Pendahuluan
Ilmu pengetahuan dan teknologi modern merupakan suatu
keharusan dan kebutuhan masyarakat modern, karena kita
memerlukannya untuk meningkatkan harkat dan martabat
kemanusiaan kita. Namun demiki-an tidak dapat dipungkiri bahwa
pada kenyataannya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern – berdasarkan pengalaman bang-sa-bangsa yang terlebih
dahulu memiliki, menguasai dan mengem-bangkan teknologi modern
– tidak sekedar kontra produktif, tetapi juga merusak berbagai tatanan
kehidupan yang mengarah kepada peng-hapusan harkat dan
martabat kemanusiaan itu sendiri. Karena watak teknologi modern
yang mondial yang memiliki cakupan yang univer-sal, maka akibat
buruk yang ditimbulkan dari penggunaan yang kontra produktif
tersebut juga akan dirasakan dan ditanggung oleh wilayah-wilayah
lainnya di muka bumi sebagaimana yang telah terjadi pada masa lalu
dan sekarang.
Karena itulah dalam pengembangan dan penerapan ilmu penge-
tahuan dan teknologi perlu menggunaka etika – dalam arti nilai yang
mengatur cara manusia memperlakukan sesamanya dan mempelajari
tentang bagaimana menjalani hidup dengan baik, atau aturan perilaku,
adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antar sesamanya dalam me-
negaskan mana yang benar dan mana yang buruk - sebagai landasann-
ya agar kemungkinan-kemungkinan penerapan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang kontra produktif dan berdampak pada kemudharatan
dapat dihindari. Adanya etika dalam penerapan ilmu pengetahuan dan
teknologi bertujuan untuk menjaga kepentingan umat manusia agar
tercipta kondisi aman, tenteram, saling terlindungi tanpa merugikan
kepentingan antar sesama, serta penerapan ilmu pengetahuan dan
teknologi tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip universal
kehidupan seperti hak asasi manusia.
Pada materi ini akan dibahas tentang beberapa poin yang meliputi
sinergi ilmu pengetahuan dan teknologi serta integrasinya dengan
nilai dan ajaran Islam, paradigma ilmu bebas nilai dan ilmu tidak
bebas nilai, serta pentingnya akhlak Islam dalam pengembangan dan
penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama di era
kontemporer sekarang ini. Secara lebih khusus setelah mempelajari
materi ini anda diharap-kan dapat menjelaskan dan memahami:
1.Sinergi ilmu dan pengintegrasiannya dengan nilai dan ajaran Islam.
2.Paradigma ilmu bebas nila.
3.Paradigma ilmu tidak bebas nilai.
4.Pentingnya akhlak Islami dalam pengembangan dan penerapan
ilmu iptek.
PEMBAHASAN
A. Sinergi Ilmu dan Pengintegrasiannya
Dengan Nilai dan Ajaran Islam
Paradigma ilmu bebas nilai (value free) menyerukan bahwa ilmu itu
bersifat otonom yang tidak memiliki keterkaitan sama sekali dengan
nilai apapun. Bebas nilai artinya segala kegiatan ilmiah harus didasar-
kan pada hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan me-
nolak campur tangan faktor-faktor eksternal yang tidak secara haki-ki
menentukan ilmu pengetahuan itu sendiri. Penganut paradigma ini
menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai,
baik secara ontologis maupun aksiologis. Dalam hal ini, ilmuwan
hanyalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain
untuk mem-pergunakan pengetahuan tersebut, apakah akan
dipergunakan untuk tujuan yang bermanfaat, atau malah sebaliknya
dipergunakan untuk tujuan yang mudharat.
Golongan yang menganut paham ilmu tidak terikat nilai ini ingin
melanjutkan tradisi kenetralan ilmu secara total seperti pada masa
Galileo. Mereka berpendapat bahwa objek ilmu tetaplah sebagai objek
ilmiah yang harus disamakan, baik secara teoritis maupun secara
met-odologis. Oleh sebab itu, ilmuwan tidak boleh membedakan
apakah objek yang dihadapi ilmu tersebut merupakan bahan dari zat-
zat kimia atau keseragaman peristiwa alam (uniformity of natural) atau
merupa-kan masalah yang ada hubungannya dengan kemanusiaan.
Manusia disamping sebagai subjek peneliti ilmu, juga sebagai objek
yang diteliti secara objektif dari luar, tanpa terpengaruh dengan faktor-
faktor apap-un yang menjiwainya.
Lebih jauh lagi, di antara penganut paham ini ada yang secara ekstrim
menyatakan bahwa gejala-gejala kemasyarakatan sama dengan geja-la
fisika, yaitu sama-sama bersifat alami. Pengertian-pengertian seperti
kehendak, rasa, motif, nilai dan jenis merupakan hal-hal yang berada di
luar dunia eksakta yang adanya hanya dalam dunia angan-angan yang
tidak patut ditinjau dari segi ilmiah. Dari sini dapat dipahami bahwa bebas
nilai hakekatnya adalah tuntutan yang ditujukan pada ilmu agar
keberadaannya dikembangkan dengan tanpa memperhatikan nilai-
nilai lain di luar ilmu itu sendiri. Dengan kata lain, tuntutan dasar agar
ilmu dikembangkan hanya demi ilmu itu sendiri tanpa pertimbangan
aspek politik, agama, moral dan etika. Ilmu harus dikembangkan
hanya sema-ta-mata berdasarkan pertimbangan ilmiah murni.
