HAEMOTHORAX
MAKALAH
DiSusun Oleh :
Kelompok III
Dosen Pengampu :
Ns. Diah Setiani, SST,.M.Kes
DiSusun Oleh :
Dewi Kusuma Wardani P07220219085
Eka Putri Kumala Dewi P07220219087
Inahanik Puspita Aisyahrani P07220219094
Muhammad Robbani Ritbiyyun P07220219105
Pitra Shasa Anggita P07220219108
Raisyah Chairunnisya P07220219112
Rohmah Utami Saputri P07220219115
Simaullang , Yuliana P07220219119
Zepri Ananda Saputra P07220219122
Dosen Pengampu :
Ns. Diah Setiani, SST,.M.Kes
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT karena berkat rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Gawat Darurat
Kardiopulmonal dengan judul “Gawat Darurat Kardiopulmonal
Haemothorax“.
Sebagai manusia biasa yang tidak pernah luput dari kesalahan, begitu juga
halnya dengan kami. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, baik dari segi penulisan maupun isi. Kamipun
menerima dengan lapang dada kritikan maupun saran yang sifatnya
membangun dari pembaca agar kami dapat memperbaiki diri.
Walaupun dengan demikian, kami berharap dengan disusunya makalah ini
dapat memberikan sedikit gambaran mengenai manajemen kegawatan
haemothorax.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
4
disertai dengan trauma thoraks lebih tinggi (15,7%) dari pada yang tidak
disertai trauma thoraks (12,8%) pengolahan trauma thoraks, apapun jenis dan
penyebabnya tetap harus menganut kaidah klasik dari pengolahan trauma
pada umumnya yakni pengolahan jalan nafas, pemberian pentilasi dan control
hemodianamik (Patriani, 2012).
Jadi menurut kelompok trauma thorak adalah luka atau cedera
fisik sehingga dapat menyebabkan kematian utama pada anak-anak atau
orang dewasa. Di dalam thoraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi
kehidupan manusia, yaitu paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat
pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa darah
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang diuraikan diatas maka rumusan
masalah pada pembuatan makalah ini adalah membahas mengenai konsep
dasar Haemothorax dalam keperawatan gawat darurat kardiopulmonal.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Secara umum pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan
memahami konsep dasar Haemothorax dalam keperawatan gawat darurat
kardiopulmonal.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami konsep dasar anatomi dan
fisiologi thorax.
b. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami konsep kegawatan pada
Haemothorax.
c. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami asuhan keperawatan pada
Haemothorax
5
D. Manfaat
1. Bagi Institusi Pendidikan
Bagi pendidikan ilmu keperawatan sebagai bahan bacaan dan menambah
wawasan bagi mahasiswa kesehatan khususnya mahasiswa ilmu keperawatan
dan menambah khasanah kepustakaan Poltekkes Kemenkes Kaltim dalam
bidang penelitian.
2. Bagi Mahasiswa Perawat
Menambah wawasan dalam ilmu pengetahuan dalam kegawat darurat
kardiopulmonal mengenai Haemothorax , yang dapat membatu proses
pembelajaran mahasiswa.
E. Sistematika Penulisan
Agar pembahasan laporan ini lebih teratur dan sistematis maka penyusunan
pun disususun dengan segala kemudahan sehingga memberikan pemahaman yang
efesien mungkin, adapun penyusunanya :
1. BAB I PENDAHULUAN : Latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan
sistematika penulisan.
2. BAB II PEMBAHASAN : Membahas mengenai konsep dasar anatomi dan
fisiologi Haemothorax, konsep kegawatan pada Haemothorax dan asuhan
keperawatan pada Haemothorax.
3. BAB II PENUTUP : Kesimpulan dan saran.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
1. m.interkostal eksternal merupakan yang paling superficial
2. m.interkostal internal terletak diantara m.interkostal eksternal
danprofundal
Muskulus interkostal profunda memiliki serabut dengan orientasi
yang samadengan muskulus interkostal internal. Otot ini paling tampak
pada dinding torakslateral. Mereka melekat pada permukaan internal rusuk -
rusuk yang bersebelahan sepanjang tepi medial lekuk kosta (Nugroho,
2015).
Muskulus subkostal berada pada bidang yang sama dengan
m.interkostalprofunda, merentang diantara multiple rusuk, dan jumlahnya
semakin banyak diregio bawah dinding toraks posterior. Otot - otot ini
memanjang dari permukaan interna satu rusuk sampai dengan permukaan
internarusuk kedua atau ketiga di bawahnya (Nugroho, 2015).
