Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN KASUS EMERGENCY

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN TETANUS
PADA TANGGAL 27 OKTOBER 2020 DI RUANG IGD

NAMA : YUNITA LAILA


NIM : 1800099 (3A)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS SUMEDANG
2020
1. KONSEP DASAR

A. Definisi

Tetanus atau Lockjaw merupakan penyakit akut yang menyerang susunan


saraf pusat yang disebabkan oleh racun tetanospasmin yang dihasilkan oleh
Clostridium Tetani. Penyakit ini timbul jika kuman tetanus masuk ke dalam tubuh
melalui luka, gigitan serangga, infeksi gigi, infeksi telinga, bekas suntikan dan
pemotongan tali pusat. Dalam tubuh kuman ini akan berkembang biak dan
menghasilkan eksotoksin antara lain tetanospasmin yang secara umum
menyebabkan kekakuan, spasme dari otot bergaris.
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin
yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang
periodik dan berat. Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik
yang disebabkan tetanospasmin. Tetanospamin merupakan neurotoksin yang
diproduksi oleh Clostridium tetani. Tetanus disebut juga dengan "Seven day
Disease ". Dan pada tahun 1890, diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian
dikenal dengan tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang
mengandung bakteri. lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut
menghasilkan pencegahan dari tetanus. (Nicalaier 1884, Behring dan Kitasato
1890 ).
Spora Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada
kulit oleh karena terpotong , tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali
pusat (Tetanus Neonatorum ).

B. Etiologi

Kuman tetanus yang dikenal sebagai Clostridium Tetani; berbentuk batang


yang langsing dengan ukuran panjang 2–5 um dan lebar 0,3–0,5 um, termasuk
gram positif dan bersifat anaerob. Clostridium Tetani dapat dibedakan dari tipe
lain berdasarkan flagella antigen.
Kuman tetanus ini membentuk spora yang berbentuk lonjong dengan
ujung yang butat, khas seperti batang korek api (drum stick) Sifat spora ini tahan
dalam air mendidih selama 4 jam, obat antiseptik tetapi mati dalam autoclaf bila
dipanaskan selama 15–20 menit pada suhu 121°C. Bila tidak kena cahaya, maka
spora dapat hidup di tanah berbulan–bulan bahkan sampai tahunan. Juga dapat
merupakan flora usus normal dari kuda, sapi, babi, domba, anjing, kucing, tikus,
ayam dan manusia. Spora akan berubah menjadi bentuk vegetatif dalam anaerob
dan kemudian berkembang biak.
Bentuk vegetatif tidak tahan terhadap panas dan beberapa antiseptik
Kuman tetanus tumbuh subur pads suhu 17°C dalam media kaldu daging dan
media agar darah. Demikian pula dalam media bebas gula karena kuman tetanus
tidak dapat mengfermentasikan glukosa.
Kuman tetanus tidak invasif. tetapi kuman ini memproduksi 2 macam
eksotoksin yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmis merupakan protein
dengan berat molekul 150.000 Dalton, larut dalam air labil pada panas dan
cahaya, rusak dengan enzim proteolitik. tetapi stabil dalam bentuk murni dan
kering. Tetanospasmin disebut juga neurotoksin karena toksin ini melalui
beberapa jalan dapat mencapai susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala
berupa kekakuan (rigiditas), spasme otot dan kejang–kejang. Tetanolisin
menyebabkan lisis dari sel–sel darah merah.

