Anda di halaman 1dari 28

GAWAT DARURAT KARDIOPULMONAL

HAEMOTHORAX

MAKALAH

DiSusun Oleh :
Kelompok III

Dosen Pengampu :
Ns. Diah Setiani, SST,.M.Kes

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
KEPERAWATAN
TAHUN 2022
GAWAT DARURAT KARDIOPULMONAL
HAEMOTHORAX
MAKALAH

DiSusun Oleh :
Dewi Kusuma Wardani P07220219085
Eka Putri Kumala Dewi P07220219087
Inahanik Puspita Aisyahrani P07220219094
Muhammad Robbani Ritbiyyun P07220219105
Pitra Shasa Anggita P07220219108
Raisyah Chairunnisya P07220219112
Rohmah Utami Saputri P07220219115
Simaullang , Yuliana P07220219119
Zepri Ananda Saputra P07220219122

Dosen Pengampu :
Ns. Diah Setiani, SST,.M.Kes

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
KEPERAWATAN
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT karena berkat rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Gawat Darurat
Kardiopulmonal dengan judul “Gawat Darurat Kardiopulmonal
Haemothorax“.
Sebagai manusia biasa yang tidak pernah luput dari kesalahan, begitu juga
halnya dengan kami. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, baik dari segi penulisan maupun isi. Kamipun
menerima dengan lapang dada kritikan maupun saran yang sifatnya
membangun dari pembaca agar kami dapat memperbaiki diri.
Walaupun dengan demikian, kami berharap dengan disusunya makalah ini
dapat memberikan sedikit gambaran mengenai manajemen kegawatan
haemothorax.

Samarinda, 02 Agustus 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii


DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii
BAB I ....................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 5
C. Tujuan......................................................................................................................... 5
D. Manfaat....................................................................................................................... 6
E. Sistematika Penulisan .................................................................................................. 6
BAB II ..................................................................................................................................... 7
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................... 7
A. Anatomi dan Fisiologi Thorax ..................................................................................... 7
Suplai arterial ......................................................................................................................... 8
Suplai Vena ........................................................................................................................... 10
Drainase Limfatik ................................................................................................................. 10
Innervasi ............................................................................................................................... 10
B. Manajemen Kegawatan pada Haemothorax ................................................................. 2
C. Asuhan Keperawatan pada Haemothorax.................................................................... 7
BAB III .................................................................................................................................. 16
PENUTUP.............................................................................................................................. 16
A. Kesimpulan ............................................................................................................... 16
B. Saran......................................................................................................................... 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga


thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi
dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan
dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut (Sudoyo, 2010).
Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3
kehidupan diseluruh kota besar didunia dan diperkiraan 16.000 kasus
kematian akibat trauma per tahun yang disebabkan oleh trauma toraks di
amerika. Sedangkan insiden penderita trauma toraks di amerika serikat
diperkirakan 12 penderita per seribu populasi per hari dan kematian yang
disebabkan oleh trauma toraks sebesar 20-25%.Dan hanya 10-15% penderita
trauma tumpul toraks yang memerlukan tindakan operasi, jadi sebagian besar
hanya memerlukan tindakan sederhana untuk menolong korban dari ancaman
kematian (Sudoyo, 2010).
Di Australia, 45% dari trauma tumpul mengenai rongga toraks.
Dengan adanya trauma pada toraks akan meningkatkan angka mortalitas pada
pasien dengan trauma. Trauma toraks dapat meningkatkan kematian akibat
Pneumotoraks 38%, Hematotoraks 42%, kontusio pulmonum 56%, dan flail
chest 69% (Nugroho, 2015).
Pada trauma dada biasanya disebabkan oleh benda tajam,
kecelakaan lalu lintas atau luka tembak.Bila tidak mengenai jantung, biasanya
dapat menembus rongga paru-paru. Akibatnya, selain terjadi pendarahan dari
rongga paru-paru, udara juga akan masuk ke dalam rongga paru-paru. Oleh
karena itu, pau-paru pada sisi yang luka akan mengempis. Penderita Nampak
kesakitan ketika bernapas dan mendadak merasa sesak dan gerakan iga disisi
yang luka menjadi berkurang (Sudoyo, 2010)
Trauma tumpul thoraks sebanyak 96.3% dari seluruh trouma
thoraks, sedangkan sisanya sebanyak 3,7% adalah trauma tajam. Penyebab
terbanyak dari trauma tumpul thoraks masih didominasi oleh korban
kecelakaan lalu lintas (70%). Sedangkan mortalitas pada setiap trauma yang

