Anda di halaman 1dari 12

2

Laporan Kasus:

Pasien mengalami nyeri kepala, nyeri pada seluruh bagian kepala dan
seperti tertekan dan rasa penuh serta nyerinya hilang timbul, nyeri kepala sudah
dirasakan sejak 3 tahun yang lalu, semakin lama semakin memberat. Muntah
(+) menyemprot. Pasien lebih mudah marah, Halusinasi visual (+) dan
auditorik (+) 2 bulan belakangan ini. Penglihatan kabur pada mata kiri, sering
keluarnya air mata (OS>), Demam (+), telinga berdenging (+/++). Trauma (+),
Kejang (-). Hasil pemeriksaan TTV tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 84 x/menit,
suhu 36,5 𝐶, frekuensi pernapasan 20 x/menit. Hasil pemeriksaan penunjang
Leukosit 14,83 /mm3, Trombosit 286 3/mm3, Glukosa puasa 169 mg/dL. Hasil CT-
Scan kesan SOL, dengan gambaran tampak massa padalobus temporal
hemisfer sinistra yang menyebabkan pergeseran midline shift ke kanan,
hiperdens dengan batas tegas, dan defek ventrikel 3,4, disertai edema vokal.8

Pada kasus ini, dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami


halusinasi auditorik sejak 2-3 bulan terakhir berupa melihat ibunya di pintu. Dari
pemeriksaan neurologik tidak didapatkan defisit neurologi. Pada pemeriksaan CT
scan kepala menunjukan massa pada daerah temporoparietal dan midline shift ke
kanan. Penyakit organik yang mendasari pada pasien ini adalah tumor intrakranial
susp oligodendroglioma pada daerah temporoparietal. Tumor otak dapat
menyebabkan gangguan psikologik, fisik, dan sosial. Gejala tumor tergantung pada
ukuran dan lokalisasi tumor, tetapi dapat juga mengenai bagian lain dari otak yang
disebabkan proses pendesakan.8

Trias klasik tumor otak adalah nyeri kepala, muntah dan papiledema.
Namun gejala sangat bervariasi tergantung pada tempat lesi dan kecepatan
pertumbuhannya. Nyeri kepala merupakan gejala umum yang paling sering
dijumpai pada penderita tumor otak. Nyeri digambarkan sebagai nyeri yang
berdenyut, atau rasa penuh dikepala seolah-olah kepala mau meledak. Nyeri paling
hebat pada pagi hari, karena selama tidur malam PCO2 serebral meningkat,
sehingga mengakibatkan peningkatan CBF dan dengan demikian mempertinggi
lagi tekanan intrakranial. Hal ini sesuai dengan gejala pada pasien dimana
3

didapatkan nyeri kepala dengan rasa penuh pada kepala terutama pada pagi hari
disertai adanya tanda-tanda edema papil sehingga mendukung suatu diagnosis
tumor otak.8

Tumor pada lobus frontalis secara klinis dapat berupa perubahan


kepribadian seperti disinhibisi, iritabilitas, gangguan pengambilan keputusan, dan
kurangnya inisiatif (abulia), tumor pada lobus temporal dapat menyebabkan afasia
sensorik, gangguan memori, iritabilitas, halisiasi olfaktorius dan auditorik serta
tinnitus. Sedangkan tumor pada lobus parietal sering tidak berkitan dengan gejala
psikotik. Gejala psikotik yang didapat pada pasien ini adalah halusinasi auditorik.8

Dari aspek neuropsikiatri menurut PPDGJ III pasien didiagnosis gangguan


mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak atau penyakit fisik (F06).
Didiagnosa sebagai halusinasi organik (F06.0) karena memenuhi kriteria yang telah
ditentukan dan adanya halusinasi auditorik yang menetap, kesadaran jernih, tidak
adanya penurunan fungsi intelek yang bermakna, tidak ada gangguan afektif
menonjol, tidak jelas adanya waham (“insight” masih utuh).8

Dalam ICD-10 halusinasi organik didefinisikan sebagai satu gangguan


halusinasi yang persisten dan berulang, pada indera manapun, tetapi visual atau
auditorik yang terjadi pada kesadaran jernih tanpa penurunan kesadaran yang
berarti dan yang dikenali atau tidak dikenali oleh penderita sebagai gangguan, bisa
menjadi waham tetapi insight seringkali tetap utuh. Halusinasi auditorik merupakan
persepsi sensoris yang palsu tentang mendengar suara yang berbentuk (misalnnya
alunan musik, langkah kaki, tawa, jeritan suara lainnya). Halusinasi auditorik bisa
didapatkan pada lesi di temporal.8
4

