Anda di halaman 1dari 21

ASUKAN KEPERAWATAN DENGAN TETANUS

A. Pengertian
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa
diserta gangguan kesadaran. Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan
oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme
otot yang periodik dan berat.
Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang
disebabkan tetanospasmin. Tetanospamin merupakan neurotoksin yang
diproduksi oleh Clostridium tetani. Tetanus disebut juga dengan "Seven day
Disease ". Dan pada tahun 1890, diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian
dikenal dengan tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang
mengandung bakteri. lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut
menghasilkan pencegahan dari tetanus (Nicalaier 1884, Behring dan Kitasato
1890 ).
Spora Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada
kulit oleh karena terpotong , tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali
pusat (Tetanus Neonatorum) (Behrman.E.Richard,1996). Port of entry task seal
adapt diketahui demean pasty, naming adapt diduga melalui :
a. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar
b. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik
c. OMP, caries gigi
d. Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
e. Penjahitan luka robek yang tidak steril.

B. Etiologi
Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif; Cloastridium tetani Bakteri ini
berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan
juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa
tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang
atau bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh
1
penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin.. Pada
negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus, bakteri masuk
melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik, tetanus ini dikenal dengan
nama tetanus neonatorum. (Behrman.E.Richard,1996).

C. Tanda dan Gejala


Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni:
a. Localited tetanus ( Tetanus Lokal )
b. Cephalic Tetanus
c. Generalized tetanus (Tetanus umum) (Behrman.E.Richard,1996)
Karakteristik dari tetanus:
a. Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7
hari.
b. Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya
c. Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
d. Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari
leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus, lockjaw)
karena spasme otot masetter.
e. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk (opistotonus, nuchal rigidity)
f. Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik
keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .
g. Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus,
tungkai dengan: Eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya
kesadaran tetap baik. Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi
asfiksia dan sianosis, retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna
vertebralis (pada anak).
1) Tetanus lokal (lokalited Tetanus)
Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada
daerah tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal
inilah merupakan tanda dari tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut

2
biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa progressif
dan biasanya menghilang secara bertahap.
Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi
dalam bentuk yang ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisa juga
lokal tetanus ini dijumpai sebagai prodromal dari klasik tetanus atau
dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai sesudah pemberian
profilaksis antitoksin.
2) Cephalic tetanus
Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa
inkubasi berkisar 1–2 hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti
dilaporkan di India), luka pada daerah muka dan kepala, termasuk
adanya benda asing dalam rongga hidung.
3) Generalized Tetanus
Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan
komplikasi yang tidak dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala
timbul secara diam-diam. Trismus merupakan gejala utama yang sering
dijumpai (50 %), yang disebabkan oleh kekakuan otot-otot masseter,
bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya
kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa Risus
Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka, opistotonus
(kekakuan otot punggung), kejang dinding perut. Spasme dari laring
dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas,
sianose asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urine,kompressi frak tur
dan pendarahan didalam otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya
sedikit, tetapi begitupun bisa mencapai 40 C. Bila dijumpai hipertermi
ataupun hipotermi, tekanan darah tidak stabil dan dijumpai
takhikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosa ditegakkan hanya
berdasarkan gejala klinis.
4) Neotal tetanus
Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat
sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan
3
oleh proses pertolongan persalinan yang tidak steril, baik oleh
penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora C.tetani, maupun
penggunaan obat-obatan Wltuk tali pusat yang telah terkontaminasi.
Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat
tradisional yang tidak steril,merupakan faktor yang utama dalam
terjadinya neonatal tetanus (Lubis,1993).

