jarang) barbiturate coma therapy (BRT) dapat digunakan, seperti
pada pasien dengan peningkatan TIK sekunder akibat cedera
kepala tertutup atau traumatic brain injury (TBI). Hemicraniectomy
telah terbukti mengurangi mortalitas dan kecacatan di antara
pasien dengan infark hemisphere luas yang berhubungan dengan
edema yang mengancam nyawa.

104
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

AHA/ASA telah merilis pedoman untuk manajemen infark


cerebral dan cerebelar dengan edema otak; rekomendasi tersebut
meliputi:
1. Pasien terpilih, termasuk mereka yang mampu menangani
program rehabilitasi agresif, dapat mengambil manfaat dari
kraniektomi dekompresi; pasien yang lebih muda mungkin
mendapat manfaat paling besar, dan operasi tidak dianjurkan
untuk pasien yang lebih tua dari 60 tahun.
2. Bukti klinis perburukan kondisi (deterioration) pada stroke
iskemik hemispherik supratentorial yang bengkak meliputi:
gangguan kesadaran baru atau lebih lanjut, ptosis cerebral, dan
perubahan ukuran pupil.
3. Pada pasien dengan infark edema cerebelar, tingkat kesadaran
menurun karena mekanisme kompresi batang otak; Penurunan
ini mungkin termasuk hilangnya refleks kornea dini dan miosis
pupil yang semakin progresif.
4. Definisi standar diperlukan untuk memfasilitasi studi tentang
insidensi, prevalensi, faktor risiko, dan prognosis hasil.
5. Identifikasi pasien berisiko tinggi harus mencakup data klinis
dan pencitraan neuroradiologi.
6. Perawatan medis kompleks dari pasien ini termasuk mana-
jemen airway dan ventilasi mekanik, kontrol tekanan darah,
manajemen cairan, dan kontrol glukosa dan suhu.
7. Pada pasien dengan stroke iskemik hemispherik dengan edema
supratentorial, pemantauan TIK rutin atau pengalihan LCS
tidak diindikasikan, tetapi pada pasien yang terus memburuk
(deteriorate) secara neurologis, tindakan bedah saraf kraniektomi
dekompresi dengan ekspansi dural harus dipertimbangkan.
8. Pada pasien dengan stroke serebelar dengan edema yang
memburuk secara neurologis, kraniektomi sub-occipital dengan
ekspansi dural harus dilakukan.

105
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

9. Setelah infark cerebelar, tindakan ventriculostomy untuk me-


ringankan hidrosefalus obstruktif harus disertai dengan tinda-
kan kraniektomi sub-occipital dekompresi untuk menghindari
kerusakan akibat perpindahan cerebelar ke atas (upward
herniation).
10. Sebanyak sepertiga pasien dengan infark supratentorial
hemispheric yang bengkak (edema) akan sangat mengalami
disabilitas dan sepenuhnya tergantung pada perawatan bahkan
sekalipun setelah tindakan kraniektomi dekompresi, sedangkan
sebagian besar pasien dengan infark cerebelar akan memiliki
hasil fungsional yang dapat diterima setelah operasi.

K. Kontrol Kejang
Kejang terjadi pada 2-23% pasien dalam beberapa hari pertama
setelah stroke iskemik. Kejang-kejang ini biasanya bersifat fokal,
tetapi bisa juga kejang umum (generalized). Meskipun profilaksis
primer untuk kejang pasca stroke tidak diindikasikan, pencegahan
sekunder kejang berikutnya dengan terapi obat anti-epilepsi
(OAE) standar direkomendasikan.

Sebagian kecil dari pasien stroke mengalami gangguan kejang


kronis. Gangguan kejang sekunder akibat stroke iskemik harus
dikelola dengan cara yang sama dengan gangguan kejang lainnya
yang timbul sebagai akibat dari cedera neurologis.

L. Dekompresi Akut
Dalam kasus pasien dengan dekompensasi cepat atau pasien
dengan status neurologis yang memburuk (deteriorate), penilaian
ulang ABC serta hemodinamik dan pencitraan ulang sangat diindi-
kasikan. Banyak pasien yang mengalami transformasi hemoragik
atau edema serebri progresif akan menunjukkan penurunan klinis
akut. Jarang, pasien mungkin mengalami eskalasi gejala sekunder
akibat peningkatan ukuran penumbra iskemik. Pengamatan yang

106
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

hati-hati sangat diperlukan untuk transformasi hemoragik


(terutama dalam 24 jam pertama post-reperfusion) dan edema
serebral pada pasien dengan stroke hemispherik atau fossa
posterior dalam 24-36 jam pertama.

M.Anti-Koagulasi dan Profilaksis


Saat ini, data belum cukup memadai untuk membenarkan
penggunaan rutin heparin atau antikoagulan lainnya dalam
pengelolaan akut stroke iskemik. Pasien dengan stroke emboli yang
memiliki indikasi lainnya untuk terapi antikoagulasi (misalnya,
atrial fibrilasi) dapat ditempatkan pada terapi antikoagulasi secara
non-emergensi, dengan tujuan mencegah penyakit emboli lebih
lanjut. Namun, manfaat potensial dari intervensi tersebut harus
dipertimbangkan terhadap risiko transformasi hemoragik.
Pasien-pasien stroke yang immobilisasi sangat berisiko
mengalami deep venous thrombosis (DVT) dan harus menerima
penanganan awal untuk mengurangi terjadinya DVT. Penggunaan
heparin dosis rendah, subkutan unfractionaed atau berat molekul
rendah mungkin tepat dalam kasus ini. Uji coba CLOTS (Clots in
Legs atau sTockings after Stroke) menunjukkan bahwa kompresi
pneumatik intermiten dari ekstremitas bawah, dimulai pada 3 hari
pertama rumah sakit, mengurangi risiko DVT pada pasien stroke
akut dengan kondisi immobilisasi.

N. Agen Neuroprotektif
Alasan penggunaan agen neuroprotektif adalah bahwa
mengurangi pelepasan neurotransmitter eksitatorik oleh neuron
area penumbra iskemik, sehingga dapat meningkatkan kelangsu-
ngan hidup (viabilitas) neuron-neuron area ini. Meskipun hasil
yang sangat menjanjikan dalam beberapa penelitian pada hewan,
belum ada bukti efikasi agen neuroprotektif tunggal pada stroke
iskemik yang didukung oleh studi klinis manusia secara random-

107
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

acak, yang dikendalikan dengan plasebo. Namun, dewasa ini


penelitian substantial sedang mengevaluasi strategi neuroprotektif
yang berbeda.
Hipotermia sangat menjanjikan untuk perawatan berke-
lanjutan pasien yang selamat dari henti jantung (misal infark
miokard akut), ventrikular takikardia atau fibrilasi ventrikel.
Namun, tidak ada studi klinis utama yang menunjukkan peran
hipotermia dalam pengobatan dini stroke iskemik.

O. Prevensi Stroke
Prevensi primer mengacu pada manajemen individu yang
tidak memiliki riwayat stroke. Langkah-langkah pencegahan dapat
mencakup penggunaan agen antiplatelet, statin, olahraga rutin
dan berhenti merokok. Pedoman AHA/ASA 2011 untuk
pencegahan stroke menekankan pentingnya perubahan gaya hidup
untuk mengurangi faktor risiko yang dapat dimodifikasi, dengan
dasar bukti penelitian bahwa terdapat penurunan risiko stroke
sebesar 80% apabila menerapkan pola hidup sehat daripada tidak
menerapkan pola hidup sehat.
Prevensi sekunder mengacu pada perawatan individu yang
sudah terserang stroke. Tindakan dapat termasuk penggunaan
agen anitplatelet, antikoagulan (warfarin atau antikoagulan oral
baru), antihipertensi, statin, dan intervensi gaya hidup. Sebuah
penelitian oleh Warfarin-Aspirin Symptomatic Intracranial Disease
Trial Investigators menyimpulkan bahwa pada pasien stroke yang
memiliki stenosis arteri intrakranial yang signifikan, aspirin harus
digunakan dalam preferensi terhadap warfarin untuk pencegahan
sekunder.

Berhenti merokok, kontrol tekanan darah, kontrol diabetes,


diet rendah garam dan rendah lemak, penurunan berat badan (IMT
ideal), dan olahraga teratur harus didorong dengan kuat seperti
pada manajemen medikamentosa yang dijelaskan di atas. Resep

108
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

tertulis untuk olahraga dan obat-obatan untuk berhenti merokok


(yaitu, nikotin patch, bupropion, varenicline) meningkatkan
kemungkinan keberhasilan intervensi ini. Selain itu, pedoman
AHA/ASA 2011 untuk pencegahan stroke primer individu harus
menghindari paparan terhadap asap tembakau, meskipun
kurangnya data spesifik stroke.

▶ Aspirin sebagai Prevensi Primer

Secara keseluruhan, nilai aspirin dalam pencegahan primer


tampaknya tidak pasti, dan penggunaannya untuk tujuan ini tidak
dianjurkan untuk pasien dengan risiko rendah untuk mengalami
stroke. Aspirin direkomendasikan untuk pencegahan primer hanya
pada orang dengan setidaknya 6-10% risiko kejadian kardiovaskular
selama 10 tahun.

Di sisi lain, aspirin dosis rendah mungkin bermanfaat untuk


pencegahan utama stroke pada wanita. Percobaan acak terkontrol
plasebo pada 39.876 wanita usia 45 tahun atau lebih yang awalnya
sehat menunjukkan bahwa 100 mg aspirin pada hari-hari alternatif
menghasilkan pengurangan 24% dalam risiko stroke iskemik,
dengan peningkatan risiko mengalami stroke hemoragik yang
tidak signifikan.

▶ Pedoman Prevensi Sekunder

Pedoman yang dikeluarkan pada tahun 2014 oleh American


Heart Association (AHA)/American Stroke Association (ASA) tentang
pencegahan stroke sekunder menekankan strategi nutrisi dan gaya
hidup dan termasuk tentang aterosklerosis aorta. Rekomendasi
baru tersebut meliputi:
1. Pasien yang mengalami stroke atau transient ischemic attack
(TIA) harus diskrining untuk diabetes dan obesitas.
2. Pasien mungkin harus diskrining untuk apnea tidur.
3. Pasien mungkin harus menjalani penilaian gizi dan disarankan
untuk mengikuti diet tipe Mediterania.

109
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

4. Pasien yang mengalami stroke dengan penyebab yang tidak


diketahui harus menjalani pemantauan jangka panjang untuk
atrial fibrilasi.
5. Oral antikoagulan baru yaitu Dabigatran (kelas I, level of evidence
[LOE] A), apixaban (kelas I, LOE B), dan rivaroxaban (kelas IIa,
LOE B) adalah di antara obat yang direkomendasikan untuk
pasien dengan atrial fibrilasi nonvalvular.

Berdasarkan hasil penelitian, pedoman juga merekomendasi-


kan pada pasien tanpa deep venous thrombosis (DVT), foramen ovale
paten tidak dapat ditutup. Selain itu, karena ada sedikitnya data
yang menyarankan Niacin atau obat fibrate sebagai terapi untuk
meningkatkan kolesterol high-density lipoprotein (HDL), mengurangi
risiko stroke sekunder, pedoman tidak lagi merekomendasikan
penggunaannya.

▶ Terapi Anti-Platelet Ganda untuk Prevensi Sekunder

Tinjauan sistematis dan meta-analisis dari 12 percobaan acak


yang melibatkan 3766 pasien menyimpulkan bahwa, dibandingkan
dengan monoterapi aspirin, terapi antiplatelet ganda dengan
aspirin ditambah dipyridamole atau clopidogrel tampaknya aman
dan efektif dalam mengurangi rekurensi stroke pada pasien dengan
stroke iskemik akut dan kejadian vaskular lainnya (yaitu, TIA,
sindrom koroner akut, infark miokard). Terapi ganda juga dikaitkan
dengan tren yang tidak signifikan terhadap peningkatan hemoragik
mayor.
The European/Australasian Stroke Prevention in Reversible Ischemia
Trial (ESPRIT) menunjukkan bahwa kombinasi aspirin dan
dipyridamole lebih dipilih daripada aspirin saja sebagai mono-
terapi anti-trombotik untuk iskemia cerebral yang berasal dari
arteri. Dalam ESPRIT, pencegahan sekunder dimulai dalam 6 bulan
setelah TIA atau stroke ringan yang diduga berasal dari arteri.

