Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.         Latar Belakang
Tetanus merupakan penyakit yang sering ditemukan , dimana masih terjadi di masyarakat terutama masyarakat kelas menengah ke bawah.
Tetanus disebut juga dengan “Seven day Disease “. Dan pada tahun 1890, diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan
tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri. Lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan
pencegahan dari tetanus. (Nicalaier 1884, Behring dan Kitasato 1890 ).sebagian besar pasien tetanus berusia > 3 tahun dan < 1 minggu. Dari seringnya
kasus tetanus serta kegawatan yang ditimbulkan, maka sebagai seorang perawat atau bidan dituntut untuk mampu mengenali tanda kegawatan dan
mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat.
 
1.2.         Tujuan
1. Tujuan Umum
Sebagai media pembelajaran melalui makalah yang bertujuan untuk menambah ilmu pengetahuan tentang penyakit tetanus pada anak sehingga
mahasiswa dapat mengerti dan bisa mengamalkannya ketika praktek di rumah sakit.
1. Tujuan Khusus
 Menjelaskan pengertian dari tetanus
 Menjelaskan etiologi tetanus
 Menjelaskan patofisiologi tetanus
 Menjelaskan tanda dan gejala tetanus
 Menjelaskan ASKEP tetanus
1.3.         Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah agar pembaca khususnya mahasiswa di bidang keperawatan dapat memahami ASKEP tentang penyakit
tetanus.
 
BAB II
KONSEP DASAR DAN TINJAUAN TEORITIS
1. 1.     Pengertian
 Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran . (sulistiawati Ningsih & Ninik Wirarti)
 Tetanus atau Lockjaw merupakan penyakit akut yang menyerang susunan saraf pusat yang disebabkan oleh racun tetanospamin yang dihasilkan
oleh Clostridium Tetani
 Tetanus atau rahang terkunci (Locjaw) adalah penyakit akut , paralitik apastik yang disebabkan oleh tetanospamin , neurotoksin yang dihasilkan
oleh Clostridium Tetani
1. 2.     Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah kuman yang dikenal sebagai Clostridium Tetani  yang masuk dalam tubuh melalui :
 Luka tusuk , gigitan binatang , luka bakar
 Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik
 OMP , Caries gigi , infeksi telinga
 Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
 Penjahitan luka robek yang tidak steril dan dari bekas suntikan Clostridium Tetani
 
Karakteristik Clostridium Tetani
 Hidup anaerob , membentuk spora yang berbentuk lonjong dengan ujung yang bulat , khas seperti batang korek api.
 Sifat spora ini tahan dalam air mendidih selama 4 jam , obat antiseprik , tetapi mati dalam autoclap bila dipanaskan selama 15-20 menit pada suhu 121 0C ,
bila tidak kena cahaya maka spora ini dapat hidup ditanah berbulan-bulan bahkan sampai bertahun-tahun.
 Spora akan berubah menjadi bentuk vegetative dalam keadaan anaerob dan kemudian berkembang biak.
 Memproduksi 2 macam eksotoksin yaitu tetanospamin dan tetanolisin . tetanospamin merupakan protein dengan berat molekul 150.000 dalton , larut
dalam air . labil pada panas dan cahaya , rusak dengan enzim proteolitik , tetapi stabil dalam bentuk murni dan kering.
 Tetanospamin disebut juga neurotoksin karena toksin ini melalui beberapa jalan dapat mencapai susunan syaraf pusat dan menimbulkan gejala berupa
kekakuan (rigiditas) , spasme otot dan kejang mengeluarkan toksin bila dalam kondisi baik.
 Tetanilisin menyebabkan lisis dari sel-sel darah merah.
1. 3.      Patofisiologi
Clostridium tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang terkontaminasi dengan debu tanah , tinja binatang , pupuk . bila keadaan
menguntungkan dimana tempat luka tersebut menjadi hipoanaerob disertai terdapatnya jaringan nekrotis , leukosit mati , benda-benda asing maka
spora berubah menjadi vegetatif yang kemudian berkembang . Kuman ini tidak invasive , bila dinding sel kuman lisis maka dilepaskan eksotosin , yaitu
tetanospamin dan tetanolisin . tetanospamin sangat mudah diikat oleh syaraf dan akan mencapai saraf melalui dua cara :
a)      Secara lokal : di absorbsi melalui junction pada ujung-ujung saraf perifer motorik melalui axis silindrik kecornu anterior susunan saraf pusat
b)      Toksin di abrorbsi melalui pembuluh limfe lalu ke sirkulasi darah untuk seterusnya susunan saraf pusat .
