Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA


TETANUS

OLEH : USPITA
NIM; 2030282054

DOSEN PEMBIMBNG:

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
2020/2021
TETANUS

A. Definisi
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung,
tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanoplasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada
sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuro muscular
(neuro muscular jungtion) dan saraf outonom. (Smarmo, 2010).
Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh tetonospasmin yang diproduksi
oleh clostridium tetani yang menginfeksi system urat saraf dan otot sehingga otot
menjadi kaku. (Gardjito, Widjoseno 2011).
Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditadai dengan meningkatnya tonus
otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanuspasmin, suatu toksin protein yang kuat
yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Terdapat beberapa bentuk klinis tetanus
termasuk di dalamnya tetanus neonatonum, tentanus generalisata dan gangguan
neurologis lokal (Aru, W. Sudoyo, 2011).
Klasifikasi tetanus berdasarkan bentuk klinis yaitu : (sudoyo Aru, 2011)
1. Tetanus local : biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan
spasme pada bagian proksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa
minggu dan menghilang
2. Tetanus sefalik : varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi 1-2 hari
terjadi susudah otitis mdia atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah
disfungsi saraf III, IV,VII,IX dan XI tersering saraf pada otak VII diikuti tetanus
umum.
3. Tetanus general : yang merupakan bentuk paling sering. Spasme otot, kaku kuduk
, nyeri tenggorokan, kesulitan membuka mulut, rahang terkunci (trismus),
disfagia. Timbul kejang menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi bagian bawah.
Pada mulanya, spasmme berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan
perpisah oleh priode relaksasi.
4. Tetanus neonatorum : biasa terjadi dalam bentuk general dan fatal apabila tidak
ditangani. Terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak imunisasi
secara adekuat, rigiditas , sulit menelan ASI, iritabilitas, spasme.
B. Etiologi
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi
dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah.Reservoir utama kuman ini adalah tanah
yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan
sangat tinggi.Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di
mana-mana. Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga
melalui:
a. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar
b. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik
c. OMP, caries gigi
d. Pemotongan tali pusat yang tidak steril
e. Penjahitan luka robek yang tidak steril.
Clostridium tetani termasuk dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat, dapat
membentuk spora, dan berbentuk drumstick.Spora yang dibentuk oleh C. tetani ini
sangat resisten terhadap panas dan antiseptik.Ia dapat tahan walaupun telah diautoklaf
(1210C, 10-15 menit) dan juga resisten terhadap fenol dan agen kimia lainnya. Bakteri
Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan
peliharaan dan di daerah pertanian.Umumnya, spora bakteri ini terdistribusi pada
tanah dan saluran penceranaan serta feses dari kuda, domba, anjing, kucing, tikus,
babi, dan ayam. Ketika bakteri tersebut berada di dalam tubuh, ia akan menghasilkan
neurotoksin (sejenis protein yang bertindak sebagai racun yang menyerang bagian
sistem saraf). C. tetani menghasilkan dua buah eksotoksin, yaitu tetanolysin dan
tetanospasmin.Fungsi dari tetanoysin tidak diketahui dengan pasti, namun juga dapat
memengaruhi tetanus.Tetanospasmin merupakan toksin yang cukup kuat.

C. Tanda dan Gejala


Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dengan gejala pertama) rata-
rata 7-10 hari dengan rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara gejala pertama
dengan spasme pertama) bervariasi antara 1-7 hari. Minggu pertama: regiditas,
spasme otot. Gangguan ototnomik biasanya dimulai beberapa hari setelah spasme dan
bertahan sampai 1-2 minggu tetapi kekakuan tetap bertahan lebih lama. Pemulihan
bisa memerlukan waktu 4 minggu. (Sudoyo, Aru 2009). Pemeriksaan fisis (Sumarmo,
2002)
1. Trismus adalah kekakuan otot mengunyah sehingga sukar membuka mulut.
2. Risus sardonicus, terjadi sebagai kekakuan otot mimic, sehingga tampak dahi
mengkerut, mata agak tertutup, dan sudut mulut tertarik keluar kebawah.
3. Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti: otot punggung,
ototleher, otot badan, dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat berat dapat
menyebabkan tubuh melengkung seperti busur.
4. Otot dinding perut kaku sehingga dinding perut seperti papan
5. Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang awalnya hanya
terjadi setelah dirangsang misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, atau terkena
sinar yang kuat.
6. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernapasan akibat kejang yang
terus-menerus atau oleh kekakuan otot laring yang dapat menimbulkan anoksia dan
kematian.
Secara umum tanda dan gejala yang akan muncul:
1. Spasme dan kaku otot rahang (massester) menyebabkan kesukaran membuka mulut
(trismus)
2. Pembengkakan, rasa sakit dan kaku dari berbagai otot: Otot leher, Otot dada,
Merambat ke otot perut, Otot lengan dan paha, Otot punggung, seringnya
epistotonus
3. Tetanik seizures (nyeri, kontraksi otot yang kuat)
4. Iritabilitas
5. Demam
Gejala penyerta lainnya: Keringat berlebihan, Sakit menelan, Spasme tangan dan
kaki, Produksi air liur, BAB dan BAK tidak terkontrol, Terganggunya pernapasan
karena otot laring terserang.

