Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA THORAKS DAN TRAUMA ABDOMEN

MATA KULIAH : KEPERAWATAN DASAR TRAUMA DAN JANTUNG

Koordinator : Ns. Karisma Pratama, MNS

Dosen Pengampu : Supriadi, S.Kp., MHS., PhD

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

EKSATIKA AYU PUTRIANI NIM.PL2321008


F.B NYANGKO NIM.PL2321001
NUR IHSAN NIM.PL2321061
PEBRIANA DUWI YANTI NIM.PL2321002
RIYANI ADI ARTI NIM.PL2321015
WIDYASTUTI MASNIA BEKTI NIM.PL2321014
YUNI ANDRIANI NIM.PL2321005

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN RPL TIPE A


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN MUHAMMADIYAH
KALIMANTAN BARAT
T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan Tugas Makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan dasar trauma
dan jantung dengan judul asuhan keperawatan Trauma thorak dan Trauma abdomen.

Dalam pembuatan makalah ini tentu masih banyak kekurangan baik itu dari segi
penulisan, isi dan lain sebagainya, maka penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran
guna perbaikan untuk pembuatan makalah untuk hari yang akan datang.

Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan doa serta harapan semoga
tulisan sederhana ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca. Atas semua ini penulis
mengucapkan terima kasih, semoga segala bantuan dari semua pihak mudah – mudahan
mendapat amal baik yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Sintang , Oktober 2023

Kelompok 3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
BAB 1 : PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................2
1.3 Tujuan ......................................................................................2

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................3


2.1 Definisi......................................................................................3
2.2 Etiologi .....................................................................................3
2.3 Anatomi Fisiologi......................................................................4
2.4 Gejala umum.............................................................................6
2.5 Jenis trauma thorak dan Abdomen............................................8
2.6 Patofisiologi..............................................................................10
2.7 Komplikasi................................................................................12
2.8 Pemeriksaan Diagnostik............................................................13
2.9 Penanganan gawat darurat.........................................................10
BAB 3 : Konsep Dasar Keperawatan...............................................................20
3.1 Pengkajian.................................................................................20
3.2 Diagnose Keperawatan..............................................................20
3.3 Intervensi Keperawatan.............................................................20
3.4 Implementasi Keperawatan.......................................................21
3.5 Evaluasi Keperawatan...............................................................21

BAB 4 : PENUTUP..........................................................................................22
4.1 Kesimpulan...............................................................................22
4.2 Saran.........................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3 kehidupan diseluruh kota
besar didunia dan diperkirakan 16.000 kasus kematian akibat trauma per tahun yang
disebabkan oleh trauma toraks di Amerika. Sedangkan insiden penderita trauma toraks di
Amerika Serikat diperkirakan 12 penderita per seribu populasi per hari dan kematian yang
disebabkan oleh trauma toraks sebesar 20-25% . Dan hanya 10-15% penderita trauma
tumpul toraks yang memerlukan tindakan operasi, jadi sebagian besar hanya memerlukan
tindakan sederhana untuk menolong korban dari ancaman kematian.
Canadian Study dalam laporan penelitiannya selama 5 tahun pada "Urban Trauma
Unit" menyatakan bahwa insiden trauma tumpul toraks sebanyak 96.3% dari seluruh
trauma toraks, sedangkan sisanya sebanyak 3,7% adalah trauma tajam. Penyebab
terbanyak dari trauma tumpul toraks masih didominasi oleh korban kecelakaan lalu lintas
(70%). Sedangkan mortalitas pada setiap trauma yang disertai dengan trauma toraks lebih
tinggi (15.7%) dari pada yang tidak disertai trauma toraks (12.8%) Pengelolaan trauma
toraks, apapun jenis dan penyebabnya tetap harus menganut kaidah klasik dari pengelolaan
trauma pada umumnya yakni pengelolaan jalan nafas, pemberian ventilasi dan kontrol
hemodinamik .
Trauma abdomen merupakan trauma yang terletak di daerah antara pelvis bagian

bawah dan diafragma pada bagian atas. Trauma abdomen terdiri atas trauma tumpul

abdomen dan trauma tembus abdomen. Angka kejadian trauma tumpul abdomen lebih

besar dibanding trauma tembus abdomen, didapatkan sekitar 80% kejadian trauma tumpul

abdomen dari kejadian trauma abdomen secara keseluruhan (Shinta, 2020).

Trauma abdomen merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa

tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat

kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi. Tusukan/tembakan, pukulan,

benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt), kecelakaan lalu

lintas dapat mengakibatkan terjadinya trauma abdomen sehingga harus dilakukan

laparatomi (Muttaqin, 2011).

1
Berdasarkan data-data di atas maka kami akan membahas bagaimana tentang
kegawatdaruratan pada trauma thorak dan abdomen. Untuk menambah pengetahuan kami
pada bagian trauma pada umumnya dan kegawatdaruratan pada trauma thorak serta
abdomen pada khususnya.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana konsep kegawatdaruratan pada truma thorak dan abdomen.
1.3 Tujuan

a. Tujuan umum

Untuk mengetahui bagaimana konsep kegawatdaruratan pada trauma thorak dan


abdomen.
b. Tujuan khusus

1) Untuk mengetahui apa itu trauma thorak dan abdomen.

2) Untuk mengetahui bagaimana etiologi trauma thorak dan abdomen.

3) Untuk mengetahui anatomi thorak dan abdomen.

4) Untuk mengetahui gejala umum trauma thorak dan abdomen.

