Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Matriks ekstraseluler (ECM) merupakan suatu jejaring kompleks berbagai
komponen yang bertanggung jawab untuk membentuk dan memelihara
arsitektur jaringan (Krieg and Aumailley, 2011; Kreig et al, 2012). Penyusun
MES sebagian besar berupa protein yang terdiri atas kolagen, elastin,
fibronektin, proteoglikan, dan berbagai molekul lainnya. Kolagen adalah
protein penyusun utama jaringan ikat serta protein utama dalam MES (Porter,
2007).
Secara struktural, jaringan ikat dibentuk oleh tiga kelas komponen: sel-sel,
serat-serat dan substansi dasar. Berbeda dengan jenis-jenis jaringan ikat
lainnya (misalnya: epitelium, otot dan syaraf) yang pada dasarnya terdiri dari
sel-sel, maka unsur pokok jaringan ikat adalah matriks ekstraseluler (ECM).
Matriks ekstraseluler terdiri dari kombinasi yang berbeda-beda dari serat-serat
protein (kolagen, serat retikuler dan serat elastis) dan substansi dasar.
Substansi dasar adalah kompleks kental dengan sifat hidrofilik kuat dari
makromolekul anion (glikosaminoglikan dan proteoglikan) dan glikoprotein
multi-adhesif (laminin, fibronektin dan yang lainnya) yang menstabilkan ECM
melalui pengikatan pada protein reseptor (integrin) pada permukaan sel-sel
dan pada komponen matriks lainnya. Selain fungsi structural utamanya,
molekul-molekul jaringan ikat mempunyai fungsi biologis penting lainnnya,
seperti membentuk reservoir faktor-faktor yang mengontrol pertumbuhan dan
differensiasi sel. Sifat yang mengandung hidrat dari banyak jaringan ikat
menjadikan jaringan ikat sebagai medium pertukaran gizi dan limbah
metabolik dan suplai darah.
Hampir 80% berat kering dermis kulit manusia tersusun atas kolagen
(Kadler et al, 1996). Kolagen di dalam jaringan diproduksi oleh fibroblas
(Porter, 2007). Fibroblas dalam mensintesis kolagen membutuhkan berbagai
faktor pertumbuhan, sitokin, dan kemokin yang antara lain diproduksi oleh

1
fibroblas, keratinosit, sel endothelial, serta sel-sel radang. Salah satu regulator
utama dalam sintesis kolagen adalah transforming growth factor-β (TGF-β),
suatu faktor pertumbuhan yang berperan dalam berbagai kondisi fisiologis
maupun patologis (Chen and Raghunath, 2009; Kreig and Aumailley, 2011;
Kreig et al, 2012). Transforming growth factor-β selain bersifat autokrin, juga
memiliki sifat parakrin yang mampu menginduksi ekspresi gena penyandi
faktor pertumbuhan lain dalam fibroblas, serta sitokin seperti platelet-derived
growth factor (PDGF), interleukin 1 dan 4, serta kemokin di mana semua ini
berperan dalam sintesis kolagen (Kreig et al, 2012).
Vitamin C atau asam askorbik merupakan vitamin yang larut dalam air.
Fungsi dasar vitamin C adalah meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
serangan penyakit dan sebagai antioksidan yang menetralkan racun dan
radikal bebas di dalam darah maupun cairan sel tubuh. Selain itu, vitamin C
juga berfungsi menjaga kesehatan paru-paru karena dapat menetralkan radikal
bebas yang masuk melalui saluran pernafasan. Vitamin C juga meningkatkan
fungsi sel-sel darah putih yang dapat melawan infeksi dan dapat meningkatkan
penyerapan zat besi sehingga dapat mencegah anemia (Dadang, 2010).
Asupan vitamin C yang ditetapkan Recommended Daily Allowance (RDA)
untuk remaja usia 11-14 tahun adalah 50 mg/hari dan usia 15-18 tahun 60
mg/hari. Akan tetapi konsumsi vitamin C pada remaja di Indonesia masih
dikategorikan kurang, yaitu sekitar 56,5% remaja di Indonesia kurang
mengkonsumsi vitamin C (UNDIP,2005). Dan dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh Endang Kustyaningsih (2007) didapatkan sebanyak 54,80%
remaja yang berada di pesantren modern kurang mengkonsumsi vitamin C.
Salah satu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan vitamin C adalah
penyakit scurvy, penyakit ini menyebabkan pucat, rasa lelah yang
berkepanjangan dan diikuti oleh perdarahan gusi, perdarahan di bawah kulit,
edema, dan akhirnya dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu sangat
diperlukan kesadaran setiap orang untuk memperhatikan konsumsi vitamin C
setiap hari dan khusus untuk remaja agar memperhatikan asupan bahan