D. Patofisiologi
Clostridium tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang
terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk. Cara masuknya spora ini
melalui luka yang terkontaminasi antara lain luka tusuk oleh besi, luka bakar , luka
lecet, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali pusat, kadang-
kadang luka tersebut hampir tidak terlihat.
Bila keadaan menguntungkan dimana tempat luka tersebut menjaddi hipaerob
sampai anaerob isertai terdapatnya jaringan nekrotis, leukosit yang mati, benda-benda
asing maka spora berubah menjadi vegetatif yang kemudian bekembang. Kuman ini
tidak invasif. Bila dinding sel kuman lisis makan dilepaskan eksotoksin, yaitu
tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin, tidak berhubungan dengan pathogenesis
penyakit. Tetanospasmin, atau secara umum disebut toksin tetanus , adalah
neuroktoksin yang mengaibatkan manifestasi dari penyakit tersebut.
Toksin yang dilepas bersama sel bakteri sel vegetative yang mati dan
selanjutnya lisis. Toksin tetanus di gabung oleh ikatan disulfit. Toksin tetanus melekat
pada sambungan neuromuscular dan kemudian diendositosis oleh saraf motoris,
sesudah ia mengalami pengangkutan akson retrograt kesitoplasminmotoneualfa.
Toksin keluar motoneuron dalam medulla spinalis dan selanjutnya masuk interneuron
penghambat spinal. Dimana toksin ini menghalangi pelepasan neurotransmitter.
Toksin tetanus dengan demikian memblokade hambatan normal otot anatgonis.
Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi
bentuk vegetatif dan berkembang biak sambil menghasilkan toxin. Dalam jaringan
yang anaerobic ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan
turunnya tekanan oxigen jaringan akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam
kalsium yang dapat diionisasi.Secara intra axonal toxin disalurkan ke sel saraf (cel
body) yang memakan waktu sesuai dengan panjang axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum
terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel saraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam
sumsum belakang toksin menjalar dari sel saraf lower motorneuron ke lekuk sinaps dan diteruskan
ke ujung presinaps dari spinal inhibitory neurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan
pada inhibitory transmitter dan menimbulkan kekakuan.Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan
dan rata-rata 10 hari.

E. Pathways

Adanya luka
Clostridium tetani mengeluarkan toxin

Pengangkutan toksin melewati saraf motorik

Ganglion sumsum tulang Otak Disfungsi saraf


blakang otonom

Menempel pada
Tonus otot Cerebel Gangliosides
Peningkatan aktivitas kelenjar
kringat
Kelakuan dan kejang khas
Menjadi kaku
pada tetanus
Pengeluaran kringat/ cairann tubuh
meningkat
Menjadi kaku
Hilangnya keseimbangan tonus
MK : devisit volume
otot

Kekakuan otot Epistotonus , MK : Nyeri akut


kaku kuduk gangguan mobilitas fisik

Sistem pencernaan Otot pengunyah Rigiditas otot


kaku pernafasan

Trismus , sukar Penurunan ekspansi


membuka dada

MK : Nutrisi kurang dari keutuhan RR meningkat,


penggunaan otot
bantu pernafasan

MK : ketidakefektifan pola nafas


F. Pemeriksaan penunjang
- EKG: interval CT memanjang karena segment ST. Bentuk takikardi ventrikuler
(Torsaderde pointters)
- Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih rendah kadar
fosfat dalam serum meningkat.
- Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada jaringan subkutan
atau basas ganglia otak menunjukkan klasifikasi
- Darah
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro
toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
- Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
- EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh
untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.

G. Penatalaksanaan
1. Netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)
Hiperimun globulin (paling baik)
Dosis: 3.000-6.000 unit IM
Waktu paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan
Tidak berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf; tidak dapat menembus
barier darah-otak
2. Pemberian ATS (anti tetanus)
ATS profilaksis diberikan untuk (luka yang kemungkinan terdapat clostridium:
luka paku berkarat), luka yang besar, luka yang terlambat dirawat, luka tembak,
luka yang terdapat diregio leher dan muka, dan luka-luka tusuk atau gigitan yang
dalam) yaitu sebanyak 1500 IU – 4500 IU
ATS terapi sebanyak > 1000 IU, ATS ini tidak berfungsi membunuh kuman
tetanus tetapi untuk menetralisir eksotoksin yang dikeluarkan clostridium tetani
disekitar luka yang kemudian menyebar melalui sirkulasi menuju otak. Untuk
terapi, pemberian ATS melelui 3 cara yaitu:
- Di suntik disekitar luka 10.000 IU (1 ampul)
-IV 200.000 IU (10 ampul lengan kanan dan 10 ampul lengan kanan
- IM di region gluteal 10.000 Iu
3. Perawatan luka
a. Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda asing, biarkan terbuk
(jaringan nekrosis atau pus membuat kondisis baik C. Tetani untuk
berkembang biak)
b. Penicillin G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg BB/24 jam IV)
selama 10 hari
c. Alternatif
- Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3 atau 4 dosis
- Metronidazol yang merupakan agent anti mikribial.
- Kuman penyebab tetanus terus memproduksi eksotoksin yang hanya
dapat dihentikan dengan membasmi kuman tersebut.
4. Berantas kejang
a. Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana
tenang b. Preparat anti kejang
c. Barbiturat dan Phenotiazim
- Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2 jam
untuk optimum level, yaitu pasien tenag setengah tidur tetapi berespon
segera bila dirangsang
- Chlorpromazim efektif terhadap kejang pada tetanus
- Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15 mg/kg BB/24
jam:
mungkin 2-6 minggu
5. Terapi suportif
a. Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang
merangsang b. Perawatan umum, oksigen
c. Bebas jalan napas dari lendir, bila perlu trakeostomi
d. Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi parenteral, hindari
dehidrasi.
Selama pasase usus baik, nutrisi interal merupakan pilihan selain
berfungsi untuk mencegah atropi saluran cerna.
e. Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin

H. Fokus Pengkajian

Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan dan


merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber
data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
Pengkajian keperawatan merupakan dasar pemikiran dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien. Pengkajian yang lengkap, dan sistematis
sesuai dengan fakta atau kondisi yang ada pada klien sangat penting untuk
merumuskan suatu diagnose keperawatan dan dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan respon individu ( Olfah & Ghofur, 2016 ).

Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan fokus


pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan di
hubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
1). B 1 (Breathing)

; apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas,


penggunaan otot bantu nafas dan peningkatan frekuensi
Inspeksi
pernafasan.
; taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Palpasi
; bunyi nafas tambahan seperti ronkhi karena peningkatan
Auskultasi
produksi secret.
2) . B 2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan syok
hipolemik. Tekanan darah normal, peningkatan heart rate, adanya
anemis karena hancurnya eritrosit.
3). B 3 (Brain)
a. Tingkat kesadaran
Compos mentis, pada keadaan lanjut mengalami penurunan
menjadi letargi, stupor dan semikomatosa.
b) Fungsi serebri
Mengalami perubahan pada gaya bicara, ekspresi wajah dan
aktivitas motorik.
c) Pemeriksaan saraf cranial
(1) Saraf I ; tidak ada kelainan, fungsi penciuman normal.
(2) Saraf II ; ketajaman penglihatan normal.
(3) Saraf III, IV dan VI ; dengan alasan yang tidak diketahui, klien
mengalami fotofobia atau sensitive berlebih pada cahaya.
(4) Saraf V ; reflek masester meningkat. Mulut mecucu seperti
mulut ikan (gejala khas tetanus)
(5) Saraf VII ; pengecapan normal, wajah simetris
(6) Saraf VIII ; tidak ditemukan tuli konduktif dan persepsi.
(7) Saraf IX dan X ; kemampuan menelan kurang baik, kesukaran
membuka mulut (trismus).
(8) Saraf XI ; didapatkan kaku kuduk. Ketegangan otot rahang
dan leher (mendadak)
8
(9) Saraf XII ; lidah simetris, indra pengecap normal
d) Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi
mengalami perubahan.
e) Pemeriksaan refleks
Refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau
periosteum derajat refleks pada respon normal.
f) Gerakan involunter
Tidak ditemukan tremor, Tic, dan distonia. Namun dalam
keadaan tertentu terjadi kejang umum, yang berhubungan sekunder
akibat area fokal kortikal yang peka.
4). B 4 (Bladder)
Penurunan volume haluaran urine berhubungan dengan penurunan
perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
5). B 5 (Bowel)
Mual muntah karena peningkatan asam lambung, nutrisi kurang
karena anoreksia dan adanya kejang (kaku dinding perut / perut papan.
Sulit BAB karena spasme otot.
6). B 6 (Bone)
Gangguan mobilitas dan aktivitas sehari-hari karena adanya kejang
umum.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Nyeri akut
4. Gangguan mobilitas fisik
J. Intervensi Keperawatan

Menurut PPNI (2018) Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan PPNI (2019). Adapun intervensi yang sesuai dengan penyakit
tetanus adalah sebagai berikut

No Diagnosa Tujuan Intervensi


( SLKI ) ( SIKI )
1 Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif
Kriteria Hasil : Airway suction
Definisi : Ketidakmampuan untuk  Mendemonstrasikan batuk   Pastikan kebutuhan oral / tracheal
membersihkan sekresi atau efektif dan suara nafas yang bersih, suctioning
obstruksi dari saluran pernafasan tidak ada sianosis dan dyspneu    Auskultasi suara nafas sebelum dan
untuk mempertahankan kebersihan (mampu mengeluarkan sputum, sesudah suctioning.
jalan nafas. mampu bernafas dengan mudah,   Informasikan pada klien dan keluarga
tidak ada pursed lips) tentang suctioning
Batasan Karakteristik :  Menunjukkan jalan nafas yang   Minta klien nafas dalam sebelum
-         Dispneu, Penurunan suara paten (klien tidak merasa tercekik, suction dilakukan.
nafas irama nafas, frekuensi pernafasan   Berikan O2 dengan menggunakan nasal
-         Orthopneu dalam rentang normal, tidak ada untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
-         Cyanosis suara nafas abnormal)   Gunakan alat yang steril sitiap
-         Kelainan suara nafas (rales,  Mampu mengidentifikasikan dan melakukan tindakan
wheezing) mencegah factor yang dapat   Anjurkan pasien untuk istirahat dan
-         Kesulitan berbicara menghambat jalan nafas napas dalam setelah kateter dikeluarkan
-         Batuk, tidak efekotif atau tidak dari nasotrakeal
ada   Monitor status oksigen pasien
-         Mata melebar   Ajarkan keluarga bagaimana cara
-         Produksi sputum melakukan suksion
-         Gelisah   Hentikan suksion dan berikan oksigen
-         Perubahan frekuensi dan irama apabila pasien menunjukkan bradikardi,
nafas peningkatan saturasi O2, dll.

