Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari tanpa disadari manusia selalu berhubungan
dengan jasad renik dari alam dunia yang tidak tampak dengan mata biasa. Itu
disebabkan karena bekteri merupakan organism yang sangat kecil (berukuran
mikroskopis). Selainitu, bakteri tidak berwarna, juga transparan dan sangat kecil.
Akibatnya pada mikroskop tidak tampak jelas dan sukar untuk melihat bagian-
bagiannya. Sehingga untuk mengatasi hal tersebut maka dikembangkan suatu
teknik pewarnaan sel bakteri, sehingga sel dapat terlihat jelas dan mudah diamati.
Teknik pewarnaan sel bakteri ini merupakan salah satu cara yang paling utama
dalam penelitian-penelitian mikrobiologi. Prinsip dasar dari pewarnaan ini adalah
adanya ikatan ion antara komponen selular dari bakteri dengan senyawa aktif dari
pewarna yang disebut kromogen. Terjadi ikatan ion karena adanya muatan listrik
baik pada komponen seluler maupun pada pewarna. Berdasarkan adanya muatan
ini maka dapat dibedakan pewarna asam dan pewarna basa.
Pengecatan bakteri sudah dilakukan sejak awal berkembangnya mikrobiologi
dipertengahan abad ke-19 oleh Louis Pasteur dan Robert Koch. Cara-cara
pengecatannya yaitu pewarnaan sederhana, pewarnaan gram, pewarnaan negatif,
pewarnaan BTA, pewarnaan negatif, pewarnaan neisser (granula), dan pewarnaan
spora.
Beberapa mikroba tertentu tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan sederhana
ataupun Gram, misalnya golongan Mycobacterium, Retinomycites, dll. Hal ini
disebabkan sel-sel mikroba diliputi oleh semacam lilin (lipid) dan asam mycolat,
sehingga tubuhnya sukar ditembus oleh zat-zat warna. Tetapi dia dapat diwarnai
dengan karbolfuchsin panas (sambil dipanasi), ternyata zat warna ini dapat
meresap dan diikat oleh tubuh bakteri tersebut. Keistimewaan dari kuman tahan
asam ini, zat warna yang telah diikat itu sukar dilepaskan walaupun dilakukan
dengan pencucian dengan alkohol-asam, misalnya asam sulfat dan asam chlorida.
Oleh karena kuman-kuman seperti itu tahan terhadap pencucian asam-asam
mineral, maka disebut kuman tahan asam. Pewarnaan ini ditujukan terhadap
bakteri yang mengandung lemak dalam konsentrasi tinggi sehingga sukar
menyerap zat warna, namun jika bakteri diberi zat warna khusus misalnya
karbolfukhsin melalui proses pemanasan, maka akan menyerap zat warna dan
akan tahan diikat tanpa mampu dilunturkan oleh peluntur yang kuat sekalipun
seperti asam-alkohol. Karena itu bakteri ini disebut bakteri tahan asam (BTA).
B. Tujuan Praktikum
1. Untuk mengetahui tehnik pewarnaan BTA menggunakan metode Ziehl-
Neelsen .
2. Untuk mengetahui bakteri basil tahan asam dengan bakteri bukan basil tahan
asam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri merupakan organisme prokariot. Umumnya ukuran bakteri sangat kecil,
bentuk tubuh bakteri baru dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop dengan
pembesaran 1.000 X atau lebih (Waluyo, 2004). Sel bakteri memiliki panjang yang
beragam, sel beberapa spesies dapat berukuran 100 kali lebih panjang daripada sel
spesies yang lain. Bakteri merupakan makhluk hidup dengan ukuran antara 0,1
sampai 0,3 µm. Bentuk bakteri bermacam – macam yaitu elips, bulat, batang dan
spiral. Bakteri lebih sering diamati dalam olesan terwarnai dengan suatu zat pewarna
kimia agar mudah diamati atau dilihat dengan jelas dalam hal ukuran, bentuk,
susunan dan keadaan struktur internal dan butiran.Sel sel individu bakteri dapat
berbentuk seperti bola/elips, batang (silindris), atau spiral (heliks) (Pelczar & Chan,
2007).
Salah satu bahan yang digunakan untuk mendiagnosa adalah dahak atau sputum.
Dahak yang diperiksa paling sedikit 3-5 cc. Jika jumlah kuman kurang dari 5000
dalam 1 cc dahak, maka itu tidak akan kelihatan dimikroskop. Dahak yang diambil
ialah dahak yang kental kuning kehijauan sebanyak 3-5cc.
Bakteri tahan asam adalah bakteri yang mempertahankan zat warna karbol-
fuchsin (fuchsin basayang dilarutkan dalam suatu campuran phenol-alkohol-air)
meskipun dicuci dengan asam klorida dalam alkohol. Sediaan sel bakteri pada gelas
alas disiram dengan cairan karbol fuchsin kemudian dipanaskan sampai keluar uap.
Setelah itu, zat warna dicuci dengan asam alkohol dan akhirnya diberi warna kontras
(biru atau hijau). Bakteri-bakteri tahan asam (spesies Mycobakterium dan beberapa
Actinomycetes yang serumpun) berwarna merah dan yang lain-lain akan berwarna
sesuai warna kontras.
Pewarnaan bakteri bertujuan untuk memudahkan melihat bakteri dengan
mikroskop, memperjelas ukuran dan bentuk bakteri, untuk melihat struktur luar dan
struktur dalam bakteri seperti dinding sel dan vakuola, menghasilkan sifat-sifat fisik
dan kimia yang khas daripada bakteri dengan zat warna, serta meningkatkan kontras
mikroorganisme dengan sekitarnya. Teknik pewarnaan warna pada bakteri dapat
dibedakan menjadi tiga macam yaitu pengecatan sederhana, pengecatan diferensial
dan pengecatan struktural. Pemberian warna pada bakteri atau jasad- jasad renik lain
dengan menggunakan larutan tunggal suatu pewarna pada lapisan tipis, atau olesan,
yang sudah difiksasi, dinamakan pewarnaan sederhana. Prosedur pewarnaan yang