D. Patofisiologi
Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme, bekerja pada
beberapa level dari susunan syaraf pusat, dengan cara :
a. Tobin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat
pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.
b. Kharekteristik spasme dari tetanus (seperti strichmine) terjadi karena toksin
mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.
c. Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh
cerebral ganglioside.
d. Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System
(ANS) dengan gejala: berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti
takikhardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam urine.
e. Kerja dari tetanospamin analog dengan strychninee, dimana ia
mengintervensi fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron
spinal dan menginhibisi terhadap batang otak. Timbulnya kegagalan
mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan meningkatnya
aktifitas dari neuron Yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi trismus.
Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:
1) Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu
silindrik dibawa kekornu anterior susunan syaraf pusat
2) Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri
kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat. Toksin tetanospamin
menyebar dari saraf perifer secara ascending bermigrasi secara sentripetal atau
secara retrogard mcncapai CNS.
4
Terpapar kuman Clostridium

Eksotoksin

Pengangkutan toksin melewati saraf motorik

Ganglion Sumsum
Tulang Belakang Otak Saraf Otonom

Tonus otot  Menempel pada Cerebral Mengenai Saraf


Simpatis
Gangliosides

Menjadi kaku Kekakuan dan kejang khas -Keringat berlebihan


pada tetanus -Hipertermi
-Hipotermi
-Aritmia
Hilangnya keseimbangan tonus otot
-Takikardi

Kekakuan otot Hipoksia berat

Sistem Pencernaan Sistem Pernafasan  O2 di otak

Kesadaran 

-Ggn. Eliminasi -Ketidakefektifan jalan -PK. Hipoksemia


-Ggn. Nutrisi (< dr. kebut) jalan nafas -Ggn. Perfusi Jaringan
-Gangguan Komunikasi -Ggn. Pertukaran Gas
Verbal -Kurangnya
pengetahuan
Ortu
-Dx,Prognosa,
Perawatan

5
Pengobatan
a. Antibiotika
Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM.
Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit /
KgBB/ 12 jam secara IM diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap
peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis
30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan
dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat
digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis
selama 10 hari. Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk
vegetatif dari C.tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya. Bila
dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad spektrum dapat
dilakukan (Adams,1997).
b. Antitoksin
Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG)
dengan dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh
diberikan secara intravena karena TIG mengandung "anti complementary
aggregates of globulin ", yang mana ini dapat mencetuskan reaksi allergi
yang serius. Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus
antitoksin, yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan cara
pemberiannya adalah : 20.000 U dari antitoksin dimasukkan kedalam 200
cc cairan NaC1 fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus
sudah diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa
(20.000 U) diberikan secara IM pada daerahpada sebelah luar (Adams,1997)
c. Tetanus Toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan
pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang
berbeda. Pemberian dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan
sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.

6
Berikut ini, tabel 1. Memperlihatkan petunjuk pencegahan terhadap tetanus
pada keadaan luka

Tabel 1. : Petunjuk Pencegahan Terhadap Tetanus pada Keadaan Luka .


__________________________________________________________________
_
RIWAYAT IMUNISASI Luka bersih, Kecil Luka Lainnya

(dosis) Tet. Toksoid (TT) Antitoksin Tet.Toksoid (TT)


Antitoksin
__________________________________________________________________
_
Tidak diketahui ya tidak ya ya
0–1 ya tidak ya ya
2 ya tidak ya tidak*
3 atau lebih tidak** tidak tidak** tidak
__________________________________________________________________
_
* : Kecuali luka > 24 jam
** : Kecuali bila imunisasi terakhir > 5 tahun
*** : Kecuali bila imunisasi terakhir >5 tahun

Sedangkan pengobatan menurut Gilroy:


a) Kasus ringan :
Penderita tanpa cyanose: 90 - 180 begitu juga promazine 6 jam dan
barbiturat secukupnyanya untuk mengurangi spasme.
b) Kasus berat :
1. Semua penderita dirawat di ICU (satu team)
2. Dilakukan tracheostomi segera. Endotracheal tube minimal harus
dibersihkan setiap satu jam dan setiap 3 hari ETT harus diganti
dengan yang baru.
3. Curare diberi secukupnya mencegah spasme sampai 2 jam.
4. Pernafasan dijaga dengan respirator oleh tenaga yang
berpengalaman
5. Penderita rubah posisi/ miringkan setiap 2 jam. Mata dibersihkan
tiap 2 jam mencegah conjuntivitis
6. Pasang NGT, diet tinggi, cairan cukup tinggi, jika perlu 6 1./hari
7
7. Urine pasang kateter, beri antibiotika.
8. Kontrol serum elektrolit, ureum
9. Rontgen foto thorax
10. Jika KU membaik, NGT dihentikan.
11. Tracheostomy dipertahankan beberapa hari, kemudian
dicabut/dibuka dan bekas luka dirawat dengan baik.

