• Clostridium tetani telah diisolasi dari tanah, debu jalan, feses manusia dan binatang. Bakteri
tersebut biasanya memasuki tubuh setelah kontaminasi pada abrasi kulit, luka tusuk minor, atau
ujung potongan umbilikus pada neonatus;
• Bakteri juga dapat masuk melalui ulkus kulit, abses, gangren, luka bakar, infeksi gigi, tindik
telinga, injeksi, atau setelah pembedahan abdominal/pelvis, persalinan dan aborsi
.
• Jika organisme ini berada pada lingkungan anaerob yang sesuai untuk pertumbuhan sporanya,
akan berkembang biak dan menghasilkan tetanospasmin dan tetanolisin.
Patogenesis
• Clostridium tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang
terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk. Cara masuknya spora ini
melalui luka yang terkontaminasi antara lain luka tusuk oleh besi, luka bakar, luka
lecet, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali pusat, kadang–
kadang luka tersebut hampir tak terlihat.
• Tetanospasmin dalam jumlah banyak dapat memasuki aliran darah yang kemudian
berdifusi untuk terikat pada ujung-ujung saraf di seluruh tubuh.
• Tetanospasmin masuk ke susunan saraf pusat melalui otot dimana terdapat suasana
anaerobik yang memungkinkan Clostridium tetani untuk hidup dan memproduksi
toksin. Lalu setelah masuk ke susunan saraf perifer, toksin akan ditransportasikan
secara retrograde menuju saraf presinaptik, dimana toksin tersebut bekerja.
• Toksin tersebut akan menghambat pelepasan neurotransmitter inhibisi dan secara efektif
menghambat inhibisi sinyal interneuron. Tetapi khususnya toksin tersebut
menghambat pengeluaran Gamma Amino Butyric Acid (GABA) yang spesifik
menginhibisi neuron motorik. Hal tersebut akan mengakibatkan aktivitas tidak teregulasi
dari sistem saraf motorik
Gambaran Klinis
• Riwayat adanya faktor trauma sebelumnya : timbul luka yang dapat berkontaminasi dengan tanah,
kotoran binatang, atau logam berkarat.
• Masa inkubasi tetanus umumnya : 2-38 hari, rerata 7-10 hari, namun dapat lebih singkat atau
dapat lebih lama. Makin pendek masa inkubasi makin jelek prognosisnya.
• Trias klinik: Rigiditas, spasme otot dan apabila berat akan terjadi disfungsi otonomik.
• Gejala awal tetanus : kaku kuduk, nyeri tenggorokan, dan kesulitan membuka mulut
•Terdapat hubungan antara jarak tempat invasi Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat
dan interval antara luka dan permulaan penyakit, dimana makin jauh tempat invasi maka
inkubasi makin panjang.
•Secara klinis tetanus ada 4 macam, yaitu tetanus umum, tetanus local, cephalic tetanus, dan tetanus
neonatal
1.) Tetanus Umum
• Kesadaran penderita tetap baik walaupun nyeri yang hebat serta ketakutan yang
menonjol sehingga penderita nampak gelisah dan mudah terangsang.
•Pada kasus yang berat mudah terjadi overaktivitas simpatis berupa takikardi,hipertensi
yang labil, berkeringat banyak, panas yang tinggi dan aritmia jantung.
2.) Tetanus Lokal
Bentuk ini sebenarnya banyak akan tetapi kurang dipertimbangkan karena gambaran klinis tidak khas. Bentuk
tetanus ini berupa nyeri, kekakuan otot–otot pada bagian proksimal dari tempat luka. Tetanus lokal adalah bentuk
ringan dengan angka kematian 1%, kadang–kadang bentuk ini dapat berkembang menjadi tetanus umum.
Merupakan salah satu varian tetanus lokal. Terjadinya bentuk ini bila luka mengenai daerah mata, kulit kepala,
muka, telinga, otitis media kronis dan jarang akibat tonsilektomi. Gejala berupa disfungsi saraf loanial antara lain n. III, IV,
VII, IX, X, XI, dapat berupa gangguan sendiri–sendiri maupun kombinasi dan menetap dalam beberapa hari bahkan
berbulan–bulan. Cephalic Tetanus dapat berkembang menjadi tetanus umum. Pada umumnya prognosis bentuk cephalic
tetanus jelek.
Tetanus neonatal didefinisikan sebagai suatu penyakit yang terjadi pada anak yang memiliki kemampuan normal
untuk menyusu dan menangis pada 2 hari pertama kehidupannya, tetapi kehilangan kemampuan ini antara hari ke-3
sampai hari ke-28 serta menjadi kaku dan spasme. Tetanus neonatal, biasa terjadi karena proses melahirkan yang tidak
bersih. Gejala klinisnya biasa terjadi pada minggu kedua kehidupan, ditandai dengan kelemahan dan
ketidakmampuan menyusu, kadang disertai opistotonus.
Diagnosis Tetanus
● Angka mortalitas dari data WHO pada tahun 1992 sebanyak 1.000.000 kasus di seluruh
dunia, termasuk didalamnya 580.000 kematian akibat tetanus neonatorum, 210.000 di Asia
Tenggara dan 152.000 di Afrika. Mortalitas dari penyakit tetanus melebihi 50 % di
negara berkembang, dengan penyebab kematian terbanyak karena mengalami
kegagalan pernapasan akut. Angka mortalitas menurun karena perbaikan sarana intensif
(ICU dan ventilator), membuktikan bahwa penelitian-penelitian yang dilakukan oleh ahli
sangat berguna dalam efektivitas penanganan penyakit tetanus.
Gejala Klinis
• Pada 80-90% penderita, gejala muncul 1-2 minggu setelah terinfeksi. Selang
waktu sejak munculnya gejala pertama sampai terjadinya spasme pertama
disebut periode onset.
1.) Antibiotik
- Metronidazole diberikan secara intravena dengan dosis inisial 15 mg/kgBB dilanjutkan dosis 30
mg/kgBB/hari setiap 6 jam selama 7-10 hari = bila ada infeksi campuran dengan kuman penghasil
betalaktamase.
-Lini kedua dapat diberikan penicillin procain
50.000-100.000 U/kgBB/hari selama 7-10 hari. Alergi penisilin, diberikan alternatif: eritromisin,
klindamisin, kloramfenikol, tetrasiklin. Dosis tetrasiklin adalah 50 mg/kgBB/hari.
2.) Netralisasi Toksin
Sebelum memberikan serum antitetanus (ATS) pada pasien, akan dilakukan uji serum terlebih
dshulu pada kulit pasien. Bila di Rumah Sakit memiliki human tetanus immunoglobulin, obat
tetanus yang dapat diberikan juga kepada pasien sebagai tambahan.
3.) Antikonvulsan
Pemberian obat-obat yang dapat mencegah kejang atau mengurangi kejang (konvulsan) juga bisa
dilakukan, seperti diazepam. Obat tetanus ini juga berfungsi mengatasi rasa cemas.