OLEH : USPITA
NIM; 2030282054
DOSEN PEMBIMBNG:
A. Definisi
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung,
tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanoplasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada
sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuro muscular
(neuro muscular jungtion) dan saraf outonom. (Smarmo, 2010).
Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh tetonospasmin yang diproduksi
oleh clostridium tetani yang menginfeksi system urat saraf dan otot sehingga otot
menjadi kaku. (Gardjito, Widjoseno 2011).
Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditadai dengan meningkatnya tonus
otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanuspasmin, suatu toksin protein yang kuat
yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Terdapat beberapa bentuk klinis tetanus
termasuk di dalamnya tetanus neonatonum, tentanus generalisata dan gangguan
neurologis lokal (Aru, W. Sudoyo, 2011).
Klasifikasi tetanus berdasarkan bentuk klinis yaitu : (sudoyo Aru, 2011)
1. Tetanus local : biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan
spasme pada bagian proksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa
minggu dan menghilang
2. Tetanus sefalik : varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi 1-2 hari
terjadi susudah otitis mdia atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah
disfungsi saraf III, IV,VII,IX dan XI tersering saraf pada otak VII diikuti tetanus
umum.
3. Tetanus general : yang merupakan bentuk paling sering. Spasme otot, kaku kuduk
, nyeri tenggorokan, kesulitan membuka mulut, rahang terkunci (trismus),
disfagia. Timbul kejang menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi bagian bawah.
Pada mulanya, spasmme berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan
perpisah oleh priode relaksasi.
4. Tetanus neonatorum : biasa terjadi dalam bentuk general dan fatal apabila tidak
ditangani. Terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak imunisasi
secara adekuat, rigiditas , sulit menelan ASI, iritabilitas, spasme.
B. Etiologi
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi
dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah.Reservoir utama kuman ini adalah tanah
yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan
sangat tinggi.Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di
mana-mana. Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga
melalui:
a. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar
b. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik
c. OMP, caries gigi
d. Pemotongan tali pusat yang tidak steril
e. Penjahitan luka robek yang tidak steril.
Clostridium tetani termasuk dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat, dapat
membentuk spora, dan berbentuk drumstick.Spora yang dibentuk oleh C. tetani ini
sangat resisten terhadap panas dan antiseptik.Ia dapat tahan walaupun telah diautoklaf
(1210C, 10-15 menit) dan juga resisten terhadap fenol dan agen kimia lainnya. Bakteri
Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan
peliharaan dan di daerah pertanian.Umumnya, spora bakteri ini terdistribusi pada
tanah dan saluran penceranaan serta feses dari kuda, domba, anjing, kucing, tikus,
babi, dan ayam. Ketika bakteri tersebut berada di dalam tubuh, ia akan menghasilkan
neurotoksin (sejenis protein yang bertindak sebagai racun yang menyerang bagian
sistem saraf). C. tetani menghasilkan dua buah eksotoksin, yaitu tetanolysin dan
tetanospasmin.Fungsi dari tetanoysin tidak diketahui dengan pasti, namun juga dapat
memengaruhi tetanus.Tetanospasmin merupakan toksin yang cukup kuat.
D. Patofisiologi
Clostridium tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang
terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk. Cara masuknya spora ini
melalui luka yang terkontaminasi antara lain luka tusuk oleh besi, luka bakar , luka
lecet, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali pusat, kadang-
kadang luka tersebut hampir tidak terlihat.
Bila keadaan menguntungkan dimana tempat luka tersebut menjaddi hipaerob
sampai anaerob isertai terdapatnya jaringan nekrotis, leukosit yang mati, benda-benda
asing maka spora berubah menjadi vegetatif yang kemudian bekembang. Kuman ini
tidak invasif. Bila dinding sel kuman lisis makan dilepaskan eksotoksin, yaitu
tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin, tidak berhubungan dengan pathogenesis
penyakit. Tetanospasmin, atau secara umum disebut toksin tetanus , adalah
neuroktoksin yang mengaibatkan manifestasi dari penyakit tersebut.
Toksin yang dilepas bersama sel bakteri sel vegetative yang mati dan
selanjutnya lisis. Toksin tetanus di gabung oleh ikatan disulfit. Toksin tetanus melekat
pada sambungan neuromuscular dan kemudian diendositosis oleh saraf motoris,
sesudah ia mengalami pengangkutan akson retrograt kesitoplasminmotoneualfa.
Toksin keluar motoneuron dalam medulla spinalis dan selanjutnya masuk interneuron
penghambat spinal. Dimana toksin ini menghalangi pelepasan neurotransmitter.
Toksin tetanus dengan demikian memblokade hambatan normal otot anatgonis.
Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi
bentuk vegetatif dan berkembang biak sambil menghasilkan toxin. Dalam jaringan
yang anaerobic ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan
turunnya tekanan oxigen jaringan akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam
kalsium yang dapat diionisasi.Secara intra axonal toxin disalurkan ke sel saraf (cel
body) yang memakan waktu sesuai dengan panjang axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum
terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel saraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam
sumsum belakang toksin menjalar dari sel saraf lower motorneuron ke lekuk sinaps dan diteruskan
ke ujung presinaps dari spinal inhibitory neurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan
pada inhibitory transmitter dan menimbulkan kekakuan.Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan
dan rata-rata 10 hari.
E. Pathways
Adanya luka
Clostridium tetani mengeluarkan toxin
Menempel pada
Tonus otot Cerebel Gangliosides
Peningkatan aktivitas kelenjar
kringat
Kelakuan dan kejang khas
Menjadi kaku
pada tetanus
Pengeluaran kringat/ cairann tubuh
meningkat
Menjadi kaku
Hilangnya keseimbangan tonus
MK : devisit volume
otot
G. Penatalaksanaan
1. Netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)
Hiperimun globulin (paling baik)
Dosis: 3.000-6.000 unit IM
Waktu paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan
Tidak berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf; tidak dapat menembus
barier darah-otak
2. Pemberian ATS (anti tetanus)
ATS profilaksis diberikan untuk (luka yang kemungkinan terdapat clostridium:
luka paku berkarat), luka yang besar, luka yang terlambat dirawat, luka tembak,
luka yang terdapat diregio leher dan muka, dan luka-luka tusuk atau gigitan yang
dalam) yaitu sebanyak 1500 IU – 4500 IU
ATS terapi sebanyak > 1000 IU, ATS ini tidak berfungsi membunuh kuman
tetanus tetapi untuk menetralisir eksotoksin yang dikeluarkan clostridium tetani
disekitar luka yang kemudian menyebar melalui sirkulasi menuju otak. Untuk
terapi, pemberian ATS melelui 3 cara yaitu:
- Di suntik disekitar luka 10.000 IU (1 ampul)
-IV 200.000 IU (10 ampul lengan kanan dan 10 ampul lengan kanan
- IM di region gluteal 10.000 Iu
3. Perawatan luka
a. Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda asing, biarkan terbuk
(jaringan nekrosis atau pus membuat kondisis baik C. Tetani untuk
berkembang biak)
b. Penicillin G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg BB/24 jam IV)
selama 10 hari
c. Alternatif
- Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3 atau 4 dosis
- Metronidazol yang merupakan agent anti mikribial.
- Kuman penyebab tetanus terus memproduksi eksotoksin yang hanya
dapat dihentikan dengan membasmi kuman tersebut.
4. Berantas kejang
a. Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana
tenang b. Preparat anti kejang
c. Barbiturat dan Phenotiazim
- Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2 jam
untuk optimum level, yaitu pasien tenag setengah tidur tetapi berespon
segera bila dirangsang
- Chlorpromazim efektif terhadap kejang pada tetanus
- Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15 mg/kg BB/24
jam:
mungkin 2-6 minggu
5. Terapi suportif
a. Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang
merangsang b. Perawatan umum, oksigen
c. Bebas jalan napas dari lendir, bila perlu trakeostomi
d. Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi parenteral, hindari
dehidrasi.
Selama pasase usus baik, nutrisi interal merupakan pilihan selain
berfungsi untuk mencegah atropi saluran cerna.
e. Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin
H. Fokus Pengkajian
Menurut PPNI (2018) Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan PPNI (2019). Adapun intervensi yang sesuai dengan penyakit
tetanus adalah sebagai berikut
Airway Management
Faktor-faktor yang berhubungan: Buka jalan nafas, guanakan teknik
- Lingkungan : merokok, chin lift atau jaw thrust bila perlu
menghirup asap rokok, perokok Posisikan pasien untuk
pasif-POK, infeksi memaksimalkan ventilasi
- Fisiologis : disfungsi Identifikasi pasien perlunya
neuromuskular, hiperplasia dinding pemasangan alat jalan nafas buatan
bronkus, alergi jalan nafas, asma. Pasang mayo bila perlu
- Obstruksi jalan nafas : spasme Lakukan fisioterapi dada jika perlu
jalan nafas, sekresi tertahan, Keluarkan sekret dengan batuk atau
banyaknya mukus, adanya jalan suction
nafas buatan, sekresi bronkus, Auskultasi suara nafas, catat adanya
adanya eksudat di alveolus, adanya suara tambahan
benda asing di jalan nafas. Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa basah
NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
2 Nyeri
Kriteria Hasil : Pain Management
Definisi : Mampu mengontrol nyeri Lakukan pengkajian nyeri
Sensori yang tidak (tahu penyebab nyeri, mampu secara komprehensif termasuk
menyenangkan dan menggunakan tehnik lokasi, karakteristik, durasi,
pengalaman emosional yang nonfarmakologi untuk frekuensi, kualitas dan faktor
muncul secara aktual atau mengurangi nyeri, mencari presipitasi
potensial kerusakan jaringan bantuan) Observasi reaksi nonverbal dari
atau menggambarkan adanya Melaporkan bahwa nyeri ketidaknyamanan
kerusakan (Asosiasi Studi berkurang dengan Gunakan teknik komunikasi
Nyeri Internasional): menggunakan manajemen terapeutik untuk mengetahui
serangan mendadak atau nyeri pengalaman nyeri pasien
pelan intensitasnya dari Mampu mengenali nyeri Kaji kultur yang mempengaruhi
ringan sampai berat yang (skala, intensitas, frekuensi respon nyeri
dapat diantisipasi dengan dan tanda nyeri) Evaluasi pengalaman nyeri
akhir yang dapat diprediksi Menyatakan rasa nyaman masa lampau
dan dengan durasi kurang setelah nyeri berkurang Evaluasi bersama pasien dan
dari 6 bulan. Tanda vital dalam rentang tim kesehatan lain tentang
normal ketidakefektifan kontrol nyeri masa
Batasan karakteristik : lampau
- Laporan secara verbal Bantu pasien dan keluarga
atau non verbal untuk mencari dan menemukan
- Fakta dari observasi dukungan
- Posisi antalgic untuk Kontrol lingkungan yang dapat
menghindari nyeri mempengaruhi nyeri seperti suhu
- Gerakan melindungi ruangan, pencahayaan dan
- Tingkah laku berhati- kebisingan
hati Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Muka topeng Pilih dan lakukan penanganan
- Gangguan tidur (mata nyeri (farmakologi, non
sayu, tampak capek, sulit atau farmakologi dan inter personal)
gerakan kacau, menyeringai) Kaji tipe dan sumber nyeri
- Terfokus pada diri untuk menentukan intervensi
sendiri Ajarkan tentang teknik non
- Fokus menyempit farmakologi
(penurunan persepsi waktu, Berikan analgetik untuk
kerusakan proses berpikir, mengurangi nyeri
penurunan interaksi dengan Evaluasi keefektifan kontrol
orang dan lingkungan) nyeri
- Tingkah laku distraksi, Tingkatkan istirahat
contoh : jalan-jalan, menemui Kolaborasikan dengan dokter
orang lain dan/atau aktivitas, jika ada keluhan dan tindakan nyeri
aktivitas berulang-ulang) tidak berhasil
- Respon autonom Monitor penerimaan pasien
(seperti diaphoresis, tentang manajemen nyeri
perubahan tekanan darah,
perubahan nafas, nadi dan Analgesic Administration
dilatasi pupil) Tentukan lokasi, karakteristik,
- Perubahan autonomic kualitas, dan derajat nyeri sebelum
dalam tonus otot (mungkin pemberian obat
dalam rentang dari lemah ke Cek instruksi dokter tentang
kaku) jenis obat, dosis, dan frekuensi
- Tingkah laku ekspresif Cek riwayat alergi
(contoh : gelisah, merintih, Pilih analgesik yang diperlukan
menangis, waspada, iritabel, atau kombinasi dari analgesik
nafas panjang/berkeluh ketika pemberian lebih dari satu
kesah) Tentukan pilihan analgesik
- Perubahan dalam tergantung tipe dan beratnya nyeri
nafsu makan dan minum Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
Faktor yang berhubungan : Pilih rute pemberian secara IV,
Agen injuri (biologi, kimia, IM untuk pengobatan nyeri secara
fisik, psikologis) teratur
Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek samping)
2 Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari Kriteria Hasil : Nutrition
kebutuhan tubuh. Management
1. Adanya peningkatan berat
badan sesuai dengan tujuan 1. Kaji adanya
Definisi : Intake 2. Berat badan ideal sesuai alergi makanan
nutrisi tidak cukup dengan tinggi badan. 2. Kolaborasi
untuk keperluan 3. Mampu mengidentifikasi dengan ahli gizi
metabolisme tubuh. kebutuhan nutrisi untuk
4. Tidak ada tanda tanda menentukan
malnutrisi jumlah kalori dan
5. Tidak terjadi penurunan nutrisi yang
berat badan yang berarti dibutuhkan
pasien.
3. Anjurkan pasien
untuk
meningkatkan
intake Fe
4. Anjurkan pasien
untuk
meningkatkan
protein dan
vitamin C.
5. Berikan makanan
yang terpilih (
sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam
batas normal
2. Monitor adanya
penurunan berat
badan
3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi
anak atau
orangtua selama
makan
5. Monitor
lingkungan
selama makan