4
disertai dengan trauma thoraks lebih tinggi (15,7%) dari pada yang tidak
disertai trauma thoraks (12,8%) pengolahan trauma thoraks, apapun jenis dan
penyebabnya tetap harus menganut kaidah klasik dari pengolahan trauma
pada umumnya yakni pengolahan jalan nafas, pemberian pentilasi dan control
hemodianamik (Patriani, 2012).
Jadi menurut kelompok trauma thorak adalah luka atau cedera
fisik sehingga dapat menyebabkan kematian utama pada anak-anak atau
orang dewasa. Di dalam thoraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi
kehidupan manusia, yaitu paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat
pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa darah

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang diuraikan diatas maka rumusan
masalah pada pembuatan makalah ini adalah membahas mengenai konsep
dasar Haemothorax dalam keperawatan gawat darurat kardiopulmonal.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Secara umum pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan
memahami konsep dasar Haemothorax dalam keperawatan gawat darurat
kardiopulmonal.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami konsep dasar anatomi dan
fisiologi thorax.
b. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami konsep kegawatan pada
Haemothorax.
c. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami asuhan keperawatan pada
Haemothorax

5
D. Manfaat
1. Bagi Institusi Pendidikan
Bagi pendidikan ilmu keperawatan sebagai bahan bacaan dan menambah
wawasan bagi mahasiswa kesehatan khususnya mahasiswa ilmu keperawatan
dan menambah khasanah kepustakaan Poltekkes Kemenkes Kaltim dalam
bidang penelitian.
2. Bagi Mahasiswa Perawat
Menambah wawasan dalam ilmu pengetahuan dalam kegawat darurat
kardiopulmonal mengenai Haemothorax , yang dapat membatu proses
pembelajaran mahasiswa.

E. Sistematika Penulisan
Agar pembahasan laporan ini lebih teratur dan sistematis maka penyusunan
pun disususun dengan segala kemudahan sehingga memberikan pemahaman yang
efesien mungkin, adapun penyusunanya :
1. BAB I PENDAHULUAN : Latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan
sistematika penulisan.
2. BAB II PEMBAHASAN : Membahas mengenai konsep dasar anatomi dan
fisiologi Haemothorax, konsep kegawatan pada Haemothorax dan asuhan
keperawatan pada Haemothorax.
3. BAB II PENUTUP : Kesimpulan dan saran.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Thorax

Dinding toraks merupakan rongga yang berbentuk kerucut, dimana pada


bagian bawah lebih besar dari pada bagian atas dan pada bagian belakang
lebih panjang dari pada bagian depan. Pada rongga toraks terdapat paru - paru
dan mediastinum. Mediastinum adalah ruang didalam rongga dada diantara
kedua paru - paru. Di dalam rongga toraks terdapat beberapa sistem
diantaranya yaitu: sistem pernapasan dan peredaran darah. Organ yang
terletak dalam rongga dada yaitu; esophagus, paru, hati, jantung, pembuluh
darah dan saluran limfe (Patriani, 2012).
Kerangka toraks meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut
terdiri dari sternum, dua belas pasang kosta, sepuluh pasang kosta yang
berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan dan dua pasang kosta yang
melayang. Tulang kosta berfungsi melindungi organ vital rongga toraks

seperti jantung, paru-paru, hati dan Lien (Patriani, 2012).

