Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM HEMATOLOGI

KELAINAN MORFOLOGI ERITROSIT

OLEH :
Nama

: Made Wulan Kesumasari

NIM

: P07134014028

Semester

: IV

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
TAHUN AKADEMIK 2015/2016

Tanggal Praktikum : 18 & 25 April, 2 Mei 2016


Tempat Praktikum : Laboratorium Hematologi
I. TUJUAN
1.1 Tujuan Instruksional Umum
1) Mahasiswa dapat mengetahui kelainan warna eritrosit
2) Mahasiswa dapat mengetahui kelainan ukuran eritrosit (anisositosis)
3) Mahasiswa dapat mengetahui kelainan bentuk eritrosit (poikilositosis)
1.2 Tujuan Instruksional Khusus
1) Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan sediaan apusan darah
2) Mahasiswa dapat membedakan kelainan warna eritrosit pada sediaan apusan
darah
3) Mahasiswa dapat membedakan kelainan ukuran eritrosit (anisositosis) pada
sediaan apusan darah
4) Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan dan mengamati kelainan bentuk
eritrosit (poikilositosis) pada sediaan apusan darah
II. METODE
Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah metode indirect preparat
III.PRINSIP
Sediaan apusan darah diletakkan di atas meja mikroskop dan diamati pada
pembesaran lensa objektif 100x dengan penambahan oil imersi. Pengamatan
dilakukan pada counting area. Secara mikroskopis ukuran eritrosit normal sama
dengan inti limfosit matur dengan di tengah berwarna pucat dan berbentuk bulat.
IV. DASAR TEORI
4.1 Pengertian Darah
Darah adalah cairan jaringan yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma darah dan sel
darah. Sel darah terdiri dari tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit. Fungsi utama
darah dalam sirkulasi adalah sebagai media transportasi, pengaturan suhu, pemeliharaan
keseimbangan cairan, serta keseimbangan asam dan basa (Vegas, Maryo. 2013).
Darah terdiri dari pada beberapa jenis korpuskula yang membentuk 45% bagian dari
darah. Bagian 55% yang lain berupa cairan kekuningan yang membentuk medium cairan
darah yang disebut plasma darah. Korpuskula darah terdiri dari:
a. Sel darah merah atau eritrosit (sekitar 99%)
Eritrosit tidak mempunyai nukleus sel dan mengandung hemoglobin yang
berfungsi mengedarkan oksigen. Sel darah merah juga berperan dalam penentuan
golongan darah. Apabila seseorang kekurangan eritrosit maka akan menderita
penyakit anemia.

b. Keping-keping darah atau trombosit (0,6 -1,0%), bertanggung jawab dalam


proses pembekuan darah.
c. Sel darah putih atau leukosit (0,2%)
Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan bertugas untuk
memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya oleh tubuh,
misalnya virus atau bakteri. Leukosit bersifat amuboid atau tidak memiliki bentuk
yang tetap. Orang yang kelebihan leukosit menderita penyakit leukemia,
sedangkan orang yang kekurangan leukosit menderita penyakit leukopenia.
(Vegas, Maryo. 2013)
4.2 Morfologi Eritrosit Normal
Eritrosit merupakan bagian utama dari sel-sel darah. Dalam setiap 1 mm 3
darah terdapat sekitar 5 juta eritrosit atau sekitar 99%, oleh karena itu setiap pada
sediaan darah yang paling banyak menonjol adalah sel-sel tersebut (Widayati, dkk,
2010). Secara keseluruhan isi eritrosit merupakan substansi koloidal yang homogen,
sehingga sel ini bersifat elastis dan lunak. Eritrosit mengandung protein yang sangat
penting bagi fungsinya yaitu globin yang dikonjugasikan dengan pigmen hem
membentuk hemoglobin untuk mengikat oksigen yang akan diedarkan ke seluruh
bagian tubuh. Seperti halnya sel-sel yang lain, eritrositpun dibatasi oleh membran
plasma yang bersifat semipermeable dan berfungsi untuk mencegah agar koloid yang
dikandungnya tetap di dalam (Iqbal, 2012).
Dalam keadaan normal, eritrosit manusia berbentuk bikonkaf dengan diameter
sekitar 7 -8 m, tebal 2.6 m dan tebal tengah 0.8 m dan tanpa memiliki inti
(Widayati, dkk, 2010). Tiap-tiap sel darah merah mengandung 200 juta molekul
hemoglobin. Hemoglobin (Hb) merupakan suatu protein yang mengandung senyawa
besi hemin. Hemoglobin mempunyai fungsi mengikat oksigen di paru-paru dan
mengedarkan ke seluruh jaringan tubuh. Jadi, dapat dikatakan bahwa di paru-paru
terjadi reaksi antara hemoglobin dengan oksigen. Kandungan hemoglobin inilah yang
membuat darah berwarna merah (Widayati, dkk, 2010).
Warna eritrosit tidak merata seluruh bagian, melainkan bagian tengah yang
lebih pucat, karena bagian tengah lebih tipis daripada bagian pinggirnya. Pada
keadaan normal bagian tengah tidak melebihi 1/3 dari diameternya sehingga selnya
dinamakan eritrosit normokromatik. Apabila bagian tengah yang pucat melebar
disertai bagian pinggir yang kurang terwarna maka eritrosit tersebut dinamakan
eritrosit hipokromatik. Sebaliknya apabila bagian tengah yang memucat menyempit
selnya dimanakan eritrosit hiperkromatik (Iqbal, 2012).

