MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TETANUS
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Kritis
Disusun Oleh :
Kelompok 11
AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH KABUPATEN CIANJUR
BADAN LAYANAN UMUM DAERAH (BLUD)
JL. Raya Pasir Gede, No. 19, Bojong Herang Kec. Cianjur, Kode Pos
43216
2019
2
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Allah SWT karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini
tepat pada waktunya. Makalah ini membahas mengenai ―ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN TETANUS‖
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa
teratasi. Olehn yaitu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini,
semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.
Penyusun
3
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Kesimpulan.......................................................................................................
23
4
B. Saran .................................................................................................................
23
DAFTAR PUSTAKA 24
5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot
(spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan
oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang
dihasilkan kuman. Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh
kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai
akibat dari toksin kuman closteridium tetani
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko
tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama
kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko
penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium
tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.
Kuman.C. tetani tersebar luas ditanah, terutama tanah garapan, dan
dijumpai pula pada tinja manusia dan hewan. Perawatan luka yang kurang
baik di samping penggunaan jarum suntik yang tidak steril (misalnya pada
pecandu narkotik).merupakan beberapa faktor yang sering dijumpai
sebagai pencetus tirribulnya tetanus. Tetanus dapat menyerang semua
golongan umur, mulai dari bayi (tetanus neonatorum), dewasa muda
(biasanya pecandu narkotik) sampai orang-orang tua.
Dari Program Nasional Surveillance Tetanus di Amerika serikat
diketahui rata-rata usia pasien tetanus dewasa berkisar antara 50-57 tahun.
Berdasar tingkat kejadian ( epidemiologi ) tersebut maka kelompok
tertarik untuk membahas tentang ASKEP pada tetanus .
6
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah agar
kelompok dapat memahami tentang proses keperawatan tetanus secara
teoritis
2. Tujuan khusus
a. Tujuan khusus dari makalah ini adalah :
b. Dapat memahami pengertian dari tetanus
c. Dapat memahami anatomi dan fisiologi dari clostridium tetani
d. Dapat mengetahui dan memahami penyebab dari tetanus
e. Dapat memahami patofisiologi dan proses perjalanan penyakit (
WOC ) dari tetanus
f. Dapat mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari klien
tetanus
g. Dapat mengetahui dan memahami penatalaksanaan pada pasien
tetanus
h. Dapat mengetahui dan memahami bentuk – bentuk pemeriksaan
penunjang pada klien tetanus
i. Dapat mengetahui dan memahami komplikasi pada klien tetanus
j. Dapat membuat Asuhan keperawatan pada klien tetanus secara
teoritis
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada maka dapat dirumuskan
masalah dari makalah ini sebagai berikut:
1. Apakah pengertian dari tetanus?
2. Bagaimanakah anatomi dan fisiologi dari clostridium tetani?
3. Bagaimanakah patofisiologi dari tetanus?
4. Bagaimanakah manifestasi klinis dari klien tetanus?
5. Bagaimanakah penatalaksanaan dari tetanus?
6. Apakah pemeriksaan penunjang dari klien tetanus?
7. Apakah komplikasi dari tetanus?
7
D. Metode Penulisan
Dalam menyusun makalah ini penulis menggunakan metode sebagai
berikut:
1. Studi pustaka
Studi pustaka yaitu penulis mempelajari berbagai sumber baik dari
buku,internet,majalah,maupun jurnal.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika pada makalah ini mencakup:
Bab satu, berisi pendahuluan yang yang membicarakan alasan pemilihan
judul, tujuan, dan rumusan masalah serta sistematika penulisan.
Bab dua, memuat tentang tinjauan pustaka mengenai konsep teori penyakit
tetanus
Bab tiga, memuat tentang asuhan keperawatan tetanus secara teoritis
Bab empat, pada bab terakhir ini, penulis mencoba untuk membuat
kesimpulan akhir atas apa yang telah diuraikan dan memberikan saran-
saran yang mungkin dapat dipertimbangkan dalam pembuatan asuhan
keperawatan tetanus.