5) Untuk mengetahui bagaimana penanganan kegawatdaruratan pada trauma


thorak dan abdomen

6) Untuk mengetahui jenis trauma thorak dan abdomen.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 DEFINISI

Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland,


2002).
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan
emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44
tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang
disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat
thorax akut. Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik
trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Lap. UPF bedah, 1994).
Trauma abdomen yaitu trauma/cedera yang mengenai daerah abdomen yang
menyebabkan timbulnya gangguan/kerusakan pada organ yang ada di dalamnya.
Trauma tumpul abdomen adalah cedera atau perlukaan pada abdomen tanpa penetrasi
ke dalam rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi
(perlambatan), atau kompresi. Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang
jelas pada permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan atau
organ di bawahnya. Benturan pada trauma tumpul abdomen dapat menimbulkan cedera
pada organ berongga berupa perforasi atau pada organ padat berupa perdarahan (Andrew,
2014).

1.2 Etiologi
Etiologi pada trauma thoraks:

1. Trauma thorax kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang umumnya
berupa trauma tumpul dinding thorax
2. Dapat juga disebabkan oleh karena trauma tajam melalui dinding thorax.
Pada trauma tumpul abdomen, cedera pada organ intra abdomen bergantung pada
mekanisme cedera dan organ yang terlibat. Organ yang terlibat contohnya organ
berhubungan dengan lokasi anatomis, organ padat atau organ berongga, terfiksir atau
mobil. Berbagai macam mekanisme cedera dapat dikaitkan dengan trauma tumpul, tetapi
sebagian besar disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas dan jatuh (Indah, 2016).

3
2.3 Anatomi Fisiologi

Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari
sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen
tulang rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga memisahkan articulasio
dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk tepi kostal sebelum
menyambung pada tepi bawah sternum. Perluasan rongga pleura di atas klavicula dan di
atas organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk. Musculus pectoralis
mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding anterior thorax. Muskulus latisimus
dorsi, trapezius, rhomboideus, dan muskulus gelang bahu lainnya membentuk lapisan
muskulus posterior dinding posterior thorax. Tepi bawah muskulus pectoralis mayor
membentuk lipatan/plika aksilaris posterior.

Dada berisi organ vital paru dan jantung, pernafasan berlangsung dengan bantuan gerak
dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitu muskulus
interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara
akan terhisap melalui trakea dan bronkus.

Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah dan limfatik.
Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal kebocoran udara dan
kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke
hilus dan mediastinum bersama – sama dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding
dalam thorax dan diafragma. Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah dan
sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru – paru normal, hanya ruang potensial yang ada.
Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam kartilago kosta,
dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagian muskuler melengkung
membentuk tendo sentral. Nervus frenikus mempersarafi motorik dari interkostal bawah
4
mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putting susu, turut berperan dalam
ventilasi paru – paru selama respirasi biasa / tenang sekitar 75%.

Organ mayor dan Struktur dari system pencernaan adalah esophagus, lambung, usus,
hati, pancreas, kandung empedu dan peritoneum. Esophagus memiliki panjang 25 cm
dengan diameter 3 cm dimulai dari pharync sampai dengan lambung. Dinding esophagus
sendiri menghasilkan mucus untuk lubrikasi makanan sehingga memudahkan makanan
untuk masuk ke dalam lambung. Terdapat spincter cardiac yang mencegah terjadinya
regurgitasi makanan dari lambung ke esophagus.
Lambung memiliki bagian yang disebut fundus, body dan antrum. Fungsi lambung
adalah mencampur makanan dengan cairan lambung seperti pepsin, asam lambung mucus,
dan intrinsic factor yang semuadnya disekresi oleh kelencaj di sumbukosa. Asam lambung
sendiri mempunyai pH 1. Sphincter pyloric mengkontrol makanan bergerak masuk dari
lambung ke duodenum.
Usus halus dimulari dari sphincter pyloric sampai dengan proximal usus besar. Sekresi
dari pancreas dan hati membuat chime menjadi tekstur yang semiliquid. Disini terjadi
poses absorbsi nutrient dan produk-produk lain. Segemen dari usus halus sendiri terdiri
dari duodenum, jejunum dan ileum. Duodenum memiliki panjang 25 cm dan diameter 5
cm.
Usus besar memiliki panjang 1.5 m dengan bagian-bagian cecum, colon, rectum dan
anal canal (anus). Sedangkan colon terdiri dari segmen colon ascenden, transversal,
descenden dan sigmoid. Fungsi primer dari usus besar adalah absorpsi air dan elektrolit.
Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen. Hati diperdarahi kurang lebih 1450 ml
permenit atau 29% dari cardiac output. Memiliki banyak fungsi yaitu pertama
metabolisme, karbohidrat (glycogensis  glucosa menjadi glycogen), (glycogenolysis
glycogen menjadi glucosa), ( gluconeogenesis  pembentukan glukosa dari asam amino
dan asam lemak), metabloisme protein (sintesis asam-asam amino nonesential, sintesis
protein plasma, sintesis faktor pembekuan, pembentukan urea dari NH3 diman NH3
merupakan hasil akhir dari asam amino dan aksi dari bakteria terhadap protein di kolon),
detoxifikasi, metabolisme steroid ( ekskresi dan conjugasi dari kelenjar gonad dan adrenal
5
steroid).
Fungsi ke dua adalah sintesis bilirubin, fungsi ketiga adalah sistem pagosit
mononuklear oleh sel kupffer dimana terjadi pemecahan sel darah merah, sel darah putih,
bakteri dan partikel lain, memecah hemoglobin dari sel darah merah menjadi bilirubin dan
biliverdin.
Pankreas memiliki fungsi endokrin dan eksokrin. Fungsi endokrin sel beta pankreas
mensekresi pankreas dan mempunyai fungsi regulasi level glukosa darah. Fungsi eksokrin
dimana kelenjar acini menghasilkan getah pancreas dimana enzym pancreas itu lipase dan
amylase yang dikeluarkan ke usus halus.
Empedu menghasilkan getah-getah empedu sebanyak 30-60 ml dimana komposisi nya
80% air, 10% bilirubin, 4-5% phospholipid dan 1% kolesterol.
Peritoneum merupakan pelindung dari hati, spleen, lambung, dan usus. Memiliki
membran semipermeabel, memiliki reseptor nyeri dan memiliki kemampuan proliferatif
celuluar proteksi. Peritoneum permeabel terhadap cairan, elektrolit, urea dan toksin.
Rongga peritoneum ini pada bagian atas dibatasi oleh diafragma, bagian bawah oleh
pelvis, bagian depan oleh dinding depan abdomen, bagian lateral oleh dinding lateral
abdomen dan bagian belakang oleh dinding belakang abdomen serta tulang belakang.
Ketika bernafas khususnya pada saat ekspirasi maksimal otot diafragma naik ke atas
setinggi kira-kira interkostal ke 4 min klavikula (setinggi papila mamae pada pria)
sehingga adanya trauma thoraks perlu dicurigai adanya trauma abdomen pada sisi kiri
hepar, dan sisi kanan pada lien.
Organ-organ di intra abdomen dibagi menjadi organ intra peritoneal dan organ ekstra
peritoneal. Organ intra peritoneal terdiri dari hepar, lien, gaster, usus halus, sebagian besar
kolon. Organ ekstra peritoneal terdiri dari ginjal, ureter, pankreas, duodenum, rektum,
vesika urinaria, dan uterus (walaupun cenderung aman karena terlindung oleh pelvis).
Sedangkan dari jenisnya organ-organ di rongga abdomen ini dipilah menjadi organ solid
(hepar dan lien) dan organ berlumen (gaster, usus halus, dan kolon).