Batas tulang pada dinding toraks

Muskulus interkostal merupakan tiga otot pipih yang terdapat pada


tiap spatium interkostalis yang berjalan di antara tulang rusuk yang
bersebelahan. Setiap otot pada kelompok otot ini dinamai berdasarkan posisi
mereka masingmasing:

7
1. m.interkostal eksternal merupakan yang paling superficial
2. m.interkostal internal terletak diantara m.interkostal eksternal
danprofundal
Muskulus interkostal profunda memiliki serabut dengan orientasi
yang samadengan muskulus interkostal internal. Otot ini paling tampak
pada dinding torakslateral. Mereka melekat pada permukaan internal rusuk -
rusuk yang bersebelahan sepanjang tepi medial lekuk kosta (Nugroho,
2015).
Muskulus subkostal berada pada bidang yang sama dengan
m.interkostalprofunda, merentang diantara multiple rusuk, dan jumlahnya
semakin banyak diregio bawah dinding toraks posterior. Otot - otot ini
memanjang dari permukaan interna satu rusuk sampai dengan permukaan
internarusuk kedua atau ketiga di bawahnya (Nugroho, 2015).
Muskulus torakal transversus terdapat pada permukaan dalam
dinding toraks anterior dan berada pada bidang yang sama dengan
m.interkostal profunda. Muskulus torakal transversus muncul dari aspek
posteriorprosesus xiphoideus, pars inferior badan sternum, dan kartilage
kosta rusuk sejati di bawahnya.

Suplai arterial
Pembuluh-pembuluh darah yang memvaskularisasi dinding toraks
terutama terdiri dari arteri interkostal posterior dan anterior, yang berjalan
mengelilingi dinding toraks dalam spatium interkostalis di antara rusuk -
rusuk yang bersebelahan (Hudak, 2011).

8
Arteri interkostal posterior berasal dari pembuluh-pembuluh yang
berhubungan dengan dinding toraks posterior. Dua arteri interkostal posterior
yang paling atas pada tiap sisinya berasal dari arteri interkostal suprima, yang
turun memasuki toraks sebagai percabangan trunkus kostoservikal pada leher.
Trunkus kostoservikal merupakan suatu cabang posterior dari arteri
subklavian. Sembilan pasang arteri interkostal posterior sisanya berasal dari
permukaan posterior aorta torakalis (Hudak, 2011).
Pada sekitar level spatium interkostalis keenam, arteri ini bercabang
menjadi dua cabang terminal :
1. arteri epigastrik superior, yang lanjut berjalan secara inferior
menujudinding abdomen anterior.
2. arteri muskuloprenikus, yang berjalan sepanjang tepi kostal, melewati
diafragma, dan berakhir di dekat spatium interkostal terakhir Arteri
interkostal anterior yang menyuplai enam spatium interkostal teratas
muncul sebagai cabang lateral dari arteri torakal internal, sedangkan yang
menyuplai spatium yang lebih bawah berasal dari arteri muskuloprenikus.
Pada tiap spatium interkostalis, biasanya terdapat dua arteri interkostal
anterior :
1. satu yang lewat di bawah tepi rusuk di atasnya,
2. satu lagi yang lewat di atas tepi rusuk di bawahnya dan kemudian
bertemu dengan sebuah kolateral percabangan arteri interkostal
posterior Distribusi pembuluh - pembuluh interkostal anterior dan
posterior saling tumpang tindih dan dapat berkembang menjadi
hubungan anastomosis.

9
Suplai Vena
Drainase vena dari dinding toraks pada umumnya paralel dengan pola
suplai arterialnya. Secara sentral, vena - vena interkostal pada akhirnya akan
didrainase menuju sistem vena atau ke dalam vena torakal internal, yang
terhubung dengan vena brakhiosefalika dalam leher. Vena - vena interkostal
posterior pada sisi kiri akan bergabung dan membentuk vena interkostal
superior kiri, yang akan didrainase ke dalam vena brakhiosefalik kiri
(Patriani, 2012).
Drainase Limfatik
Pembuluh limfatik pada dinding toraks didrainase terutama ke dalam
limfonodi yang berhubungan dengan arteri torakal internal (nodus
parasternal), dengan kepala dan leher rusuk (nodus interkostal), dan dengan
diafragma (nodus diafrgamatikus) (Patriani, 2012).
Innervasi
Innervasi dinding toraks terutama oleh nervus interkosta, yang
merupakan ramus anterior nervus spinalis T1 - T11 dan terletak pada
spatium interkostalis di antara rusuk-rusuk yang bersebelahan. Nervus
interkostal berakhir sebagai cabang kutaneus anterior, yang muncul baik
secara parasternal, di antara kartilage kosta yang bersebelahan, ataupun
secra lateral terhadap midline, pada dinding abdomen anterior, untuk
menyuplai kulit pada toraks, nervus interkostal membawa :
1. Inervasi somatik motorik kepada otot – otot dinding toraks (
intercostal,subcostal, and transversus thoracis muscles )
2. Innervasi somatik sensoris dari kulit dan pleura parietal,
3. Serabut simpatis postganglionic ke perifer.
Innervasi sensori dari kulit yang melapisi dinding toraks bagian atas
disuplai oleh cabang kutaneus, yang turun dari pleksus servikal di leher.
Selain menginnervasi dinding toraks, nervus interkosta juga menginnervasi
area lainnya :
1. Ramus anterior T1 berkontribusi ke pleksus brakhialis
2. Cabang kutaneus lateral dari nervus interkostalis kedua
berkontribusikepada innervasi kutaneus permukaan medial lengan atas