Penambahan dipyridamole untuk terapi aspirin nampaknya


sama aman dan efektifnya baik dimulai dini atau lambat setelah

110
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

stroke. Sebuah penelitian di Jerman pada 543 pasien tidak


menemukan perbedaan signifikan dalam kecacatan pada 90 hari,
terlepas dari apakah dipyridamole dimulai dalam 24 jam setelah
stroke atau onset TIA atau setelah 7 hari monoterapi aspirin.
Sebaliknya, Management of AtheroThrombosis with Clopidogrel in
High-risk patients (MATCH) dengan percobaan serangan iskemik
transien atau stroke iskemik, dengan 7599 pasien, menemukan
bahwa menambahkan aspirin pada clopidogrel tidak secara
signifikan mengurangi kejadian vaskular utama. Namun, risiko
pendarahan yang mengancam nyawa meningkat dengan
penambahan aspirin.
Penelitian menunjukkan bahwa aspirin dikombinasikan
dengan rivaroxaban memotong laju stroke iskemik hampir
setengah tanpa secara signifikan meningkatkan risiko perdarahan
intraserebral dibandingkan monoterapi aspirin. Percobaan
Cardiovascular Outcomes for People Using Anticoagulation Strategies
(COMPASS) meneliti 27.395 pasien dengan penyakit vaskular
aterosklerotik yang stabil dibagi menjadi tiga kelompok peng-
obatan: aspirin 100 mg sehari, rivaroxaban 5 mg dua kali sehari,
dan kombinasi rivaroxaban 2,5 mg dua kali sehari dan aspirin 100
mg per hari. Hasil utama adalah gabungan dari kematian
kardiovaskular, stroke, atau infark miokard dan terjadi pada 379
pasien dalam kelompok kombinasi dibandingkan dengan 496 pasien
yang menggunakan aspirin saja. Namun, kejadian perdarahan
terjadi pada lebih banyak pasien dalam kelompok kombinasi (3,1%
vs 1,9%; HR, 1,70; 95% CI, 1,40 - 2,05; P <0,001).

▶ Stenosis Arteri Karotis

Untuk pasien yang berisiko untuk mengalami stroke dari


stenosis arteri karotis asimptomatik, pedoman pencegahan primer
AHA/ASA 2011 menyatakan bahwa penelitian yang lampau
menunjukkan operasi revaskularisasi lebih bermanfaat daripada
perawatan medis sekarang mungkin sudah 'out-of-date' karena

111
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

perbaikan dalam terapi medis. Oleh karena itu, komorbiditas


pasien individu, harapan hidup, dan preferensi harus menentukan
apakah dipilih perawatan medis saja atau revaskularisasi karotis.

▶ Atrial Fibrilasi

Atrial fibrilasi (AF) adalah faktor risiko utama untuk stroke.


Pedoman pencegahan stroke primer AHA/ASA 2011 merekomen-
dasikan skrining darurat AF dan menilai pasien untuk terapi
antikoagulasi jika AF ditemukan.

Dalam Percobaan Atrial fibrillation Clopidogrel Trial with


Irbesartan for prevention of Vascular Events (AKTIF W), antikoagulasi
oral dengan warfarin terbukti lebih unggul daripada clopidogrel
plus aspirin untuk pencegahan kejadian vaskular pada pasien
dengan AF yang berisiko tinggi terkena stroke. Namun, penelitian
ini dihentikan lebih awal karena bukti yang jelas tentang
keunggulan terapi antikoagulasi oral.

Menariknya, dalam ACTIVE W, tingkat kejadian vaskular


secara signifikan lebih tinggi pada pasien yang beralih dari warfarin
ke clopidogrel plus aspirin sebagai hasil randomisasi dibandingkan
pada pasien yang telah menggunakan warfarin sebelum
pendaftaran studi ACTIVE W dan tetap menggunakan warfarin
selama penelitian. Manfaat terapi antikoagulasi dibandingkan
terapi antiplatelet ganda jauh lebih sederhana pada pasien yang
belum pernah menggunakan warfarin sebelum memulai studi dan
kemudian dirandomisasi untuk warfarin.

Pembaruan pedoman atrial firbrilasi The 2011 ACC Foundation


(ACCF)/AHA/Heart Rhythm Society (HRS) menyatakan bahwa
dabigatran antikoagulan baru berguna sebagai alternatif untuk
warfarin pada pasien dengan AF yang tidak memiliki katup
jantung prosthetik atau penyakit katup yang signifikan secara
hemodinamik. Namun, meta-analisis 2012 menemukan peningka-
tan risiko infark miokard atau sindrom koroner akut dengan
dabigatran. Dengan munculnya antikoagulan terbaru lainnya,

112
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

American Academy of Neurology (AAN) menghasilkan pedoman


untuk pencegahan stroke pada atrial fibrilasi non-valvuar pada
tahun 2014.
Pedoman tersebut merekomendasikan bahwa dokter harus
memberikan dabigatran, rivaroxaban, atau apixaban kepada
pasien yang memiliki atrial fibrilasi non-valvular dan berisiko lebih
tinggi mengalami pendarahan intrakranial; pedoman tersebut juga
menyarankan dokter untuk menawarkan apixaban kepada pasien
dengan atrial fibrilasi non-valvular dan risiko perdarahan GI yang
memerlukan obat antikoagulan. Pedoman AAN merekomendasikan
bahwa di mana antikoagulan oral tidak tersedia, dokter mungkin
menawarkan kombinasi aspirin dan clopidogrel. Kombinasi ini
ditemukan lebih efektif daripada aspirin untuk mengurangi stroke
pada atrial fibrilasi dalam percobaan ACTIVE W meskipun itu
memang meningkatkan risiko hemoragik mayor.

P. Life’s Simple 7
American Heart Association (AHA) telah mendefinisikan
kesehatan jantung ideal berdasarkan tujuh faktor risiko (Life's
Simple 7) yang dapat ditingkatkan oleh orang-orang melalui pe-
rubahan gaya hidup. Tujuh langkah yang telah direkomendasikan
untuk meningkatkan kesehatan kardiovaskular kini juga menjadi
fokus American Stroke Association (ASA) untuk meningkatkan
kesehatan otak. Tujuh langkah, yang disebut "Life's Simple 7" juga
dapat mencegah demensia yang disebabkan oleh stroke, demensia
vaskular, dan penyakit Alzheimer dan telah dipilih sebagai metrik
untuk menentukan kesehatan otak yang optimal.
Ketujuh kriteria tersebut terdiri dari empat perilaku sehat ideal
dan tiga faktor sehat ideal sebagai berikut: status tidak merokok,
aktivitas fisik sesuai rekomendasi, indeks massa tubuh (IMT)
kurang dari 25 kg/m2, diet sehat yang konsisten dengan pedoman
terbaru, tekanan darah yang tidak diobati kurang dari 120/80
mmHg, kolesterol total yang tidak diobati kurang dari 200 mg/dL,
gula darah puasa (GDP) kurang dari 100 mg/dL.

113
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

▶ Berhenti Merokok

Langkah pertama untuk mencapai kriteria ini adalah


mengedukasi diri pribadi, memahami risiko terkait dengan
pemakaian tembakau, sehingga akan memudahkan individu untuk
menolak merokok dan pemahaman diri bahwa hidup bebas-rokok
akan memiliki banyak manfaat kesehatan yang positif. Dua puluh
menit setelah berhenti merokok, tekanan darah dan detak jantung
menjadi normal dari pengaruh nikotin, 12 kemudian kadar CO
dalam darah menjadi normal, 2–3 minggu kemudian fungsi
sirkulasi dan paru kembali normal, 1–9 bulan fungsi inspirasi
pernapasan menjadi kembali dalam dan jernih, 1 tahun kemudian
risiko penyakit jantung koroner menurun hingga 50%, dan 5 tahun
setelah tidak merokok risiko terkena stroke sama dengan mereka
yang bukan perokok.
Langkah kedua ialah individu akan cenderung berhenti
merokok untuk selamanya dengan membuat rencana yang sesuai
dengan gaya hidup yaitu: Tentukan, tanggal berhenti dalam 7 hari
ke depan; Pilih metode, kalkun dingin atau bertahap; Putuskan, jika
memerlukan bantuan dari dokter atau penggantian nikotin;
Siapkan, rencana untuk mengatasi dorongan untuk merokok pada
hari berhenti merokok; Berhenti, pada hari yang sudah ditentukan
untuk berhenti merokok.

Langkah ketiga adalah tips untuk mengatasi dorongan


merokok kembali, yaitu dengan cara: hindari situasi yang membuat
ingin merokok, aktivitas fisik dapat menghilangkan stres karena
tidak merokok, mencari dukungan keluarga dan teman untuk tetap
tidak merokok.

▶ Pola Makan Sehat sesusai Rekomendasi

Langkah pertama untuk mencapai kriteria ini memperlajari


sesuai rekomendasi (2000 kalori/hari), yaitu sayuran (segar,
didinginkan, kaleng atau kering) 5 kali penyajian atau 2,5 ons,
buah-buahan (segar, didinginkan, kaleng atau kering) 4 kali

114
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

penyajian atau 2 ons, whole grains atau gandum utuh 6 kali


penyajian atau 6 ons, olahan susu rendah (1%) atau bebas lemak 3
kali penyajian atau 3 ons, protein (ikan, unggas tanpa kulit, daging
tanpa lemak, telur, kacang-kacangan) 2 kali penyajian atau 5,5 ons,
poly- dan mono-unsatturated fat 3 sendok makan.

Langkah kedua ialah membaca dan memahami label nutrion


facts dapat membantu membuat pilihan yang lebih sehat, batasi
(minuman pemanis gula, daging berlemak jenuh, makanan asin
dan makanan olahan), dan hindari (minyak terhidrogenasi parsial,
minyak sawit, dan kalori berlebihan).

Langkah ketiga adalah tips agar sukes memenuhi kriteria ini


yaitu makan kalori yang proporsional terhadap kebutuhan aktivitas
fisik (pahami ukuran penyajian), memasak di rumah dapat
mengendalikan kandungan gizi makanan, pahami “salty six”
(daging olahan, pizza, sup, roti, sandwiches, tacos) untuk
membatasi jumlah natrium yang dimakain setiap hari.

▶ Aktivitas Fisik

Langkah pertama yaitu menentukan target, orang dewasa


setidaknya perminggu beraktivitas fisik 150 menit aktivitas aerobik
sedang (atau kombinasi sedang dan berat) atau 75 menit aktivitas
aerobik berat (atau kombinasi sedang dan berat) minimal 3 hari per
minggu dengan durasi 10 menit tiap sesi, aktivitas pembebanan
otot selama minimal hari per minggu, untuk anak hingga remaja
direkomendasikan melakukan aktivitas fisik outdoor (olahraga)
minimal 60 menit setiap hari.

Langkah kedua ialah tips untuk membantu kesuksesan


kriteria ini, yaitu jadwalkan aktivitas fisik yang efektif (misal 30
menit aktivitas 5 hari seminggu, atau 22 menit setiap hari), konsis-
tensi (ketika target tercapai jangan berhenti), dan biasakan berjalan
kaki untuk fungsi kardiovaskular dan respirasi yang optimal.