Space Occupying Lesion (SOL) adalah lesi fisik substansial, seperti


neoplasma, perdarahan, atau granuloma, yang menempati ruang. SOL intrakranial
didefinisikan sebagai neoplasma, jinak atau ganas, primer atau sekunder, serta
hematoma atau malformasi vaskular yang terletak di dalam rongga tengkorak.1,8

SOL dapat berupa suatu:2,3,8

1. Neoplasma, yaitu setiap pertumbuhan baru dan abnormal yang belum


diketahui asal-usulnya, khususnya ketika terjadi multiplikasi sel yang tidak
terkontrol dan progresif,
2. Tuberkuloma, yaitu massa mirip tumor yang berasal dari pembesaran
tuberkel berkiju,
3. Abses serebri. Abses ialah kumpulan nanah setempat dalam suatu rongga
yang terbentuk akibat kerusakan jaringan. Abses serebri dapat berupa abses
intraserebral atau abses intraserebelar,
4. Sistiserkosis, yaitu infeksi yang disebabkan oleh sistiserkus. Pada manusia
infeksi terjadi dalam bentuk larva Taenia solium,
5. Arteriovenous malformation, yaitu anomaly atau defek morfologik arteri
dan vena yang diakibatkan oleh kelainan proses perkembangan intrinsik.

Neoplasma dalam SSP mencakup neoplasma saraf primer dan neoplasma non-
saraf atau neoplasma metastatik. Bilamana statistik proses neoplasmatik saraf
primer saja yang ditinjau, maka dapat dinyatakan bahwa antara 3 sampai 7 orang
dari 100.000 orang penduduk mengidapnya. Sedangkan neoplasma metastatik tidak
memiliki angka yang pasti. Neoplasma serebelar dan metastasis serebri lebih umum
pada orang dewasa daripada anak-anak. Perbandingan antara neoplasma serebral
primer dan metastatik adalah 4:1.4,5,8

Patologi neoplasma intrakranial terbagi menjadi dua, yaitu: 4,5,8

1. Primer
a. Glioma, ialah neoplasma yang berasal dari sel glia. Diklasifikasikan
secara histologis maka terbagi menjadi:
i. Astrositoma, terbagi menjadi:
5

1. Astrositoma difus, terhitung sebanyak 80% glioma


dewasa. Tumor ini paling sering muncul pada decade
keempat sampai keenam kehidupan. Tumor biasanya
ditemukan pada hemisfer serebri. Tanda dan gejala
tersering adalah kejang, sakit kepala, dan deficit
neurologik fokal yang berhubungan dengan lokasi
anatomik yang terkena. Berdasarkan gambaran
histologis, tumor ini dibagi menjadi tiga kelompok
tingkatan: astrositoma berdiferensiasi baik (derajat
II/IV), astrositoma anaplastik (derajat III/IV), dan
glioblastoma (derajat IV/IV), dengan prognosis yang
semakin buruk seiring dengan peningkatan
derajatnya.
2. Astrositoma pilositik, merupakan tumor yang relatif
jinak, biasanya mengenai anak-anak dan dewasa
muda. Lokasi terseringnya adalah serebelum, dapat
juga mengenai ventrikel ketiga, jalur optik, korda
spinalis, dan kadang-kadang hemisfer serebri.
ii. Ependimoma, paling sering terjadi pada bagian sesudah
sistem ventrikel yang dilapisi ependim, termasuk kanal
sentral korda spinalis. Pada dua dekade pertama kehidupan,
tumor biasanya terjadi di dekat ventrikel keempat dan
merupakan 5%-10% tumor otak primer pada kelompok usia
ini. Pada ventrikel keempat, ependidoma biasanya berupa
massa solid atau papiler yang meluas dari dasar ventrikel,
tersusun dari sel dengan inti yang teratur, bulat hingga oval,
dan kromatin bergranula banyak. Pada orang dewasa, korda
spinalis merupakan lokasi tersering ependidoma. Prognosis
untuk reseksi komplit ependimoma supratentorial dan spinal
lebih baik daripada ependimoma fossa posterior.
6