2
makanan yang mengandung vitamin C karena pada saat remaja kebutuhan
vitamin C meningkat.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa itu matriks ekstraseluler, serta aktivitas yang terjadi dan ion yang
berperan?
2. Apakah peran Vitamin C?
3. Bagaimana terjadinya penyakit scurvy?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Mengetahui dan memahami tentang matriks ekstraseluler (ECM),
aktivitas yang terjadi dan ion ion yang berperan.
2. Mengerahui peran Vitamin C.
3. Mengetahui tentang penyakit scrurvy.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Matriks ekstraselular (ECM)


A. Deskripsi Matriks ekstraselular (ECM)
Matriks ekstraselular (ECM) adalah struktur kompleks yang mengelilingi
sel-sel di semua jaringan tubuh yang berbatasan dengan membrane plasma.
Komposisi biokimianya bervariasi dari jaringan ke jaringan. Pada kulit yang
sehat, ECM membantu sel dukungan dan terdiri dari komponen-komponen kunci
dari membran basement yang jangkar dan membantu mengisi kembali sel-sel
epidermis. Fungsi matriks ekstraseluler yaitu sebagai teknik dukungan untuk sel
dan jaringan, sel terintegrasi ke dalam jaringan, berpengaruhi bentuk dan gerakan
sel-sel, berpengaruh pengembangan dan sel diferensiasi, koordinat fungsi
selularnya melalui signaling dengan seluler reseptor adhesi, dan merupakan
reservoir untuk ekstraseluler sinyal molekul (Bornstein and Sage, 2002).
Matriks ekstraselular adalah bagian dari tiga ikat. lapisan jaringan serat
otot sekitarnya. Lapisan jaringan ikat adalah epimysium. dan epimysium. Matriks
ekstraselular terdiri dari nonfibrous protein berserat termasuk kolagen, serabut
elastic, proteoglikan yaitu hyaluronan dan Adhesive glikoprotein yaitu laminin,
fibronectin dan tenascin. Setidaknya ada 19 collagens vertebrata berbeda dengan
jaringan distribusi spesifik dan unik sifat fungsional. Jenis unik dari kolagen dapat
dibagi lagi menjadi kelas-kelas berikut berdasarkan pada fungsi atau ukuran:
berhubung dgn urat saraf, urat saraf-asosiasi; jaringan membentuk, rantai,
berserabut pendek dan rantai panjan . (Garrone, 1991).
Komponen matriks ekstraselular merupakan bagian integral dari setiap
tahapan penyembuhan luka, berinteraksi dengan sel dan faktor pertumbuhan
dalam dinamis memberi dan menerima yang akhirnya menghasilkan penutupan
luka. Lebih khusus, komponen ECM berperan dalam merangsang proliferasi sel
dan diferensiasi, membimbing migrasi sel, dan memodulasi respon seluler. Ketika
ECM adalah disfungsional, penyembuhan luka diperlambat atau terhenti –

4
misalnya, dalam sulit-untuk-menyembuhkan atau luka kronis. Bagian berikut
menjelaskan komponen dari ECM dermal dan peran mereka dalam penyembuhan
luka. Struktural protein, Dalam normal, kondisi non-luka, ECM terutama terdiri
dari kolagen, yang paling berlimpah protein dalam tubuh. (Bosman and
Stamenkovic, 2003)
Setidaknya ada 19 jenis kolagen, banyak dikodekan oleh genes berbeda.
Kolagen dalam kulit terutama tipe I dan III jenis dan menyediakan struktur,
kekuatan, dan integritas.Kolagen TipeIV adalah komponen dari basement
epidermal dan endotel membranes. Elastin, protein lain yang ditemukan di ECM,
memberikan kulit dan elastisitas jaringan lainnya dengan asumsi yang
memanjang, organisasi linear ketika menggeliat dan kembali ke struktur yang
lebih melingkar ketika dirilis. Sel-perekat glikoprotein. Molekul-molekul
termasuk fibronektin, laminin, dan vitronectin. Sel-perekat glikoprotein mengikat
sel-sel dan beberapa komponen ECM dan berfungsi sebagai modulator untuk
faktor pertumbuhan activity. Sel mengikat untuk glikoprotein perekat melalui
reseptor permukaan sel yang disebut integrins. (Bosman and Stamenkovic, 2003)
Kolagen merupakan mayor protein berserat larut dari ekstraselular matriks
dan jaringan ikat. Kebanyakan berlimpah protein pada hewan dan dibuat oleh
fibroblas dan beberapa sel epitel. Struktur molekul kolagen antara lain adalah
rantai Triple helix polipeptida, polipeptida masing-masing adalah helix juga. Jenis
kolagen berhubungan dengan urat saraf. Bentuk struktur seperti tendon atau
tulang rawan. Berbentuk lembaran yang menghubungkan, mendukung dan
mengorganisir kolagen yang berserat transmembran dan terhubung dgn urat saraf
kolagen. Dasar pada Unit-triple helix, panjangnya adalah 300 nm, 2 α1 dan 1
molekul α2, kolagen fibril terbentuk dengan adanya interaksi lateral triple heliks,
yang kemudian distabilkan oleh ikatan kovalen. Pemindahan oleh 67 nm
(memberikan tampilan lurik) (McPherson JM, Piez KA, 2001).

