Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH SITOLOGI DARAH

KELAINAN SEL ERITROSIT

Dosen Pengampu : Sri Ujiani, M.Biomed.

Disusun oleh:

KELOMPOK 3

Satria Prima Sari 2013453014


Tiara Putri 2013453018
Vina Resti Utami 2013453019
Adzanda Oktavema Zaelani 2013453022
Alika Rizky Cahyani 2013453023
Areth Ristantiwi 2013453024
Arum Kusumawati 2013453025
Cantika Dian 2013453026
M. Fadil Alimron 2013453037

POLTEKKES KEMENKES TANJUNG KARANG


TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul “Kelainan Sel Eritrosit”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas
mata kuliah Sitologi Darah di Jurusan Teknologi Laboratorium Medis, Politeknik Kesehatan
Tanjung Karang. Dalam penulisan dan menyusun makalah, penulis ingin menyampaikan
ucapan terimakasih kepada dosen mata kuliah Sitologi Darah yang telah memberikan nasihat
dan bimbingan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik dan tepat waktu.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.

Bandar Lampung, 18 Mei 2022

Kelompok 3

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Masalah

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Eritrosit Normal

2.2 Kelainan eritrosit

1. Kelainan Ukuran Eritrosit

2. Kelainan Bentuk Eritrosit

3. Kelainan Warna Eritrosit

4. Kelainan Benda-Benda Inklusi

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sel darah merah, yang juga disebut sebagai eritrosit, bertugas mengangkut oksigen dari
paru ke seluruh tubuh. Fungsi ini dapat diukur melalui tiga macam tes. Hitung Sel Darah
Merah (red blood cell count/RBC) yang menghitung jumlah total sel darah merah,
hemoglobin (Hb) yaitu protein dalam sel darah merah yang bertugas mengangkut oksigen
dari paru ke bagian tubuh lain, dan hematokrit (Ht atau HCT) yang mengukur persentase sel
darah merah dalam seluruh volume darah. ( Wikipedia, 2009 ). Eritrosit tidak mempunyai
inti sel tetapi mengandung beberapaorganel dalam sitoplasma. Sitoplasma dalam eritrosit
berisi hemoglobin yang mengandung zat besi (Fe) sehingga dapat mengikat oksigen.
Eritrosit berbentuk bikonkaf dan berdiameter 7-8 mikron. Bentuk bikonkaf tersebut
menyebabkan eritrosit bersifat fleksibel sehingga dapat melewati pembuluh darah yang
sangat kecil dengan baik. Bentuk eritrosit pada mikroskop biasanya tampak bulat berwarna
merah dan dibagian tengahnya tampak lebih pucat, atau disebut (central pallor) diameter 1/3
dari keseluruhan diameter eritrosit.
Eritrosit berjumlah paling banyak diantara sel-sel darah lainnya. Dalam satu milliliter
darah terdapat kira-kira 4,5 – 6 juta eritrosit, oleh sebab itu darah berwarna merah. Eritrosit
normal berukuran 6 – 8 Nm atau 80 – 100 fL (femloliter). Bila MCV kurang dari 80 fL
disebut (mikrositik) dan jika lebih dari 100fL disebut (makrositik).
Eritrosit normal berukuran 6-8 um. Dalam sediaan apus, eritrosit normal berukuran
sama dengan inti limposit kecil dengan area ditengah berwarna pucat. Kelainan morfologi
eritrosit berupa kelainan ukuran (size), bentuk (shape), warna (staining characteristics) dan
benda -benda inklusi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana morfologi eritrosit normal ?
2. Bagaimana kelainan bentuk pada eritrosit ?
3. Bagaimana kelainan warna pada eritrosit ?
4. Bagaimana kelainan ukuran pada eritrosit ?
5. Bagaimana kelainan benda-benda inklusi pada eritrosit ?

