Anda di halaman 1dari 34

ASKEP KEGAWATDARURATAN SISTEM KARDIOVASKULER DAN PERNAFASAN

ASKEP TRAUMA TORAKS


Dosen Pengampu : Syahid Amrullah,M.Kep

Disusun Oleh :
Kelompok 2

Tri wahyudi (S19128029)


Salimah (S19128022)
Heni Novi Antika (S19128028)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
MUHAMMADIYAH PONTIANAK
TAHUN ANGKATAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat Nya penyusun masih
diberi kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah yang
berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN TRAUMA
THORAKS” ini disusun untuk memenuhi tugas mahasiswa dari mata kuliah
kegawatdarutatan sistem III diprogram studi ilmu keperawatan. Kami menyadari bahwa
makalah ini tidaklah sempurna oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah ini dimasa akan datang. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dan masyarakat pada
umumnya. Dan semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah
pengetahuan para mahasiswa dan masyarakat dan pembaca.

Pontianak, 23 maret 2021

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
A. Latar belakang...................................................................................................................4
B. Rumusan masalah.............................................................................................................4
C. Tujuan penulisan...............................................................................................................5
D. Manfaat.............................................................................................................................5
BAB II.............................................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................................6
A. Anatomi Fisiologi..........................................................................................................6
B. Definisi Trauma.............................................................................................................7
C. Etiologi Trauma.............................................................................................................7
D. Patofisiologi...................................................................................................................8
E. Komplikasi....................................................................................................................9
F. Pencegahan..................................................................................................................10
G. Klasifikasi dan tatalaksana trauma thoraks.................................................................10
BAB III..........................................................................................................................................17
ASUHAN KEPERAWATAN.......................................................................................................17
A. Pengkajian.......................................................................................................................17
B. Pemeriksaan fisik............................................................................................................19
C. Analisa data.....................................................................................................................20
D. Diagnosa keperawatan....................................................................................................22
E. Tindakan keperawatan....................................................................................................22
F. Implementasi dan Evaluasi.................................................................................................26
BAB IV..........................................................................................................................................31
PENUTUP.....................................................................................................................................31
A. Kesimpulan.....................................................................................................................31
B. Saran................................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................32

iii
iv

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan
oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut
(Sudoyo, 2010).
Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3 kehidupan diseluruh
kota besar didunia dan diperkiraan 16.000 kasus kematian akibat trauma per tahun
yang disebabkan oleh trauma toraks di amerika. Sedangkan insiden penderita trauma
toraks di amerika serikat diperkirakan 12 penderita per seribu populasi per hari dan
kematian yang disebabkan oleh trauma toraks sebesar 20-25%.Dan hanya 10-15% penderita
trauma tumpul toraks yang memerlukan tindakan operasi, jadi sebagian besar hanya
memerlukan tindakan sederhana untuk menolong korban dari ancaman kematian (Sudoyo,
2010).
Di Australia, 45% dari trauma tumpul mengenai rongga toraks. Dengan adanya
trauma pada toraks akan meningkatkan angka mortalitas pada pasien dengan trauma. Trauma
toraks dapat meningkatkan kematian akibat Pneumotoraks 38%, Hematotoraks 42%,
kontusio pulmonum 56%, dan flail chest 69% (Nugroho, 2015).
Pada trauma dada biasanya disebabkan oleh benda tajam, kecelakaan lalu lintas atau
luka tembak.Bila tidak mengenai jantung, biasanya dapat menembus rongga paru-paru.
Akibatnya, selain terjadi pendarahan dari rongga paru-paru, udara juga akan masuk ke dalam
rongga paru-paru. Oleh karena itu, pau-paru pada sisi yang luka akan mengempis. Penderita
Nampak kesakitan ketika bernapas dan mendadak merasa sesak dan gerakan iga disisi yang
luka menjadi berkurang (Sudoyo, 2010) Trauma tumpul thoraks sebanyak 96.3% dari
seluruh trouma thoraks, sedangkan sisanya sebanyak 3,7% adalah trauma tajam. Penyebab
terbanyak dari trauma tumpul thoraks masih didominasi oleh korban kecelakaan lalu
lintas (70%). Sedangkan mortalitas pada setiap trauma yang 5 disertai dengan trauma
thoraks lebih tinggi (15,7%) dari pada yang tidak disertai trauma thoraks (12,8%)
pengolahan trauma thoraks, apapun jenis dan penyebabnya tetap harus menganut kaidah
klasik dari pengolahan trauma pada umumnya yakni pengolahan jalan nafas, pemberian
pentilasi dan control hemodianamik (Patriani, 2012).
Jadi menurut kelompok trauma thorak adalah luka atau cedera fisik sehingga dapat
menyebabkan kematian utama pada anak-anak atau orang dewasa. Di dalam thoraks
terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu paru-paru dan
jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa darah.

4
5

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana teori Trauma thoraks?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan Trauma thoraks pada pasien yang mengalami
trauma thorak?
3. Bagaimana tindakan keperawatan pada pasien Trauma thoraks?
C. Tujuan penulisan
Tujuan Umum
Dapat menambah pengetahuan mahasiswa mengenai Trauma thorak serta asuhan
keperawatan yang dapat dilakukan terhadap pasien dengan masalah Trauma thoraks.
Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu mengetahui teori Trauma thoraks.
2. Mahasiswa mampu mengetahui konsep teori asuhan keperawatan pada pasien Trauma
thoraks.
3. Mahasiswa mampu tindakan keperawatan pada pasien Trauma thorak
D. Manfaat
1. Mahasiswa mampu memahami teori Trauma thoraks.
2. Mahasiswa mampu konsep teori asuhan keperawatan pada pasien Trauma thoraks.
3. Mahasiswa mampu memahami tindakan keperawatan pada pasien Trauma thoraks
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi
Dinding toraks merupakan rongga yang berbentuk kerucut, dimana pada bagian bawah
lebih besar daripada bagian atas dan pada bagian belakang lebih panjang dari pada bagian
depan. Pada rongga toraks terdapat paru - paru dan mediastinum. Mediastinum adalah ruang
didalam rongga dada diantara kedua paru - paru. Di dalam rongga toraks terdapat beberapa
sistem diantaranya yaitu: sistem pernapasan dan peredaran darah. Organ yang terletak
dalam rongga dada yaitu; esophagus, paru, hati, jantung, pembuluh darah dan saluran limfe
(Patriani, 2012).