10
3. Nervus interkostal bawah menyuplai otot, kulit, dan
peritoneum dinding abdomen

Hematotoraks/Hemotoraks adalah keadaan bertumpuknya darah di dalam


rongga pleura (Oman, 2008). Sumber perdarahan dapat berasal dari dinding
dada, parenkim paru-paru, jantung atau pembuluh darah besar. Jumlah
perdarahan pada hematotoraks dapat mencapai 1500 ml, apabila jumlah
perdarahan lebih dari 1500 ml disebut hematotoraks masif (Mayasari &
Pratiwi, 2017).

(a) (b)
Ket. (a) Kondisi pleura normal, (b) Kondisi pleura yang mengalami hematothorax

Hematotoraks dibagi berdasarkan klasifikasi sebagai berikut:


• Hematotoraks kecil : yang tampak sebagian bayangan kurang dari 15%
pada foto rontgen, perkusi pekak sampai iga IX. Jumlah darah sampai
300 ml.
• Hematotoraks sedang : 15–35% tertutup bayangan pada foto rontgen,
perkusi pekak sampai iga VI. Jumlah darah sampai 800 ml.
• Hematotoraks besar : lebih 35% pada foto rontgen, perkusi pekak sampai
cranial, iga IV. Jumlah darah sampai lebih dari 800 – 1500 ml.

1
B. Manajemen Kegawatan pada Haemothorax

Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda


dengan pasien trauma lainnya dan meliputi ABCDE, yaitu A: airway
patency with care ofcervical spine, B: Breathing adequacy, C:
Circulatory support, D: Disabilityassessment, dan E: Exposure
without causing hypothermia (Nugroho, 2015).
Pemeriksaan primary survey dan pemeriksaan dada secara
keseluruhan harus dilakukan. Tujuannya adalah untuk
mengidentifikasi dan menangani kondisi yang mengancam nyawa
dengan segera, seperti obstruksi jalan napas, tension Pneumotoraks,
pneuomotoraks terbuka yang masif, hemotoraks masif, tamponade
perikardial, dan flail chest yang besar (Nugroho, 2015).
Apnea, syok berat, dan ventilasi yang inadekuat merupakan
indikasi utama untuk intubasi endotrakeal darurat.Resusitasi cairan
intravena merupakan terapiutama dalam menangani syok
hemorhagik.Manajemen nyeri yang efektif merupakan salah satu hal
yang sangat penting pada pasien trauma toraks.

Ventilator harus digunakan pada pasien dengan hipoksemia,


hiperkarbia, dan takipnea berat atau ancaman gagal napas (Hudak,
2011).
Pasien dengan tanda klinis tension Pneumotoraks harus segera
menjalani dekompresi dengan torakosentesis jarum dilanjutkan dengan
torakostomi tube. Foto toraks harus dihindari pada pasien - pasien ini
karena diagnosis dapat ditegakkan secara klinis dan pemeriksaan x - ray
hanya akan menunda pelaksanaan tindakan medis yang harus segera
dilakukan (Hudak, 2011).
Prinsip penatalaksanaan hematotoraks adalah stabilisasi
hemodinamik pasien, menghentikan sumber perdarahan dan
mengeluarkan darah serta udara dari rongga pleura.