E. Komplikasi
Komplikasi pada tetanus yang sering dijumpai: laringospasm, kekakuan
otot-otot pematasan atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia dan
atelektase serta kompresi fraktur vertebra dan laserasi lidah akibat kejang. Selain
itu bisa terjadi renal failure.

F. Prognosis
Prognosis tetanus diklasifikasikan dari tingkat keganasannya, dimana :
a. Ringan: bila tidak adanya kejang umum ( generalized spasme )
b. Sedang; bila sekali muncul kejang umum
c. Berat ; bila kejang umum yang berat sering terjadi.
Masa inkubasi neonatal tetanus berkisar antara 3 -14 hari, tetapi bisa lebih
pendek atau pun lebih panjang. Berat ringannya penyakit juga tergantung pada
lamanya masa inkubasi, makin pendek masa inkubasi biasanya prognosa makin
jelek. Prognosa tetanus neonatal jelek bila:
a. Umur bayi kurang dari 7 hari
b. Masa inkubasi 7 hari atau kurang
c. Periode timbulnya gejala kurang dari 18 ,jam
d. Dijumpai muscular spasm. (1,6,8,10,12,13)
Case Fatality Rate (CFR) tetanus berkisar 44-55%, sedangkan tetanus
neonatorum > 60%. (1,2)

8
G. Pencegahan
Seorang penderita yang terkena tetanus tidak berbeda imunnya terhadap
serangan ulangan artinya dia mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat
tetanus bila terjadi luka sama seperti orang lainnya yang tidak pernah di
imunisasi. Tidak terbentuknya kekebalan pada penderita setelah sembuh
dikarenakan toksin yang masuk kedalam tubuh tidak sanggup untuk merangsang
pembentukkan antitoksin ( karena tetanospamin sangat poten dan toksisitasnya
bisa sangat cepat, walaupun dalam konsentrasi yang minimal, yang mana hal ini
tidak dalam konsentrasi yang adekuat untuk merangsang pembentukan
kekebalan).
Ada beberapa kejadian dimana dijumpai natural imunitas. Hal ini diketahui
sejak C. tetani dapat diisolasi dari tinja manusia. Mungkin organisme yang berada
didalam lumen usus melepaskan imunogenic quantity dari toksin. Ini diketahui
dari toksin dijumpai anti toksin pada serum seseorang dalam riwayatnya belum
pernah di imunisasi, dan dijumpai/adanya peninggian titer antibodi dalam serum
yang karakteristik merupakan reaksi secondary imune response pada beberapa
orang yang diberikan imunisasi dengan tetanus toksoid untuk pertama kali.
Dengan dijumpai natural imunitas ini, hal ini mungkin dapat menjelaskan
mengapa insiden tetanus tidak tinggi, seperti yang semestinya terjadi pada
beberapa negara dimana pemberian imunisasi tidak lengkap/ tidak terlaksana
dengan baik. Sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid
merupakan satu-satunya cara dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan
dengan pemberian imunisasi telah dapat dimulai sejak anak berusia 2 bulan,
dengan cara pemberian imunisasi aktif ( DPT atau DT) (Lubis,1993).
Pencegahan yang dapat dilakukan:
a. Perawatan luka harus dicegah timbulnya jaringan anaerob pada pasien
termasuk adanya jaringan mati dan nanah.
b. Pemberian ATS profilaksis.
c. Imunisasi aktif.