115
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

▶ Kontrol Berat Badan


Langkah pertama kriteria ini adalah memahami berapa
banyak intake kalori dan tingkat aktivitas dapat membantu
menurunkan berat badan, kurangi kalori masuk dengan cara
pemahaman diri mengenai apakah makan karena kebiasaan, stres,
atau kebosanan alih-alih rasa lapar yang sesungguhnya, dan
tingkatkan kalori yang keluar melalui aktivitas fisik sesuai
rekomendasi pada kriteria ketiga (aktivitas fisik).
Langkah kedua adalah mempelajari konsep IMT, ini dapat
membantu Anda mengetahui apakah Anda memiliki berat badan
yang sehat atau perlu menurunkan berat badan. Apabila IMT ≥25
kg/m2 disarankan untuk menurunkan berat badan.
Langkah ketiga adalah tips yang meliputi: pelajari tentang
ukuran porsi setiap hendak makan, aktivitas fisik sesuai kriteria ketiga
dan diet sehat sesuai kriteria kedua (diet dan pola makan sehat).

▶ Tekanan Darah Normal


Langkah pertama untuk mengelola tekanan darah adalah
mengetahui definisi tekanan darah normal, elevasi, hipertensi dan
krisis hipertensi. (Lampiran KTI...)
Langkah kedua adalah melakukan “Check, Change, Control”:
Check, lakukan pengukuran tekanan darah rutin (minimal 1 kali tiap
pekan) untuk mengetahui status tekanan darah; Change, apabila
tekanan darah naik diatas normal segera lakukan modifikasi pola
hidup sehat ideal; Control, jaga tensi darah dalam range normal
apabila dengan modifikasi pola hidup sehat ideal tidak tercapai
target segera lakukan konsultasi dokter untuk pengobatan anti-
hipertensi.
Langkah ketiga merupakan tips untuk mendukung suksesnya
faktor ideal ini yang meliputi kriteria-kriteria pola hidup sehat ideal
sebelumnya yaitu berhenti merokok, aktivitas fisik sesuai
rekomendasi, diet sehat sesuai rekomendasi dan kontrol berat
badan. Khusus untuk tekanan darah perlu diperhatikan lagi
mengenai konsep “salty six”.

116
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

▶ Kolesterol Total Normal

Langkah pertama faktor sehat ideal ini adalah memahami apa


itu kolesterol dan kadar kolesterol total normal. Kolesterol adalah
fat-like substance yang berasal dari dua sumber: makanan dan tubuh
dan ditemukan dalam makanan hanya dari sumber hewani. Dalam
tubuh kolesterol diangkut oleh lipoprotein, low-density lipoprotein
(LDL) dan high-density lipoproterin (HDL). HDL dikenal sebagai
kolesterol "baik" dan LDL dikenal sebagai kolesterol "buruk" karena
HDL membantu mencegah LDL dari menempel ke dinding arteri
dan mengurangi penumpukan plak, proses ini dapat menurunkan
risiko penyakit jantung dan stroke. Trigliserid merupakan salah
satu jenis kolesterol yang banyak ditemukan di tubuh. Kolesterol
total (mg/dL) adalah penjumlahan HDL, LDL dan 1/5 trigliserid.
Kolesterol total normal adalah dibawah 200 mg/dL, dengan kadar
normal untuk tiap komponennya HDL ≥60 mg/dL, LDL <100
mg/dL dan trigliserid <150 mg/dL.
Langkah kedua yaitu melakukan pengukuran kadar kolesterol
di fasilitas kesehatan dan membuat catatan pribadi mengenai
riwayat kadar kolesterol.
Langkah ketiga ialah tips-tips untuk keberhasilan faktor sehat
ideal ini yaitu dengan melakukan rekomendasi perilaku sehat ideal,
dan mengganti lemak trans atau jenuh dengan lemak tidak jenuh
(poly-unsaturated atau mono-unsaturated).

▶ Gula Darah Normal

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengetahui


penyebab naiknya kadar gula darah (AHA, 2018). Karbohidrat dan
gula dalam makanan yang dimakan berubah menjadi glukosa
(gula) melalui sistem pencernaan dan kemudian masuk ke aliran
darah. Insulin adalah hormon yang dibuat di pankreas dan
membantu sel-sel tubuh mengambil glukosa dari darah dan
menurunkan kadar gula darah. Pada diabetes mellitus tipe 2
glukosa menumpuk di dalam darah daripada masuk ke dalam sel
karena tubuh mengalami "resistensi insulin". Pankreas secara

117
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

bertahap kehilangan kapasitasnya untuk memproduksi insulin,


sehingga terjadi kondisi hiperglikemia.
Langkah kedua ialah mengetahui kadar gula darah yang
normal (Lampiran KTI ...). Langkah ketiga ialah tips-tips untuk
keberhasilan faktor sehat ideal ini yaitu dengan melakukan
rekomendasi perilaku sehat ideal.

Q. Konsultasi
Tim stroke atau profesional berpengalaman disiplin ilmu
stroke harus tersedia dalam waktu 15 menit setelah kedatangan
pasien di IGD. Konsultasi lainnya disesuaikan dengan kebutuhan
pasien. Seringkali, terapi okupasi, terapi fisik, terapi wicara, dan
ahli pengobatan dan rehabilitasi fisik dikonsultasikan pada hari
pertama rawat inap.
Konsultasi bidang kardiologi, bedah vaskular, atau bedah saraf
dapat dilakukan berdasarkan hasil pemindaian dupleks karotis,
pencitraan neuroradiologi, ekokardiografi transthoracic dan
transesophageal, dan kursus klinis. Selama dirawat di rumah sakit,
konsultasi tambahan yang bermanfaat termasuk yang berikut:
1. Koordinator perawatan kesehatan rumah
2. Koordinator rehabilitasi
3. Psikiater (umumnya untuk depresi)
4. Ahli diet

R. Diet atau Asupan Makan


Stroke iskemik dikaitkan dengan demensia vaskular; penderita
stroke hampir dua kali lipat menderita demensia daripada populasi
umum. Pasien dapat dibantu dengan mengikuti diet Mediterranean-
DASH Intervention for Neurodegenerative Delay (MIND).
Menurut sebuah studi 2018, strategi diet tersebut dapat membantu
mencegah demensia juga.

118
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

Diet MIND merekomendasikan setidaknya tiga porsi gandum


utuh sehari dan enam porsi sayuran berdaun hijau dan dua porsi
beri seminggu, dan itu mendorong konsumsi rutin sayuran lain,
ikan, ayam dan kacang-kacangan. Selain itu, direkomendasikan
minyak zaitun sebagai sumber minyak utama. Diet membatasi
asupan daging merah, makanan cepat saji, keju, makanan penutup,
dan mentega.

119
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

This page intentionally left blank

120
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

BAB 7
PEDOMAN (GUIDELINES) TERAPI
Pepi Budianto, Diah Kurnia Mirawati, Faizal Muhammad

A. PERDOSSI Tahun 2011: Trombolisis rt-PA


▶ Prosedur Pemberian rt-PA

Rekomendasi terapi stroke mengacu pertimbangan perbedaan


antara manfaat dan kerugian dalam tatalaksana yang diberikan.
Fibrinolitik dengan rt-PA secara umum memberikan manfaat
reperfusi dari proses trombolisis dan perbaikan sel serebral
(terutama area iskemik penumbra) yang bermakna. Terapi pem-
berian fibrinolitik adalah rekomendasi yang kuat dan harus
diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis stroke iskemik akut
ditegakkan melalui CT-scan (onset 3 jam pada pemberian intravena
dan 6 jam pemeberian intraarterial, dan tergantung acuan
pedoman dari riset luar negeri)
Kriteria inklusi terapi rt-PA:
1. Usia ≥ 18 tahun
2. Diagnosis klinis stroke dengan defisit neurologis yang nyata
dan jelas
3. Onset sindroma stroke dapat definisikan atau ditentukan secara
jelas (<3 jam menurut pedoman AHA 2007 atau <4,5 jam,
European Stroke Organisation [ESO] 2009)
4. Tidak ada bukti perdarahan intrakranial dari CT-Scan

121
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

5. Pasien atau keluarga paham dan menerima terkait manfaat dan


resiko yang mungkin timbul dan harus ada persetujuan secara
tertulis (informed consent) dari pasien atau keluarga untuk
dilakukan terapi rt-PA
Kriteria eksklusi terapi rt-PA:
1. Usia > 80 tahun
2. Defisit neurologi yang ringan dan cepat membaik atau
perburukan defisit neurologi yang berat
3. Gambaran perdarahan intrakranial pada pencitraan CT-scan
4. Riwayat trauma kepala atau stroke dalam 3 bulan terakhir
5. Infark multilobar (gambaran hipodens > 1/3 hemisfer serebri)
6. Kejang pada saat onset stroke
7. Kejang dengan gejala sisa kelainan neurologis post-ictus
8. Perdarahan aktif atau trauma akut (fraktur) pada temuan
pemeriksaan fisik
9. Riwayat pembedahan mayor atau trauma berat dalam 2 minggu
sebelumnya
10. Riwayat perdarahan gastrointestinal atau saluran genitouri-
naria dalam 3 minggu sebelumnya
11. Tekanan darah sistolik >185 mmHg, diastolik >110 mmHg
12. Glukosa darah <50 mg/dl atau >400 mg/dl
13. Gejala perdarahan subarcahnoid (misal: nyeri kepala akut
thunderclap, tanda rangsang meningeal positif, hemoragik
subhyaloid pada pemeriksaan ophthalmoskop)
14. Pungsi arteri pada tempat yang tidak dapat dikompresi atau
pungsi lumbal dalam 1 minggu sebelumnya
15. Jumlah platelet <100.000/mm3
16. Mendapat terapi heparin dalam 48 jam yang berhubungan
dengan peningkatan aPTT
17. Gambaran klinis adanya perikarditis pasca infark miokard

122
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

18. Infark miokard dalam 3 bulan sebelumnya


19. Wanita hamil
20. Tidak sedang mengkonsumsi antikoagulan oral, atau bila
sedang dalam terapi antikoagulan diharuskan nilai INR <1,7.
Rekomendasi terapi rt-PA:
1. Pemberian IV rt-PA dosis 0,9 mg/KgBB (maksimum 90 mg),
10% dari dosis total diberikan sebagai bolus inisial, dan
sisanya diberikan sebagai infus selama 60 menit, terapi
tersebut harus diberikan dalam rentang waktu 3 jam dari onset
terjadinya sindroma stroke (AHA/ASA, Class I, Level of
Evidance [LoE] A). Pemberian rt-PA ini harus sesuai dengan
kriteria inklusi dan esklusi diatas.
2. Pemberian rt-PA direkomendasikan secepat mungkin yaitu
dalam rentang waktu 3 jam (AHA/ASA, Class I, LoE A) atau
4,5 jam (ESO 2009).
3. Disamping komplikasi hemoragik, efek samping lain yang
mungkin terjadi dan harus diperhatikan yaitu angioedema yang
dapat menyebabkan obstruksi parsial airway. (AHA/ASA,
Class I, LoE C).
4. Pasien dengan hipertensi yang tekanan darahnya dapat
diturunkan dengan obat antihipertensi secara aman, harus
dijaga kestabilan tekanan darah sebelum memulai rt-PA
(AHA/ASA, Class II A, LoE B).
5. Pasien dengan kejang pada saat onset stroke mungkin dapat
diberikan terapi rt-PA selama kelainan neurologis yang timbul
merupakan akibat sekunder dari stroke dan bukan merupakan
fenomena post ictus dan bukan merupakan kejang karena
epilepsi. (AHA/ASA, Class I, LoE C).
6. Trombolisis intraarterial merupakan terapi alternatif pada
pasien tertentu dengan stroke berat, onset <6 jam dan disebab-
kan oleh penyumbatan MCA yang tidak memenuhi syarat
untuk pemberian trombolisis intravena (AHA/ASA, Class I,
LoE B).

123
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

7. Terapi trombolisis intraarterial harus dilakukan pada pusat


pelayanan stroke yang mempunyai fasilitas angiografi cerebral
dan ahli intervensi yang berpengalaman (AHA/ASA, Class I,
LoE C).
8. Trombolisis intraarterial yang memungkinkan untuk pasien
dengan kontraindikasi penggunaan trombolisis intravena,
seperti adanya riwayat pembedahan yang baru (AHA/ASA,
Class IIA, Level of evidance C).
9. Ketersediaan trombolisis intraarterial tidak menggantikan
permebetian rt-PA intravena pada pasien yang memenuhi
kriteria diatas (AHA/ASA, Class III, LoE C).