Dalam pandangan ilmu yang bebas nilai tersebut tidak dikenal hu-
kum boleh dan tidak boleh, baik dan tidak baik, manfaat dan
mudharat. Misalnya, eksplorasi alam tanpa batas bisa jadi dibenarkan
untuk kepentingan ilmu itu sendiri, seperti juga ekpresi seni yang
menonjol-kan pornografi dan pornoaksi dianggap sebagai sesuatu
yang wajar karena ekspresi tersebut semata-mata untuk seni.
Setidaknya, ada problem nilai ekologis dalam ilmu tersebut tetapi
ilmu-ilmu yang be-bas nilai demi tujuan untuk ilmu itu sendiri
mengesampingkan kepent-ingan-kepentingan ekologis karena
dianggapnya akan menghambat kemajuan dan pengembangan ilmu
tersebut. Contoh lain adalah sebe-lum ditemukan teknologi sinar laser
demi mempelajari anatomi tubuh manusia, maka para ilmuwan di
bidang kedokteran membolehkan riset dengan cara menguliti mayat
manusia dan mengambil dagingnya hing-ga tinggal tulang-tulangnya
dalam upaya pengembangan ilmu penge-tahuan. Dalam masalah seni
misalnya, para seniman dibolehkan mem-buat patung-patung
manusia telanjang, lukisan-lukisan erotis, fotografi yang menonjolkan
pornografi dan tarian-tarian tanpa busana, dimana hal tersebut sama
sekali bukan masalah dan dibenarkan secara ilmu seni karena
menjadi bagian dari ekspresi pengembangan ilmu seni itu sendiri.
Berkaitan dengan masalah ini, Nurcholis Madjid mengatakan bah-wa
karena teknologi hanya berurusan dengan benda-benda mati, hal itu
menimbulkan kesan bahwa teknologi merupakan bentuk ilmu yang netral
atau bebas nilai. Hal ini berbeda dengan ilmu-ilmu sosial yang
dianggapnya tidak bebas nilai. Menurutnya, kebiasaan dalam men-
ganggap bahwa ilmu teknologi memiliki kepastian yang tetap sedang-kan
ilmu sosial tidak memiliki kepastian yang tetap menjadikan antara
keduanya disebutkan dengan istilah yang berbeda – yakni ilmu sains
disebutnya sebagai ilmu keras (hard science) dan ilmu sosial disebut
sebagai ilmu lunak (soft science) - sehingga mengesankan bahwa ber-
urusan dengan ilmu teknologi adalah lebih mudah daripada berurusan
dengan ilmu-ilmu sosial, dan lebih tidak berbahaya karena sifatnya yang
pasti sehingga memudahkan untuk dikuasai dan dikendalikan oleh
siapapun. Pandangan seperti ini menurut Nurcholis Madjid me-mang
dapat dibenarkan, meskipun sesungguhnya mengandung kes alahan
yang mendasar secara epistemologis. Menurutnya, ilmu penge-tahuan
dan teknologi disebut sebagai ilmu keras (hard science) karena sifatnya
yang pasti dan tidak beribah-ubah seperti sifat yang melekat pada ilmu
sosial (soft science). Kajian terhadap alam kebendaan dapat
menghasilkan suatu nilai kepastian yang tinggi dan valid. Hal ini kare-na
variable yang digunakan dan harus diperhatikan untuk penyimpulan
teoritisnya dapat dikatakan cukup terbatas, karenanya lebih mudah di-
kuasai. Adapun kajian mengenai ilmu sosial yang mana objek kajiann-ya
adalah hidup kemasyarakatan manusia, dapat melibatkan variable yang
sangat banyak, luas, serta tidak terbatas, yang mana hingga saat ini
sebagian besar variabel tersebut masih belum mungkin dikenali, lebih-
lebih dijadikan konsideran dalam membuat penyimpulan teoritisn-ya.
Karena itulah kemudian ilmu sosial dikesankan sebagai suatu ilmu lunak
yang tidak memiliki kepastian.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa penganut paradigma
ilmu bebas nilai berpendirian bahwa ilmu tidak boleh terikat dengan
nilai, baik dalam proses penemuannya maupun dalam proses pener-
apannya, karena petimbangan-pertimbangan moral atau nilai hanya
akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengeta-
huan.
KESIMPULAN
3. Paradigma ilmu bebas nilai menyerukan bahwa ilmu itu bersifat oto-
nom yang tidak memiliki keterkaitan sama sekali dengan nilai apap-
un. Artinya segala kegiatan ilmiah harus didasarkan pada hakikat ilmu
pengetahuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan menolak campur tangan
faktor-faktor eksternal yang tidak secara hakiki menentukan ilmu pen-
getahuan itu sendiri. Dalam hal ini, ilmuwan hanyalah menemukan
pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk mempergunakan
pengetahuan tersebut, apakah akan dipergunakan untuk tujuan yang
bermanfaat, atau malah sebaliknya dipergunakan untuk tujuan yang
mudharat.