2
1. Posisi Pasien
Saat kondisi gawat darurat, hal pertama yang dapat dilakukan yaitu
memposisikan pasien dengan posisi semi fowler. Fungsi memposisikan
pasien dengan semi fowler yaitu agar pasien dapat menggunakan
rongga dada yang tidak terisi oleh cairan (darah) untuk bernapas, paru-
paru dapat mengembang dan mengempis.

2. Airway, Breathing, dan Circulation


Pada keadaan gawat darurat pada pasien hemotoraks, pertama-tama
kita observasi airway, yaitu mempatenkan jalan napas pasien. Jika saat
diperiksa ditemukan jalan napas tidak efektif, maka lakukan tindakan
untuk membebaskan jalan napas.
Setelah itu, jika jalan napas bebas dari hambatan/tidak ada masalah,
berikan terapi oksigen (breathing) pada pasien dengan aliran 2-4 lpm
menggunakan nasal kanula. Tetapi, penggunaan nasal kanul sebagai alat
bantu pernapasan dianggap kurang efektif pada kasus hemotoraks.
Terapi oksigen transtrakeal adalah prosedur untuk pasien yang
membutuhkan bantuan oksigen karena telah lama mengalami
gangguan pernapasan. Penyakit atau gangguan pernapasan
umumnya disebabkan oleh beberapa penyakit seperti PPOK,
pneumothorak, efusi pleura, hematotoraks, dll. Terapi oksigen
transtrakeal dilakukan dengan menyisipkan jarum dilator/stent atau
selang ke dalam trakea. Alat ini ditanam secara perkutan. Langkah-
langkah dari prosedur ini adalah:
a. Area terapi akan dibius.

b. Dokter akan menyisipkan jarum hipodermik ke dalam trakea.

c. Selang pemandu dimasukkan melalui jarum. Dokter akan


memasukkan dilator jaringan untuk memperbesar trakea.
Kemudian, jarum dan dilator akan diangkat.

3
d. Stent dimasukkan ke atas selang, yang kemudian akan diangkat.
Stent dibiarkan di dalam selama trakea pulih.

e. Saat saluran sembuh, stent dikeluarkan. Dokter akan


memasukkan kateter pertama hingga proses pemulihan selesai.
Kateter akan dihubungkan pada sumber pemasok oksigen.
Dengan begitu, terapi dapat dimulai.

f. Bila perlu, kateter pertama akan diangkat dan diganti. Dokter


terkadang menggunakan kateter kedua dan ketiga. Kateter
berikutnya dapat dikeluarkan dan dibersihkan oleh pasien.

Pada prosedur ini, dokter memasukkan jarum tajam 14-gauge ke


trakea. Jarum diletakkan di antara selaput krikotiroid dan sternal
notch. Jarum dengan ukuran ini dapat memberi hingga 3 liter
oksigen per menit dengan kadar tekanan 2-psi. Namun, jumlah ini
tidak selalu sama, ada pasien yang membutuhkan lebih banyak atau
sedikit oksigen.
Setelah diberikan terapi oksigen, pada bagian circulation yang
dapat dilakukan yaitu resusitasi cairan dan transfusi. Tahap ABC akan
dilakukan oleh perawat pada saat pasien berada di ruang emergency,
tepatnya di ruang resusitasi.

3. Resusitasi Cairan
Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume darah
yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai
dengan infus cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan
kemudian pemberian darah dengan golongan spesifik secepatnya. Darah
dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam penampungan yang cocok
untuk autotranfusi bersamaan dengan pemberian infus dipasang pula
chest tube (WSD).