Tabel 7.1 - Deskripsi aplikasi klasifikasi rekomendasi dan Level of Evidence (LoE)
menurut pedoman (guideline) AHA/ASA Tahun 2011.
Class I Class II A Class II B Class III
Keuntungan Keuntungan Keuntungan ≥ Risiko ≥
>>> risiko >> risiko risiko keuntungan

Prosedur/ter Dibutuhkan Dibutuhkan Prosedur/ter


api studi-studi studistudi api sebaiknya
sebaiknya tambahan dengan tujuan tidak
dilakukan dengan luas dilakukan
tujuan karena tidak
spesifik Data register menguntung
tambahan kan dan bisa
Prosedur/ akan berbahaya
terapi membantu
beralasan
untuk Prosedur/tera
dilakukan pi dapat
dipertimbang
kan
Lev Rekomendasi Rekomendasi Efikasi Rekomendasi
el A prosedur/ter prosedur/ rekomendasi prosedur/
api tergolong terapi kurang terapi tidak
efektif cenderung mantap berguna dan
efektif

124
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

Cukup bukti Beberapa Bukti dapat


dari bukti yang bertentangan berbahaya
beberapa uji bertentangan lebih banyak
klinis acak dari uji-uji dari uji-uji Cukup bukti
ata meta klinis acak klinis acak dari beberapa
analisis atau atau meta uji klinis acak
metaanalisis analasis atau meta
analisis
Lev Rekomendasi Rekomendasi Efikasi Rekomendasi
el B prosedur/ter prosedur/ter rekomendasi prosedur/ter
api tergolong api kurang api tidak
efektif cenderung mantap berguna dan
efektif dapat
Bukti dari uji Bukti berbahaya
klinis acak Beberapa bertentangan
tunggal atau bukti yang lebih banyak Bukti dari uji
studi tidak bertentangan dari uji klinis klinis acak
acak dari uji klinis acak tunggal tunggal atau
acak tunggal atau studi studi tidak
atau studi tidak acak acak
tidak acak
Lev Rekomendasi Rekomendasi Efikasi Rekomendasi
el C prosedur/ter prosedur/ter rekomendasi prosedur/ter
api tergolong api kurang api tidak
efektif cenderung mantap berguna dan
efektif dapat
Hanya opini Hanya opini berbahaya
ahli, studi Hanya opini ahli yang
kasus, atau ahli yang bervariasi, Hanya opini
standar bervariasi, studi kasus, ahli, studi
pelayanan studi kasus, atau standar kasus, atau
atau standar pelayanan standar
pelayanan pelayanan

125
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

▶ Rekomendasi National Health Institue (NIH) terkait Response


Time rt-PA di IGD
Golden hour untuk rencana pemberian rt-PA (<60 menit):
1. Pasien tiba di IGD dengan diagnosis stroke
2. Evaluasi dan pemeriksaan pasien oleh triage (termasuk
anamnesis, permintaan laboratorium dan menilai NIHSS)
waktu <10 menit
3. Didiskusikan oleh tim stroke (termasuk keputusan tindakan
pemberian rt-PA) waktu <15 menit
4. Dilakukan pemeriksaan CT-scan kepala, waktu <25 menit
5. Hasil pemeriksaan CT-scan kepala dan laboratorium, waktu
<45 menit
6. Pemberian rTPA (bila pasien memenuhi kriteria inklusi), waktu
<60 menit

▶ Protokol Penggunaan IV rt-PA

Protokol penggunaan rt-PA intravena adalah sebagai berikut:


1. Infus rt-PA 0,9 mg/kg (maksimum 90 mg) dalam 60 menit
dengan 10% dosis diberikan sebagai bolus dalam 1 menit
2. Masukkkan pasien ke ICU atau unit stroke untuk pemantauan
3. Lakukan penilaian neurologi setiap 15 menit selama pemberian
infus dalam setiap 30 menit setelahnya selama 6 jam berikutnya,
kemudian tiap jam hingga 24 jam setelah terapi
4. Bila terdapat nyeri kepala berat, hipertensi akut, mual, atau
muntah, hentikan infus (bila rt-PA sedang dimasukkan) dan
lakukan CT-scan segera
5. Ukur tekanan darah setiap 15 menit selama 2 jam pertama dan
setaip 30 menit selama 6 jam berikutnya, dan kemudian setiap
jam hingga 24 jam setelah terapi
6. Naikkan frekuensi evaluasi pengukuran tekanan darah bila
tekanan darah sistolik >180 mmHg atau bila diastolik >105
mmHg; berikan terapi antihipertensi untuk mempertahankan

126
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

tekanan darah pada level ini atau level dibawahnya (lihat


tatalaksana hipertensi pada stroke iskemik akut pada subbab
selanjutnya)
7. Tunda pemasangan nasogastric tube, kateter urin atau kateter
tekanan intraarterial
8. Lakukan CT-scan untuk follow-up dalam 24 jam sebelum
pemberian antikoagulan atau antiplatelet

▶ Tatalaksana Hipertensi pada Stroke Iskemik Akut yang akan


diberi rt-PA
Tekanan darah sistolik> 185 mmHg atau diastolik >110 mmHg:
1. Labetalol 10-20 mg IV selama 1-2 menit, dapat diulangi 1x; atau
2. Nitropaste 1-2 inchi; atau
3. Infuse nicardipine 5 mg/jam, titrasi dinaikkan 2,5 mg/jam
dengan interval 5-15 menit, saat tekanan darah yang diinginkan
tercapai, turunkan menjadi 3 mg/jam
4. Bila tekanan darah tidak turun dan tetap >185/110 mmHg,
jangan berikan IV rt-PA

Manajemen tekanan darah selama dan setelah penggunaan rt-PA:


1. Monitor tekanan darah tiap 15 menit selama terapi dan selama
2 jam berikutnya, kemudian tiap 30 menit selama 6 jam,
kemudian setiap jam selama 16 jam
2. Tekanan darah sistolik 180-230 mmHg atau diastolik 105-120
mmHg:
‒ Labetalol 10 mg IV selama 1-2 menit, dapat diulangi setiap
10-20 menit, dosis maksimum 300 mg; atau
‒ Labetalol 10 mg IV dilanjutkan infuse 2-8 mg/menit
3. Tekanan darah sistolik >230 mmHg atau diastolik 120-140
mmHg:
‒ Labetalol 10 mgIV selama 1-2 menit, dapat diulangi setiap
10-20 menit, dosis maksimum 300 mg; atau

127
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

‒ Labetalol 10 mg IV dilanjutkan infuse 2-8 mg/menit; atau


‒ Infuse nikardipin 5 mg/jam, dititrasi hingga efek yang
diinginkan tercapai 2,5 mg/jam tiap 5 menit, maksimum 15
mg/jam
‒ Bila tekanan darah tidak terkontrol, pertimbangkan natrium
nitroprusid

▶ Monitor Risiko Hemoragik selama Pemberian rt-PA

Kategori perdarahan selama pemberian rt-PA:


1. Perdarahan internal termasuk perdarahan pada intrakranial
dan retriperitoneal atau traktus gastrointestinal, genitourinaria
dan respiratoria
2. Perdarahan pada permukaan (superfisial) dilihat terutama
tempat dilakukan pemberian rt-PA (misal: robekan vena,
tempat tusukan arteri, bekas operasi yang masuh baru)
Pemberian rt-PA harus segera hentikan bila terdapat
perdarahan yang dianggap serius (misal: perdarahan tidak dapat
dihentikan dengan penekanan lokal).

B. AHA/ASA Tahun 2018: Trombektomi Mekanik


Pedoman terbaru dari American Heart Association (AHA) dan
American Stroke Association (ASA) memperpanjang batas waktu
trombektomi mekanik dari 6 jam hingga 24 jam pada pasien
tertentu. Pedoman baru ini merekomendasikan trombektomi pada
pasien yang memenuhi syarat 6 sampai 16 jam setelah stroke. Dan
juga memperluas kriteria kelayakan dengan memungkinkan pasien
yang tidak memenuhi syarat untuk IV rt-PA untuk menjalani
trombektomi mekanik dalam waktu 6 jam.
Pasien harus dipertimbangkan untuk menjalani trombektomi
dalam waktu kurang dari 6 jam setelah onset stroke jika mereka
memiliki gumpalan besar di salah satu pembuluh darah besar di
basis otak dan memenuhi kriteria berikut:

128
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

1. Skor modified-Rankin Scale (mRS) pre stroke 0 hingga 1


2. Kausa oklusi adalah dari arteri karotis interna atau segmen
MCA1 (M1)
3. Usia di atas 18 tahun
4. Skor NIHSS yaitu 6 atau lebih besar; dan
5. Skor Alberta Stroke Program Early CT (ASPECTS) yaitu 6 atau
lebih besar

C. ESO Tahun 2019: Trombektomi Mekanik


ESO tahun 2019 menerbitkan pedoman tentang trombektomi
mekanik pada stroke iskemik akut. Rekomendasi ini meliputi:
1. Trombektomi mekanik (TM) plus best medical management
(BMM) direkomendasikan untuk orang dewasa dengan stroke
iskemik akut sirkulasi anterior pembuluh besar yang timbul
dalam waktu 6 jam setelah onset gejala.
2. TM plus BMM direkomendasikan untuk orang dewasa dengan
stroke iskemik akut yang berhubungan dengan stroke sirkulasi
anterior pembuluh besar yang terjadi antara 6 dan 24 jam dari
onset stroke dan memenuhi kriteria inklusi sesuai uji klinis
DEFUSE-3 dan DAWN.
3. IV rt-PA plus TM direkomendasikan untuk pasien dengan
stroke iskemik terkait oklusi pembuluh besar. Kedua perawatan
harus dilakukan sesegera mungkin setelah pasien tiba di rumah
sakit.
4. TM ditambah BMM (termasuk IV rt-PA bila diindikasikan)
direkomendasikan untuk pasien ≥80 tahun dengan stroke
iskemik akut terkait oklusi pembuluh besar yang timbul dalam
waktu 6 jam setelah onset gejala.
5. TM plus BMM (termasuk IV rt-PA bila diindikasikan) direko-
mendasikan dalam rentang waktu 0–6 jam untuk pasien dengan
stroke sirkulasi anterior terkait oklusi pembuluh besar tanpa
bukti inti infark (infarct core) yang luas.

129
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

6. TM plus BMM (termasuk IV rt-PA bila diindikasikan)


direkomendasikan dalam rentang waktu 6-24 jam untuk pasien
dengan stroke sirkulasi anterior terkait-oklusi pembuluh besar
yang memenuhi kriteria inklusi sesuai uji klinis DEFUSE-3 dan
DAWN.
7. Pencitraan tingkat lanjut tidak diperlukan untuk pemilihan
pasien pada pasien dewasa dengan stroke iskemik sirkulasi
anterior akut yang muncul dari 0-6 jam dari onset gejala stroke
yang diketahui dengan baik. Namun, pencitraan lanjut
diperlukan dalam kelompok ini, jika pasien datang lebih dari 6
jam dari onset gejala stroke yang diketahui dengan baik.

130
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

BAB 8
TERAPI MEDIKAMENTOSA
(FARMAKOLOGIS)
Pepi Budianto, Stefanus Erdana Putra, Faizal Muhammad

Sementara hanya 1 obat, rt-PA (alteplase), telah menunjukkan


efikasi dan efektivitas dalam mengobati stroke iskemik akut dan
disetujui oleh FDA, kendari demikian obat-obat lain sama penting-
nya dalam pengobatan pasien stroke iskemik. Agen tambahan
mungkin diperlukan untuk penyakit komorbiditas pada banyak
pasien dengan stroke. Obat untuk manajemen stroke iskemik dapat
didistribusikan ke dalam kategori berikut:
1. Trombolitik (fibrinolitik)
2. Antikonvulsan
3. Antiplatelet
4. Antikoagulan
5. Analgesik
6. Beta-blocker
7. ACE Inhibitor
8. Calcium Channel Blocker (CCB)
9. Vasodilator – Neuroprotektor

131
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

A. Trombolitik (Fibrinolitik)
Agen trombolitik (lebih tepatnya, fibrinolitik) agen yang
mengubah plasminogen yang terperangkap menjadi plasmin dan
menginisiasi fibrinolisis lokal dengan mengikat fibrin dalam
gumpalan.

