Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

TRAUMA TAJAM ABDOMEN

Oleh:
Ummi Kalsum Harahap 150100038

Patimah Pulungan 150100042

Krisda Oktaviani Mendorfa 150100044

Leonardo Petrus Situmorang 150100066

Novia Nasution 150100159

Dila Sadana 150100191

Pembimbing:

Dr.dr. Adi Muradi Muhar, Sp.B-KBD

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU BEDAH UMUM
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Trauma Tajam Abdomen”.

Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Bedah Umum, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen


pembimbing kami Dr. dr. Adi Muradi Muhar, Sp.B-KBD yang telah meluangkan
waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini
sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, September 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR................................................................................ i

DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. iii

DAFTAR TABEL .....................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................... 2
1.3 Manfaat Penulisan ................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 3


2.1 Anatomi Abdomen ............................................................................... 3
2.2 Trauma Abdomen ................................................................................ 6
2.3 Trauma Tajam Abdomen ..................................................................... 7
2.3.1 Definisi ................................................................................... 7
2.3.2 Epidemiologi .......................................................................... 8
2.3.4 Klasifikasi .............................................................................. 9
2.3.5 Patofisiologi ........................................................................... 10
2.3.6 Manifestasi ............................................................................. 11
2.3.7 Diagnosis ................................................................................ 12
2.3.8 Komplikasi ............................................................................. 15
2.3.9 Tatalaksana ............................................................................ 15
BAB III CONTOH KASUS ......................................................................22
BAB IV KESIMPULAN ...........................................................................25
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................26

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Topografi Abdomen ................................................................ 4

Gambar 2.2 Patofisiologi Trauma Abdomen...............................................11

Gambar 2.3 Algoritme penanganan luka tusuk abdomen anterior...............21

Gambar 2.4 Foto Thoraks Pasien................................................................. 24

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Proyeksi Organ Dalam Abdomen ............................................... 5

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka atau cedera. Trauma
juga mempunyai dampak psikologis dan sosial. Pada kenyataannya, trauma adalah
kejadian yang bersifat holistik dan dapat menyebabkan hilangnya produktivitas
seseorang.1
Pada pasien trauma, bagaimana menilai abdomen merupakan salah satu
hal penting dan menarik. Penilaian sirkulasi sewaktu primary survey harus
mencakup deteksi dini dari kemungkinan adanya perdarahan yang tersembunyi
pada abdomen dan pelvis pada pasien trauma tumpul. Trauma tajam pada dada di
antara nipple dan perineum harus dianggap berpotensi mengakibatkan cedera
intraabdominal. Pada penilaian abdomen, prioritas maupun metode apa yang
terbaik sangat ditentukan oleh mekanisme trauma, berat dan lokasi trauma,
maupun status hemodinamik penderita.2
Trauma abdomen mungkin mengancam nyawa dan harus ditangani
dengan hati-hati. Setelah trauma, perut mungkin suatu tempat untuk perdarahan
okultisme itu, jika tidak ditemukan dan diperbaiki secepatnya, dapat
mengakibatkan konsekuensi buruk. Secara tradisional cedera ini diklasifikasikan
sebagai trauma tumpul, yang sebagian besar berasal dari tabrakan kendaraan
bermotor, dan trauma tajam, yang sebagian besar adalah sekunder untuk tembakan
atau tikaman. Pasien dengan trauma abdomen harus memperoleh penilaian cepat,
stabilisasi, dan konsultasi bedah dini untuk memaksimalkan peluang hasil yang
sukses.3
Trauma tajam adalah hasil dari senjata api tinggi atau kecepatan rendah,
cedera tusuk, dan penetrasi benda asing ke dalam tubuh. Senjata api menyebabkan
insiden tinggi (90%) pada peritoneum / cedera organ solid yang serius, dengan
tingkat kematian 10-30%. Dua pertiga dari luka tusukan menembus peritoneum,
dengan 50-75% dari pasien ini memiliki cedera pembuluh darah atau organ solid
yang signifikan. Kematian telah dilaporkan pada 5% dari cedera tusukan serius.

1
2

Luka tusukan lebih sering di sebelah kiri (penyerang dominan kanan) dan di
kuadran atas. Dalam 30% dari luka tusuk perut, ada 30% diiringi penetrasi rongga
toraks. Cedera diafragma menjadi perhatian khusus dalam kasus ini.4
Abdomen sering cedera baik setelah trauma tumpul dan tajam. Sekitar
25% dari semua korban trauma akan membutuhkan eksplorasi abdomen. 5 Adanya
trauma abdomen yang tidak terdeteksi tetap menjadi salah satu penyebab
kematian yang sebenarnya dapat dicegah. Sebaiknya jangan menganggap bahwa
ruptur organ berongga maupun perdarahan dari organ padat merupakan hal yang
mudah untuk dikenali. Hasil pemeriksaan terhadap abdomen mungkin saja
dikacaukan oleh adanya intoksikasi alkohol, penggunaan obat-obat tertentu,
adanya trauma otak atau medulla spinalis yang menyertai, ataupun adanya trauma
yang mengenai organ yang berdekatan seperti kosta, tulang belakang, maupun
pelvis. Setiap pasien yang mengalami trauma tumpul pada dada baik karena
pukulan langsung maupun deselerasi, ataupun trauma tajam, harus dianggap
mungkin mengalami trauma visera atau trauma vaskuler abdomen.2
Pada hakekatnya, pengenalan, penilaian cepat, dan tatalaksana awal yang
baik pada trauma tajam abdomen sangat diperlukan karena hal ini menentukan
outcome dan tatalaksana lanjutan terbaik yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya komplikasi atau kematian yang tidak diharapkan.

1.2. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Kepaniteraan
Klinik Senior Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara dan meningkatkan pemahaman penulis maupun pembaca mengenai trauma
abdomen.