2.4 Gejala umum trauma thorak dan trauma Abdomen

Gejala yang sering dilihat pada trauma torak adalah :

1. nyeri dada, bertambah pada saat inspirasi


2. sesak nafas
3. klien menahan dadanya dan bernafas pedek.
4. Pembengkakan local dan krepitasi pada saat palpasi
5. Dyspnea, takypnea
6
6. Takikardi
7. Hypotensi
8. Gelisah dan agitasi
9. sianotik dengan tanda trauma torak atau jejas pada dadanya.

Tanda dan gejala yang sering ditemukan pada pasien yang sadar baik yaitu :

1. Nyeri perut

2. Nyeri tekan pada abdomen

3. Perdarahan gastrointestinal

4. Hipovolemik

5. Tanda-tanda peritonitis (Salomone, 2010)

Bagaimanapun, akumulasi darah dalam jumlah yang banyak di intraperitoneum dan

rongga pelvis dapat memberikan perubahan pemeriksaan fisik yang tidak signifikan.

(Legome, Geibel, 2016). Keluhan nyeri perut maupun nyeri tekan pada abdomen memiliki

sensitifitas yang baik untuk mengidentifikasi cedera organ intraabdomen, tetapi sensitifitas

tersebut dapat menurun bila didapatkan penurunan skor Glasgow Coma Scale (GCS)

(Adelgais, 2014).

Evaluasi terhadap cedera penyerta yang berhubungan sangat diperlukan pada pasien

yang mengalami trauma tumpul abdomen (Sugrue, 2000). Pada pemeriksaan fisis, ada

beberapa tanda yang dapat membantu untuk memprediksi kemungkinan cedera organ

intraabdomen, yaitu :

Lap belt marks : berhubungan dengan ruptur usus halus

Kontusio dengan steering wheel shaped

Ekimosis pada daerah panggul (Grey Turner sign) atau umbilicus (Cullen sign) :

mengindikasikan perdarahan retroperitoneal tetapi biasanya timbul setelah beberapa jam

sampai beberapa hari

Distensi abdomen

Terdengar bising usus pada daerah thorak : mengindikasikan cedera pada diafragma

Bruit pada abdomen : mengindikasikan adanya penyakit vaskuler yang mendasari

7
atau adanya fistel arteriovenous fistula.Nyeri tekan lokal atau difus, disertai rigiditas :

kemungkinan cedera peritoneumKrepitasi atau thoracic cage yang tidak

stabil mengindikasikan kemungkinan cedera lien atau hepar (Legome dan Geibel,

2016).

2.5 Jenis truma thorak dan Abdomen.

Dinding dada :

1. Patah tulang rusuk, tunggal dan jamak :

a. Merupakan jenis yang paling sering.


b. Tanda utama adalah tertinggalnya gerakan nafas pada daerah yang patah,
disertai nyeri waktu nafas dan atau sesak.

2. Flailchest :

a. Akibat adanya patah tulang rusuk jamak yang segmental pada satu dinding
dada.
b. Ditandai dengan gerakan nafas yang paradoksal. Waktu inspirasi nampak
bagian tersebut masuk ke dalam dan akan keluar waktu ekspirasi. Hal ini
menyebabkan rongga mediastinum goncangan gerak ( flailing ) yang dapat
menyebabkan insertion vena cava inferior terdesak dan terjepit.
c. Gejala klinis yang nampak adalah keadaan sesak yang progressif dengan
timbulnya tanda-tanda syok.

Rongga pleura :

1. Pneumotorak :

a. Disebabkan oleh robekan pleura dan atau terbukanya dinding dada. Dapat
berupa pneumotorak yang tertutup dan terbuka atau menegang (“tension
pneumotorak”). Kurang lebih 75 % trauma tusuk pneumotorak disertai
hemotorak.
b. Pneumotorak menyebabkan paru kollaps, baik sebagian maupun
keseluruhan yang menyebabkan tergesernya isi rongga dada ke sisi lain.
Gejalanya sesak nafas progressif sampai sianosis dengan gejala syok.

2. Hemotoraks :

a. Adanya darah dalam rongga pleura. Dibagi menjadi hemotorak ringan bila
jumlah darah sampai 300 ml saja. Hemotorak sedang bila jumlah darah
sampai 800 ml dan hemotorak berat bila jumlah darah melebihi 800 ml.
b. Gejala utamanya adalah syok hipovolemik .