Gambar 1. Eritrosit Normal


4.3 Kelainan Eritrosit
Kelainan eritrosit dapat digolongkan menjadi 3, yaitu kelainan berdasarkan
warna eritrosit, kelainan berdasarkan ukuran eritrosit, dan kelainan berdasarkan
bentuk eritrosit.
1. Kelainan berdasarkan Warna Eritrosit
Kelainan berupa hipokrom, hiperkromia, anisokromasia, dan polikromasia
a) Hipokrom
Hipokromia adalah suatu keadaan dimana eritrosit memiliki daerah pucat (halo)
yang lebih besar atau lebih luas dari normal, dikelilingi dengan dengan warna tebal
mirip bundaran cincin. Eritrosit hipokrom disebabkan kadar hemoglobin dalam
eritrosit berkurang. Kelainan eritrosit ini dapat dijumpai pada Anemia defesiensi fe,
Anemia sideroblasti, Penyakit menahun (mis. Gagal gunjal kronik), dan Talasemia
dan Hb-pati (C dan E).
b) Polikrom
Eritrosit polikrom adalah eritrosit yang lebih besar dan lebih biru dari eritrosit
normal. Polikromasi suatu keadaan yang ditandai dengan banyak eritrosit polikrom
pada preparat sediaan apus darah tepi, keadaan ini berkaitan dengan retikulositosis.
c) Hiperkrom
Warna eritrosit tampak lebih tua karena terjadi penebalan membran, bukan karena
kelainan Hemolobin (Hb). Biasanya jarang ditemukan dan tidak dilaporkan.
2. Kelainan berdasarkan Ukuran Eritrosit
Ukuran normal eritrosit antara 6,2 8,2 m (normosit). Kelainnya dapat berupa
makrositer (Ukuran besar), mikrositer (ukuran kecil), dan anisositosis (ukuran
bermacam-macam). Anisositosis adalah suatu keadaan dimana ukuran diameter eritrosit
yang terdapat di dalam suatu sediaan apus berbeda-beda (bervariasi). Anisositosis tidak

