Anda di halaman 1dari 21

DEFINISI

Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium
tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh
badan. Kekakuan tonus otot massater dan otot-otot rangka

Penyakit tetanus merupakan salah satu yang berbahaya karena mempengaruhi system
urat saraf dan otot otot. Kata tetanus diambil dari bahasa yunani yaitu tetanos dari teinein yang
berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan
hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung
(opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan.

Berdasarkan tipe tetanus


1. Tetanus local
o   Kekakuan sekelompok otot yang dekat dengan invasi kuman
o   Nyeri terus menerus, unyreling → awal kelainan general
o   anti toksin yang beredar tidak cukup menetralkan toksin yang menumpuk di sekitar tempat masuk
o   Dapat berlangsung beberapa minggu atau bulan → hilang tanpa bekas
o   Tetanus ringan, kematian 1%
       2. Tetanus sefalik
o   Port d’entre di kepala, leher, mata, telinga atau (jarang) pasca tonsilektomi
o   Inkubasi 1-21 hari
o   Kelumpuhan saraf II (optikus), IV (troklearis), VII (fasialis), IX (glosofaringeus), X (S. vagus), XI
(hipoglosus), sendiri atau kombinasi
o   Prognosis jelek
        3. Tetanus generalisata
o   Port d’entri: luka tusuk dalam, furunkulosis, cabut gigi, embedded splinter, ulkus dekubiti, tusukan jarum
tidak steril, fraktura komplikata yang menjadi supuratif
o   mengenai seluruh otot skelet
o   Tanda: irritable, trismus (kekakuan otot wajah) → muka meringis, sulit menelan, kaku kuduk, otot
punggung →epistotonus (punggung melengkung) dengan lengan fleksi dan abduksi, kaku otot abdomen,
disfagia, fotofobia
o   Kejang generalisata mudah timbul dengan pacu ringan seperti :sentuhan angina, suara, cahaya terang,
hentakan tempat tidur, rabaan
o   uji laboratorium tidak mempunyai peran diagnostic
Macam Tetanus berdasarkan tanda dan gejalanya:

1. Tetanus lokal (lokalited Tetanus)

Pada lokal Tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah tempat dimana luka
terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah merupakan tanda dari Tetanus lokal. Kontraksi otot
tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa progressif dan biasanya
menghilang secara bertahap.

Lokal Tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized Tetanus, tetapi dalam bentuk yang ringan dan
jarang menimbulkan kematian. Bisajuga lokal Tetanus ini dijumpai sebagai prodromal dari klasik
Tetanus atau dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai sesudah pemberian profilaksis
antitoksin.

2. Cephalic Tetanus

Cephalic Tetanus adalah bentuk yang jarang dari Tetanus. Masa inkubasi berkisar 1 –2 hari, yang
berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di India ), luka pada daerah muka dan kepala,
termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung.

3. Generalized Tetanus

Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi yang tidak dikenal beberapa
Tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara diam-diam. Trismus merupakan gejala utama yang
sering dijumpai ( 50 %), yang disebabkan oleh kekakuan otot-otot masseter, bersamaan dengan
kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain
berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka, opistotonus (kekakuan otot
punggung), kejang dinding perut. Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan
sumbatan saluran nafas, sianose asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urine,kompressi frak tur dan
pendarahan didalam otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi begitupun bisa
mencapai 40 C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak stabil dan dijumpai
takhikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosa ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis.

4. Neonatal Tetanus

Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses pertolongan
persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan persalinan yang tidak steril, baik
oleh penggunaan alat yang telahterkontaminasi spora C.tetani, maupun penggunaan obat-obatan
untuk tali pusat yang telah terkontaminasi.

Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak
steril,merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal Tetanus. Menurut penelitian
E.Hamid.dkk, Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Dr.Pringadi Medan, pada tahun 1981. ada 42 kasus
dan tahun 1982 ada 40 kasus Tetanus Biasanya ditolong melalui tenaga persalianan tradisional ( TBA
=Traditional Birth Attedence ) 56 kasus ( 68,29 % ), tenaga bidan 20 kasus ( 24,39 % ) ,dan
selebihnya melalui dokter 6 kasus ( 7, 32 %) ). Berikut ini tabel. Yang memperlihatkan instrument
Untuk memotong tali pusat.

2.2 Klasifikasi
Tetanus berdasarkan bentuk klinis dibagi menjadi 3 yaitu:

1. Tetanus local: biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan spasme pada bagian
paroksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan menghilang.
2. Tetanus general: yang merupakan bentuk paling sering, biasanya timbul mendadak dengan kaku kuduk,
trismus, gelisah, mudah tersinggung daan sakit kepala merupakan manifestasi awal. Dalam waktu singkat
kontraksi otot somatic meluas. Timbul kejang tetanik bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan
ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya, spasme berlangsung beberapa detik sampai beberapa
menit dan terpisah oleh periode relaksasi.
3. Tetanus segal: varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi 1-2 hari terjadi sesudah otitis media
atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX, dan XI tersering saraf
otak VII diikuti tetanus umum.

Berdasarkan berat gejala dapat dibedakan menjadi 3 stadium, yaitu:

1. Trismus (3 cm) tanpa kejang torik umum meskipun dirangsang.


2. Trismus (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum bila dirangsang.
3. Trismus (1 cm) dengan kejang torik umum spontan.

ETIOLOGI

Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang
dihasilkan kuman.. Kuman ini banyak terdapat dalam kotoran hewan memamah biak seperti sapi, kuda,
dan lain-lain sehingga luka yang tercemar dengan kotoran hewan sangat berbahaya bila kemasukan
kuman tetanus. Tusukan paku yang berkarat sering juga membawa clostridium tetani kedalam luka lalu
berkembang biak. Bayi yang baru lahir ketika tali pusarnya dipotong bila alat pemotong yang kurang
bersih dapat juga kemasukan kuman tetanus.

Clostiridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh genderang
berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini mengeluarkan toksin yang bersifat
neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer
setempat. Timbulnya tetanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya
luka yang dalam dengan perawatan yang salah.

Faktor predisposisi

1. Umur tua atau anak-anak


2. Luka yang dalam dan kotor
3. Belum terimunisasi
PATHWAY

IV. Web of Caution (Hubungan Sebab Akibat)

Terpapar kuman Clostridium

Eksotoksin

Pengangkutan toksin melewati saraf

Ganglion Sumsum
Otak Saraf Otonom
Tulang Belakang

Tonus otot  Menempel pada Cerebral Mengenai Saraf Simpatis


Gangliosides

Menjadi kaku Kekakuan dan kejang khas -Keringat berlebihan


pada tetanus -Hipertermi
-Hipotermi
-Aritmia
Hilangnya keseimbangan tonus otot -Takikardi

Kekakuan Hipoksia berat

 O2 di otak
Sistem Sistem Pernafasan
Kesadaran 

-Ggn. Eliminasi -Ketidakefektifan jalan -PK. Hipoksemia


-Ggn. Nutrisi (< dr. kebut) jalan nafas -Ggn. Perfusi Jaringan
-Gangguan Komunikasi -Ggn. Pertukaran Gas
Verbal -Kurangnya pengetahuan
Ortu
-Dx,Prognosa, Perawatan
PATHOFISIOLOGI

Suasana yang memungkinkan organisme anaerob berploriferasi dapat disebabkan


berbagai keadaan antara lain :

1) Luka tusuk dalam, misalnya luka tusuk karena paku, kuku, pecahan kaleng, pisau,
cangkul dan lain-lain.
2) Luka karena kecelakaan kerja (kena parang0, kecelakaan lalu lintas.
3) Luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga dan tonsil.