1.3. Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman
mengenai trauma abdomen yang berlandaskan Advanced Trauma Life Support
(ATLS) sehingga dapat diterapkan dalam menangani kasus-kasus trauma
abdomen di klinik sesuai kompetensi dokter umum.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Abdomen


Abdomen merupakan bagian tubuh yang terletak di antara toraks dan
pelvis. Rongga abdomen yang sebenarnya dipisahkan dari rongga toraks di
sebelah atas oleh diafragma dan dari rongga pelvis di sebelah bawah oleh suatu
bidang miring yang disebut pintu atas panggul. Dapat dikatakan bahwa pelvis
termasuk bagian dari abdomen, dan rongga abdomen meliputi juga rongga pelvis.
Rongga abdomen meluas ke atas sampai mencapai rongga toraks setinggi sela iga
kelima. Jadi sebagian rongga abdomen terletak atau dilindungi oleh dinding
toraks. Sebagian dari hepar, gaster dan lien terterdapat di dalamnya. 6 Abdomen
adalah bagian tubuh yang berbentuk rongga terletak diantara toraks dan pelvis.
Rongga ini berisi viscera dan dibungkus dinding (abdominal wall) yang terbentuk
dari dari otot-otot abdomen, columna vertebralis, dan ilium.7
Rongga abdomen atau cavitas abdominis berisi sebagian besar organ
sistem digestivus, sebagian organ urinarium, sistem genitalia, lien, glandula
suprarenalis, dan plexus nervorum. Juga berisi peritoneum yang merupakan
membrane serosa dari sistem digestivus. Kadang-kadang ada organ sistem
digestivus yang sebagian atau sementara terletak di dalam rongga pelvis, misalnya
ileum dan sebaliknya kadang-kadang organ genitalia terdapat di dalam rongga
abdomen, misalnya uterus yang membesar.6

Regio abdomen dapat dibagi menjadi empat area utama yaitu abdomen
intrahroracic yang terletak pada abdomen bagian atas yang dilindungi oleh
sangkar dari costae sehingga daerah ini seringkali tidak dapat dievaluasi melalui
palpasi dan pemeriksaan fisik lengkap. Bagian kedua adalah bagian abdomen
yang terletak pada area pelvis yang dikenal sebagai suatu ‘bony pelvis’, bagian ini
terdapat beberapa organ penting yaitu kandung kemih, urethra, rektum, usus
halus, tuba falopii dan uterus pada wanita. Cedera pada area ini sering bersifat
ekstraperitoneal dan sulit untuk didiagnosa. Bagian ketiga adalah abdomen yang
terletak retroperitoneal yang terdiri atas beberapa organ yaitu ginjal, ureter,

3
4

pankreas, aorta dan vena cava, cedera pada area ini sulit diketahui hanya
dengan melakukan pemeriksaan fisik. Bagian terakhir dikenal sebagai area
abdomen sejati, di mana di dalamnya terdapat beberapa organ yaitu usus halus dan
usus besar, uterus dalam keadaan gravida, kandung kemih ketika mengalami
distensi.8
Untuk membantu menetapkan suatu lokasi di abdomen, yang paling sering
dipakai adalah pembagian abdomen oleh dua buah bidang bayangan horizontal
dan dua bidang bayangan vertikal. Bidang bayangan tersebut membagi dinding
anterior abdomen menjadi sembilan daerah (regiones). Dua bidang diantaranya
berjalan horizontal melalui setinggi tulang rawan iga kesembilan, yang bawah
setinggi bagian atas crista iliaca dan dua bidang lainnya vertikal di kiri dan kanan
tubuh yaitu dari tulang rawan iga kedelapan hingga ke pertengahan ligamentum
inguinale.6,8 Daerah-daerah itu adalah: 1) hypocondriaca dextra 2) epigastrica 3)
hypocondriaca sinistra 4) lateralis dextra 5) umbilicalis 6) lateralis sinistra 7)
inguinalis dextra 8) hipogastrium 9) inguinalis sinistra.

Gambar 2.1
5

Tabel 2.1 Proyeksi organ dalam abdomen6

Hipokondrium kanan Epigastrium Hipokondrium kiri

 Lobus kanan  Pilorus gaster  Lambung


dari hepar
 Duodenum  Limpa
 Kantung
 Pankreas  Bagian kaudal
empedu
dari pankreas
 Sebagian dari
 Sebagian dari
hepar  Fleksura lienalis
duodenum
dari kolon
 Fleksura hepatik
 Kutub atas dari
dari kolon
ginjal kiri
 Sebagian dari
 Kelenjar
ginjal kanan
suprarenal kiri
 Kelenjar
suprarenal kanan

Lumbal kanan Umbilikal Lumbal kiri

 Kolon asendens  Omentum  Kolon


desendens
 Bagian bawah  Mesenterium
dari ginjal kanan  Bagian bawah
 Bagian bawah dari
dari ginjal kiri
 Sebagian daru duodenum
duodenum dan  Sebagian
 Jejunum dan ileum
jejunum jejunum dan
ileum

Inguinal kanan Hipogastrium Inguinal kiri

 Sekum  Ileum  Kolon sigmoid


6

 Apendiks  Kandung kemih  Ureter kiri

 Bagian akhir  Uterus (pada  Ovarium kiri


dari ileum kehamilan)

 Ureter kanan

Inervasi dinding abdomen oleh nervi (nn) torakalis ke-8 sampai dengan
12. Nervus (n) torakalis ke-8 setinggi margo kostalis ke-10 setinggi umbilikus, n.
torakalis ke-12 setinggi suprainguinal. Peritoneum parietalis yang menutup
dinding abdomen depan sangat kaya saraf somatik sementara peritoneum yang
menutup pelvis sangat sedikit saraf somatik sehingga iritasi peritoneum pelvis
pasien sulit menentukan lokasi nyeri. Peritoneum diafragmatika pars sentralis
disarafi nervi spinalis C5 mengakibatkan iritasi pars sentralis diafragma
mempunyai nyeri alih di bahu, yang disebut Kehr sign.10
2.2 Trauma Abdomen