menampilkan perbedaan di antara sel-sel mikroba atau bagian-bagian sel mikroba
disebut teknik pewarnaan diferensial (Pelczar & Chan, 2007).
Zat warna adalah senyawa kimia berupa garam-garam yang salah satu ionnya
berwarna.Garam terdiri dari ion bermuatan positif dan ion bermuatan
negatif.Senyawa-senyawa kimia ini berguna untuk membedakan bakteri-bakteri
karena reaksinya dengan sel bakeri akan memberikan warna berbeda. Perbedaan
inilah yang digunakan sebagai dasar pewarnaan bakteri.Sel-sel warna dapat dibagi
menjadi dua golongan yaitu asam dan basa.Jika warna terletak pada muatan positif
dari zat warna, maka disebut zat warna basa.Jika warna terdapat pada ion negatif,
maka disebut zat warna asam.Contoh zat warna basa adalah methylen blue, safranin,
netral red, dan lain-lain. Sedangkan anionnya pada umumnya adalah Cl -, SO4-,
CH3COO-, COOHCOO?. Zat warna asam umumnya mempunyai sifat dapat
bersenyawa lebih cepat dengan bagian sitoplasma sel sedangkan zat warna basa
mudah bereaksi dengan bagian-bagian inti sel. Pewarnaan bakteri dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti : fiksasi, peluntur warna, substrat, intensifikasi pewarnaan dan
penggunaan zat warna penutup (Sutedjo, 1991).
Mycrobakteria adalah bakteri aerob berbentuk batang, yang tidak membentuk
spora. Walaupun tidak mudah diwarnai bakteri ini tahan terhadap penghilangan
warna (deklorisasi) oleh asam atau alkohol dan karena itu dinamakan basil tahan
asam. Ciri –ciri khas Mycobakterium tuberculosis dalam jaringan, basil tuberkel
merupakan batang ramping lurus berukuran kira-kira 0,4 x 3 µm.
Mycobakteria tidak dapat diklasifikasikan sebagai gram positif atau gram
negatif. Sekali diwarnai dengan zat warna basa, warna tersebut tidak dapat
dihilangkan dengan alkohol, meski dibubuhi dengan iodium. Basil tuberkel yang
sebenarnya ditandai oleh sifat tahan asam misalnya 95 % etil alkohol yang
mengandung 3 % asam hidroklorida (asam alkohol) dengan cepat akan
menghilangkan warna semua bakteri kecuali Mycobakteria. Sifat tahan asam ini
bergantung pada integritas struktur selubung berlilin.
Prinsip dasar dari pewarnaan adalah adanya ikatan ion antara komponen selular
dari bakteri dengan senyawa aktif dari pewarna yang disebut kromogen. Ikatan ion
dapat terjadi karena adanya muatan listrik baik pada komponen seluler maupun pada
pewarna. Terdapat tiga macam metode pewarnaan yaitu pewarnaan sederhana,
pewarnaan diferensial dan pewarnaan gram. Pewarnaan sederhana menggunakan
pewarna tunggal, pewarnaan diferensial memakai serangkaian larutan pewarna atau
reagen. Pewarnaan gram merupakan metode pewarnaan yang paling umum
digunakan untuk mewarnai sel bakteri (Umsil, 2008).
Zat pewarna adalah garam yang terdiri atas ion positif dan ion negatif, salah
satu di antaranya berwarna. Pada zat warna yang bersifat basa, warna terdapat pada
ion positif (zat pewarna+ Cl-) dan pada pewarna asam, warna akan terdapat pada ion
negatif (zat pewarna- Na+). Hubungan antara bakteri dengan zat pewarna basa yang
menonjol disebabkan terutama oleh adanya asam nukleat dalam jumlah besar dalam
protoplasma sel. Jadi, jika bakteri itu diwarnai, muatan negatif dalam asam nukleat
bakteri akan bereaksi dengan ion positif zat pewarna basa, Kristal violet, safranin dan
metilin blue adalah beberapa zat pewarna basa yang biasa digunakan. Sebaliknya zat
pewarna asam ditolak oleh muatan negatif bakteri menyeluruh. Jadi, mewarnai
bakteri dengan zat pewarna asam akan menghasilkan hanya pewarnaan pada daerah
latar belakang saja. Karena sel bakteri tak berwarna di atas latar belakang yang
berwarna (Volk & Wheeler, 1993).
Secara garis besar teknik pewarnaan bakteri dapat dikategorikan sebagai
berikut: pewarnaan sederhana, pewarnaan differensial (pewarnaan gram dan
pewarnaan tahan asam), pewarnaan khusus untuk melihat struktur tertentu :
pewarnaan flagel, pewarnaan spora, pewarnaan kapsul, pewarnaan khusus untuk
melihat komponen lain dan bakteri (pewarnaan Neisser (granula volutin), pewarnaan
yodium (granula glikogen) dan pewarnaan negatif (Gozali, 2009).
Pewarnaan BTA dapat dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu bakteri tahan
asam  yang akan tetap mengikat zat pewarnaan primer (karbol fuksin) dan tidak akan
dilepas pada pencucian alkoholm asam, serta tidak akan mengikat zat warna sekunder
(methylen blue), sedangkan bakteri tidak  tahan asam akan melepaskan zat warna 
primer pada pencucian alcohol asam  dan akan mengikat zat warna  sekunder.Ada
beberapa  cara  mewarnai bakteri tahan asam yaitu, menurut Ziehl-Neelseen, menurut
Tan Thiam Hok (1957) yang disebut juga pewarnaan Kinyoun-Gabbet, serta
pewarnaan dengan AURAMEN-PHENOL FLUORCHROME.
Teknik pewarnaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosa keberadaan
bakteri penyebab tuberkulosis yaitu Mycobacterium tuberculosis . Ada beberapa cara
pewarnaan tahan asam, namun yang paling banyak adalah cara menurut Ziehl-
Neelsen.(anonymous,2009).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
a. Alat  Sputum Pasien
 Pot Sampel TB Paru
 Tusuk Gigi  Karbol Fuksin
 Ose 0,3%,
 Kaca Objek  Asam Alkohol