C. Manifestasi Klinik (Tanda dan Gejala)

Manifestsi klinis tetanus bervariasi dari kekakuan otot setempat, trismus


sampai kejang yang hebat. Masa timbulnya gejala awal tetanus sampai kejang
disebut awitan penyakit, yang berpengaruh terhadap prognostik.
Manifestasi klinis tetanus terdiri atas 4 macam yaitu:
a. Tetanus lokal
Tetanus lokal merupakan bentuk penyakit tetanus yang ringan dengan
angka kematian sekitar 1%. Gejalanya meliputi kekakuan dan spasme yang
menetap disertai rasa sakit pada otot disekitar atau proksimal luka. Tetanus
lokal dapat berkembang menjadi tetanus umum.
b. Tetanus sefal
Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa inkubasi 1-2
hari, yang disebabkan oleh luka pada daerah kepala atau otitis media kronis.
Gejalanya berupa trismus, disfagia, rhisus sardonikus dan disfungsi nervus
kranial. Tetanus sefal jarang terjadi, dapat berkembang menjadi tetanus
umum dan prognosisnya biasanya jelek.
c. Tetanus umum
Bentuk tetanus yang paling sering ditemukan. Gejala klinis dapat
berupa berupa trismus, iritable, kekakuan leher, susah menelan, kekakuan
dada dan perut (opisthotonus), fleksi-abduksi lengan serta ekstensi tungkai,
rasa sakit dan kecemasan yang hebat serta kejang umum yang dapat terjadi
dengan rangsangan ringan seperti sinar, suara dan sentuhan dengan kesadaran
yang tetap baik.
d. Tetanus neonatorum
Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir, disebabkan adanya infeksi tali
pusat,umumnya karena tehnik pemotongan tali pusat yang aseptik dan ibu
yang tidakmendapat imunisasi yang adekuat. Gejala yang sering timbul
adalahketidakmampuan untuk menetek, kelemahan, irritable diikuti oleh
kekakuan dan spasme. Posisi tubuh klasik : trismus, kekakuan pada otot
punggung menyebabkan opisthotonus yang berat dengan lordosis lumbal.
Bayi mempertahankan ekstremitas atas fleksi pada siku dengan tangan
mendekap dada, pergelangan tangan fleksi, jari mengepal, ekstremitas
bawah hiperekstensi dengan dorsofleksi pada pergelangan dan fleksi jari-jari
kaki. Kematian biasanya disebabkan henti nafas, hipoksia, pneumonia,
kolaps sirkulasi dan kegagalan jantung paru.
Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi Ablett’s :
a. Derajat I (ringan)
Trismus ringan sampai sedang, kekakuan umum, spasme tidak ada,
disfagia tidak ada atau ringan, tidak ada gangguan respirasi.
b. Derajat II (sedang)
Trismus sedang dan kekakuan jelas, spasme hanya sebentar, takipneu
dan disfagia ringan
c. Derajat III (berat)
Trismus berat, otot spastis, spasme spontan, takipneu, apnoeic spell,
disfagia berat, takikardia dan peningkatan aktivitas sistem otonomi
d. Derajat IV (sangat berat)
Derajat III disertai gangguan otonomik yang berat meliputi
sistem kardiovaskuler, yaitu hipertensi berat dan takikardi atau
hipotensi dan bradikardi, hipertensi berat atau hipotensi berat. Hipotensi
tidak berhubungan dengan sepsis, hipovolemia atau penyebab
iatrogenik. Bila pembagian derajat tetanus terdiri dari ringan, sedang
dan berat, maka derajat tetanus berat meliputi derajat III dan IV.

D. Klasifikasi

1) Tetanus Lokal (lokalited Tetanus)


Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada
daerah tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal
inilah merupakan tanda dari tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya
ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa progressif dan biasanya
menghilang secara bertahap. Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi
generalized tetanus, tetapi dalam bentuk yang ringan dan jarang
menimbulkan kematian. Bisajuga lokal tetanus ini dijumpai sebagai
prodromal dari klasik tetanus atau dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama
dijumpai sesudah pemberian profilaksis antitoksin.
2) Cephalic Tetanus
Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi
berkisar 1 –2 hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan
di India ), luka pada daerah muka dan kepala, termasuk adanya benda asing
dalam rongga hidung.
3) Generalized Tetanus
Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan
komplikasi yang tidak dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala
timbul secara diam-diam. Trismus merupakan gejala utama yang sering
dijumpai ( 50 %), yang disebabkan oleh kekakuan otot-otot masseter,
bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku
kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa Risus Sardonicus
(Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka, opistotonus ( kekakuan otot
punggung), kejang dinding perut. Spasme dari laring dan otot-otot
pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianose asfiksia. Bisa
terjadi disuria dan retensi urine,kompressi frak tur dan pendarahan didalam
otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi begitupun bisa
mencapai 40 C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah
tidak stabil dan dijumpai takhikardia, penderita biasanya meninggal.
Diagnosa ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis.
4) Neotal Tetanus
Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat
sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh
proses pertolongan persalinan yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat
yang telah terkontaminasi spora C.tetani, maupun penggunaan obat-obatan
Wltuk tali pusat yang telah terkontaminasi.
Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat
tradisional yang tidak steril,merupakan faktor yang utama dalam terjadinya
neonatal tetanus. Menurut penelitian E.Hamid.dkk, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak RS Dr.Pringadi Medan, pada tahun 1981. ada 42 kasus dan tahun 1982
ada 40 kasus tetanus. Biasanya ditolong melalui tenaga persalianan tradisional

( TBA =Traditional Birth Attedence ) 56 kasus ( 68,29 % ), tenaga bidan 20


kasus ( 24,39 % ) ,dan selebihnya melalui dokter 6 kasus ( 7, 32 %) ). Berikut
ini tabel. Yang memperlihatkan instrument Untuk memotong tali pusat.