Trauma adalah sebuah mekanisme yang disengaja ataupun tidak disengaja


sehingga menyebabkan luka atau cedera pada bagian tubuh. Jika trauma yang
didapat cukup berat akan mengakibatkan kerusakan anatomi maupun fisiologi
organ tubuh yang terkena. Trauma dapat menyebabkan gangguan fisiologi
sehingga terjadi gangguan metabolisme kelainan imunologi, dan gangguan faal
berbagai organ. Penderita trauma berat mengalami gangguan faal yang penting,
seperti kegagalan fungsi membran sel, gangguan integritas endotel, kelainan
sistem imunologi, dan dapat pula terjadi koagulasi intravaskular menyeluruh (DIC
= diseminated intravascular coagulation).11
Trauma abdomen didefinisikan sebagai cedera yang terjadi anterior dari
garis puting ke lipatan inguinal dan posterior dari ujung skapula ke lipatan gluteal.
Gerakan pernapasan diafragma memperlihatkan isi intraabdomen yang cedera,
pada pandangan pertama, tampaknya terisolasi ke dada.12
Cedera perut traumatik diklasifikasikan lebih lanjut sebagai intraperitoneal
atau retroperitoneal. Cedera intraperitoneal lebih terarah untuk didiagnosis dengan
7

pemeriksaan fisik. Dalam cedera ini, baik sistem nyeri parietal dan visceral
terpengaruh. Reseptor nyeri parietal menyebabkan nyeri lokal, seperti cedera hati
atau limpa. Reseptor nyeri viseral klasik menyebabkan nyeri tumpul yang tidak
terlokalisasi umumnya terkait dengan hemoperitoneum atau cedera viskus
berongga. Cedera intraperitoneal dapat hadir sebagai nyeri alih ke bahu, skapula,
panggul, toraks, dan punggung. Cedera retroperitoneal sering kurang bisa
ditemukan dengan diagnosis fisik. Sejumlah besar darah dapat terakumulasi dalam
ruang retroperitoneal tanpa menyebabkan temuan fisik yang jelas.12
Trauma abdomen pada garis besarnya dibagi menjadi trauma tumpul dan
trauma tajam. Keduanya mempunyai biomekanika, dan klinis yang berbeda
sehingga algoritma penanganannya berbeda.13 Trauma abdomen dapat
menyebabkan laserasi organ tubuh sehingga memerlukan tindakan pertolongan
dan perbaikan pada organ yang mengalami kerusakan.14

Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis:

a. Trauma penetrasi : Trauma Tembak, Trauma Tusuk

b. Trauma non-penetrasi atau trauma tumpul : diklasifikasikan ke dalam 3


mekanisme utama, yaitu tenaga kompresi (hantaman), tenaga deselerasi
dan akselerasi.

2.3 Trauma Tajam Abdomen

2.3.1 Definisi

Trauma tajam adalah hasil dari senjata api tinggi atau kecepatan rendah,
cedera tusuk, dan penetrasi benda asing ke dalam tubuh. Trauma tajam abdomen
adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada permukaan tubuh dengan
penetrasi ke dalam rongga peritoneum yang disebabkan oleh tusukan benda
tajam.12

Luka tusuk maupun luka tembak akan mengakibatkan kerusakan jaringan


karena laserasi ataupun terpotong. Luka tembak dengan kecepatan tinggi akan
menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar terhadap organ viscera,
8

dengan adanya efek tambahan berupa temporary cavitation, dan bisa pecah
menjadi fragmen yang mengakibatkan kerusakan lainnya. Kerusakan dapat berupa
perdarahan bila mengenai pembuluh darah atau organ yang padat. Bila mengenai
organ yang berongga, isinya akan keluar ke dalam rongga perut dan menimbulkan
iritasi pada peritoneum.11

2.3.2. Epidemiologi
Cedera abdomen terjadi pada sekitar 1% dari semua pasien trauma.
Trauma penetrasi abdomen terdapat di banyak negara. Penyebab paling umum
adalah tusukan atau tembakan. Cedera organ yang paling sering terjadi adalah
usus halus (50%), usus besar (40%), hati (30%), dan pembuluh darah
intraabdomen (25%). Di Amerika Serikat bunuh diri dan pembunuhan selalu
menjadi penyebab kematian yang tinggi. Sekitar 40% kasus pembunuhan dan
16% kasus bunuh diri dengan senjata api melibatkan cedera pada batang tubuh.
Cedera traumatis adalah penyebab kematian ketiga dan nomor satu pada orang
berusia 1 sampai 44 tahun. Trauma penetrasi abdomen mempengaruhi 35% dari
pasien yang dirawat di pusat trauma perkotaan dan hingga 12% dari mereka yang
dirawat di pusat pinggiran kota atau pedesaan. Frekuensi trauma penetrasi di
dunia meningkat bila senjata tersedia, dan juga meningkat dengan adanya konflik
militer. Oleh karena itu, frekuensinya bervariasi. Tingkat kematian akibat senjata
api yang disesuaikan dengan usia dua hingga tujuh kali lebih tinggi untuk pria
kulit hitam non-Hispanik. Sekitar 90% pasien dengan trauma penetrasi adalah
laki-laki.14,16

Trauma tumpul lebih sering terjadi daripada trauma tembus/penetrasi di


Amerika Serikat dan dikaitkan dengan kematian yang lebih besar karena beberapa
cedera terkait dan tantangan diagnostik dan terapeutik yang lebih besar. Pada
trauma tumpul atau non-penetrasi limpa adalah organ yang paling sering
mengalami cedera; dan dalam hampir dua pertiga kasus ini, adalah satu-satunya
struktur intraperitoneal yang rusak. Hati adalah organ intra-abdominal kedua yang
paling sering mengalami cedera. Mekanisme trauma tumpul dapat berkisar dari
cedera berkecepatan tinggi hingga jatuh ringan atau pukulan langsung ke perut.
9

Tabrakan kendaraan bermotor sekitar 75%, pukulan pada abdomen sekitar 15%,
dan cedera terjatuh sekitar 9%. Evaluasi semakin sulit oleh cedera
ekstraabdominal, serta perubahan status mental dari trauma kepala, keracunan
alkohol, atau narkoba.14,16
Trauma tumpul pada perut dapat terjadi pada orang-orang dari segala usia
dan dikaitkan dengan morbiditas yang tinggi. Setiap tahun, ribuan pasien dengan
cedera perut tumpul dirawat di unit gawat darurat, dan ini secara substansial
meningkatkan biaya perawatan kesehatan.15
2.3.4. Klasifikasi
Trauma abdomen pada garis besarnya dibagi menjadi trauma tumpul dan
trauma tajam. Keduanya memiliki biomekanika, dan klinis yang berbeda sehingga
algoritma penanganannya berbeda. Trauma abdomen dapat menyebabkan laserasi
organ tubuh sehingga memerlukan tindakan pertolongan dan perbaikan pada
organ yang mengalami kerusakan. Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi
dua jenis, yaitu trauma penetrasi atau trauma tajam dan trauma tumpul atau
trauma non-penetrasi.
a. Trauma Penetrasi atau trauma tajam,
Trauma tajam abdomen adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka
pada permukaan tubuh dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum yang
disebabkan oleh tusukan benda tajam. Trauma akibat benda tajam dikenal
dalam tiga bentuk luka yaitu: luka iris atau luka sayat (vulnus scissum),
luka tusuk (vulnus punctum) atau luka bacok (vulnus caesum). Luka tusuk
maupun luka tembak akan mengakibatkan kerusakan jaringan karena
laserasi ataupun terpotong. Luka tembak dengan kecepatan tinggi akan
menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar terhadap organ
viscera, dengan adanya efek tambahan berupa temporary cavitation, dan
bisa pecah menjadi fragmen yang mengakibatkan kerusakan lainnya.
Kerusakan dapat berupa perdarahan bila mengenai pembuluh darah atau
organ yang padat. Bila mengenai organ yang berongga, isinya akan keluar
ke dalam rongga perut dan menimbulkan iritasi pada peritoneum.
b. Trauma non-penetrasi atau trauma tumpul
10