Cara kerja toksin

Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui sumbu limbik masuk ke sirkulasi
darah dan masuk ke Susunan Saraf Pusat (SSP). Toksin bersifak antigen , sangat mudah diikat
jaringan syaraf dan bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh toksin spesifik.
Toksin yang bebas dalam darah sangat mudah dinetrakan oleh antitoksin spesifik.

Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari Gram positif anaerob, Clostridium


tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora ke dalam darah
tubuh yang mengalami cedera (periode inkubasi). Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit
penting yang manifestasi klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin
(tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme).

Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan
peliharaan dan di daerah pertanian. Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang
dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis
dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi
tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan luka
pada pembedahan.
2.5 Manifestasi Klinis
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan
leher. Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan gejala umum:

1. Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris


2. Kaku kuduk sampai epistotonus karena ketegangan otot-otot erector trunki
3. Ketegangan otot dinding perut
4. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu anterior
5. Risus sardonikus karena spasme otot muka (alias tertarik ke atas), sudut mulut tertarik ke luar dan ke
bawah, bibir tertekan kuat pada gigi
6. Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan (sering merupakan gejala dini)
7. Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan epistotonus, ekstremitas inferior dala keadaan ekstensi,
lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Keadaan tetap sadar, spasme mula-mula intermitten diselingi
periode relaksasi, kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi
perdarahan intramuscular karena kontraksi yang kuat.
8. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring. Retensi urine dapat terjadi
karena spasme otot uretral. Fraktur kolumna vertebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang
sangat kuat.
9. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.

10.  Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan otak.
 
2.7 Penatalaksanaan Tetanus
           Penatalaksanaan pada klien dengan tetanus ada 2 macam yaitu farmakologi dan non-farmakologi.

1. Farmakologi
1. Antitoksin: antitoksin 20.000 1u/ 1.M/5 hari. pemberian baru diberikan setelah dipastikan tidak ada
reaksi hipersensitivitas.
2. Anti kejang (antikonvulsan)

 Fenobarbital (luminal): 3 x 100 mg/1.M. Untuk anak diberikan mula-mula 60-100 mg/1.M lalu dilanjutkan
6x30 mg/hari (max. 200mg/hari).
 Klorpromasin: 3x25 mg/1.M/hari. Untuk anak-anak mula-mula 4-6 mg/kg BB.
 Diazepam: 0,5-10 mg/kg BB/1.M/4 jam, dll.

1. Antibiotic: penizilin procain 1juta 1u/hari atau tetrasifilin 1gr/hari/1.V. Dapat memusnahkan tetani tetapi
tidak mempengaruhi proses neurologiknya.
2. Non-farmakologi
1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya,
2. Diet TKTP. Pemberian tergantung kemampuan menelan. Bila trismus, diberikan lewat sonde
parenteral.
3. Isolasi pada ruang yang tenang, bebas dari rangsangan luar.
4. Menjaga jalan nafas agar tetap efisien.
5. Mengatur cairan dan elektrolit.

 
 
2.8  Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan tetanus meliputi:

1. Darah

Glukosa darah: hipoglikemia merupakan predisposisi kejang.


 
BUN: peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
 
Elektrolit (K, Na): ketidakseimbangan elektroit merupakan predisposisi kejang kalium (normal 3,80-5,00 meq/dl).
 

1. Skull Ray: untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi.
2. EEG: teknik untuk menekan aktifitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui focus
aktifitas kejang, hasil biasanya normal.

 
 
2.9  Komplikasi pada klien Tetanus

1. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) di rongga mulut. Hal ini
memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi.
2. Asfiksia.
3. Atelektasis karena obstruksi secret.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

3.1  Pengkajian

1. Identitas/ biodata klien

Nama                                       : Ny. F
Tempat/tgl lahir                       : Surabaya, 15 September 1954
Umur                                       : 56 tahun
Jenis kelamin               : perempuan
Agama                         : islam
Warga Negara             : Indonesia
Bahasa yang digunakan          : Bahasa Jawa
 
Penanggung jawab
Nama                           : Tn.H
Alamat                        : Jln. Kertosari no 14 Sby
Hubungan dg klien     : suami

1. Keluhan utama: kejang


2. Riwayat Kesehatan Sekarang

Ny. F datang ke rumah sakit dengan keluhan kejang. Keluarga klien mengatakan pasien kejang sejak 2 bulan yang
lalu. Kejang dirasakan semakin hebat sejak seminggu terakhir. Berdasarkan keterangan dari keluarga, 3 tahun yang
lalu pasien pernah mengalami luka robek di kakinya karena terkena patahan kayu yang tajam.

1. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Keluarga pasien mengatakan bahwa 3 tahun yang lalu pasien pernah mempunyai luka robek akibat terkena patahan
kayu.

1. Riwayat Kesehatan Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita tetanus.

1. Keadaan Lingkungan

Pasien bertempat tinggal di daerah yang kurang bersih.


 
3.2  Observasi

1. Keadaan Umum

Suhu                            : 38oC
Nadi                            : 116 x/menit
Tekanan darah : 120/90 mmHg
RR                               : 26 x/menit
BB                               : 52 kg
TB                               : 160 cm

1. Review of Sistem (ROS)
B1 (breathing): takipnea, RR= 26 x/menit
B2 (blood): disritmia, febris.
B3 (brain): kelemahan fisik, kelumpuhan salah satu saraf otak.
B4 (bladder): retensi urine (oliguria)
B5 (bowel): konstipasi akibat menurunnya gerak peristaltic usus
B6 (bone): sulit menelan.
 
3.3  Analisis Data
No. Data Etiologi MK
1. DS: Pasien sering mengeluh Tetanus Kejang
pening diikuti dengan kejang- Proliferasi clostridium
kejang tetani ke pembuluh darah
DO: Pasien sering terlihat  
kejang oleh keluarga Toksin dari clostridium
tetani menyebar ke
system saraf di otak
melalui pembuluh darah
 

Toksin menimbulkan
reaksi di system saraf di
otak dan menyebabkan
kejang
2. DS: Pasien mengeluh batuk. Spasme otot faring Bersihan jalan nafas
DO: Ronkhi, batuk tidak efektif Akumulasi sputum di tidak efektif.
disertai sputum atau lender, trakea
hasil lab menunjukkan AGD Ronkhi
abnormal (asidosis  
respiratorik).
3. DS: Pasien sesak nafas. Kekakuan otot faring Pola nafas tidak teratur
DO: RR= 26 x/menit, ada  
retraksi dinding dada, ada Sesak nafas
pernafasan cuping hidung.
4. DS: pasien demam Infeksi toksin C.tetani Hipertermi
o
DO: suhu= 38 C, hasil lab sel  
darah putih (leukosit)= 14.000
mm3. Suhu tubuh meningkat
 
5. DS: pasien enggan Salah satu syaraf di otak Gangguan rasa percaya
berkomunikasi dg orang lain. terganggu diri.
DO: pasien kesulitan berbicara.  
Kesulitan berbicara
6. DS: pasien mengaku badannya Sering kejang Intoleransi aktivitas.
lemas.  
DO: kondisi pasien lemah. Kondisi lemah
 
Kurang bisa memenuhi
kebutuhan shari-hari
7. DS: pasien jarang sekali BAK. Sering kejang Resiko
DO: output pasien munurun,   ketidakseimbangan
intake cairan juga menurun oliguria & intake cairan cairan & elektrolit.
kurang
 
keseimbangan cairan
elektrolit terganggu
8. DS: pasien mengeluh tidak bisa Sering kejang Konstipasi
BAB  
DO: pasien sudah 6 hari tidak Gerak peristaltik usus
BAB.  menurun
 
Jarang BAB
9. DS: pasien mengeluh tidak bisa Kejang Perubahan nutrisi kurang
menguyah makanan.   dari kebutuhan.
DO: makanan pasien tidak di
habiskan. Spasme otot pengunyah
 