1. 4.     Epidemiologi
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia . terutama pada daerah  resiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah . Reservoir utama kuman ini
adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini didaerah peternakan sangat tinggi . spora kuman Clostridium tetani yang
tahan kering dapat bertebaran dimana-mana .
1. 5.     Manifestasi Klinis
Masa inkubasi tetanus umumnya 3-21 hari , namun dapat singkat hanya 1-2 hari . dan kadang-kadang lebih dari 1 bulan . Makin pendek masa inkubasi
makin jelek prognosisnya . terdapat hubungan antara jarak tempat invasi clostridium tetani dengan susunan saraf pusat dan interval antara luka dan
permulaan penyakit . dimana makin jauh tempat invasi maka inkubasi makin panjang.
Secara klinis tetanus ada 3 macam :
1. a.      Tetanus Umum
Gambaran ini termasuk tetanus yang paling sering dijumpai . terjadinya bentuk ini berhubungan dengan luas dan dalamnya luka bakar yang luas , luka
tusuk yang dalam , furunkolis , ekstraksi gigi , ulkus dekubitus , dan suntikan hypodermis .
Biasanya tetanus timbul secara mendadak berupa kekakuan otot baik bersifat menyeluruh ataupun hanya sekelompok otot . kekakuan otot terutama
pada rahang  (trismus) dan leher (kaku kuduk). 50% penderita tetanus akan menunjukan trismus . Menurut berat ringannya tetanus dibagi atas :
 Tetanus ringan , trismus >3 cm, tidak disertai kejang umum walaupun dirangsang
 Tetanus sedang , trismus < 3 cm dan disertai kejang umum bila dirangsang
 Tetanus berat , trismus < 1 cm dan disertai kejang umum yang spontan.
Cole dan Youngman (1969) membagi tetanus umum atas :
a)      Grade I ringan
ü  Masa inkubasi  > 14 hari
ü  Periode of onset >6 hari
ü  Trismus positif tetapi tidak berat
ü  Sukar makan dan minum tetapi disfagia tidak ada  lokasi kekakuan dekat dengan luka berupa spamse disekitar luka dan kekakuan umum terjadi
beberapa jam atau hari.
b)      Grade II sedang
ü  Masa inkubasi (4 hari=”hari” span=”span”)
ü  Periode of onset 3 hari atau kurang
ü  Trismus berat
ü  Disfagia berat kekakuan umum dan gangguan pernafasan asfiksia , ketakutan keringat banyak dan takikardia .
 
 
1. b.      Tetanus Lokal
Tetanus ini sebenarnya merupakan banyak akan tetapi kurang dipertimbangkan karena gambaran klinis tidak khas.Bentuk tetanus ini merupakan
nyeri , kekakuan otot-otot pada bagian proximal dari tempat luka . tetanus local adalah bentuk ringan dengan angka kematian 1% kadang-kadang ini
dapat berkembang menjadi tetanus umum.
1. c.       Tetanus Chepalic
Merupakan salah satu varian tetanus local . terjadi bentuk ini bila luka mengenai daerah mata , kulit kepala , muka , telinga , leher , otitis media kronis
dan jarang akibat tonsilektomi. Gejala berupa disfungsi saraf cranial antara lain N. IV , VII . IX , X , XI , dapat berupa gengguan sendiri-sendiri
maupun kombinasi dan menetap dalam beberapa hari bahkan berbulan-bulan .Tetanus chepthalik dapat berkembang menjadi tetanus umum . pada
umumnya prognosa bentuk tetanus cheptalik jelek .
1. 6.      Komplikasi
a)      Pada saluran pernafasan
Oleh karena spasme otot-otot pernafasan dan spasme otot laring dan seringnya kejang menyebabkan terjadinya asfiksia . karena akumulasi sekresi
saliva serta sukarnya menelan air liur dan makanan atau minuman sehingga sering terjadi aspirasi pneumonia , atelektasis akibat obstruksi oleh
secret .Pneumothoraks dan mediastinal emfisema biasanya terjadi akibat dilakukanya trakheostomi.
b)      Pada kardiovaskuler
Komplikasi berupa aktivitas simpatis yang meningkat antara lain takikardi , hipertensi , vasokontriksi perifer , dan rangsangan miokardium.
 
 
c)      Pada tulang dan otot
Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi perdarahan dalam otot. Pada tulang dapat terjadi raktura columna vertebralis akibatnya
kejang yang terus menerus pada anak dan orang dewasa.
d)     Komplikasi yang lain
ü  Laserasi lidah akibat kejang
ü  Dekubitus karena penderita berbaring dalam satu posisi saja
ü  Panas yang tinggal karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar luas dan mengganggu pusat pengatur suhu.
ü  Penyebab  kematian penderita tetanus akibat kmplikasi yaitu bronchopneumonia , cardiac arrest , septikemnia , pneumotoraks.
1. 7.     Prognosa
Dipengaruhi oleh beberapa faktor :
v Masa inkubasi : makin panjang masa inkubasi biasanya penyakit makin ringan , dan sebaliknya . pada umumnya bila inkubasi kurang dari 7 hari
maka tergolong berat
v Umur : makin muda umur penderita  seperti pada neonatus maka prognosanya
v Periode of onset : adalah waktu antara timbulnya gejala tetanus , misalnya trismus sampai terjadi kejang kurang dari 48 jam prognosa jelek.
v Panas : pada umumnya febris tidak selalu ada
v Pengobatan : pengobatan yang terlambat prognosanya jelek
v Ada tidaknya komplikasi
v Frekuensi kejang : semakin sering kejang semakin jelek prognosanya
1. 8.     Penatalaksanaan Pasien Tetanus
2. Pengobatan
Pengobatan umum :
 Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi . pemberian cairan secara iv. ,sekalian untuk memberikan obat-obatan secara syring pump (volium pump)
 Menjaga saluran nafas tetap bebas , pada kasus  yang berat perlu tracheostomi
 Memeriksakan tambahan oksigen secara nasal atau sungkup.
 Kejang harus segera dihentikan dengan pemberian valium/diazepam bolus i.v., 5 mg untuk neonatus , bolus i.v., atau perectal 10 mg untuk anak-anak
(maksimum 0,7 mg/Kg BB)
Pengobatan khusus :
® Antitetanus toksin : selama infeksi , toksin tetanus berdar dalam 2 bentuk :
 Toksin bebas dalam darah (dapat dinetralisir)
 Toksin yang bergabung dengan jaringan saraf (tidak dapat dinetralisir ).
 Sebelum dilakukan pemberian antitoksin
 Anamnesa apakah ada riwayat alergi
 Tes kulit dan mata
 Harus selalu ada adrenalin 1:1000
 Tes mata
Pada konjuntiva bagian bawah diteteskan 1 tetes larutan antitoksin tetanus 1:10 dalam larutan garam faali , sedang pada mata yang lain ditetesi garam
faali . Positif bila dalam 20 menit tampak kemerahan dan bengkak pada konjuntiva.
 Tes kulit
Suntikan 0,1 larutan garam faali secara intrakutan.Reaksi positif bila dalam 20 menit pada tempat suntikan terjadi kemerahan dan indurasi lebih dari
10 mm.Bila tetes mata dan kulit semuanya positif , maka antitoksin diberikan secara bertahap (besredka) . ATS dapat diberikan 5000 unit IU i.m.,atau
TIGH (tetanus immune globulin human) 1500-3000 IU dan harus disertai dengan imunisasi aktif dengan toksoid (DPT/DT/TT)
1. Antikonvulsan dan sedative
Obat-obatan ini digunakan untuk merelaksasi otot dan mengurangi kepekaan jaringan saraf terhadap rangsang .
 Diazepam  : bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan dosis 0,5 mg/kg/bb/x i.v., perlahan-lahan dengan dosis optimum 10 mg/kg/bb/x
diulangi setiap kejang.
 Fenobarbital : Dosis awal : 1 tahun 50 mg intramuscular dan 1 tahun 75 mg intramuscular , kemudian dilanjutkan dengan dosis oral 5-9 mg/kg/bb/x
dibagi dalam 3 dosis .
 Largactik : Dosis yang dianjurkan 4mg/kg/bb/hari dibagi dalam 6 dosis
1. Antibiotic
 Penisilin prokain (PP) 50.000-100.000 IU/kg BB  diberikan terutama bila penderita alergi terhadap penisilin.
1. Perawatan luka sangat penting dan harus secara steril dan keperawatan terbuka (debridemen )
2. 9.     Pencegahan
5. Trakheostomi : dilakukan jika spasme berkepanjangqan dari otot respirasi , tidak ada kesanggupan batuk  atau menelan , obstruksi laring dan koma.
6. Hiper barik : diberikan oksigen murni pada tekanan 5 atmosper .
7. Konsultasi dengan dokter gigi atau dokter bedah atau dokter THT .
1)      Perawatan luka  : terutama pada luka tusuk , kotor atau kula terbuka yang tercemar dengan spora tetanus , harus dicegah timbulnya jaringan
anaerob pada pasien termasuk adanya jaringan mati dan nanah .
2)      Imunisasi pasif : diberikan antitoksin , pemberian antitoksin ada 2 bentuk , yaitu:
ü ATS dari serum kuda
ü Tetanus immunoglobulin human (TIGH) : Dosis yang diberikan belum ada keseragaman pendapat , yaitu antara : 1500-3000 u i.m dan 3000-5000 u
i.m Pemberian dosis sebaiknya didahului dengan tes kulit & mata . Dosis TIGH : 250-500 U i.m.
3)      Imunisasi aktif
Di indonesia dengan adanya program Pengembangan Imunisasi (PPI) selain menurunkan angka kesakitan juga mengurangi angka kematian tetanus .
Imunisasi tetanus biasanya dapat diberikan dalam bentuk DPT : DT dan TT.
ü  DPT : diberikan untuk imunisasi dasar
ü  DT : diberikan untuk booster pada usia 3 tahun , diberikan pada anak dengan riwayat demam dan kejang .
ü  TT : diberikan pada ibu hamil dan anak usia 13 tahun ke atas . Sesuai dengan program pengembangan imunisasi , imunisasi dilakukan pada usia
2,4,dan 6 tahun. Sedangkan booster dilakukan pada usia 1,5-2 tahun dan usia 5 tahun . dosis yang diberikan adalah 0,5 cc tiap kali pemberian secara
intramuscular.
4)      Khusus untuk mencegah tetanus neonatorum perlu diperhatikan kebersihan pada waktu persalinan terutama alas tempat tidur , alat pemotong
tali pusar , dan cara perawatan tali pusar.
5)      Pendidikan atau penjelasan kepada orang tua mengenai kebersihan individu dan lingkungan serta cara pemeriksaaan dan perawatan di RS dan
perlunya pemeriksaan lanjutan .
1. 10.                        Pemeriksaan Penunjang
Diagnosa tetanus ditegakan berdasarkan :
 Riwayat adanya luka yang sesuai dengan masa inkubasi
 Gejala klinis
 Penderita biasanya belum mendapatkan imunisasi .
Pemeriksaan penunjang meliputi:
v Pemeriksaan Laboratorium  : pemeriksaan darah rutin kurang menunjang dalam diagnosis karena tidak menunjukan nilai spesifik , kadar leukosit
dapat normal maupun meningkat.
v Pemeriksaan Ikrobiologi : bahan diambil dari luka berupa pus atau jaringan nekrotik . tetapi hanya 30% dari seluruh kasus tetanus yang dalam
pemeriksaan mikrobiologi terdapat clostridium tetani.
v Pemeriksaan cairan cerebrospinalis  : cairan cerebrospinalis dalam batas normal walaupun kadang –kadang meningkat akibat kontraksi otot.
v Pemeriksaan elektroensofagus
v Pemeriksaan elektromiografi
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
BAB III
ASKEP TEORITIS
1. 1.     Pengkajian
® Riwayat kehamilan prenatal. Ditanyakan apakah ibu sudah diimunisasi TT.
® Riwayat natal ditanyakan. Siapa penolong persalinan karena data ini akan membantu membedakan persalinan yang bersih/higienis atau tidak. Alat
pemotong tali pusat, tempat persalinan.
® Riwayat postnatal. Ditanyakan cara perawatan tali pusat, mulai kapan bayi tidak dapat menetek (incubation period). Berapa lama selang waktu
antara gejala tidak dapat menetek dengan gejala kejang yang pertama (period of onset).
® Riwayat imunisasi pada tetanus anak. Ditanyakan apakah sudah pernah imunisasi DPT/DT atau TT dan kapan terakhir.
® Riwayat psiko sosial : Kebiasaan anak bermain di mana dan hygiene sanitasi
® Pengetahuan anak dan keluarga.
1. 2.     Pemeriksaan fisik
 Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan gejala dari tetanus, bayi normal dan bisa menetek dalam 3 hari pertama. Hari berikutnya bayi sukar
menetek, mulut “mecucu” seperti mulut ikan. Risus sardonikus dan kekakuan otot ekstrimitas. Tanda-tanda infeksi tali pusat kotor. Hipoksia dan sianosis.
 Pada anak keluhan dimulai dengan kaku otot lokal disusul dengan kesukaran untuk membuka mulut (trismus).
 Pada wajah : Risus Sardonikus ekspresi muka yang khas akibat kekakuan otot-otot mimik, dahi mengkerut, alis terangkat, mata agak menyipit, sudut
mulut keluar dan ke bawah.
 Opisthotonus tubuh yang kaku akibat kekakuan otot leher, otot punggung, otot pinggang, semua trunk muscle.
 Pada perut : otot dinding perut seperti papan. Kejang umum, mula-mula terjadi setelah dirangsang lambat laun anak jatuh dalam status konvulsius.
 Pada daerah ekstrimitas apakah ada luka tusuk, luka dengan nanah, atau gigitan binatang.
1. 3.     Diagnosa Keperawatan
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya sekretsi atau produksi mucus
Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketegangan dan spasme otot mastikatoris , kesukaran menelan dan membuka mulut
Resiko aspirasi berhubungan dengan meningkatknya sekresi, kesukaran menelan, dan spasme otot faring.
Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang.
Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan aktifitas atanuslysin.
Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan aktifitas kejang.
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit berhubungan dengan perubahan position kesehatan, penata laksanaan gangguan kejang.
1. 4.     Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan : Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan kejang berulang
Tujuan                 :  Klien tidak mengalami cedera selama perawatan
Kriteria hasil        :
1.      Klien tidak ada cedera akibat serangan kejang
2.      klien tidur dengan tempat tidur pengaman
3.      Tidak terjadi serangan kejang ulang.
4.      Suhu 36 – 37,5 º C , Nadi 60-80x/menit (bayi), Respirasi 16-20 x/menit
5.      Kesadaran composmentis
Rencana Tindakan :
INTERVENSI RASIONAL
1)      Identifikasi dan hindari faktor pencetus2)       Tempatkan 1) Penemuan faktor pencetus untuk memutuskan rantai penyebaran
klien pada tempat tidur yang memakai pengaman di ruang yang toksin tetanus.2) Tempat yang nyaman dan tenang dapat mengurangi
tenang dan nyaman stimuli atau rangsangan yang dapat menimbulkan kejang
3)      Anjurkan klien istirahat 3) Efektivitas energi yang dibutuhkan untuk metabolisme.
sediakan disamping tempat tidur tongue spatel dan gudel untuk 4) Lidah jatung dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas.
mencegah lidah jatuh ke belakang  Tindakan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya
4)      Apabila klien kejang cedera fisik.
lindungi klien pada saat kejang dengan :  Dokumentasi untuk pedoman dalam penanganan
 Longgarkan  pakaian berikutnya.
 Posisi miring ke satu sisi  Tanda-tanda vital indikator terhadap perkembangan
 Jauhkan klien dari alat yang dapat melukainya penyakitnya dan gambaran status umum klien.
 Kencangkan pengaman tempat tidur  Efek samping dan efektifnya obat diperlukan motitoring
 Lakukan suction bila banyak secret
 Catat penyebab mulainya kejang, proses berapa
lama, adanya sianosis dan inkontinesia, deviasi
dari mata dan gejala-hgejala lainnya yang timbul.
 Sesudah kejang observasi TTV setiap 15-30 menit
dan obseervasi keadaan klien sampai benar-benar
pulih dari kejang
 Observasi efek samping dan keefektifan obat
 Observasi adanya depresi pernafasan dan
gangguan irama jantung
 Lakukan pemeriksaan neurologis setelah kejang
 Kerja sama dengan tim : untuk tindakan lanjut.
 Pemberian obat antikonvulsan dosis tinggi  Komplikasi kejang dapat terjadi depresi pernafasan dan
 Pemberian antikonvulsan (valium, dilantin, kelainan irama jantung.
phenobarbital)  Untuk mengantisipasi kejang, kejang berulang dengan
 Pemberian oksigen tambahan menggunakan obat antikonvulsan baik berupa bolus,
 Pemberian cairan parenteral syringe pump.
 Pembuatan CT scan  

Anda mungkin juga menyukai