iii. Oligodendroglioma, ditemukan sebanyak 5%-15% dari


glioma dan paling sering dideteksi pada dekade keempat dan
kelima kehidupan. Pasien dapat merasakan keluhan
neurologic beberapa tahun sebelumnya, biasanya berupa
kejang. Lesi paling sering ditemukan di hemisfer serebri,
terutama di lobus temporal atau lobus frontal.
Pertumbuhannya lambat dan kawasannya terutama pada
substansia alba dengan batas yang jelas. Di dalam daerahnya
terdapat kista, perkapuran, dan hemoragi.
b. Non-Glioma
i. Meningioma, adalah tumor yang predominan jinak berasal
dari sel meningotel araknoid. Tumor ini sering terjadi pada
orang dewasa dan sering melekat pada dura mater. Tumor
berasal dari sel araknoid stroma pleksus koroid. Meningioma
lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria, terutama
pada dekade kelima sampai keenam kehidupan. Tempat
predileksi di ruang kranium supratentorial ialah daerah
parasagittal. Bilamana meningioma terletak infratentorial,
kebanyakan didapati di samping medial os petrosum di dekat
sudut serebelopontin. Meningioma spinalis cenderung di
bagian T.4 sampai T.8.
ii. Neurilemoma dan neurofibroma. Neurilemoma merupakan
tumor spinalis yang paling sering dijumpai (30%), terutama
pada golongan umur 40 tahun ke atas. Neoplasma ini
dianggap berasal dari sel Schwann. Menyerang nervus
akustikus dan trigeminus, bersifat non-invasif dan cenderung
pertumbuhan lambat. Sedangkan neurofibroma merupakan
neurilemoma yang berkembang di tepi yang sering dikenal
sebagai Von Recklinghausen Syndrome, dan berupa
pertumbuhan pada kulit yang menyerupai kutil-kutil yang
besar, selain itu juga terdapat bercak-bercak berwarna kopi
7

susu yang dinamakan bercak “café au lait”. Cenderung


menjadi ganas bila dibandingkan dengan neurilemoma
iii. Tumor adenoma hipofisis, sebagian besar berasal dari lobus
anterior dan 90% adalah kromofob. Lantai sela tursika selalu
memperlihatkan pengembungan. Bilamana lantai tersebut
rusak, neoplasma yang bersangkutan biasanya berasal dari
luar lesung sela tursika. Ekspansi yang sering terjadi ialah
kedepan sehingga menimbulkan gangguan visus. Kira-kira
10% dari adenoma hipofisis yang kromofob menyebabkan
peningkatan ACTH sehingga menimbulkan sindroma
Cushing.
iv. Medulloblastoma, merupakan neoplasma di fossa kranii
posterior terutama pada anak-anak. Predileksinya ialah garis
tengah serebelum.
2. Sekunder
a. Metastase, mencakup 20% dari tumor serebri. Neoplasma metastatik
intrakranial paling sering dijumpai pada golongan di atas umur 50
tahun. Kira-kira 70% berlokasi di serebrum dan 30% berlokasi di
serebelum. Kira-kira 50% berasal pada karsinoma bronkus,
kemudian diikuti menurut frekuensinya oleh mammae, ginjal,
lambung, prostat, dan tiroid. Tumor yang berasal dari jaringan di
pelvis atau rongga abdomen bermetastasis ke ruang intrakranial
melalui vena pelvika ke atrium kanan kemudian tiba di paru-paru
dan disebar melalui aliran arterial sistemik. Lintasan metastatik
lainnya ialah vena paravertebralis yang bersambung dengan sinus
venosus intrakranial yang dikenal sebagai sistema venosa serebral
dan serebelar Batson.
8