4
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui morfologi eritrosit normal.
2. Untuk mengetahui bentuk pada eritrosit.
3. Untuk mengetahui warna pada eritrosit.
4. Untuk mengetahui ukuran pada eritrosit.
5. Untuk mengetahui benda-benda inklusi pada eritrosit.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Eritrosit Normal


Eritrosit merupakan bagian utama dari sel-sel darah. Dalam setiap 1 mm 3 darah
terdapat sekitar 5 juta eritrosit atau sekitar 99%, oleh karena itu setiap pada sediaan darah
yang paling banyak menonjol adalah sel-sel tersebut. Dalam keadaan normal, eritrosit
manusia berbentuk bikonkaf dengan diameter sekitar 6 -8 μm, tebal ± 2.6 μm dan tebal
tengah ± 0.8 μm dan tanpa memiliki inti (Widayati, dkk, 2010).
Tiap-tiap sel darah merah mengandung 200 juta molekul hemoglobin. Hemoglobin
(Hb) merupakan suatu protein yang mengandung senyawa besi hemin. Hemoglobin
mempunyai fungsi mengikat oksigen di paru-paru dan mengedarkan ke seluruh jaringan
tubuh. Jadi, dapat dikatakan bahwa di paru-paru terjadi reaksi antara hemoglobin dengan
oksigen. Kandungan hemoglobin inilah yang membuat darah berwarna merah (Widayati,
dkk, 2010).
A. Struktur Eritrosit
Komposisi molekuler eritrosit menunjukan bahwa lebih dari separuhnya terdiri
dari air (60%) dan sisanya berbentuk substansi padat. Secara keseluruhan isi
eritrosit merupakan substansi koloidal yang homogen, sehingga sel ini bersifat
elastis dan lunak. Eritrosit mengandung protein yang sangat penting bagi
fungsinya yaitu globin yang dikonjugasikan dengan pigmen hem membentuk
hemoglobin untuk mengikat oksigen yang akan diedarkan keseluruh bagian tubuh.
Seperti halnya sel-sel yang lain, eritrositpun dibatasi oleh membran plasma yang
bersifat semipermeable dan berfungsi untuk mencegah agar koloid yang
dikandungnya tetap didalam (Iqbal, 2012).
Dari pengamatan eritrosit banyak hal yang harus diperhatikan untuk
mengungkapkan berbagai kondisi kesehatan tubuh. Misalnya tentang bentuk,
ukuran, warna dan tingkat kedewasaan eritrosit dapat berbeda dari normal.
Eritrosit normal mempunyai bentuk bikonkaf, seperti cakram dengan garis tengah
7,5 uM dan tidak berinti. Warna eritrosit kekuning-kuningan dan dapat berwarna
merah karena dalam sitoplasmanya terdapat pigmen warna merah berupa
hemoglobin (Widayati, dkk, 2010).

6
Warna eritrosit tidak merata seluruh bagian, melainkan bagian tengah yang
lebih pucat, karena bagian tengah lebih tipis daripada bagian pinggirnya. Pada
keadaan normal bagian tengah tidak melebihi 1/3 dari diameternya sehingga
selnya dinamakan eritrosit normokhromatik. Apabila bagian tengah yang pucat
melebar disertai bagian pinggir yang kurang terwarna maka eritrosit tersebut
dinamakan eritrosit hipokromatik. Sebaliknya apabila bagian tengah yang
memucat menyempit selnya dimanakan eritrosit hiperkhromatik (Iqbal, 2012).
B. Pembentukan Eritrosit
Eritrosit dibentuk dalam sumsum merah tulang pipih, misalnya di tulang dada,
tulang selangka, dan di dalam ruas-ruas tulang belakang. Pembentukannya terjadi
selama tujuh hari. Pada awalnya eritrosit mempunyai inti, kemudian inti lenyap
dan hemoglobin terbentuk. Setelah hemoglobin terbentuk, eritrosit dilepas dari
tempat pembentukannya dan masuk ke dalam sirkulasi darah.
Eritrosit dalam tubuh dapat berkurang karena luka sehingga mengeluarkan
banyak darah atau karena penyakit, seperti malaria dan demam berdarah. Keadaan
seperti ini dapat mengganggu pembentukan eritrosit.
Eritrosit (sel darah merah) dihasilkan pertama kali di dalam kantong kuning
telah saat embrio pada minggu-minggu pertama. Proses pembentukan eritrosit
disebut eritropoisis. Setelah beberapa bulan kemudian, eritrosit terbentuk di dalam
hati, limfa, dan kelenjar sumsum tulang. Produksi eritrosit ini dirangsang oleh
hormon eritropoietin. Setelah dewasa eritrosit dibentuk di sumsum tulang
membranosa. Semakin bertambah usia seseorang, maka produktivitas sumsum
tulang semakin turun.
Sel pembentuk eritrosit adalah hemositoblas yaitu sel batang myeloid yang
terdapat di sumsum tulang. Sel ini akan membentuk berbagai jenis leukosit,
eritrosit, megakariosit (pembentuk keping darah). Rata-rata umur sel darah merah
kurang lebih 120 hari. Sel-sel darah merah menjadi rusak dan dihancurkan dalam
sistem retikulum endotelium terutama dalam limfa dan hati.
Globin dan hemoglobin dipecah menjadi asam amino untuk digunakan sebagai
protein dalam jaringan-jaringan dan zat besi dalam hem dari hemoglobin
dikeluarkan untuk dibuang dalam pembentukan sel darah merah lagi. Sisa hem
dari hemoglobin diubah menjadi bilirubin (warna kuning empedu) dan biliverdin,
yaitu yang berwarna kehijau-hijauan yang dapat dilihat pada perubahan warna
hemoglobin yang rusak pada luka memar.