4
4. Pemasangan Chest Tube (WSD)
Pemasangan chest tube (WSD) ukuran besar agar darah pada toraks
tersebut dapat cepat keluar sehingga tidak membeku didalam pleura.
Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks
sebaiknya di terapi dengan chest tube kaliber besar.
Chest tube tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura
mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura,
dan dapat dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya.
Evakuasi darah/cairan juga memungkinkan dilakukannya penilaian
terhadap kemungkinan terjadinya ruptur diafragma traumatik. WSD
adalah suatu sistem drainase yang menggunakan air. Fungsi WSD
sendiri adalah untuk mempertahankan tekanan negatif intrapleural /
cavum pleura.
Macam WSD adalah :
a. WSD aktif : continous suction, gelembung berasal dari udara sistem
b. WSD pasif : gelembung udara berasal dari cavum toraks pasien.

5. Thoracotomy
Torakotomi dilakukan bila dalam keadaan :
a. Jika pada awal hematotoraks sudah keluar 1500ml, kemungkinan
besar penderita tersebut membutuhkan torakotomi segera.
b. Pada beberapa penderita pada awalnya darah yang keluar <1500ml,
tetapi perdarahan tetap berlangsung terus. Bila didapatkan
kehilangan darah terus menerus sebanyak 200cc / jam dalam waktu
2-4 jam.
c. Luka tembus toraks di daerah anterior, medial dari garis puting susu
atau luka di daerah posterior, medial dari scapula harus
dipertimbangkan kemungkinan diperlukannya torakotomi, oleh
karena kemungkinan melukai pembuluh darah besar, struktur hilus
atau jantung yang potensial menjadi tamponade jantung.

5
Adapun langkah-langkah dalam pemasangan chest tube adalah
sebagai berikut :
a. Memposisikan pasien pada posisi trendelenberg.
b. Disinfeksi daerah yang akan dipasang chest tube dengan
menggunakan alkohol atau povidon iodine pada ICS V atau ICS
VI posterior mid axillary line pemilihan berdasarkan 2 alasan:
lokasi ini aman karena berada diatas diafragma, area ini
merupakan dinding dada dengan lapisan otot paling tipis, oleh
karena itu pada lokasi ini dapat dilakukan pemasangan chest tube
lebih tepat dan tidak sakit.
c. Kemudian dilakukan anastesi lokal dengan menggunakan
lidokain.
d. Selanjutnya insisi sekitar 3-4 cm pada Mid Axillary Line.
e. Pasang curved hemostat diikuti pemasangan tube dan selanjutnya
dihubungkan dengan WSD (Water Sealed Drainage)
f. Lakukan jahitan pada tempat pemasangan tube.

Torakotomi sayatan yang dapat dilakukan di samping, di bawah


lengan (aksilaris torakotomi); di bagian depan, melalui dada (rata-rata
sternotomy); miring dari belakang ke samping (posterolateral

6
torakotomi); atau di bawah payudara (anterolateral torakotomi). Dalam
beberapa kasus, dokter dapat membuat sayatan antara tulang rusuk
(interkostal disebut pendekatan) untuk meminimalkan memotong tulang,
saraf, dan otot. Sayatan dapat berkisar dari hanya di bawah 12.7 cm
hingga 25 cm.
Tranfusi darah diperlukan selama ada indikasi untuk torakotomi.
Selama penderita dilakukan resusitasi, volume darah awal yang
dikeluarkan dengan chest tube dan kehilangan darah selanjutnya harus
ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang akan diberikan. Warna
darah (arteri/vena) bukan merupakan indikator yang baik untuk dipakai
sebagai dasar dilakukannya torakotomi.

C. Asuhan Keperawatan pada Haemothorax


1. Pengkajian
a. Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,


pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor
register, diagnostik medik, alamat.

b. Identitas penanggung jawab

Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan


dan jadi penanggung jawab selama perawatan, data yang terkumpul
meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan
alamat.

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama

Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien


saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri
pada dada dan gangguan bernafas.

7
b. Riwayat kesehatan sekarang

Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode


PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana (nyeri yang dirasakan klien,
Regional (R) yaitu penyebaran nyeri, safety (S) yaitu posisi yang sesuai
untuk mengurangi nyeri dan dapat membuat klien merasa nyaman dan
Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri.

c. Riwayat kesehatan yang lalu

Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau


pernah terdapat riwayat sebelumnya.