9
d. Khusus untuk mencegah tetanus neonatorum perlu diperhatikan kebersihan
pada waktu persalinan terutama alas tempat tidur, alat pemotong tali pusat,
dan cara perawatan tali pusat.
e. Pendidikan atau penjelasan kepada orang tua mengenai kebersihan individu
dan lingkungan serta cara pemeriksaan dan perawatan di RS dan perlunya
pemeriksaan lanjutan.

10
ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian Keperawatan
1. Riwayat kehamilan prenatal: ditanyakan apakah ibu sudah diimunisasi TT.
2. Riwayat natal ditanyakan: Siapa penolong persalinan karena data ini akan
membantu membedakan persalinan yang bersih/higienis atau tidak. Alat
pemotong tali pusat, tempat persalinan.
3. Riwayat postnatal: ditanyakan cara perawatan tali pusat, mulai kapan bayi
tidak dapat menetek (incubation period). Berapa lama selang waktu antara
gejala tidak dapat menetek dengan gejala kejang yang pertama (period of
onset).
4. Riwayat imunisasi pada tetanus anak. Ditanyakan apakah sudah pernah
imunisasi DPT/DT atau TT dan kapan terakhir
5. Riwayat psiko sosial.
1. Kebiasaan anak bermain di mana
2. Hygiene sanitasi
6. Pemeriksaan fisik.
a. Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan gejala dari
tetanus, bayi normal dan bisa menetek dalam 3 hari pertama. Hari
berikutnya bayi sukar menetek, mulut “mecucu” seperti mulut ikan.
Risus sardonikus dan kekakuan otot ekstrimitas. Tanda-tanda infeksi
tali pusat kotor. Hipoksia dan sianosis.
b. Pada anak keluhan dimulai dengan kaku otot lokal disusul dengan
kesukaran untuk membuka mulut (trismus).
c. Pada wajah : Risus Sardonikus ekspresi muka yang khas akibat
kekakuan otot-otot mimik, dahi mengkerut, alis terangkat, mata agak
menyipit, sudut mulut keluar dan ke bawah.
d. Opisthotonus tubuh yang kaku akibat kekakuan otot leher, otot
punggung, otot pinggang, semua trunk muscle.

11
e. Pada perut : otot dinding perut seperti papan. Kejang umum, mula-
mula terjadi setelah dirangsang lambat laun anak jatuh dalam status
konvulsius.
f.Pada daerah ekstrimitas apakah ada luka tusuk, luka dengan nanah,
atau gigitan binatang.
7. Pengetahuan anak dan keluarga.
1. Pemahaman tentang diagnosis
2. Pengetahuan/penerimaan terhadap prognosa
3. Rencana perawatan ke depan.

Analisa Data
NO
Data Penyebab Masalah
1 S.:Biasanya Klien Kontaminasi Resiko kekurangan
mengeluh diare mikroorganisme atau cairan
O.:Biasanya Terlihat gangguan absorbsi
konsistensi bab. cair, lemak

Hiperperistaltik

Peningkatan kehilangan
cairan
2 S.: Biasanya Klien Kurang pengetahuan Rasa nyaman(gatal)
mengeluh gatal-gatal di tentang kebersihan diri.
seluruh tubuh.
O.: Biasanya pasien
Terlihat daerah dada
ada bintik-bintik
merah, dan hampir
seluruh kulit tubuh
berpanu.
3 S.: Biasanya Klien Kurang pengetahuan Resiko terjadi
mengatakan tidak tahu tentang penyebab berulangnya
tentang penyakitnya, tetanus. serangan Tetanus
klien tinggal generalisata
dilingkungan yang
banyak kotoran kuda
12
(mediator kuman
clostridium tetani),
klien tidak mau
dilakukan skin graf
pada ganggrennya
riwayat yang lalu klien
tertusuk paku pada
telapak kaki karena
neuropati (komplikasi
DM)
O.; Biasanya pasien
Terlihat luka gangren di
pedis kanan.
4 S.: Biasanya Klien Glukosa Darah Gangguan integritas
mengalami gangren meningkat dalam darah kulit
sebelum terkena
serangan tetanus, Angiopati makro
O.: Biasanya pasien vaskuler pada pemb.
Terlihat luka ganggren di Darah di pedis kanan
pedis kanan, pus (+)