5
B. Aktivitas pada Membran ekstraseluler (ECM)
Matriks ekstraseluler berpengaruh terhadap cara sel menjalani kehidupannya
dan bagaimana sel berkomunikasi dengan sel lainnya.
1) Matriks ekstraseluler terdapat di antara semua sel dan jaringan
2) Merupakan network proteins & karbohidrat
3) Terspesialisasi sebagai lamina basal, membrane basal
4) Mengatur komunikasi interseluler
C. Transduksi sinyal melalui reseptor permukaan
Ketika sebuah ligan yang tidak permeable terhadap membrane (misal
hormone peptida) berikatan dengan reseptor, maka akan mengaktifkan
reseptor tersebut. Aktivasi ini biasanya melibatkan perubahan formasi
protein. Perubahan ini memiliki implikasi yang berbeda tergantung pada ligan
dan reseptor. Misalnya dapat menyebabkan reseptor/ligan berikatan dengan
protein lain (misalnya enzim) menyebabkan kompleks reseptor teraktivasi.
Kompleks reseptor yang teraktivasi selanjutnya mengaktifkan efektor (enzim)
yang mengakibatkan perubahan fisiologi sel. Atau dapat langsung
mengakibatkan aktivasi faktor transkripsi yang mengatur aktivitas gen.
Terdapat beberapa tipe reseptor permukaan yaitu:

Reseptor yang berhubungan dengan ion channel


Pada tipe ini reseptor adalah sebuah ion channel. Ligan berikatan pada
reseptor dan membuka channel. Akibatnya ion mengalir ke dalam sel,
berikatan dengan berbagai protein dan mengaktifkan berbagai protein

Resptor yang berkaitan dengan G-Protein


Reseptor ini juga disebut G-Protein Linked Receptor (GPLR). Pada tipe
ini reseptor menggunakan G protein sebagai intermediet. Ligan berikatan
dengan reseptor membentuk Ligand/Receptor complex binds G protein. G
protein diaktifkan dan berikatan dengan efektor (dapat berupa enzim).
Selanjutnya enzim menjadi aktif.

6
Reseptor yang berhubungan dengan tirosin kinase
G protein berada pada membrane sel dan memediasi fungsi G protein
linked receptors (GPCRs). G protein merupakan heterotrimeric karena terdiri
dari tiga subunit yang berbeda. Subunit-subunit tersebut adalah α, β, γ.
Subunit α merupakan komponen enzimatik. Subunit ini mengikat GTP dan
menghidrolisisnya menjadi GDP. Subunit β dan γ tetap berikatan satu sama
lain dan berasosiasi dengan subunit α saat berikatan dengan GDP.
Tipe G protein linked receptors ini berupa protein membrane yang
bekerjasama dengan protein G dan protein lainnya, biasanya sebuah enzim
(atau disebut juga efektor). Jika tidak ada molekul sinyal ekstraseluler
spesifik untuk reseptor, protein berada dalam keadaan tidak aktif. Protein G
inaktif memiliki satu molekul GDP yang terikat padanya. Jika molekul sinyal
terikat pada reseptor, reseptor akan berubah bentuk sehingga reseptor ini
mengikat dan mengaktifkan G protein. Satu molekul GTP menggantikan
GDP pada protein G. Protein G aktif mengikat dan mengaktifkan enzim dan
memicu langkah selanjutnya dalam jalur dan menghasilkan respon sel.
Protein G kemudian mengkatalis hidrolisis GTP dan melepaskannya dari
enzim, sehingga siap digunakan kembali.
Reseptor untuk faktor pertumbuhan sering berupa reseptor tirosin kinase
yaitu salah satu kelas reseptor membrane plasma yang dicirikan dengan
adanya aktivitas enzimatik. Bagian dari protein reseptor pada sisi sitoplasmik
membrane berfungsi sebagai enzim yang disebut tirosin kinase yang
mengkatalisis transfer gugus fosfat dari ATP ke asam amino tirosin pada
protein substrat. Reseptor tirosin kinase merupakan reseptor membrane yang
melekatkan fosfat ke protein tirosin.
Sebelum molekul sinyal terikat, reseptor merupakan polipeptida tunggal.
Pengikatan molekul sinyal pada reseptor tidak mengakibatkan perubahan
konformasi untuk mengaktifkan sisi sitoplasmik secara langsung. Aktivasi
terjadi karena pengikatan ligan menyebabkan dua polipeptida mengumpul
membentuk dimer. Pengumpulan ini mengaktifkan tirosin kinase dari kedua