▶ Alteplase (Actilyse)
Komposisi Alteplase (rekombinan activator plasminogen jenis
jaringan manusia)
Indikasi Pengobatan trombolitik pada infark miokard akut,
emboli pulmonal massif akut dengan hemodinamik
tidak stabil, dan stroke iskemik akut
Dosis Stroke iskemik akut: 0,9 mg/kgBB secara infus
selama 60 menit dengan 10% dosis total diberikan
sebagai bolus IV awal. Terapi mulai diberikan dalam
waktu 3 jam sejak onset gejala
Kontraindikasi (Lihat subbab 7.1, Prosedur Pemberian rt-PA)
Perhatian Perdarahan. Terapi tidak boleh dimulai lebih dari 3
khusus jam setelah onset gejala. Monitor tekanan darah
sampai dengan 24 jam selama terapi
Efek samping Perdarahan, embolisasi Kristal kolesterol atau
trombotik, ekimosis, epitaksis, penurunan drastic
tekanan darah, reaksi anafilaktoid, peningkatan suhu
tubuh
Interaksi obat Antikoagulan kumarin, penghambat agregasi
platelet, heparin dan obat lain yang mempengaruhi
koagulasi, ACE inhibitor
Sediaan Vial 50 mg + vial 50 mL water for injection & IV kit x
1 (Rp 6.547.530)
FDA* C

* Kategori keamanan kehamilan menurut US FDA. Category A -


Adequate and well-controlled studies have failed to demonstrate a risk
to the fetus in the first trimester of pregnancy (and there is no evidence
of risk in later trimesters). Category B - Animal reproduction studies
have failed to demonstrate a risk to the fetus and there are no adequate
and well-controlled studies in pregnant women. Category C - Animal
reproduction studies have shown an adverse effect on the fetus and

132
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

there are no adequate and well-controlled studies in humans, but


potential benefits may warrant use of the drug in pregnant women
despite potential risks. Category D - There is positive evidence of
human fetal risk based on adverse reaction data from investigational or
marketing experience or studies in humans, but potential benefits may
warrant use of the drug in pregnant women despite potential risks.
Category X - Studies in animals or humans have demonstrated fetal
abnormalities and/or there is positive evidence of human fetal risk
based on adverse reaction data from investigational or marketing
experience, and the risks involved in use of the drug in pregnant
women clearly outweigh potential benefits.

B. Anti-Konvulsan
Sementara kejang yang terkait dengan stroke relatif jarang
terjadi, kejang berulang mungkin mengancam jiwa. Umumnya,
agen yang digunakan untuk mengobati kejang berulang juga di-
gunakan pada pasien dengan kejang setelah stroke. Benzodiazepin,
biasanya diazepam dan lorazepam, adalah obat lini pertama untuk
kejang yang berkelanjutan.

▶ Diazepam (Valisanbe)
Komposisi Diazepam
Indikasi Neurotikm psikosomatik, reumatik dan gangguan
otot akibat trauma, gejala putus alkohol, status
epilepticus, kondisi pra dan pasca operasi
Dosis Tab dewasa 2-5 mg, anak 6-14 tahun 2-4 mg, <6 tahun
1-2 mg. Seluruh dosis diberikan 3x/hari/ Ampul
status epilepticus, tetanus atau spasme otot berat
dewasa 5-10 mg IM/IV. Anak 1-2 mg IM/IV
Kontraindikasi Psikosis berat, glaucoma sudut sempit akut. Bayi
premature atau baru lahir, serangan asma akut,
miastenia gravis, Hamil trimester I
Perhatian Epilepsi, gangguan kardiovaskular, hati, dan ginjal.
khusus Insufisiensi pernapasan. Hamil, laktasi, neonates,
lansia. Mengganggu kemampuan mengemudi atau
menjalankan mesin

133
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

Efek samping Gangguan mental, mengantuk, amnesia,


ketergantungan, pengelihatan kabur, retensi urin,
depresi pernapasan, hipotensi. Ampul: ataksia,
depresi pulmonal, tremor, vertigo, konstipasi,
gangguan bicara
Interaksi obat Antikoagulan, obat relaksan otot
Sediaan Tab 2 mg x 10 x 10 (Rp 12.500). 5 mg x 10 x 10 (Rp
19.500). Amp 10 mg/2 mL x 10 (Rp 105.00)
FDA D

▶ Lorazepam (Merlopam)
Komposisi Lorazepam
Indikasi Pengobatan jangka pendek gejala ansietas atau
ansietas yang berhubungan dengan depresi
Dosis Dosis lazim: 2-6 mg/hari dalam dosis terbagi. Dosis
harian bervariasi 1-10 mg. Lansia atau pasien kondisi
lemah awal 1-2 mg/hari dosis terbagi. Premedikasi
2-4 mg sebelum tidur atau 1-2 mg sebelum operasi
Kontraindikasi Hipersensitif terhadap benzodiazepine, glaucoma
sudut sempit, insufisiensi pernapasan berat,
myasthenia gravis, sindrom apnea tidur
Perhatian Jangan mengendarai atau mengoperasikan mesin.
khusus Hamil, laktasi, anak <12 tahun. Insufisiensi
pulmonal kronik, gangguan fungsi hati dan ginjal
Efek samping Sedasi diikuti pusing, lemah, lesu, disorientasi,
depresi, mual, sakit kepala, gangguan tidur, agitasi,
hipotensi, amnesia
Interaksi obat Depresan SSP (barbiturate atau alkohol)
Sediaan Tab salut selaput 0,5 mg x 10 x 10 (Rp 95.000), 2 mg x
10 x 10 (Rp 260.000)
FDA D

C. Antiplatelet
Meskipun agen antiplatelet telah terbukti bermanfaat untuk
mencegah stroke berulang atau stroke setelah serangan iskemik
transien (TIA), efikasi dalam pengobatan stroke iskemik akut belum

134
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

dibuktikan. Terapi aspirin dini direkomendasikan dalam waktu 48


jam dari timbulnya gejala stroke tetapi harus ditunda setidaknya 24
jam setelah pemberian rt-PA. Aspirin tidak boleh dianggap sebagai
alternatif fibrinolisis intravena atau terapi lain yang bertujuan
meningkatkan hasil setelah stroke.

▶ Aspirin (Aspilet)
Komposisi Acetylsalicylic acid
Indikasi Pengobatan dan pencegahan angina pectoris dan
infark miokardium
Dosis 1 tab 1x/hari
Kontraindikasi Gangguan perdarahan, asma, ulkus peptikum aktif
Perhatian Dispepsia, disfungsi ginjal dan hati, porfiria, hamil,
khusus laktasi, anak
Efek samping Ulkus peptikum, gangguan GIT, peningkatan waktu
perdarahan, hipoprotrombinemia, reaksi
hipersensitif, pusing, tinnitus
Interaksi obat Alkohol, antikoagulan, probenesid, sulfonilurea
Sediaan Tab kunyah 80 mg x 100 (Rp 36.700)
FDA C, D (jikan digunakan dosis penuh pada trimester III)

▶ Clopidogrel (Clidorel)
Komposisi Clopidogrel
Indikasi Pencegahan kejadian aterotrombotik pada pasien
infark miokard, stroke iskemik, atau penyakit arteri
perifer. Pasien yang menderita ACS, ACS tanpa
elevasi ST (angina tidak stabil atau infark miokard
non-Q wave), termasuk pasien yang menjalani
pemasangan stent sesudah intervensi coroner
perkutan, sebagai kombinasi dengan aspirin,
peningkatan segmen ST pada infark miokard akut,
kombinasi dengan aspirin pada pasien yang
mendapat pengobatan medis dan memenuhi syarat
untuk menjalani terapi trombolitik
Dosis Dewasa 75 mg 1x/hari. Angina tidak stabil 300 mg
kemudian lanjutkan dengan dosis 75 mg 1x/hari
Kontraindikasi Gangguan hati berat, perdarahan patologis aktif
seperti tukak peptic, perdarahan intracranial. Hamil
dan laktasi

135
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

Perhatian Risiko perdarahan karena trauma, pembedahan, lesi


khusus GIT atau intraokuler, infark miokard akut dengan
peningkatan segmen ST, stroke iskemik akut,
gangguan fungsi ginjal, hati yang berhubungan
dengan diatesis hemoragik
Efek samping Perdarahan, gangguan hematologi dan GIT, sakit
kepala, ruam, pruritus, pusing, paresthesia
Interaksi obat Aspirin, heparin, glikoprotein IIb/IIa inhibitor,
OAINS, warfarin, trombolitik
Sediaan Tab salut selaput 75 mg x 30 (Rp 375.000)
FDA C

D. Antikoagulan
Antikoagulan seperti warfarin digunakan untuk pencegahan
stroke sekunder.

▶ Warfarin (Simarc-2)
Komposisi Warfarin Na
Indikasi Pengobatan dan pencegahan thrombosis vena. Terapi
tambahan untuk mengatasi penyumbatan koroner
Dosis Dewasa dosis bersifat individual. Dosis awal: 5-10
mg/hari selama 2 hari. Penyesuaian dosis dilakukan
menurut hasil INR. Dosis pemeliharaan 2-10 mg/hr
Kontraindikasi Kondisi potensial perdarahan, pembedahan segera,
anestesi lumbal, pre eclampsia, eclampsia, ancaman
abortus, hamil
Perhatian khusus Kerusakan hati dan ginjal
Efek samping Perdarahan, ileus paralitik, perdarahan uterus
berlebihan, nekrosis pada kulit dan jaringan lain
Interaksi obat Efek obat berkurang oleh pemberian aminoglutetimida,
barbiturate, karbamazepin, griseovulfin, fenobarbital,
primidone, rifampisin, vit.K. Efek obat meningkat oleh
anabolic steroid, amiodarone, antibiotika, simetidin,
klfibrat, danazol, disulfiram, imidazole, anti-fungal,
omeprazole, fenitoin, temoksifen, propafenon, tiroksin
Sediaan Tab 2 mg x 10 x 10 (Rp 120.000)
FDA X

136
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

▶ Dabigatran (Pradaxa)
Komposisi Dabigatran etexilate
Indikasi Pencegahan primer kejadian tromboemboli vena pada
pasien dewasa yang menjalani operasi elektif peng-
gantian os coxae atau total knee surgery. Pencegahaan
stroke dan emboli sistemik dengan atrial fibrilasi
dengan sekurang-kurangnya 1 faktor risiko tambahan
untuk stroke iskemik sebelumnya, TIA, emboli sistemik,
gangguan fungsi ventrikel sinistra
Dosis Untuk pencegahan stroke embolidengan atrial fibrilasi:
150 mg 2 kapsul/hari, terapi harus dilanjutkan seumur
hidup
Kontraindikasi Gangguan ginjal berat (bersihan kreatinin <30mL/
menit), menifestasi hemoragik, lesi organ yang memiliki
risiko perdarahan klinis yang bermakna, tempat yang
dipasangi kateter spinal atau epidural dan selama
berjam-jam pertama setelah kateter dilepas. Pengobatan
bersama dengan ketokonazol sistemik
Perhatian Gangguan hati, risiko perdarahan, anestesi spinal atau
khusus epidural, pungsi lumbal, anak <18 tahun. Hamil dan
laktasi
Efek samping Anemia, trombositopenia, hipersensitivitas, hematoma,
perdarahan, epitaksis, hemoptysis, gangguan GIT dan
hati, hematuria, hematoma traumatik
Interaksi obat Antagonis vit.K, amiodarone, verapamil, kuinidin,
klaritromisin, ketokonazol, rifampisin, St.John’s wort,
karbamazepin
Sediaan Kaps 75 mg x 3 x 10 (Rp 554.950). 110 mg x 3 x 10 (Rp
554.950). 150 mg x 3 x 10 (Rp 554.950)
FDA C

137
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

E. Analgesik
Hipertermia pada stroke akut berpotensi berbahaya dan harus
diobati. Agen dengan potensi risiko perdarahan harus dihindari,
jika mungkin.