Kerangka toraks meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari
sternum, dua belas pasang kosta, sepuluh pasang kosta yang berakhir di anterior dalam
segmen tulang rawan dan dua pasang kosta yang melayang. Tulang kosta berfungsi
melindungi organ vital rongga toraks seperti jantung, paru-paru, hati dan Lien (Patriani,
2012).

Batas tulang pada dinding toraks Muskulus interkostal merupakan tiga otot pipih yang
terdapat pada tiap spatium interkostalis yang berjalan di antara tulang rusuk yang
bersebelahan. Setiap otot pada kelompok otot ini dinamai berdasarkan posisi mereka masing
masing:

1. M. interkostal eksternal merupakan yang paling superficial

2. M. interkostal internal terletak diantara m.interkostal eksternal danprofundal Muskulus


interkostal profunda memiliki serabut dengan orientasi yang samadengan muskulus
interkostal internal. Otot ini paling tampak pada dinding torakslateral. Mereka melekat
pada permukaan internal rusuk - rusuk yang bersebelahan sepanjang tepi medial lekuk
kosta (Nugroho, 2015)

Muskulus subkostal berada pada bidang yang sama dengan m.interkostalprofunda,


merentang diantara multiple rusuk, dan jumlahnya semakin banyak diregio bawah dinding

6
7

toraks posterior. Otot - otot ini memanjang dari permukaan interna satu rusuk sampai
dengan permukaan internarusuk kedua atau ketiga di bawahnya (Nugroho, 2015).

Muskulus torakal transversus terdapat pada permukaan dalam dinding toraks


anterior dan berada pada bidang yang sama dengan m.interkostal profunda. Muskulus
torakal transversus muncul dari aspek posteriorprosesus xiphoideus, pars inferior badan
sternum, dan kartilage kosta rusuk sejati di bawahnya.

B. Definisi Trauma
Adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional
yang hebat (Nugroho, 2015). Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang
disebabkan oleh benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura
paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang
dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan (Rendy, 2012). Trauma thoraks adalah
luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada
dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau
benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut.Trauma thoraks
diklasifikasikan dengan tumpul dan tembus. Trauma tumpul merupakan luka atau cedera
yang mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit
diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu (Sudoyo,
2010) Dari berberapa definisi diatas dapat didefinisikan trauma thoraks adalah trauma
yang mengenai dinding toraks yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh
pada pada organ didalamnya, baik sebagai akibat dari suatu trauma tumpul maupun oleh
sebab trauma tajam.

C. Etiologi Trauma
pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul 65% dan trauma tajam
34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab trauma toraks tersering adalah kecelakaan
kendaraan bermotor (63-78%) (Saaiq, et al., 2010). Dalam trauma akibat kecelakaan,
ada lima jenis benturan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang,
berputar, dan terguling (Sudoyo, 2010).

Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat yang lengkap
karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab trauma toraks oleh
8

karena trauma tajam dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat energinya, yaitu berenergi
rendah seperti trauma tusuk,

11 berenergi sedang seperti tembakan pistol, dan berenergi tinggi seperti pada
tembakan senjata militer. Penyebab trauma toraks yang lain adalah adanya tekanan yang
berlebihan pada paru-paru yang bisa menyebabkan Pneumotoraks seperti pada aktivitas
menyelam (Hudak, 2011).

Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan sternum, rongga
pleura saluran nafas intratoraks dan parenkim paru. Kerusakan ini dapat terjadi
tunggal ataupun kombinasi tergantung dari mekanisme cedera (Sudoyo, 2010).

D. Patofisiologi
Utuhnya suatu dinding Toraks sangat diperlukan untuk sebuah ventilasipernapasan
yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah luar oleh otot -otot pernapasan diikuti
dengan turunnya diafragma menghasilkan tekanan negative dari intratoraks. Proses ini
menyebabkan masuknya udara pasif ke paru – paru selama inspirasi. Trauma toraks
mempengaruhi strukur - struktur yang berbedadari dinding toraks dan rongga toraks.
Toraks dibagi kedalam 4 komponen, yaitudinding dada, rongga pleura, parenkim paru, dan
mediastinum.Dalam dindingdada termasuk tulang - tulang dada dan otot - otot yang
terkait (Sudoyo, 2009).

Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal dan dapat terisi oleh darah
ataupunudara yang menyertai suatu trauma toraks. Parenkim paru termasuk paru – parudan
jalan nafas yang berhubungan, dan mungkin dapat mengalami kontusio, laserasi, hematoma
dan pneumokel.Mediastinum termasuk jantung, aorta/pembuluh darah besar dari toraks,
cabang trakeobronkial dan esofagus. Secara normal toraks bertanggung jawab untuk fungsi
vital fisiologi kardiopulmonerdalam menghantarkan oksigenasi darah untuk metabolisme
jaringan pada tubuh. Gangguan pada aliran udara dan darah, salah satunya maupun
kombinasi keduanya dapat timbul akibat dari cedera toraks (Sudoyo, 2009).

Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada beberapa faktor,
antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari13 cedera, cedera lain yang
terkait, dan penyakit - penyakit komorbid yang mendasari. Pasien – pasien trauma toraks
9

cenderung akan memburuk sebagai akibat dari efek pada fungsi respirasinya dan secara
sekunder akan berhubungan dengan disfungsi jantung (Sudoyo, 2009).