 Mikroskop (Hcl 3% +

 Pembakar Etanol 95%)

Bunsen  Methylen Blue

 Tissue 0,3%.

 Labu Semprot
b. Bahan
B. Prosedur Kerja
1. Lakukan dekontaminasi sputum dengan cara sebagai berikut:
a. Sputum dimasukkan ke dalam tabung Falcon 50 ml steril
b. Tambahkan larutan dekontaminasi (NaOH 4% + Sodium citrat
2,9% + N-Acetyl L-Cystein) dengan volume perbandingan yang
sama (1:1).
c. Vortex selama 10 detik, lalu dibiarkan selama 15 menit pada suhu
kamar.
d. Tambahkan Phospat Buffer Saline (PBS) pH 6,8 hingga volume
mencapai 50 ml lalu disentrifugasi 3000 g selama 15 menit.
Supernatan dibuang secara perlahan dan endapan / pellet
ditambahkan 1 - 2 ml PBS. Selanjutnya hasil staminan ini
digunakan untuk smear mikroskopi dan kultur.
2. Gelas objek dibersihkan dengan kain/tissue kemudian dilewatkan di
atas api untuk menghilangkan lemak dengan pembakar spritus.
3. Letakkan sputum pada kaca objek. Ratakan apusan dengan tusuk gigi
membentuk spiral-spiral kecil berulang (coil type) hingga tersebar
merata, ukuran 2 x 3 cm. Jangan membuat spiral-spiral kecil pada
apusan yang sudah kering, karena dapat terkelupas dan menjadi
aerosol yang berbahaya.
4. Keringkan apusan dan fiksasi di atas pemakar bunsen.
5. Letakkan sedian pada rak pewarnaan dengan apusan menghadap ke
atas.
6. Genangi apusan dengan karbol fuksin. Panasi dari bawah dengan
menggunakan
pembakar Bunsen sampai keluar uap (sekitar 5 menit). Diamkan
kemudian
dipanasi lagi sebanyak 3 kali. Pada pemanasan ini dijaga jangan
sampai cat menjadi kering atau mendidih. Dinginkan sediaan.
7. Bilas dengan air mengalir secara perlahan-lahan.
8. Genangi apusan dengan asam alkohol setetes demi setetes hingga
aliran asam alkohol jernih.
9. Bilas dengan air mengalir secara perlahan-lahan.
10. Berikan pewarna tandingan methylen blue selama 2 menit.
11. Bilas dengan air mengalir dan biarkan mengering di udara atau ditekan
diantara 2 kertas saring (jangan digosok), lalu amati dibawah
mikroskop pada perbesaran
100x.
Interpretasi hasil : Bakteri yang bersifat tahan asam tampak
berwarna merah, sedangakan yang tidak tahan asam berwarna biru.
Minimum diperiksa sebanyak 300 lapangan pandang (LP), sebelum
dinyatakan negatif (-). Intepretasi BTA (quantitative report) menurut
Union Against Tuberculosis and Lung Diseases (IUATLD):
 Tidak ada BTA =0/100 LP
 Meragukan = 1-9/100 LP
 1 + = 10-99 / 100 LP
 2 + = 1-10 /LP
 3+=> 10 BTA dalam 1 LP, periksa minimal 20 LP.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Gambar Pengamatan

Sampel yang dijadikan


control dan dinyatakan
positif. Karena ditemukan
keberadaan bakteri tahan
asam.

Gambar A ( Sputum Kontrol )

Hasil dari percobaan yang


kami lakukan, dinyatakan
negative karena tidak
ditemukan keberadaan
bakteri tahan asam pada
sampel yang kami ambil.

Gambar B ( Sputum Sample )


Sample : Dahak (+) TBC Paru
Morfologi sel :
Bentuk : coccus
Susunan : monococcus
Reaksi Tahan Asam : -
Hasil kuantitatif : 0