8
3. Kerusakan paru:

a. 75 % disebabkan oleh trauma torak ledakan. (“blast injury”) . Perdarahan


yang terjadi umumnya terperangkap dalam parenkim paru
b. Gejala klinis mengarah ke timbulnya distress nafas karena kekurangan
kemampuan ventilasi. Perdarahan yang timbul akan membawa akibat
terjadinya hipotensi dan gejala syok.

4. Kerusakan trakea, bronkus dan sistem trakeobronkoalveolar.

a. Terjadi kebocoran jalan nafas yang umumnya melalui pleura atau bawah
kulit bawah dada sehingga menimbulkan emfisema subkutis.
b. Disebabkan oleh sebagian besar akibat trauma torak tumpul di daerah
sternum
c. Secara klinis leher membesar emfisematous dengan adanya krepitasi pada
dinding dada. Sesak nafas sering menyertai dan dapat timbul tension
pneumotorak.

5. Kerusakan jaringan jantung dan perikardium.

a. Gejala klinis akan cepat menunjukkan gejala syok hipovolemik primer dan
syok obstruktif primer. Bendungan vena di daerah leher merupakan tanda
penyokong adanya tamponade ini. Juga akan nampak nadi paradoksal
yaitu adanya penurunan nadi pada waktu inspirasi, yang menunjukkan
adanya massa (cair) pada rongga pericardium yang tertutup.
b. Penyebab tersering adalah trauma torak tajam di daerah parasternal II – V
yang menyebabkan penetrasi ke jantung. Penyebab lain adalah terjepitnya
jantung oleh himpitan sternum pada trauma tumpul torak.
c. Melakukan fungsi perikardium yang mengalami tamponade dapat
bertujuan diagnostik sekaligus langkah pengobatan dengan membuat
dekompressi terhadap tamponadenya.

6. Kerusakan pada esofagus.

a. Relatif jarang terjadi, menimbulkan nyeri terutama waktu menelan dan


dalam beberapa jam timbul febris. Muntah darah / hematemesis, suara
serak, disfagia atau distress nafas.
b. Tanda klinis yang nampak umumnya berupa empisema sub kutis, syok dan
keadaan umum pasien yang tidak nampak sehat. Sering dijumpai tanda
“Hamman” yang berupa suara seperti mengunyah di daerah mediastinum
atau jantung bila dilakukan auskultasi. Diagnosis dapat dibantu dengan
melakukan esofagoram dengan menelan kontras.

7. Kerusakan Ductus torasikus:

Menimbulkan gejala chylotoraks. Gejala klinis ditimbulkan oleh akumulasi


chyle dalam rongga dada yang menimbulkan sesak nafas karena kollaps paru.
Kejadian ini relatif jarang dan memerlukan pengelolaan yang lama dan
cermat.
9
8. Kerusakan pada Diafragma :

a. Disebabkan umumnya oleh trauma pada daerah abdomen, atau luka


tembus tajam kearah torakoabdominal.
b. Akan menimbulkan herniasi organ perut. Kanan lebih jarang dibandingkan
kiri.
c. Gejala klinis sering terlewatkan karena 30 % tidak memberikan tanda
yang khas. Sesak nafas sering nampak dan disertai tanda-tanda
pneumotoraks atau gejala hemotoraks.

Jenis trauma abdomen ada trauma tumpul dan trauma tembus. Pada trauma tembus
resiko terjadinya kerusakan organ lebih sedikit daripada trauma tumpul tetapi pada trauma
tembus dapat mengenai tulang belakang dan organ yang berada di retroperitoneal.

2.6 Patofisiologi/ Pathway

Pathway Trauma Thorax

Trauma thorax

Mengenai rongga thorax Terjadi robekan pembuluh darah


sampai rongga pleura,udara intercostal, pembuluh darah jaringan
bila masuk (pneumothorax) paru-paru

karena tekanan negatif intrapleura terjadi perdarahan : (perdarahan


maka udara luar akan terhisap jaringan interstitium, perdarahan
masuk kerongga pleura (sucking intraalveolar, diikuti kolaps kapiler
wound). Kecil-kecil dan ateleksasi)

 Open pneumothorax tekanan perifer pembuluh paru naik


 Close pneumothorax (aliran darah turun).
 Tension pneumothorax - Ringan < 300 cc = di punksi
- Sedang 300-800 cc = di Drain
- Berat > 800 cc = torakotomi
Tekanan pleura meningkat terus
Tekanan pleura meningkat terus
 Sesak napas yang progresif mendesak paru-paru (kompresi &
 Nyeri bernapas dekompresi).
 Bising napas berkurang hilang
 Bunyi napas sonor/hipersonor
 Photo thorax gambaran udara lebih
¼ dari rongga thorax. pertukaran gas berkurang
 Sesak napas yang progresif
10
 Nyeribernapas/pernafasanasimetris/adanya
jejas/trauma
 Bising napas tak terdengar
 Nadi cepat/lemah, anemis/pucat.
 Photo thorax 15-35%

WSD (Water Seal Drain)


 Terdapat luka pada WSD - kerusakan integritas kulit
 Nyeri pada luka bila bergerak - resiko terhadap infeksi
 Perawatan WSD harus diperhatikan - perubahan kenyamanan
 Inefektif kebersihan jalan nafas nyeri
- ketidakefektifan pola pernafasan
- gangguan mobilitas fisik

11
Pathway Trauma Abdomen

2.7 Komplikasi

Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada trauma toraks ialah:

1. Iga : fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada.

2. Pleura, paru-paru, bronkhi : hemo/hemopneumothoraks-emfisema pembedahan.

12
3. Jantung : tamponade jantung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar; ruptur klep

jantung.