7
Masa hidup eritrosit hanya sekitar 120 hari atau 4 bulan, kemudian dirombak
di dalam hati dan limpa. Sebagian hemoglobin diubah menjadi bilirubin dan
biliverdin, yaitu pigmen biru yang memberi warna empedu. Zat besi hasil
penguraian hemoglobin dikirim ke hati dan limpa, selanjutnya digunakan untuk
membentuk eritrosit baru. Kira-kira setiap hari ada 200.000 eritrosit yang dibentuk
dan dirombak. Jumlah ini kurang dari 1% dari jumlah eritrosit secara keseluruhan
(Iqbal, 2012).

2.2 Kelainan Eritrosit


Pembentukan sel darah merah dirangsang oleh hormon glikoprotein dan eritroprotein
yang berasal dari organ ginjal. Massa sel darah merah yang bersirkulasi dalam tubuh bisa
mengalami perubahan. Bila terjadi adanya peningkatan kuantitas volume sel darah merah
disebut polisitemia. Sebaliknya jika sel darah merah berkurang maka akan timbul anemia
(Iqbal, 2012).
Kelainan morfologi eritrosit berupa kelainan ukuran (size), bentuk (shape), warna
(staining characteristics) dan benda-benda inklusi. Berikut macam-macam kelainannya :
1. Kelainan Ukuran Eritrosit
a. Makrosit
Makrosit adalah ukuran eritrosit yang lebih besar daripada normal,
dengan ukuran > 8μm. MCV lebih dari normal dan MCH biasanya tidak
berubah. Terjadi karena pematangan inti eritrosit terganggu, dijumpai pada
defisiensi vitamin B₁₂ atau asam folat. Penyebab lainnya adalah karena
rangsangan eritropoietin yang berakibat meningkatkatnya sintesa hemoglobin

8
dan meningkatkan pelepasan retikulosit kedalam sirkulasi darah. Sel ini
didapatkan pada anemia megaloblastik, penyakit hati menahun berupa thin
macrocytes dan pada keadaan dengan retikulositosis, seperti anemia hemolitik
atau anemia paska pendarahan (Iqbal, 2012).

b. Mikrosit
Eritrosit yang lebih kecil daripada eritrosit normal, dengan ukuran <
6μm. Pada pemeriksaan sel darah lengkap didapatkan MCV yang rendah.
Terjadinya karena menurunnya sintesa hemoglobin yang disebabkan defisiensi
besi, defeksintesa globulin, atau kelainan mitokondria yang mempengaruhi
unsure hem dalam molekul hemoglobin. Sel ini didapatkan pada anemia
hemolitik, anemia megaloblastik, thalasemia dan pada anemia defisiensi besi
(Iqbal, 2012).

c. Anisositosis
Anisositosis tidak menunjukkan suatu kelainan hematologik yang spesifik.
Keadaan ini ditandai dengan adanya eritrosit dengan ukuran yang tidak sama
besar dalam sediaan apus darah tepi dan bervariasi dalam ukurannya daripada

9
keadaan normal. Anisositosis jelas terlihat pada anemia mikrositik yang ada
bersamaan dengan anemia makrositik seperti pada anemia gizi (Iqbal, 2012).