8
BAB II
TINJAUAN TEORI
3. Etiologi
clostridium tetani yang sering kali tempat masuk kuman sukar
diketahui teteapi suasana anaerob seperti pada luka tusuk, lukakotor,
adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan
cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan
endotoksin.
Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat
diduga melalui:
a. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar
b. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik
c. OMP, caries gigi
d. Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
e. Penjahitan luka robek yang tidak steril.
f. Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen
4. Fatofisiologi
Bentuk spora dalam suasana anaerob dapat berubah menjadi kuman
vegetatif yang menghasilkan eksotoksin. Toksin ini menjalar
intrakasonal sampai ganglin/simpul saraf dan menyebabkan hilangnya
keseimbanngan tonus otot sehingga terjadi kekakuan otot baik lokal
maupun mnyeluruh. Bila toksin banyak, selain otot bergaris, otot polos
dan saraf otak juga terpengaruh.
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri
dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik.
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium
(Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya
konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan
jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat
10
5. Manifestasi Klinis
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang
makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam waktu 48 jam
penyakit ini menjadi nyata dengan :
11
b. Tetanus general
Merupakan bentuk paling sering, timbul mendadak dengan kaku
kuduk, trismus, gelisah, mudah tersinggung dan sakit kepala
merupakan manifestasi awal. Dalam waktu singkat konstruksi otot
somatik — meluas.Timbul kejang tetanik bermacam grup otot,
menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah.
Pada mulanya spasme berlangsuang beberapa detik sampai beberapa
menit dan terpisah oleh periode relaksasi.
c. Tetanus segal
Varian tetanus local yang jarang terjadi masa inkubasi 1-2 hari
terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling
menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX dan XI tersering
adalah saraf otak VII diikuti tetanus umum.
Menurut berat gejala dapat dibedakan 3 stadium :
a. Trismus (3 cm) tanpa kejang-lorik umum meskipun dirangsang.
b. Trismur (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum bila
dirangsang.
c. Trismur (1 cm) dengan kejang torik umum spontan.
6. Penatalaksanaan
a. Non Farmakologi
1) Merawat dan memebersihkan luka sebaik-baiknya.
2) Diet TKTP pemberian tergantung kemampuan menelan bila
trismus makanan diberi pada sonde parenteral.
3) Isolasi pada ruang yang tenang bebas dari rangsangan luar.
4) Menjaga jalan nafas agar tetap efisien
5) Mengatur cairan dan elektrolit.
b. Farmakologi
1) Antitoksin
Antitoksin 20.000 iu/1.m/5 hari. Pemberian baru dilaksanakan
setelah dipastikan tidak ada reaksi hipersensitivitas.
13
2) Anti kejang/Antikonvulsan
a) Fenobarbital (luminal) 3 x 100 mg/1.M. untuk anak diberikan
mula-mula 60-100 mg/1.M lalu dilanjutkan 6 x 30 mg hari
(max. 200 mg/hari).
b) Klorpromasin 3 x 25 mg/1.M/hari untuk anak-anak mula-mula
4-6 mg/kg BB.
c) Diazepam 0,5-1,0 mg/kg BB/1.M/4 jam, dll
3) Antibiotik
Penizilin prokain 1, juta 1.u/hari atau tetrasiflin 1 gr/hari/1.V
Dapat memusnakan tetani tetapi tidak mempengaruhi proses
neurologiknya.
7. Pemeriksaan Penunjang
Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat,
pemeriksaannya meliputi :
a. Darah
1) Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N
<>
2) BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
3) Elektrolit : K, Na
4) Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
5) Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
b. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan
adanya lesi
c. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak
yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya
normal.
14
8. Komplikasi
a. Spame otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saripa)
di dalam rongga mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi
sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi.
b. Asfiksia
c. Atelektaksis karena obstruksi secret
15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TETANUS SECARA TEORITIS
A. Pengkajian
1. Data Subyektif
a. Biodata/Identitas
Biodata klien mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
b. Keluhan utama
kejang
c. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang
ditanyakan :
1) Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai
kejang, maka diketahui apakah infeksi. Infeksi memegang
peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara
timbulnya kejang dengan demam..