Proses penyembuhan
luka lama

Gangguan integritas
kulit
5 Luka ganggren di pedis Gangguan mobilitas
S.: Klien malas beraktivitas kanan fisik.
O.: klien terlihat tiduran
terus
Nyeri digerakan

Takut beraktivitas

Diagnosa dan Prioritas diagbnosa keperawatan


1. Resiko kekurangan cairan b/d peningkatan kehilangan cairan.
2. Gangguan integritas kulit b/d proses penyembuhan luka lama
3. Gangguan mobilitas fisik b/d takut untuk melakukan aktivitas
4. Gangguan rasa nyaman(gatal-gatal) b/d kurangnya pengetahuan klien tentang
kebersihan diri
5. Resiko berulangnya serangan tetanus b/d kurangnya pengetahuan klien
tentang penyebab tetanus. dan komplikasi DM(neuropati)
13
Rencana Keperawatan

NO. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1. Resiko kekurangan cairan b/d Setelah dilakukan tindakan 1.Awasi tanda vital, Indikator
peningkatan kehilangan cairan keperawatan selama 4 jam klien pengisian kapiler, status keadekuatan
tidak mengalami resiko membran mukosa dan volume sirkulasi
kekurangan cairan turgor kulit
Mengukur
Dengan kriteria: 2.Awasi jumlah dan tipe
keseimbangan
-Diare berhenti. masukan cairan ukur
cairan
-Turgor baik, TD, rata-rata haluaran urien dengan
normal(120/90 mmHg), mata akurat.
Mengganti cairan
tidak cekung, lidah tidak pucat. 3.Berikan minum air
yang hilang.
- putih sesuai dengan
jumlah yang keluar.
Mengurangi diare
3.Hentikan sementara
minum susu/makanan
lain yang menjadi
kemungkinan penyebab
Mengurangi/meng
4. Anjurkan kepada
hindari diare
klien dan keluarga
ulangan.
untuk menjaga
kebersihan diri dan
lingkungan.
5.Kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian

14
NO. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
anti diare/obat lain Menghentikan
sesuai dengan diare
penyebab.
2 Gangguan integritas kulit b/d Setelah dilakukan tindakan 1.Kaji, catat ukuran, Memberikan
proses penyembuhan luka lama. keperawatan selama 5 hari warna, kedalaman luka, informasi dasar
terjadi perubahan penyembuhan perhatikan jaringan tentang kebutuhan
luka. Dengan kriteria : nekrotik dan kondisi skin graf
-Luka ganggren tidak ada sekitar luka.
2.Berikan perawatan Membantu proses
pusnya.
luka sesuai dengan penyembuhan
Timbul jaringan granulasi.
kondisi luka luka dan
Nyeri berkurang.bau
memberikan rasa
berkurang/hilang.
nyaman.
3. Kolaborasi untuk Memperbaiki
tindakan skin graft kerusakan
jaringan kulit.
3 Gangguan mobilitas fisik b/d Setelah dilakukan tindakan 1.Berikan penjelasan Dengan
takut untuk melakukan aktivitas keperawatan selama 2 hari klien bahwa aktivitas itu penjelwesalan
fisik dapat melakukan sendiri perlu untuk kebutuhan klien diharapkan
aktivitas fisik tanpa dibantu, sirkulasi darah. mengerti tentang
dengan kriteria :-Klien dapat kebutuhan
menunjukan/mendemontransika mobiliasasi fisik
n prilaku aktivitas fisik 2.Beri contoh langsung Dengan contoh
sendiridengan bantuan. aktivitas yang langsung klien
diperlukan, seperti bisa melihat dan
duduk, berdiri