Manifestasi Klinis Adapun tanda dan gejala pada pasien trauma thorax menurut Hudak,
(2009) yaitu:

1. Temponade jantung
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung
b. Gelisah
c. Pucat, keringan dinginPeninggian TVJ (9Tekanan Vena Jugularis)
d. Pekak jantung melebar
e. Bunyi jantung melemah
f. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure
g. ECG terdapat low Voltage seluruh lead
h. Perikardiosentesis kuluar darah (FKUI:2005)
2. Hematothorax
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
b. Gangguan pernapasan (FKUI:2005)
3. Pneumothoraks
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas
b. Gagal pernapasan dengan sianosis
c. Kolaps sirkulasi
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang
terdapat jauh atau tidak terdengar sama sekali
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik

E. Komplikasi
Trauma toraks memiliki beberapa komplikasi seperti pneumonia 20%, pneumotoraks
5%, hematotoraks 2%, empyema 2%, dan kontusio pulmonum 20%. Dimana 50-60%
pasien dengan kontusio pulmonum yang berat akanmenjadi ARDS. Walaupun angka
kematian ARDS menurun dalam decadeterakhir, ARDS masih merupakan salah satu
komplikasi trauma toraks yang sangat serius dengan angka kematian 20-43% (Nugroho,
2015).
Kontusio dan hematoma dinding toraks adalah bentuk trauma toraks yangpaling
sering terjadi.Sebagai akibat dari trauma tumpul dinding toraks,perdarahan masif dapat
terjadi karena robekan pada pembuluh darah pada kulit,subkutan, otot dan pembuluh darah
interkosta.
10

Fraktur kosta terjadi karena adanya gaya tumpul secara langsung maupuntidak
langsung. Gejala yang spesifik pada fraktur kosta adalah nyeri, yang meningkat pada
saat batuk, bernafas dalam atau pada saat bergerak.
Flail chest adalah suatu kondisi medis dimana kosta
kosta yang berdekatan patah baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada daerah
kostokondral.
Fraktur sternum terjadi karena trauma tumpul yang sangat berat sering kalidisertai
dengan fraktur kosta multipel.
Kontusio parenkim paru adalah manifestasi trauma tumpul toraks yang palingumum
terjadi.
Pneumotoraks adalah adanya udara pada rongga pleura. Pneumotoraks pada
trauma tumpul toraksterjadi karena pada saat terjadinya kompresi dada tiba - tiba
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intraalveolar yang dapat menyebabkan rupture
alveolus. Gejala yang paling umum pada Pneumotoraks adalah nyeri yang diikuti oleh
dispneu

F. Pencegahan
Pencegah trauma thorax yang efektif adalah dengan cara menghindari faktor
penyebabnya, seperti menghindari terjadinya trauma yang biasanya banyak dialami pada
kasus kecelakaan dan trauma yang terjadi berupa trauma tumpul serta menghindari
kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang biasanya
disebabkan oleh benda tajam ataupun benda tumpul yang menyebabkan keadaan gawat
thorax akut (Patriani, 2012)

G. Klasifikasi dan tatalaksana trauma thoraks


1. Tension peumotoraks
Tension pneumotoraks adalah keadaan yang mengancam nyawa. Tension
pneumotoraks terjadi melalui mekanisme kebocoran udara “katup satu arah” dari paru-
paru atau melalui dinding dada. Udara terperangkap dalam kavum pleura dan dengan
cepat membuat paru-paru kolaps. Mediastinum terdorong ke sisi yang berlawanan dari
sisi pneumothorax. Gejala dan tanda tension pneumothorax diantaranya adalah: nyeri
dada, ingin makan udara (air hunger), takipnea, distres respirasi, takikardi, hipotensi,
deviasi trakhea menjauhi sisi pneumotoraks, distensi vena leher, tidak adanya suara nafas
11

di sisi pneumotoraks, perkusi didapatkan hiper-resonan/hipersonor, dan sianosis


(manifestasi terlambat), serta saturasi arteri dengan pulse oxymeter hasilnya menurun.
Diagnosis dilakukan secara klinis tanpa pemeriksaan radiologi yang menunda
penanganan. Tension pneumothorax biasanya ditangani secara darurat dengan
dekompresi jarum (needle decompression atau disebut juga needle thoracocentesis)
dengan cara memasukkan kateter jarum besar ke dalam ruang pleura (kavum pleura).
Lokasi penusukan di interkostal kedua (ICS II) di linea mid-klavikula. Karena faktor
tebalnya dinding dada, kekakuan kateter, dan komplikasi teknis atau anatomis,
dekompresi dengan jarum bisa gagal. Faktor ketebalan dinding dada, misalnya pasien
dengan otot dada tebal atau obesitas mempengaruhi keberhasilan dekompresi needle.
Selain itu, kesalahan identifikasi ICS kedua juga sering terjadi. Panjang needle 5 cm akan
dapat menembus kavum pleura >50%, sedangkan panjang needle 8 cm dapat menembus
kavum pleura >90%. Bukti terbaru mendukung penempatan kateter needle ukuran besar
di interkostal kelima (ICS V). Dokter umum memiliki kompetensi bisa melakukan needle
dekompresi secara mandiri. Tidak semua rumah sakit memiliki chest tube yang
disambungkan ke Water Sealed Drainage (WSD) dan tidak semua dokter bedah (atau
sub-bedah) standby terutama di rumah sakit daerah pedalaman (rural area), sehingga
dokter umum setempatlah yang berperan menyelamatkan nyawa pasien tension
pneumothorax.
Setelah ditemukan pasien dengan diagnosis tersebut, disiapkan semua alat dan bahan
yang dibutuhkan, yaitu: lidokain, spuit, kasa steril, alkohol, IV cath no.14G, plester,
infus/transfusion set, flabot kosong (bekas infus 500 cc berisi cairan sekitar separuhnya,
dan gunting. Semua alat dan bahan tersebut seharusnya berada di IGD maupun bangsal
rumah sakit manapun (termasuk rumah sakit terpencil). Pasien dilakukan anestesi lokal di
sela iga kelima (ICS V) linea mid-aksila. Setelah anestesi lokal, sebuah IV cath ukuran
terbesar (14G) ditusukkan sebagai torakosintesis di spatium interkosta kelima (ICS 5)
tepat di sisi atas kosta ke-6 linea mid-aksila kanan sesuai update terbaru Advance Trauma
Life Support (ATLS). Jarum (needle) diambil dan cath tetap menancap yang kemudian
difiksasi dengan plester.
Setelah tidak didapatkan udara keluar dari needle, dilanjutkan pemasangan mini-water
sealed drainage (mini-WSD) yang dapat dibuat menggunakan alat sederhana. Mini-WSD
12