B. Pembahasan
Bakteri tahan asam (BTA) merupakan bakteri yang memiliki ciri-ciri
yaitu berantai karbon (C) yang panjangnya 8-95 dan memiliki dinding sel
yang tebal yang terdiri dari lapisan lilin dan asam lemak mikolat, lipid yang
ada bisa mencapai 60% dari berat dinding sel. Kuman bakteri tahan asam
(BTA), dikenal ada 41 spesies yang telah diakui oleh ICSB (International
Committee on Systematic Bacteriology). Sebagaian besar sudah saprofit dan
sebagaian kecil lainnya pathogen untuk manusia diantaranya Mycobacterium
tuberculosis, Mycobacterium leparae dan lain-lainnya yang dapat
menyebabkan infeksi kronik. Golongan sapropit dikenal juga dengan nama
atipik (Syahrurachman, 1994).
Mycobacterium adalah salah satu bakteri yang banyak ditemukan di
masyarakat. Salah satu spesiesnya adalah Mycobacterium tuberculosis yang
dapat menularkan kuman tuberculosis melalui udara, percikan dahak, atau
ludah yang terinfeksi oleh kuman tuberculosis (Girsang, 2013).
Tipikal organism dalam jaringan, basil tuberkel adalah bakteri batang,
lurus dengan ukuran sekitar 0,4 – 3 µm. Pada media buatan, bentuk kokoid
dan filamentous tampak bervariasi dari satu spesies ke spesies lain.
Mikrobakteria tidak dapat dikelompokan sebagai gram positif. Segera setelah
diwarnai dengan pencelupan dasar mereka tidak dapat didekolorisasi oleh
alcohol, tanpa memperhatikan pengobatan dengan iodine. Basil tuberkel yang
benar ditandai dengan “pencepat asam”-misalnya 95% etil alcohol yang berisi
3% asam hidroklorat (asam alcohol) mendekolorisasi semua bakteri dengan
cepat kecuali mikobacteria. Pencepat asam tergantung pada integritas lilin
pembungkus. Pewarnaan teknik Ziehl-Neelsen digunakan untuk identifikasi
bakteri cepat asam (Brooks, 2005).
Pewarnaan BTA dikenal 3 macam pewarnaan untuk bakteri tahan
asam, yaitu: Ziehl Neelsen, Fluorokrom, Kinyoun Gabbet, berikut adalah cara
melakukan 3 pewarnaan.
a. Pewarnaan Ziehl Neelsen
Pewarnaan Ziehl Neelsen. Larutan carbol fuchsin 0,3% dituang
pada seluruh permukaan sediaan, kemudian dipanaskan diatas nyala api
sampai keluar asap tetapi tidak sampai mendidih atau kering selama 5
menit. Sediaan kemudian dibiarkan dingin atau dicuci kering anginkan
selama 5-7 menit lalu kelebihan zat warna dibuang dan dicuci dengan air
yang mengalir perlahan. Setelah itu larutan asam alkohol 3%
(hydrochloric acid-ethanol) dituang pada sediaan dan dibiarkan 2-4 menit
kemudian dicuci dengan air mengalir selama 1-3 menit, kelebihan larutan
dibuang. Larutan methylene blue 0,1% dituang sampai menutup seluruh
permukaan, dibiarkan 1 menit lalu larutan dibuang dan dicuci dengan air
mengalir.
b. Pewarnaan Fluorokrom
Pewarnaan Fluorokrom (Auramine O). Sediaan direndam didalam
larutan Auramine (Merck), dibiarkan selama 15 menit kemudian dicuci
dengan air bebas klorin atau H2O destilata dan dikeringkan. Sediaan lalu
direndam didalam asam alkohol, dibiarkan selama 2 menit, dicuci dengan
H2O destilata dan dikeringkan. Setelah itu sediaan direndam didalam
potasium permanganat 0,5%, dibiarkan selama 2 menit, dicuci dengan
H2O destilata dan dikeringkan di udara.
c. Pewarnaan Kinyoun Gabbet
Pewarnaan Kinyoun Gabbet. Larutan Kinyoun (fuchsin basis 4g, fenol
8ml, alkohol 95% 20ml, H2O destilata (100ml) dituang pada permukaan
sediaan, dibiarkan selama 3 menit, kemudian kelebihan zat warna dibuang
dan dicuci dengan air yang mengalir perlahan. Selanjutnya larutan Gabbet
(methylene blue 1g, H2SO4 96% 20ml, alkohol absolut 30ml, H2O
destilata 50ml) dituang pada permukaan sediaan, dibiarkan 1 menit
kemudian kelebihan zat warna dibuang dan dicuci dengan air yang
mengalir perlahan, kemudian sediaan dikeringkan di udara (Karuniawati,
2005).
Uji bakteri tahan asam (BTA) pada praktikum ini menggunakan