Simptomatologi tumor intrakranial dapat dibagi dalam:1,6,8

1. Gangguan kesadaran akibat tekanan intrakranial yang meninggi


Tekanan intrakranial yang meningkat secara progresif menimbulkan
gangguan kesadaran dan manifestasi disfungsi batang otak yang dinamakan:
a. Sindrom unkus atau sindrom kompresi di encephalon ke lateral
b. Sindrom kompresi sentral rostrokaudal terhadap batang otak
c. Herniasi serebelum di foramen magnum
2. Gejala-gejala umum akibat tekanan intrakranial yang meninggi
a. Sakit kepala, dapat merupakan gejala dini tumor intrakranial pada
kira-kira 20% penderita. Lokalisasi nyeri yang unilateral dapat
sesuai dengan lokasi tumornya sendiri.
b. Muntah, sering terjadi pada pagi hari setelah bangun tidur
disebabkan oleh tekanan intrakranial yang menjadi lebih tinggi
selama tidur malam karena adanya peningkatan PCO2 serebral. Sifat
khasnya berupa muntah proyektil atau muncrat.
c. Kejang fokal, dapat merupakan manifestasi pertama tumor
intrakranial pada 15% penderita.
d. Gangguan mental. Tumor serebri dapat mengakibatkan demensia,
apatia, gangguan watak, dan inteligensi, bahkan psikosis, dan tidak
bergantung pada lokalisasinya.
e. Perasaan abnormal di kepala, biasanya berupa perasaan samar
seperti “enteng di kepala”, “pusing”, atau “tujuh keliling”.
3. Tanda-tanda lokalisatorik yang menyesatkan, yaitu suatu tumor intrakranial
yang menimbulkan manifestasi klinik yang tidak sesuai dengan fungsi
tempat yang didudukinya. Dapat berupa:
a. Kelumpuhan saraf otak. Saraf otak yang sering terkena dampak
tumor intrakranial secara tidak langsung adalah N.3, N.4, dan N.6.
b. Refleks patologik yang positif pada kedua sisi, yang ditemukan pada
penderita dengan tumor intrakranial pada salah satu sisi hemisferium
saja.
c. Gangguan mental
9

d. Gangguan endokrin, dapat timbul karena proses desak ruang di


daerah hipofisis.
4. Tanda-tanda lokalisatorik yang benar, sebagai berikut:
a. Simptom fokal dari tumor di lobus frontalis, berupa kemunduran
inteligensi berupa “Witselsucht”, kejang fokal, refleks memegang
positif, dan anosmia, serta sindrom Foster-Kennedy bila tumor
tumbuh di sekitar traktus olfaktorius.
b. Simptom fokal dari tumor di daerah parasentral, dapat berupa kejang
fokal dan hemiparesis kontralateral. Jika tumor tumbuh pada falks
serebri setinggi parasentralis maka dapat dijumpai paraparesis, serta
gangguan miksi apabila terdapat tumor pada fisura sagitalis.
c. Simptom fokal dari tumor di lobus temporalis, yaitu berupa tinnitus,
halusinasi auditorik, dan afasia sensorik, beserta apraksia.
d. Simptom fokal dari tumor di lobus parietalis, berupa “thalamic over-
reaction”.
e. Simptom fokal dari tumor di lobus oksipitalis, yaitu berupa sakit
kepala di oksiput kemudian berlanjut menjadi gangguan medan
penglihatan dan agnosia visual.
f. Simptom fokal dari tumor di korpus kalosum, berupa gangguan
mental, terutama cepat lupa, demensia disertai kejang umum atau
fokal, dan dapat disusul dengan paraparesis bahkan diparesis.
5. Tanda-tanda diagnostik fisik pada tumor intrakranial
a. Papilledema dapat timbul pada tekanan intrakranial yang meninggi
atau akibat penekanan pada nervus optikus oleh tumor secara
langsung.
b. Pada anak-anak tekanan intrakranial yang meningkat dapat
memperbesar ukuran kepala dengan terengganggnya sutura. Pada
perkusi terdengar bunyi kendi yang rengat.
c. Hipertensi intrakranial mengakibatkan iskemia dan gangguan
kepada pusat-pusat vasomotorik serebral sehingga menimbulkan
10

bradikardia dan tekanan darah sistemik yang meningkat secara


progresif.
d. Irama dan frekuensi pernapasan berubah akibat melonjaknya
tekanan intrakranial.