menunjukkan suatu kelainan hematologik yang spesifik. Keadaan ini ditandai dengan
adanya eritrosit dengan ukuran yang tidak sama besar dalam sediaan apus darah tepi.
Anisositosis jelas terlihat pada anemia mikrositik yang ada bersamaan dengan anemia
makrositik seperti pada anemia gizi (Arjatmo Tjokronegoro dan Hendra Utama, 1996).
a) Makrositer
Ukuran eritrosit yang lebih dari 8,2 nm (lebih besar dari inti limfosit matur).
MCV lebih dari normal dan MCH biasanya tidak berubah. Terjadi karena pematangan
inti eritrosit terganggu, dijumpai pada defisiensi vitamin B atau asam folat. (Anonim,
2011).
b) Mikrositer
Ukuran eritrosit yang kurang dari 6,2 nm (lebih kecil dari inti limfosit matur)
biasa disertai dengan warna pucat (hipokromia). Pada pemeriksaan sel darah lengkap
didapatkan MCV yang rendah. Terjadinya karena menurunnya sintesa hemoglobin
yang disebabkan defisiensi besi, defeksintesa globulin, atau kelainan mitokondria yang
mempengaruhi unsur hem dalam molekul hemoglobin. Sel ini dapat dijumpai pada
anemia hemolitik, anemia megaloblastik, dan pada anemia defisiensi besi (Anonim,
2011).
3. Kelainan berdasarkan Bentuk Eritrosit (Poikilositosis)
Poikilositosis ialah keadaan dimana populasi eritrosit tampil dengan bentuk yang
bervariasi. Biasanya poikilositosis bersamaan dengan anisositosis. Meningkatnya
poikilositosis sering menunjukkan adanya kelainan eritropoiesis yang disebabkan oleh
defek sumsum tulang atau kelainan destruksi eritrosit. (Anonim,2013). Berikut adalah
beberapa kelainan bentuk eritrosit :
a) Akantosit
Akantosit adalah eritrosit yang pada dindingnya terlihat tonjolan-tonjolan sitoplasma
yang runcing dan tersebar tidak merata di permukaan sel. Sel ini bisa dilihat pada
abetalipoproteinemia, sirosis hati, anemia hemolitik, dll (Silviana, 2012).
b) Burr cells
Eritrosit dengan tonjolan sitoplasma yang teratur. Sel biasanya bikonkaf dan
distribusi dalam darah normalnya tidak ada. Sel ini berbeda dengan crenated cell,
karena tonjolan pada sitoplasma burr cell ini lebih tumpul dan teratur. Diakibatkan
kadar ureum tinggi (GGK). (Quintana,2012).
c) Sperosit

Sel ini adalah eritrosit yang tidak lagi berbentuk bikonkaf tetapi bentuknya bulat
(sferik) dengan diameter kurang dari 6 m. Dengan kata lain, volume sel berkurang
dan dindingnya menjadi lebih tebal. Oleh sebab itu pada sediaan apus sel ini tampak
tidak memiliki akromia sentral dan warna lebih atau sangat gelap dari warna
normalnya, disebut mikrosperofit hiperkromik. Kelainan bentuk sel ini terjadi karena
terganggunya fungsi membran sel. (Silviana, 2012)
d) Sel target
Eritrosit dengan diameter besar, bundar, tengahnya menonjol sehingga tampak lebih
gelap dikelilingi daerah pucat. Bentuk seperti mangkok kecil. Distribusi dalam darah
>2%
e) Sel bulan sabit (sikle)
Sickle cell adalah eritrosit yang bentuknya seperti bulan sabit atau clurit. Kadangkadang bervariasi berupa lanset huruf L, V, atau S dan kedua ujungnya
lancip. Sel ini dapat dijumpai pada sickle cell disease, atau hemoglobinopati
lainnya. Terjadi oleh karena gangguan oksigenasi sel. Ditemukan pada penyakitpenyakit Hb-pati seperti Hb S dan lain-lain (Quintana,2012).
f) Creanated cell
Crenate cell adalah eritrosit yang kelihatan dengan dinding "bergerigi" karena
adanya tonjolan-tonjolan sitoplasma yang runcing dan tersebar merata di permukaan
sel, Umumnya terjadi karena kesalahan teknik dalam pembuatan sediaan apus
(Quintana,2012).

g) Teardrop cell
Teardrop cell adalah eritrosit yang bentuknya seperti tetesan air mata atau kelihatan
seperti buah "pear", dapat dijumpai pada thalasemia, mielofibrosis, dll. Distribusi
dalam darah < 5 %. Kelainan di dapat pada pasien Mielofibrosis (Quintana,2012).
h) Ovalosit/eliptosit
Ovalosit atau elliptosit adalah eritrosit berbentuk lonjong, misalnya dilihat pada
ovalositosis herediter. Bentuk sangat bervariasi seperti oval, pensil dan cerutu
dengan konsentrasi Hb umumnya tidak menunjukkan hipokromik. Hb berkumpul
pada kedua kutub sel. Ditemukan pada Elliptositosis herediter (lebih dari 95 %

eritrosit berbentuk elliptosit), anemia defisiensi besi, B12, asam folat, sickle cell
anemia, thalasemia, hemolitik desease (Silviana, 2012).
i) Stomatosit
Khas kelainan sel ini pada sitoplasmanya dimana tampak daerah kepucatan pada
sitoplasmanya. Distribusi dalam darah tepi < 5% dari eritrosit normal. Jumlahnya
biasanya sedikit apabila jumlahnya banyak disebut stomatositosis. Pada stomatosis
herediter tampak sel ini lebih banyak tersebar. Pada mikroskop elektron tampak sel
seperti mangkok. Sentral akromia eritrosit tidak berbentuk lingkaran tetapi
memanjang seperti celah bibir mulut. Dapat juga ditemukan pada anemia hemolitik,
thalasemia, dan keracunan timah. (Silviana, 2012)
j) Sistosit ( fragmented cell; keratocytes)
Merupakan fragmen eritrosit berukuran kecil dan bentuknya tak teratur, berwarna
lebih tua. Terjadi pada anemia hemolitik karena combusco reaksi penolakan pada
transplantasi ginjal. Selain itu juga terjadi pada kasus penderita: Purpura trombotik
trombosistik, Kelainan katup jantung, Talasemia Major, Penyakit keganasan,
Hipertensi maligna dan Uremia ( Nita, 2013)
4.4 Sediaan Darah Tepi
Pemeriksaan preparat apusan darah tepi merupakan pemeriksaan darah rutin dan
pemeriksaan penyaring. Pemeriksaan darah rutin terdiri dari hemoglobin, jumlah leukosit,
hitung jenis leukosit , dan laju endapan darah. Pemeriksaan penyaring terdiri dari gambaran
darah tepi, jumlah eritrosit, hematokrit, indeks eritrosit, jumlah retikulosit, dan trombosit.
Menurut jenisnya preparat apusan darah tepi dibagi menjadi dua yaitu sediaan hapusan darah
tipis dan sediaan hapusan darah tebal (Budiwiyono. 1995). Ciri-ciri sediaan apusan darah
tipis yaitu lebih sedikit membutuhkan darah untuk pemeriksaan dibandingkan dengan sediaan
apusan darah tebal, morfologinya lebih jelas, dan perubahan pada eritrosit dapat terlihat jelas.
Sediaan apusan yang dibuat dan dipulas dengan baik merupakan syarat mutlak untuk
mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik. Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah
segar yang berasal dari kapiler atau vena yang dihapuskan pada kaca objek. Pada keadaan
tertentu dapat pula digunakan darah EDTA (Arjatmo Tjokronegoro. 1996).
V. ALAT DAN BAHAN
5.1 Alat :
1) Mikroskop Binokuler
2) Indirect Preparat
5.2 Bahan :

1) Oil Imersi
2) Tissue
3) Tissue lensa
VI. CARA KERJA
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2.
Disiapkan mikroskop di atas meja kerja
3.
Sediaan apusan darah diletakkan di atas meja preparat
4.
Mikroskop dinyalakan dengan menekan tombol ON
5.
Intensitas cahaya mikroskop diatur sesuai dengan kebutuhan
6.
Lensa objektif diarahkan ke pembesaran 10x lalu diafragma diatur
7.
Diatur ketinggian kondensor dan jarak lensa okuler disesuaikan dengan mata
8.
Makorometer dan mikrometer diatur hingga menemukan lapang pandang yang
jelas
9. Sediaan ditetesi oil imersi, lalu lensa objektif dipindahkan ke pembesaran 1000 X
10. Diafragma dan kondesor diatur
11. Pengamatan dilakukan pada counting area
12. Dilakukan pengamatan terhadap :
a) Warna eritrosit (normal atau hipokrom),
b) Ukuran eritrosit dengan membandingkan ukurannya dengan inti limfosit matur,
Bila eritrosit lebih besar
: Makrositer
Bila eritrosit lebih kecil
: Mikrositer
c) Kelainan bentuk eritrosit yang ada.
VII. HASIL PENGAMATAN
1. Indirect Preparat I

Lapang Pandang 1
Keterangan :
1 = burr cell
2 = helmet cell
3 = ovalosit
4 = hipokrom
5 = mikrositer

Lapang Pandang 2
4

Keterangan :
1 = helmet cell
2 = ovalosit
3 = sferosit
4 = mikrositer

Lapang Pandang 3
Keterangan :
1 = sel target
2 = ovalosit
3 = akantosit
4 = burr cell
5 = hipokrom
6 = mikrositer

6
5

Lapang Pandang 4
Keterangan :
1 = stomatosit
2 = burr cell
3 = akantosit
4 = hipokrom
5 = mikrositer

2. Indirect Preparat II
Lapang Pandang 1
Keterangan :
1 = eritrosit normal (normokrom
normositer)
2 = limfosit matur
3 = hipokrom
4 = mikrositer
5 = makrositer
6 = ovalosit (poikilositosis)

Lapang Pandang 2
Keterangan :
1 = eritrosit normal (normokrom
normositer)
3 = hipokrom
4 = mikrositer
5 = makrositer
6 = ovalosit (poikilositosis)

Lapang Pandang 3
Keterangan :
1 = eritrosit normal (normokrom
normositer)
3 = hipokrom
4 = mikrositer
6 = ovalosit (poikilositosis)
7 = cigarette (poikilositosis)

Lapang Pandang 4
Keterangan :
2 = limfosit matur
3 = hipokrom
4 = mikrositer
6 = ovalosit (poikilositosis)
7 = cigarette (poikilositosis)

Lapang Pandang 5
Keterangan :
1 = eritrosit normal (normokrom
normositer)
3 = hipokrom
4 = mikrositer
6 = ovalosit (poikilositosis)

Keterangan :
1 = eritrosit normal (normokrom normositer)
2 = limfosit matur
3 = hipokrom (kelainan warna eritrosit)
4 = mikrositer (kelainan ukuran eritrosit)
5 = makrositer (kelainan ukuran eritrosit)
6 = ovalosit (poikilositosis, kelainan bentuk eritrosit)
7 = Cigarette (poikilositosis, kelainan bentuk eritrosit)
VIII. PEMBAHASAN
Darah mengandung berbagai komponen dari tubuh termasuk di dalamnya adalah selsel darah. Untuk melihat struktur sel-sel darah dengan mikroskop cahaya pada umumnya
dibuat sediaan apusan darah. Sediaan apusan darah ini tidak hanya digunakan untuk
mempelajari sel darah tapi juga digunakan untuk menghitung perbandingan jumlah masingmasing sel darah. Pembuatan preparat apusan darah ini menggunakan suatu metode yang
disebut metode apusan yang merupakan suatu sediaan dengan jalan mengoles atau membuat
selaput (film) dan substansi yang berupa cairan atau bukan cairan di atas gelas benda yang
bersih dan bebas lemak untuk kemudian difiksasi dan diwarnai (Rani, Ayu. 2009).
Pada praktikum kali ini dilakukan pengamatan terhadap sediaan hapusan darah yang
bertujuan untuk mengidentifikasi kelainan-kelainan dari morfologi sel eritrosit. Pada
praktikum sebelumnnya telah dilakukan pengamatan sekaligus pembuatan sediaan hapusan
darah yang sampelnya berasal dari seorang mahasiswa, sehingga mahasiswa mengetahui
bagaimana morfologi normal dari sel eritrosit. Sel eritrosit ini memiliki fungsi yang sangat
penting bagi tubuh terutama dalam pengangkutan oksigen ke seluruh tubuh yang dibantu oleh
hemoglobin. Dalam keadaan normal, eritrosit manusia berbentuk bikonkaf dengan diameter
sekitar 7 -8 m, tebal 2.6 m dan tebal tengah 0.8 m dan tidak memiliki inti (Widayati,

dkk, 2010). Namun pada keadaan tertentu, morfologi sel eritrosit ini dapat mengalami
perubahan yang disebabkan karena beberapa faktor. Secara umum, kelainan morfologi
eritrosit dibagi menjadi 3, yaitu kelainan warna eritrosit (hipokrom), kelainan ukuran eritrosit
(makrositer, mikrositer, dan anisositosis), dan kelainan bentuk eritrosit (poikilositosis,
akantosit, sel target, helmet cell, dll). Untuk menentukan ukuran eritrosit adalah dengan cara
membandingkannya dengan inti limfosit matur. Jika ukurannya sama dengan limfosit matur
maka disebut dengan normositer, jika lebih kecil dari limfosit matur disebut mikrositer, dan
jika lebih besar dari limfosit matur disebut makrositer. Suatu keadaan dimana ukuran
diameter eritrosit yang terdapat di dalam suatu sediaan apusan berbeda-beda (makrositer dan
mikrositer) disebut dengan anisositosis. Dan disebut poikilositosis apabila pada suatu sediaan
apusan ditemukan bermacam-macam variasi bentuk eritrosit. Adanya kelainan pada
morfologi eritrosit dapat digunakan dalam evaluasi dan diagnosis berbagai kondisi medis,
contohnya anemia. (Warni, Elly. 2009).
Hal yang pertama kali dilakukan adalah menyiapkan seluruh alat dan bahan yang akan
digunakan. Selanjutnya, praktikan diharuskan untuk memilih lokasi yang baik untuk
pengamatan yaitu di counting area. Secara makroskopis, counting area ini biasanya berada
pada dekat dengan ujung hapusan dengan bagian hapusan yang

tidak terlalu tipis.

Selanjutnya sediaan diletakkan di atas meja objek. Pertama lensa objektf diatur ke
pembesaran 40x untuk mencari lapang panjang sekaligus mengkonfirmasi counting area
yang sudah diperkirakan tadi. Setelah sesuai, lensa objektif diatur kembali ke pembesaran
100x dan dilakukan penambahan minyak imersi pada sediaan. Fungsi dari penambahan oil
imersi ini adalah untuk menurunkan indeks bias cahaya, sehingga sel eritrosit dapat terlihat
dengan jelas. (Zakaria, 2012)
Pada praktikum ini, pengamatan terhadap morfologi sel eritrosit dilakukan pada 2
preparat patologis yang dilakukan pada hari yang berbeda. Pada indirect preparat I, jika
dilihat dari warna eritrositnya, ditemukan eritrosit hipokrom, yaitu eritrosit yang memiliki
daerah pucat (halo) lebih besar dari luas normal. Eritrosit hipokrom ini biasanya disebabkan
karena kadar hemoglobin dalam eritrosit berkurang. Kelainan eritrosit ini dapat dijumpai
pada Anemia defisiensi besi, anemia sideroblasti, penyakit menahun (mis. Gagal gunjal
kronik), dan thalasemia. Jika dilihat dari ukuran eritrositnya, ditemukan eritrosit dengan
ukuran lebih kecil dari normal yang disebut mikrositer. Mikrositer ini biasanya disebabkan
karena menurunnya sintesa hemoglobin yang disebabkan defisiensi besi, defeksintesa
globulin, atau kelainan mitokondria yang mempengaruhi unsur hem dalam molekul
hemoglobin. Sel ini dapat dijumpai pada anemia hemolitik, anemia megaloblastik, dan pada

anemia defisiensi besi. Jika dilihat dari bentuknya, ditemukan berbagai bentuk sel eritrosit,
seperti, helmet cell, ovalosit, sferosit, sel target, burr cell, akantosit, dan stomatosit. Adapun
beberapa ciri-ciri khusus kelainan bentuk eritrosit yang dapat dilihat secara mikroskopis pada
saat praktikum :
1) Helmet Cell
Dapat dilihat secara mikroskopis ciri-ciri dari helmet cell adalah berbentuk
setengah lingkaran (seperti helm), terkadang bisa memiliki atau tidak memiliki
daerah halo.
2) Ovalosit
Sel ovalosit memiliki ciri khas utama yaitu berbentuk oval dan terkadang agak
lonjong. Sel ovalosit ini diakibatkan karena hemoglobin berkumpul pada kedua
kutub sel.
3) Sferosit
Sel sferosit merupakan salah satu bentuk kelainan eritrosit, yaitu sel eritrosit
berbentuk bulat dengan diameternya kurang dari normal. Biasanya sel sferosit ini
tidak memiliki daerah halo dan warnanya lebih gelap dari sel eritrosit yang normal.
4) Sel target
Sel target memiliki bentuk yang lebih pipih dan diameternya lebih besar dari sel
eritrosit normal. Pada bagian tengah dari sel ini menonjol sehingga tampak seperti
bundar berwarna gelap yang dikelilingi daerah pucat.
5) Burr cell
Ciri khas dari bur cell ini adalah memiliki tonjolan sitoplasma yang tumpul dan
teratur. Sel ini biasanya disebabkan karena kadar ureum yang terlalu tinggi dan
dapat dijumpai pada penderita gagal ginjal kronis.
6) Akantosit
Sel akantosit ini juga memiliki tonjolan sitoplasma pada dindingnnya. Bedanya
dengan burr cell adalah pada akantosit tonjolan sitoplasmanya lebih runcing dan
tidak teratur. Selain itu, akantosit juga tidak memiliki daerah halo (daerah pucat)
7) Stomatosit
Ciri khas dari stomatosit ini adalah memiliki daerah halo yang berbentuk seperti
celah bibir dan memanjang dan umumnya disertai dengan kepucatan pada daerah
sitoplasmanya.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan pada indirect
preparat I ditemukan kelainan morfologi eritrosit, meliputi hipokrom mikrositer
poikilositosis (helmet cell, ovalosit, sferosit, sel target, burr cell, akantosit, stomatosit).
Pada indirect preparat II, jika dilihat dari warna eritrositnya, ditemukan eritrosit
hipokrom, yaitu eritrosit yang memiliki daerah pucat (halo) lebih besar dari luas normal.
Eritrosit hipokrom ini biasanya disebabkan karena kadar hemoglobin dalam eritrosit
berkurang. Jika dilihat dari ukuran eritrositnya, ditemukan eritrosit dengan ukuran lebih

kecil dari normal yang disebut mikrositer. Mikrositer ini biasanya disebabkan karena
menurunnya sintesa hemoglobin yang disebabkan defisiensi besi, defeksintesa globulin,
atau kelainan mitokondria yang mempengaruhi unsur hem dalam molekul hemoglobin.
Dan juga ditemukan eritrosit dengan ukuran yang lebih besar dari normal yang disebut
makrositer. Makrositer ini biasanya disebabkan karena pematangan inti eritrosit terganggu,
dijumpai pada defisiensi vitamin B atau asam folat. Jika dilihat dari bentuknya,
ditemukan bentuk sel eritrosit yang abnormal, seperti, ovalosit dan cigarette cell. Ciri khas
dari sel ovalosit ini adalah berbentuk oval dan terkadang agak lonjong. Sel ovalosit ini
diakibatkan karena hemoglobin berkumpul pada kedua kutub sel. Sedangkan pada
cigarette cell bentuknya lebih mengarah pada bentuk seperti sebatang rokok dan jika
dibandingakan dengan ovalosit, cigarette cell ini bentuknya agak lebih ramping.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan pada indirect
preparat II ditemukan kelainan morfologi eritrosit, meliputi hipokrom anisositosis
(mikrositer, makrositer) poikilositosis (ovalosit, cigarette cell).
Menurut Riswanto pada tahun 2013, gambaran darah tepi penting untuk pelacakan
dan evaluasi status hematologi pasien dan bermanfaat dalam memberi kelengkapan
informasi untuk diagnosis. Pemeriksaan darah tepi dilakukan untuk mengetahui
karakteristik sel-sel darah. Sebelum dilakukan pengamatan, harus dipastikan terlebih
dahulu sediaan yang digunakan adalah sediaan yang baik dan memiliki mutu pewarnaan
yang baik pula. Menurut Budiwiyono pada tahun 1995, kriteria preparat yang baik,
meliputi ;
1. Lebar dan panjangnya tidak memenuhi seluruh kaca benda sehingga masih ada
tempat untuk pemberian label.
2. Secara granula, penebalannya nampak berangsur-angsur menipis dari kepala ke
arah ekor.
3. Ujung atau ekornya tidak berbentuk bendera robek.
4. Tidak berulang-ulang karena bekas lemak ada di atas kaca benda.
5. Tidak terputus-putus karena gerakan gesekan yang ragu-ragu.
6. Tidak terlalu tebal (karena sudut penggeseran yang sangat kecil) atau tidak terlalu
tipis (karena sudut penggeseran yang sangat besar).
7. Pewarnaan yang baik sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan

Apabila sediaan yang telah diwarnai hasilnya tidak baik, maka harus dibuat sediaan
yang baru untuk menghindari kesalahan dalam penyimpulan hasil dari sediaan tersebut.
(Riswanto. 2013).