Tidak bisa makan
 
Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan
 
 
3.4  Diagnosa Keperawatan

1. Kejang berhubungan dengan penyebaran toksic clostridium tetani di system saraf di otak
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sputum.
3. Pola nafas tidak teratur berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot pernafasan.
4. Hipertermi berhubungan dengan efek toksin (bakterimia).
5. Gangguan rasa percaya diri berhubungan dengan kesulitan berbicara.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kondisi lemah.
7. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang kurang daan oliguria.
8. Konstipasi berhubungan dengan penurunan gerak peristaltic usus.
9. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan spasme otot pengunyah.

 
3.5  Intervensi Rasional

1. Diagnose: kejang berhubungan dengan penyebaran toksic clostridium tetani di system saraf di otak

Tujuan : tidak terjadi kejang


Criteria hasil: frekuensi kejang berkurang,pasien lebih tenang
Intervensi:
No. Intervensi Rasional
1. Mandiri  

1. Anjurkan keluarga agar 1. Agar pasien tidak terjatuh dari


menahan tubuh pasien saat tempat tidur saat pasien
kejang mengalami kejang
2. Anjurkan keluarga untuk 2. Melindungi pasien agar tidak
memasang sendok ke mulut menggigit lidahnya sendiri saat
pasien saat pasien kejang terjadi kejang

2. Kolaborasi Obat anti kejang dapat membantu


Memberikan obat anti kejang kepada pasien untuk segera lepas dari masa
pasien kejangnya dan menenangkan pasien
 

1. Diagnose: bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumlasi sputum.

Tujuan: jalan nafas efektif.


Criteria hasil: AGD normal, tidak ada suara nafas ronkhi, tidak ada sputum.
Intervensi:
No. Intervensi Rasional
1. Mandiri:  

1. Bebaskan jalan nafas dengan 1. Bila kepala ekstensi dapat


memberikan posisi kepala meluruskan sal.pernafasan
ekstensi. sehingga proses respirasi
tetap berjalan lancar.
  2. Amati adanya ronkhi atau
  tidak, karena ronkhi
  menunjukkan adanya
gangguan pernafasan.
1. Lakukan pemerikasaan fisik 3. Untuk mengeluarkan secret.
4. Adanya dispnea adalah
khususnya auskultasi tiap 2-4 indikasi adanya gangguan
jam sekali. pada system pernafasan.

1. Lakukan suction.

1. Observasi TTV tiap 2 jam.

2. Kolaborasi: Obat mukolitik dapat mengencerkan


Berikan obat pengencer secret atau secret yang kental sehingga mudah
mukolitik. dikeluarkan.
 

1. Diagnose: pola nafas tidak teratur berhubungan dengan jalan nafas tergaggu akibat spasme otot
pernafasan.

Tujuan: pola nafas teratur daan normal.


Criteria hasil: tidak sesak nafas, RR dalam rentang normal, tidak ada retraksi dinding dada, dan tidak ada pernafasan
cuping hidung.
Intervensi:
No. Intervensi Rasional
1. Mandiri:  

1. Monitor irama nafas & RR. 1. Adanya kelainan pada


pernafasan dapat dilihat dari
  frekuensi, jenis pernafasan,
  kemampuan & irama nafas.
  2. Posisi semi fowler dapat
  memberikan rasa nyaman
  bagi klien & salah satu cara
untuk melancarkan jalan
1. Berikan posisi semi fowler. nafas.
3. Sianosis merupakan tanda
  ketidakadekuaan perfusi
  O2pada jaringan tubuh
  perifer.
 
 
1. Observasi tanda & gejala
sianosis.

  Kolaborasi:  

1. Anjurkan klien untuk melakukan 1. Kompensasi tubuh thd


pemeriksaan gas darah. gangguan proses difusi &
perfusi jaringan dapat
  mengakibatkan asidosis
  respiratorik.
  2. Mencegah terjadinya
hipoksia.
1. Berikan oksigenasi.