Airway Management
Faktor-faktor yang berhubungan:          Buka jalan nafas, guanakan teknik
-         Lingkungan : merokok, chin lift atau jaw thrust bila perlu
menghirup asap rokok, perokok          Posisikan pasien untuk
pasif-POK, infeksi memaksimalkan ventilasi
-         Fisiologis : disfungsi          Identifikasi pasien perlunya
neuromuskular, hiperplasia dinding pemasangan alat jalan nafas buatan
bronkus, alergi jalan nafas, asma.          Pasang mayo bila perlu
-         Obstruksi jalan nafas : spasme          Lakukan fisioterapi dada jika perlu
jalan nafas, sekresi tertahan,          Keluarkan sekret dengan batuk atau
banyaknya mukus, adanya jalan suction
nafas buatan, sekresi bronkus,          Auskultasi suara nafas, catat adanya
adanya eksudat di alveolus, adanya suara tambahan
benda asing di jalan nafas.          Lakukan suction pada mayo
         Berikan bronkodilator bila perlu
         Berikan pelembab udara Kassa basah
NaCl Lembab
         Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
         Monitor respirasi dan status O2

2 Nyeri
Kriteria Hasil : Pain Management
Definisi :   Mampu mengontrol nyeri   Lakukan pengkajian nyeri
Sensori yang tidak (tahu penyebab nyeri, mampu secara komprehensif termasuk
menyenangkan dan menggunakan tehnik lokasi, karakteristik, durasi,
pengalaman emosional yang nonfarmakologi untuk frekuensi, kualitas dan faktor
muncul secara aktual atau mengurangi nyeri, mencari presipitasi
potensial kerusakan jaringan bantuan)   Observasi reaksi nonverbal dari
atau menggambarkan adanya   Melaporkan bahwa nyeri ketidaknyamanan
kerusakan (Asosiasi Studi berkurang dengan   Gunakan teknik komunikasi
Nyeri Internasional): menggunakan manajemen terapeutik untuk mengetahui
serangan mendadak atau nyeri pengalaman nyeri pasien
pelan intensitasnya dari   Mampu mengenali nyeri   Kaji kultur yang mempengaruhi
ringan sampai berat yang (skala, intensitas, frekuensi respon nyeri
dapat diantisipasi dengan dan tanda nyeri)   Evaluasi pengalaman nyeri
akhir yang dapat diprediksi   Menyatakan rasa nyaman masa lampau
dan dengan durasi kurang setelah nyeri berkurang   Evaluasi bersama pasien dan
dari 6 bulan.   Tanda vital dalam rentang tim kesehatan lain tentang
normal ketidakefektifan kontrol nyeri masa
Batasan karakteristik : lampau
-          Laporan secara verbal   Bantu pasien dan keluarga
atau non verbal untuk mencari dan menemukan
-          Fakta dari observasi dukungan
-          Posisi antalgic untuk   Kontrol lingkungan yang dapat
menghindari nyeri mempengaruhi nyeri seperti suhu
-          Gerakan melindungi ruangan, pencahayaan dan
-          Tingkah laku berhati- kebisingan
hati   Kurangi faktor presipitasi nyeri
-          Muka topeng   Pilih dan lakukan penanganan
-          Gangguan tidur (mata nyeri (farmakologi, non
sayu, tampak capek, sulit atau farmakologi dan inter personal)
gerakan kacau, menyeringai)   Kaji tipe dan sumber nyeri
-          Terfokus pada diri untuk menentukan intervensi
sendiri   Ajarkan tentang teknik non
-          Fokus menyempit farmakologi
(penurunan persepsi waktu,   Berikan analgetik untuk
kerusakan proses berpikir, mengurangi nyeri
penurunan interaksi dengan   Evaluasi keefektifan kontrol
orang dan lingkungan) nyeri
-          Tingkah laku distraksi,   Tingkatkan istirahat
contoh : jalan-jalan, menemui   Kolaborasikan dengan dokter
orang lain dan/atau aktivitas, jika ada keluhan dan tindakan nyeri
aktivitas berulang-ulang) tidak berhasil
-          Respon autonom   Monitor penerimaan pasien
(seperti diaphoresis, tentang manajemen nyeri
perubahan tekanan darah,
perubahan nafas, nadi dan Analgesic Administration
dilatasi pupil)   Tentukan lokasi, karakteristik,
-          Perubahan autonomic kualitas, dan derajat nyeri sebelum
dalam tonus otot (mungkin pemberian obat
dalam rentang dari lemah ke   Cek instruksi dokter tentang
kaku) jenis obat, dosis, dan frekuensi
-          Tingkah laku ekspresif   Cek riwayat alergi
(contoh : gelisah, merintih,   Pilih analgesik yang diperlukan
menangis, waspada, iritabel, atau kombinasi dari analgesik
nafas panjang/berkeluh ketika pemberian lebih dari satu
kesah)   Tentukan pilihan analgesik
-          Perubahan dalam tergantung tipe dan beratnya nyeri
nafsu makan dan minum   Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
Faktor yang berhubungan :   Pilih rute pemberian secara IV,
Agen injuri (biologi, kimia, IM untuk pengobatan nyeri secara
fisik, psikologis) teratur
  Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
  Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
  Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek samping)