▶ Acetaminophen/Paracetamol (Panadol)
Komposisi Paracetamol
Indikasi Meredakan sakit kepala, sakit gigi, myalgia, dan
menurunkan demam yang menyertai flu dan demam
pasca vaksinasi
Dosis Dewasa 1-2 kapl 3-4 x/hari, maks: 8 kapl/hari. Anak
7-12 tahun: ½-1 kapl 3-4x/hr, maks: 4 kapl/hari
Kontraindikasi Gangguan fungsi hati
Perhatian Pasien dengan penyakit ginjal. Dapat meningkatkan
khusus risiko hepatotoksisitas (terutam yang minum
alkohol). Penggunaan obat lain yang mengandung
paracetamol
Efek samping Kerusakan hati akibat pemberian jangka panjang,
dosis besar. Hipersensitivitas
Sediaan Kapl 500 mg x 10 (Rp 6.900)
FDA B

F. Beta-blocker
Manajemen tekanan darah yang optimal pada stroke akut
tetap menjadi bahan perdebatan. Parameter pengobatan sangat
tergantung pada apakah pasien adalah kandidat untuk terapi
fibrinolitik. Sementara tekanan darah target mungkin berbeda,
agen terapeutik utamanya sama.

▶ Labetalol (Trandate)
Komposisi Labetalol HCl
Indikasi Terapi hypertensi emergensi, hipotensive
anaesthesia, hipertensi setelah infark miokard,
hipertensi pada kehamilan, hipertensi.
Dosis Hipertensi emergensi: 20 mg injeksi pelan selama 2
menit, dilanjutkan dengan 40-80 mg setiap 10 menit,

138
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

jika perlu hingga 300 mg. Pasien harus dalam posisi


supine selama 3 jam setelah prosedur.
Kontraindikasi Penyakit obstruksi saluran napas, blok=ck jantung
derajat 2-3, syok cardiogenik, kondisi dengan
hipotensi lama, gagal jantung uncompensated,
severe bradikarida.
Perhatian Pheochromocytoma, fungsi jantung inadekuat, gagal
khusus jantung well-compensated, DM, bronchospasm non-
alergik. Operasi dengan anestesi umum. Mimic
gejala hipoglikemia. Cegah 'abrupt withdrawal'
karena dapat menyebabkan eksaserbasi angina.
Gangguan hati. Lansia, hamil, laktasi.
Efek samping Intraoperative floppy iris syndrome, orthostatic
hipotensi, bradikardi, sinkop, paresthesia, pusing,
dyspnea, fatigue, vertigo, nyeri kepala, diare, nyeri
abdomen, tremor, kelemahan otot, retensi urin,
hepatitis, jaundice, rash, peningkatan transaminase,
mimipi buruk, klaudikasio
Interaksi obat Sinergis dengan Halothane. Meningkatkan bio-
availabilitas cimetidine. Penurunan bioavailibilitas
dengan glutethimide. Efek hipotensif additif dengan
nitrogliserin. Risiko bradikardi atau blok dengan
CCB (verapamil, diltiazem)
Sediaan Injeksi solusi 5 mg/mL. Tab 100 mg, 200 mg, 300 mg
FDA IV/Parenteral/PO: C

G. ACE Inhibitor
Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor mencegah
konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, vasokonstriktor yang
kuat, sehingga sekresi aldosteron lebih rendah.

▶ Enarapril (Tenaten)
Komposisi Enarapil maleate
Indikasi Hipertensi, gagal jantung
Dosis Dosis umum: 10-40 mg/hari. Hipertensi esensial
awal 5 mg 1x/hari. Pemeliharaan: 10-20 mg 1x/hari.
Lansia awal 2,5 mg 1x/hari.

139
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

Kontraindikasi Riwayat angioedema yang berhubungan dengan


terapi ACE inhibitor
Perhatian Dosis rendah diperlukan pada pasien dengan
khusus gangguan ginjal dan stenosis arteri renalis. Pasien
yang mengalami pembedahan mayor atau selama
anestesi mengalami hipotensi. Gagal ginjal, DM dana
tau penggunaan diuretic hemat K. Hamil, laktasi,
anak.
Efek samping Pusing, sakit kepala, lelah, astenia, hipotensi
ortostatik, mual, diare, kram otot, ruam kulit, batuk
(kadang-kadang)
Interaksi obat Antihipertensi lain, suplemen K atau diuretic hemat
K.
Sediaan Tab 10 mg x 5 x 10 (Rp 125.000)
FDA D

H. Calcium Channel Blocker (CCB)


CCB nicardipine menghambat masuknya ion kalsium ke otot
polos pembuluh darah dan miokardium.

▶ Nicardipine (Nidaven)
Komposisi Nicardipine HCl
Indikasi Terapi kedaruratan krisis hipertensi akut selama
pembedahan, Kegawatdaruratan hipertensi
Dosis 0,5-6 mcg/kgBB/menit secara infus drip IV dengan
kecepatan 0,5 mcg/kgBB/ menit hingga tercapai
tekanan darah yang diinginkan dan selanjutnya
lakukan penyesuaian dosis
Kontraindikasi Hipersensitivitas. Dugaan hemostatis inkomplit
sesudah terjadi perdarahan intracranial.
Peningkatan tekanan intracranial pada stadium akut
stroke
Perhatian Gangguan fungsi hati atau ginjal, stenosis aorta.
khusus Hamil, laktasi, anak, lansia
Efek samping Ileus paralitik, hipoksemia, angina, dyspnea,
trombositopenia, gangguan fungsi hati, icterus,
takikardia, palpitasi, rasa panas dan kemerahan

140
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

pada wajah, rasa tidak enak badan yang


menyeluruh, peningkatan BUN kreatinin, mual,
muntah, sakit kepala, demam, penurunan volume
urin, kekakuan pada tubuh, nyeri punggung,
peningkatan kalsium serum
Interaksi obat Saquinavir, ritonavir, obat hipotensi lainnya. Beta
blocker, fentanyl, gidoksin, fenitoin, rifampisin,
simetidin. Imunosupresan, dantrolen Na,
tandospiron sitrat, nitrogliserin, relaksan otot
Sediaan Inj 10 mg/10 mL x 10 (Rp 1.300.000)
FDA C

I. Vasodilator - Neuroprotektor
Vasodilator menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi
langsung (neurotransmisi serebral) dan relaksasi otot polos
pembuluh darah. Vasodilator lebih banyak digunakan untuk me-
nurunkan tekanan darah dalam situasi yang parah atau refraktori
dan harus digunakan dengan hati-hati. Agen neuroprotektor
mencegah dan memblok kematian sel neuron di area iskemik
penumbra. Memperbaiki aliran darah otak serta metabolisme
regional di daerah iskemia.

▶ Citicoline (Beclov)
Komposisi Citicoline
Indikasi Penurunan kesadaran akibat kerusakan atau bedah
otak, trauma, dan infark serta infeksi cerebral.
Mempercepat pemulihan ekstremitas atas pada pasien
dengan hemiplegia yang menyertai apopleksia serebral.
Pasien dengan paralisis ekstremitas bawa yang relative
ringan dalam 1 tahun terakhir dan sedang menjalani
rehabilitasi serta mendapat terapi obat oral biasa
Dosis 1000 mg IV 1x/hari selama 2 minggu berturut-turut
Perhatian Harus diberikan bersama dengan obat yang
khusus menurunkan tekanan intracranial atau anti perdarahan,
jaga agar suhu tubuh tetap rendah pada situasi akut dan
seirus. Berikan secara IV perlahan, pemberian IM hanya

141
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

dilakukan bila tidak ada efek samping dan terbatas pada


kebutuhan dosis yang minimal. Hindari pemberian
injeksi pada tempat yang sama. Hipersensitivitas. Anak,
bayi premature, bayi baru lahir
Efek samping Hipersensitivitas (ruam), insomnia, sakit kepala, pusing,
konvulsi, mual, anoreksi, diplopia, rasa hangat, fungsi
hati abnormal
Sediaan Amp 125 mg/mL x 2 mL x 5 (Rp 136.500)

142
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

BAB 9
PROGNOSIS & EDUKASI PASIEN
Diah Kurnia Mirawati, Hanindya Riani Prabaningtyas, Muhammad Hafizhan

A. Prognosis Pasien Stroke


Dalam studi Framingham dan Rochester, tingkat kematian
keseluruhan pada 30 hari setelah stroke adalah 28%, tingkat
kematian pada 30 hari setelah stroke iskemik adalah 19%, dan
tingkat kelangsungan hidup 1 tahun untuk pasien dengan stroke
iskemik adalah 77%. Namun, prognosis setelah stroke iskemik akut
sangat bervariasi pada masing-masing pasien, tergantung pada
tingkat keparahan stroke dan pada kondisi premorbid pasien,
usia, dan komplikasi pasca stroke.
Sebuah penelitian yang menggunakan pedoman Get With The
Guidelines-Stroke yang besar dengan skala nasional, menemukan
bahwa baseline skor National Institutes of Health Stroke Scale
(NIHSS) adalah prediktor terkuat dari risiko kematian dini,
bahkan lebih daripada model prediksi mortalitas yang digunakan
saat ini yang menggabungkan banyak data klinis. Emboli
kardiogenik dikaitkan dengan kematian tertinggi dalam kurun
waktu 1 bulan pada pasien dengan stroke akut.
Pada akhir 2018, skor klinis baru dikembangkan untuk
mengidentifikasi pasien dengan risiko tinggi kematian dini setelah
stroke iskemik. Para peneliti memeriksa data pada 77.653 pasien
stroke iskemik dari Austrian National Stroke Unit Registry, yang

143
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

dirawat antara 2006 dan 2017. Mereka menganalisis daftar variabel


komprehensif pada pasien ini dan membandingkan karakteristik
pada pasien yang meninggal dalam 7 hari pertama setelah stroke
terhadap mereka yang selamat. Analisis multivariat kemudian
dilakukan untuk memastikan faktor mana yang semakin terkait
dengan kematian stroke dini. Faktor-faktor kunci termasuk usia,
keparahan stroke NIHSS, disabilitas fungsional pra-stroke
(modified-Rankin Scale >0), riwayat penyakit jantung sebelumnya,
diabetes mellitus, sindrom stroke sirkulasi posterior, dan penyebab
stroke non-lacunar. Hasil menunjukkan bahwa pasien dengan skor
≥ 10 memiliki risiko 35% meninggal dalam beberapa hari pertama
di unit stroke.
Adanya bukti infark melalui CT-scan pada awal presentasi
telah dikaitkan dengan hasil yang buruk dan kecenderungan yang
meningkat untuk transformasi hemoragik setelah terapi fibri-
nolitik (lihat Patofisiologi). Transformasi hemoragik diperkirakan
terjadi pada 5% dari stroke iskemik tanpa komplikasi dan tanpa
adanya terapi fibrinolitik, meskipun tidak selalu berhubungan
dengan penurunan status neurologis. Memang, transformasi
hemoragik berkisar dari pengembangan perdarahan petekie kecil
hingga pembentukan hematoma yang membutuhkan tindakan
evakuasi bedah.
Stroke iskemik akut telah dikaitkan dengan disfungsi jantung
akut dan aritmia, yang kemudian berkorelasi dengan hasil fungsional
dan morbiditas yang lebih buruk pada 3 bulan. Data menunjukkan
bahwa hiperglikemia berat secara independen terkait dengan hasil
yang buruk dan pengurangan potensi reperfusi dalam fibrinolisis,
serta perluasan wilayah infark.
Pada pasien penyintas stroke dari Framingham Heart Study
menunjukan 31% membutuhkan bantuan untuk merawat diri
mereka sendiri, 20% membutuhkan bantuan saat berjalan, dan 71%
memiliki gangguan kapasitas kemandirian dalam tindak lanjut
jangka panjang.