15
NO. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
menggerakan otot-otot melakukan.
tungkai
3.Tingkatkan aktivitas Meningkatkan
dengan dengan periode sirkulasi sehingga
waktu istirahat. mempercepat
penyembuhan
4.Bantu klien sesuai Mendorong untuk
dengan kebutuhan beraktivitas.
5.Anjurkan klien untuk Peran serta akan
berpartisipasi dalam meningkatkan
aktifitas kemandirian.
4 Gangguan rasa nyaman(gatal)b/d Setelah dilakukan tindakan 1.Ajarkan klien cara Dengan memberi
kurag pengetahuan klien tentang keperawatan selama 2 hari rasa kebersihan pengetahuan
kebersihan diri. nyaman teratasi.Dengan diri(membersihkan langsung klien
kriteria : tubuh dan anggota dapat memahami
-rasa gatal berkurang/hilang badan )
-klien/keluarga dapat mengerti 2.Anjurkan mengganti Menjaga
tentang kebersihan diri. baju , sarung dan kebersihan dan
pakaian setiap kali memberi rasa
sesudah mandi. nyaman.
3.Berikan talk salisil Mengurtangi rasa
setiap kali sesudah gatal.
mandi
4.Anjurkan jangan Resiko kerusakan

16
NO. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
menggaruk garuk kulit. kulit
4. Kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian
obat anti jamur kulit.

5. Resiko terjadi serangan ulang Setelah dilakukan tindakan 1.Berikan penjelasan Dasar
tetanus b/d kurang pengetahuan keperawatan selama 5 hari tentang penyebab pengetahuan.
klien tentang penyakit tetanus setelah klien pulang diharapkan tetanus, gejala tindakan
dan komplikasi DM. resiko serangan ulang tidak pengobatan.dan
terjadi, dengan kriteria –Klien perawatan secara
dapat memahami penyakit sederhana.
tetanus 2.Anjurkan setelah
-Klien dapat memahami Memberikan rasa
pulang nanti selalu
komplikasi DM. Yang nyaman dan
menjaga kebersihan diri
berhubungan dengan tetanus. meminimalkan
dan lingkungan
penyebab.
3.Jelaskan tentang
penyakit DM, diet, Dasar
terapi dan pengetahuan.
komplikasi.dan
perawatan luka secara
sederhana.

4.A.njurkan selalu Mengurangi


menjaga perlindungan resiko cedera pada
telapak kaki.

17
NO. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
pada kaki Mempercepat
5. Motivasi kembali proses
perlunya tindakan skin penyembuhan
graft luka.

18
PENUTUP

Kesimpulan
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa
diserta gangguan kesadaran. Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan
oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme
otot yang periodik dan berat.
Karakteristik dari tetanus:
a. Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7
hari.
b. Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya
c. Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
d. Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari
leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus, lockjaw)
karena spasme otot masetter.
e. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk (opistotonus, nuchal rigidity)
f. Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik
keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .
g. Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus,
tungkai dengan: Eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya
kesadaran tetap baik. Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi
asfiksia dan sianosis, retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna
vertebralis (pada anak).
Pencegahan yang dapat dilakukan:
a. Perawatan luka harus dicegah timbulnya jaringan anaerob pada pasien
termasuk adanya jaringan mati dan nanah.
b. Pemberian ATS profilaksis.
c. Imunisasi aktif.
d. Khusus untuk mencegah tetanus neonatorum perlu diperhatikan kebersihan
pada waktu persalinan terutama alas tempat tidur, alat pemotong tali pusat,
dan cara perawatan tali pusat.
19
e. Pendidikan atau penjelasan kepada orang tua mengenai kebersihan individu
dan lingkungan serta cara pemeriksaan dan perawatan di RS dan perlunya
pemeriksaan lanjutan.

Saran
Hendaknya mampu memberikan asuhan keperawatan yang benar pada klien
yang menderita tetanus agar proses penyembuhan klien dapat berlangsung dengan
efektif.

20
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.3. Jakarta :


Penerbit Buku Kedokteran EGC

Price, Sylvia A, 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed4.


Jakarta. EGC.

Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC

21

Anda mungkin juga menyukai