terdiri dari selang infus yang disambungkan dengan IV cath di satu sisi, sedangkan sisi
lainnya digunting/dipotong sebelum ujungnya dan dimasukkan ke dalam botol infus yang
berisi air setengah botol, dengan ujung selang infus tenggelam hingga dasar botol. Pasien
dievaluasi undulasi dan gelembung udara (bubble) yang muncul tiap pasien inspirasi.
Pasien diikuti perkembangannya (follow-up) dan data didokumentasikan secara lengkap,
untuk kemudian dilaporkan dalam bentuk laporan kasus (case report).
2. Masiv hematorhaks
Yaitu terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1.500 cc di dalam rongga pleura. Hal
inisering disebabkan oleh luka tembus yang merusak pembuluh darah sistemik atau
pembuluhdarah pada hilus paru. Hal ini juga dapat disebabkan trauma tumpul.
Kehilangan darahmenyebabkan hipoksia. Vena leher dapat kolaps (flat) akibat adanya
hipovolemia berat, tetapi kadang dapat ditemukan distensi vena leher, jika disertai
tension pneumothorax. Jarang terjadi efek mekanik dari darah yang terkumpul di
intratoraks lalu mendorong mediastinum sehingga menyebabkan distensi dari pembuluh
vena leher. diagnosis hemotoraks ditegakkan dengan adanya syok yang disertai suara
nafas menghilang dan perkusi pekak pada sisi dadayang mengalami trauma.
Terapi awal hemotoraks masif adalah dengan penggantian volume darah yang
dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus cairan
kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan kemudian pemberian darah dengan
golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam
penampungan yang cocok untuk autotransfusi. Bersamaan dengan pemberian infus,
sebuah selang dada (chest tube) no. 38 french dipasang setinggi puting susu, anterior dari
garis midaksilaris lalu dekompresi rongga pleura selengkapnya. Ketika kita mencurigai
hemotoraks masif pertimbangkan untuk melakukan autotransfusi. Jika pada awalnya
sudah keluar 1.500 ml, kemungkinan besar penderita tersebut membutuhkan torakotomi
segera. beberapa penderita yang pada awalnya darah yang keluar kurang dari 1.500 ml,
tetapi pendarahan tetap berlangsung. ini juga mambutuhkan torakotomi. Keputusan
torakotomi diambil bila didapatkan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200 cc/jam
dalam waktu 2 sampai 4 jam, tetapi status fisiologi penderita tetap lebih diutamakan.
(ransfusi darah diperlukan selama ada indikasi untuktoraktomi. selama penderita
dilakukan resusitasi, volume darah awal yang dikeluarkandengan selang dada (chest tube)
13

dan kehilangan darah selanjutnya harus ditambahkan kedalam cairan pengganti yang


akan diberikan. warna darah (arteri atau vena) bukan merupakan indikator yang baik
untuk dipakai sebagai dasar dilakukannya torakotomi. Luka tembus toraks di daerah
anterior medial dari garis puting susu dan luka di daerah posterior,medial dari skapula
harus disadari oleh dokter bahwa kemungkinan dibutuhkan torakotomi,oleh karena
kemungkinan melukai pembuluh darah besar, struktur hilus dan jantung yang potensial
menjadi tamponade jantung. (orakotomi harus dilakukan oleh ahli bedah, atau dokter
yang sudah berpengalaman dan sudah mendapat latihan.

3. Flail chest
Flail chest atau trauma thoraks adalah keadaan di mana beberapa atau hampirsemua
tulang costae (iga) patah, biasanya di sisi kanan kiri dada yang menyebabkanadanya
pelepasan bagian depan dada sehingga tidak bisa lagi menahan tekanan waktuinspirasi
dan malahan bergerak kedalam waktu inspirasi. (Northrup,Robert S.1989).
Flail chest adalah suatu keadaan apabila dua iga berdekatan atau lebihmengalami
fraktur pada dua tempat atau lebih. Bila fraktur terjadi pada dua sisi makastabilitas
dinding dada lebih besar dan kurang mengancam ventilasi daripada bila terjadi pada satu
sisi. (Baswick,John A.1988)
a. Primary survey
1) Airway dengan control sevikal
Penilaian :
 Penilaian akan adanya obstruksi
 Perhatikan patensi airway (inspeksi, auskultasi, palpasi)
Management :
 Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line
immobilisasi
 Bersihkan airway dari benda asing
 Memasang airway definitif → intubasi endotrakeal
2) Breathing dan ventilasi
Penilaian :
 Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol
servikal in-line immobilisasi
 Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
 Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan
terdapat deviasi trachea, ekspansi thoraks simetris atau tidak,pemakainan
otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainya.
 Perkusi thoraks untuk menentukan redupatau hipersonor
 Auskultasi thoraks bilateral
14

Management :
 Menempatkan os dengan posisi terlentang atau dekubitus sehingga segmen
yang mengambang tadi terletak menempel pada tempat tidur.
 Pemberian ventilasi adekuat, oksigen dilembabkan.
 Kontrol Nyeri dan membantu pengembangan dada:
- Pemberian analgesia  Morphine Sulfate, Hidrokodon atau kodein
yang dikombinasi dengan aspirin atau asetaminofen setiap 4 jam.
- Blok nervus interkostalis dapat digunakan untuk mengatasi nyeri
berat akibat fraktur costae
 Stabilisasi area flail chest.
- Ventilator
- Stabilisasi sementara dengan menggunakan towl-clip traction, atau
pemasangan firm strapping
- Pada pasien dengan flail chest tidak dibenarkan melakukan
tindakan fiksasi pada daerah flail secara eksterna, seperti
melakukan splint/bandage yang melingkari dada, oleh karena akan
mengurangi gerakan mekanik pernapasan secara keseluruhan.
 Pemasangan WSD, sebagai profilaksis/preventif pada semua pasien yang
dipasang ventilator.
3) Circulation dengan control pendarahan
Penilaian :
 Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
 Mengetahui sumber perdarahan internal
 Periksa nadi: kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak
diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya
resusitasi masif segera.
 Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
 Periksa tekanan darah