144
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

B. Edukasi Pasien Stroke dan Keluarga


Edukasi publik harus melibatkan semua kelompok umur.
Memasukkan stroke ke dalam kurikulum Basic Life Support (BLS)
dan Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) hanyalah salah satu
cara untuk menjangkau audiens yang lebih muda. American Stroke
Association (ASA) menyarankan masyarakat untuk mengetahui
gejala-gejala stroke yang mudah dikenali, termasuk serangan
tiba-tiba dari hal-hal berikut, dan untuk segera menghubungi
ambulans:
1. Mati rasa atau kelemahan pada wajah, lengan, atau kaki,
terutama pada 1 sisi tubuh
2. Kebingungan
3. Kesulitan dalam berbicara atau memahami
4. Defisit lapang pandang pada 1 atau kedua mata
5. Kesulitan dalam berjalan, pusing, dan kehilangan keseimba-
ngan atau koordinasi
6. Nyeri kepala akut tanpa sebab yang diketahui dan dialami baru
pertama kali

Pada tahun 2013, ASA meluncurkan kampanye edukasi publik


terkait stroke yang menggunakan akronim "FAST" untuk me-
mahamkan dan membiasakan masyakarat umum mengenali tanda-
tanda peringatan stroke dengan mudah, cepat dan pentingnya
menelepon 911 atau layanan medis darurat, sebagai berikut:
1. F: Face drooping
2. A: Arm weakness
3. S: Speech difficulty
4. T: Time to call 911 (sesuaikan kondisi di Indonesia)

145
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

C. Rehabilitasi Pasca Stroke


Stroke merupakan penyebab utama disabilitas pada usia > 45
tahun, maka sangat penting mencegah disabilitas lebih lanjut dan
melatih kemandirian tiap individu pasca stroke secara fisik dan
mental, dengan fisioterapi, “terapi wicara”, dan psikoterapi. Jika
individu tidak lagi menderita sakit akut pasca stroke, staf pera-
watan kesehatan memfokuskan pada pemaksimalan kemandirian
fungsi pasien. Hal ini sering dilakukan di rumah sakit rehabilitasi
atau area khusus di rumah sakit umum. Rehabilitasi juga dapat
bertempat di fasilitas perawat.

Pengelolaan medik dan rehabilitasi yang komprehensif


terhadap disabilitas yang diakibatkan oleh stroke melalui
pendekatan neurorehabilitasi dengan tujuan mengoptimalkan
pemulihan dan atau memodifikasi gejala sisa yang ada agar
penyandang stroke mampu melakukan aktivitas fungsional secara
mandiri, dapat beradaptasi dengan lingkungan den mencapai
hidup yang berkualitas.
Tahap proses rehabilitasi meliputi:
1. Terapi bicara: belajar kembali berbicara dan menelan
2. Terapi okupasi: mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan
tangan
3. Terapi fisik: memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan,
dan
4. Edukasi keluarga: memberikan orientasi kepada mereka dalam
merawat orang yang mereka cintai (keluarga pasien) di rumah
dan tantangan yang akan mereka hadapi.

▶ Rehabilitasi Medik Stroke Fase Akut

Stroke fase akut ditandai dengan kondisi hemodinamis dan


neurologis yang belum stabil. Berlangsung beberapa hari sampai
dengan 2 minggu pasca stroke, tergantung jenis & keparahan stroke.
Tujuan rehabilitaso medik pada fase ini meliputi: meminimalkan

146
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

gejala sisa, membantu perbaikan perfusi otak, mencegah kompli-


kasi akibat stroke dan tirah baring, tercapai pemulihan fungsional
yang optimal. Tatalaksana rehabilitasi stroke fase akut meliputi:
1. Posturing posisi terapeutik (perubahan posisi tidur secara
berkala)
2. Terapi fisik dada
3. Terapi latihan range of motion dan terapi latihan peregangan
4. Stimulasi sensoris multimodal
5. Mobilisasi duduk dan terapi latihan aktif
6. Terapi latihan perawatan diri dan terapi latihan fungsi eksekusi
7. Uji fungsi menelan serta terapi latihan oromotor dan menelan
8. Uji fungsi kontrol miksi (bladder training)
9. Uji fungsi kontrol bowel (bowel training)
10. Uji fungsi komunikasi, stimulasi dan terapi latihan bahasa dan
bicara
▶ Rehabilitasi Medik Stroke Fase Subakut
Stroke fase subakut ditandai oleh kondisi medis & hemo-
dinamik telah stabil. Berlangsung 2 minggu sampai dengan 6 bulan
pasca stroke. Tujuan rehabilitaso medik pada fase subakut ini
meliputi: mengoptimalkan pemulihan kemampuan fungsional
sesuai kondisi & tingkat keparahan stroke, motor re-learning &
plastisitas otak, mampu melakukan aktivitas sehari-hari dan peran
secara mandiri. Tatalaksana rehabilitasi stroke fase akut meliputi:
1. Cara komunikasi sesuai dengan kemampuan yang masih ada,
verbal atupun non-verbal
2. Terapi latihan aktivitas dan tes kognoisi lengkap
3. Latihan artikulasi dan oromotor
4. Terapi latihan prosodi, artikulasi dan fonem
5. Latihan stimulasi menelan sesuai tipe gangguan serta
modifikasi jenis dan kepadatan makanan

147
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

6. Terapi latihan peregangan, penguatan dan re-edukasi otot


7. Mirror therapy yaitu menstimulasi otak melalui refleksi tangan
sisi sehat dari cermin seakan-akan tangan sisi parese yang
bergerak
8. Latihan berkemih terjadwal
9. Latihan program bowel individual
10. Exercise training (terapi kebugaran kardiorespirasi)
11. Stimulasi visual, verbal dan fokus-atensi

148
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

DAFTAR PUSTAKA

Abbott, A.L., Silvestrini, M., Topakian, R., Golledge, J., Brunser,


A.M., de Borst, G.J., Harbaugh, R.E., Doubal, F.N., Rundek,
T., Thapar, A. and Davies, A.H., 2017. Optimizing the
definitions of stroke, transient ischemic attack, and
infarction for research and application in clinical practice.
Frontiers in neurology, 8, p.537.
American Heart Association. 2019. Life's Simple 7, Available at:
https://www.heart.org/en/healthy-living/healthy-
lifestyle/my-life-check--lifes-simple-7 (Accessed: 30th
January 2020).
Aminoff, M., Greenberg, D. and Simon, R., 2015. Clinical neurology.
McGraw-Hill Education.
Andrew, D. 2018. What are watershed infarctions in stroke?, Available
at: https://www.medscape.com/answers/338385-
168939/what-are-watershed-infarctions-in-stroke
(Accessed: 6th February 2020).
Baehr, M., Frotscher, M. and Duus, P., 2015. Duus' topical diagnosis
in neurology: anatomy, physiology, signs, symptoms. Thieme.
Barrett, K.E., 2019. Ganong's review of medical physiology. New York:
McGraw Hill Education.
Blum, A., Vaispapir, V., Keinan-Boker, L., Soboh, S., Yehuda, H. and
Tamir, S., 2012. Endothelial dysfunction and procoagulant
activity in acute ischemic stroke. Journal of vascular and
interventional neurology, 5(1), p.33.
Boehme, A.K., Esenwa, C. and Elkind, M.S., 2017. Stroke risk
factors, genetics, and prevention. Circulation research, 120(3),
pp.472-495.

149
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

Bradac, G.B., 2017. Applied Cerebral Angiography: Normal Anatomy


and Vascular Pathology. Springer.
Brainin, M. and Heiss, W.D. eds., 2019. Textbook of stroke medicine.
Cambridge University Press.
Brust, J.C., 2018. Current diagnosis & treatment neurology. McGraw
Hill Professional.
Creasy, K.R., Lutz, B.J., Young, M.E. and Stacciarini, J.M.R., 2015.
Clinical implications of family‐centered care in stroke
rehabilitation. Rehabilitation Nursing, 40(6), pp.349-359.
Deisenhammer, F., Sellebjerg, F., Teunissen, C.E. and Tumani, H.
eds., 2015. Cerebrospinal fluid in clinical neurology. Springer.
Derdeyn, C.P., 2012. Intracranial thrombectomy using the Solitaire
stent: a historical vignette. Journal of neurointerventional
surgery, 4(2), pp.153-154.
Doherty, G.M. ed., 2010. Current diagnosis & treatment: surgery.
Lange Medical Books/McGraw-Hill.
Edward, C.J., 2019. Ischemic Stroke, Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/1916852-
overview#a1 (Accessed: 5th February 2020).
European Co-operative Acute Stroke Study Group, 1995. European
co-operative acute stroke study (ECASS). Intravenous
thrombolysis with recombinant tissue plasminogen
activator for acute hemispheric stroke. Jama, 274, pp.1017-
1025.
Goswami, R., Karmakar, P. and Ghosh, A., 2013. Bedside utility of
clinical scoring systems in classifying stroke. Indian journal
of medical sciences, 67(5/6), p.137.
Greenberg, M.S. and Arredondo, N., 2010. Handbook of neurosurgery.
New York: Thieme.
Kemenkes, R.I., 2018. Hasil utama RISKESDAS 2018. [Online]
http://www. depkes. go. id/resources/download/info-

150
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

terkini/materi_rakorpop_2018/Hasil% 20Riskesdas,
202018.
Krueger, G.R.F., 2014. Netter's Illustrated Human Pathology. Elsevier
Health Sciences.
Liang, D., Bhatta, S., Gerzanich, V. and Simard, J.M., 2007. Cytotoxic
edema: mechanisms of pathological cell swelling.
Neurosurgical focus, 22(5), pp.1-9.
MacKay K, Mensah GA. World Health Organization. Global Burden
of Stroke: The Atlas of Heart Disease and Stroke. Available at
http://www.who.int/cardiovascular_diseases/en/cvd_atl
as_15_burden_ stroke.pdf
Mayo Clinic Staff. 2019. Stroke: Symptoms and Causes, Available at:
https://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/stroke/symptoms-causes/syc-20350113
(Accessed: 2nd February).
Michinaga, S. and Koyama, Y., 2015. Pathogenesis of brain edema
and investigation into anti-edema drugs. International
journal of molecular sciences, 16(5), pp.9949-9975.
Munich, S.A., Shakir, H.J. and Snyder, K.V., 2016. Role of CT
perfusion in acute stroke management. Cor et Vasa, 58(2),
pp.e215-e224.
Musuka, T.D., Wilton, S.B., Traboulsi, M. and Hill, M.D., 2015.
Diagnosis and management of acute ischemic stroke: speed
is critical. Cmaj, 187(12), pp.887-893.
Mwita, C.C., Kajia, D., Gwer, S., Etyang, A. and Newton, C.R., 2014.
Accuracy of clinical stroke scores for distinguishing stroke
subtypes in resource poor settings: A systematic review of
diagnostic test accuracy. Journal of neurosciences in rural
practice, 5(04), pp.330-339.