E. Pemeriksaan Diagnostik
a. EKG: interval CT memanjang karena segment ST. Bentuk takikardi
ventrikuler (Torsaderde pointters)
b. Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada jaringan
subkutan atau basas ganglia otak menunjukkan klasifikasi.
c. Pemeriksaan darah
Glukosa : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang  (N < 200 mq/dl)
Darah
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro
toksik akibat dari pemberian obat.
Elektroli : K, Na, Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang,
t Kalium (N 3,80 – 5,00 meq/dl), Natrium (N 135 – 144 meq/dl )
EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang
utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.

F. Penatalaksanaan
Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan
peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan
sampai pulih. Dan tujuan tersebut dapat diperinci sebagai berikut :
1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa: -membersihkan
luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik),membuang
benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini
penatalaksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS
(anti tetanus) dan pemberian Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS.
2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung
kemampuan membuka mulut dan menelan. Hila ada trismus, makanan
dapat diberikan personde atau parenteral.
3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap
penderita.
4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.
5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
6. Berantas kejang
a. Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana tenang\
b. Preparat anti kejang
c. Barbiturat dan Phenotiazim
-  Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2 jam
untuk optimum level, yaitu pasien tenag setengah tidur tetapi berespon
segera bila dirangsang.
-  Chlorpromazim efektif terhadap kejang pada tetanus
-  Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15 mg/kg BB/24
jam: mungkin 2-6 minggu
7. Terapi suportif
a. Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang merangsang
b. Perawatan umum, oksigen
c. Bebas jalan napas dari lendir, bila perlu trakeostomi
d. Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi parenteral, hindari
dehidrasi. Selama pasase usus baik, nutrisi interal merupakan pilihan
selain berfungsi untuk mencegah atropi saluran cerna.
e. Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin.

2. PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian
 Biodata Identitas pasien : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medik, rencana terapi
 Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama. Keluhan utama yang sering menjadi alasan kien atau orang
tua membawa anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas
badan tinggi, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.
Faktor riwayat penyakit sangat penting di ketahui karena untuk
mengetahui predisposisi penyebab sumber luka. Disini harus di tanya dengan
jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh, atau
bertambah buruk. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk di lakukan
pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa
yang sering menimbulkan kejang, dan tindakan apa yang telah di berikan
dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran di hubungkan
dengan toksin tetanus yang mengimplamasi jaringan otak. Keluhan perubahan
perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi
letargi, tidak responsip, dan koma.
 Riwayat kesehatan Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah di alami klien yang memungkinkan
adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi perna
klien mengalami tubuh terluka dan luka tusuk yang dalam misalnya tertusuk
paku, pecahan kaca, terkenaa kaleng, atau luka yang menjadi kotor; karena
terjatuh di tempat yang kotor dan terluka atau kecelakaan dan timbul luka
yang tertutup debu/kotoran juga luka bakar dan patah tulang terbuka. Adakah
porte d’entree lainnya seperti luka gores yang ringan kemudian menjadi
bernanah dan gigi berlubang di koreng dengan benda yang kotor.
 Riwayat kesehatan keluarga
Kebiasaan perawatan luka dengan menggunakan bahan yang kurang
aseptic dan bersih.
 Pengkajian Umum
Setelah melakukan anamesis yang mengarah pada keluhan klien,
pemriksaaan fisik sangat berguna untuk mendukung dari pengkajian
anamesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan
fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan di
hubungkan dengan keluhan keluhan dari klien.
Pada klien tetanus biasanya di dapatkan peningkatan suhu tubuh lebih
dari normal 38-40 0C. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses
implamasi dan toksin tetanus yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu
tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan penurunan perfusi jaringan
otak. Apabila disertai peninhkatan frekuensi pernafasan sering berhubungan
dengan peningkatan laju metabilisme umum. TD biasanya normal.
a. B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, prodoksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan yang
sering didapatkan pada klien tetanus yang disertai adanya ketidak efektifan
bersihan jalan nafas. Palpasi thorak didapatkan taktil premitus seimbang
kanan dan kiri. Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada klien
dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang meurun.
b. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan syok
hipovelemik yang sering terjadi pada klien tetanus. TD biasnya normal,
peningkatan heart rate, adanya anemis karena adanya hancurnya eritrosit.
c. B3 (brain)
Pengkajian B3 merupakan pemriksaan fokus dan lebih lengkap di
bandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
1. Tingkat kesadaran (GCS) : Kesadaran klien biasanya kompos mentis.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien tetanus mengalami
penurunan pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila
klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting
untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
monitoring pemberian asuhan.
2. Fungsi serebri, Status mental: obsevasi penampilan klien dan tingkah
lakunya, nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan
aktifitas motorik yang pada klien tetanus tahap lanjut biasanya status
mental klien mengalami perubahan.
3. Pemeriksaan saraf kranial
 Saraf I. Biasanya pada klien tetanus tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
 Saraf II. Tes ketajaman pengelihatan pada kondisi normal
 Saraf III,IV,VI. Dengan alasan yang tidak di ketahui, klien tetanus
mengeluh mengalami fotophobia atau sensitif yang berlebihan
terhadap cahaya. Respons kejang umum akibat stimulus rangsang
cahaya perlu di perhatikan perawat untuk memberikan intervensi
menurunkan stimulus cahaya tersebut.
 Saraf V. Refleks masester menigkat. Mulut mencucu seperti mulut
ikan (ini adalah gejala khas pada tetanus).
 Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
 Saraf VIII. Tidak di temukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi
 Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran
membuka mulut (trismus).
 Saraf XI. Di dapatkan kaku kuduk. Ketegangan otot rahang dan
leher (mendadak)
 Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak
ada pasikulasi. Indra pengecapan normal.
4. System motorik : Kekuatan otot menurun, control keseimbangan dan
kordinasi pada tetanus tahap lanjut mengalami perubahan.
5. Pemeriksaan reflek :Pemeriksaan reflek dalam, pengetukan pada
tendon, ligamentum, atau periusteum derajat reflek pada respon
normal.
6. Gerakan involunter : Tidak ditemukan adanya tremor, Tic dan
distonia. Pada keadaan tertentu klien mengalami kejang umum,
terutama pada anak yang tetanus disertai peningkatan suhu tubuh yang
tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal yang
peka.
7. System sensori : Pemeriksaan sensorik pada tetanus biasanya di
dapatkan perasaan raba normal, perasaan nyeri normal. Perasaan suhu
normal. Tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh. Perasaan
proprioseftif normal dan perasaan diskriminatif normal.
d. B 4 (BLADER)
Penurunan volume haluaran urin berhubungan dengan penurunan
perpusi dan penurunan curah jantung ke ginjal. Adanya retensi urin karena
kejang umum. Pada klien yang sering kejang sebaiknya pengeluaran urine
dengan menggunakan kateter.
e. B 5 (BOWEL )
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi
asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien tetanus menurun karena
anoreksia dan adanya kejang, kaku dinding perut (perut papan) merupakan
tanda khas dari tetanus. Adanya spasme otot menyebabkan kesulitan BAB.
f. B 6 (BONE)
Adanya kejang umum sehingga mengganggu mobilitas klien dan
menurunkan aktivitas sehari-hari. Perlu dikaji apabila klien mengalami
patah tulang terbuka yang memungkinkan por de entrée kuman
Clostridium tetani , sehingga memerlukan perawatan luka yang optimal.
Adanya kejang memberikan resiko pada praktur pertibra pada bayi,
ketegangan, dan spasme otot pada abdomen.