4. Pembuluh darah besar : hematothoraks.

5. Esofagus : mediastinitis.

6. Diafragma : herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal

(http://www.qirtin.com/askep-trauma-dada)

Komplikasi pada Trauma Abdomen diantaranya: Peritonitis, Sindrom


kompartemen abdomen (peningkatan tekanan pada abdomen) dan Kerusakan organ dalam.

2.8 Pemeriksaan Diagnostik

Beberapa pemeriksaan diagnostik awal yang dilakukan pada Trauma Thorax, yaitu:

1. Rontgen dada
2. HSD
3. Urinalisis
4. Elektrolit dan osmolalitas
5. Saturasi oksigen
6. Gas darah arteri
7. EKG
8. CT Scan juga dpt dilakukan

Beberapa pemeriksaan diagnostik awal yang dilakukan pada Trauma Abdomen, yaitu:

1. Computed Tomography (CT) abdomen


2. Focused Assessment Sonography for Trauma (FAST)
3. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
4. Laparotomi eksplorasi
5. Penggunaan Skor Blunt Abdominal Trauma Scoring System (BATSS)

2.9 Penanganan kegawatdaruratan

Lebih dari 90 % trauma toraks tidak memerlukan tindakan pembedahan berupa


torakotomi, akan tetapi tindakan penyelamatan dini dan tindakan elementer perlu
dilakukan dan diketahui oleh setiap petugas yang menerima atau jaga di unit gawat
darurat. Tindakan penyelamatan dini ini sangat penting artinya untuk prognosis pasien
dengan trauma toraks. Tindakan elementer ini adalah :

1. Membebaskan dan menjamin kelancaran jalan nafas.


13
2. Memasang infus dan resusitasi cairan.

3. Mengurangi dan menghilangkan nyeri.

4. Memantau keasadaran pasien.

5. Melakukan pembuatan x-ray dada kalau perlu dua arah.

Trauma torak yang memerlukan tindakan dan atau pembedahan gawat/ segera adalah
yang menunjukkan :

1. Obstruksi jalan nafas

2. Hemotorak massif

3. Tamponade pericardium / jantung

4. Tension pneumotorak

5. Flail chest

6. Pneumotorak terbuka

7. Kebocoran bronkus dan trakeobronkial.

ATLS menggunakan pendekatan primary dan secondary survey. Pendekatan ini


berfokus pada pencegahan kematian dan cacat pada jam-jam pertama setelah terjadinya
trauma.

1. Primary survey

Pendekatan ini ditujukan untuk mempersiapkan dan menyiapkan metoda perawatan


individu yang mengalami multiple secara konsisten dan enjaga tim agar tetap berfokus
pada prioritas keperawatan. Masalah-masalah yag mengancam nyawa terkait jalan
nafas, sirkulasi, dan status kesadaran pasien diidentifikasi, di evaluasi, serta dilakukan
tindakan dalam hitungan menit sejak dating di unit gawat darurat.

Komponen primary survey :

a. Airway
b. Breathing
c. Circulation
d. Disability
e. Exposure and environment

a. Airway
14
Penilaian jalan nafas merupakan langkah pertama pada penanganan pasien
trauma. Penilaian jalan nafas dilakukan bersamaan dengan menstabilkan leher.
Tahan kepala dan leher pada posisi netral dengan tetap mempertahankan leher
dengan menggunakan servical collar dan meletakkan pasien pada spine board.

Dengarkan suara spontan yang menandakan pergerakan udara melalui pita


suara. Jika tidak ada suara buka jalan nafas pasien dengan menggunakan chin lift
atau maneuver modified jaw thrust. Periksa orofaring, jalan nafas mungkin
terhalang sebagian atau sepenuhnya oleh cairan (darah,saliva,muntahan) atau
serpihan kecil seperti gigi, makanan atau benda asing. Intervensi sesuai dengan
kebutuhan (suction, reposisi) dan kemudian evaluasi kepatenan jalan nafas.

Alat-alat untuk mempertahankan jalan nafas seperti nasofaring, orofaring,


LMA, pipa trakea, combitube atau cricothyotomy mungkin dibutuhkan untuk
membuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas.

b. Breathing

Untuk menilai pernafasan perhatikan proses respirasi sontan dan catat


kecepatan, kedalaman serta usaha untuk melakukannya, periksa dada untuk
mengetahui penggunaan otot bantu nafas dan gerakan naik turunnya dinding dada
secara simetris saat respirasi.

Cedera tertentu misalnya luka terbuka, flail chest dapat dilihat dengan mudah.
Lakukan auslkultasi suara pernafasan bila didapatkan adanya kondisi serius dari
pasien. Selalu diasumsikan bahwa pasien yang tidak tenang atau tidak dapat bekerja
sama berada dalam kondisi hipoksia sampai terbukti sebaliknya.

Intervensi keperawatan :

1) Oksigen tambahan untuk semua pasien.


2) Persiapkan alat bantu pertukaran udara bila diperlukan
3) Pertahankan posisi pipa trakea
4) Bila terdapat trauma thorak, tutup luka dada selama proses penghisapan,
turunkan tekanan pneumotoraks, stabilisasi bagian-bagian yang flail dan
masukkan pipa dada.
5) Perlu dilakukan penilaian ulang status pernafasan pasien.

c. Circulation

Penilaiaan primer mengenai status sirkulasi pasien trauma mencakup evaluasi


adanya perdarahan, denyut nadi dan perfusi.

1) Perdarahan

Lihat tanda-tanda kehilangan darah eksternal yang massif dan tekan


langsung daerah tersebut. Jika memungkinkan, naikkan daerah yang mengalami
perdarahan sampai diatas etinggian jantung. Kehilangan darah dalam jumlah
bear dapat terjadi didalam tubuh.