2. Kelainan Bentuk Eritrosit


a. Akantosit
Akantosit adalah eritrosit yang pada dindingnya terlihat tonjolan-
tonjolan sitoplasma yang runcing dengan jumlah 5 – 10 buah, panjang dan
besar tonjolan bervariasi, dan tersebar tidak merata di permukaan sel. Sel ini
bisa dilihat pada abetalipoproteinemia,sirosis hati,anemi hemolitik, dll
(Quintana,2012). Mikroskopis sel ini adalah:
 Eritrosit dengan tonjolan sitoplasma runcing
 Bentuk tidak teratur seperti duri
 Sitoplasma tampak tidak berwarna pucat
 Ditribusi normal tidak ada

b. Burr cell

10
Eritrosit dengan tonjolan sitoplasma yang teratur. Sel biasanya bikonkaf dan
distribusi dalam darah normalnya tidak ada. Sel ini berbeda dengan crenated
cell. Diakibatkan kadar ureum tinggi (GGK). (Quintana,2012)

c. Crenated cell
Creanated cell adalah eritrosit yang kelihatan dengan dinding "bergerigi"
karena adanya tonjolan-tonjolan sitoplasma yang tumpul dan tersebar merata
dipermukaan sel, Umumnya terjadi karena kesalahan teknik dalam pembuatan
sediaan apus. (Quintana,2012).

d. Ovalosit
Ovalosit adalah eritrosit berbentuk lonjong, misalnya dilihat pada
ovalositosis herediter. Bentuk sangat bervariasi seperti oval, dalam sediaan
hapus tampak lebih dari 90% eritrosit berbentuk oval. Bentuk ini harus
dibedakan dari makroovalosit yang di dapatkan dari anemia megaloblastik
dengan eritrosit berukuran besar dan oval. Dalam keadaan normal ovalosit
dapat di jumpai dalam jumlah sedikit dalam darah tepi. (Quintana,2012)

11
e. Eliptosit
Elliptosit adalah eritrosit berbentuk lonjong, misalnya dilihat pada
ovalositosis herediter. Bentuk sangat bervariasi seperti oval, pensil dan cerutu
dengan konsentrasi Hb umumnya tidak menunjukkan hipokromik. Hb
berkumpul pada kedua kutub sel.
Ditemukan pada:
 Elliptositosis herediter ( 90 – 95% eritrosit berbentuk ellips)
 Anemia megaloblastik dan anemia hipokromik (gambaran elliptosit
tidak > 10 %)
 Elliptositosis dapat menyolok pada mielosklerosis (Quintana,2012)

f. Stomatosit
Khas kelainan sel ini pada sitoplasmanya dimana tampak daerah kepucatan
pada sitoplasmanya. Distribusi dalam darah tepi < 5% dari eritrosit normal.
Jumlahnya biasanya sedikit apabila jumlahnya banyak disebut stomatositosis.
Pada stomatosis herediter tampak sel ini lebih banyak tersebar. Pada
mikroskop elektron tampak sel seperti mangkok. Sentral akromia eritrosit
tidak berbentuk lingkaran tetapi memanjang seperti celah bibir mulut.

12
Jumlahnya biasanya sedikit apabila jumlahnya banyak disebut stomatositosis
(Quintana,2012). Ditemukan pada:
 Stomasitosis herediter
 Alkoholisme akut
 Penyakit hati menahun

g. Leptosit/Sel Target
Eritrosit dengan permukaan luas, bundar, tengahnya menonjol sehingga
tampak lebih gelap dikelilingi daerah pucat. Bentuk seperti mangkok kecil.
Distribusi dalam darah > 2 % (Quintana,2012). Dapat ditemukan pada :
 Thalasemia
 Penyakit hati kronik
 Hb-pati
 Pasca splenektomi

h. Poikilositosis
Disebut poikilositosis apabila pada suatu sediaan apus ditemukan
bermacam-macam variasi bentuk eritrosit (Quintana,2012). Ditemukan pada:

13
 Anemia yang berat disertai regenerasi aktif eritrosit atau
hemopoesis ekstrameduler
 Eritropoesis abnormal (anemia megaloblastik, leukemia,
mielosklerosis,dll)
 Dekstruksi eritrosit di dalam pembuluh darah (anemia
hemolitik)

i. Sel Sabit
"Sickle cell" adalah eritrosit yang bentuknya seperti bulan sabit atau
clurit. Kadang-kadang bervariasi berupa lanset huruf  “L”, “V”, atau “S” dan
kedua ujungnya lancip. Sel ini dapat dijumpai pada "sickle cell disease", atau
hemoglobinopati lainnya. Terjadi oleh karena gangguan oksigenasi sel.
Ditemukan pada penyakit-penyakit Hb-pati seperti Hb S dan lain-lain
(Quintana,2012).