prosedur pewarnaan dengan menggunakan metode pewarnaan diferensial,
prosedur pewarnaan ini yang menampilkan perbedaan diantara sel-sel
mikroba atau bagian-bagian sel mikroba. Dengan teknik ini biasanya
digunakan lebih dari satu larutan zat pewarna atau reagen pewarna. Salah
satunya dengan menggunakan cara teknik pewarnaan BTA dengan
persiapan meliputi ulasan warna dengan karbol fuchsin, dipusatkan dan
diberi warna tandingan metilen blue. Hal tersebut dilakukan guna
memisahkan bakteri tahan asam yang tetap mempertahankan warna
aslinya apabila dikenai larutan asam (Mycobacterium) dari bakteri tak
tahan asam yang pudar warnanya dikarenakan oleh larutan asam (Pelczar,
1986).
Dalam pewarnaan Ziehl Nelson digunakan beberapa jenis reagen
diantaranya ialah:
a.        Karbol Fuchsin berfungsi untuk mewarnai dinding selnya.
b.       Alkohol asam 3% berfungsi untuk melunturkan dinding sel yang
tebal.
c.        Methylen Blue berfungsi untuk mewarnai bagian background
d.       Sedangkan fiksasi dalam percobaan ini dilakukan untuk membuka
pori-pori sel.
Mycobacterium tidak dapat diwarnai dengan cara Gram, tetapi jika
berhasil maka hasilnya adalah Gram positif. Perlakuannya dengan cara
pemanasan, pencucian dengan menggunakan air mengalir, pemberian zat
warna dan pemberian alkohol. Tujuan pencucian dengan menggunakan
alkohol adalah supaya warna merah yang tersisa setelah ditetesi karbol
fuchsin hilang. Sedangkan perlakuan pencucian dengan menggunakan air
mengalir bertujuan untuk menutup kembali lemaknya. Pemberian zat
warna seperti karbol fuchsin dan metilen blue bertujuan untuk mematikan
bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Zat warna yang dapat membunuh
Mycobacterium Tuberculosis adalah Malachite green. Hasil preparat
menunjukan sel berwarna merah dengan background biru, hal ini
disebabkan karena karbol fuchsin bersifat asam sehingga dapat diserap
oleh dinding sel bakteri tersebut. Sedangkan metilen biru bersifat basa
sehingga tidak dapat diserap oleh dinding sel bakteri (Pelczar, 1986).
Patogenesis Mycobacterium tuberkuloseadalah Mikrobacteria dalam
droplet dengan diameter 1-5µm dihirup dan mencapai alveoli. Penyakit
dihasilkan dari pembentukan dan proliferasi organism virulen dan
interaksi dengan inang. Basil virulen yang diinjeksikan (yaitu BBG)
bertahan hanya dalam beberapa bulan atau tahun dalam inang yang
normal. Resistensi dan hipersensitivitas inang sangat mempengaruhi
perkembangan penyakit (Brooks, 2005).
Saat seseorang terpapar pertama kali dengan bakteri Mycobacterium
tuberculosis, saat itulah terjadi infeksi primer. Saat bakteri masuk ke
tubuh, system kekebalan tubuh akan merespons dengan menghasilkan
makropag (sel kekebalan yang dapat mendeteksi dan menghancurkan
benda asing yang masuk ke tubuh). Makropag kemudian menelan dan
membawa bakteri ke limpa untuk ditahan atau dihancurkan. Akan tetapi,
terkadang sel-sel bakteri ini masih dapat memperbanyak diri. Perbanyakan
sel-sel bakteri ini akan mengakibatkan perubahan tahap infeksi primer
menjadi TBC primer. Gejala-gejala TBC primer antara lain batuk, demam,
berkeringat saat malam, dan penurunan berat badan (Widiyanto, 2014).
Jika sel-sel bakteri tidak memperbanyak diri maka kemungkinan yang
lain adalah adanya penghambatan sel bakteri oleh makropag. Makropag
akan membentuk sebuah dinding pengaman untuk membungkus sel
bakteri. Gabungan antara makropag dan sel bakteri ini kemudian
berkembang menjadi sebuah tonjolan yang disebut tuberkel atau
granuloma. Selama system kekebalan tubuh masih kuat, sel bakteri berada
dalam keadaan tidak aktif (dormant) di dalam bungkusan makropag
selama beberapa tahun. Pada keadaan ini, sel bakteri tidak mampu
menimbulkan infeksi lebih lanjut, sehingga orang tidak akan mengalami