B. Analisa data (pathway)

Luka karena kecelakaan


- luka gores
- luka tusuk

Perawatan luka yang salah


-

Keadaan luka anaerob


-

Kuman berkembangbiak dan memperbanyak diri


-

Menghasilkan toksin tetanus yang menyebar keseluruh tubuh Ketidakefektifan termoregulasi


- -
Toksin melekat pada sambungan neuromuskular
-

Menghambat penghantaran neuromuskuler


-

Spasme otot
-
Kekakuan otot-otot Timbul gejala Otot gerak/ekstremitas
maseter kejang -
-
Kehilangan koordinasi Kekakuan
Susah menelan otot besar dan kecil paru maseter
maseter

Imobilisasi

Penumpukan sekret Gangguan ventilasi spontan


- maseter
Intoleransi aktifitas
Bersihan jalan
napas tidak efektif Obstruksi trakea bronkial
maseter Nyeri akut
-

Indikasi trakeostomi Resiko infeksi


maseter maseter
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan tetanus antara lain:
1. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan proses penyakit
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (biologi)
4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum
4. RENCANA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

1. Ketidakefektifan termoregulasi Setelah dilakukan tidakan 1. Atur suhu lingkungan 1. Iklim lingkungan dapat
keperawatan selama proses yang nyaman. mempengaruhi kondisi
berhubungan dengan proses penyakit.
keperawatan diharapkan status 2. Pantau suhu tubuh tiap dan suhu tubuh individu
termoregulasi efektif. Dengan 2 jam sebagai suatu proses
Kriteria hasil: 3. Berikan hidrasi atau adaptasi melalui proses
-Keseimbangan antara produksi minum ysng cukup evaporasi dan konveksi.
panas, panas yang diterima dan adequate 2. Identifikasi
kehilangan panas 4. Lakukan tindakan perkembangan gejala-
- Temperature stabil teknik aseptik dan gajala ke arah syok
- Tidak ada kejang antiseptik pada exhaution
- Tidak ada perubahan warna perawatan luka. 3. Cairan-cairan membantu
kulit. 5. Berikan kompres dingin menyegarkan badan dan
bila tidak terjadi merupakan kompresi
ekternal rangsangan badan dari dalam
kejang. 4. Perawatan lukan
6. Laksanakan program mengeleminasi
pengobatan antibiotik kemungkinan toksin
dan antipieretik yang masih berada
7. Kolaboratif dalam disekitar luka.
pemeriksaan lab 5. Kompres dingin
leukosit. merupakan salah satu
cara untuk menurunkan
suhu tubuh dengan cara
proses konduksi.
6. Obat-obat antibakterial
dapat mempunyai
spektrum lluas untuk
mengobati bakteeerria
gram positif atau
bakteria gram negatif.
Antipieretik bekerja
sebagai proses
termoregulasi untuk
mengantisipasi panas.
7. Hasil pemeriksaan
leukosit yang meningkat
lebih dari 10.000 /mm3
mengindikasikan adanya
infeksi dan atau untuk
mengikuti
perkembangan
pengobatan yang
diprogramkan
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif Setelah dilakukan tidakan 1. Bebaskan jalan nafas 1. Secara anatomi posisi
keperawatan selama proses dengan mengatur posisi kepala ekstensi merupakan
berhubungan dengan obstruksi jalan
diharapkan bersihan jalan nafas kepala ekstensi cara untuk meluruskan
napas efektif. Dengan kriteria hasil : 2. Pemeriksaan fisik rongga pernafasan
- Suara napas bersih dengan cara auskultasi sehingga proses respiransi
- Tidak ada sianosis mendengarkan suara tetap berjalan lancar
- Tidak ada sputum nafas (adakah ronchi) dengan menyingkirkan
- Tidak ada dyspneu tiap 2-4 jam sekali pembuntuan jalan nafas.
- Menunjukan jalan nafas yang 3. Bersihkan mulut dan 2. Ronchi menunjukkan
paten. saluran nafas dari sekret adanya gangguan
dan lendir dengan pernafasan akibat atas
melakukan suction cairan atau sekret yang
4. Oksigenasi menutupi sebagian dari
5. Observasi tanda-tanda saluran pernafasan
vital tiap 2 jam sehingga perlu
6. Observasi timbulnya dikeluarkan untuk
gagal nafas. mengoptimalkan jalan
7. Kolaborasi dalam nafas.
pemberian obat 3. Suction merupakan
pengencer tindakan bantuan untuk
sekresi(mukolitik) mengeluarkan sekret,
sehingga mempermudah
proses respirasi
4. Pemberian oksigen secara
adequat dapat mensuplai
dan memberikan cadangan
oksigen, sehingga
mencegah terjadinya
hipoksia.
5. Dyspneu, sianosis