Management :
 Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal (balut & tekan)
 Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk
pemeriksaan rutin, kimia darah, golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas
Darah (BGA).
 Beri cairan kristaloid 1-2 liter yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat. Klo os
tidak syok, pemberian cairan IV harus lebih berhati-hati.
 Pemasangan kateter urin untuk monitoring indeks perfusi jaringan.
4) Disability
 Menilai tingkat kesadaran memakai GCS
 Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, refleks cahaya dan awasi tanda-tanda
lateralisasi.
5) Exposure/environment
 Buka pakaian penderita
15

 Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan temapatkan pada ruangan yang cukup
hangat.
b. Tambahan primary survey
 Pasang monitor EKG
 Kateter urin dan lambung
 Monitor laju nafas, analisis gas darah
 Pulse oksimetri
 Pemeriksaan rontgen standar
 Lab darah
c. Resusitasi fungsi vital dan re-evaluasi
Re-evaluasi penderita
 Penilaian respon penderita terhadap pemberian cairan awal
 Nilai perfusi organ (nadi, warna kulit, kesadaran, dan produksi urin) serta
awasi tanda-tanda syok.
d. Secondary survey
1) Anamnesis  AMPLE dan mekanisme trauma
2) Pemeriksaan fisik
 Kepala dan maksilofasial
 Vertebra servikal dan leher
 Thorax
 Abdomen
 Perineum
 Musculoskeletal
 Neurologis
 Reevaluasi penderita
e. Terapi definitive
Fiksasi internal dengan menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah dengan operatif
Indikasi Operasi (stabilisasi) pada flail chest:
1. Bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain (cth: hematotoraks masif, dsb)
2. Gagal/sulit weaning ventilator
3. Menghindari prolong ICU stay (indikasi relatif)
4. Menghindari prolong hospital stay (indikasi relatif)
5. Menghindari cacat permanen

Tindakan operasi adalah dengan fiksasi fraktur iga sehingga tidak didapatkan lagi
area "flail"
f. Rujuk
 Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena
keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih
memungkinkan untuk dirujuk.
 Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan, dan kebutuhan penderita selama
perjalanan serta komunikasikan dnegan dokter pada pusat rujukan yang dituju.

4. Open pneumothorax
(American College of Surgeons Commite on Trauma,
16

2005) terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada toraks sehingga
udara dapat keluar dan masuk rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan
intra toraks akan sama dengan tekanan udara luar. Dikenal juga sebagai
sucking-wound.
Penatalaksanaan open pneumotoraks :
a. Luka tidak boleh di eksplore.
b. Luka tidak boleh ditutup rapat yang dapat menciptakan mekanisme ventil.
c. Pasang plester 3 posisi.
d. Torakostomi + WSD.
e. Singkirkan adanya perlukaan atau laserasi pada paru-paru atau organ intra
toraks lain.
f. Umumnya disertai dengan perdarahan atau hematotoraks.
Pada pneumotoraks kecil (<20 %), gejala minimal dan tidak ada
respiratory distress, serangan yang pertama kali, sikap kita adalah observasi dan
penderita istirahat 2-3 hari. Bila pneumotoraks sedang, ada respiratory distress
atau pada observasi nampak progresif foto toraks, atau adanya tension
pneumothorax, dilakukan tindakan bedah dengan pemasangan torakostomi +
WSD untuk pengembangan paru dan mengatasi gagal nafas.Tindakan torakotomi
dilakukan bila:
1. Kebocoran paru yang masif sehingga paru tak dapat mengembang (bullae /
fistel bronkopleura).
2. Pneumotoraks berulang.
3. Adanya komplikasi (Empiema, Hemotoraks, Tension pneumothorax).
4. Pneumotoraks bilateral.
5. Indikasi social (pilot, penyelam, penderita yang tinggal di daerah terpencil)
17
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Tn. D (30 tahun) dibawa penolong dan keluarganya ke rumah sakit M.Yunus
bengkulu pada tanggal 01 Januari 2019 karena mengalami kecelakaan bermobil. Dari
pengkajian pasien mengalami penurunan kesadaran. Penolong mengatakan dada korban
membentur stir mobil, setelah kecelakaan pasien muntah darah lalu kemudian pasien tidak
sadar. Keaadaan pasien saat di IGD klien mengalami penurunan kesadaran, napas cepat
dan dangkal, auskultasi suara napas ronchi, dan pasien ngorok. Terdapat bengkak dan
jejas di dada sebelah kiri. Hasil pemeriksaan GCS 8(E2V2M4) kesadaran sopor, hasil
pemeriksaan TTV, TD : 120/80 mmHg, nadi : 110x/menit, RR : 35x/menit, suhu :
38,7oC, akral teraba dingin, tampak sianosis, penggunaan otot-otot pernapasan, dan
napas cuping hidung

A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
A. Circulation : Ada nadi, nadi 110x/menit, TD : 120/80 mmHg, akral teraba dingin dan
tampak sianosis, gangguan perfusi jaringan

B. Airway : Pernapasan ada , napas ronchi, cepat dan dangkal dengan RR 35x/menit,
tampak gelisa dan sesak, ketidakefektifan bersihan jalan napas.

C. Breathing : Pernapasan cuping hidung, pasien ngorok, penggunaan otot – otot


pernapasan, pasien sesak dengan RR 35x/menit, gangguan pola napas.

D. Disability : Penurunan kesadaran, kesadaran sopor GCS 8 (E2V2M4)

E. Exposure : Terdapat bengkak dan jejas di bagian dada sebelah kiri, akral teraba
dingin, tampak sianosis dan bagian tubuh lain nya baik.