serangan TBC aktif. Namun, jika kekebalan tubuh menurun, tuberkula
akan terbuka dan melepaskan sel-sel bakteri. Pada tahap ini, infeksi akan
berkembang menjadi TBC sekunder (Widiyanto, 2014).
Penurunan kekebalan tubuh akibat infeksi HIV atau kualitas gizi yang
buruk bisa mempercepat perkembangan infeksi menjadi TBC sekunder.
Pada TBC sekunder, sel bakteri yang semula tidak aktif menjadi aktif,
memperbanyak diri, kemudian menyerang berbagai jaringan di dalam
paru-paru. Kerusakan yang terjadi di dalam paru-paru biasanya ditandai
dengan penumpukan cairan pada pleura (selaput pembungkus paru-paru).
Selain menyerang paru-paru, sel-sel bakteri juga akan menyebar ke
berbagai organ lainnya melalui aliran darah. Gejala yang muncul pada
tahap TBC sekunder adalah batuk yang disertai darah (Widiyanto, 2014).
Penyakit yang disebabkan Mycobacterium sp adalah Microbacteria
lain pada derajat patogenik yang berbeda telah ditumbuhkan dari sumber
manusia lain dalam decade terakhir. Mikroba atipikal ini dikelompokan
sesuai dengan kecepatan pertumbuhan pada temperature yang berbeda dan
produksi pigmen. Beberapa diantaranya diidentifikasi menggunakan
pemeriksaan DNA. Sebagian besar terjadi dalam lingkungan, tidak
ditransmisikan dengan cepat dari orang ke orang, dan merupakan
pathogen oportunistik. Spesies yang signifikan menyebabkan penyakit
seperti dibawah ini.
a. Mycobacterium avium complex
Mycobacterium avium sering kali disebut MAC atau MAI
(M.aviumintracellulare) komplek. Organism ini tumbuh secara
optimal pada temperature 41oC, menghasilkan koloni halus, lunak, dan
tidak berpigmen. Dalam lingkungan terbuka mereka ada dimana-mana,
dan telah dibiakan dari air, tanah, makanan, dan binatang termasuk
burung.
Organisme MAC sering menyebabkan penyakit pada seseorang
yang mengidap immunokompeten. Namun, di Amerika Serikat, infeksi
disseminasi MAC merupakan infeksi bakteri opportunities yang umum
pada pasien AIDS. Resiko pengembangan disseminasi infeksi MAC
pada orang-orang terinfeksi AIDS bertambah banyak ketika jumlah
limfosit positif CD-4 berkurang hingga <100/ µl.
Paparan lingkungan dapat menimbulkan kolonisasi MAC pada
saluran respirasi atau gastrointestinal. Bakterimia transien yang terjadi
akan diikuti dengan invasi jaringan. Bakterimia dan infiltrasi jaringan
ekstransif menghasilkan disfungsi organ. Beberapa organ dapat
dipengaruhi. Dalam paru-paru, nodul, diffuse infiltrate, rongga, dan
lesi endobronkhial merupakan hal yang umum. Manifestasi lain
termasuk perikartidis, abses jaringan lunak, lesi kulit, melibatkan
nodus limfe, infeksi tulang dan lesi system saraf pusat. Pasien yang
sering mengalami simtom nonspesifik seperti demam, keringat dingin,
sakit perut, diare, dan penurunan barat badan (Brooks, 2005).
b. Mycobacterium kansasi, M. malmoense, dan M. xenopi
Spesies-spesies ini menyebabkan infeksi paru yang lambat
menyerupai tuberculosis pada pasien predisposisi penyakit paru kronik
seperti bronkiektasis, silikosis, dan penyakit obstruksi jalan napas.
Terapi awal dengan obat standar mungkin harus disesuaikan mengikuti
uji kerentanan (Gillespie, 2007).
c. Mycobacterium marinum, dan M. ulcerans
Mycobacterium marinum menyebabkan infeksi granulomatosa
kronik pada kulit dan didapat dari sungai, kolam renang yang tidak
dikelola dengan baik, maupun kolam ikan. Penyakit ini ditandai oleh
lesi pustular yang berkrusta. Infeksi M.ulcerans berhubungan dengan
pertanian di Afrika dan Australia. Ekstremitas bawah biasanya terkena
lesi popular, yang membentuk ulkus dan dapat merusak jaringan
dibawahnya termasuk tulang (Gillespie, 2007).
d. Mycobacterium scrofulaceum
Bakteri ini adalah skotokromogen yang kadang-kadang
ditemukan di air dan sebagai saprofit pada orang dewasa yang