Muskulus torakal transversus terdapat pada permukaan dalam
dinding toraks anterior dan berada pada bidang yang sama dengan
m.interkostal profunda. Muskulus torakal transversus muncul dari aspek
posteriorprosesus xiphoideus, pars inferior badan sternum, dan kartilage
kosta rusuk sejati di bawahnya.
Suplai arterial
Pembuluh-pembuluh darah yang memvaskularisasi dinding toraks
terutama terdiri dari arteri interkostal posterior dan anterior, yang berjalan
mengelilingi dinding toraks dalam spatium interkostalis di antara rusuk -
rusuk yang bersebelahan (Hudak, 2011).
8
Arteri interkostal posterior berasal dari pembuluh-pembuluh yang
berhubungan dengan dinding toraks posterior. Dua arteri interkostal posterior
yang paling atas pada tiap sisinya berasal dari arteri interkostal suprima, yang
turun memasuki toraks sebagai percabangan trunkus kostoservikal pada leher.
Trunkus kostoservikal merupakan suatu cabang posterior dari arteri
subklavian. Sembilan pasang arteri interkostal posterior sisanya berasal dari
permukaan posterior aorta torakalis (Hudak, 2011).
Pada sekitar level spatium interkostalis keenam, arteri ini bercabang
menjadi dua cabang terminal :
1. arteri epigastrik superior, yang lanjut berjalan secara inferior
menujudinding abdomen anterior.
2. arteri muskuloprenikus, yang berjalan sepanjang tepi kostal, melewati
diafragma, dan berakhir di dekat spatium interkostal terakhir Arteri
interkostal anterior yang menyuplai enam spatium interkostal teratas
muncul sebagai cabang lateral dari arteri torakal internal, sedangkan yang
menyuplai spatium yang lebih bawah berasal dari arteri muskuloprenikus.
Pada tiap spatium interkostalis, biasanya terdapat dua arteri interkostal
anterior :
1. satu yang lewat di bawah tepi rusuk di atasnya,
2. satu lagi yang lewat di atas tepi rusuk di bawahnya dan kemudian
bertemu dengan sebuah kolateral percabangan arteri interkostal
posterior Distribusi pembuluh - pembuluh interkostal anterior dan
posterior saling tumpang tindih dan dapat berkembang menjadi
hubungan anastomosis.
9
Suplai Vena
Drainase vena dari dinding toraks pada umumnya paralel dengan pola
suplai arterialnya. Secara sentral, vena - vena interkostal pada akhirnya akan
didrainase menuju sistem vena atau ke dalam vena torakal internal, yang
terhubung dengan vena brakhiosefalika dalam leher. Vena - vena interkostal
posterior pada sisi kiri akan bergabung dan membentuk vena interkostal
superior kiri, yang akan didrainase ke dalam vena brakhiosefalik kiri
(Patriani, 2012).
Drainase Limfatik
Pembuluh limfatik pada dinding toraks didrainase terutama ke dalam
limfonodi yang berhubungan dengan arteri torakal internal (nodus
parasternal), dengan kepala dan leher rusuk (nodus interkostal), dan dengan
diafragma (nodus diafrgamatikus) (Patriani, 2012).
Innervasi
Innervasi dinding toraks terutama oleh nervus interkosta, yang
merupakan ramus anterior nervus spinalis T1 - T11 dan terletak pada
spatium interkostalis di antara rusuk-rusuk yang bersebelahan. Nervus
interkostal berakhir sebagai cabang kutaneus anterior, yang muncul baik
secara parasternal, di antara kartilage kosta yang bersebelahan, ataupun
secra lateral terhadap midline, pada dinding abdomen anterior, untuk
menyuplai kulit pada toraks, nervus interkostal membawa :
1. Inervasi somatik motorik kepada otot – otot dinding toraks (
intercostal,subcostal, and transversus thoracis muscles )
2. Innervasi somatik sensoris dari kulit dan pleura parietal,
3. Serabut simpatis postganglionic ke perifer.
Innervasi sensori dari kulit yang melapisi dinding toraks bagian atas
disuplai oleh cabang kutaneus, yang turun dari pleksus servikal di leher.
