Anda di halaman 1dari 3

Abses peritonsil atau Quinsy merupakan suatu infeksi akut yang diikuti dengan

terkumpulnya pus pada jaringan ikat longgar antara m.konstriktor faring dengan tonsil pada
fosa tonsil. Infeksi ini menembus kapsul tonsil (biasanya pada kutub atas). Abses peritonsil
merupakan infeksi pada tenggorok yang seringkali merupakan komplikasi dari tonsilitis akut.
Abses peritonsil merupakan infeksi pada kasus kepala leher yang sering terjadi pada orang
dewasa. Timbulnya abses peritonsil dimulai dari infeksi superfisial dan berkembang secara
progresif menjadi tonsilar selulitis.

Etiologi

Abses peritonsil terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang
bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebabnya sama
dengan kuman penyebab tonsilitis. Biasanya unilateral dan lebih sering pada anak-anak yang
lebih tua dan dewasa muda.

Mikrobiologi yang sering ditemukan pada abses paling banyak adalah infeksi
campuran. Terdapat bakteri aerob dan anaerob. Apabila diisolasi paling sering ditemukan
adalah Streptococcus grup A atau grup B. Staphylococcus aureus, Fusobacterium dan bakteri
gram negative anaerob juga sering ditemukan. 5% dari kultur menunjukkan tidak adanya
pertumbuhan bakteri, hal ini disebabkan karena kebanyakan pasien mendapatkan terapi
antibiotic sebelum dilakukan operasi pada stadium akut.

Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses peritonsiler adalah


Streptococcus pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptoccus), Staphylococcus aureus, dan
Haemophilus influenzae. Sedangkan organisme anaerob yang berperan adalah Fusobacterium.
Prevotella, Porphyromonas, Fusobacterium, dan Peptostreptococcus spp. Untuk kebanyakan
abses peritonsiler diduga disebabkan karena kombinasi antara organisme aerobik dan
anaerobic.

Virus yang sering ditemukan pada abses paling banyak adalah Eipsten-barr, adenovirus,
influenza A dan B, herpes simplex, dan parainfluenza.
Patofisiologi

Patofisiologi abses peritonsiler belum diketahui sepenuhnya. Namun, teori yang paling
banyak diterima adalah kelanjutan episode tonsillitis eksudatif menjadi peritonsillitis
dan diikuti pembentukan abses. Berikut ini adalah tiga teori patogenesa terjadinya
abses peritonsiler:
 Teori Parkinson (1970)
Penyebaran abses ke ruang peritonsil oleh karena di dalam ruang
peritonsil terdapat kelompok kelenjar yang terletak di permukaan superior dari
kapsul tonsil di pool atas. Kelompok kelenjar ini mudah mendapatkan infeksi
dari tonsil. Bila kelompok ini terinfeksi mudah terjadi abses di dalam ruangan
yang terisi jaringan ikat longgar. Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris
merupakan jaringan ikat longgar, oleh karena itu infiltrasi supurasi ke ruang
potensial peritonsil tersering menempati daerah ini, sehingga tampak palatum
mole membengkak. Abses peritonsil juga dapat terbentuk di bagian inferior,
namun jarang.
 Teori Ballenger (1977)
Perluasan infeksi ke ruang peritonsil, berasal dari kripte yang besar di
pole atas yang merupakan celah yang berhubungan erat dengan bagian luar
tonsil, sehingga infeksi yang terjadi pada kripte mudah menjalar ke atas
belakang (superior posterior) dari ruangan peritonsil.
 Teori Paparella (1980)
Terjadinya abses oleh karena infeksi yang berasal dari proses akut tonsil
dan menembus kapsul, sampai ke ruangan peritonsil tetapi masih dalam batas
otot konstriktor faring.Pada stadium permulaan (stadium infiltrat), selain
pembengkakan tampak juga permukaan yang hiperemis. Bila proses berlanjut,
daerah tersebut lebih lunak dan berwarna kekuning-kuningan. Tonsil terdorong
ke tengah, depan, dan bawah, uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral.
Bila proses terus berlanjut, peradangan jaringan di sekitarnya akan
menyebabkan iritasi pada m.pterigoid interna, sehingga timbul trismus. Abses
dapat pecah spontan, sehingga dapat terjadi aspirasi ke paru. Selain itu, PTA
terbukti dapat timbul de novo tanpa ada riwayat tonsillitis kronis atau berulang
sebelumnya. PTA dapat juga merupakan suatu gambaran dari infeksi virus
Epstein-Barr.
Abses peritonsil yang timbul sebagai kelanjutan tonsilitis akut biasanya timbul
pada hari ke 3 dan ke 4 dari tonsillitis akut. Sumber infeksi berasal dari salah satu
kripta yang mengalami peradangan, biasanya kripta fossa supratonsil, dimana
ukurannya besar, merupakan kavitas seperti celah dengan tepi tidak teratur, dan
berhubungan erat dengan bagian posterior dan bagian luar tonsil. Muara dari kripta
yang mengalami infeksi tersebut tertutup sehingga abses yang terbentuk di dalam
saluran kripta akan pecah melalui kapsul tonsil dan berkumpul pada tonsil “bed”.
Pus yang berkumpul pada fosa supratonsil tersebut akan menimbulkan penonjolan,
pembengkakan dan edema dari palatum molle sehingga tonsil akan terdorong
kearah medial bawah. Walaupun sangat jarang abses peritonsil dapat terbentuk di
inferior.
Abses peritonsiler juga bisa sebagai kelanjutan dari infeksi yang bersumber dari
kelenjar mukus weber. Kelenjar ini berhubungan dengan permukaan atas tonsil
lewat duktus dan kelenjar ini membersihkan area tonsil dari debris dan sisa makanan
yang terperangkap di kripta tonsil. Inflamasi pada kelenjar weber dapat
menyebabkan selulitis. Infeksi ini menyebabkan duktus sampai permukaan tonsil
menjadi lebih terobstruksi akibat inflamasi sekitarnya. Hasilnya adalah nekrosis
jaringan dan pembentukan pus yang menghasilkan tanda dan gejala abses peritonsil

Daftar Pustaka

1. Segal N, Sabri SE. Peritonsillar Abscess in Children in The Southern District of Israel.
Int Journal of Ped Otol. 2009;73(8):1148-50.
2. Soepradi AA, et al. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan
leher. Ed.7. Jakarta: Badan penerbit FKUI. 2016.
3. Agus F, Eka DA. Abses peritonsil. Medicina. 2014;44(3):186-189.

Anda mungkin juga menyukai