2. Pengkajian Sekunder
1. Anamnesis
a) Identitas klien Nama :
Tn. D Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 30 tahun

18
19

Alamat : Pagar dewa


Agama : Islam
Bahasa : Melayu
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Sopir travel
Golongan darah : B
No. register : Tanggal MRS : 21 Mei 2018
Diagnosa medis : Pulmonalis embolus
b) Identitas penanggung jawab :
Nama : Ny. D
JeniS kelamin : Prempuan
Alamat : Pagar dewa
Agama : Islam
Hubungan dengan pasien: IstrI
c) Keluhan utama
Pasien datang ke RSUD Dr. M. Yunus kota bengkulu, dengan kecelakaan
bermobil, pasien mengalami penurunan kesadaran dan ada bengkak dan jejas di
bagian dad sebelah kiri.
d) Riwayat kesehatan
1. Riwayat penyakit sekarang
Tn. D (30 tahun) dibawa penolong dan keluarganya ke rumah sakit
karena mengalami kecelakaan bermobil. Pasien mengalami penurunan
kesadaran. Penolong mengatakan dada korban membentur stir mobil, setelah
kecelakaan pasien muntah darah lalu kemudian pasien tidak sadar. Keaadaan pasien
saat di IGD klien mengalami penurunan kesadaran, napas cepat dan dangkal,
auskultasi suara napas ronchi, dan pasien ngorok. Terdapat bengkak dan jejas
di dada sebelah kiri. Hasil pemeriksaan GCS 8(E2V2M4) kesadaran sopor,
hasil pemeriksaan TTV, TD : 120/80 mmHg, nadi : 110x/menit, RR : 35x/menit,
suhu : 38,7oC, akral teraba dingin, tanpak sianosis, penggunaan otot-otot
pernapasan, dan napas cuping hidung.
20

2. Riwayat penyakit dahulu


Keluarga mengatakan pasien sudah berberapa kali mengalami kecelakaan
tetapi belum perna separah ini sampai mengaami penurunan kesadaran serta
pasien tidak memiliki riwayat penyakit apapun

E. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Penurunan kesadaran dan sesak
Kesadaran : Sopor
TTV : Tekanan Darah :120/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 110x/menit
Pernapasan : 35x/menit
Suhu : 38,7 C
a). Kepala
Inspeksi : Distribusi rambut baik, bentuk kepala simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
b). Mata
Inspeksi : Anemis, skelera an ikterik, bentuk simetris.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
c). Hidung
Inspeksi : Bentuk simetris, pernapasan cuping hidung, penggunaan otot- otot pernapasan
20 Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
d). Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, terdapat darah
Palpasi : Ada lesi dan nyeri tekan
e). Mulut
Inspeksi : Bentuk simetris, sianosis, serta keluarnya darah segar dan lender
f). Leher
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, tidak dicurigai
fraktur cervikal.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembenkakan
g). Toraks
Inspeksi : Bentuk tidak simetris, terdapat jejas dan bengkak, pergerakan dinding dada
tidak simetris, terdapat otot bantu pernapasan.
Palpasi : Terdapat nyeri tekn dan ada pembengkakan Auskultasi : Bunyi napas ronchi,
suara ngorok, frekuensi napas 30x/menit Perkusi : Snoring
h). Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada jejas
Palpasi : ada nyeri tekan pada supra pubik Auskultasi : Bising usus normal 12x/menit
Perkusi : Tympani
i). Genetalia
Inspeksi : Bersih, tidak ada kelainan, terpasang kateter spool blasé
j). Ekstremitas - Atas :
21

Inspeksi : Simetris, tidak ada pembengkakan dan terpasang ada jejas ditangan kanan,
terpasang infus ditangan kiri, fleksi dan ekstensi (-)
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan - Bawah :
Inspeksi : Simetris, tidak ada pembengkakan
21 Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
k). Data tambahan pasien
1. Data psikologi Keluarga bisa di ajak bekerja sama dengan baik dalam proses
keperawatan
2. Data social Hubungan keluarga dan klien baik, terlihat dari keluarga yang selalu
menunggu klien.
3. Data spiritual Klien beragama islam, keluarga selalu berdoa untuk kesembuhan
klien.
k.) data tambahan pasien
1. Data psikologis
Keluarga bisa di ajak bekerja sama dengan baik dalam proses keperawatan
2. Data social
Hubungan keluarga dank lien baik, terlihat dari keluarga yang selalu menunggu klien
3. Data spiritual
Klien beragama islam, keluarga selalu berdoa untuk kesembuhan

F. Analisa data
22

No Data Etiologi Masalah


1 Ds : Hematoraks Ketidakefektifan
- penolong mengatakan pasien ↓ bersihan jalan napas
muntah darah Ekspensi paru
Do : ↓
- nafas nampak ngorok Gangguan ventilasi
- Terdapat lender dan
pengumpulan darah di mulut
pasien
- Frekuensi napas 35x/menit
2 Ds : Trauma thorak Gangguan pola nafas
- Penolong mengatakan dada ↓
korban membentur stir mobil Reabsorsi darah
sebelum mengalami penurunan ↓
keasadaran Hemathorak
- Penolong mengatakan pasien ↓
bernapas cepat (sesak) Ekspensi paru
Do : ↓
- pasien bernapas menggunakan Gangguan ventilasi
cuping hidung dan otot-otot
pernapasan
- frekuensi napas 30x/menit
3 Ds : Trauma thorak Gangguan
- penolong mengatakan bahwa ↓ pertukaran gas
pasien sebelum tak sadarkan Pendarahn jaringan
diri mengalami mintah darah intersitium
Do : ↓
- terdapat gumpalan darah di Reabsorsi darah
area mulut dan menganggu ↓
proses ventilasi Hemathorak
- suara nafas ngorok ↓
- pasien tampak sesak, pucat Ekspensi paru
- napas cepat dan dangkal ↓
dengan frekuensi nadi Gangguan ventilasi
35x/menit
- pemeriksaan AGD : saturasi
85%
4 Ds : Trauma tajam dan Gangguan perfusi
- penolong mengatakan bahwa trauma tumpul jaringan
pasien mengalami kecelakaan ↓
bermobil dengan posisi dada Trauma thorak
membentur stir mobil ↓
kemudian mengalami Pendarahan jaringan
penurunan kesadaran intersitium
Do : ↓
23

- pasien mengalami penurunan Reabsorsi darah


kesadaran ↓
- terdapat bengkak dan jejas di hemathorak
dada ↓
- pemeriksaan ges 8 kesadaran Gangguan ventilasi
spoor
- tampak sianosis dan pucat
- akral teraba dingin
- pemeriksaan ttv :
- TD 120/80 mmHg
- N 110x/m
- P 35x/m
- S 38,7℃
G. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan secret yang berlebih,
gumpalan darah yang menghalangi pernapasan
2. Gangguan pola napas, dispneu berhubungan dengan penurunan kemampuan paru
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan denag ketidakseimbangan ventilasi an perfusi
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan terjadi sumbatan dan suplai oksigen
turun dalam jaringan
H. Tindakan keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


keperawatan
1 Ketidakefektifan  Status pernapasan - Pastikan kebutuhan
bersihan jalan napas pertukaran gas oral /suction
berhubugan dengan  Airway status - Auskultasi suara
secret yang berlebih, Kriteria hasil : napas sebelum dan
gumpalan darah yang  Suara napas bersih, sesudah suction
menghalangi tidak ada sianosis, - Berikan oksigen
pernapasan mampu bernapas menggunakan nasal
Definisi : dengan mudah kanul
Ketidakmampuan  Menunjukan jalan - Monitor status napas
untuk membersihkan napas yang pasien dan oksigen
sekresi atau obstruksi (irama napas dalam - Buka jalan napas
dari saluran rentang normal, tidak gunakan teknik chin
penapasan untuk ada suara napas lift
mempertahankan abnormal) - Posisikan pasien
kebersihan jalan  Mampu untuk
napas mengindentifikasikan memaksimalkan
dan mencegah faktor ventilasi keluarkan
yang menghambat secret dengan cara
jjalan napas suction
- Monitor respirasi dan
24

status oksigen
2 Gangguan pola napas,  Respiratory Airway Management
dispneu berhubungan Status ; ventilasi - Buka jalan napas,
dengan penurunan  Respiratory gunakan teknik chin
kemampuan paru Status : airway lift atau jaw thrust
Definisi : patency bila perlu
Inspirasi dan /  Vital Sign Status - Posisikan pasien
ekspirasi yang tidak Kriteria hasil : untuk
memberikan ventilasi  Mendemonstrasikan memaksimalkan
batuk efektif dan ventilasi
suara napas yang - Lakukan fisioterapi
bersih, tidak ada dada jika perlu
sianosis dan dispneu - Keluarkan secret
(mampu dengan batuk atau
mengluarkan sputum, section
mampu bernapas - Auskultasi suara
dengan mudah, tidak nafas, catat adanya
ada pursed lips) suara tambahan
 Menunjukkan jalan - Atur intake untuk
nafas yang paten cairan
(klien tidak merasa megoptimalkan
tercekik, irama nafas, keseimbangan
frekuensi pernapasan - Monitor respirasi dan
dalam, rentang status 02
normal, tidak ada Respiratory Monitoring
suara nafas - Monitor rata-rata,
abnormal) kedalaman, irama
 Tanda-tanda vital dan usaha respirasi
dalam rentang - Catat gerakan dada
normal (tekanan amati kesimetrisan,
darah, nadi, penggunaan otot
pernapasan) tambahan, retraksi
otot supraclavicular
dan intercostals
- Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan/tidak
adanya ventilasi dan
suara tambahan
- Auskultasi suara paru
setelah tindakan
untuk mengetahui
hasilnya
3 Gangguan pertukaran  Respiratory status : Airway Management
gas berhubungan Gas exchange - Buka jalan napas,
dengan  Respiratory status : gunakan teknik chin
25

ketidakseimbangan ventilasi lift atau jaw thrust


ventilasi dan perfusi  Vital Sign Status bila perlu
Definisi : kelebihan Kriteria hasil : - Posisikan pasien
atau defisit pada  Mendemonstrasikan untuk
oksigenisasi dan/atau penigkatan ventilasi memaksimalkan
eliminasi korban dan oksigenasi yang ventilasi
dioksida pada adekuat - Lakukan secret
membrane alveolar-  Memelihara dengan batuk atau
kapiler kebersihan paru-paru section
dan bebas dari tanda- - Auskultasi suara
tanda distress nafas, catat adanya
pernapasan suara tambahan
 Mendemonstrasikan - Atur intake untuk
batuk efektif dan cairan
suara nafas yang mengoptimalkan
bersih, tidak ada keseimbangan
sianosis dan syspneu - Monitor respirasi dan
(mampu status O2
mengeluarkan Respiratory Monitoring
aputum, mampu - Monitoring rata-rata,
bernapas ddengan kedalaman, irama
mudah, tidak ada dan usaha repirasi
pursed lips) - Catat gerakan dada,
 Tanda-tanda vital amati kesimetrisan,
dalam rentang penggunaan otot
normal tambahan, retraksi
otot supraclavicular
dan intercostals
- Monitoring suara
nafas seperti dengkur
- Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan/tidak
adanya ventilasi dan
suara tambahan
- Auskultasi suara paru
setelah tindakan
untuk mengetahui
hasilnya
4 Gangguan perfusi  Energy conservation Activity therapy
jaringan berhubungan  Activity tolerance - Koaborasi dengan
dengan suplai oksigen  Self care : ADLs tenaga medis dalam
dalam jaringan. Kriteria hasil : merencanakan
Definisi :  Berpatisipasi dalam program terapi yang
Ketidakcukupan aktivitas fisik tanpa tepat
energy psikologis atau disertai peningkatan - Bantu klien untuk
26

fisiologis untuk tekanan darah, nadi mengidentifikasikan


melanjutkan atau dan RR aktifitas yang mampu
menyelesaikan  Mampu melakukan diakukan
aktifitas kehidupan aktifitas sehari-sehari - Bantu untuk memilih
sehari-hari yang harus (ADLS) secara aktivitas konsisten
atau yang ingin mandiri yang sesuai dengan
dilakukan  Tanda-tanda vital kemampuan fisik,
normal psikologi dan social
 Energy psikomotor - Bantu untuk
 Level kelemahan mendapatkan alat
 Mampu berpindah : bantuan aktivitas
denangan atau tanpa seperti kursi roda,
bantuan alt krek
 Status - Bantu untuk
kardiopulmonari membuat
adekuat pasien/keluarga
untuk
 Sirkulasi status baik
mengindentifikasikan
kekurangan dalam
beraktifitas.
27