7
polipeptida yang kemudian memfosforilasi tirosin pada ekor polipeptida
lainnya

D. Ion – Ion/vitamin yang berperan


Komponen MES MES memiliki 2 komponen utama :
Substansi dasar yang amorf (tidak berbentuk) terdiri dari
glikosaminoglikans (polisakarida yang mengandung gula amino), sebagian
besar terikat secara kovalen dengan protein sebagai proteoglikan dan
glikoprotein.
Substansi yang berbentuk (fibrosa) terdiri dari tiga jenis serat, yaitu serat
kolagen, serat retikulin dan serat elastin (Leeson et al, 1996).

Glikosaminoglikans
Glikosaminoglikans tidak bersulfat yang paling banyak terdapat pada
jaringan ikat adalah asam hialuronat yang merupakan unsur utama cairan
sinovia, Wharton’s jelly tali pusat, dan badan vitrus mata. Bahan ini mudah
berikatan dengan air, dan ini penting untuk pertukaran bahan antara sel
jaringan dan plasma darah. Enzim hialuronidase menghidrolisis bahan
tersebut, mengurangi viskositasnya dan dengan demikian meningkatkan
permeabilitas jaringan itu. Kondroitin sulfat merupakan glukosaminoglikans
bersulfat yang paling banyak dijumpai dan paling banyak terdapat pada
tulang rawan, tulang, dan pembuluh darah (Leeson et al, 1996).

Proteoglikan
Proteoglikan adalah komponen utama matriks ekstraselular atau bahan
dasar (ground substance), suatu bahan gelatinosa yang membentuk jala antara
sel-sel. Proteoglikan berinteraksi dengan protein dalam matriks, misalnya
kolagen dan elastin (yang memiliku peran struktural), fibronektin (yang
berperan dalam adhesi dan migrasi sel), dan laminin (yang ditemukan di
lamina basalis, misalnya glomerulus ginjal). Proteoglikan terdiri dari protein

8
inti yang secara kovalen melekat pada banyak rantai linier glikosaminoglikan
yang panjang, yang mengandung pengulangan unit disakarida (Marks, et al.,
2000).
Komponen protein proteoglikan dibentuk di retikulum endoplasma.
Pembentukan proteoglikan berawal dari perlekatan gula ke residu serin atau
treonin protein. Ke ujung nonpereduksi terjadi penambahan gula secara
sekuensial, dengan UDP-gula berfungsi sebagai perkursor. Setelah dibentuk,
proteoglikan disekresikan dari sel. Strukturnya mirip dengan sikat pembersih
botol, dengan banyak rantai glikosaminoglikan memanjang dari inti protein.
Proteoglikan dapat membentuk agregat berukuran besar, dan melekat secara
nonkovalen melalui suatu protein”penghubung” ke asam hialuronat.
Proteoglikan berinteraksi dengan protein fibronektin, yang melekat ke protein
membran sel integrin. Serat-serat kolagen yang berikatan silang juga
berhubungan dengan kompleks ini, membentuk matriks ekstraselular (Marks,
et al., 2000).