Diklasifikasikan ke dalam 3 mekanisme utama, yaitu :


− tenaga kompresi (hantaman), organ terjebak diantara stuktur lain.
Tenaga kompresi (compression or concussive forces) dapat berupa
hantaman langsung atau kompresi eksternal terhadap objek yang
terfiksasi. Misalnya hancur akibat kecelakaa
− n, atau sabuk pengaman yang salah (seat belt injury).
− cedera aselerasi / percepatan terjadi jika benda yang sedang
bergerak membenturkepala yang diam seperti trauma akibat pukulan benda
tumpul, atau karena kenalemparan benda tumpul.
− cedera deselerasi / perlambatan adalah bila kepala membentur
objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau
tanah.17
2.3.5. Patofisiologi
Luka tusuk ataupun luka tembak (kecepatan rendah) akan mengakibatkan
kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka tembak dengan
kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar
terhadap organ visera, dengan adanya efek tambahan berupa temporary cavitation,
dan bisa pecah menjadi fragmen yang mengakibatkan kerusakan lainnya.
Kerusakan dapat berupa perdarahan bila mengenai pembuluh darah atau organ
yang padat. Bila mengenai organ yang berongga, isinya akan keluar ke dalam
rongga perut dan menimbulkan iritasi pada peritoneum.18
Luka tembak mengakibatkan kerusakan yang lebih besar, bergantung
jauhnya perjalanaan peluru, besar energi kinetik maupun kemungkinan pantulan
peluru oleh organ tulang, maupun efek pecahan tulangnya. Organ padat akan
mengalami kerusakan yang lebih luas akibat energi yang ditimbulkan oleh peluru
tipe high velocity.19
11

Gambar 2.2. Patofisiologi trauma penetrasi


2.3.6. Manifestasi Klinis 20

1. Hipotensi
2. Takikardia
3. Sianosis
4. Gelisah
5. Perubahan warna panggul
6. Syok
7. Nyeri
8. Abdominal rigidity
9. Distensi
10. Peningkatan suhu tubuh
11. Leukositosis
12. Anorexia
13. Mual dan muntah
12

2.3.7. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Dapatkan keterangan mengenai perlakuannya, bila mungkin dari
penderitanya sendiri, orang sekitar korban pembawa ambulans, polisi atau saksi
lainnya sesegera mungkin bersamaan dengan usaha resusitasi.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi :
 Inspeksi : Amati mulai dari keadaan umum pasien, ekspresi wajah, tanda
dehidrasi, perdarahan dan tanda-tanda syok. Pada trauma abdomen
biasanya ditemukan kontusio, abrasio, laserasi dan echimosis. Ekimosis
merupakan indikasi adanya perdarahan di intraabdomen. Terdapat
ekimosis pada daerah umbilikal biasa disebut dengan Cullen’s sign.
Sedangkan ekimosis yang ditemukan pada salah satu panggul disebut
dengan Turner’s sign. Terkadang ditemukannya eviserasi yaitu
menonjolnya organ abdomen keluar seperti usus, kolon yang terjadi pada
trauma tembus atau tajam.
 Auskultasi : Selain suara bising usus yang diperiksa di empat kuadran
dimana adanya ektravasasi darah menyebabkan hilangnya bunyi bising
usus, juga perlu didengarkan adanya bruits dari arteri renalis, bunyi bruits
dari daerah umbilikal merupakan indikasi adanya trauma pada arteri
renalis.
 Perkusi : Untuk melihat apakah ada nyeri ketok. Uji perkusi tinju dengan
meletakkan tangan kiri pada sisi dinding thoraks pertengahan antara spina
iliaka anterior superior kemudian tinju dengan tangan yang lain sehingga
terjadi benturan di dalam karena benturan ringan bila ada nyeri merupakan
adanya radang/abses diruang subfrenik antara hati dan diafragma. Selain
itu bisa ditemukan bunyi timpani bila dilatasi lambung akut di kuadran
atas atau bunyi redup bila ada hemoperitoneum. Pada waktu perkusi bila
ditemukan balance sign dimana bunyi resonan yang lebih keras pada
panggul kanan ketika pasien berbaring kesamping kiri merupakan adanya
13

ruptur limpe. Sedangkan bila bunyi resonan lebih keras pada hati
menandakan adanya udara bebas yang masuk.
 Palpasi : Untuk teknik palpasi identifikasi keelastisan, kekakuan dan
spasme hal ini dimungkinkan diakibatkan karena adanya massa atau
akumulasi darah ataupun cairan. Biasanya ditemukan defans muscular,
nyeri tekan, nyeri lepas. Pemeriksaan colok dubur dilakukan pada
obstruksi usus dengan disertai paralisis akan ditemukan ampula melebar.
Pada laki-laki terdapat prostat letak tinggi menandakan patah panggul
yang signifikan dan disertai dengan perdarahan. Bisa juga pada pasien
dilakukan uji psoas dan obturator jika pasien merasa nyeri maka
menandakan adanya radang di muskulus obturatorius.22
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto thoraks untuk melihat adanya trauma pada thoraks
2. Pemeriksaan darah lengkap
Hemoglobin dan hematokrit normal ditemukan jika tidak terjadi
perdarahan. Pasien yang mengalami perdarahan dapat dilakukan transfusi
dengan cairan kristaloid. Transfusi trombosit diperlukan jika terjadi
trombositopenia (platelete count < 50.000/ml) dan perdarahan aktif.
3. Kimia serum
Pemeriksaan kimia serum penting dilakukan untuk mengetahui
adanya ketidak seimbangan elektrolit. Pemeriksaan gula darah sewaktu
juga penting digunakan untuk mengetahui status mental pasien.
4. Lever Function Test (LFT)
LFT mungkin dapat digunakan pada pasien dengan trauma tumpul
abdomen untuk mengetahui alasan insiden seperti pada alcohol abuse.
Peningkatan aspartate aminotransferase (AST) atau alanine
aminotransferase (ALT) lebih dari 130u berhubungan dengan cedera
hepar yang signifikan. Kadar laktat dehydrogenase (LDH) dan bilirubin
merupakan indikasi non spesifik untuk cedera hepar.
5. Pengukuran amilase
14