3 Resiko Aspirasi b/d tidak


efektifnya kebersihan jalan  Respiratory Status : Aspiration precaution
nafas dan tidak adanya reflek Ventilation   Monitor tingkat kesadaran,
muntah  Aspiration control reflek batuk dan kemampuan
Kriteria Hasil : menelan
Definisi : Risiko masuknya   Pasien mampumenelan   Monitor status paru
secret secret gastrointestinal, tanpa terjadi aspirasi   Pelihara jalan nafas
secret secret oropharingeal,   Jalan nafas paten dan   Lakukan suction jika diperlukan
benda benda padat atai cairan suara nafas bersih   Cek nasogastrik sebelum makan
kedalam tracheobronkhial.   Hindari makan kalau residu
masih banyak
Faktor factor resiko :   Potong makanan kecil kecil
 Peningkatan tekanan   Haluskan obat
dalam lambung sebelumpemberian
 Selang makanan   Naikkan kepala 30-45 derajat
setelah makan
 Situasi yang
menghambat
 Elevasi bagian tubuh
atas
 Penurunan tingkat
kesadaran
 Adanya tracheostomy
atau selang endotrakheal
 Keperluan pengobatan
 Adanya kawat rahang
 Peningkatan residu
lambung
 Menurunnya fungsi
spingter esophagus
 Gangguan menelan
 NGT
 Operasi, trauma
wajah, mulut, leher
 Batuk, gag reflek
 Penurunan motilitas
gastrointestinal
 Lambatnya
pengosongan lambung
4 Perfusi jaringan tidak efektif Kriteria Hasil : Peripheral Sensation
b/d kerusakan transport a.    mendemonstrasikan Management (Manajemen
oksigen melalui alveolar dan status sirkulasi yang ditandai sensasi perifer)
atau membran kapiler dengan :   Monitor adanya daerah tertentu
  Tekanan systole yang hanya peka terhadap
Definisi : dandiastole dalam rentang panas/dingin/tajam/tumpul
Penurunan pemberian yang diharapkan   Monitor adanya paretese
oksigen dalam kegagalan   Tidak ada   Instruksikan keluarga untuk
memberi makan jaringan ortostatikhipertensi mengobservasi kulit jika ada lsi
pada tingkat kapiler   Tidak ada tanda tanda atau laserasi
Batasan karakteristik : peningkatan tekanan   Gunakan sarun tangan untuk
Renal intrakranial (tidak lebih dari proteksi
-          Perubahan tekanan 15 mmHg)   Batasi gerakan pada kepala,
darah di luar batas parameter b.    mendemonstrasikan leher dan punggung
-          Hematuria kemampuan kognitif yang   Monitor kemampuan BAB
-          Oliguri/anuria ditandai dengan:   Kolaborasi pemberian analgetik
-          Elevasi/penurunan   berkomunikasi dengan   Monitor adanya tromboplebitis
BUN/rasio kreatinin jelas dan sesuai dengan   Diskusikan menganai penyebab
Gastro Intestinal  kemampuan perubahan sensasi
-          Secara usus hipoaktif   menunjukkan perhatian,
atau tidak ada konsentrasi dan orientasi
-          Nausea   memproses informasi
-          Distensi abdomen   membuat keputusan
-          Nyeri abdomen atau dengan benar
tidak terasa lunak c.    menunjukkan fungsi
(tenderness) sensori motori cranial yang
Peripheral  utuh : tingkat kesadaran
-          Edema mambaik, tidak ada gerakan
-          Tanda Homan positif gerakan involunter
-          Perubahan
karakteristik kulit (rambut,
kuku, air/kelembaban)
-          Denyut nadi lemah
atau tidak ada
-          Diskolorisasi kulit
-          Perubahan suhu kulit
-          Perubahan sensasi
-          Kebiru-biruan
-          Perubahan tekanan
darah di ekstremitas
-          Bruit
-          Terlambat sembuh
-          Pulsasi arterial
berkurang
-          Warna kulit pucat
pada elevasi, warna tidak
kembali pada penurunan kaki
Cerebral
-          Abnormalitas bicara
-          Kelemahan
ekstremitas atau paralis
-          Perubahan status
mental
-          Perubahan pada
respon motorik
-          Perubahan reaksi pupil
-          Kesulitan untuk
menelan
-          Perubahan kebiasaan
Kardiopulmonar 
-          Perubahan frekuensi
respirasi di luar batas
parameter
-          Penggunaan otot
pernafasan tambahan
-          Balikkan kapiler > 3
detik (Capillary refill)
-          Abnormal gas darah
arteri
-          Perasaan ”Impending
Doom” (Takdir terancam)
-          Bronkospasme
-          Dyspnea
-          Aritmia
-          Hidung kemerahan
-          Retraksi dada
-          Nyeri dada
Faktor-faktor yang
berhubungan :
-          Hipovolemia
-          Hipervolemia
-          Aliran arteri terputus
-          Exchange problems
-          Aliran vena terputus
-          Hipoventilasi
-          Reduksi mekanik pada
vena dan atau aliran darah
arteri
-          Kerusakan transport
oksigen melalui alveolar dan
atau membran kapiler
-          Tidak sebanding
antara ventilasi dengan aliran
darah
-          Keracunan enzim
-          Perubahan
afinitas/ikatan O2 dengan Hb
-          Penurunan konsentrasi
Hb dalam darah

5 Resiko trauma b/d kejang


   Knowledge : Personal Environmental Management safety
Safety   Sediakan lingkungan yang
   Safety Behavior : Faal aman untuk pasien
Prevention   Identifikasi kebutuhan
   Safety Behavior : Falls keamanan pasien, sesuai dengan
occurance kondisi fisik dan fungsi kognitif 
   Safety Behavior : pasien dan riwayat penyakit
Physical Injury terdahulu pasien
  Menghindarkan lingkungan
yang berbahaya (misalnya
memindahkan perabotan)
  Memasang side rail tempat tidur
  Menyediakan tempat tidur yang
nyaman dan bersih
  Menempatkan saklar lampu
ditempat yang mudah dijangkau
pasien.
  Membatasi pengunjung
  Memberikan penerangan yang
cukup
  Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien.
  Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
  Memindahkan barang-barang
yang dapat membahayakan
  Berikan penjelasan pada pasien
dan keluarga atau pengunjung
adanya perubahan status kesehatan
dan penyebab penyakit.