Glikoprotein
Glikoprotein merupakan protein yang berikatan dengan karbohidrat
dengan ikatan kovalen. Komponen ini merupakan bahan penyusun utama
matriks ekstraselular yang disekresi oleh sel (Campbell, et al., 2000).
Glikoprotein mengandung rantai karbohidrat yang berukuran pendek
(oligosakarida) dan biasanya bercabang. Oligosakarida ini umumnya terdiri
dari glukosa, galaktosa, dan turunan aminonya. Selain itu, sering dijumpai
manosa, L-fukosa, dan asam Nasetilneuraminat.
Rantai karbohidrat tumbuh melalui penambahan gula secara sekuensial ke
residu serin atau treonin pada protein, UDP-gula adalah prekursornya.
Glikoprotein dijumpai dalam mukus, dalam darah, di kompatemen dalam sel
(seperti lisosom), dalam matriks ekstraselular, dan terbenam dalam membran
sel dengan bagian karbohidrat menonjol ke dalam ruang intrasel (Marks, et
al., 2000). ibronektin adalah glikoprotein besar dengan berat molekul 440.000
yang merupakan unsur pembentuk matriks ekstraselular jaringan ikat, lamina

9
basal epitel, dan lamina eksterna yang membungkus serat otot polos dan
rangka. Fibronektin dibuat oleh fibroblast jaringan ikat, oleh turunan
mesenkim lain, dan oleh beberapa epitel. Molekul fibronektin yang fleksibel
dan panjang memiliki domain pengikat sel, pengikat kolagen, dan pengikat
glikosaminoglikan sepanjang molekulnya. Tempat pengikat spesifik ini
adalah dasar bagi perannya dalam menghubungkan permukaan sel pada unsur
berserat dan amorf dari matriks ekstraselular (Chapman and Hall, 2002).
Laminin adalah sebuah glikoprotein besar dengan berat molekul sekitar
satu juta kilodalton. Laminin merupakan unsur pembentuk utama dari lamina
basal epitel dan dari lapis sesuai yang membungkus serat otot. Hasil
pengamatan menggunakan mikroskop elektron, laminin berupa molekul
bergaris melintang dengan daerah globular dan mirip batang (Chapman and
Hall, 2002).

Substansi Makromolekul Lainnya


E-chaderin merupakan bagian dari molekul perlekatan interselular. E-
cadherin merupakan transmembran glikoprotein yang bertanggung jawab
terhadap ikatan homotipik dan morfologi pembentukan jaringan epitel. E-
cadherin sitoplasma terikat dengan actin cytoskeleton melalui interaksi α-
catenin. β-catenin terikat pada E-cadherin dan actin cytoskeleton melalui
interaksi α-catenin. Pada sel neoplasm, E-cadherin ini menghilang sebagian
atau seluruhnya. Sebagian besar daerah invasive dan metastasis karsinoma sel
skuamosa mulut menunjukkan penurunan ekspresi E-cadherin dan β-catenin
pada membran sel. Penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa
penurunan ekspresi E-cadherin disebabkan oleh penurunan metilasi E-
cadherin sedangkan penurunan ekspresi β-catenin pada membran sel
disebabkan oleh degradasi protein membran. Rusaknya kompleks cadherin-
catenin ditemukan pelbagai kanker dan berkaitan dengan differensiasi, invasi,
metastasis, dan prognosis dari suatu tumor (Sudiono, 2013).

10
Kolagen
Kolagen merupakan salah satu komponen matriks ekstraselular jaringan
penyambung yang juga berperan dalam pertahanan organisme sebagai barrier
fisik, yaitu mencegah penyebaran mikroorganisme yang berhasil menembus
epitel (Junqueira et al, 1997). Kolagen juga merupakan sebuah famili fibrous
protein bersifat insoluble yang berada dalam matriks ekstraselular dan
jaringan ikat (Lodish et al, 2000). Kolagen berfungsi untuk memperkuat dan
mendukung jaringan ekstraselular, tersusun dari asam amino, dan
hidroksiprolin yang berperan sebagai unsur biokimia jaringan kolagen
(Robbins et al., 2007)
Dalam keadaan segar serat kolagen bersifat lunak dan mudah
dibengkokkan, relatif tidak elastis dan sangat kuat. Serat ini bening dan
homogenik, tetapi samar-samar terlihar bergaris memanjang pada irisan
jaringan, serat-serat kolagen bersifat eosinofil dan terpulas merah oleh
pikrofusin Van Gieson. Serat kolagen terpulas biru ungu oleh biru anilin dari
pewarna jaringan ikat Mallory dan terpulas biru/hijau oleh pewarna Masson’s
trichrome (Leeson et al, 1996 dalam Santoso, 2015)

Serat retikulin
Serat retikulin (atau reticular) adalah serat kolagen yang sangat halus
tersusun membentuk suatu kerangka penyokong seperti jala atau reticulum.
Serat retikulin terdapat sebagai jala-jala halus mengitari pembuluh darah
kecil, serat otot, serat saraf dan sel lemak, dalam sekat-sekat halus dari paru
dan terutama pada batas di antara jaringan ikat dan jenis jaringan yang lain.
Misalnya di bawah membran epitel, serat retikulin ini membentuk jarring-
jaring padat sebagai unsur dari membrane basal. Serat retikulin juga terdapat
jaringan limfoid dan mieloid berhubungan dengan sel retikulum. Serat
retikulin tidak mudah dilihat dalam sajian Haematoksilin Eosin (HE), tetapi
dapat terlihat dengan cara impregnasi perak, misalnya cara Bielschowsky,
karena serat retikulin tampak sebagai garis hitam tipis, sedangkan serat
kolagen berwarna kuning atau coklat. Dapat dipulasnya serat retikulin oleh