j. Scistosit/Fragmentosit
Merupakan suatu pecahan eritrosit dengan berbagai macam bentuk.
Ukurannya lebih kecil dari eritrosit normal. Bentuk fragmen dapat bermacam-

14
macam seperti helmet cell, triangular cell, dan sputnik cell. Ditemukan pada
anemia hemolitik. (Quintana,2012)

k. Tear Drop Cell


Tear drop cell adalah eritrosit yang bentuknya seperti tetesan air mata
atau kelihatan seperti buah "pear", dapat dijumpai pada
thalasemia,mielofibrosis,dll. Distribusi dalam darah < 5 %. Kelainan di dapat
pada pasien Mielofibrosis (Quintana,2012).

l. Roulleaux Formation
Rouleaux formation merupakan kondisi yang menyebabkan
pembentukan rouleaux termasuk infeksi , multiple myeloma , inflamasi
gangguan jaringan ikat dan, dan kanker. Hal ini juga terjadi pada diabetes
mellitus dan merupakan salah satu faktor penyebab untuk oklusi
mikrovaskuler di retinopati diabetes. Protein fase akut, terutama fibrinogen

15
berinteraksi dengan asam sialat pada permukaan sel darah merah untuk
memfasilitasi pembentukan rouleaux. Peningkatan rasio sel darah merah
untuk plasma volume, seperti yang terlihat dalam pengaturan anemia dan
hipovolemia, meningkatkan pembentukan rouleaux dan mempercepat
sedimentasi (Widayati, dkk, 2010).

m. Sferosit
Sferosit dengan bentuk lebih bulat, lebih kecil dan lebih tebal dari eritrosit
normal. Dialami pada penderitabanemia hemolitik autoimun, lupus
eritematous sistemik, septikemia dan pasca tranfusi

n. Helmet Cell
Helmet Cell menyerupai helm football, sel ini kehilangan sebagian
membrannya. Sel ini ditemukan pada MAHA (microangiopathic hemolytic
anemia) (Bell 2005).

16
o. Auto Aglutinasi
Autoglutinasi menggambarkan kelompok eritrosit yang saling menempel dari
berbagai arah permukaan membran. Gambaran aglutinasi berbentuk seperti
gumpalan berbeda dengan formasi rouleaux yang hanya dari kedua sisi
sehingga berbentuk seperti tumpukan koin. Disebut autoaglutinasi karena
aglutinasi disebabkan oleh antibodi yang dihasilkan tubuh mengenali eritrosit
pasien sendiri sebagai antigen asing, sehinga menyebabkan pecahnya eritrosit
(hemolisis). Autoaglutinasi disebabkan oleh adanya autoantibodi IgM yang
multivalen, sedangkan antibodi IgG biasanya tidak menyebabkan
autoaglutinasi. Autoaglutinasi biasa ditemukan pada kasus autoimmune
hemolytic anemia (AIHA), limfoma, CLL, dan mononukleosis infeksiosa).
Autoaglutinasi bisa dikonfirmasi dengan Direct Coomb’s test yang positif.

3. Kelainan Warna Eritrosit


a. Hipokrom
Hipokromia dalah suatu keadaan dimana konsentrasi Hb kurang dari 
normal sehingga sentral akromia melebar  (>1/2 sel) dan terjadi penurunan
warna eritrosit yaitu peningkatan diameter central pallor melebihi normal
sehingga tampak lebih pucat. Pada hipokromia yang berat lingkaran tepi sel

17
sangat tipis disebut dengan eritrosit berbentuk cincin     (anulosit). Distribusi
normal sel ini adalah 10 % dalam darah (Ayu,2017). Hipokromia ditemukan
pada:

 Anemia defesiensi fe
 Anemia sideroblasti
 Penyakit menahun(mis. Gagal gunjal kronik)
 Talasemia
 Hb-pati (C dan E)

b. Hiperkrom/polikrom

Hiperkromik/polikromik adalah eritrosit yang tampak lebih


merah/gelap dari warna normal. Keadaan ini kurang mempunyai arti penting
karena dapat disebabkan oleh penebalan membrane sel dan bukan karena
naiknya Hb (oversaturation). Kejenuhan Hb yang berlebihan tidak dapat
terjadi pada eritrosit normal sehingga true hypercromia tidak dapat terbentuk.
Ditemukan pada sferositosis (Ayu,2017)