6 Ketidakseimbangan nutrisi Kriteria Hasil : Nutrition Management


kurang dari kebutuhan tubuh   Adanya peningkatan berat   Kaji adanya alergi makanan
badan sesuai dengan tujuan   Kolaborasi dengan ahli gizi
Definisi : Intake nutrisi tidak   Berat badan ideal sesuai untuk menentukan jumlah kalori
cukup untuk keperluan dengan tinggi badan dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
metabolisme tubuh.   Mampu mengidentifikasi   Anjurkan pasien untuk
kebutuhan nutrisi meningkatkan intake Fe
Batasan karakteristik :   Tidak ada tanda tanda   Anjurkan pasien untuk
-    Berat badan 20 % atau malnutrisi meningkatkan protein dan vitamin
lebih di bawah ideal   Tidak terjadi penurunan C
-    Dilaporkan adanya intake berat badan yang berarti   Berikan substansi gula
makanan yang kurang dari   Yakinkan diet yang dimakan
RDA (Recomended Daily mengandung tinggi serat untuk
Allowance) mencegah konstipasi
-    Membran mukosa dan   Berikan makanan yang terpilih (
konjungtiva pucat sudah dikonsultasikan dengan ahli
-    Kelemahan otot yang gizi)
digunakan untuk   Ajarkan pasien bagaimana
menelan/mengunyah membuat catatan makanan harian.
-    Luka, inflamasi pada   Monitor jumlah nutrisi dan
rongga mulut kandungan kalori
-    Mudah merasa kenyang,   Berikan informasi tentang
sesaat setelah mengunyah kebutuhan nutrisi
makanan   Kaji kemampuan pasien untuk
-    Dilaporkan atau fakta mendapatkan nutrisi yang
adanya kekurangan makanan dibutuhkan
-    Dilaporkan adanya
perubahan sensasi rasa Nutrition Monitoring
-    Perasaan ketidakmampuan   BB pasien dalam batas normal
untuk mengunyah makanan   Monitor adanya penurunan
-    Miskonsepsi berat badan
-    Kehilangan BB dengan   Monitor tipe dan jumlah
makanan cukup aktivitas yang biasa dilakukan
-    Keengganan untuk makan   Monitor interaksi anak atau
-    Kram pada abdomen orangtua selama makan
-    Tonus otot jelek   Monitor lingkungan selama
-    Nyeri abdominal dengan makan
atau tanpa patologi   Jadwalkan pengobatan  dan
-    Kurang berminat terhadap tindakan tidak selama jam makan
makanan   Monitor kulit kering dan
-    Pembuluh darah kapiler perubahan pigmentasi
mulai rapuh   Monitor turgor kulit
-    Diare dan atau steatorrhea   Monitor kekeringan, rambut
-    Kehilangan rambut yang kusam, dan mudah patah
cukup banyak (rontok)   Monitor mual dan muntah
-    Suara usus hiperaktif   Monitor kadar albumin, total
-    Kurangnya informasi, protein, Hb, dan kadar Ht
misinformasi   Monitor makanan kesukaan
  Monitor pertumbuhan dan
Faktor-faktor yang perkembangan
berhubungan :   Monitor pucat, kemerahan, dan
Ketidakmampuan pemasukan kekeringan jaringan konjungtiva
atau mencerna makanan atau   Monitor kalori dan intake
mengabsorpsi zat-zat gizi nuntrisi
berhubungan dengan faktor   Catat adanya edema, hiperemik,
biologis, psikologis atau hipertonik papila lidah dan cavitas
ekonomi. oral.
  Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet

7 Resiko infeksi Kriteria Hasil : Infection Control (Kontrol


  Klien bebas dari tanda infeksi)
Definisi : Peningkatan resiko dan gejala infeksi          Bersihkan lingkungan
masuknya organisme patogen   Mendeskripsikan proses setelah dipakai pasien lain
penularan penyakit, factor          Pertahankan teknik isolasi
Faktor-faktor resiko : yang mempengaruhi          Batasi pengunjung bila perlu
-          Prosedur Infasif penularan serta          Instruksikan pada
-          Ketidakcukupan penatalaksanaannya, pengunjung untuk mencuci tangan
pengetahuan untuk   Menunjukkan saat berkunjung dan setelah
menghindari paparan patogen kemampuan untuk mencegah berkunjung meninggalkan pasien
-          Trauma timbulnya infeksi          Gunakan sabun
-          Kerusakan jaringan   Jumlah leukosit dalam antimikrobia untuk cuci tangan
dan peningkatan paparan batas normal          Cuci tangan setiap sebelum
lingkungan   Menunjukkan perilaku dan sesudah tindakan kperawtan
-          Ruptur membran hidup sehat          Gunakan baju, sarung
amnion tangan sebagai alat pelindung
-          Agen farmasi          Pertahankan lingkungan
(imunosupresan) aseptik selama pemasangan alat
-          Malnutrisi          Ganti letak IV perifer dan
-          Peningkatan paparan line central dan dressing sesuai
lingkungan patogen dengan petunjuk umum
-          Imonusupresi          Gunakan kateter intermiten
-          Ketidakadekuatan untuk menurunkan infeksi kandung
imum buatan kencing
-          Tidak adekuat          Tingktkan intake nutrisi
pertahanan sekunder          Berikan terapi antibiotik
(penurunan Hb, Leukopenia, bila perlu
penekanan respon inflamasi)
-          Tidak adekuat Infection Protection (proteksi
pertahanan tubuh primer terhadap infeksi)
(kulit tidak utuh, trauma          Monitor tanda dan gejala
jaringan, penurunan kerja infeksi sistemik dan lokal
silia, cairan tubuh statis,          Monitor hitung granulosit,
perubahan sekresi pH, WBC
perubahan peristaltik)          Monitor kerentanan
-          Penyakit kronik terhadap infeksi
         Batasi pengunjung
         Saring pengunjung
terhadap penyakit menular
         Partahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
         Pertahankan teknik isolasi
k/p
         Berikan perawatan kuliat
pada area epidema
         Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
         Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
         Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
         Dorong masukan cairan
         Dorong istirahat
         Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
         Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala infeksi
         Ajarkan cara menghindari
infeksi
         Laporkan kecurigaan
infeksi
         Laporkan kultur positif