mengidap penyakit paru-paru kronik. Bekteri menyebabkan
limfadenitis servikal kronis pada anak-anak, dan jarang penyakit
granulomatus lain. Pembedahan eksisi yang meliputi nodus limfa
servikal memberikan hasil yang baik dan resistensi terhadap obat
antituberkulosis (Brooks, 2005).
e. Mycobacterium leprae
Mycobacterium leprae tidak dapat dibiakkan pada media
buatan. Organism ini menyerang saraf perifer, menyebabkan
anesthesia. Destruksi jari dan deformitas terjadi kemudian,
mengakibatkan pasien mengalami cacat berat. Hasil akhir dari infeksi
tergantung dari respon imun setiap individu, membentuk spectrum dari
‘tuberkuloid’ yang didominasi oleh respons TH1, ‘borderline’ sampai
‘lepromatosa’ yang didominasi oleh respons Th2. Pasien dengan
penyakit tuberkuloid memiliki respons imun yang diperantarai-sel
yang kuat, memiliki banyak granuloma, dan pausitas bakteri pada
jaringan berhubungan dengan kerusakan saraf tropic, sedangkan
pasien dengan penyakit lepromatosa memiliki imunitas yang
diperantarai-sel(cell-mediated immunity, CMI) yang buruk, tidak
terdapat granuloma, dan merupakan penyakit generalisata (Gillespie,
2007).
Perbandingan hasil praktikum dengan pustaka dahak dari
pasien penderita TB diekstrak dengan mengunakan teknik Ziehl
Neelsen dan asam cepat terdapat noda merah dengan latar biru yang
merupakan basil positif. BTA mudah dikenali dalam Negara yang
memiliki tingkat insiden TB MDR yang rendah dan Negara yang
memiliki tingkat insiden TB MDR yang tinggi. Data perubahan dalam
gen rpoB dari M. tuberculosis menyebabkan resistensi rifampisin
(Zanden, 2003).
Sputum yang digunakan dalam praktikum BTA setelah
diekstrak dengan menggunakan teknik Zeehl Neelsen tidak
menghasilkan noda warna merah dengan latar biru. Hal ini
menunjukan bahwa dalam sputum tersebut resusnya negative ( tidak
mengandung bakteri Mycobacterium tuberkulose).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Bakteri tahan asam adalah bakteri yang memiliki ciri- berantai karbon
(C) yang panjangnya 8-95 dan memiliki dinding sel yang tebal yang
terdiri dari lapisan lilin dan asam lemak mikolat, lipid yang ada bisa
mencapai 60% dari berat dinding sel.
2. Mycobacterium sp adalah bakteri yang terdapat di masyarakat dimana
salah satu spesiesnya adalah Mycobacterium tuberkulose yang
memiliki cirri batang sedikit bengkok, tidak berspora, dan merupakan
bakteri tahan asam yang memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal.
3. Teknik pewarnaan BTA terdiri dari teknik pewarnaan Ziehl Nelson,
Kinyoun Gabbet, dan Fluorochrom, dimana reagen yang digunakan
dalam pewarnaan Ziehl Nelson adalah karbol fucshin, alkohol asam,
dan methylen blue
4. Patogenesis Mycobacterium tuberkulose adalah Mikrobacteria dalam
droplet dihirup dan mencapai alveoli. Penyakit dihasilkan dari
pembentukan dan proliferasi organism virulen dan interaksi dengan
inang.
5. Penyakit lain yang disebabkan oleh Mycobacterium sp adalah
bronkiektasis, silikosis, dan penyakit obstruksi jalan napas, infeksi
granulomatosa kronik pada kulit, limfadenitis servikal kronis, dan
lepra.
6. Hasil yang di dapatkan pada percobaan yang kami lakukan yaitu
negative, karena tidak ditemukan bakteri tahan asam yang berwarna
merah dengan background biru. Sedangkan pada sampel yang
digunakan sebagai control, kami melihat dan ada bakteri dinyatakan
positif dengan bentuk batang gak bengkok dan berwarna merah
dengan background biru.
B. Saran
Adapun saran yang ingin penulis (praktikan) sampaikan melalui
laporan ini adalah sebagai berikut :
a. Membaca dan mempelajari protab terlebih dahulu sebelum melakukan
praktikum.
b. Menggunakan APD pada saat praktikum.
c. Mengikuti protab pada saat praktikum
d. Tidak menukar-nukar pipet untuk menghindari kontaminasi antar
larutan.

