Anda di halaman 1dari 40

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya pada kelompok kami, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan PBL modul
Anemia sistem hematologi tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga serta pengikutnya hingga akhir zaman. Aamiin ya
robbal alamin.

Laporan ini kami buat dengan tujuan untuk memenuhi tugas wajib yang dilakukan setelah
selesai membahas kasus PBL. Pembuatan laporan inipun bertujuan agar kita bisa mengetahui
serta memahami mekanisme serta aspek lain tentang sistem hematologi.

Terimakasih kami ucapkan pada tutor kami dr.Airiza yang telah membantu kami dalam
kelancaran pembuatan laporan ini. Terimakasih juga kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam mencari informasi, mengumpulkan data dan menyelesaikan laporan
ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kelompok kami pada khususnya dan bagi pada
pembaca pada umumnya.

Laporan kami masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangatlah kami harapkan untuk menambah kesempurnaan
laporan kami.

Jakarta, September 2013


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Modul Anemia diberikan pada mahasiswa semester tiga yang mengambil mata
kuliah sistem Hematologi. Masalah yang ada di modul Anemia ini adalah
merupakan bagian dari pembelajaran sistem Hematologi yang terdiri dari
beberapa unit yang masing-masing membicarakan tentang gangguan pada
sistem Hematologi. Mahasiswa diharapkan dapat mengerti secara menyeluruh
tentang konsep dasar mekanisme penyakit yang akan didiskusikan.

B. Tujuan Pembelajaran

Setelah selesai mempelajari model ini, maka mahasiswa diharapkan dapat


menjelaskan tentang proses hematopoiesis, mengenal sel-sel darah,
metabolisme darah, penyebab, patofisiologi, diagnostik, penatalaksanaan,
komplikasi, pencegahan, dan pengendalian anemia.

C. Kegiatan yang Dilakukan


Diskusi Tutorial
Belajar Mandiri
Pleno
Tanya Pakar

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Skenario

Seorang wanita umur 30 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan cepat lelah dan lemah.

Disaat bersepeda pernah mau pingsan.Sering demam, dan mimisan. Menurut keluarganya dia
terlihat lebih pucat dari biasanya. Setelah pemeriksaan fisik ditemukan anemia dan sclera
sedikit ikterik.

Kata Sulit

1. sclera = bagian pelindung mata yang berwarna putih dibagian luar bola mata
2. ikterik = perubahan warna kulit menjadi kuning, selaput lendir dan bagian putih pada bola
mata yang disebabkan peningkatan jumlah bilirubin pada darah

Kata/Kalimat Kunci

1. wanita, 30 tahun.

2. Keluhan cepat lelah, lemah, terlihat lebih pucat dari biasanya, sering demam dan
mimisan.

3. Saat bersepeda pernah mau pingsan.

4. Mengalami anemia dan sclera sedikit ikterik.

Pertanyaan
1. Jelaskan komponen darah dan fungsinya serta jelaskan struktur dan fungsi
membran sel darah ? (Dona)

2. Jelaskan proses hematopoiesis? (Uraida dan Melisa)

3. Jelaskan DD dari skenario ? (termasuk definisi dan klasifikasi, gejala dan


tanda dari anemia) (Riska, Iam, Hila)

4. Sebutkan dan jelaskan zat gizi essensial yang berkaitan dengan anemia?
(Grisel)

5. Jelaskan metabolisme sel-sel darah? (kak karel)

6. Jelaskan hubungan mimisan, demam dan pingsan pada anemia? (Lidya)


BAB III

PEMBAHASAN

1. Jelaskan komponen darah dan fungsinya serta jelaskan struktur dan


fungsi membrane sel?

PENDAHULUAN
Darah membentuk sekitar 8% dari berat tubuh total dan memiliki volume serta 5 liter pada
wanita dan 5,5 liter pada pria.darah terdiri dari 3 jenis elemen selular khusus.
Eritrosit (sel darah merah)
Leukosit (sel darah putih)
Trombosit (keeping darah)

Eritrosit dan leukosit adalah sel utuh sertakan trombosit adalah fragmen atau
potongan sel.
ERITROSIT
Setiap milliliter darh mengandung sekitar 5 milyar eritrosit,secara merata ,yang secara klinis
sering dilaporkan dalam hitung sel darah merah sebagai 5 juta sel per milliliter kubik.
Fungsi
berfungsi membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh lewat darah dalam hewan bertulang
belakang.
Struktur eritrosit
Eritrosit adalah sel datar berbentuk piringan yang mencekung dibagian tengah dikedua
sisi,seperti donat dengan bagian tengah menggepeng bukan lubang (yaitu eritrosit adalah
piringan bikonkaf). Ciri anatomic terpenting yang memungkinkan SDM mengangkut O2
adalah adanya hemoglobin didalamnya.
Hemoglobin
Hemoglobin, sebuah biomolekul yang dapat mengikat oksigen.Hemoglobin akan mengambil
oksigen dari paru-paru dan insang, dan oksigen akan dilepaskan saat eritrosit melewati
pembuluh kapiler.karena kandungan besinya maka hemoglobin tampak kemerahan jika
berikatan dengan O2 dan keunguan jika mengalmi deoksigenasi.karena,itu adalah darah arteri
yang teroksigenasi penuh akan berwarna merah dan darah vena yang telah kehilangan
sebagian dari kandungan O2nya di tingkat jaringan,memiliki rona kebiruan.
Tidak adanya nucleus dan organel
Untuk memaksimalkan kandungan hemoglobinya,satu eritrosit dipenuhi oleh lebih dari 250
juta molekul hemoglobin,menyinkirkan hamper semua organel yang lain.sel darah merah
tidak mengandung nucleus,organel,ribosom.selama perkembangan sel,struktur-struktur ini
dikeluarkan untuk menyediakan ruang lebih banyak bagi hemoglobin.karena itu,SDM
terutama adalah satu kantung penuh hemoglobin yang dibungkus oleh membrane plasma.
LEUKOSIT
Adalah satuan mobile pada system pertahanan tubuh. Imunotas adalah kemampuan tubuh
menahan atau menyingkirkan benda asing yang berpotensi merugikan atau sel
abnormal.leukosit dan turunanya bersama berbagai protein plasma membentuk system
imun.suatu pertahanan internal yang mengenali dan menghancurkan atau menetralkan benda-
benda dalam tubuh yang asing bagi diri normal. Jumlah sel pada orang dewasa berkisar
antara 6000 9000 sel/cc darah.
Fungsi
Fungsi utama leukosit adalah sebagai agen pertahanan di luar darah.untuk melaksanakan
fungsinya,leukosit umumnya menggunakan strategi cari dan hancurkan yaitu,sel-sel ini
pergi ketempat invasi atau kerusakan jaringan.penyebab utama SDP berada didalam darah
adalah agar cepat diangkut dari tempat produksi atau penyimpananya ketempat manapun
yang membutuhkan.
Jenis-jenis leukosit
Granulosit
Lekosit yang di dalam sitoplasmanya memiliki butir-butir kasar (granula).
Jenisnya adalah eosinofil, basofil dan netrofil.
Agranulosit
Lekosit yang sitoplasmanya tidak memiliki granola. Jenisnya adalah limfosit dan monosit.

Eosinofil
mengandung granola berwama merah (Warna Eosin) disebut juga Asidofil. Berfungsi pada
reaksi alergi (terutama infeksi cacing).
Basofil
mengandung granula berwarna biru (Warna Basa). Berfungsi pada reaksi alergi.
Netrofil
(ada dua jenis sel yaitu Netrofil Batang dan Netrofil Segmen). Disebut juga sebagai sel-sel
PMN (Poly Morpho Nuclear). Berfungsi sebagai fagosit.
Limfosit
(ada dua jenis sel yaitu sel T dan sel B). Keduanya berfungsi untuk menyelenggarakan
imunitas (kekebalan) tubuh.
sel T4 = imunitas seluler
sel B4 = imunitas humoral
Monosit
merupakan lekosit dengan ukuran paling besar
Disebut pula sel darah pembeku.
Jumlah sel pada orang dewasa sekitar 200.000 500.000 sel/cc.
Di dalam trombosit terdapat banyak sekali faktor pembeku (Hemostasis) antara lain adalah
Faktor VIII (Anti Haemophilic Factor)
Jika seseorang secara genetis trombositnya tidak mengandung faktor tersebut, maka orang
tersebut menderita Hemofili.
TROMBOSIT
Keping darah, lempeng darah, trombosit (en:platelet, thrombocyte adalah sel anuclear
nulliploid (tidak mempunyai nukleus pada DNA-nya) dengan bentuk tak beraturan dengan
ukuran diameter 2-3 m[1] yang merupakan fragmentasi dari megakariosit.[2]. Keping darah
tersirkulasi dalam darah dan terlibat dalam mekanisme hemostasis tingkat sel dalam proses
pembekuan darah dengan membentuk darah beku. Rasio plasma keping darah normal
berkisar antara 150.000-400.000 keping/mm, nilai dibawah rentang tersebut dapat
menyebabkan pendarahan, sedangkan nilai di atas rentang yang sama dapat meningkatkan
risiko trombosis. Trombosit memiliki bentuk yang tidak teratur, tidak berwarna, tidak berinti,
berukuran lebih kecil dari eritrosit dan leukosit, dan mudah pecah bila tersentuh benda kasar.
Fungsi
trombosit inilah yang sangat berjasa dalam pembekuan darah. Saat ada jaringan pembuluh
darah yang rusak, baik itu di bagian dalam maupun luar tubuh, trombosit akan menggumpal
dan saling melekat satu sama lain. Dalam trombosit juga terdapat enzim yang berpengaruh
dalam pembuatan benang-benang fibrin, benang yang juga menjadi salah satu bahan untuk
pembekuan darah.
2. Jelaskan proses hematopoiesis?