18
4. Benda-Benda Inklusi

a. Benda Howell Jolly

Howell jolly merupakan sisa inti dari eritrosit. Dengan bentuk bulat,
yang berwarna biru tua atau ungu, tunggal atau berganda, biasanya berada
ditepi sel dan dapat berukuran sampai 1μm diameter. Dalam keadaan normal
butir-butir ini dipecahkan oleh limpa. Ditemukan pada pasca splenektomi,
anemia hemolitik, anemia megaloblastik, kelainan metabolisme hemoglobin,
steatorrhoe osteomyelodisplasia, thalasemia, atrofi limpa dan anemia
defisiensi asam folat (Widayati, dkk, 2010).

b. Cabot Ring

Merupakan sisa dari membran inti, warna biru keunguan, bentuk cincin
angka ‘8’. Terdapat dalam sitoplasma. Terbentuk dari kumparan mitosis dan
merupakan artefak akibat kerusakan protein. Ditemukan pada Talasemia,
Anemia pernisiosa, Anemia hemolitik, Keracunan timah, Pasca splenektomi,
Anemia megaloblastik (Widayati, dkk, 2010).

19
c. Papenheimer Bodies

Eritrosit dengan granula kasar, dengan diameter ± 2 µ yang


mengandung Fe, Ferritin, berwarna biru oleh karena memberikan reaksi
Prusian blue positif. Eritrosit yang mengandung benda inklusi ini disebut
sideroblastik dan bila ditemukan >10% dalam sediaan apus, petanda adanya
gangguan sintesa hemoglobin. ditemukan pada anemia sideroblastik, pasca
splenektomi, beberapa anemia hemolitik, alkohol dan polikromatofilik
(Widayati, dkk, 2010).

d. Basophilic Stippling

Pada eritrosit terdapat bintik-bintik granula yang halus atau kasar,


berwarna biru, multiple dan difus. Eritrosit dengan granula biru-hitam granula

20
ini dari kondensasi atau presipitasi RNA ribosom akibat dari defective
hemoglobin syntesis.
Mekanisme terjadinya Basoplilic stippling pada keracunan Pb diawali
dengan masuknya Pb dalam kadar toksik tertentu menyebabkan defisiensi
enzim G-6PD dan penghambatan enzim pirimidin-5’-nukleotidase sehingga
terjadi akumulasi RNA serta ribosom, kemudian terjadi kondensasi atau
presipitasi RNA ribosom dan menyebabkan adanya eritrosit yang didalam
sitoplasmanya terbentuk titik atau granula berwarna biru halus yang tersebar
rata. Granula yang terbentuk ini berasal dari devective hemoglobig sintesis.
Distribusi dalam darah <0,1% dari eritrosit dalam darah normal. Adanya
basofilik pada sel darah menandakan pasien tersebut mengalamai beberapa
keadaan seperti myelodysplastic syndrome, sideroblastic anemia, lead
poisoning (normocytic anemia), arsenic poisoning, beta thalassemia, alpha-
thalassemia, hereditary pyrimidine 5'-nucleotidase deficiency dan thrombotic
thrombocytopenic purpura (Widayati, dkk, 2010).

21
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Eritrosit normal berukuran 6-8 um. Dalam sediaan apus, eritrosit normal berukuran
sama dengan inti limposit kecil dengan area ditengah berwarna pucat. Kelainan morfologi
eritrosit berupa kelainan ukuran (size), bentuk (shape), warna (staining characteristics) dan
benda-benda inklusi.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Bain Barbara J. 2017. A Beginner’s Guide To Blood Cells. UK: John Wiley & Sons
2. Lango Dan L. 2017. Hematology And Oncology. Boston, Massachusetts: McGraw-Hill
Education
3. Munker Reinhold, Hiller Erhard, dll. 2007. MODERN HEMATOLOGY Biology and
Clinical Management, Second Edition. Totowa, New Jersey: Humana Press
4. Lewandowski Krzysztof, Hellmann Andrzej. ERITROPOIESIS. Poland: Medical
University of Gdańsk, Poland
5. http:// jtptunimus-gdl-ayuindriya-7128-3-babii
6. www.medcampus.io/medpixx
7. wadsworth.org

23

Anda mungkin juga menyukai