1. Diagnose: hipertermi berhubungan dengan efek toksin (bakterimia).

Tujuan: suhu tubuh normal.


Criteria hasil: suhu tubuh dalam rentang normal, hasil lab sel darah putih dalam rentang normal (5.000-10.000 mm 3).
Intervensi:
No. Intervensi Rasional
1. Mandiri:  

1. Anjurkan klien banyak minum. 1. Cairan merupakan kompresi


badan dari demam.
  2. Kompres dingin merupakan
salah satu cara untuk
1. Berikan kompres dingin. menurunkan suhu tubuh dg
proses konduksi.
  3. Identfikasi perkembangan
  gejala kearah syok.
  4. Perawatan luka yang benar,
  mengeliminasi toksin yang
  masih berada di sekitar luka.

1. Pantau suhu tiap 2 jam.

 
 
1. Bila ada luka, berikan tindakan
aseptic dan antiseptic.

2. Kolaborasi:  

1. Laksanakan program 1. Antibiotic untuk


pengobatan antibiotic dan meminimalkan penyebaran
antipiretik. kuman yang menyebabkan
infeksi. Antipiretik untuk
  menurunkan demam akibat
  infeksi.
  2. Ntuk mengetahui
  perkembangan pengobatan
  yang diberikan.

1. Pemeriksaan lab sel darah putih


secara berkala.

1. Diagnose: gangguan rasa percaya diri berhubungan dengan kesulitan berbicara.

Tujuan: pasien tidak lagi malu untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Criteria hasil: pasien menunjukkan sikap kooperatif saat diperiksa atau diajak bicara.
Intervensi:
No. Intervensi Rasional
1. Mandiri:  

1. Berikan penjelasan pada klien 1. Edukasi bertujuan agar klien


tentang penyakit yang dialami. memahami sakit yang
diderita, dan mampu
  menerima kondisi yang
  dimiliki sekarang dengan
  lapang dada.
  2. Untuk mengembalikan
  fungsi otot-otot lidah seperti
semula.
1. Anjurkan klien dan keluarga 3. Support yang diberikan akan
untuk sering berkomunikasi. membuat klien merasa
bahwa dirinya pasti bisa
  pulih kembali dengan
banyak berlatih.
1. Berikan support pada klien
untuk terus berlatih berbicara.

1. Diagnose: intoleransi aktivitas berhubungan dengan kondisi lemah.

Tujuan: klien mampu melakukan aktivitas rutin.


Criteria hasil: klien tidak tamapak lemas, tampak bersemangat, mampu melakukan aktivitas rutin dan memenuhi
KDM tanpa bantuan orang lain.
Intervensi:
No. Intervensi Rasional
1. Mandiri:  

1. Bantu klien untuk memenuhi 1. KDM tetap harus dipenuhi


KDM selama klien masih lemah. meskipun dalam kondisi
2. Minta keluarga untuk membantu lemah.
klien dalam melakukan aktifitas 2. Untuk melatih tonus otot
sehari-hari. klien agar kembali normal.
3. Anjurkan klien untuk banyak
makan dan banyak minum.  

1. Mengganti energy yang


banyak hilang.

1. Diagnose: resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang kurang dan
oliguria.

Tujuan: cairan dan elektrolit seimbang.


Criteria hasil: turgor kulit baik, pasien bisa BAK, output normal.
Intervensi:
No. Intervensi Rasional
1. Mandiri:  

1. Anjurkan klien banyak minum 1. Membantu menyeimbangkan


(8-10 gelas/hari). cairan tubuh.
2. Pantau turgor kulit. 2. Turgor kulit baik menunjukkan
keseimbangan cairan dan
elektrolit juga baik.
 

1. Diagnose: konstipasi berhubungan dengan penurunan gerak peristaltic usus.

Tujuan: pasien bisa BAB dengan lancar.