3. Pemeriksaan fisik

a. Sistem pernafasan

a) Sesak napas

b) Nyeri, batuk-batuk.

c) Terdapat retraksi klavikula/dada.

d) Pengambangan paru tidak simetris.

e) Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.

f) Pada perkusi hematotraks dullness, normal resonan.

g) Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang


berkurang/menghilang.

h) Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.

i) Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.

j) Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.

b. Sistem Kardiovaskuler :

a) Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.

b) Takhikardia, lemah

8
c) Pucat, Hb turun /normal.

d) Hipotensi.

c. Sistem Persyarafan :

a) Tidak ada kelainan.

d. Sistem Perkemihan.

a) Tidak ada kelainan

e. Sistem Pencernaan :

a) Tidak ada kelainan

f. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.

a) Kemampuan sendi terbatas.

b) Ada luka bekas tusukan benda tajam.

c) Terdapat kelemahan.

d) Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub-kutan.

g. Sistem Endokrin :

a) Terjadi peningkatan metabolisme.

b) Kelemahan.

h. Sistem Sosial / Interaksi.

a) Tidak ada hambatan.

i. Spiritual :

a) Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

4. Pemeriksaan Diagnostik :

a. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area


pleural.

b. PaCO¬2 kadang-kadang menurun.

c. PaO2 normal / menurun.

9
d. Saturasi O¬2 menurun (biasanya).

e. Hb mungkin menurun (kehilangan darah)

f. Torakosintesis : menyatakan darah/cairan.

5. Diagnosa
Hasil pengkajian dan respon yang diberikan pasien, paling banyak
diagnosis keperawatan yang diangkat:
a. Pola napas tidak efektif
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif
c. Risiko Infeksi
d. Nyeri Akut

6. Intervensi
No. SDKI SLKI SIKI

1. Pola napas Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi


tidak tindakan keperawatan
efektif ...×24 jam diharapkan Observasi
pola nafas membaik
 Monitor pola nafas,
dengan kriteria hasil :
monitor saturasi
 Dispnea menurun oksigen

 Penggunaan otot  Monitor frekuensi,


bantu nafas irama, kedalaman dan
menurun upaya nafas

 Pemanjangan  Monitor adanya


fase ekspirasi sumbatan jalan nafas
menurun
Terapeutik
 Frekuensi nafas  Atur interval
membai pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
 Kedalaman nafas
membaik Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan

10
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

2. Bersihan Setelah dilakukan Manajemen Jalan Nafas


jalan nafas tindakan keperawatan
tidak ...×24 jam diharapkan Observasi
pola nafas membaik  Monitor pola nafas
efektif
dengan kriteria hasil :
 Dispnea menurun  Monitor bunyi nafas
tambahan
 Penggunaan otot
bantu nafas  Monitor sputum
menurun (jumlah, warna, aroma)

 Pemanjangan Terapeutik
fase ekspirasi  Pertahankan kepatenan
menurun jalan nafas

 Frekuensi nafas  Posisikan semi fowler


membaik atau fowler
 Kedalaman nafas  Lakukan fisioterapi,
membaik jika perlu

 Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik

 Berikan oksigen, jika


perlu

Edukasi
 Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu

3. Risiko Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi


tindakan keperawatan

11
Infeksi ...×24 jam diharapkan Observasi
tingkat infeksi menurun  Monitor tanda dan
dengan kriteria hasil : gejala infeksi lokal dan
sistemik
 Demam menurun

 Nyeri menurun
Terapeutik
 Kadar sel drah  Batasi jumlah
putih membaik pengunjung

 Berikan perawatan kulit


pada area edema

 Cuci tangan sebelum


dan sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien

 Pertahankan teknik
aseptic pada pasien
berisiko tinggi

Edukasi
 Jelaskan tanda dan
gejala infeksi

 Ajarkan cara mencuci


tangan dengan benar

 Ajarkan etika batuk

 Ajarkan cara memeriksa


kondisi luka atau luka
operasi

 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi

 Anjurkan meningkatkan
asupan cairan

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian

12
imunisasi, jika perlu

4. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri


tindakan keperawatan
...×24 jam diharapkan Observasi
 Identifikasi lokasi,
tingkat nyeri menurun
karateristik, durasi,
dengan kriteria hasil :
frekuensi, kulaitas,
 Keluhan nyeri intensitas nyeri
menurun
 Indentifikasi skala nyeri
 Meringis
 Indentifikasi respons
menurun
nyeri non verbal
 Sikap protektif
 Identifikasi faktor yang
menurun
memperingan dan
 Gelisah menurun memeperberat nyeri