Selain menginnervasi dinding toraks, nervus interkosta juga menginnervasi
area lainnya :
1. Ramus anterior T1 berkontribusi ke pleksus brakhialis
2. Cabang kutaneus lateral dari nervus interkostalis kedua
berkontribusikepada innervasi kutaneus permukaan medial lengan atas
10
3. Nervus interkostal bawah menyuplai otot, kulit, dan
peritoneum dinding abdomen
(a) (b)
Ket. (a) Kondisi pleura normal, (b) Kondisi pleura yang mengalami hematothorax
1
B. Manajemen Kegawatan pada Haemothorax
2
1. Posisi Pasien
Saat kondisi gawat darurat, hal pertama yang dapat dilakukan yaitu
memposisikan pasien dengan posisi semi fowler. Fungsi memposisikan
pasien dengan semi fowler yaitu agar pasien dapat menggunakan
rongga dada yang tidak terisi oleh cairan (darah) untuk bernapas, paru-
paru dapat mengembang dan mengempis.
3
d. Stent dimasukkan ke atas selang, yang kemudian akan diangkat.
Stent dibiarkan di dalam selama trakea pulih.
3. Resusitasi Cairan
Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume darah
yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai
dengan infus cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan
kemudian pemberian darah dengan golongan spesifik secepatnya. Darah
dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam penampungan yang cocok
untuk autotranfusi bersamaan dengan pemberian infus dipasang pula
chest tube (WSD).
4
4. Pemasangan Chest Tube (WSD)
Pemasangan chest tube (WSD) ukuran besar agar darah pada toraks
tersebut dapat cepat keluar sehingga tidak membeku didalam pleura.
Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks
sebaiknya di terapi dengan chest tube kaliber besar.
Chest tube tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura
mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura,
dan dapat dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya.
Evakuasi darah/cairan juga memungkinkan dilakukannya penilaian
terhadap kemungkinan terjadinya ruptur diafragma traumatik. WSD
adalah suatu sistem drainase yang menggunakan air. Fungsi WSD
sendiri adalah untuk mempertahankan tekanan negatif intrapleural /
cavum pleura.
Macam WSD adalah :
a. WSD aktif : continous suction, gelembung berasal dari udara sistem
b. WSD pasif : gelembung udara berasal dari cavum toraks pasien.
5. Thoracotomy
Torakotomi dilakukan bila dalam keadaan :
a. Jika pada awal hematotoraks sudah keluar 1500ml, kemungkinan
besar penderita tersebut membutuhkan torakotomi segera.
b. Pada beberapa penderita pada awalnya darah yang keluar <1500ml,
tetapi perdarahan tetap berlangsung terus. Bila didapatkan
kehilangan darah terus menerus sebanyak 200cc / jam dalam waktu
2-4 jam.
c. Luka tembus toraks di daerah anterior, medial dari garis puting susu
atau luka di daerah posterior, medial dari scapula harus
dipertimbangkan kemungkinan diperlukannya torakotomi, oleh
karena kemungkinan melukai pembuluh darah besar, struktur hilus
atau jantung yang potensial menjadi tamponade jantung.
5
Adapun langkah-langkah dalam pemasangan chest tube adalah
sebagai berikut :
a. Memposisikan pasien pada posisi trendelenberg.
b. Disinfeksi daerah yang akan dipasang chest tube dengan
menggunakan alkohol atau povidon iodine pada ICS V atau ICS
VI posterior mid axillary line pemilihan berdasarkan 2 alasan:
lokasi ini aman karena berada diatas diafragma, area ini
merupakan dinding dada dengan lapisan otot paling tipis, oleh
karena itu pada lokasi ini dapat dilakukan pemasangan chest tube
lebih tepat dan tidak sakit.
c. Kemudian dilakukan anastesi lokal dengan menggunakan
lidokain.
d. Selanjutnya insisi sekitar 3-4 cm pada Mid Axillary Line.
e. Pasang curved hemostat diikuti pemasangan tube dan selanjutnya
dihubungkan dengan WSD (Water Sealed Drainage)
f. Lakukan jahitan pada tempat pemasangan tube.
6
torakotomi); atau di bawah payudara (anterolateral torakotomi). Dalam
beberapa kasus, dokter dapat membuat sayatan antara tulang rusuk
(interkostal disebut pendekatan) untuk meminimalkan memotong tulang,
saraf, dan otot. Sayatan dapat berkisar dari hanya di bawah 12.7 cm
hingga 25 cm.
Tranfusi darah diperlukan selama ada indikasi untuk torakotomi.
Selama penderita dilakukan resusitasi, volume darah awal yang
dikeluarkan dengan chest tube dan kehilangan darah selanjutnya harus
ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang akan diberikan. Warna
darah (arteri/vena) bukan merupakan indikator yang baik untuk dipakai
sebagai dasar dilakukannya torakotomi.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
7
b. Riwayat kesehatan sekarang
3. Pemeriksaan fisik
a. Sistem pernafasan
a) Sesak napas
b) Nyeri, batuk-batuk.
b. Sistem Kardiovaskuler :
b) Takhikardia, lemah
8
c) Pucat, Hb turun /normal.
d) Hipotensi.
c. Sistem Persyarafan :
d. Sistem Perkemihan.
e. Sistem Pencernaan :
c) Terdapat kelemahan.
g. Sistem Endokrin :
b) Kelemahan.
i. Spiritual :
4. Pemeriksaan Diagnostik :
9
d. Saturasi O¬2 menurun (biasanya).