DAFTAR PUSTAKA

Buntuan, Velma. 2014. Gambaran Basil Tahan Asam (BTA) Positif Pada Penderita
Diagnosa Klinis Tuberculose Paru di Rumah Sakit Islam Sityi Maryam Manado
Periode Januari-Juni 2014.  2 (2) : 593.
Buntuan, Velma. 2014. Gambaran Basil Tahan Asam (BTA) PositifPada Penderita
Diagnosa Klinis Tuberkulosis ParuDi Rumah Sakit Islam Sitti Maryam Manado
Periode Januari 2014 s/d Juni 2014. Jurnal e-Biomedik (eBM), 2 (2) : 593-596.

Fox, G.J. et al. 2012. Contact Investigation for tuberculose : A Systemic Review and
Meta Analysis. European Respiratory Journal. 41 (2) : 140.
Saptawati, Leli. 2014. Evaluasi Metode Fast Plaque TB Untuk Mendeteksi
Mycobacterium tuberculosis Pada Sputum Di Beberapa Unit Pelayanan Kesehatan
Di Jakarta-Indonesia. Jurnal Tuberkulosis Indonesia. 8 (1) : 1-6.

Syafri, Amalia Kartika., Giat Purwoatmojo., Sri Darnoto. 2015. Hubungan Kondisi
Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas
Ngemplak Boyolali. Surakarta : Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Kusharyati, Dra. Dyah Fitri. MP, dkk. 2015. Diktat Petunjuk Praktikum
Mikrobiologi. Purwokerto : Kesehatan Masyarakat UNSOED.

Saptawati, Leli, dkk. 2014. Evaluasi MetodeFastPlaqueTBTMUntuk Mendeteksi


Mycobacteriumtuberculosis Pada Sputum Di Beberapa Unit Pelayanan Kesehatan
Di Jakarta-Indonesia.Jurnal Tuberkulosis Indonesia. Vol.8 Hlm.1-6

Makassar, 1 Mei 2020

Praktikan Dosen Pembimbing

( Mutmainnah ) ( Mujahidah Basarang, S.Si., M.Kes )

Anda mungkin juga menyukai