Alur penegakan diagnosis suatu SOL intrakranial, berupa:7,8

1. Anamnesis
a. Sakit kepala yang memburuk
b. Mual dan muntah pada pagi hari setelah bangun tidur, bersifat
proyektil
c. Penurunan kesadaran
d. Paresis N.cranialis
e. Perubahan mood, memori, dan penurunan konsentrasi
f. Gangguan fungsi kognitif dan memori
g. Halusinasi
h. Kejang
2. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan neurologis
b. Funduskopi
c. Fungsi luhur (MMSE dan Moca-Ina)
d. Neurooftalmologi
3. Pemeriksaan penunjang
a. Foto kepala
b. CT-Scan
c. MRI
d. EEG
e. Tumor marker
f. Biopsi tumor
g. Pemeriksaan darah lengkap
11

Tatalaksana dari SOL, dapat berupa:8

1. Emergency
a. Pemasangan VP shunt bila terjadi hidrosefalus
b. Mengurangi edema dengan pemberian dexamethasone
2. Kuratif
a. Reseksi tumor
b. Radioterapi
c. Kemoterapi
d. Targeted therapy
3. Paliatif
a. Pemberian antikonvulsan, analgetik, antikoagulan, antibiotic
b. Mobilisasi aktif dan pasif
c. Diet yang adequate
d. Homecare

Penegakan prognosis bergantung pada tipe tumornya.8

Edukasi yang dapat diberikan, berupa:8

1. Penjelasan sebelum masuk RS berupa rencana perawatan, biaya


pengobatan, prosedur, masa dan tindakan pemulihan, dan latihan,
manajemen nyeri, resiko, dan komplikasi.
2. Penjelasan mengenai tumor otak, resiko, dan komplikasi selama
perawatan.
3. Penjelasan mengenai prognosis, pola hidup, dan pencegahan rekurensi.
4. Penjelasan program pemulangan pasien dan perawatan rumah.
12

Gangguan mental organik meliputi berbagai gangguan jiwa akibat dari


disfungsi otak oleh penyebab apapun yang dapat dibuktikan atau dengan adanya
kesan yang kuat melalui riwayat anamnesa, pemeriksaan fisik, maupun
pemeriksaan penunjang. Disfungsi yang terjadi dapat bersifat primer (terjadi di
otak) dan sekunder (terjadi diluar otak atau sistemik).9

Faktor-faktor penyebab gangguan mental organik antara lain:9

1. Penyakit atau gangguan primer atau cidera otak


2. Penyakit atau gangguan sistemik yang secara sekunder mempengaruhi otak
3. Zat atau obat yang dapat mempengaruhi kerja fungsi otak

Gambaran utama yang dapat terjadi:9

1. Adanya gangguan fungsi kognitif dan sensorik


2. Gangguan persepsi (ilusi dan halusinasi), waham, afek, kepribadian dan
perilaku

Pedoman diagnostik halusinasi organik:9

1. Pedoman umum
2. Halusinasi segala bentuk (biasanya visual atau auditorik) yang menetap atau
berulang
3. Kesadaran jernih
4. Tidak ada penurunan fungsi intelektual atau gejala afektif yang bermakna
5. Tidak jelas apakah ada waham dan sering tilikan masih utuh
13

Daftar Pustaka:

1. Soomoro BA, Khalid S, Alvi S. Analytic study of clinical presentation of


intracranial space-occupying lesions in adult patients. Pakistan journal of
neurological science. 2014;9(3):1-7.
2. Dorland WAN. Kamus saku kedokteran Dorland. Ed.28. Mahode AA, alih
Bahasa. Hartanto YB [et al], editor. Jakarta: EGC. 2011. hal 733, 1127, 5,
280, 648, 89.
3. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
2014. hal 320.
4. Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Buku ajar patologi robbins. Ed.9. Nasar IM,
Cornain S, editor. Jakarta: Elsevier. 2017. hal 828-835.
5. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
2014. hal 390-396.
6. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
2014. hal 396-402.
7. Lumbantobing SM. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta:
Badan penerbit FKUI. 2013. hal 2-5, 21-84, 131.
8. Sanders D, Huwae LBS. SOL intrakranial dan halusinasi organik.
Dipresentasikan pada MORPHINE ed.Juli 2019: MORPHINE, Ambon, 25
Juli 2019.
9. Tanra J. Gangguan mental organik [internet]. Unhas. 2016 [cited 1 Agustus
2019]. available from: https://med.unhas.ac.id/kedokteran/en/wp-
content/uploads/2016/10/GMO-bahan-kuliah-psikiatri-neuropsikiatri.pdf

Anda mungkin juga menyukai