8 Gangguan menelan sete lah dilakukan askep ... Mewasdai aspirasi


berhubungan dengan jam  status menelan pasien  monitor tingkat kesadaran
kerusakan neuromuskuler dapat berfungsi  monitor status paru-paru
otot menelan  monitor jalan nafas
 posisikan 900 /semaksimal
mungkin
 berikan makan dalam jumlah
sedikit
 cek NGT sebelum memberikan
makanan
 hindari memberikan makan
bila masih banyak
 siapkan peralatan suksion k/p
 tawarkan makanan atau cairan
yang dapat dibentuk menjadi
bolus sebelum ditelan
 potong makanan kecil-kecil
 gerus obat sebelum diberikan
 atur posisi kepala 30-
450 setelah makan
Terapi menelan
 Kolaborasi dengan tim dalam
merencanakan rehabilitasi
klien
 Berikan privasi
 Hindari menggunakan sedotan
minum
 Instruksikan klien membuka
dan menutup mulut untuk
persiapan memasukkan
makanan
 Monitor tanda dan gejala
aspirasi
 Ajarkan klien dan keluarga
cara memberikan makanan
 Monitor BB
 Berikan perawatan mulut
 Monitor  hidrasi tubuh
 Bantu untuk mempertahankan
intake kalori dan cairan
 Cek mulut adakah sisa
makanan
 Berikan makanan yang lunak.
9 Perubahan pola defeksi : Constipation/ Impaction
konstipasi b/d proses Kriteria Hasil : Management
peradangan pada dinding usus   Mempertahankan bentuk   Monitor tanda dan gejala
halus, feses lunak setiap 1-3 hari konstipasi
  Bebas dari   Monior bising usus
ketidaknyamanan dan   Monitor feses: frekuensi,
konstipasi konsistensi dan volume
  Mengidentifikasi   Konsultasi dengan dokter
indicator untuk mencegah tentang penurunan dan peningkatan
konstipasi bising usus
  Mitor tanda dan gejala ruptur 
usus/peritonitis
  Jelaskan etiologi dan
rasionalisasi tindakan terhadap
pasien
  Identifikasi faktor penyebab
dan kontribusi konstipasi
  Dukung intake cairan
  Kolaborasikan pemberian
laksatif
10 Defisit perawatan diri b/d Kriteria Hasil : Self Care assistane : ADLs
kelemahan fisik   Klien terbebas dari bau   Monitor kemempuan klien
badan untuk perawatan diri yang mandiri.
Definisi :   Menyatakan kenyamanan   Monitor kebutuhan klien untuk
Gangguan kemampuan untuk terhadap kemampuan untuk alat-alat bantu untuk kebersihan
melakukan ADL pada diri melakukan ADLs diri, berpakaian, berhias, toileting
  Dapat melakukan ADLS dan makan.
Batasan karakteristik : dengan bantuan   Sediakan bantuan sampai klien
ketidakmampuan untuk mampu secara utuh untuk
mandi, ketidakmampuan melakukan self-care.
untuk berpakaian,   Dorong klien untuk melakukan
ketidakmampuan untuk aktivitas sehari-hari yang normal
makan, ketidakmampuan sesuai kemampuan yang dimiliki.
untuk toileting   Dorong untuk melakukan
secara mandiri, tapi beri bantuan
Faktor yang berhubungan : ketika klien tidak mampu
kelemahan, kerusakan melakukannya.
kognitif atau perceptual,   Ajarkan klien/ keluarga untuk
kerusakan neuromuskular/ mendorong kemandirian, untuk
otot-otot saraf memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
  Berikan aktivitas rutin sehari-
hari sesuai kemampuan.
  Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari. 

11 Kurang Pengetahuan Kriteria Hasil :


  Pasien dan keluarga Teaching : disease Process
Definisi : menyatakan pemahaman 1.    Berikan penilaian tentang
Tidak adanya atau kurangnya tentang penyakit, kondisi, tingkat pengetahuan pasien tentang
informasi kognitif prognosis dan program proses penyakit yang spesifik
sehubungan dengan topic pengobatan 2.    Jelaskan patofisiologi dari
spesifik.   Pasien dan keluarga penyakit dan bagaimana hal ini
mampu melaksanakan berhubungan dengan anatomi dan
Batasan karakteristik : prosedur yang dijelaskan fisiologi, dengan cara yang tepat.
memverbalisasikan adanya secara benar 3.    Gambarkan tanda dan gejala
masalah, ketidakakuratan   Pasien dan keluarga yang biasa muncul pada penyakit,
mengikuti instruksi, perilaku mampu menjelaskan kembali dengan cara yang tepat
tidak sesuai. apa yang dijelaskan 4.    Gambarkan proses penyakit,
perawat/tim kesehatan dengan cara yang tepat
lainnya 5.    Identifikasi kemungkinan
Faktor yang berhubungan : penyebab, dengna cara yang tepat
keterbatasan kognitif, 6.    Sediakan informasi pada pasien
interpretasi terhadap tentang kondisi, dengan cara yang
informasi yang salah, tepat
kurangnya keinginan untuk 7.    Hindari harapan yang kosong
mencari informasi, tidak 8.    Sediakan bagi keluarga
mengetahui sumber-sumber informasi tentang kemajuan pasien
informasi. dengan cara yang tepat
9.    Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin diperlukan
untuk mencegah komplikasi di
masa yang akan datang dan atau
proses pengontrolan penyakit
10.  Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
11.  Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
12.  Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan, dengan cara
yang tepat
13.  Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komunitas lokal, dengan
cara yang tepat
14.  Instruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan kesehatan,
dengan cara yang tepat