5. Diagnosa
Hasil pengkajian dan respon yang diberikan pasien, paling banyak
diagnosis keperawatan yang diangkat:
a. Pola napas tidak efektif
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif
c. Risiko Infeksi
d. Nyeri Akut
6. Intervensi
No. SDKI SLKI SIKI
10
Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Pemanjangan Terapeutik
fase ekspirasi Pertahankan kepatenan
menurun jalan nafas
Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
Edukasi
Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
11
Infeksi ...×24 jam diharapkan Observasi
tingkat infeksi menurun Monitor tanda dan
dengan kriteria hasil : gejala infeksi lokal dan
sistemik
Demam menurun
Nyeri menurun
Terapeutik
Kadar sel drah Batasi jumlah
putih membaik pengunjung
Pertahankan teknik
aseptic pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
12
imunisasi, jika perlu
Identifikasi pengeruh
nyeri pada kualitas
hidup
Monitor keberhasilan
terpai komplementer
yang telah diberikan
Terapeutik
Berikan ternik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
Control lingkungann
13
yang memperberat rasa
nyeri
Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri dalam
pemeilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
Anjurkan menggunakan
analgetic secara
tepatajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetic, jika perlu
7. Implementasi
Implementasi merupakan fase di mana pemeriksan
mengimpl-ementasikan intervensi keperawatan, fase ini
memberikan tindakan secara actual dan kaji respon pasien hingga
ke fase akhir, dan setelah itu pemeriksa mengevaluasi setelah di
lakukan tindakan tersebut. Pemeriksa atau perawata melaksanakan
tindakan keperawatan untuk intervensi yang di susun dalam tahap
14
perencanaan yaitu seperti contohnya mengajarkan latihan batuk
efektif dan mengevaluasi manajemen jalan nafas serta pemantauan
respirasi. Kemudian perawat mengakhiri dengan mencatat hasil
tindakan dan mencatat repons pasien setelah tindakan (Ranggo et
al., 2020).
8. Evaluasi
Kegiatan mengukur pencapaian tujuan pasien dan
menentukan keputusan dengan membandingkan data yang
terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan (Ranggo et al.,
2020). Evaluasi adalah fase akhri dari proses keperawatan, evaluasi
merupakan aspek penting karena dengan evaluasi dapat
menentukan pengakhiran intervensi, dilanjutkan mapupun bisa di
rubah (Ranggo et al., 2020).
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hematotoraks / Hemotoraks adalah keadaan bertumpuknya darah di
dalam rongga pleura.Hematotoraks dibagi berdasarkan klasifikasi sebagai
berikut hematotoraks kecil, hematotoraks sedang, danhematotoraks
besar.Kebanyakan pasien akan menunjukkan simptom, diantaranya : Nyeri
dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada, tanda-tanda shok seperti
hipotensi, dan nadi cepat, pucat, akral dingin, tachycardia, dyspnea,
hypoxemia, ansietas (gelisah), cyanosis, anemia, deviasi trakea ke sisi yang
tidak terkena, gerak dan pengembangan rongga dada tidak sama
(paradoxical).
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien hematotoraks adalah
resusitasi cairan, pemasangan chest tube (WSD), dan thoracostomy.Tujuan
utama tatalaksana dari hematotoraks adalah untuk menstabilkan hemodinamik
pasien, menghentikan perdarahan dan mengeluarkan darah serta udara dari
rongga pleura.
B. Saran
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna sehingga diharapkan
kepada pembaca untuk selalu mengembangkan materi yang telah
dibuat penulis, dan menambahkan referensi terbaru agar menambah
wawasan pembaca dan memperbanyak referensi dalam penulisan
makalah.
16
DAFTAR PUSTAKA
Aru W, Sudoyo. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:
Interna Publishing
Hudak dan Gallo. (2011). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi
- VIII Jakarta: EGC
Nugroho, T. Putri, B.T, & Kirana, D.P. (2015). Teori asuhan keperawatana gawat
darurat. Padang : Medical book
Rendy , M.C, & Th, M. (2012). Asuhan keperawatan medikal bedah penyakit
dalam . yogjakarta : Nuha medika