2) Denyut nadi

Denyut nadi diraba untuk mengetahui ada atau tidaknya nadi, kualitas, laju

15
dan ritme. Denyut nadi mungkin tidak dapat dilihat secara langsung setelah
terjadi trauma. Raba denyut nadi karotis. Sirkulasi di evaluasi melalui
auskultasi apical. Cari suara denguban jantung yang menandakan adanya
penyumbatan pericardial. Mulai dari tindakan pertolongan dasar sampai dengan
lanjut untuk pasien yang tidak teraba denyut nadinya.

3) Perfusi kulit

Beberapa tanda yang tidak spesifik yaitu akral dingin, kulit basah, pucat,
sianosis atau bintik-bintik mungkin menandakan keadaan syok hipovolemik.
Cek warna, suhu kulit, adanya keringat dan crt. Waktu crt adalah ukuran perfusi
yang cocok pada anak-anak, tetapi kegunaannya berkurang seiring dengan usia
pasien dan menurunnya kondisi kesehatan. Namun demikian, semua tanda-
tanda syok terjadi belum tentu akurat dan tergantung pada pengkajian. Selain
kulit tanda-tanda hipoperfusi juga Nampak pada organ lain, misalnya oliguria,
perubahan tingkat esadaran, takikardi dan distritmia. Selain itu perlu
diperhatikan juga adanya penggelembungan atau pengempisan pembuluh darah
di leher yang tidak normal. Mengembalikan volume sirkulasi darah mrupakan
tindakan yang penting untuk dilakukan dengan segera.

Berikan 1-2 liter cairan isotonic kristaloid solution (0,9% normal salin atau
ringer laktat). Ada anak-anak pemberian berdasarkan berat badan yaitu 20 ml
per kg bb. Dalam pemberian caran perlu diperhatikan repon pasien dan setiap 1
ml darah yang hilang dibutuhkan 3 ml cairan kristaloid.

d. Disability

Tigkat kesadaran pasien dapat dinilai dengan mnemonic AVPU. Sebagai


tambahan, cek kondisi pupil, ukuran, kesamaan dan reaksi terhadap cahaya. Pada
saat survey primer, penilaian neurologis hanya dilakukan secara singkat. Pasien
yang memiliki resiko hipoglikemia, misalkan pasien dengan dm. harus di cek kadar
gula dalam darahnya. Apabila didpat kondisi hipoglikemi berat maka bias diberikan
dextrose 3%. Adanya penurunan tingkat kesadaran akan dilakukan pengkajian lebih
lanjut pada survey sekunder. GCS dapat dihitung segera setelah pemeriksaan
survey sekunder. Mnemonic AVPU meliputi : aware (sadar), verbal (berespons
terhadap suara),pain (berespon terhadap rangsang nyeri), unresponsive (tidak
berespon).

e. Exposure dan environment control (pemaparan dan control lingkungan)

Exposure

Lepas semua pakaian klien secara cepat untuk memeriksa cedea, perdarahan,
atau keanehan lainnya. Perhatikan kondisi klien secara umum, catat kondisi tubuh
atau adanya zat bau kimia seperti alcohol, bahan bakar atau urine.

Environmental control

Klien harus dilindungi dari hipotermia. Hipotermia penting karena ada


kaitannya dengan vaso kontriksi pembuluh darah dan koagulopati. Pertahankan
atau kembalikan suhu normal tubuh dengan mengeringkan klien dan gunakan
lampu pemanas, selimut, pelindung kepala, system penghangat udara, dan berikan
cairan.
16
2. Secondary survey

Pada survey ini dilakukan pemeriksaan lengkap head to toe. Apabila ditemukan
masalah maka tidak akan dilakukan tindakan dengan segera, akan dicatat dan
diprioritaskan untuk tindakan selanjutnya.

Pada secondary survey ini dilakukan tindakan sebagai berikut :

a. Full set of vital signs, five intervensions and facilication of family presence
b. Give comfort measures
c. History and head to toe examination
d. Inspect the posterior surfaces

a. Full set of vital signs, five intervensions and facilication of family presence

Pemeriksaan tanda-tanda vital adalah hal dasar untuk menentukan tindakan


selanjutnya. 5 intervensi meliputi :

1) Pemasangan monitor jantung


2) Pasang nasogastrik tube
3) Pasang foley kateter
4) Pemeriksaan laboratorium
5) Pasang oksimetri

Memfasilitasi kehadiran keluarga berarti memberikan kesempatan untuk


bersama klien walaupun klien dalam keadaan gawat darurat. Berdasarkan
kesepakatan emergency nurses association, keluarga diberikan kesempatan untuk
bersama dengan pasien selama proses invasive dan resusitasi. Pihak medis harus
mempunyai standar prosedur tentang bagaimana cara menenangkan, mendukung
dan memberikan informasi pada anggota keluarga.

b. Give comfort measures

Korban trauma sering mengalami masalah terkait dengan kondisi fisik dan
psikologisnya. Metode farmakologis dna non farmakologis banyak digunakan
untuk menurunkan rasa nyeri dan kecemasan. Dokter dan perawat yang terlibat
dalam tim trauma harus bias mengenali keluhan dan melaukan intervensi bila
dibutuhkan.

c. History and head to toe examination

History

Jika klien sadar dan kooperatif, lakukan pengkajian pada pasien unuk mendapa
informasi tentang riwayat kesehatan klien, anggota keluarga juga bias menjadi
sumber informasi. Informasi penting tentang bagaimana proses terjadinya trauma
harus diperoleh dari klien atau keluarganya untuk mempermudah dalam
menentukan tindakan selanjutnya.

Head

17
Pada kepala dilakukan inspeksi secara sitematis, palpasi tengkorak untuk
mendapatkan fragmen tulang yang tertekanm hematoma, laserasi dan nyeri.
Ekimosis di belakang telinga atau didaerah periorbital adalah indikasi adanya
fraktur tengkorak bacilar.