Criteria hasil: pasien tidak mengeluh sakit saat BAB, konsistensi BAB lunak.
Intervensi:
No. Intervensi Rasional
1. Mandiri:  

1. Anjuran klien banyak minum. 1. Banyak minum membantu


melunakkan feses.
  2. Minum yang hangat
membantu melunakkan feses.
1. Anjurkan minum yang hangat-
hangat.

2. Kolaborasi:  

1. Berikan obat laksatif. 1. Untuk melancarkan BAB.


2. Makanan tinggi serat
  membantu melancarkan BAB.

1. Berikan diet tinggi serat.

1. Diagnose: perubahan nutris kurang dari kebutuhan berhubungan dengan spasme otot pengunyah.

Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi.


Criteria hasil: intake adekuat, makanan selalu dihabiskan.
Intervensi:
No. Intervensi Rasional
1. Mandiri:  

1. Jelaskan pada klien penyebab 1. Dengan tingkat pengetahuan


kesulitan makan dan yang adekuat diharapkan
pentingnya makanan bagi klien dapat berpartisipasi dan
tubuh. kooperatif terhadap program
diet.

2. Kolaborasi:  
1. Berikan diet TKTP cair, lunak, 1. Disesuakan dg keadaan klien,
dan bubur kasar. kemampuan mengunyah dan
tingkat membuka mulut.
  2. Agar kebutuhan nutrisi
terpenuhi.
1. Berikan cairan IV line. 3. Berfungsi sebagai jalan
masuknya makanan dan
  pemberian obat.

1. Lakukan pemasangan NGT bila


perlu.

 
3.6  Evaluasi

1. Bersihan jalan nafas efektif.


2. Pola nafas tertaur.
3. Suhu tubuh normal.
4. Tidak adanya gangguan rasa percaya diri.
5. Mampu melakukan aktivitas tanpa bantuan.
6. Cairan dan elektrolit tubuh seimbang.
7. Tidak adanya konstipasi.
8. Nutrisi terpenuhi.
Gambaran Patofisiologi

Individu terkena

Ekssotoksin

(masa inkubasi 2-21 hari)

Faktor penyebab :
Kuman anaerob (Closteridium tetani)

Lain-lain :
-Umum klien dan Faktor predisposisi :
Belum terimunisasi          luka tusuk dalam
         luka karena kecelakaan kerja
-           luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata,
telinga dan tonsil

Neurotoksi

Absorbsi melalui ujung saraf sensorik dan motrik


  

Masuk pembulu arah dan sumbu limbik ke

Susunan Saraf Pusat (SSP) pada intraaaaksonal samapai ganglia/

Simpul saraf

  

Hilangnya ketidakseimbangan tonus otot


  

Kekakuan otot
  
Lokal
Generalisata

Sistem Sistem pernafasan Susunan Saraf

pencernaan Pusat

kekakuan otot pernafasan

-trismus Tekanan intra

- opistotonus Gangguan kranial meningkat

-risus sardonikud metabolik dan Status konvulsi

- kekakuan otot proses (kejang yang berlangsung lama

dinding perut pencernaan lebih dari 10 menit) Kerusakan satu

- ekstremitas atau beberapa

(ekstremitas atas hipoksia saraf pusat.

fleksi dan ekstremitas - Proses

bawah ekstensi) eliminasi BAB gagal nafas

terganggu

- Gangguan keluampu

supuratif : pemenuhan diperlukan alat bantu nafas

- Tindakan A,B dan C nutrisi (Ventilator Mekanik/Respirator)

- Atur posisi semi

prone Masalah keperawatan :

- Hentikan kejang - ketidak efektifan jalan nafas,

- cari penyebab gangguan pertukaran gas dan

- atasi penyulit gangguan pola nafas

- debridemment - Hipertermia, gangguan

- Netralisis tetani komunikasi verbal, risiko

- Nutiris dan cairan ketidakseimbangan cairan dan


-            elktrolit

- Pemenuhan nutrisi kurang

dari kebutuhan,

Anda mungkin juga menyukai