IX. SIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan preparat apusan darah tepi merupakan pemeriksaan darah rutin yang
umumnya bertujuan untuk mengetahui karakteristik sel-sel darah. Dan pada
praktikum ini dilakukan pemeriksaan sediaan hapusan darah yang bertujuan untuk
mengidentifikasi kelainan-kelainan dari morfologi sel eritrosit.
2. Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah indirect preparat dengan
prinsip sediaan apusan darah diletakkan di atas meja mikroskop dan diamati pada
pembesaran lensa objektif 100x dengan penambahan oil imersi. Pengamatan
dilakukan pada counting area.
3. Pengamatan morfologi sel eritrosit dilihat dari segi warna, ukuran dan bentuknya.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan pada
indirect preparat I ditemukan kelainan morfologi eritrosit, meliputi hipokrom
mikrositer poikilositosis (helmet cell, ovalosit, sferosit, sel target, burr cell,
akantosit, stomatosit). Dan berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, maka
dapat disimpulkan pada indirect preparat II ditemukan kelainan morfologi eritrosit,
meliputi hipokrom anisositos (mikrositer, makrositer) poikilositosis (ovalosit,
cigarette cell).

DAFTAR PUSTAKA
Arjatmo,

Tjokronegoro.

1996.

Sediaan

Apusan

Darah

Tepi.

[online].

tersedia:

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-faridapras-5318-2-bab2.pdf
(diakses pada 23 Maret 2016)
Budiwiyono. 1995. Prinsip Pemeriksaan Preparat Hapusan Darah Tepi. FK UNDIP:
Semarang
Iqbal.

2012.

Eritrosit.

[online].

tersedia:

http://aboutlabkes.wordpress.com/2012/01/30/eritrosit/ (diakses pada 01 Mei 2016)


Nita,

2013.

Hematologi

Klinik.

[Online],

http://nitaprabawatikennedy.blogspot.co.id/2013/02/hematologi-klinik.html.

(Diakses

tanggal 30 April 2016)


Quintana, Kinositha. 2012. Kelainan Bentuk Eritrosit.[online]. tersedia: http:// cocoquiin.
blogspot.com/2012/03/kelainan-bentuk-eritrosit.html (diakses pada 06 Mei 2016)
Riswanto, 2013. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Yogyakarta: Alfamedia & Kanal
Silviana,

2012.

Kelainan

Sediaan

Hapusan

Darah.

[Online],

http://silviaquerida.blogspot.co.id/2012/04/kelainan-sediaan-apus-darah.html. (diakses
pada 01 Mei 2016)
Warni, Elly. 2009. Penentuan Morfologi Sel Darah Merah (Eritrosit). [online]. tersedia:
https://www.academia.edu/18685045/penentuan_morfologi_sel_darah_merah (diakses
pada 07 Mei 2016)
Widayati, dkk.2010. Laporan Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia Sediaan Apus Darah.
Jakarta: Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Vegas, Maryo. 2013. Perbedaan Hasil Pewarnaan Giemsa dan Wright terhadap morfologi
eritrosit dan kualitas cat pada preparat darah apusan. [online]. tersedia:
http://digilib.unimus.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jtptunimus-gdlmaryovegas-6908 (diakses pada 23 Maret 2016)
Zakaria.2012.Morfologi

Sel

Darah

Merah.[online].

tersedia:

di:http://zakariadardin.wordpress.com/2012/01/09/morfologi-sel-darah-merah/ (diakses
pada 06 Mei 2016)

Denpasar, 08 Mei 2016


Praktikan

Made Wulan Kesumasari


P07134014028

LEMBAR PENGESAHAN

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. dr. Sianny Herawati, Sp.PK

Rini Riowati, B.Sc

Pembimbing III

Pembimbing IV

I Ketut Adi Santika, A.Md.AK

Luh Putu Rinawati, A.Md. A.K

Pembimbing V

Kadek Aryadi Hartawiguna, A.Md. A.K

Anda mungkin juga menyukai