Face

Inspeksi wajah degan seksama. Perhatikan apakah ada cairan keluar dari
telinga, hidung, mata dan mulut. Cairan jenih yang keluar dari hidung dan telinga
diasumsikan sebagai cairan serebrospinal.

Neck

Inspeksi leher klien dan pastikan bahwa pada saat pengkajian leher klien tidak
bergerak. lakukan inspeksi dan palpasi terhadap adanya luka, jejas ekimosis,
distensi pembuluh darah leher, udara dibawah kulit dan dviasi trakea.

Chest

Inspeksi dada untuk mengetahui adanya ketidaksimetrisan, perubahan bentuk,


traua penetrasi atau luka lain, lakukan auskultasi jantung dan paru. Palpasi dada
untuk mengetahui adanya perubahan bentuk, udara dibawah kulit dan area
lebam/jejas.

Abdomen

Inspeksi perut untuk mengetahui adanya memar, massa, pulsasi atau obyek
yang menancap. Perhatikan adanya pengeluaran isi perut, auskultasi suara perut di
4 kuadran dan secara lembut palpasi dinding perut untuk memeriksa adanya
kekakuan, nyeri, rebound pain.

Pelvis

Periksa panggul untuk mengetahui adanya perdarahan, lebam, jejas, perubahan


bentuk, atau trauma penetrasi. Pada laki-laki periksa adanya priapism, sedangkan
pada wanita periksa adanya pendarahan. Inspeksi daerah perineum terhadap adanya
darah, feses atau adanya darah dan untuk mengetahui posisi prostat.

Ekstremitas

Periksa keempat tungkai untuk mengetahui adanya perubahan bentu, dislokasi,


ekimosis, pembengkakan, atau adanya luka lain. Periksa sensorik, motorik dan
kondisi neurovascular pada masing-masing ekstremitas. Lakukan palpasi untuk
mengetahui adanya jejas, lebam, krepitasi dan ketidaknormalan suhu.

d. Inspect the posterior surfaces

Dengan tetap mempertahankan kondisi tulang belakang dalam kondisi netral,


miringkan pasien ke satu sisi. Prosedur ini membutuhkan beberapa orang anggota
tim. Pemimpin tim menilai keadaan posterior klien dengan mecari tanda-tanda
jejas, lebam, perubahan warna atau luka terbuka. Palpasi tulang belakang untuk
mencari tonjolan, perubahan bentuk, pergeseran atau nyeri. Pemeriksaan rectal
dapat dilakukan pada tahap ini apabila belum dilakukan pada saat pemeriksaan
18
panggul dan pada saat kesempatan ini juga dapat digunakan untuk mengambil baju
klien yang berada dibawah tubuh klien. Apabila pada pemeriksaan tulang belakang
tidak ditemukan adanya kelainan atau ganggguan dank lien dapat terlentang makan
backboard dapat diambil.

3. Monitoring dan evaluasi

Setelah secondary survey selesai dilakukan, prioritaskan klien dan rawat cedera
sesuai dengan waktunya. Beberapa cedera tertentu yang ditemukan pada saat survey
sekunder dapat dinilai dengan mendetail dan terfokus.

Klien yang mengalami rauma thorak harus melakukan pemeriksaan thorak secara
teratur. Pada saat klien trauma berada di unit gawat darurat, nilai ulang kien secara
regular dan teratur untuk mengetahui penurunan kondisi atau cedera yang tidak
terdeteksi sebelumnya.

Tujuan pengobatan adalah untuk mengevaluasi kondisi pasien dan melakukan


resusitasi agresif. Sebuah jalan nafas segera ditetapkan dengan dukungan oksigen dan
pada beberapa kasus, dukungan ventilator. Tetapkan kembali volume cairan,
memulihkan seal pleura dalam Dada, dan mengalirkan cairan intrapleura serta darah.
Untuk memulihkan dan mempertahankan fungsi jantung paru, jalan nafas yang adekuat
dibuat dan dilakukan ventilasi. Tindakan ini termasuk stabilisasi dan menstabilkan
kembali intregitas dinding dada, menyumbat setiap lubang pada dada (pneumotoraks
terbuka), dan mengalirkan atau membuang setiap udara atau udara atau cairan dari
dalam toraks untuk menghilangakan pneumotoraks/hemotoraks serta tamponade
jantung. Hipovolemia dan curah jantung yang rendah diperbaiki. (keperawatan medikal
bedah, 2001)

19
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan data dari berbagai sumber baik secara langsung
dari pasien (Obyektif/Subyektif) Dan dari keluarga pasien (wawancara & observasi)
maupun tidak langsung dari dengan pasien (rekam medik, buku status pasien dan
cacatan laboratorium). Dalam studi kasus ini, peneliti menggunakan format pengkajian
kepearawatan
3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status masalah
kesehatan aktual atau potensial. Tujuannya adalah mengidentifikasi masalah aktual
berdasarkan respon klien terhadap masalah. Manfaat diagnosa keperawatan adalah
sebagai pedoman pemberian asuhan keperawatan dan menggambarkan suatu masalah
kesehatan dan penyebab adanya masalah. Menurut Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia (SDKI) (2018). penilaian klinis tentang respon individu sebagai dasar dalam
memilih intervensi yang akan dilakukan. Dalam studi kasus ini peneliti mengambil
diagnosa aktual dengan menggunakan rumus P+E+S (Problem + Etiologi +
Symptom), dengan mengambil diagnosa nyeri akut (D.0077).
3.3 Intervensi/Perencanaan Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah strategi untuk mencegah, mengurangi dan
mengatasi masalah – masalah yang telah didapatkan dalam diagnose keperawatan.
Peneliti menyusun intervensi keperawatan untuk menurunkan rasa nyeri yang
dirasakan. Dalam studi kasus ini peneliti akan melakukan intervensi keperawatan
selama 3 x 24 jam, dengan SLKI : Tingkat nyeri (L.08066) dengan kriteria hasil :
3.3.1.1.1 Keluhan nyeri menurun
3.3.1.1.2 Meringis menurun
3.3.1.1.3 Sikap protektif menurun
3.3.1.1.4 Gelisah menurun
3.3.1.1.5 Kesulitan tidur menurun
3.3.1.1.6 Frekuensi nadi normal