Pemeriksaan amilase merupakan tes yang sensitif non spesifik


untuk cedera pancreas. Namun peningkatan kadar amilase setelah 3-6 jam
setelah trauma memiliki akuransi yang cukup besar.
6. Urinalisa
Indikasi untuk dilakukan urunalisa antara lain trauma yang cukup
parah pada abdomen dan flank, gross hematuri, mikroskop hematuria pada
pasien hipotensi dan mekanisme deselerasi yang parah.
7. Coagulation profile
Pemeriksaan PT dan pTT dilakukan pada pasien yang memiliki
riwayat blood dyscrasias (hemophilia), gangguan sintesis (sirosis), atau
yang sedang dalam terapi obat-obatan (heparin dan warfarin).
8. Pengukuran gas darah arteri
Pemeriksaan ini penting untuk memberikan informasi tentang
kadar oksigen (PO2SaO2) dan ventilasi (PCO2). Pemeriksaan ini juga dapat
mendeteksi asidosis metabolik yang sering menyertai keadaan syok.
9. Skrining obat dan alkohol
Pemeriksaan skrining terhadap pemakaian obat dan alkohol dapat
berguna untuk menilai kesadaran pasien.
10. Parasintesis perut
Pada trauma tumpul sulit untuk melihat setiap bagian
intaraperitoneum dari traktus gastrointestinal dengan diagnosis
laparaskopi. Teknik ini tidak memungkinkan secara adekuat bagian
retroperitoneum. Cara ini mungkin mampu menilai adanya cedera hepar
atau limpa dan terapi kejadian cedera minor, namun cara tersebut sulit
untuk menentukan rencana terapi.
11. Livase peritoneal
Livase peritoneal berguna untuk mengetahui adanya perdarahan
intraabdomen pada suatu trauma tumpul bila dengan pemeriksaan fisik dan
radiologi diagnosis masih diragukan. Test ini tidak boleh dilakukan pada
pasien yang tidak kooperatif, melawan, dan memerlukan operasi abdomen
segera. Kandung kemih harus dikosongkan terlebih dahulu. Posisi
15

penderita terlentang, kulit bagian bawah disiapkan dengan jodium tinkur


dan filtrasi anestesi lokal digaris tengan diantara umbilical dan pubis
keudian dibuat insisi kecil. Kateter dialisa peritoneal di masukkan ke
dalam rongga peritoneal. Bila pada pengisian tidak keluar darah atau
cairan, dimasukkan cairan garam fisiologis sampai 1000 ml yang
kemudian dikeluarkan kembali. Hasil dikatakan positif bila : cairan yang
keluar berwarna kemerahan, adanya empedu ditemukannya bakteri atau sel
darah lebih dari 100.000/mm3, seldarah putih lebih dari 500/mm3, amilase
lebih dari 100u/100ml.22

2.3.8. KOMPLIKASI 23

Penatalaksanaan trauma, bagi yang sesuai maupun tidak sesuai dapat


mengakibatkan berbagai komplikasi seperti cidera yang tidak terdeteksi, akses
intraabdomen, berbagai tipe fistula, pangkreatitis, syndroma kompartemen
abdominal, dehisensi luka
Menurut Smeltzer (2001) komplikasi dari trauma abdomen yang mungkin
terjadi yaitu :
a. segera : hemoragi, syok, dan cedera.
b. lamban : Infeksi
2.3.9. TATALAKSANA
Diagnosis dan penanganan yang tepat paa trauma abdomen merupakan
unsur terpenting dalam mngurangi kemtian akibat trauma abdomen. Penilaian
sirkulasi saat survei awal harus mencakup deteksi dini dari kemungkinan adanya
perdarahan yang tersembunyi di dalam abdomen dan pelvis pada pasien trauma
tumpul.27
Penatalaksanaan segera
Primary survey pada perawatan trauma meliputi ABCDE dan
mengidentifikasi kondisi yang mengancam jiwa dengan mengikuti urutan ini:29
a. Airway maintenance : Pemeliharaan jalan nafas dengan pembatasan gerakan
tulang belakang serviks
b. Breathing and ventilation
16

c. Circulation : Dengan kontrol perdarahan


d. Disability : Penilaian status neurologi
e. Exposure : Kontrol lingkungan
Pemasangan kateter urin diperlukan untuk menilai urine output sebagai
indikator sensitif dalam menilai status volume pasien dan mencerminkan perfusi
ginjal. Pemasangan Transurethral bladder catheterization dikontraindikasikan
pada pasien yang memiliki urethral injury. Pemasangan NGT diperlukan untuk
dekompresi lambung distensi, menurunkan resiko aspirasi dan memeriksa adanya
perdarahan saluran cerna bagian atas akibat trauma. 29
Penatalaksanaan segera pada cedera abdomen terdiri dari resusitasi dan
evaluasi. Pasien dengan syok membutuhkan resusitasi dengan kristaloid dan
produk darah, serta dilakukan asesmen untuk mencari sumber dari perdarahan.
Benda asing yang tertinggal melintasi dinding abdomen harus dipertahankan pada
evaluasi awal dan dilindungi dari gerakan yang berlebihan. Benda ini kemudian
dapat dilepaskan setelah menentukan rencana definitif, dimana hampir selalu
berupa operasi abdomen.24