11
impregnasi perak menjadi dasar dipakainya istilah argirofil. Serat retikulin
terpulas lebih gelap dengan teknik Periodic Acid Schiff’s (PAS) daripada
serat kolagen, dan tidak birefringen (Leeson et al, 1989 dalam Santoso,
2015).

Serat elastin
Serat elastin terdapat dalam jaringan ikat (fibrosa) jarang dan tampak sebagai
pita pipih atau benang silindris panjang, tipis, sangat retraktif, ukuran
diameternya berkisar antara kurang dari 1 – 4 mikrometer, walaupun pada
beberapa ligament elastis serat elastin ini mungkin mencapai diameter 10-12
mikrometer. Berbeda dengan serat kolagen, dengan mikroskop cahaya serat
elastin tampak homogenik dan tidak fibrilar. Serat elastin mungkin
membentuk membrane tertingkap yang sangat luas, misalnya disekitar
pembuluh darah. Dalam keadaan segar jaringan elastin berwarna kekuning-
kuningan. Serat elastin terpulas tidak menentu dengan eosin, tetapi dapat
terpulas dengan resorsin-fuchsin (biru-ungu gelap). Bila pada jaringan segar
diberi larutan asam yang diencerkan, serat kolagen mengkak dan menjadi
transparan, tetapi serat elastin tampak sebagai benang mengkilat yang sangat
refraktil dan homogen (Leeson et al, 1996 dalam Santoso, 2015). Serat elastin
disusun oleh elastin albuminoid yang sangat tahan terhadap sebagian besar
zat. Serat ini tidak dipengaruhi oleh larutan asam dan alkali yang diencerkan,
tetapi dicerna secara enzimatik oleh enzim elastase pankreas. Serat elastin
mudah direntangkan dan kembali ke bentuk panjangnya semula bila tegangan
dihilangkan (Davies, 2001)

2.2. Peran Vitamin C


Vitamin C atau asam askorbat merupakan vitamin yang larut dalam
air. Vitamin C bekerja sebagai suatu koenzim dan pada keadaan tertentu
merupakan reduktor dan antioksidan. Vitamin ini dapat secara langsung
atau tidak langsung memberikan elektron ke enzim yang membutuhkan
ion-ion logam tereduksi dan bekerja sebagai kofaktor untuk prolil dan lisil

12
hidroksilase dalam biosintesis kolagen. Zat ini berbentuk kristal dan bubuk
putih kekuningan, stabil pada keadaan kering (Dewoto 2007).
Vitamin ini dapat ditemukan di buah citrus, tomat, sayuran
berwarna hijau, dan kentang. vitamin ini digunakan dalam metabolisme
karbohidrat dan sintesis protein, lipid, dan kolagen. Vitamin C juga
dibutuhkan oleh endotel kapiler dan perbaikan jaringan. vitamin C
bermanfaat dalam absorpsi zat besi dan metabolisme asam folat. Tidak
seperti vitamin yang larut lemak, vitamin C tidak disimpan dalam tubuh
dan diekskresikan di urine. Namun, serum level vitamin C yang tinggi
merupakan hasil dari dosis yang berlebihan dan diekskresi tanpa
mengubah apapun(Kamiensky, Keogh2006).
Kebutuhan vitamin C berdasarkan U.S. RDA antara lain untuk pria
dan wanita sebanyak 60 mg/hari, bayi sebanyak 35 mg/hari, ibu hamil
sebanyak 70 mg/hari, dan ibu menyusui sebanyak 95 mg/hari. Kebutuhan
vitamin C meningkat 300-500% pada penyakit infeksi, TB, tukak peptik,
penyakit neoplasma, pasca bedah atau trauma, hipertiroid, kehamilan, dan
laktasi (Kamiensky, Keogh 2006).