SIKI : Manajemen nyeri (1.08238)

a) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya.


b) Identifikasi lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas, intensitas nyeri
c) Identifikasi skala nyeri
d) Identifikasi respon nyeri non verbal
e) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
f) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (mis.TENS,
hypnosis,akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain
g) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
h) Kolaborasi dalam pemberian analgetik jika perlu

20
3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari intervensi keperawatan untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan. Di dalam kegiatannya terdapat pengumpulan data
yang berkelanjutan dalam melakukan observasi pada pasien sebelum dan sesudah
melakukan tindakan.

3.5 Evaluasi keperawatan


Evaluasi keperawatan adalah suatu penilaian dengan membandingkan perubahan
keadaan pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah dibuat. Dalam studi kasus
ini akan melakukan evaluasi terhadap data status pasien dan keluhan pasien atau dari
keluarga pasien sebagai indicator pencapaian asuhan keperawatan yang diberikan
berdasarkan kriteria hasil yang ditetapkan

21
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Trauma Thorax dan Trauma abdomen merupakan kasus gawat darurat yang perlu
penanganan segera dikarenakan adanya ancaman kematian. Penanganan dari keadaan klien
dengan trauma abdomen sebenarnya sama dengan prinsip penanganan kegawatdaruratan,
dimana yang pertama perlu dilakukan primary survey.
Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi dilakukan berdasarkan jenis
perlukaan, tanda-tanda vital dan mekanisme trauma pada penderita yang terluka parah
terapi diberikan berdasarkan prioritas. Pengelolaan primary survery yang cepat dan
kemudian resusitasi, secondary survey dan akhirnya terapi definitif. Proses ini
merupakan ABC –nya trauma dan berusaha untuk mengenali keadaan yang mengancam
nyawa terlebih dahulu, dengan berpatokan pada urutan berikut: Airway, menjaga airway
dengan kontrol servikal (cervikal spine control), Breathing, menjaga pernafasan dengan
ventilasi control (ventilation control), Circulation dengan control perdarahan (bleeding
control), Disability : status neurologis (tingkat kesadaran/GCS, Respon Pupil),
Exposure/environmental control

Secondary survey dari kasus ini dilakukan kembali pengkajian secara head to toe, dan
observasi hemodinamik klien setiap 15 – 30 menit bila stabil dan membaik bisa dilanjutkan
dengan observasi setiap 1 jam sekali. Pemasangan cateter pada klien ini untuk menilai
output cairan, terapi cairan yang diberikan dan tentu saja hal penting lainnya adalah untuk
melihat adanya perdarahan pada urine.

Pasien dipuasakan dan dipasang NGT (Nasogastrik tube) utnuk membersihkan


perdarahan saluran cerna, meminimalkan resiko mual dan aspirasi, serta bila tidak ada
kontra indikasi dapat dilakukan lavage.

Monitoring status mental klien perlu dilakukan untuk menilai efektifitas terapi dan
tindakan keperawatan yang dilakukan, bila tindakan yang dilakukan sudah cepat, tepat dan
cermat maka ancaman kematian dan kecacatan pada pasien dengan trauma abdomen dapat
dihindari.

4.2 Saran

Dalam melakukan Asuhan keperawatan khususnya dengan gangguan sistem


pencernaan trauma Abdomen hendaknya mengetahui terlebih dahulu gambaran keadaan
pasien dan rencana asuhan keperawatan yang tepat untuk penanganan yang lebih.

22
DAFTAR PUSTAKA

Andri & Wahid. 2016. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Surabaya : Mitra.
Wacana Media
Andarmoyo. 2017. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Jogjakarta: Ar-Ruzz.
Media
Donsu, Jenita Doli. 2016. Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta :
Pustaka Baru
Haswita., dan Reni Sulistyowati. 2017. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta
Timur : CV.Trans Info Media.
Indah J Umboh, H. B. 2016. Hubungan Penatalaksanaan Operatif Trauma
Abdomen dan Kejadian Laparatomi Negatif Di RSUP Prof. Dr. Kandou
Manado. Jurnal Biomedik , 55

LeMone, P, & Burke. 2008. Medical surgical nursing : Critical thinking in client
care.( 4th ed). Pearson Prentice Hall : New Jersey
Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan. Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Potter & Perry. 2012. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,. Proses, dan
Praktik. 4th ed. EGC: Jakarta.
Radwan,M.M., Zidan,F.M.A. 2006. Focused Assessment Sonography Trauma
(FAST) and CT scan in blunt abdominal trauma: surgeon‟s perspective.
African Health Sciences, 6(3): 187- 190.
Rekam Medis RS Bahteramas. 2019. Kendari. RSU Bahteramas
Riskesdas. 2018. Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia. Jakarta : Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
Salomone JA, Salomone JP. Blunt abdominal trauma. Available from: URL: http:
//emedicine.medscape. com/article/821995-overview, 2010
Suwiyoga, K. Januari 2007. Kanker Serviks: Penyakit Keganasan Fatal yang
dapat di Cegah. Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Volume 31.
Nomor 1
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : DPP PPNI
. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. Jakarta : DPP PPNI
.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta : DPP PPNI
Wahyudi, Andri Setiya dan Abd. Wahid. 2016. Buku Ajar Ilmu Keperawatan
Dasar. Jakarta: Mitra Wacana Med

23
24

Anda mungkin juga menyukai