Prinsip penatalaksanaan trauma abdomen Prinsip dari penatalaksanaan


secara bedah pada trauma abdomen akut adalah untuk mengendalikan perdarahan
dan untuk membatasi kontaminasi, baik dari isi usus, empedu atau lainnya. Pada
setiap pasien diperlukan penilaian bedah akan perlu tidaknya dilakukan
laparotomy dan kapan sebaiknya dilakukan.
Secondary survey adalah evaluasi dari kepala sampai ujung kaki dari
pasien trauma – ini meliputi riwayat lengkap dan pemeriksaan fisik, termasuk
penilaian ulang semua tanda vital. Setiap bagian tubuh sepenuhnya diperiksa.
Pada pasien trauma dapat dilakukan laparatomy. Berikut adalah indikasi
laparotomy yang biasa dikenal : 25
a. Trauma tumpul abdomen dengan hipotensi disertai FAST positif atau ada tanda
klinis perdarahan intraperitoneal
b. Hipotensi pada trauma tajam yang penetrasi fascia anterior abdomen
c. Luka tembak yang menembus rongga peritoneum
d. Eviserasi
17

e. Perdarahan dari lambung, rectum, atau traktus genitourinarius karena trauma


penetrans
f. Peritonitis
g. Udara bebas, udara retroperitoneal, atau ruptur hemidiafragma
h. Contrast enhanced CT yang memperlihatkan rupture saluran cerna, cedera
kandung kencing intraperitoneal, cedera pedikel ginjal, atau cedera parenkim
organ yang berat akibat trauma tumpul ataupun trauma tajam
i. Trauma tumpul atau tajam dengan aspirasi isi gastrointestinal, serat sayur,
empedu dari DPL, atau aspirasi 10 cc atau lebih darah pada pasien dengan
hemodinamik abnormal.
Trauma laparotomy 26
Jika keputusan sudah bulat untuk dilakukan intervensi bedah, maka
dilakukan trauma laparotomi. Transfer segera ke ruang operasi diperlukan, dan
resusitasi dilanjutkan secara simultan dibanding dengan menunda terapi definitif.
Tempat paling aman di dalam rumah sakit untuk melakukan resusitasi pada pasien
seperti ini adalah di dalam ruang operasi. dalam ruang operasi.
Insisi midline dilakukan dari xiphisternum sampai simphisis pubis, kavum
abdominal ditelusuri, dan perdarahan di kontrol. Setelah perdarahan dikontrol,
kontaminasi di dalam kavum abdominal dikendalikan dengan menjahit atau
menstapling bagian usus yang terkena. Inspeksi secara sistematik seluruh kavum
abdominal harus dilakukan, mencari cedera lebih lanjut. Dimulai secara proksimal
dari traktus gastrointestinal hingga abdomen, usus harus diperiksa dimulai dari
lambung, duodenum, usus halus, mesenterium, dan kolon sampai pelvis. Hati dan
limpa di inspeksi diikuti dengan struktur pada retroperitoneal dan terakhir
diafragma.
Evaluasi Cedera Khusus Lainnya 25
Diagnosa cedera diafragma, duodenum, pankreas, sistem genitourinari,
dan usus halus bisa jadi sulit.Sebagian besar cedera tembus didiagnosis saat
laparotomi.
1. Diafragma
18

Robekan diafragma dapat terjadi di bagian manapun pada kedua diafragma


yang paling sering mengalami cedera adalah diafragma kiri.Cedera biasanya 5-10
cm panjangnya dengan lokasi di posterolateral dari diafragma kiri. Pada
pemeriksaan foto toraks awal akan terlihat diafragma yang lebih tinggi ataupun
kabur, bisa berupa hemothoraks ataupun adanya bayangan udara yang membuat
gambaran diafragma menjadi kabur, ataupun kelihatannya NGT yang terpasang
didalam gaster terlihat di toraks.
2. Duodenum
Ruptur duodenum ditemukan pada pengendara yang tidak menggunakan
sabuk pengaman pada kejadian tubrukan frontal dengan pukulan langsung pada
abdomen, misalnya kena stang motor. Adanya aspirasi darah dari gaster ataupun
adanya udara retroperiuneum pada rontgen foto abdomen menyebabkan
kecurigaan akan terjadinya cedera duodenum. /ntuk pasien yang dicurigai, bisa
dilakukan pemeriksaan rontgen gastrointestinal atas maupun 0T can dengan
double-contrast.
3. Pankreas
Umumnya cedera pankreas terjadi pada pukulan langsung di epigastrum,
dengan kolumna vertebralis sebagai alas. Adanya amilase yang normal pada
awalnya tidak menyingkirkan kemungkinan cedera pankreas. Bisa juga
sebaliknya, terjadi peninggian kadar amilase dengan sumber diluar pankreas.
kecuali bila secara konstan didapatkan peninggian kadar amilase, maka harus
diperiksa kemungkinan adanya cedera pankreas ataupun viscera lainnya. Pada 8
jam pertama pasca trauma, pemeriksaan dengan CT dengan double contrast bisa
saja belum menunjukkan cedera pankreas, dan sebaiknya dilakukan ulang
pemeriksaannya. bila pemeriksaan CT ulang tidak menunjukkan perbedaan,
dianjurkan melakukan tindakan eksplorasi bedah atau alternatif lain yang mungkin
bermanfaat seperti Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP)
4. Genitourinaria
Pukulan langsung pada bagian punggung ataupun flank bisa menyebabkan
kontusio, hematoma, ataupun ekimosis yang merupakan tanda adanya kerusakan
ginjal dibawahnya, dan sehingga perlu dilakukan pemeriksaan traktus urinarius
19

dengan CT scan ataupun IVP. Indikasi tambahan untuk perlunya pemeriksaan


traktus urinarius adalah grosshematuria maupun hematuria mikroskopis pada
pasien dengan :
• Luka tusuk tembus abdomen.
• Pasien trauma tumpul dengan serangan hipotensi.
• Adanya cedera intraabdominal lain pada trauma tumpul abdomen.
5. Usus halus
Trauma tumpul usus halus biasanya terjadi karena adanya deselerasi
tiba"tiba dengan efek robeknya pada bagian yang terfiksir, terutama bila
pemakaian seat-belt yang tidak tepat. Adanya jejas yang transversal, linear pada
dinding perut (seat-belt sign) ataupun adanya fraktur distraksi lumbar (chance
fracture) pada x-ra y harus dicurigai kemungkinan adanya cedera pada usus. Pada
sebagian pasien ada sakit perut yang hebat dengan nyeri tekan. Pada sebagian lagi
diagnosa agak sulit karena perdarahan yang minimal terjadi pada organ yang
tertarik.
6.Cedera organ padat
Cedera pada hepar, lien, ataupun ginjal yang mengakibatkan syok,
instabilitas hemodinamik maupun bukti klinis adanya perdarahan yang masih
berlangsung menjadi indikasi perlunya dilakukan laparotomi. Cedera organ padat
dengan hemodinamik yang normal sering berhasil ditangani secara konservatifD
pasien seperti ini harus dirawat untuk observasi yang ketat.
Damage-control laparotomy 26
Konsep dari operasi damage control, dikembangkan di amerika pada
tahun 1980an. Meskipun, pengajaran tradisional mempromosikan perbaikan
definitive pada cedera abdomen dilakukan pada awal trauma laparotomy, pada
operasi damage control bertujuan untuk menghindari hal ini dan memprioritaskan
pendarahan dan pengendalian kontaminasi, operasi lebih lanjut kemudian
ditangguhkan sampai pasien telah di resusitasi secara memadai dalam perawatan
intenstif.
Prinsip dari observasi pada pasien trauma seringkali meninggal bukan
karena kegagalan dari operasi definitive melainkan dari triad lethal yaitu
20