I. Implementasi dan Evaluasi


28

Tangga No Imlementasi Evaluasi paraf


l
DX. - Mempastikan kebutuhan S:
1 oral/suction - keluarga mengatakan
- Mengauskultasi suara suara napas pasien
napas sebelum dan sudah tidak ngorok
sesudah suction lagi dan sesak sudah
- Memberikan oksigen berkurang
menggunakan nasal O:
kanul - bersihan jalan napas
- Memonitor status napas pasien tampak bersih
dan oksigen A:
- Membuka jalan napas - masalah teratasi
menggunakan tekhnik sebagian
chin lift P:
- Memposisikan pasien - lanjutkan intervensi
untuk memaksimalkan
ventilasikeluarkan secret
dengan cara suction
- Memonitor respirasi dan
status oksigen
DX. - membuka jalan napas, S:
2 gunakan tekhnik chin - keluarga mengatakan
lift atau jaw thrust bila pasien masih sesak
perlu - Keluarga pasien
- memposisikan pasien mengatakan gerakan
memaksimalkan dinding dada masih
ventilasi tidak setabil
- melakukan fisioterapi O:
pada dada jika perlu - Klien tampak sesak
- mengauskultasi suara - RR 3x/m
napas, catat adanya A:
suara tambahan - masih belum teratasi
- mengatur intake untuk P:
cairan - lanjutkan intervensi
mengomtimalkan
keseimbangan
- memonitor respirasi
dan status O2
- Monitoring rata-
rata,kedalaman, irama
dan usaha respirasi
- Mencatat gerakan dada,
amati kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
29

supraclavicular dan
intercostals
- Memonitor suara nafas
seperti dengkur
- Mengauskultasi suara
nafas, catat area
penurunan/tidak adanya
ventilasi dan suara
tambahan
- Mengauskultasi suara
paru setelah tindakan
untuk mengetahui
hasilnya.
30

DX. - Membuka jalan nafas, S:


3 gunakan teknik chin lift - Klien mengatakan
atau jaw thrust bila sudah tidak sakit
perlu kepala lagi pada saat
- Memposisikan pasien bangun tidur dan tidak
untuk memaksimalkan kesulitan lagi bernapas
ventilasi O:
- Melakukan fisioterapi - Tampak klien tidur
dada jika perlu dengan nyenyak dan
- Mengeluarkan secret tidak mengalami
dengan batuk atau pusing dan kesulitan
suction bernapas
- Mengauskultasi suara A:
nafas, catat adanya - Masalah teratasi
suara tambahan sebagian
- Mengatur intake untuk P:
cairan mengoptimalkan - Lanjutkan intervensi
keseimbangan
- Memonitor respirasi dan
status O2.
- Monitoring rata-
rata,kedalaman, irama
dan usaha respirasi
- Mencatat gerakan dada,
amati kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostals
- Memonitor suara nafas
seperti dengkur
- Mengauskultasi suara
nafas, catat area
penurunan/tidak adanya
ventilasi dan suara
tambahan
- Mengauskultasi suara
paru setelah tindakan
untuk mengetahui
hasilnya
DX. - Mengkolaborasikan S:
4 dengan tenaga medis - Klien tidak
dalam merencanakan mengeluhkan pusing
program terapi yang dan sakit kepala
tepat - Klien mengatakan
- Membantu klien untuk sudah merasa tenang
31

mengidentifikasi O:
aktivitas yang mampu - Tingkat kesadaran
dilakukan pasien komposmetis
- Membantu untuk (GCS 12)
memilih aktivitas A :
konsisten yang sesuai - Masalah teratasi
dengan kemampuan P :
fisik, psikologi dan - Intervensi selesai
sosial
- Membantu untuk
mendapatkan alat
bantuan aktivitas
seperti kusi roda, krek
- Membantu untuk
membuat jadwal
latihan diwaktu luang
- Membantu
pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan
oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut.
Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang disebabkan
oleh benda tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala
umum dan rancu (Sudoyo, 2010)

Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3 kehidupan diseluruh


kota besar didunia dan diperkiraan 16.000 kasus kematian akibat trauma per tahun
yang disebabkan oleh trauma toraks di amerika. Sedangkan insiden penderita trauma
toraks di amerika serikat diperkirakan 12 penderita per seribu populasi per hari dan
kematian yang disebabkan oleh trauma toraks sebesar 20-25%. Dan hanya 10-15% penderita
trauma tumpul toraks yang memerlukan tindakan operasi, jadi sebagian besar hanya
memerlukan tindakan sederhana untuk menolong korban dari ancaman kematian (Sudoyo,
2010).

Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada
dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi
mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan
sistem pernapasan (Rendy, 2012).

J. Saran
Penulis mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna sehingga penulis
mengharapkan saran atau kritik yang membangun dari pembaca sehingga makalah ini bisa
mendekati kata sempurna. Opini dari para pembaca sangat berarti bagi kami guna evaluasi
untuk menyempurnakan makalah ini.

32
DAFTAR PUSTAKA

Aru W, Sudoyo. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna
Publishing

Hudak dan Gallo. (2011). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi - VIII Jakarta:
EGC

Nugroho, T. Putri, B.T, & Kirana, D.P. (2015). Teori asuhan keperawatana gawat darurat.
Padang : Medical book

Nurarif, A.H, dan Kusuma, H. (2015). APLIKASI Asuhan keperawatan berdasarkan


diagnosa medis & NANDA NIC-NOC , jilid 1. jogjakarta : penerbit buka Mediaction.

Patriani. (2012). Asuhan Keperawatan pada pasien trauma dada. http://asuhan-keperawatan-


patriani.pdf.com/2008/07/askep-trauma-dada.html. Diakses pada tanggal 02 Januari 2019

Rendy , M.C, & Th, M. (2012). Asuhan keperawatan medikal bedah penyakit dalam .
yogjakarta : Nuha medika````````` ````````````````

33

Anda mungkin juga menyukai