HEMATOPOIESIS
Hematopoiesis atau hemopoiesis ialah pembentukan darah. Tempat hemopoesis pada
manusia berpindah-pindah sesuai dengan umur :

Janin : umur 0-2 bulan (kantung kuning telur)


umur 2-7 bulan (hati, limpa)
umur 5-9 bulan (sumsum tulang)

Bayi : Sumsum tulang

Dewasa. : vertebra, tulang iga, sternum, tulang tengkorak, sacrum,

dan pelvis, ujung proksimal femur.

Pada orang dewasa dalam keadaan fisiologik semua hemopoesis terjadi pada sumsum
tulang. Untuk kelangsungan hemopoesis diperlukan :

1. Sel induk hemopoetik (hematopoietic stem cell)

Sel induk hemopoetik ialah sel-sel yang akan berkembang menjadi sel-sel darah,
termasuk eritrosit, lekosit, trombosit, dan juga beberapa sel dalam sumsum tulang seperti
fibroblast. Sel induk yang paling primitif sebagai pluripotent (totipotent) stem cell.

Sel induk pluripotent mempunyai sifat :

a. Self renewal : kemampuan memperbarui diri sendiri sehingga tidak akan pernah habis
meskipun terus membelah;
b. Proliferative : kemampuan membelah atau memperbanyak diri;
c. Diferensiatif : kemampuan untuk mematangkan diri menjadi sel-sel dengan fungsi-
fungsi tertentu.

2. Lingkungan mikro (microenvirontment) sumsum tulang

Lingkungan mikro sumsum tulang adalah substansi yang memungkinkan sel induk
tumbuh secara kondusif. Komponen lingkungan mikro ini meliputi :

a) Mikrosirkulasi dalam sumsum tulang


b) Sel-sel stroma :
i. Sel endotel
ii. Sel lemak
iii. Fibroblast
iv. Makrofag
v. Sel reticulum
c) Matriks ekstraseluler : fibronektin, haemonektin, laminin, kolagen, dan proteoglikan.
Lingkungn mikro sangat penting dalam hemopoesis karena berfungsi untuk :

a. Menyediakan nutrisi dan bahan hemopoesis yang dibawa oleh peredaran darah mikro
dalam sumsum tulang.
b. Komunikasi antar sel (cell to cell communication), terutama ditentukan oleh adanya
adhesion molecule.
c. Menghasilkan zat yang mengatur hemopoesis : hematopoietic growth factor, cytokine,
dan lain-lain.

3. Bahan-bahan pembentuk darah

Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembentukan darah adalah :

a. Asam folat dan vitamin B12 : merupakan bahan pokok pembentuk inti sel.

b. Besi : sangat diperlukan dalam pembentukan hemoglobin.

c. Cobalt, magnesium, Cu, Zn.

d. Asam amino.

e. Vitamin lain : vitamin C. vitamin B kompleks dan lain-lain

4. Mekanisme regulasi

Mekanisme regulasi sangat penting untuk mengatur arah dan kuantitas pertumbuhan sel
dan pelepasan sel darah yang matang dari sumsum tulang ke darah tepi sehingga sumsum
tulang dapat merespon kebutuhan tubuh dengan tepat. Produksi komponen darah yang
berlebihan ataupun kekurangan (defisiensi) sama-sama menimbulkan penyakit. Zat-zat
yang berpengaruh dalam mekanisme regulasi ini adalah :

a. Faktor pertumbuhan hemopoesis (hematopoietic growth factor) :


i. Granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF)
ii. Granulocyte colony stimulating factor (G-CSF)
iii. Macrophage-colony stimulating factor (M-CSF)
iv. Thrombopoietin
v. Burst promoting activity (BPA)
vi. Stem cell factor (kit ligand)

b. Sitokon (Cytokine) seperti misalnya IL-3 (interleukin-3), IL-4, IL-5, IL-7, IL-8, IL-9,
IL-9, IL-10.

Growth factor dan sitokin sebagian besar dibentuk oleh sel-sel darah sendiri, seperti
limfosit, monosit, atau makrofag, serta sebagian oleh sel-sel penunjang, seperti
fibroblast dan endotil. Sitokin ada yang merangsang pertumbuhan sel induk
(stimulatory cytokine), sebagian lagi menekan pertumbuhan sel induk (inhibitory
cytokine). Keseimbangan kedua jenis sitokin ini sangat menentukan proses hemopoesis
normal.
c. Hormon hemopoetik spesifik yaitu Erythrpoietin : merupakan hormon yang dibentuk
diginjal khusus merangsang precursor eritroid.

d. Hormon nonspesifik

Beberapa jenis hormone diperlukan dalam jumlah kecil untuk hemopoesis, seperti :

i. Androgen : berfungsi menstimulasi eritropoesis.


ii. Estrogen : menimbulkan inhibisi eritropoesis.
iii. Glukokortikoid.
iv. Growth hormon
v. Hormone tiroid

Dalam regulasi hemopoesis normal terdapat feed back mechanism : suatu mekanisme
umpan balik yang dapat merangsang hemopoesisjika tubuh kekurangan komponen darah
(positive loop) atau menekan hemapoesis jika tubuh kelebihan komponen darah tertentu
(negative loop).

ERITROPOIESIS

Pembentukan eritrosit (eritropoiesis) merupakan suatu mekanisme


umpan balik. Ia dihambat oleh peningkatan kadar eritrosir bersirkulasi dan
dirangsang oleh anemia. Ia juga dirangsang oleh hipoksia dan peningkan
aklimatisasi ke tempat tinggi. Eritropoiesis dikendalikan oleh suatu hormon
glikoprotein bersirkulasi yang dinamai eritropoietin yang terutama
disekresikan oleh ginjal.

12
Setiap orang memproduksi sekitar 10 eritrosit baru tiap hari melalui
proses eritropoiesis yang kompleks dan teratur dengan baik. Eritropoiesis
berjalan dari sel induk menjadi prekursor eritrosit yang dapat dikenali
pertama kali di sumsum tulang, yaitu pronormoblas. Pronormoblas adalah sel
besar dengan sitoplasma biru tua, dengan inti ditengah dan nucleoli, serta
kromatin yang sedikit menggumpal. Pronormoblas menyebabkan
terbentuknya suatu rangkaian normoblas yang makin kecil melalui sejumlah
pembelahan sel. Normoblas ini juga mengandung sejunlah hemoglobin yang
makin banyak (yang berwarna merah muda) dalam sitoplasma, warna
sitoplasma makin biru pucat sejalan dengan hilangnya RNA dan apparatus
yang mensintesis protein, sedangkan kromatin inti menjadi makin padat. Inti
akhirnya dikeluarkan dari normoblas lanjut didalam sumsum tulang dan
menghasilkan stadium retikulosit yang masih mengandung sedikit RNA
ribosom dan masih mampu mensintesis hemoglobin.

Sel ini sedikit lebih besar daripada eritrosit matur, berada selama 1-2
hari dalam sumsum tulang dan juga beredar di darah tepi selama 1-2 hari
sebelum menjadi matur, terutama berada di limpa, saat RNA hilang
seluruhnya. Eritrosit matur berwarna merah muda seluruhnya, adlah cakram
bikonkaf tak berinti. Satu pronormoblas biasanya menghasilkan 16 eritrosit
matur. Sel darah merah berinti (normoblas) tampak dalam darah apabila
eritropoiesis terjadi diluar sumsum tulang (eritropoiesis ekstramedular) dan
juga terdapat pada beberapa penyakit sumsum tulang. Normoblas tidak
ditemukan dalam darah tepi manusia yang normal.

GRANULOPOIESIS

Granulopoiesis adalah pembentukan granulosit di dalam sumsum


tulang. Granulopoiesis dikontrol oleh beberapa substansi termasuk granulosit
colony stimulating factor.

Diferensiasi sel secara berurutan:

Stem sel
Promyelocyte
o Nukleus yang relatif besar
o Sitoplasma basopilik
Myelocytes, terbagi menjadi 3 berdasarkan pewarnaan granul di dalam
sitoplasma:
o Basophilic myelocytes
o Neutrophilic myelocytes
o Eosinophilic myeloytes
Metamyelocytes
o Granul menjadi terkonsentrasi di dalam sel
o Inti sel mulai berlobus
o Menghasilkan:
Matur basophil
Matur eosinophil
Sel pita
Sel pita adalah neutrofil imatur yang berkembang di dalam sumsum tulang yang
selanjutnya inti selnya akan berlobus.

MONOSITOPOIESIS

Monositopoiesis merupakan pembentukan monosit di dalam sumsum tulang.

Diferensiasinya seara berurutan:


Monoblast
Promonocytes
Monocytes
o Sel dendritik
o Makrofag

LIMFOSITOPOIESIS
Limfositopoiesis merupakan pembentukan limfosit dalam sumsum tulang dan
limfonodus dan limfa. Limfositopoiesis di bagi menjadi 3 kelas besar: sel B, sel T, dan sel
NK
Diferensiasinya:
Sel B
o Early pre-B cell
o Pre-B cell
o Immature B cell
o Mature B cell

Sel T
o Pre-T cell
o Early thymocytes
o Intermediet thymocytes
o Lates thymocytes
o Mature T cell

TROMBOSITOPOIESIS

Merupakan pembentukan trombosit

Diferensiasinya terdiri dari:


Megakaryoblast
Promegakaryocytes
Megakaryocytes
menjadi trombosit
3. Jelaskan DD dari skenario ?

ANEMIA
DEFINISI ANEMIA

Berkurangnya hingga dibawah nilai normal jumlah sel darah merah, kuantitas
hemoglobin, dan volume packed red cells (hematokrit) per 100 ml darah. Penurunan
jumlah massa eritrosit sehinngah tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa
oksigen dalam junmlah yang cukup ke jaringan perifer. Atau keadaan dimana sel darah
merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah dibawah normal.

ETIOLOGI ANEMIA

Anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh bermacam penyebab.
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena: 1.) Gangguan pembentukan eritrosit oleh
sumsum tulang; 2.) Kehilangan darah keluar tubuh (pendarahan); 3.) Proses
penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).

KLASIFIKASI ANEMIA MENURUT ETIOPATOGENESIS

A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang


1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
a. Anemia defisiensi besi
b. Anemia defisiensi asam folat
c. Anemia defisiensi vitamin B12
2. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
a. Anemia akibat penyakit kronik
b. Anemia sideroblastik
3. Kerusakan sumsum tulang
a. Anemia aplastik
b. Anemia aplastik
c. Anemia pada keganasan hematologi
d. Anemia diseritropoietik
e. Anemia pada sindrom mielodisplastik
f. Anemia akibat kekurangan eritropoietin: anemia pada gagal ginjal kronik
B. Anemia akibat hemoragi
1. Anemia pasca pendarahan akut
2. Anemia akibat perdarahan kronik

C. Anemia hemolitik
1. Anemia hemolitik intrakorpuskular
a. Gangguan membrane eritrosit (membranopati)
b. Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anemia akibat defisiensi G6PD
c. Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
- Thalassemia
- Hemoglobinopati structural: HbS, HbE, dll
2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler
a. Anemia hemolitik autoimun
b. Anemia hemolitik mikroangiopatik
c. Lain-lain
D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan pathogenesis yang kompleks

KLASIFIKASI ANEMIA BERDASARKAN MORFOLOGI DAN ETIOLOGI

I. Anemia Hipokromik Mikrositer


a. Anemia defisiensi besi
b. Thalassemia besi
c. Anemia akibat penyakit kronik
d. Anemia sideoblastik
II. Anemia Normokromik Normositer
a. Anemia pasca pendarahan akut
b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik didapat
d. Anemia akibat penyakit kronik
e. Anemia pada gagal ginjal kronik
f. Anemia pada sindrom mielodisplastik
g. Anemia pada keganasan hematologic
III. Anemia Makrositer
a. Bentuk megaloblastik
1. Anemia defisiensi asam folat
2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
b. Bentuk non-megaloblastik
1. Anemia pada penyakit hati kronik
2. Anemia pada hipotiroidisme
3. Anemia pada sindrom mielodisplastik

PATOFISIOLOGI DAN GEJALA ANEMIA

Gejala umum anemua adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemua, apapun
penyebabnya, apabila timbul karena: 1.) Anoksia organ; 2.) Mekanisme kompensasi tubuh
terhadap berkurangnya daya angkut oksigen.

Gejala umum anemia menjadi jelas (anemia simtomatik) apabila kadar hemoglobin telah
turun di bawah 7 g/dl. Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada: a) Derajat
penurunan hemoglobin; b.) Kecepatan penurunan hemoglobin; c.) Usia; d.) Adanya kelainan
jantung atau paru sebelumnya.

Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala, yaitu:

1. Gejala Umum Anemia.

Gejala umum gejala anemia, disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena
iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan
kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan
hemoglobin sampai kadar tertentu (Hb<7 g/dl). Sindrom anemia terdiri dari rasa
lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging, mata berkunang-kunang, kaki terasa
dingin, sesak napas dan dyspepsia. Pada pemeriksaan, pasien tampak pucat, yang
mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan di bawah
kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit
di luar anemia dan tidak sensitive karena timbul setelah penurunan hemoglobin yang
berat.

2. Gejala Khas Masing-Masing Anemia.

Gejala ini spesifik untuk masing-masing jenis anemia. Sebagai contoh:

o Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi, papil, lidah, stomatitis


angularis, dan kuku sendok (koilonychias).

o Anemia megaloblastik: glositis, gangguan neurologic pada defisiensi


vitamin B12

o Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali, dan hepatomegali

o Anemia aplastik: pendarahan dan tanda-tanda infeksi

3. Gejala Penyakit Dasar.

Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat bervariasi
tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi cacing
tambang: sakit perut, pembengkakan parotis, dan warna kuning pada telapak tangan.
Pada kasus tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya pada
anemia akibat penyakit kronik oleh karena arthritis rheumatoid.

Meskipun tidak spesifik, anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting pada kasus
anemia untuk mengerahkan diagnosis anemia. Tetapi pada umumnya diagnosis
anemia memerlukan pemeriksaan laboratorium.

PEMERIKSAAN UNTUK DIAGNOSIS ANEMIA

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan penunjang diagnostic pokok


dalam diagnosis anemia. Pemeriksaan ini terdiri dari: 1) Pemeriksaan penyaring
(screening test); 2) Pemeriksaan darah seri anemia; 3) Pemeriksaan sumsum tulang; 4)
Pemeriksaan khusus.

Pemeriksaan Penyaring

Pemeriksaaan penyaring pada kasus anemia terdiri dari pengukuran kadar


hemoglobin, indeks eritrosit, dan hapusan darah tepi. Dari sini dapat dipasikan adanya
anemia serta jenis morfologi anemia tersebut, yang sangat berguna untuk pengarahan
diagnosis lebih lanjut.

Pemeriksaan Darah Seri Anemia

Pemeriksaan darah seri anemia meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit,
dan laju endap darah. Sekarang sudah banyak dipakai automatic hematology analyzer
yang dapat memberikan presisi hasil yang lebih baik.

Pemeriksaan Sumsum Tulang

Pemeriksaan sumsum tulang memberikan inflamasi yang sangat berharga mengenai


keadaan sistem hematopoeisis. Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis definitif
pada beberapa jenis anemia. Pemeriksaan sumsum tulang mutlak diperlukan untuk
diagnosis anemia aplastik, anemia megaloblastik, serta pada kelainan hematologic
yang dapat mensuspensi sitem eritroid.

Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya pada :

Anemia defisiensi besi : serum iron. TIBC (total iron binding capacity), saturasi
transferin, protoporfirin eritrosit, feritin serum, reseptor transferin dan pengecatan besi
pada sumsum tulang.

Anemia megaloblastik : folat serum, vitamin B12 serum, tes supresi deoksiuridin dan
tes Schiling.

Anemia hemolitik : bilirubin serum, tes Coomb, elektroforesis hemoglobin dan lain-
lain.

Anemia aplastik : biopsi sumsum tulang.

Juga diperlukan pemeriksaan non-hematologik tertentu seperti misalnya pemeriksaan


faal hati, faal ginjal dan faal tiroid.

PENDEKATAN TERAPI

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi pada pasien anemia
adalah: 1) Pengobatan hendaknya diberikan berdasarkan diagnosis definitive yang
telah ditegakkan terlebih dahulu; 2) Pemberian hematinik tanpa indikasi yang jelas
tidak dianjurkan; 3) Pengobatan anemia dapat berupa: a) Terapi untuk keadaan darurat
seperti misalnya pada pendarahan akut akibat anemia aplastik yang mengancam jiwa
pasien, atau pada anemia pasca pendarahan akut yang disertai gangguan
hemodinamik, b) Terapi suportif, c) Terapi yang khas untuk masing-masing anemia,
d) Terapi kausal untuk mengobati penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut;
4) Dalam keadaan di mana diagnosis definitive tidak dapat ditegakkan, kita terpaksa
memberikan terapi percobaan (terapi ex juvantivus). Di sini harus dilakukan
pemantauan yang ketat terhadap respon terapi dan perubahan perjalanan penyakit
pasien dan dilakukan evaluasi terus-menerus tentang kemungkinan perubahan
diagnosis; 5) Transfusi diberikan pada anemia pasca pendarahan akut dengan tanda-
tanda gangguan hemodinamik. Pada anemia kronik transfuse hanya diberikan jika
anemia bersifat simptomatik atau adanya ancaman payah jantung.
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

ANEMIA APLASTIK
Gangguan yang mengancam jiwa pada sel induk di sumsum tulang, yang sel-sel
darahnya diproduksi dalam jumlah yang tidak mencukupi. Dapat bersifat kongenital,
idiopatik (penyebabnya tidak diketahui), atau sekunder akibat penyebab-penyebab
industri atau virus. Individu dengan anemia aplastik mengalami pansitopenia
(kekurangan semua jenis sel-sel darah). Secara morfologis, SDM terlihat normositik
dan normokromik, jumlah retikulosit rendah atau tidak ada, dan biopsi sumsum tulang
menunjukkan keadaan pungsi kering dengan hipoplasia dan penggantian dengan
jaringan lemak. Penyebab-penyebab sekunder anemia aplastik (sementara atau
permanen) diantaranya adalah :

1. Lupus Erimatosus Sistemik (LES) yang berbasis autoimun.

2. Agen antineoplastik atau sitotoksik

3. Terapi radiasi

4. Antibiotik tertentu

5. Berbagai obat seperti antikovulsan, obat-obat tiroid, senyawa emas, dan


fenilbutazon

6. Zat-zat kimia seperti benzen, pelarut organik, dan insektisida (agen yang diyakini
merangsang sumsum tulang secara langsung)

7. Penyakit-penyakit virus seperti mononukleosis infeksiosa dan HIV.

Tanda dan gejalanya meliputi anemia, disertai kelelahan, kelemahan, dan napas
pendek saat latihan fisik. Tanda dan gejala lain diakibatkan oleh defisiensi
trombosit dan sel-sel darah putih. Defisiensi trombosit dapat menyebabkan (1)
ekimosis dan petekie (perdarahan di dalam kulit), (2) epistaksis (perdarahan
hidung), (3) perdarahan saluran cerna, (4) perdarahan saluran kemih dan kelamin,
(5) perdarahan sistem saraf pusat. Defisiensi sel darah putih meningkatkan dan
kerentanan dan keparahan infeksi, termasuk infeksi bakteri, virus, dan jamur.
Anemia aplastik didapat seringkali bermanifestasi yang khas, dengan onset hitung
darah yang rendah secara mendadak pada dewasa muda yang terlihat normal;
hepatitis seronegatif atau pemberian obat yang salah dapat pula mendahului onset
ini. Diagnosis pada keadaan seperti ini tidak sulit. Biasanya penurunan hitung
darah moderat atau tidak lengkap, akan menyebabkan anemia, leucopenia, dan
thrombositopenia atau dalam beberapa kombinasi tertentu.

Aplasia berat disertai penurunan (kurang dari 1%) atau tidak adanya retikulosit,
jumlah granulosit kurang dari 500/mm3 dan jumlah trombosit kurang dari 20.000
menyebabkan kematian akibat infeksi dan/atau perdarahan dalam beberapa minggu
atau beberapa bulan. Sepsis adalah penyebab tersering dari kematian tersebut.

Epidemiologi

Insiden terjadinya anemia aplastik didapat di Eropa dan Israel adalah dua kasus per 1
juta populasi setiap tahunnya. Di Thailand dan Cina, angka kejadiannya yaitu lima
hingga tujuh orang per satu juta populasi. Pada umumnya, pria dan wanita memiliki
frekuensi yang sama. Distribusi umur biasanya biphasic, yang berarti puncak
kejadiannya pada remaja dan puncak kedua pada orang lanjut usia.

Pengobatan anemia aplastik, jika diketahui penyebabnya ditujukan untuk


menghilangkan agen penyebab. Fokus utama pengobatan adalah perawatan suportif
sampai terjadi penyembuhan sumsum tulang.

Infeksi dan perdarahan merupakan penyebab utama kematian sehingga pencegahan


akan hal-hal tersebut sangatlah penting. Faktor-faktor pertumbuhan seperti G-CSF
dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah neutrofil dan mencegah atau
meminimalkan infeksi. Tindakan pencegahan juga meliputi lingkungan yang
dilindungi dan higiene keseluruhan yang baik. Pada perdarahan atau infeksi, dapat
dilakukan terapi komponen darah (sel-sel darah merah dan trombosit) serta antibiotik.
Dapat digunakan agen-agen perangsang sumsum tulang seperti androgen yang dapat
menginduksi eritropoeisis, walaupun efektivitasnya tidak pasti. Pasien-pasien anemia
aplastik kronis dapat beradaptasi baik dan dipertahankan pada kadar hemoglobin
antara 8 dan 9 g/dl dengan transfusi darah periodik.

Pada individu muda dengan anemia aplastik berat yang sekunder akibat kerusakan sel
induk, diindikasikan untuk melakukan transplantasi sel induk alogenik dengan donor
yang cocok (saudara kandung dengan histocompatible leucocyte antigens [HLA]
manusia yang cocok). Pada pasien yang lebih tua dengan anemia aplastik atau kasus
yang diyakini dimediasi secara imunologis, antibody yang mengandung globulin
antihimosit (ATG) terhadap sel T digunakan bersama dengan kortikosteroid dan
siklosporin.

Manifestasi Klinik

Riwayat/Anamnesis

Anemia aplastik dapat muncul dengan mendadak atau memiliki onset yang
berkembang dengan cepat. Perdarahan merupakan gejala awal yang paling sering
terjadi; keluhan mudah terjadi memar selama beberapa hari hingga minggu, gusi yang
berdarah, mimisan, darah menstruasi yang berlebihan, dan kadang-kadang peteki.
Adanya thrombositopenia, perdarahan massif jarang terjadi, namun perdarahan kecil
pada sistem saraf pusat dapat berbahaya pada intracranial dan menyebabkan
perdarahan retina. Gejala anemia juga sering terjadi termasuk mudah lelah, sesak
napas, dan tinnitus pada telinga. Infeksi merupakan gejala awal yang jarang terjadi
pada anemia aplastik (tidak seperti pada agranulositosis, dimana faringitis, infeksi
anorektal, atau sepsis sering terjadi pada permulaan penyakit). Gejala yang khas dari
anemia aplastik adalah keterbatasan gejala pada sistem hematologist dan pasien sering
merasa dan sepertinya terlihat sehat walaupun terjadi penurunan drastis pada hitung
darah. Keluhan sistemik dan penurunan berat badan sebaiknya mengarahkan
penyebab pasitopenia lainnya. Adanya pemakaian obat sebelumnya, paparan zat
kimia, dan penyakit infeksi virus sebelumnya mesti diketahui. Riwayat kelainan
hematologis pada keluarga dapat mengindikasikan penyebab konstitusional pada
kegagalan sum-sum.

Pemeriksaan Fisik

Peteki dan ekimosis sering terjadi dan perdarahan retina dapat ditemukan.
Pemeriksaan pelvis dan rectal tidak dianjurkan namun jika dikerjakan, harus dengan
hati-hati dan menghindari trauma; karena pemeriksaan ini biasanya menyebabkan
perdarahan dari servikal atau darah pada tinja. Kulit dan mukosa yang pucat sering
terjadi kecuali pada kasus yang sangat akut atau yang telah menjalani transfusi.
Infeksi pada pemeriksaan pertama jarang terjadi namun dapat timbul jika pasien telah
menjadi simptomatik setelah beberapa minggu. Limfadenopati dan splenomegaly juga
tidak sering terjadi pada anemia aplastik. Bintik Caf au lait dan postur tubuh yang
pendek merupakan tanda anemia Fanconi; jari-jari yang aneh dan leukoplakia
menandakan dyskeratosis congenita.

Pemeriksaan Laboratorium

Darah

Apusan menunjukkan eritrosit yang besar dan kurangnya platelet dan granulosit.
Mean corpuscular volume (MCV) biasanya meningkat. Retikulosit tidak ditemukan
atau kurang dan jumlah limfosit dapat normal atau sedikit menurun. Keberadaan
myeloid immature menandakan leukemia atau MDS; sel darah merah yang bernukleus
menandakan adanya fibrosis sum-sum atau invasi tumor; platelet abnormal
menunjukkan adanya kerusakan perifer atau MDS.

Sumsum Tulang

Sumsum tulang biasanya mudah diaspirasi namun menjadi encer jika diapuskan dan
biopsi specimen lemak terlihat pucat pada pengambilan. Pada aplasia berat, apusan
dari specimen aspirat hanya menunjukkan sel darah merah, limfosit residual, dan sel
strome; biopsi (dimana sebaiknya berukuran >1 cm) sangat baik untuk menentukan
selularitas dan kebanyakan menunjukkan lemak jika dilihat dibawah mikroskop,
dengan sel hematopoetik menempati sumsum yang kosong, sedangkan hot-spot
hematopoiesis dapat pula terlihat pada kasus yang berat. Jika specimen pungsi krista
iliaka tidak adekuat, sel dapat pula diaspirasi di sternum. Sel hematopoietik residual
seharusnya mempunyai morfologi yang normal, kecuali untuk eritropoiesis
megaloblastik ringan; megakariosit selalu sangat berkurang dan biasanya tidak
ditemukan. Sebaiknya myeloblast dicari pada area sekitar spikula. Granuloma (pada
specimen seluler) dapat mengindikasikan etiologi infeksi dari kegagalan sum-sum.

Diagnosis

Diagnosis anemia aplastik biasanya dilakukan dengan cepat, berdasar dari kombinasi
pansitopenia dengan sum-sum tulang kosong dan berlemak. Anemia aplastik
merupakan penyakit dewasa muda dan sebaiknya menjadi diagnosis utama pada
seorang remaja atau dewasa yang mengalami pansitopenia. Jika yang terjadi adalah
pansitopenia sekunder, diagnosis utama biasanya ditegakkan melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisis : pembesaran limpa seperti pada sirosis alkoholik, riwayat
metastasis kanker, atau sistemik lupus eritematosus, atau tuberculosis miliar pada
gambaran radiology.

Masalah diagnosis dapat timbul dengan gambaran penyakit yang atipikal dan merata.
Dimana pansitopenia sangat umum terjadi, beberapa pasien dengan hiposelularitas
pada sumsum memiliki penurunan hanya pada satu atau dua dari tiga jenis sel darah,
seringkali memperlihatkan perkembangan menjadi anemia aplastik yang jelas.
Sumsum tulang pada anemia aplastik sulit dibedakan secara morfologis dengan
aspirat pada penyakit didapat. Diagnosis dapat dipengaruhi oleh riwayat keluarga,
hitung jenis darah yang abnormal, atau keberadaan dari anomali fisik yang terkait.
Anemia aplasia lebih sulit dibedakan dari variasi hiposeluler dari MDS : MDS
ditandai dengan penemuan abnormalitas morfologis, terutama megakariosit dan sel
bakal myeloid, dan abnormalitas sitogenik tipikal.

Prognosis

Sifat alami dari perkembangan anemia aplastik adalah penurunan kesehatan dan
kematian. Persiapan sel darah merah dan kemudian transfusi sel darah putih serta
antibiotic platelet terkadang berguna, namun hanya segelintir pasien memperlihatkan
penyembuhan spontan. Penentu utama prognosis adalah hitung darah, beratnya
penyakit diindikasikan oleh dua dari tiga parameter ini : hitung netrophil absolute
<500/l,>

Pengobatan anemia aplastik, jika diketahui penyebabnya ditujukan untuk


menghilangkan agen penyebab. Fokus utama pengobatan adalah perawatan suportif
sampai terjadi penyembuhan sumsum tulang.

Infeksi dan perdarahan merupakan penyebab utama kematian sehingga pencegahan


akan hal-hal tersebut sangatlah penting. Faktor-faktor pertumbuhan seperti G-CSF
dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah neutrofil dan mencegah atau
meminimalkan infeksi. Tindakan pencegahan juga meliputi lingkungan yang
dilindungi dan higiene keseluruhan yang baik. Pada perdarahan atau infeksi, dapat
dilakukan terapi komponen darah (sel-sel darah merah dan trombosit) serta antibiotik.
Dapat digunakan agen-agen perangsang sumsum tulang seperti androgen yang dapat
menginduksi eritropoeisis, walaupun efektivitasnya tidak pasti. Pasien-pasien anemia
aplastik kronis dapat beradaptasi baik dan dipertahankan pada kadar hemoglobin
antara 8 dan 9 g/dl dengan transfusi darah periodik.

Pada individu muda dengan anemia aplastik berat yang sekunder akibat kerusakan sel
induk, diindikasikan untuk melakukan transplantasi sel induk alogenik dengan donor
yang cocok (saudara kandung dengan histocompatible leucocyte antigens [HLA]
manusia yang cocok). Pada pasien yang lebih tua dengan anemia aplastik atau kasus
yang diyakini dimediasi secara imunologis, antibody yang mengandung globulin
antihimosit (ATG) terhadap sel T digunakan bersama dengan kortikosteroid dan
siklosporin.

ANEMIA MEGALOBLASTIK

Secara morfologis didefinisikan sebagai anemia makrositik normokromik.


Anemia megaloblastik sering disebabkan oleh defisiensi vitamin B 12 dan asam folat
yang mengakibatkan gangguan sintesis DNA, disertai kegagalan maturasi dan
pembelahan inti. Defisiensi-defisiensi ini dapat sekunder akibat malnutrisi, defisiensi
asam folat, malabsorpsi, kekurangan faktor intrinsik (seperti pada anemia pernisiosa
dan pasca-gastrektomi), infestasi parasit, penyakit usus, dan keganasan serta berbagai
akibat agen-agen kemoterapeutik. Anemia megaloblastik sering terlihat sebagai
malnutrisi pada orang yang lebih tua, pecandu alkohol, atau remaja, dan pada
perempuan selama kehamilan dan juga meningkat pada anemia hemolitik, keganasan,
dan hipertiroidisme. Penyakit seliak dan stomatitis tropik (tropical sprue) juga
menyebabkan malabsorpsi, dan obat-obat yang bekerja sebagai antagonis asam folat
juga memengaruhi.

Kebutuhan minimal folat sehari kira-kira 50 mg. Sumber yang paling banyak
adalah daging merah, seperti, hati dan ginjal, serta sayuran berdaun hijau. Selain
gejala-gejala anemia yang telah dijelaskan, pasien-pasien anemia megaloblastik
sekunder akibat defisiensi folat dapat terlihat malnutrisi dan mengalami glositis berat
(lidah meradang, nyeri), diare, dan kehilangan nafsu makan. Kadar folat serum
menurun (kurang dari 4ng/ml). Jumlah retikulosit biasanya menurun disertai
penurunan hematokrit dan hemoglobin.

Pengobatan tergantung pada pengidentifikasian dan penghilangan penyebab


yang mendasarinya. Pengobatan meliputi memperbaiki defisiensi diet dan terap
penggantian dengan asam folat atau vitamin B12.

Etiologi
Penyebab anemia megaloblastik adalah sebagai berikut :

1. Defisiensi Vit B12

a. Asupan kurang ; pada vegetarian

b. Malabsopsi

Dewasa

anemia pernisiosa, gastrektomi total/parsial, penyakit

Chorns, parasit, limfoma usus halus, obat-obatan

(naomisin,etanol,KCL)

Anak-anak

anemia pernisiosa, gangguan sekresi.

c. Gangguan metabolisme seluler

Defisiensi enzim,abnormallitas protein pembawa kobalamin (defisiensi


transkobalamin), dan paparan nitrit oksida yang berlangsung lama.

d. Infeksi cacing pita.

2. Defisiensi Asam Folat

a. Asupan kurang

b. Peningkatan kebutuhan

Kehamilan, anemia hemolitik, keganasan, hipertiroidisme, serta eritropoesis yang


tidak efektif (anemia pernisiosa,anemia sideroblastik,leukemia dan anemia hemolitik).

c. Gangguan metabolisme folat

d. Penurunan cadangan folat di hati

Alkoholisme,sirosis non alkoholik dan hepatoma.

3. Gangguan metabolisme vitamin B12 dan asam folat.

4. Gangguan sintesis DNA yang merupakan akibat dari proses

berikut ini :
a. defisiensi enzim congenital

b. didapat setelah pemberian obat atau sitostatik tertentu.

Patofisiologi

Timbulnya mebaloblas adalah akibat gangguan maturasi sel karena terjadi gangguan
sintesis DNA sel-sel eritroblast akibat defisiensi asam folat dan vitamin B12, diman
vitamin B12 dan asam folat berfungsi dalam pembentukan DNA onti sel dan secara
khusus untuk vitamin B12 penting dalam pembentukan mielin. Akibat gangguan
sintesis DNA pada inti eritoblas ini, maka meturasi ini lebih lambat sehingga kromatin
lebih longgar dan sel menjadi lebih besar Karena pembelahan sel yang lambat. Sel
eritoblast dengan ukuran yang lebih besar serta susunan kromatin yang lebih longgar
di sebut sebagai sel megaloblast. sel megaloblast ini fungsinya tidak
normal,dihancurkan saat masih dalam sumsum tulang sehingga terjadi eritropoesis
inefektif dan masa hidup eritrosit lebih pendek yang berujung pada terjadinya anemia.

Manifestasi Klinis

Semua pasien ini memiliki temuan khas anemia megaloblastik bersama dengan nyeri
lidah. Gejala defisiensi asam folat dan vitamin B12 hampir mirip, dan kedua anemia
ini dapat terjadi bersama. Tetapi manifestasi neurologist defisiensi asam folat dan
akan menetap bila tidak diberikan tambahan vitamin B12. maka harus dibedakan
dengan teliti antara kedua bentuk anemia tersebut. Kadar serum kedua vitamin
tersebut dapat di ukur.

Gejala klinis yang biasanya muncul pada anemia megaloblastik adalah sebagai berikut
:

1. Tubuh lemah, tidak bertenaga dan pucat

2. Anemia karena eritropoesis yang efektif

3. Ikterus ringan akibat pemecahan globin

4. Glositis dengan lidah berwarna merah, halus, seperti daging (buff tongue),

stomatitis angularis,dan nyeri.

5. Selain mengurangai pembentukan sel darah merah, kekurangan

vitamin B12 juga mempengaruhi sistem saraf dan menyebabkan:

- kesemutan di tangan dan kaki

- hilangnya rasa di tungkai, kaki dan tangan


- pergerakan yang kaku.

6. Purpura trombositopeni karena maturasi megakariosit terganggu.

7. Pada defisiensi vitamin B12 dijumpai gejala neoropati sebagai

berikut:

- Neuropati perifer

Mati rasa,terbakar pada jari.

- Kerusakan kolumna Posterior

Gangguan posisi,vibrasi

- Kerusakan kolumna lateralis.

- Spastisitas dengan deep reflex hiperaktif dan gangguan serebrasi.

Gejala lainnya adalah:

buta warna tertentu, termasuk warna kuning dan biru

luka terbuka di lidah atau lidah seperti terbakar

penurunan berat badan

warna kulit menjadi lebih gelap

penurunan fungsi intelektual

Pemeriksaan Penunjang

1. Darah Tepi :

anemia makrositer dimana sel-sel eritrosit membesar

anisositosis (ukuran eritrosit abnormal bervariasi)

poikilositosis (bentuk eritrosit yang tidak beraturan)

lekopenia, netropenia hipersegmentasi

trombositopenia

ditemukannya normoblas di dalam darah tepi.

2. Sumsum Tulang:

Eritropoesis: sel besar-besar, pertumbuhan sitoplasma lebih cepat


dari pada inti, banyak ditemukan sel primitif (promegaloblas dan

megaloblas basofil).

Lekopoesis: sel besar-besar, banyak ditemukan granulosit atifikal,

giant netrofil batang, terjadi disosiasi inti dan sitoplasma (misalnya

mielosit granula jarang), hipersegmentasi sel netrofil.

Trombopoesis: megakariosit biasanya menurun, atifikal, agranulasi,

terjadi hipersegmentasi nukleus.

Penatalaksanaan

Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12. vegetarian dapat di
cegah atau di tangani dengan penambahan vitamin per oral atau melalui susu kedelai
yang diperkaya. Apabila defisiensi disebabkan oleh defek absorbsi atau tidak
tersedianya faktor intrinsik,dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.

Pada awalnya, B12 diberikan tiap hari, namun kemudian kebanyakan pasien dapat
ditangani dengan pemberian vitamin b12 100 gram IM tiap bulan, cara ini dapat
menimbulkan penyembuhan dramatis pada pasien yang sakit berat. Hitung retikulasi
meningkat dalam beberapa hari. Manifestasi neurorologis memerlukan waktu lebih
lama untuk sembuh,apabila terdapat neuropati berat, paralisis dan inkontinensia,
pasien mungkin tidak dapat sembuh secara penuh.

Untuk mencegah kekambuhan anemia,terapi vitamin B12 harus diteruskan selama


hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat
dikoreksi.

Terapi pengobatan yang biasa digunakan adalah sebai berikut :

1. Terapi suportif

Transfusi bila ada hipoksia dan suspensi trombosit bila

trombosotopenia mengancam jiwa.

2. Terapi untuk defisiensi vitamin B12

Terapi yang biasa digunakan untuk mengatasi terapi defisiensi

vitamin B12 adalah sebagai berikut:

a. diberikan vitamin B12 100-1000 Ug intramuskular sehari selama dua


minggu,selanjutnya 100-1000 Ug IM setia bulan. Bila ada kelainan
neurologist,terlebih dahulu diberikan setiap dua minggu selama enam bulan,baru
kemudian diberikan sebulan sekali. Bila penderita sensitive terhadap pemberian
suntikan dapat diberikan seara oral 1000 Ug sekali sehari,asal tidak terdapat
gangguan absopsi.

b. Transfuse darah sebaiknya di hindari,kecuali bila ada dugaan kegagaln faal


jantung, hipotensi postural,renjatan atau infeksi berat. Bila diperlukan transfuse darah
sebaiknya diberi eritrosit yang di endapkan.

3.Terapi untuk defisiensi asam folat

Diberikan asam folat 1-5 mg/hari per oral selama empat bulan, asal

tidak terdapat gangguan absopsi.

4. Terapi penyakit dasar

Menghentikan obat-obatan penyebab anemia megaloblastik.

ANEMIA DEFISIENSI BESI


Secara morfologis keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik
hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintesis hemoglobin. Defisiensi besi
merupakan penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terdapat pada wanita usia
subur., sekunder karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan
kebutuhan besi selama hamil. Penyebab lain defisiensi besi adalah (1) asupan besi
yang tidak cukup, misalnya pada bayi yang hanya diberi makan susu sampai usia
antara 12-24 bulan dan pada individu tertentu yang hanya memakan sayuran saja; (2)
gangguan absorpsi, seperti setelah gastrektomi; dan (3) kehilangan darah yang
menetap seperti pada perdarahan saluran cerna yang lambat karena polip, neoplasma,
gastritis, varises esophagus, makan aspirin, dan hemoroid.

Selain tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh anemia, penderita defisiensi
yang berat mempunyai rambut yang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata, mudah
patah dan sebenarnya berbentuk sendok (koilonikia). Selain itu, atrofi papilla lidah
mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah daging, meradang, dan
sakit. Dapat juga timbul stomatitis angularis, pecah-pecah dengan kemerahan dan rasa
sakit di sudut-sudut mulut.

Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah merah normal atau hampir normal
dan kadar hemoglobin berkurang. Pada sedian hapus darah perifer, eritrosit mikrositik
dan hipokrom (MCV dan MCHC berkurang, dan MHC berkurang) disertai
poikilositosis dan anisositosis. Jumlah retikulosit mungkin normal atau berkurang.
Kadar besi berkurang walaupun kapasitas mengikat besi serum total meningkat.
Pengobatan defisiensi besi mengharuskan identifikasi dan menemukan
penyebab dasar anemia. Pembedahan mungkin diperlukan untuk menghambat
perdarahan aktif yang diakibatkan oleh polip, tukak, keganasan, dan hemoroid;
perubahan diet mungkin diperlukan untuk bayi yang hanya diberi makan susu atau
individu dengan idiosinkrasi makanan atau yang menggunakan aspirasi dalam jumlah
besar. Walaupun modifikasi diet dapat menambah besi yang tersedia (misalnya, hati),
masih dibutuhkan suplemen besi untuk meningkatkan hemoglobin dan
mengembalikan persediaan besi. Besi tersedia dalam bentuk parenteral atau oral.
Sebagian besar penderita memberi respon yang baik terhadap senyawa-senyawa oral
seperti ferosulfat. Preparat besi parenteral digunakan secara sangat selektif, sebab
harganya mahal dan mempunya insidens besar terjadi reaksi yang merugikan.

ANEMIA HEMOLITIK

Pengertian

Anemia hemolitik adalah anemia yan di sebabkan oleh proses hemolisis,yaitu


pemecahahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya.Pada anemia
hemolitik, umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur eritrosit 100-120 hari).

Anemia hemolitik adalah anemia karena hemolisis, kerusakan abnormal sel-sel darah
merah (sel darah merah), baik di dalam pembuluh darah (hemolisis intravaskular) atau
di tempat lain dalam tubuh (extravascular)..

Etiologi

Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh 2 faktor yang berbeda yaitu faktor intrinsik
& faktor ekstrinsik.

1. Faktor Intrinsik :

Yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit itu sendiri sel eritrosit.
Kelainan karena faktor ini dibagi menjadi tiga macam yaitu:

Keadaan ini dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:

a. Gangguan struktur dinding eritrosit

Sferositosis

Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh kelainan membran
eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini berlangsung ringan sehingga sukar dikenal.
Pada anak gejala anemianya lebih menyolok daripada dengan ikterusnya, sedangkan
pada orang dewasa sebaliknya. Suatu infeksi yang ringan saja sudah dapat
menimbulkan krisis aplastik
Kelainan radiologis tulang dapat ditemukan pada anak yang telah lama menderita
kelainan ini. Pada 40-80% penderita sferositosis ditemukan kolelitiasis.

Ovalositosis (eliptositosis)

Pada penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval (lonjong). Dalam keadaan
normal bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira 15-20% saja. Penyakit ini diturunkan
secara dominan menurut hukum mendel. Hemolisis biasanya tidak seberat
sferositosis. Kadang-kadang ditemukan kelainan radiologis tulang. Splenektomi
biasanya dapat mengurangi proses hemolisis dari penyakit ini.

A-beta lipropoteinemia

Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang menyebabkan umur eritrosit
tersebut menjadi pendek. Diduga kelainan bentuk eritrosit tersebut disebabkan oleh
kelainan komposisi lemak pada dinding sel.

b. Gangguan pembentukan nukleotida

Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya pada
panmielopatia tipe fanconi.

Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim sbb:

Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)

Defisiensi Glutation reduktase

Defisiensi Glutation

Defisiensi Piruvatkinase

Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)

Defisiensi difosfogliserat mutase

Defisiensi Heksokinase

Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

c. Hemoglobinopatia
Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya (95%),
kemudian pada perkembangan selanjutnya konsentrasi HbF akan menurun, sehingga
pada umur satu tahun telah mencapai keadaan yang normal
Sebenarnya terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin ini, yaitu:

Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal). Misal


HbS, HbE dan lain-lain
Gangguan jumblah (salah satu atau beberapa) rantai globin. Misal talasemia

2. Faktor Ekstrinsik :

Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit.

Akibat reaksi non imumitas : karena bahan kimia / obat

Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh oleh antibodi yang dibentuk
oleh tubuh sendiri.

Infeksi, plasmodium, boriella

Patofisiologi

Hemolisis adalah acara terakhir dipicu oleh sejumlah besar diperoleh turun-temurun
dan gangguan. etiologi dari penghancuran eritrosit prematur adalah beragam dan
dapat disebabkan oleh kondisi seperti membran intrinsik cacat, abnormal hemoglobin,
eritrosit enzimatik cacat, kekebalan penghancuran eritrosit, mekanis cedera, dan
hypersplenism.Hemolisis dikaitkan dengan pelepasan hemoglobin dan asam laktat
dehidrogenase (LDH). Peningkatan bilirubin tidak langsung dan urobilinogen berasal
dari hemoglobin dilepaskan.

Seorang pasien dengan hemolisis ringan mungkin memiliki tingkat hemoglobin


normal jika peningkatan produksi sesuai dengan laju kerusakan eritrosit. Atau, pasien
dengan hemolisis ringan mungkin mengalami anemia ditandai jika sumsum tulang
mereka produksi eritrosit transiently dimatikan oleh virus (Parvovirus B19) atau
infeksi lain, mengakibatkan kehancuran yang tidak dikompensasi eritrosit (aplastic
krisis hemolitik, di mana penurunan eritrosit terjadi di pasien dengan hemolisis
berkelanjutan). Kelainan bentuk tulang tengkorak dan dapat terjadi dengan ditandai
kenaikan hematopoiesis, perluasan tulang pada masa bayi, dan gangguan anak usia
dini seperti anemia sel sabit atau talasemia.

Manifestasi Klinis

Kadang kadang Hemolosis terjadi secara tiba- tiba dan berat, menyebabkan krisis
hemolotik, yang menyebakan krisis hemolitik yang di tandai dengan:

Demam

Mengigil

Nyeri punggung dan lambung

Perasaan melayang
Penurunan tekana darah yang berarti

Secara mikro dapat menunjukan tanda-tanda yang khas yaitu:

1. Perubahan metabolisme bilirubin dan urobilin yang merupakan hasil pemecahan


eritrosit. Peningkatan zat tersebut akan dapat terlihat pada hasil ekskresi yaitu urin
dan feses.

2. Hemoglobinemia : adanya hemoglobin dalam plasma yang seharusnya tidak ada


karena hemoglobin terikat pada eritrosit. Pemecahan eritrosit yang berlebihan akan
membuat hemoglobin dilepaskan kedalam plasma. Jumlah hemoglobin yang tidak
dapat diakomodasi seluruhnya oleh sistem keseimbangan darah akan menyebabkan
hemoglobinemia.

3. Masa hidup eritrosit memendek karena penghancuran yang berlebih.

4. Retikulositosis : produksi eritrosit yang meningkat sebagai kompensasi banyaknya


eritrosit yang hancur sehingga sel muda seperti retikulosit banyak ditemukan.

Pemeriksaan Diagnostik

1. Gambaran penghancuran eritrosit yang meningkat:

Bilirubin serum meningkat

Urobilinogen urin meningkat, urin kuning pekat

Strekobilinogen feses meningkat, pigmen feses menghitam

2. Gambaran peningkatan produksi eritrosit

Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital

hiperplasia eritropoesis sum-sum tulang

3. Gambaran rusaknya eritrosit:

morfologi : mikrosferosit, anisopoikilositosis, burr cell, hipokrom mikrositer,


target cell, sickle cell, sferosit.

fragilitas osmosis, otohemolisis

umur eritrosit memendek. pemeriksaan terbaik dengan labeling crom.


persentasi aktifikas crom dapat dilihat dan sebanding dengan umur eritrosit.
semakin cepat penurunan aktifikas Cr maka semakin pendek umur eritrosit
Penatalaksanaan / Pengobatan

Lebih dari 200 jenis anemia hemolitik ada, dan tiap jenis memerlukan perawatan
khusus. Oleh karena itu, hanya aspek perawatan medis yang relevan dengan sebagian
besar kasus anemia hemolitik yang dibahas di sini.

1. Terapi transfusi

Hindari transfusi kecuali jika benar-benar diperlukan, tetapi mereka mungkin


penting bagi pasien dengan angina atau cardiopulmonary terancam status.

Administer dikemas sel darah merah perlahan-lahan untuk menghindari stres


jantung.

Pada anemia hemolitik autoimun (AIHA), jenis pencocokan dan pencocokan


silang mungkin sulit. Gunakan paling tidak kompatibel transfusi darah jika
ditandai.. Risiko hemolisis akut dari transfusi darah tinggi, tetapi derajat hemolisis
tergantung pada laju infus.. Perlahan-lahan memindahkan darah oleh pemberian
unit setengah dikemas sel darah merah untuk mencegah kehancuran cepat
transfusi darah.

Iron overload dari transfusi berulang-ulang untuk anemia kronis (misalnya,


talasemia atau kelainan sel sabit) dapat diobati dengan terapi khelasi. Tinjauan
sistematis baru-baru ini dibandingkan besi lisan chelator deferasirox dengan lisan
dan chelator deferiprone parenteral tradisional agen, deferoxamine. 10

2. Menghentikan obat

Discontinue penisilin dan agen-agen lain yang dapat menyebabkan hemolisis


kekebalan tubuh dan obat oksidan seperti obat sulfa (lihat Diet).

Obat yang dapat menyebabkan hemolisis kekebalan adalah sebagai berikut


(lihat Referensi untuk daftar lebih lengkap):

Penisilin

Sefalotin

Ampicillin

Methicillin

Kina

Quinidine

Kortikosteroid dapat dilihat pada anemia hemolitik autoimun.


3. Splenektomi dapat menjadi pilihan pertama pengobatan dalam beberapa jenis
anemia hemolitik, seperti spherocytosis turun-temurun.

Dalam kasus lain, seperti di AIHA, splenektomi dianjurkan bila langkah-


langkah lain telah gagal.

Splenektomi biasanya tidak dianjurkan dalam gangguan hemolitik seperti


anemia hemolitik agglutinin dingin.

Diimunisasi terhadap infeksi dengan organisme dikemas, seperti Haemophilus


influenzae dan Streptococcus pneumoniae, sejauh sebelum prosedur mungkin.
4. Sebutkan dan jelaskan zat gizi essensial yang berkaitan dengan anemia?

Jawab :

Vitamin B12 (sinankobalamin,cyanocobalamin)


Vitamin B12 merupakan unsur esensial untuk perkembangan sel-sel darah merah yang
normal.Vitamin ini ternyata menjadi factor anti-anemia yang pertama-tama diisolasi
dari ekstrak hati dan dipakai dalam pengobatan anemia pernisiosa. Getah lambung
mengandung sekresi yang sejauhini belum diketahui identitasnya tetapi memiliki
fungsi membantu penyerapan vitamin B12.

Defisiensi
Defisiensi vitamin B12 biasanya terjadi karena kekurangan factor intrinsik yang
diperlukan untuk penyerapannya. Keadaan ini dapat terlihat pada orang-orang yang
sekresi lambungnya terganggu, atau pada orang yang mengalami gastrektomi total.

Zat besi
Zat besi diperlukan untuk pembentukan hemoglobin, yaitu suatu konstituen dari sel-
sel darah merah. Hemogloblin memegang peranan penting dalam pengangkutan
oksigen serta karbon dioksida antara paru-paru dan jaringan. Hemogloblin ini juga
memberikan warna merah pada darah, disamping dalam hemogloblin, zat besi juga
ditemukan dalam pigmen otot, myoglobin. Zat besi juga menjadi konstituen pada
banyak system enzim. 0,5 g hingga 1gm zat besi tersimpan dalam bentuk ferritin
dalam hati, lien dan sumsum tulang. Zat besi ini dipakai untuk mengembalikan kadar
hemoglobin kepada nilai normalnya setelah terjadi perdarahan.

Kebutuhan zat besi :


1. Untuk mengimbangi sejumlah kecil zat besi yang secara konstan dikeluarkan
tubuh terutama lewat urine.
2. Untuk menggantikan kehilangan zat besi lewat darah haid
3. Untuk pembentukan hemoglobin baru pada kehamilan, anak-anak dan remaja
4. Pada laktasi, untuk sekresi air susu
5. Untuk mengimbangi kehilangan zat besi akibat perdarahan

Defisiensi

Zat besi yang tidak mencukupi bagi pembentukan sel darah akan mengakibatkan anemia
defisiensi besi.

Kobalt
Kobalt merupakan konstituen vitamin B12 yang diperlukan bagi perkembangan
normal sel-sel darah merah. Sebagian di antara unsur-unsur mineral ini merupakan
unsur esensial tetapi sebagian besar diantaranya masih belum diketahui fungsinya.

Asam Folat (folic acid)


Asam folat sebagaimana vitamin B12 ternyata merupakan unsur esensial bagi
perkembangan sel-sel darah merah dan cukup mujarab untuk mengobati anemia tipe
tertentu.

Kebutuhan asam folat meningkat pada saat hamil. Anemia megaloblastik yang
kadang-kadang muncul pada saat hamil dan bereaksi terhadap pengobatan dengan
asam folat.

Defisiensi folat kadang-kadang terjadi pada bayi premature, yang menyertai sindrom
mal-absorpsi dan pada orang-orang lanjut usia yang dietnya jelek. Defisiensi
asamfolat dalam diet akan menimbulkan anemia, terutama dijumpai di negara-negara
beriklim tropis.

Tembaga (Cu)
Tembaga bersama-sama zat besi diperlukan untuk mempercepat kesembuhan dari
anemia pada bayi salah gizi di kalangan masyarakat yang menjadimiskin. Dimana
pemberian makanan bayi tergantung hanya pada susu sapi dan sereal. Susu sapi
memiliki kandungan tembaga yang rendah.
5. Jelaskan macam-macam metabolisme sel darah?

Metabolisme eritrosit

a. Jalur Embden-Meyerhof

Dalam rangkaian reaksi biokimia ini, glukosa di metabolisme menjadi laktat. Untuk tiap
molekul glukosa yang dipakai, dihasilkan dua molekul ATP dan dengan demikian dihasilkan
dua ikatan fosfat energi tinggi. ATP menyediakan energi tinggi untuk mempertahankan
volume, bentuk, dan kelenturan eritrosit. Eritrosit mempunyai tekanan osmotik lima kali lipat
plasma dan adanya kelemahan intrinsik membran menyebabkan pergerakan Na+ dan K+
yang terjadi terus menerus. Diperlukan pompa natrium ATPase membran dan pompa ini
menggunakan satu molekul ATP untuk mengeluarkan 3 ion natrium dari sel dan memasukkan
dua ion kalium ke dalam sel.

Jalur Embden-Meyerhof juga menghasilkan NADH yang diperlukan oleh enzim


methemoglobin reduktase untuk mereduksi methemoglobin (hemoglobin teroksidasi) yang
tidak berfungsi, yang mengandung besi ferri (dihasilkan oleh oksidasi sekitar 3% hemoglobin
tiap hari) menjadi hemoglobin tereduksi yang atif berfungsi 2,3-DPG yang dihasilkan pada
pintas Luebering-Rapoport (Luebering-Rapoport shunt), atau jalur samping pada jalur ini
membentuk suatu kompleks 1:1 dengan hemoglobin yang penting dalam regulasi afinitas
hemoglobin terhadap oksigen.

b. Jalur heksosa monofosfat (pentosa fosfat)

Sekitar 5% glikolisis terjadi melalui jalur oksidatif ini, dengan perubahan glukosa-6-fosfat
menjadi 6-fosfoglukonat dan kemudian menjadi ribulosa-5-fosfat. NADPH dihasilkan dan
berkaitan dengan glutation yang mempertahankan gugus sulfhidril (SH) tetap utuh dalam sel,
termasuk SH dalam hemoglobin dan membran eritrosit. NADPH juga digunakan oleh
methemoglobin reduktase lain untuk mempertahankan besi hemoglobin dalam keadaan Fe2+
yang aktif secara fungsional. Pada salah satu kelainan eritriosit diturunkan yang sering
ditemukan (yaitu defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase/G6PD), eritrosit sangat rentan
terhadap stres oksidasi.
6. Jelaskan hubungan mimisan, demam dan pingsan pada
anemia?

Anemia adalah berkurangnya hingga dibawah nilai normal jumlah sel darah merah, kuantitas
hemoglobin, dan volume packed red cells (hematokrit) per 100 ml darah. Penurunan jumlah massa
eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam junmlah yang
cukup ke jaringan perifer. Atau keadaan dimana sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel
darah merah dibawah normal.

berkurangnya Hb karena Anemia mengacu penurunan di bawah normal kapasitas darah yang
mengangkut oksigen yangdisebabkan oleh penurunan kecepatan eritropoiesis sehingga kehilangan
eritrositnya berlebihan . karena hilangnya berlebihan sehingga terjadi kurangnya pasokan oksigen .
Eritrosit itu fungsi utamanya mengangkut oksigen dalam darah. Karena kurangnya oksigen tersebut
asupan ke otak berkurang karena berkurangnya asupan maka menyebabkan timbulnya pusing.
Berkurang karena Eritrosit mgkt oksigen dlm darah sehingga terjadinya penurunan kecepatan
eritropoiesis. penurunnan kesadaran jadi hipoksia . hpoksia kekurangan oksigen pd jaringan tubuh.
Suplay oksigen keseluruh jaringan akan berkurang makanya jadi mengakibatkan pusing atau
penurunan kesadaran .
Anemia yang mengakibatkan destruksi sel darah merah berlebihan sehingga sel darah putih jadi kena
imbasnya dan akhirnya manusia gampang pingsan, karna ada hubungan nya dengan demam dan
mimisan karena ada gangguan fungsi pembekuan darah dan adanya kelebihan hilangnya eritrosit.
Dan ketika demam, bisa dikaitkan dengan terjadinya leukositopeni yang bisa menyebabkan tubuh
lebih gampang kena infeksi. Leukosit merupakan komponen sel darah yang fungsinya sebagai
pertahanan tubuh terhadap benda asing yang masuk, baik bakteri, virus, jamur atau benda asing
lainnya. Jadinya kalau ada defisit dari leukosit, pertahanan tubuh terhadap agen asing itupun
berkurang.
Akibatnya, tubuh akan rentan terhadap infeksi benda asing yang masuk kedalam tubuh.
sedangkan Mimisan bisa dikaitkan sama trombositopeni, karena fungsi trombosit itu untuk koagulasi.
Dan trombositnya terganggu, jadi kalau terjadi difisiensi eritrosit, tubuh bakal rentan sama gejala-
gejala perdarahan, yang salah satunya kaya epistaksis.Ketika pingsan berarti anemianya sudah sangat
berat.
Pada orang dengan anemia tertentu, biasanya eritrosit dan hemoglobin itu menurun, maka oksigen pun
akan menurun. Kejadian ini bisa berdampak ke metabolisme-metabolisme tubuh yang salah satunya
menyebabkan hipoksia pada otak. Akibatnya pingsan.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan

Berdasarkan dari analisis yang didapat maka penyakit yang sesuai dengan skenario
kasus ini kemungkinan besar adalah ANEMIA HEMOLITIK.
Daftar Pustaka

Antony AC. Megoblastic anemias. In: Hoffman R, Benz EJ, Shattil SS, et al.,
eds. Hematology: Basic Principles and Practice. 5th ed. Philadelphia, Pa: Elsevier
Churchill Livingstone; 2008:chap 39.
Atul Mehta & Victor Hoffbrand, at a glance hematologi edisi kedua, Erlangga,
Jakarta, 2006
Bakta, I Made. 2007. Hematologi klinik ringkas. Jakarta : EGC.
Dewoto, Hedi R. Wardhini B.P, S. 2007 Antianemia Defisiensi dan Eritropoietin.
Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FK UI.
Elizabeth J. Corwin, buku saku patofisiologi, EGC, Jakarta, 2008
Guyton, Arthur C; alih bahasa Irawati, editor Luqman Yanuar Rachman. 2007. Buku
ajar Fisiologi Kedokteran/ Arthur C. Guyton, John E. Hall. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W., dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI
HoffBrand A.V, Kapita Selekta Hematologi, edisi VI, 2010.

Anda mungkin juga menyukai