koagulopati, asidosis dan hipotermia. Tidak semua pasien dengan trauma


abdomen membutuhkan teknik damage-control. Seleksi pasien  penting pada
paseien yang menunjukkan bukti adanya gangguan fisiologis yang signifikan yang
belum diperbaiki dengan resusitasi awal. Indikasi dari operasi damage-control
meliputi asidosis (pH ≤ 7,2), hipotermia (suhu inti tubuh ≤ 34oC), koagulopati
(transfusi ≥ 5000ml atau total infusi cairan ≥ 1200 ml), cedera yang seharusnya
membutuhkan operasi yang lama (>90 menit), edema  jaringan intra-abdominal
yang mencegah penutupan dari dinding abdomen.
Teknik damage control laparotomy adalah kontrol awal yang cepat
terhadap perdarahan dan kontaminasi dengan melakukan packing dan penutupan
sementara, diikuti resusitasi di ICU dan eksplorasi kembali bila diperlukan,
kemudian bila kondisi fisiologis pasien telah kembali normal kemudian dilakukan
pembedahan definitive. Semakin singkat waktu pembedahan akan semakin tinggi
tingkat survival pasien dan semakin rendah morbiditasnya walaupun terjadi
penundaan perbaikan organ definitive.

Tatalaksana konservatif 26

Intervensi non-operatif adalah strategi yang sama penting dalam


menangani trauma abdomen. Laparotomi trauma tidak diharuskan pada semua
kasus, seleksi pasien menjadi penting. Terutama pada cedera viscus padat,
gambaran CT pada pasien pasien yang stabil berguna untuk memandu  pada
intervensi. Jika keputusan dibuat untuk tatalaksana non operatif, kemudian
asesmen ulang secara intensif sangat diperlukan, terutama dalam lingkungan
perawatan intensif.
21

Gambar 2.3 Algoritme penanganan luka tusuk abdomen anterior. focused abdominal
sonographic examination for trauma (FAST) dapat meniadakan kebutuhan untuk
local wound exploration (LWE), tapi tidak masuk dan dengan sendirinya
merupakan indikasi laparotomy (LAP). D/C
discharge home, CBC complete blood count, CT computed tomography. 28
BAB III
CONTOH KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 41 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
RM : 816665
Anamnesis
Keluhan utama: Luka tusuk di perut bagian atas
Hal ini telah diderita oleh pasien 6 jam sebelum dirawat di RSUP Adam
Malik. Pasien berkelahi dengan mantan suaminya, kemudian tiba-tiba mantan
suaminya mengambil pisau dapur dan menikam perut istrinya dari depan. Mual
dan muntah tidak ditemukan. Sesak napas ditemukan. Buang air besar dan buang
air kecil normal. Pasien dikirim dari klinik dengan jahitan primer.
Allergy : Tidak dijumpai riwayat alergi
Medication : Tidak dijumpai riwayat pemakaian obat-obatan
Past Illness : Tidak ada riwayat penyakit yang diderita pasien
sebelumnya
Last Meal : 8 jam sebelum kejadian
Event : Kejadian berlangsung di rumah
Primary survey
• Airway : Clear

• Breathing : Spontan, RR 24x/menit dengan NRM 10 L/menit

• Circulation : Akral hangat, TD: 100/60 mmHg, HR: 112 bpm

• Disability : GCS 15 (E4V5M6), pupil isokor  3mm/3mm

• Exposure : Bajunya dilepaskan, log roll  luka tusuk pada abdomen


atas pasca jahitan primer, perdarahan aktif (-)

22
23

Secondary survey
Kepala : Dalam batas normal
Leher : Dalam batas normal
Toraks : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Genitalia : Perempuan, dalam batas normal
Ekstremitas : Dalam batas normal
Status Lokalisata
Thorax
 Inspeksi : Simetris, ketinggalan bernapas pada hemitoraks kiri

 Palpasi : Krepitasi (-)

 Perkusi : Hipersonor pada hemitoraks kiri

 Auskultasi : Suara napas berkurang pada hemitoraks kiri, ronki (-/-),


wheezing (-/-)

Abdomen
 Inspeksi : Simetris, distensi (+), luka tusuk pasca jahitan primer
pada regio abdomen atas dengan ukuran 3 cm, 2,5cm,
dan 3 cm

 Auskultasi : Peristaltik (+) menurun

 Palpasi : Abdominal rigidity (+), nyeri tekan pada seluruh abdomen

 Perkusi : Timpani (+) normal

Pemeriksaan colok dubur


 Perineum normal, sfingter anal longgar, mukosa licin, nyeri (-),

ampula tidak kolaps.


 Pada sarung tangan : feces (+), darah (-), mukus (-)

Pemeriksaan Laboratorium
• Hb / Hct / WBC / PLT : 10,6 /32/ 17.640 /383.000
24

• Ur / Cr : 15 / 1,04

• Na/K/Cl : 136/3,9/105

• Random blood glucose : 113

Gambar 2.4 Foto Thorax pasien

Diagnosis
Penetrating abdominal injury with diffuse peritonitis + (L) Pneumothorax
Tatalaksana Gawat Darurat
• Oksigen : NRM 10 L/menit

• Loading Crystaloid Ringer Laktat 2000cc  lanjutkan IVFD Crystaloid


RL 20ggt/i

• Pasang kateter urin  keluar urin awal berwarna kuning jernig sebanyak
100cc  UOP 50cc/jam

• Pasang NGT  cairan kehitaman 50cc

• Inj. Antibiotik  Ceftriaxone 1gr IV

• Inj Analgesik  Ketorolac 30mg IV

• ATS Injeksi 3.000 IU/IM

• TT Injeksi 0.5 cc

Rencana :
 Laparatomi Eksplorasi

 Pemasangan chest tube


BAB IV

KESIMPULAN

Trauma adalah sebuah mekanisme yang disengaja ataupun tidak disengaja


sehingga menyebabkan luka atau cedera pada bagian tubuh. Jika trauma yang
didapat cukup berat akan mengakibatkan kerusakan anatomi maupun fisiologi
organ tubuh yang terkena.