merupakan tanda
terjadinya gangguan nafas
disertai dengan kerja
jantung yang menurun
timbul takikardia dan
capilary refill time yang
memanjang/lama.
6. Ketidakmampuan tubuh
dalam proses respirasi
diperlukan intervensi yang
kritis dengan
menggunakan alat bantu
pernafasan (mekanical
ventilation)
7. Obat mukolitik dapat
mengencerkan sekret yang
kental sehingga
mempermudah
pengeluaran dan
memcegah kekentalan
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi nyeri yang 1. Berguna dalam
keperawatan selama proses pengawasan keefektifan
injuri (biologi) dirasakan klien (P, Q,
keperawatan diharapkan nyeri obat, kemajuan
berkurang. Dengan Kriteria R, S, T) penyembuhan, perubahan
Hasil: dan karakteristik nyeri.
2. Pantau tanda-tanda
- Klien mengatakan nyeri yang 2. Untuk mengontrol respon
dirasakan berkurang. vital. nyeri yang dirasakan oleh
- Klien dapat mendeskripsikan klien
3. Berikan tindakan
bagaimana mengontrol 3. Memberikan tindakan
nyeri kenyamanan. nyaman berguna untuk
- Klien mengatakan kebutuhan merangsang hormon rileks
4. Ajarkan teknik non
istirahat dapat terpenuhi pada klien dan dapat
- Klien dapat menerapkan farmakologik (relaksasi, mengurangi rasa nyeri
metode non farmakologik 4. Teknik relaksasi dan
fantasi, dll) untuk
untuk mengontrol nyeri distraksi dapat
menurunkan nyeri. menurunkan nyeri dan
5. Berikan analgetik mengurangi kecemasan.
5. Pemberian obat analgetik
sesuai indikasi
yang tepat dapat
membantu pasien untuk
beradaptasi dan mengatasi
nyeri.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi&melaporkan 1. Memantau tanda tanda
prosedur invasif tanda&gejala infeksi,
keperawatan selama proses infeksi terhadap klien dan
spt kemerahan, hangat,
keperawatan diharapkan resiko dan peningkatan suhu adanya peningkatan suhu
badan.
infeksi tidak muncul. Dengan
2. Kaji suhu klien, 2. Adanya infeksi
kriteria hasil : netropeni setiap 4 jam,
meningkatkan suhu tubuh
laporkan jika
- Klien bebas dari tanda-tanda
temperature lebih dari klien
infeksi 38° C
3. Menggunakan 3. Dengan Termometer suhu
- Klien mampu menjelaskan
thermometer untuk dapat di periksa
tanda dan gejala infeksi mengkaji suhu
4. kaji warna kulit, 4. Tanda-tanda infeksi
- Mendemonstrasikan perilaku
kelembaban kulit,
seperti cuci tangan, oral care tekstur dan turgor terhadap kulit dapat
lakukan dokumentasi diamati
dan perineal care.
yang tepat pada setiap
perubahan 5. Konsumsi diet yang sesuai
5. Dukung untuk dengan kondisi klien
konsumsi diet
seimbang, penekanan
pada protein untuk
pembentukan system
imun.
5. Intoleransi aktifitas berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Pantau asupan nutrisi 1) pemantauan untuk
dengan kelemahan umum keperawatan selama proses untuk memastikan membantu menjaga
keperawatan intoleransi aktifitas keadekuatan sumber kestabilan energi pasien
tidak muncul. Dengan Kriteria energi. 2) mengajarkan teknik
hasil: 2. Ajarkan tentang manajemen waktu agar
- Menyadari keterbatasan pengaturan aktifitas dan klien dapat memilih
energi tehnik manajemen aktivitas dan kegiatan yang
- Menyeimbangkan aktifitas waktu untuk mencegah sesuai
dan istirahat kelelahan. 3) aktivitas fisik yang teratur
- Tingkat daya tahan adekuat 3. Bantu dengan aktifitas dapat membantu klien agar
untuk beraktifitas fisik teratur dapat imobilisasi dengan
4. Rencanakan aktifitas lancar
pada periode pasien 4) menjadwalkan rencana
mempunyai energi sesuai kemampuan klien
paling banyak. 5) membantu klien memilih
5. Bantu pasien untuk aktivitas yang sesuai
mengidentifikasi dengan kondisi
pilihan aktivitas

5. Referensi

Brunner & Suddarth. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta :EGC
Doenges, ME. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.Jakarta: EGC.
Muttaqin, arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika
Nanda International, 2015, Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi, Edisi 10, EGC, Jakarta.
Smeltzer, Suzane C.2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,edisi 8 vol 3.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai