Anda di halaman 1dari 24

Mikroorganisme Penyebab

Infeksi Syaraf Clostridium


tetani

Dosen Pengampu : Misbahul Huda, M.Kes


Kelompok 9 :

1. FRISKA DINDA BELIA 2013453005


2. ZULI ROFIKA 2013453020
3. ARETH RISTANTIWI 2013453024
4. LINGGA CATUR PAMUNGKAS 2013453035
5. NURIA FEBRIANI 2013453042
Clostridium tetani

Klasifikasi pada bakteri ini :


• Kingdom : Bacteria
• Division : Firmicute
• Class : Clostridia
• Ordo : Clostridiales
• Family : Clostridiaceae
• Genus : Clostridium
• Species : Clostridium tetani
Clostridium tetani merupakan bakteri gram positif berbentuk batang
serta memproduksi spora, memberikan gambaran klasik seperti stik
drum meski tidak selalu terlihat, berukuran panjang 2-5 µ dan lebar
0,4-0,5 µ, motile, dan merupakan bakteri anaerob obligat.

Bentuk spora Clostridium tetani dapat bertahan dalam bentuk dorman


selama bertahun-tahun, spora tersebut tahan terhadap sinar matahari,
pemanasan hingga ± 20 menit
• Bakteri gram positif
• Basil
• Motile
• Anaerob(menghasilkan /
membentuk spora)
menyerupai raket tenis /
stikdrum.
Tetanus didefinisi sebagai penyakit akut
(gangguan neurologik) yang ditandai dengan
meningkatnya tonus otot (rigiditas) dan spasme,
yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin
protein yang kuat yang dihasilkan oleh
Clostridium tetani.

Gejala tetanus bervariasi mulai dari kesulitan


membuka mulut (trimus), kesulitan menelan
(disfagia), kaku kuduk, opistotonus, hingga spase
laring yang dapat menimbulkan gagal napas.
Gejala-gejala tersebut ditimbulkan akibat toksin
yang diproduksi oleh bakteri anaerob Clostridium
tetani yang masuk melalui luka.
Patofisiologi
• Tetanus disebabkan oleh eksotoksin Clostridium tetani, bakteri bersifat obligat anaerob. Bakteri ini
terdapat di mana-mana, mampu bertahan di berbagai lingkungan ekstrim dalam periode lama
karena sporanya sangat kuat.

• Clostridium tetani telah diisolasi dari tanah, debu jalan, feses manusia dan binatang. Bakteri
tersebut biasanya memasuki tubuh setelah kontaminasi pada abrasi kulit, luka tusuk minor, atau
ujung potongan umbilikus pada neonatus;

• Pada 20% kasus mungkin tidak ditemukan tempat masuknya.

• Bakteri juga dapat masuk melalui ulkus kulit, abses, gangren, luka bakar, infeksi gigi, tindik
telinga, injeksi, atau setelah pembedahan abdominal/pelvis, persalinan dan aborsi
.
• Jika organisme ini berada pada lingkungan anaerob yang sesuai untuk pertumbuhan sporanya,
akan berkembang biak dan menghasilkan tetanospasmin dan tetanolisin.
Patogenesis
• Clostridium tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang
terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk. Cara masuknya spora ini
melalui luka yang terkontaminasi antara lain luka tusuk oleh besi, luka bakar, luka
lecet, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali pusat, kadang–
kadang luka tersebut hampir tak terlihat.

• Bila keadaan menguntungkan di mana tempat luka tersebut menjadi hipaerob -


anaerob disertai terdapatnya jaringan nekrotis, leukosit yang mati, benda–benda asing
maka spora berubah menjadi vegetatif yang kemudian berkembang. Kuman ini
tidak invasif. Bila dinding sel kuman lisis maka dilepaskan eksotoksin, yaitu
tetanospasmin dan tetanolisin.

• Tetanolisin, tidak berhubungan dengan patogenesis penyakit. Tetanospasmin, atau


secara umum disebut toksin tetanus, adalah neurotoksin yang mengakibatkan
manifestasi dari penyakit tersebut.

• Tetanospasmin dalam jumlah banyak dapat memasuki aliran darah yang kemudian
berdifusi untuk terikat pada ujung-ujung saraf di seluruh tubuh.
• Tetanospasmin masuk ke susunan saraf pusat melalui otot dimana terdapat suasana
anaerobik yang memungkinkan Clostridium tetani untuk hidup dan memproduksi
toksin. Lalu setelah masuk ke susunan saraf perifer, toksin akan ditransportasikan
secara retrograde menuju saraf presinaptik, dimana toksin tersebut bekerja.

• Toksin tersebut akan menghambat pelepasan neurotransmitter inhibisi dan secara efektif
menghambat inhibisi sinyal interneuron. Tetapi khususnya toksin tersebut
menghambat pengeluaran Gamma Amino Butyric Acid (GABA) yang spesifik
menginhibisi neuron motorik. Hal tersebut akan mengakibatkan aktivitas tidak teregulasi
dari sistem saraf motorik
Gambaran Klinis
• Riwayat adanya faktor trauma sebelumnya : timbul luka yang dapat berkontaminasi dengan tanah,
kotoran binatang, atau logam berkarat.

• Masa inkubasi tetanus umumnya : 2-38 hari, rerata 7-10 hari, namun dapat lebih singkat atau
dapat lebih lama. Makin pendek masa inkubasi makin jelek prognosisnya.

• Trias klinik: Rigiditas, spasme otot dan apabila berat akan terjadi disfungsi otonomik.

• Gejala awal tetanus : kaku kuduk, nyeri tenggorokan, dan kesulitan membuka mulut

•Terdapat hubungan antara jarak tempat invasi Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat
dan interval antara luka dan permulaan penyakit, dimana makin jauh tempat invasi maka
inkubasi makin panjang.

•Secara klinis tetanus ada 4 macam, yaitu tetanus umum, tetanus local, cephalic tetanus, dan tetanus
neonatal
1.) Tetanus Umum

• Paling sering dijumpai.Terjadinya bentuk ini berhubungan dengan jalan masuk


kuman.Biasanya dimulai dengan trismus dan risus sardonikus, lalu berproses ke spasme
umum dan opistotonus.

• Dalam 24 – 48 jam dari kekakuan otot menjadi menyeluruh sampai ke


Ekstremitas, Kaku wajah : risus sardonikus (alis tertarik ke atas, sudut mulut
tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi), akibat kekakuan otot–
otot leher bagian belakang menyebabkan nyeri waktu melakukan fleksi leher dan tubuh
sehingga memberikan gejala kuduk kaku sampai opisthotonus.

• Kesadaran penderita tetap baik walaupun nyeri yang hebat serta ketakutan yang
menonjol sehingga penderita nampak gelisah dan mudah terangsang.

•Pada kasus yang berat mudah terjadi overaktivitas simpatis berupa takikardi,hipertensi
yang labil, berkeringat banyak, panas yang tinggi dan aritmia jantung.
2.) Tetanus Lokal

Bentuk ini sebenarnya banyak akan tetapi kurang dipertimbangkan karena gambaran klinis tidak khas. Bentuk
tetanus ini berupa nyeri, kekakuan otot–otot pada bagian proksimal dari tempat luka. Tetanus lokal adalah bentuk
ringan dengan angka kematian 1%, kadang–kadang bentuk ini dapat berkembang menjadi tetanus umum.

3.) Cephalic Tetanus

Merupakan salah satu varian tetanus lokal. Terjadinya bentuk ini bila luka mengenai daerah mata, kulit kepala,
muka, telinga, otitis media kronis dan jarang akibat tonsilektomi. Gejala berupa disfungsi saraf loanial antara lain n. III, IV,
VII, IX, X, XI, dapat berupa gangguan sendiri–sendiri maupun kombinasi dan menetap dalam beberapa hari bahkan
berbulan–bulan. Cephalic Tetanus dapat berkembang menjadi tetanus umum. Pada umumnya prognosis bentuk cephalic
tetanus jelek.

4.) Tetanus Neonatal

Tetanus neonatal didefinisikan sebagai suatu penyakit yang terjadi pada anak yang memiliki kemampuan normal
untuk menyusu dan menangis pada 2 hari pertama kehidupannya, tetapi kehilangan kemampuan ini antara hari ke-3
sampai hari ke-28 serta menjadi kaku dan spasme. Tetanus neonatal, biasa terjadi karena proses melahirkan yang tidak
bersih. Gejala klinisnya biasa terjadi pada minggu kedua kehidupan, ditandai dengan kelemahan dan
ketidakmampuan menyusu, kadang disertai opistotonus.
Diagnosis Tetanus

• Diagnosis tetanus sudah cukup kuat hanya dengan berdasarkan


anamnesis serta pemeriksaan fisik. Pemeriksaan kultur Clostridium
tetani pada luka, hanya merupakan penunjang diagnosis. Adanya
trismus, atau risus sardonikus atau spasme otot yang nyeri
serta biasanya didahului oleh riwayat trauma sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis.

• Diagnosis tetanus dapat membingungkan, dan kelangsungan


hidup tergantung pada kecepatan pengobatan dengan antitoksin
dan perawatan suportif yang memadai.
Spasme otot akibat masuknya toksin Kejang otot masseter yg berlebihan
dari Clostridium tetani mengakibatkan ; (trimus)
Epidemiologi Tetanus
● Tetanus masih merupakan penyakit yang membebani di negara-negara berkembang, misal
Brazil, Filipina, Vietnam, Indonesia dan negara-negara lain.

● Angka mortalitas dari data WHO pada tahun 1992 sebanyak 1.000.000 kasus di seluruh
dunia, termasuk didalamnya 580.000 kematian akibat tetanus neonatorum, 210.000 di Asia
Tenggara dan 152.000 di Afrika. Mortalitas dari penyakit tetanus melebihi 50 % di
negara berkembang, dengan penyebab kematian terbanyak karena mengalami
kegagalan pernapasan akut. Angka mortalitas menurun karena perbaikan sarana intensif
(ICU dan ventilator), membuktikan bahwa penelitian-penelitian yang dilakukan oleh ahli
sangat berguna dalam efektivitas penanganan penyakit tetanus.
Gejala Klinis
• Pada 80-90% penderita, gejala muncul 1-2 minggu setelah terinfeksi. Selang
waktu sejak munculnya gejala pertama sampai terjadinya spasme pertama
disebut periode onset.

• Periode onset maupun periode inkubasi secara signifikan menentukan


prognosis. Makin singkat (periode onset <48 jam dan periode inkubasi <7 hari)
menunjukkan makin berat penyakitnya.
Komplikasi Tetanus
Pengobatan Tetanus
• Tahap Pertolongan Pertama

1.) Letakkan pasien pada posisi yang aman dan nyaman.


2.) Jika pasien tidak sadar atau kejang, jangan berikan sendok atau memasukkan benda apapun ke dalam
mulut.
3.) Bantu pasien untuk melancarkan pernapasan dengan memiringkan posisi tubuh pasien. Hal ini
dimaksudkan agar lidah terjatuh ke belakang.
4.) Segera hubungi Rumah Sakit atau Instansi Kesehatan terdekat.

• Tahap Lanjutan ( yang dilakukan oleh pihak Rumah Sakit)

1.) Antibiotik
- Metronidazole diberikan secara intravena dengan dosis inisial 15 mg/kgBB dilanjutkan dosis 30
mg/kgBB/hari setiap 6 jam selama 7-10 hari = bila ada infeksi campuran dengan kuman penghasil
betalaktamase.
-Lini kedua dapat diberikan penicillin procain
50.000-100.000 U/kgBB/hari selama 7-10 hari. Alergi penisilin, diberikan alternatif: eritromisin,
klindamisin, kloramfenikol, tetrasiklin. Dosis tetrasiklin adalah 50 mg/kgBB/hari.
2.) Netralisasi Toksin
Sebelum memberikan serum antitetanus (ATS) pada pasien, akan dilakukan uji serum terlebih
dshulu pada kulit pasien. Bila di Rumah Sakit memiliki human tetanus immunoglobulin, obat
tetanus yang dapat diberikan juga kepada pasien sebagai tambahan.

3.) Antikonvulsan
Pemberian obat-obat yang dapat mencegah kejang atau mengurangi kejang (konvulsan) juga bisa
dilakukan, seperti diazepam. Obat tetanus ini juga berfungsi mengatasi rasa cemas.

4.) Perawatan Luka


Dilakukan setelah pemberian antitoksin ATS dan antikonvulsan.

5.) Terapi Suportif


Pada tahap ini, pasien akan dibebaskan jalan napasnya kemudian diberikan oksigen. Pemberian
cairan dan nutrisi serta pemantauan juga akan dilakukan.
Pencegahan Tetanus
● Imunisasi secara rutin
Termasuk imunisasi dasar difteri, pertusis, dan tetanus (DPT) yang diberikan sebanyak tiga
kali sejak usia 2 Bulan. Imunisasi ini dilakukan ddengan jarak 4-6 minggu, yang kemudian
dilakukan kembali pada usia 18 tahun dan 5 tahun.

● Penanganan Luka segera


Jika mengalami luka, segeralah bersihkan dan berikan cairan antitetanus untuk
menghindari infeksi. Terutama pada luka dalam, seperti terkena besi, terjatuh di tempat
yang kotor, atau digigit anjing.
Sekian, Terimakasih!

Anda mungkin juga menyukai