2) Lama serangan
Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan
respon terhadap prognosa dan pengobatan.
3) Pola serangan
a) Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap
mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal,
tonik, klonik ?
b) Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang
kesadaran seperti epilepsi mioklonik ?
c) Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai
gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik ?
d) Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan
flexi sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada
spasme infantile ?
16
g) Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda
infeksi faring, cairan eksudat ?
2) Leher
a) Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar
tiroid?
b) Adakah pembesaran vena jugulans ?
c) Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak
pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah
retraksi
Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas
tambahan?
3) Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ?
Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
4) Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ?
Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda
meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
5) Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya?
Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan
turgor kulit ?
6) Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi
kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
7) Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi ?
3. Pemeriksaan Penunjang
Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat,
pemeriksaannya meliputi :
20
a. Darah
1) Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N
<>
2) BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
3) Elektrolit : K, Na
a) Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
b) Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
c) Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
b. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan
adanya lesi
c. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak
yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya
normal
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan
pasti tentang masalah pasien/klien serta penyebabnya yang dapat
dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
1. Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan serangan kejang
berulang.
2. Risiko terjadinya ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan
sekunder dari depresi pernafasan
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi sekret
yang berlebihan pad ajalan nafas atas.
4. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penanganan penyakitnya
berhubungan dengan keterbatasan informasi yang ditandai
5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan reaksi eksotoksin
21
C. Rencana Keperawatan
Perencanaan merupakan keputusan awal tentang apa yang akan
dilakukan, bagaimana, kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan
melakukan kegiatan tersebut. Rencana keperawatan yang memberikan
arah pada kegiatan keperawatan. (Santosa. NI, 1989;160)
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. Peningkatan
kebutuhan kalori yang tinggi, makan tidak adekuat.
Tujuan : nutrisi dan cairan dapat dipertahankan sesuai dengan berat
badan dan pertumbuhan normal.
Kriteria hasil :
a) Tidak terjadi dehidrasi
b) Tidak terjadi penurunan BB
c) Hasil lab. tidak menunjukkan penurunan albumin dan Hb
d) Tidak menunjukkan tanda-tanda malnutrisi
Intervensi :
a) Catat intake dan output secara akurat.
b) Berikan makan minum personde tepat waktu.
c) Berikan perawatan kebersihan mulut.
d) Gunakan aliran oksigen untuk menurunkan distress nafas
e) Berikan formula yang mengandung kalori tinggi dan protein tinggi
dan sesuaikan dengan kebutuhan.
f) Ajarkan dan awasi penggunaan makanan sehari-hari.
g) Tegakkan diet yang ditentukan dalam bekerja sama dengan ahli gizi.
2. Ketidakefektifan jalan nafas b.d. terkumpulnya liur di dalam rongga
mulut (adanya spasme pada otot faring)
Tujuan : kelancaran lalu lintas udara (pernafasan) terpenuhi secara
maksimal.
Kriteria hasil :
a) Tidak terjadi aspirasi
b) Bunyi napas terdengar bersih
c) Rongga mulut bebas dari sumbatan
22
Intervensi :
a) Berikan O2 nebulizer
b) Ajarkan pasien tehnik batuk yang benar
c) Ajarkan pasien atau orang terdekat untuk mengatur frekuensi batuk.
d) Ajarkan pada orang terdekat untuk menjaga kebersihan mulut.
e) Berikan perawatan kebersihan mulut.
f) Lakukan penghisapan bila pasien tidak dapat batuk secara efektif
dengan melihat waktu
3. Diagnosa Keperawatan : Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan
dengan kejang berulang
Tujuan : Klien tidak mengalami cedera selama perawatan
Kriteria hasil :
a) Klien tidak ada cedera akibat serangan kejang
b) klien tidur dengan tempat tidur pengaman
c) Tidak terjadi serangan kejang ulang.
d) Suhu 36 – 37,5 º C , Nadi 60-80x/menit (bayi), Respirasi 16-20
x/menit
e) Kesadaran composmentis
Rencana Tindakan :
INTERVENSI RASIONAL
1. Identifikasi dan hindari 1. Penemuan faktor pencetus untuk
faktor pencetus memutuskan rantai penyebaran
toksin tetanus.
2. Tempatkan klien pada 2. Tempat yang nyaman dan tenang
tempat tidur yang memakai dapat mengurangi stimuli atau
pengaman di ruang yang rangsangan yang dapat
tenang dan nyaman menimbulkan kejang
3. Anjurkan klien istirahat 3. Efektivitas energi yang dibutuhkan
untuk metabolisme.
4. Sediakan disamping tempat 4. Lidah jatung dapat menimbulkan
tidur tongue spatel dan gudel obstruksi jalan nafas.
23
keefektifan obat
14. Observasi adanya depresi
pernafasan dan gangguan
irama jantung
15. Lakukan pemeriksaan
neurologis setelah kejang
16. Kerja sama dengan tim :
a. Pemberian Obat
Antikonvulsan Dosis
Tinggi
b. Pemeberian
Antikonvulsan (Valium,
Dilantin, Phenobarbital)
c. Pemberian Oksigen
Tambahan
d. Pemberian Cairan
Parenteral
e. Pembuatan Ct Scan
Rencana tindakan:
INTERVENSI RASIONAL
1. Identifikasi tingkat 1. Tingkat pengetahuan penting untuk
pengetahuan klien dan modifikasi proses pembelajaran
keluarga orang dewasa.
2. Hindari proteksi yang 2. Tidak memanipulasi klien sehingga
berlebihan terhadap klien , ada proses kemandirian yang
biarkan klien melakukan terbatas.
aktivitas sesuai dengan
kemampuannya.
3. Ajarkan pada klein dan 3. Kerja sama yang baik
keluarga tentang peraawatan akanmembantu dalam proses
yang harus dilakukan sema penyembuhannnya
kejang
4. Jelaskan mempertahankan 4. Status kesehatan yang baik
status kesehatan yang optimal membawa damapak pertahanan
dengan diit, istirahat, dan tubuh baik sehingga tidak timbul
aktivitas yang dapat penyakit penyerta/penyulit.
menimbulkan kelelahan.
5. Jelasakan tentang efek 5. Efek samping yang ditemukan
samping obat (gangguan secara dini lebih aman dalam
penglihatan, nausea, vomiting, penaganannya.
kemerahan pada kulit, synkope
dan konvusion)
6. Jaga kebersihan mulut dan gigi 6. Kebersihan mulut dan gigi yang
secara teratur baik merupakan dasar salah satu
pencegahan terjadinya infeksi
berulang.
26
E. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut
pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah
tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu
langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa
masalah selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).
27
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin
kuman Clostridium tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot secara
proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot
massater dan otot-otot rangka.
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping,
berukuran 2-5 x 0,4 – 0,5 milimikron yang berspora termasuk golongan
gram positif dan hidupnya anaerob. Kuman mengeluarkan toksin yang
bersifat neurotoksik.
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka
tertusuk paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka
yang kototr dan pada bayi dapat melalui tali pusat. Organisme multipel
membentuk 2 toksin yaitu tetanuspasmin yang merupakan toksin kuat dan
atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot,
dan mempngaruhi sistem saraf pusat.
Pencegahan pada tetanus meliputi antara lain: Anak mendapatkan
imunisasi DPT diusia 3-11 Bulan, Ibu hamil mendapatkan suntikan TT
minimal 2 X, Pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara adekuat,
Pemberian anti tetanus serum
B. Saran
Dengan terselesaikannya makalah yang kami buat ini, maka kami
sebagai penulis menyadari bahwa banyaknya kesalahan dalam pembuatan
makalah ini.Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
membangun dari para pembaca sekalian, agar dalam pembuatan makalah
kami selanjutnya dapat lebih baik dari sebelumnya.
28
DAFTAR PUSTAKA
An, Sudoyo w,dkk . ( 2006 ). Ilmu Penyakit Dalam Jilid Ii Edisi Iv.Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia