Disusun oleh :
Kelompok 9
BAB I
PEMBAHASAN
A. Clostridium Tetani
Klasifikasi pada bakteri ini :
• Kingdom : Bacteria
• Division : Firmicute
• Class : Clostridia
• Ordo : Clostridiales
• Family : Clostridiaceae
• Genus : Clostridium
• Species : Clostridium tetani
Clostridium tetani merupakan bakteri gram positif berbentuk batang serta memproduksi
spora, memberikan gambaran klasik seperti stik drum meski tidak selalu terlihat,
berukuran panjang 2-5 µ dan lebar 0,4-0,5 µ, motile, dan merupakan bakteri anaerob
obligat.
Bentuk spora Clostridium tetani dapat bertahan dalam bentuk dorman selama bertahun-
tahun, spora tersebut tahan terhadap sinar matahari, pemanasan hingga ± 20 menit
Tetanus didefinisi sebagai penyakit akut (gangguan neurologik) yang ditandai dengan
meningkatnya tonus otot (rigiditas) dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin,
suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani.
Gejala tetanus bervariasi mulai dari kesulitan membuka mulut (trimus), kesulitan
menelan (disfagia), kaku kuduk, opistotonus, hingga spase laring yang dapat
menimbulkan gagal napas. Gejala-gejala tersebut ditimbulkan akibat toksin yang
diproduksi oleh bakteri anaerob Clostridium tetani yang masuk melalui luka.
2
B. Patofisiologi
Clostridium tetani telah diisolasi dari tanah, debu jalan, feses manusia dan
binatang. Bakteri tersebut biasanya memasuki tubuh setelah kontaminasi pada
abrasi kulit, luka tusuk minor, atau ujung potongan umbilikus pada neonatus;
Bakteri juga dapat masuk melalui ulkus kulit, abses, gangren, luka bakar,
infeksi gigi, tindik telinga, injeksi, atau setelah pembedahan abdominal/pelvis,
persalinan dan aborsi
Jika organisme ini berada pada lingkungan anaerob yang sesuai untuk
pertumbuhan sporanya, akan berkembang biak dan menghasilkan tetanospasmin
dan tetanolisin.
C. Patogenesis
Clostridium tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang
terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk. Cara masuknya spora ini
melalui luka yang terkontaminasi antara lain luka tusuk oleh besi, luka bakar, luka lecet,
otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali pusat, kadang–kadang
luka tersebut hampir tak terlihat.
Tetanospasmin dalam jumlah banyak dapat memasuki aliran darah yang kemudian
berdifusi untuk terikat pada ujung-ujung saraf di seluruh tubuh.
Tetanospasmin masuk ke susunan saraf pusat melalui otot dimana terdapat suasana
anaerobik yang memungkinkan Clostridium tetani untuk hidup dan memproduksi
3
toksin. Lalu setelah masuk ke susunan saraf perifer, toksin akan ditransportasikan
secara retrograde menuju saraf presinaptik, dimana toksin tersebut bekerja.
Toksin tersebut akan menghambat pelepasan neurotransmitter inhibisi dan secara efektif
menghambat inhibisi sinyal interneuron. Tetapi khususnya toksin tersebut
menghambat pengeluaran Gamma Amino Butyric Acid (GABA) yang spesifik
menginhibisi neuron motorik. Hal tersebut akan mengakibatkan aktivitas tidak
teregulasi dari sistem saraf motoric.
D. Gambaran Klinis
Riwayat adanya faktor trauma sebelumnya : timbul luka yang dapat berkontaminasi
dengan tanah, kotoran binatang, atau logam berkarat.
Masa inkubasi tetanus umumnya : 2-38 hari, rerata 7-10 hari, namun dapat lebih singkat
atau dapat lebih lama. Makin pendek masa inkubasi makin jelek prognosisnya.
Trias klinik: Rigiditas, spasme otot dan apabila berat akan terjadi disfungsi otonomik.
Gejala awal tetanus : kaku kuduk, nyeri tenggorokan, dan kesulitan membuka mulut
4
Terdapat hubungan antara jarak tempat invasi Clostridium tetani dengan susunan
saraf pusat dan interval antara luka dan permulaan penyakit, dimana makin jauh
tempat invasi maka inkubasi makin panjang.
Secara klinis tetanus ada 4 macam, yaitu tetanus umum, tetanus local, cephalic tetanus,
dan tetanus neonatal
1. Tetanus Umum
Ekstremitas, Kaku wajah : risus sardonikus (alis tertarik ke atas, sudut mulut
tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi), akibat kekakuan
otot–otot leher bagian belakang menyebabkan nyeri waktu melakukan fleksi leher
dan tubuh sehingga memberikan gejala kuduk kaku sampai opisthotonus.
Kesadaran penderita tetap baik walaupun nyeri yang hebat serta ketakutan yang
menonjol sehingga penderita nampak gelisah dan mudah terangsang.
2. Tetanus Lokal
3. Cephalic Tetanus
Merupakan salah satu varian tetanus lokal. Terjadinya bentuk ini bila luka
mengenai daerah mata, kulit kepala, muka, telinga, otitis media kronis dan jarang
akibat tonsilektomi. Gejala berupa disfungsi saraf loanial antara lain n. III, IV, VII,
IX, X, XI, dapat berupa gangguan sendiri–sendiri maupun kombinasi dan menetap
dalam beberapa hari bahkan berbulan–bulan. Cephalic Tetanus dapat berkembang
menjadi tetanus umum. Pada umumnya prognosis bentuk cephalic tetanus jelek.
5
4. Tetanus Neonatal
Tetanus neonatal didefinisikan sebagai suatu penyakit yang terjadi pada anak
yang memiliki kemampuan normal untuk menyusu dan menangis pada 2 hari
pertama kehidupannya, tetapi kehilangan kemampuan ini antara hari ke-3 sampai
hari ke-28 serta menjadi kaku dan spasme. Tetanus neonatal, biasa terjadi karena
proses melahirkan yang tidak bersih. Gejala klinisnya biasa terjadi pada minggu
kedua kehidupan, ditandai dengan kelemahan dan ketidakmampuan menyusu,
kadang disertai opistotonus.
E. Diagnosis Tetanus
Diagnosis tetanus sudah cukup kuat hanya dengan berdasarkan anamnesis serta
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan kultur Clostridium tetani pada luka, hanya merupakan
penunjang diagnosis. Adanya trismus, atau risus sardonikus atau spasme otot yang
nyeri serta biasanya didahului oleh riwayat trauma sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis.
F. Epidemiologi Tetanus
Tetanus masih merupakan penyakit yang membebani di negara-negara berkembang,
misal Brazil, Filipina, Vietnam, Indonesia dan negara-negara lain.
Angka mortalitas dari data WHO pada tahun 1992 sebanyak 1.000.000 kasus di seluruh
dunia, termasuk didalamnya 580.000 kematian akibat tetanus neonatorum, 210.000 di
Asia Tenggara dan 152.000 di Afrika. Mortalitas dari penyakit tetanus melebihi 50 %
di negara berkembang, dengan penyebab kematian terbanyak karena mengalami
kegagalan pernapasan akut. Angka mortalitas menurun karena perbaikan sarana intensif
(ICU dan ventilator), membuktikan bahwa penelitian-penelitian yang dilakukan oleh
ahli sangat berguna dalam efektivitas penanganan penyakit tetanus.
G. Gejala Klinis
Pada 80-90% penderita, gejala muncul 1-2 minggu setelah terinfeksi. Selang waktu sejak
munculnya gejala pertama sampai terjadinya spasme pertama disebut periode onset.
Periode onset maupun periode inkubasi secara signifikan menentukan prognosis. Makin
singkat (periode onset <48 jam dan periode inkubasi <7 hari) menunjukkan makin berat
penyakitnya.
Komplikasi Tetanus :
7
H. Pengobatan Tetanus
1. Tahap Pertolongan Pertama
Letakkan pasien pada posisi yang aman dan nyaman.
Jika pasien tidak sadar atau kejang, jangan berikan sendok atau memasukkan
benda apapun ke dalam mulut.
Bantu pasien untuk melancarkan pernapasan dengan memiringkan posisi tubuh
pasien. Hal ini dimaksudkan agar lidah terjatuh ke belakang.
Segera hubungi Rumah Sakit atau Instansi Kesehatan terdekat.
2. Lanjutan ( yang dilakukan oleh pihak Rumah Sakit)
Antibiotik
- Metronidazole diberikan secara intravena dengan dosis inisial 15 mg/kgBB
dilanjutkan dosis 30 mg/kgBB/hari setiap 6 jam selama 7-10 hari = bila ada
infeksi campuran dengan kuman penghasil betalaktamase.
- Lini kedua dapat diberikan penicillin procain
50.000-100.000 U/kgBB/hari selama 7-10 hari. Alergi penisilin, diberikan
alternatif: eritromisin, klindamisin, kloramfenikol, tetrasiklin. Dosis tetrasiklin
adalah 50 mg/kgBB/hari.
Netralisasi Toksin
Sebelum memberikan serum antitetanus (ATS) pada pasien, akan dilakukan uji
serum terlebih dshulu pada kulit pasien. Bila di Rumah Sakit memiliki human
tetanus immunoglobulin, obat tetanus yang dapat diberikan juga kepada pasien
sebagai tambahan.
Antikonvulsan
Pemberian obat-obat yang dapat mencegah kejang atau mengurangi kejang
(konvulsan) juga bisa dilakukan, seperti diazepam. Obat tetanus ini juga berfungsi
mengatasi rasa cemas.
Perawatan Luka
Dilakukan setelah pemberian antitoksin ATS dan antikonvulsan.
Terapi Suportif
Pada tahap ini, pasien akan dibebaskan jalan napasnya kemudian diberikan
oksigen. Pemberian cairan dan nutrisi serta pemantauan juga akan dilakukan.
I. Pencegahan Tetanus
1. Imunisasi secara rutin
Termasuk imunisasi dasar difteri, pertusis, dan tetanus (DPT) yang diberikan
sebanyak tiga kali sejak usia 2 Bulan. Imunisasi ini dilakukan ddengan jarak 4-6
minggu, yang kemudian dilakukan kembali pada usia 18 tahun dan 5 tahun.
2. Penanganan Luka segera
Jika mengalami luka, segeralah bersihkan dan berikan cairan antitetanus untuk
menghindari infeksi. Terutama pada luka dalam, seperti terkena besi, terjatuh di
tempat yang kotor, atau digigit anjing.
8
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Clostridium tetani merupakan bakteri gram positif berbentuk batang serta memproduksi
spora, memberikan gambaran klasik seperti stik drum meski tidak selalu terlihat,
berukuran panjang 2-5 µ dan lebar 0,4-0,5 µ, motile, dan merupakan bakteri anaerob
obligat.
Tetanus didefinisi sebagai penyakit akut (gangguan neurologik) yang ditandai dengan
meningkatnya tonus otot (rigiditas) dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin,
suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani.
B. Saran
9
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/34235755/Makalah_tetanus
https://www.google.com/search?q=makalah+tetanus&rlz=1C1GCEA_enID910ID910&sxsrf=AL
iCzsbQX4SFCY5U7oW644rE8lvaLhGUFA%3A1653488407234&ei=FzuOYpDqDevB3LUPpI
iYgAc&ved=0ahUKEwjQ0Zyp7Pr3AhXrILcAHSQEBnAQ4dUDCA0&uact=5&oq=makalah+t
etanus&gs_lcp=Cgdnd3Mtd2l6EANKBAhBGABKBAhGGABQnQ5YghdgyBpoAXABeACAA
QCIAQCSAQCYAQCgAQHAAQE&sclient=gws-wiz