Trauma tajam adalah hasil dari senjata api tinggi atau kecepatan rendah,
cedera tusuk, dan penetrasi benda asing ke dalam tubuh. Trauma tajam abdomen
adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada permukaan tubuh dengan
penetrasi ke dalam rongga peritoneum yang disebabkan oleh tusukan benda tajam.

Diagnosis dan penanganan yang tepat pada trauma abdomen merupakan


unsur terpenting dalam mngurangi kematian akibat trauma abdomen. Penilaian
sirkulasi saat survei awal harus mencakup deteksi dini dari kemungkinan adanya
perdarahan yang tersembunyi di dalam abdomen dan pelvis pada pasien trauma
tumpul.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Pusponegoro, A.D. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC, 2011,
Bab 6; Trauma dan Bencana.
2. American College of Surgeons. Advanced Trauma Life Support Untuk
Dokter Edisi 7. Jakarta: IKABI, 2004, Bab 5; Trauma Abdomen.
3. Stone, CK, 2003. Current Diagnosis & Treatment Emergency Medicine.
6th edition. USA : The McGraw-Hill Companies, Inc.
4. Fermann, GJ, 2003. Emergency Medicine-An Approach to Clinical
Problem Solving. In: Hamilton, et al., Emergency Medicine-An Approach
to Clinical Problem Solving. 2nd edition. USA : W. B. Saunders
Company.
5. Beauchamp, et al., 2008. Townsend: Sabiston Textbook of Surgery. 18th
edition. USA : Elvesier, Inc.
6. Wibowo, D.S., dan Paryana, W., 2007. Dinding Abdomen. Anatomi
Tubuh Manusia. Graha Ilmu. Yogyakarta: 273-279.
7. Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland. ed.31. Jakarta.
EGC; 2010.
8. Emery, M.T. 2014. Abdominal Trauma. In : Sherman, S.C., Weber, J.M.,
Patwari, R.G., Schindlbek, M.A., editors. Clinical Emergency Medicine.
New York: The McGraw-Hill Companies. p. 381-386.
9. Netter, Frank H. ATLAS OF HUMAN ANATOMY 25th Edition. Jakarta:
EGC, 2014.
10. Blaisdell F, Trunkey D,D. Trauma Management, Abdominal Trauma. New
York. Thieme-Stratton; 2008.
11. Sjamsuhidajat, de jong. Buku ajar ilmu bedah.ed.3.Jakarta. EGC; 2010.
12. Peitzman, Andrew B. The Trauma Manual, Trauma and Acute Care
Surgery. Philadelphia. Lippincot Manual; 2013.
13. Billie Frensebner, Barbara J Gruendmann. Keperawatan Perioperatif. ed.2.
Jakarta. EGC; 2005.

26
27

14. Lotfollahzadeh S., ; Burns B. 2020. Penetrating abdominal trauma.


StatPearls.
15. O'Rourke M. C., Landis R., Burns B. 2020. Blunt abdominal trauma.
StatPearls.
16. Carlo L., Eric L., Legome., Wolfe R E. 2013. Emergency medicine
Clinical Essentials : Blunt abdominal trauma. Elsevier.
17. Asshiddiqi M. H. 2014. “Hubungan antara skala rupture lien pada trauma
tumpul abdomen yang memerlukan pembedahan dan yang tidak
memerlukan pembedahan di RSUP Dr Kariadi Semarang”. Skripsi. FK
Universitas Diponegoro.
18. Stone, CK, 2003. Current Diagnosis & Treatment Emergency
Medicine. 6th edition. USA : The McGraw-Hill Companies, Inc
19. American College of Surgeons. Advanced Trauma Life Support Untuk
Dokter Edisi 7. Jakarta: IKABI, 2004, Bab 5; Trauma Abdomen.
20. Knowledge for medical students and physicians. Penetrating
trauma.Amboss
21. Maxey.2010. Abdominal Trauma Penetrating. Department of surgery,
Indiana university school of medicine. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/433554-overview.
22. Lookwood W. 2018. Abdominal Trauma. Available from : www.RN.com
23. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medical – BedahBrunner and
Suddarth Ed.8 Vol.3: Jakarta : EGC
24. Townsend C, Evers B, Mattox K, Beauchamp R. Sabiston textbook of
surgery. 19th ed. Philadelphia: Elsevier; 2017.
25. ATLS - Advanced trauma life support. 10th ed : Abdominal and Pelvic
Trauma. Chicago, Ill.: American College of Surgeons, Committee on
Trauma; 2018. Available at :
https://viaaerearcp.files.wordpress.com/2018/02/atls-2018.pdf
26. Baker Q, Aldoori M. Clinical surgery : Management of Abdominal
Trauma.. London: Hodder Arnold; 2009. Pp.192-204. Available at :
28

http://www.endosurgery.od.ua/uploaded/site0_Baker_Clinical_Surgery_A
_Practical_Guide.pdf
27. Umboh I et al. 2016. Hubungan Penatalaksanaan Operatif Trauma
Abdomen dan Kejadian Laparatomi Negatif di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado. Jurnal Biomedik Vol.8 No.2. Pp.S54-S57. Available at :
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/view/12702
28. Biff WL, Leppaniemi A. 2014. Management Guidelines for Penetrating
Abdominal Trauma. World Journal Surgery. Available at :
https://www.researchgate.net/publication/46306639_Management_Guideli
nes_for_Penetrating_Abdominal_Trauma
29. ATLS - Advanced trauma life support. 10th ed : Initial Assesement and
Management . Chicago, Ill.: American College of Surgeons, Committee on
Trauma; 2018. Available at :
https://viaaerearcp.files.wordpress.com/2018/02/atls-2018.pdf

Anda mungkin juga menyukai