2.3.Penyakit Scurvy
A. Definisi Scurvy
Scurvy adalah gangguan nutrisi yang disebabkan oleh defisiensi
vitamin C yang menyebabkan kegagalan sintesis kolagen dan
pembentukan osteoid yang mengakibatkan osteoporosis dan disertai
perdarahan subperiostal dan submukous. Bentuk berat dari penyakit ini
jarang terjadi tapi bentuk ringan dan sub-klinik lebih sering terjadi.
Penyakit ini berefek pada sel dan jaringan dari asal mesoderm, terutama
pada sistem tulang.

B. Etiologi
Penyakit ini disebabkan akibat kekurangan vitamin C (asam
askorbat) dan dihubungkan dengan defek sintesis kolagen, yang terjadi

13
pada anak-anak yang berumur antara 6 bulan sampai 1 tahun, tetapi bisa
dimulai lebih dini pada bayi premature atau ibu-ibu melahirkan yang
kekurangan nutrisi selama stadium kehamilan mereka. Vitamin C berperan
dalam sintesis kolagen interseluler. Kolagen tipe 1 merupakan senyawa
protein yang banyak terdapat dalam tulang rawan, kulit bagian dalam
tulang, dentin, dan vascular endothelium. Vitamin C adalah penting bagi
penyembuhan luka, dan untuk perbaikan dan pemeliharaan dari tulang
rawan, tulang, dan gigi.

C. Gejala Klinis
Gejala utama penyakit scurvy timbul akibat kelainan tulang dan pembuluh
darah. Terjadi pendarahan subperiosteal, resorpsi dentin dan degenerasi
odon-toblast.11
Gejala dan tanda khas dari scurvy disease, yaitu:
1. Hemoragik
Menunjukkan bukti perdarahan mengakibatkan hilangnya darah dan
cairan tubuh
2. Hiperkeratosis
Penumpukan berlebihan dari sel-sel kulit yang, bersama dengan
sebum dan bakteri yang terperangkap, menciptakan sumbatan di
folikel rambut yang menghasilkan lesi jerawat
3. Hypochondriasis
Gangguan dimana seseorang disibukkan dengan rasa takut
mengalami penyakit serius
4. Kelainan hematologi.
Anak dengan skorbutus (scurvy) ini dengan cepat menunjukkan
gejala iritabilitas, pembengkakan ekstremitas (lebih-lebih paha) dan nyeri
yang begitu hebat sehingga tidak mau menggerakkannya (psedo paralisa).
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda tersebut jelas disertai
perdarahan ditempat lain misalnya gusi.

14
Gejala awal scurvy yaitu :
 rasa tidak enak
 kelesuan
 kehilangan selera makan
 mudah marah
 berat badan menurun
 diare
 takipnea
 demam.
Setelah 1-3 bulan kekurangan vitamin C parah atau total, pasien mengeluh
semakin sesak napas dan nyeri tulang. Mialgia dapat terjadi karena berkurangnya
produksi karnitin. Perubahan kulit menjadi kasar, mudah memar dan peteki,
penyakit gusi, pelonggaran gigi, penyembuhan luka yang lama, dan perubahan
emosional terjadi. Mulut kering dan mata kering mirip dengan sindrom Sjögren
dapat terjadi. Gejala lain adalah rasa sakit dan nyeri kaki, pseudoparalysis,
pendarahan . Pada tahap akhir, penyakit kuning (jaundice), edema umum,
oliguria, neuropati, demam, dan kejang-kejang dapat terjadi. Termaksud
pendarahan otak atau hemoperikardium.

D.Penatalaksanaan
Penyembuhan yang cepat dapat terjadi dengan pemberian 100-200 mg
vitamin C harian per oral atau parenteral. Nyeri dan tenderness akan menghilang,
perdarahan sub-periostal akan berangsur-angsur membaik, dan pertumbuhan
badan dapat berjalan kembali. Pencegahan scurvy dapat dilakukan dengan
pemberian vitamin C yang adekuat (50 mg/hari untuk bayi dan anak-anak, 75-100
mg/hari untuk orang dewasa). Tubuh manusia dapat mentoleransi vitamin C
dengan baik, dan dosis yang banyak tidak menyebabkan intoksikasi atau keadaan

15
patologis lain. Suatu diet cukup di dalam vitamin C untuk dapat mencegah
terjadinya scurvy.
Berikut adalah makanan dan Ilmu Gizi Dewan Akademi dari Sciences,
Reset yang berkenaan dengan aturan makan sehari-hari direkomendasikan
minimum tentang vitamin C yaitu:
a. Anak-anak : lebih 30-40 mg/hari
b. Remaja dan dewasa : lebih 45-60mg/hari
c. Wanita yang hamil : lebih 70 mg/hari
d. Wanita menyusui : lebih 90-95 Mg/hari