151
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

Myint, P.K., Staufenberg, E.F.A. and Sabanathan, K., 2006. Post-


stroke seizure and post-stroke epilepsy. Postgraduate medical
journal, 82(971), pp.568-572.
Netter, F.H., 2016. Atlas of human anatomy. Philadelphia, PA:
Saunders. Elsevier.
Ortiz, G.A. and L. Sacco, R., 2014. National institutes of health
stroke scale (NIHSS). Wiley StatsRef: Statistics Reference
Online.
Powers, W.J., Rabinstein, A.A., Ackerson, T., Adeoye, O.M.,
Bambakidis, N.C., Becker, K., Biller, J., Brown, M.,
Demaerschalk, B.M., Hoh, B. and Jauch, E.C., 2018. 2018
guidelines for the early management of patients with acute
ischemic stroke: a guideline for healthcare professionals
from the American Heart Association/American Stroke
Association. stroke, 49(3), pp.e46-e99.
Prasad, K., Kaul, S., Padma, M.V., Gorthi, S.P., Khurana, D. and
Bakshi, A., 2011. Stroke management. Annals of Indian
Academy of Neurology, 14(Suppl1), p.S82.
Runge, V.M., Smoker, W. and Valavanis, A., 2014. Neuroradiology:
the essentials with MR and CT. Thieme.
Saraf, P.S.P.D.S., 2011. Indonesia (PERDOSSI) Guideline stroke tahun
2011. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(PERDOSSI).
Sarkar, S., Ghosh, S., Ghosh, S.K. and Collier, A., 2007. Role of
transcranial Doppler ultrasonography in stroke.
Postgraduate medical journal, 83(985), pp.683-689.
Schmid, J. (2019) Ischemic stroke, Available at:
https://radiopaedia.org/articles/ischaemic-stroke
(Accessed: 29th January 2020).
Schneider, A.T., Kissela, B., Woo, D., Kleindorfer, D., Alwell, K.,
Miller, R., Szaflarski, J., Gebel, J., Khoury, J., Shukla, R. and

152
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

Moomaw, C., 2004. Ischemic stroke subtypes: a population-


based study of incidence rates among blacks and whites.
Stroke, 35(7), pp.1552-1556.
Splittgerber, R., 2019. Snell's Clinical Neuroanatomy. Wolters Kluwer.
Tahun, M.E.B.I., 2018. MIMS, Referensi Obat, Informasi Ringkas
Produk Obat. Indonesia: Bhuana Ilmu Populer.
Turc, G., Bhogal, P., Fischer, U., Khatri, P., Lobotesis, K., Mazighi,
M., Schellinger, P.D., Toni, D., De Vries, J., White, P. and
Fiehler, J., 2019. European Stroke Organisation (ESO)–
European Society for Minimally Invasive Neurological
Therapy (ESMINT) Guidelines on Mechanical
Thrombectomy in Acute Ischaemic StrokeEndorsed by
Stroke Alliance for Europe (SAFE). European stroke journal,
4(1), pp.6-12.
Unnikrishnan, D., Yada, S. and Gilson, N., 2017. A case of large right
MCA stroke with hyperdense MCA sign in CT imaging. Case
Reports, 2017, pp.bcr-2017.
Vilela, P., 2017. Acute stroke differential diagnosis: Stroke mimics.
European journal of radiology, 96, pp.133-144.
von Holst, H., Purhonen, P., Lanner, D., Kumar, R.B. and Hebert,
H., 2018. White shark protein metabolism may be a model
to improve the outcome of cytotoxic brain tissue edema and
cognitive deficiency after traumatic brain injury and stroke.
Journal of Neurology and Neurobiology, 4(2).
Vu, D. and Lev, M.H., 2005, December. Noncontrast CT in acute
stroke. In Seminars in Ultrasound, CT and MRI (Vol. 26, No. 6,
pp. 380-386). WB Saunders.
Yang, J.L., Mukda, S. and Chen, S.D., 2018. Diverse roles of
mitochondria in ischemic stroke. Redox biology, 16, pp.263-
275.

153
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

Yew, K.S. and Cheng, E., 2009. Acute stroke diagnosis. American
family physician, 80(1), p.33.
Yu, Y., Han, Q., Ding, X., Chen, Q., Ye, K., Zhang, S., Yan, S.,
Campbell, B.C., Parsons, M.W., Wang, S. and Lou, M., 2016.
Defining core and penumbra in ischemic stroke: a voxel-and
volume-based analysis of whole brain CT perfusion.
Scientific reports, 6, p.20932.
Zhang, J., Yang, Y., Sun, H. and Xing, Y., 2014. Hemorrhagic
transformation after cerebral infarction: current concepts
and challenges. Annals of translational medicine, 2(8).
Zivelonghi, C. and Tamburin, S., 2018. Mechanical thrombectomy
for acute ischemic stroke: the therapeutic window is larger
but still “time is brain”. Functional neurology, 33(1), p.5.

154
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

TENTANG PENULIS

dr. Pepi Budianto, Sp.N(K)., FINR., FINA.


adalah dosen di program studi S1 Kedokteran
dan Profesi Dokter serta PPDS Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Beliau menyelesaikan pendidikan dokter umum
di FK UNS pada tahun 2007 dan pendidikan
dokter spesialis neurologi di FK UNAIR pada
tahun 2015. Beliau menyelesaikan fellowship
neurointervensi di Korea pada tahun 2018. Saat
ini beliau menjabat sebagai Sekretaris
PERDOSSI Cabang Surakarta, Sekretaris Pokdi Nyeri Kepala dan
Komisi Uji Kompetensi Kolegium Neurologi Indonesia (KNI), serta
beliau merupakan anggota aktif dari International Headache Society
dan World Stroke Organization.

Dr. dr. Diah Kurnia Mirawati, Sp.S(K). adalah


dosen di program studi S1 Kedokteran dan
Profesi Dokter, S3 Kedokteran, serta PPDS
Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret. Beliau menyelesaikan pendidi-
kan dokter umum (tahun 1993), dokter spesialis
neurologi (tahun 2003), dan program doktoral
(tahun 2015) di FK UNAIR. Beliau resmi
menjadi konsultan bidang epilepsi PP
PERDOSSI pada tahun 2012. Saat ini beliau menjabat sebagai wakil
dekan bidang umum dan keuangan Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret periode 2019-2023. Beliau terlibat aktif sebagai anggota
IDI, PP Perdossi, dan International League Against Epilepsy.

155
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

dr. Hanindia Riani Prabaningtyas, Sp.S. adalah


dosen di program studi S1 Kedokteran dan
Profesi Dokter serta PPDS Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Beliau
menyelesaikan pendidikan dokter umum di FK
UNS pada tahun 2012 dan pendidikan dokter
spesialis neurologi di FK UNS pada tahun 2017.
Saat ini beliau aktif melakukan berbagai
penelitian dan menjadi anggota dari Pokdi Neuroinfeksi PP Perdossi.

dr. Stefanus Erdana Putra adalah fresh graduate


dari Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret (UNS) pada tahun 2019. Sewaktu me-
nempuh pendidikan sarjana kedokteran, beliau
sempat menjadi Asisten Dosen di Bagian
Biomedik (2014-2015), Histologi (2015-2017), dan
Laboratorium Keterampilan Klinis (2015-2016).
Beliau baru saja menyelesaikan program
internship di salah satu kantong DTPK (Daerah Terpencil, Perbatasan,
dan Kepulauan Terluar) Kementerian Kesehatan Indonesia yaitu di
Kepulauan Nias. Saat ini beliau terlibat aktif sebagai research assistant
dari Research Group Neurology FK UNS, SUNI-SEA Project Indonesia,
Research Group Medical Education FK UNS, dan TB Cost Survey
Project WHO Indonesia.

dr. Muhammad Hafizhan adalah fresh


graduate dari Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret (UNS) pada tahun 2020. Sewaktu
menempuh pendidikan sarjana kedokteran,
beliau sempat menjadi Asisten Dosen di Bagian
Histologi (2016-2018). Saat ini, beliau sedang
melaksanakan program internship di Rumah Sakit Mekarsari Kota
Bekasi. Saat ini beliau juga terlibat aktif sebagai research assistant dari
Research Group Neurology FK UNS, SUNI-SEA Project Indonesia,
danResearch Group Medical Education FK UNS

156
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

Faizal Muhammad, S.Ked. adalah mahasiswa


program studi profesi dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret (FK UNS) Surakarta.
Bidang peminatan akademik khusus selama kuliah
preklinik meliputi Neurologi (Semifinalis
Peringkat-9 pada IMO Neuropsychiatry di FK
Udayana Bali Tahun 2019) dan Keilmiahan (Juara 1
Multi-Center Research pada Temu Ilmiah Nasional
Tahun 2017 Tingkat Nasional di FK UMJ Jakarta, Juara 3 Kompetisi
Anatomi AORTA FK Universitas Hasanuddin Tingkat Nasional di
Makassar Tahun 2019). Semasa kuliah preklinik, beliau adalah
koordinator asisten dosen bagian anatomi dan embriologi (2017-2019)

157
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

This page intentionally left blank

158
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

CATATAN

______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________

159
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________

160
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar d a n Kl i ni s

______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________

161
ST R OK E IS K EM I K A KU T
D as ar da n Kl i n i s

______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________

162
Buku ini membahas mengenai konsep pelayanan stroke iskemik akut terpadu, yaitu
sebuah program pelayanan yang mengedepankan integrasi di dalam penanganan
pasien dengan pendekatan interdisiplin mulai dari pencegahan, pengobatan,
restorasi dan rehabilitasi stroke. Konsep pelayanan stroke terpadu ini membutuhkan
kecermatan di dalam penyusunannya, agar perencanaan konsep ini dapat menjadi
cetak biru atau blue print yang bermanfaat bagi seluruh pemegang kebijakan
pelayanan kesehatan di Indonesia. Sebagai awal dari perencanaan program
pelayanan stroke terpadu yang berkualitas, maka dibutuhkan komitmen, serta orang-
orang berdedikasi nggi dan berminat besar dalam upaya melaksanakan pelayanan
stroke secara terpadu, sehingga dapat menciptakan keadaan yang lebih baik.
Stroke merupakan penyakit berupa gangguan fungsional otak fokal maupun general
secara akut yang terjadi lebih dari 24 jam. Stroke menyerang saat pembuluh darah
yang membawa oksigen dan nutrisi ke otak tersumbat atau pecah. Saat hal tersebut
terjadi, terdapat bagian otak yang dak mendapat nutrisi dan oksigen, sehingga
dapat terjadi proses kema an sel otak. Terdapat dua jenis stroke, yaitu stroke iskemik
dimana adanya sumbatan di pembuluh darah, dan stroke hemoragik dimana
pembuluh darah otak pecah. Stroke telah menjadi penyebab kema an ter nggi pada
tahun 2012 menurut WHO country risk profile, yaitu sebanyak 21%. Angka ini dak
berubah secara bermakna sejak tahun 2000 yang berar bahwa penanganan stroke
belum op mal dan membutuhkan perha an khusus. Menurut Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi penyakit stroke di Indonesia meningkat
dari 7 per 1000 penduduk pada tahun 2013 menjadi 10,9 per 1000 penduduk pada
tahun 2018. Sebagian besar kejadian stroke tersebut merupakan stroke iskemik.
Stroke memiliki beberapa faktor risiko. Faktor risiko stroke melipu hipertensi, usia di
atas 50 tahun, peningkatan kolesterol total, serta peningkatan gula darah. Pada
peneli an Dina et al. di Sumatera Barat, 69,79% pasien stroke mengalami
peningkatan kadar kolesterol total. Peningkatan kadar kolesterol total dapat
menyebabkan aterosklerosis yang dapat menyebabkan tersumbatnya pembuluh
darah. Salah satu proses yang berperan pada pembentukan aterosklerosis adalah
proses inflamasi. High-sensi vity C-reac ve protein (hs-CRP) merupakan protein fase
akut yang diproduksi oleh hepar yang akan meningkat pada kondisi inflamasi4. Hs-
CRP banyak digunakan sebagai penanda stroke akut. Peningkatan kadar hs-CRP
berhubungan dengan stroke iskemik dan beberapa peneli an juga menunjukkan
hubungan yang sama pada stroke hemoragik.
Stroke merupakan penyebab ter nggi kecacatan kronik kelompok umur di atas 45
tahun. Disabilitas akibat stroke menyebabkan hilangnya produk vitas dan
menyebabkan beban ekonomi dan sosial pada keluarga pasien. Terdapat beberapa
cara untuk menilai disabilitas yang disebabkan oleh stroke, di antaranya
menggunakan Na onal Ins tute of Health Stroke Scale (NIHSS) dan Barthel Index.
NIHSS merupakan sistem scoring yang digunakan untuk menilai secara objek f
disabilitas yang disebabkan oleh stroke secara klinis. Sedangkan Barthel Index menilai
kemampuan ak vitas harian pasien pasca stroke.

786023 975211

Anda mungkin juga menyukai