 Kesulitan tidur  Identifikasi


menurun pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
 Frekuensi nadi
membaik  Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri

 Identifikasi pengeruh
nyeri pada kualitas
hidup

 Monitor keberhasilan
terpai komplementer
yang telah diberikan

 Monitor efek samping


penggunaan analgetik

Terapeutik
 Berikan ternik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri

 Control lingkungann

13
yang memperberat rasa
nyeri

 Fasilitasi istirahat dan


tidur

 Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri dalam
pemeilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi
 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri

 Jelaskan strategi
meredakan nyeri

 Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri

 Anjurkan menggunakan
analgetic secara
tepatajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian
analgetic, jika perlu

7. Implementasi
Implementasi merupakan fase di mana pemeriksan
mengimpl-ementasikan intervensi keperawatan, fase ini
memberikan tindakan secara actual dan kaji respon pasien hingga
ke fase akhir, dan setelah itu pemeriksa mengevaluasi setelah di
lakukan tindakan tersebut. Pemeriksa atau perawata melaksanakan
tindakan keperawatan untuk intervensi yang di susun dalam tahap

14
perencanaan yaitu seperti contohnya mengajarkan latihan batuk
efektif dan mengevaluasi manajemen jalan nafas serta pemantauan
respirasi. Kemudian perawat mengakhiri dengan mencatat hasil
tindakan dan mencatat repons pasien setelah tindakan (Ranggo et
al., 2020).

8. Evaluasi
Kegiatan mengukur pencapaian tujuan pasien dan
menentukan keputusan dengan membandingkan data yang
terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan (Ranggo et al.,
2020). Evaluasi adalah fase akhri dari proses keperawatan, evaluasi
merupakan aspek penting karena dengan evaluasi dapat
menentukan pengakhiran intervensi, dilanjutkan mapupun bisa di
rubah (Ranggo et al., 2020).

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hematotoraks / Hemotoraks adalah keadaan bertumpuknya darah di
dalam rongga pleura.Hematotoraks dibagi berdasarkan klasifikasi sebagai
berikut hematotoraks kecil, hematotoraks sedang, danhematotoraks
besar.Kebanyakan pasien akan menunjukkan simptom, diantaranya : Nyeri
dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada, tanda-tanda shok seperti
hipotensi, dan nadi cepat, pucat, akral dingin, tachycardia, dyspnea,
hypoxemia, ansietas (gelisah), cyanosis, anemia, deviasi trakea ke sisi yang
tidak terkena, gerak dan pengembangan rongga dada tidak sama
(paradoxical).
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien hematotoraks adalah
resusitasi cairan, pemasangan chest tube (WSD), dan thoracostomy.Tujuan
utama tatalaksana dari hematotoraks adalah untuk menstabilkan hemodinamik
pasien, menghentikan perdarahan dan mengeluarkan darah serta udara dari
rongga pleura.

B. Saran
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna sehingga diharapkan
kepada pembaca untuk selalu mengembangkan materi yang telah
dibuat penulis, dan menambahkan referensi terbaru agar menambah
wawasan pembaca dan memperbanyak referensi dalam penulisan
makalah.

16
DAFTAR PUSTAKA

Aru W, Sudoyo. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:
Interna Publishing

Hudak dan Gallo. (2011). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi
- VIII Jakarta: EGC

Nugroho, T. Putri, B.T, & Kirana, D.P. (2015). Teori asuhan keperawatana gawat
darurat. Padang : Medical book

Patriani. (2012). Asuhan Keperawatan pada pasien trauma dada. http://asuhan-


keperawatan-patriani.pdf.com/2008/07/askep-trauma-dada.html. Diakses pada
tanggal 02 Januari 2019

Rendy , M.C, & Th, M. (2012). Asuhan keperawatan medikal bedah penyakit
dalam . yogjakarta : Nuha medika

Anda mungkin juga menyukai