Pemberian Makanan berupa buah-buahan dan sayuran yang kaya akan


vitamin C seperti buah jeruk, buah berry, tomat, Kentang, Bayam Kubis,
Kembang kol, Brócoli,dan buah-buahan. Tindakan utama yang harus dilakukan
untuk mencegah timbulnya penyakit scurvy adalah dengan mengkonsumsi buah-
buahan dan sayur-sayuran secara teratur dalam jumlah yang cukup. Selain itu
menghindari factor-faktor pemicu timbulnya scurvy yaitu seperti merokok,
alkoholisme, anorexia. Scurvy dapat dicegah dengan diet cukup vitamin C, buah
jeruk, dan sari buah merupakan sumber yang paling baik. Bayi susu formula harus
mendapatkan 35 mg asam askorbat setiap hari. Ibu yang sedang menyusui harus
minum 100 mg. 45-60 mg/24 jam diperlukan oleh anak atau orang dewasa.

16
BAB III
KESIMPULAN

1. Matriks ekstraselular (ECM) adalah bagian dari tiga ikat. lapisan jaringan
serat otot sekitarnya. Lapisan jaringan ikat adalah epimysium. dan
epimysium. Matriks ekstraselular terdiri dari nonfibrous protein berserat
termasuk kolagen, serabut elastic, proteoglikan yaitu hyaluronan dan
Adhesive glikoprotein yaitu laminin, fibronectin dan tenascin.
2. Komponen matriks ekstraselular merupakan bagian integral dari setiap
tahapan penyembuhan luka, berinteraksi dengan sel dan faktor
pertumbuhan dalam dinamis memberi dan menerima yang akhirnya
menghasilkan penutupan luka. Lebih khusus, komponen ECM berperan
dalam merangsang proliferasi sel dan diferensiasi, membimbing migrasi
sel, dan memodulasi respon seluler.
3. Scurvy adalah gangguan nutrisi yang disebabkan oleh defisiensi vitamin C
yang menyebabkan kegagalan sintesis kolagen dan pembentukan osteoid
yang mengakibatkan osteoporosis dan disertai perdarahan subperiostal dan
submukous. Penyakit ini disebabkan akibat kekurangan vitamin C (asam
askorbat) dan dihubungkan dengan defek sintesis kolagen, yang terjadi
pada anak-anak yang berumur antara 6 bulan sampai 1 tahun, tetapi bisa
dimulai lebih dini pada bayi premature atau ibu-ibu melahirkan yang
kekurangan nutrisi selama stadium kehamilan mereka

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Almatsier S. Vitamin. Dalam: Prinsip dasar ilmu gizi. Edisi pertama. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001. h. 167-73.
2. Arijanti L dan Nasar S.S. Masalah Nutrisi pada Thalassemia. Sari Pediatri,
Vol. 5, No. 1, Juni 2003: 21 – 26
3. Kadler KE., Holmes DF., Trotter JA., Chapman JA. Collagen fibril formation.
Biochem J. 1996. 316: 1-11.
4. Krieg T. dan Aumailley M. The extracellular matrix of the dermis: flexible
structures with dynamic functions. Experimental Dermatology. 2011. 20: 689–
695.
5. Krieg T, Aumailley M, Koch M, Chu M., Uitto J. Collagen, Elastic Fibers,
and Extracellular Matrix. Dalam: Freedberg IM, Eissen AZ, Wolff K, et al.
Fitzpatrik’s Dermatology in General Medicine. 8th ed. Mc Graw-Hill Book
Co, New York. 2012. 666-692.
6. Lesson CR, Leeson TS, Paparo AA. Buku Teks Histologi. Jakarta; EGC. 1996.
7. Lodish H, Berk A, Zipursky SL, et al., Collagen: The fibrous Proteins of the
matrix, in Molecullar cell biology, W. H. Freeman, New York. 2000.
8. Marks, Dawn B, Allan D Marks and Collen M. Smith. Biokimia Kedokteran
Dasar Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta; EGC. 2000.
9. Porter S. The role of the fibroblast in wound contraction and healing. Wounds.
2007. 3(1): 33-39.
10. Santoso GRE. Perbedaan Tipe Dan Pola Distribusi Matriks Ekstraselular
Tumor Ameloblastoma Berdasarkan Gambaran Tipe Histopatologi. Skripsi
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember. 2015.
11. Goebel, L., 2015 [cited 2016 November 8]. Scurvy Clinical Presentation.
[serial on internet]. Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/125350-clinical
12. Reksoprodjo, S., Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Tanggerang: Binapura
Aksara, Hal; 598-599

18

Anda mungkin juga menyukai