12 Kerusakan komunikasi verbalSetelah dilakukan askep Mendengar aktif:


b.d penurunan sirkulasi ke …  jam, kemamapuan  jelaskan tujuan interaksi
otak. komunikasi verbal  Perhatikan tanda non verbal
meningkat, dg KH: klien
      Penggunaan isyarat  Klarifikasi pesan bertanya
Nonverbal dan feedback.
      Penggunaan bahasa  Hindari barrier/ halangan
tulisan, gambar komunikasi
      Peningkatan bahasa lisan
Peningkatan komunikasi:
Defisit bicara
 Libatkan keluarga utk
memahami pesan klien
 Sediakan petunjuk
sederhana
 Perhatikan bicara klien dg
cermat
 Gunakan kata sederhana
dan pendek
 Berdiri di depan klien saat
bicara, gunakan isyarat
tangan.
 Beri reinforcement positif
       Dorong keluarga utk
selalu komunikasi denga
klien
memaksimalkan
ventilasi.
3. Identifikasi pasien
perlunya
pemasangan alat
jalan nafas buatan
.

2 Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari Kriteria Hasil : Nutrition
kebutuhan tubuh. Management
1. Adanya peningkatan berat
badan sesuai dengan tujuan 1. Kaji adanya
Definisi : Intake 2. Berat badan ideal sesuai alergi makanan
nutrisi tidak cukup dengan tinggi badan. 2. Kolaborasi
untuk keperluan 3. Mampu mengidentifikasi dengan ahli gizi
metabolisme tubuh. kebutuhan nutrisi untuk
4. Tidak ada tanda tanda menentukan
malnutrisi jumlah kalori dan
5. Tidak terjadi penurunan nutrisi yang
berat badan yang berarti dibutuhkan
pasien.
3. Anjurkan pasien
untuk
meningkatkan
intake Fe
4. Anjurkan pasien
untuk
meningkatkan
protein dan
vitamin C.
5. Berikan makanan
yang terpilih (
sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)

Nutrition Monitoring

1. BB pasien dalam
batas normal
2. Monitor adanya
penurunan berat
badan
3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi
anak atau
orangtua selama
makan
5. Monitor
lingkungan
selama makan

3 Nyeri Akut Kriteria Hasil: Pain Management

1. Mampu mengontrol nyeri 1. Lakukan


Definisi : (tahu penyebab nyeri, pengkajian nyeri
mampu menggunakan secara
Sensori yang tidak tehnik nonfarmakologi komprehensif
menyenangkan dan untuk mengurangi nyeri, termasuk lokasi,
pengalaman mencari bantuan) karakteristik,
emosional yang 2. Melaporkan bahwa nyeri durasi, frekuensi,
muncul secara berkurang dengan kualitas dan faktor
aktual atau potensial menggunakan manajemen presipitasi
kerusakan jaringan nyeri 2. Observasi reaksi
atau 3. Mampu mengenali nyeri nonverbal dari
menggambarkan (skala, intensitas, frekuensi ketidaknyamanan
adanya kerusakan dan tanda nyeri) 3. Gunakan teknik
(Asosiasi Studi 4. Menyatakan rasa nyaman komunikasi
Nyeri Internasional): setelah nyeri berkurang terapeutik untuk
serangan mendadak 5. Tanda vital dalam rentang mengetahui
atau pelan normal pengalaman nyeri
intensitasnya dari pasien
ringan sampai berat 4. Ajarkan tentang
yang dapat teknik non
diantisipasi dengan farmakologi
akhir yang dapat 5. Berikan analgetik
diprediksi dan untuk mengurangi
dengan durasi nyeri
kurang dari 6 bulan. 6. Evaluasi
keefektifan kontrol
nyer
7. Tingkatkan
istirahat
8. Kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri
tidak berhasil
DAFTAR PUSTAKA
Komite medik RSUP Dr. Sardjito, 2010. Standar Pelayanan Medis, Edisi 2, Cetakan I,
Medika FK UGM, Yogyakarta
Sudoyo Aru, dkk. 2010. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 1, 2, 3, edisi keempat. Internal
Publising. Jakarta
Sumarmo, herry. 2011. Buku ajar nfeksi dan pediatric tropis edisi kedua.IDAI. Jakarta.
Tim Pokja Sdki PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.Jakarta
Selatan.
Tim Pokja Siki PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan.
Tim Pokja Slki PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Jakarta
Selatan.
http://health.yahoo.com/ency/adam/00615.last diakses pada tanggal 30 September 2021
http://www.nfid.org/factsheets/tetanusadult.html. diakses pada tanggal 30 September 2021

Anda mungkin juga menyukai