Anda di halaman 1dari 13

ISLAM, ILMU PENGETAHUAN DAN TANTANGAN

ERA SOCIETY 5.0

Makalah ini ditujukan guna memenuhi tugas mata kuliah


Pendekatan dalam Pengkajian Islam

Disusun oleh:
Muhamad Fadli
NIM. 22204011030
Helsa Mariana

Kelas PAI 1D

PRODI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU


TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAMA NEGERI SUNAN
KALIJAGA YOGYAKARTA
2023
A. PENDAHULUAN
Islam dan ilmu pengetahuan merupakan dua hal yang tidak terpisahkan dari
kehidupan seorang muslim. Muthahhari (dikutip di Shihab, h. 376) mengatakan
bahwa ilmu dapat mempercepat manusia dalam mencapai tujuan, sementara agama
menentukan arah yang dituju, ilmu menyesuaikan manusia dengan lingkungan, agama
menyesuaikan dengan jati dirinya, ilmu menjadi hiasan lahir, agama menjadi hiasan
batin, ilmu memberikan kekuatan dan menerangi jalan, agama memberikan harapan
dan dorongan jiwa, ilmu menjawab pertanyaan yang diawali dengan kata bagaimana,
sedangkan agama menjawab pertanyaan yang diawali dengan kata mengapa, ilmu
dapat mengeruhkan pipi pemiliknya, sedangkan agama memberikan ketenangan bagi
pemeluknya.
Ilmu bukan sekedar pengetahuan tetapi merangkum beberapa pengetahuan
berdasarkan teori-teori yang telah disepakati dan dapat diuji secara sistematis dengan
seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dilihat dari segi
filosofis, ilmu pengetahuan terbentuk karena manusia berusaha berpikir lebih jauh
tentang pengetahuan yang dimilikinya. Pengetahuan adalah produk epistemologi.
Sains dan Teknologi, adalah salah satu hal yang tidak bisa kita lepaskan dalam
kehidupan kita. Kita membutuhkan ilmu karena pada dasarnya manusia memiliki
anugerah terbesar yang Allah SWT berikan hanya kepada kita, manusia, bukan
kepada makhluk lain yaitu akal. Dengan pikiran itu, kita akan selalu berinteraksi
dengan pengetahuan. Pikiran yang baik dan benar akan dipenuhi dengan pengetahuan
yang baik pula. Adapun teknologi, kita bisa menggunakannya sebagai sarana untuk
mendapatkan pengetahuan itu sendiri. Namun dalam mempelajari dan menerapkan
iptek itu sendiri, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan, karena tidak
semua yang di hasilkan oleh pikiran manusia itu sesuatu yang baik.
Ilmu pengetahuan saat ini semakin berkembang pesat terutama di bidang iptek.
Alasan yang paling masuk akal adalah karena semakin kompleksnya persoalan-
persoalan yang muncul. Sebelumnya muncul era industry 4.0 kemudian di susul era
society 5.0. Kondisi umat islam sendiri saat ini sangat memprihatinkan, hal ini karena
kebanyakan ide-ide itu muncul dari orang-orang non-islam. Maka muncul persoalan
apa penyebab kemerosotan umat islam saat ini. Jika di tinjau dalam sejarah,
peradaban islam pernah terbentuk dan terkenal di dunia dengan keilmuannya. Banyak
ilmuan yang muncul kemudian menjadi barometer orang setelahnya untuk
mengembangka ide ilmuan islam tersebut.
Dari pemaparan di atas penulis ingin mengulik lebih jauh tentang kondisi umat
islam saat ini. Dalam tulisan ini akan dijelaskan sejarah ilmu pengetahuan dalam
islam, bagaimana agama dalam memandang ilmu pengetahuan, dan tentunya apa
tantangan umat muslim dalam menghadapi kondisi saat ini.

B. Isi Makalah
1. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dalam Islam
a. Definisi ilmu pengetahuan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Ilmu adalah
pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut
metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala
tertentu dibidang pengetahuan. Menurut Nurcholish Madjid dikutip dalam
(Hakim & Mubarok, 2017, h. 18) ilmu adalah hasil pelaksanaan perintah Tuhan
untuk memperhatikan dan memahami alam raya ciptaan-Nya, sebagai
manifestasi atau penyingkapan tabir akan rahasia-Nya.
Ilmu pada hakikatnya berasal dari pengetahuan, namun sudah disusun
secara sistematik dan di uji kebenarannya menurut metode ilmiah dan
dinyatakan valid atau shahih. Adapun pengetahuan adalah segala sesuatu yang
diketahui, namun belum disusun secara sistematik dan belum di uji
kebenarannya menurut metode ilmiah, dan belum dinyatakan valid atau shahih
(Nata, 2018, h.8). Dapat kita pahami bahwasannya ilmu pengetahuan itu
merupakan sekumpulan pengetahuan yang telah teruji dan bisa
dipertanggungjawabkan untuk disebarkan ke khalayak ramai.
b. Perkembangan ilmu pengetahuan
Pada awalnya induk ilmu pengetahuan serta diakui adalah filsafat akan
tetapi karna banyaknya persoalan kehidupan pada masyarakat dan persoalan
alam semesta yang harus terjawab, berkembanglah ilmu pengertahuan
berdasarkan bentuk disiplin-disiplin ilmu secara khusus. Amsal Bakhtiar (2013,
h. 25) membagi periodeisasi sejarah perkembangan ilmu pengetahuan menjadi
empat periode: pada zaman Yunani kuno, pada zaman Islam, pada zaman
renaisans dan modern, dan pada zaman kontemporer.
1) Periode Yunani Kuno. Periode Yunani kuno merupakan sebuah tempat
dimana munculnya tokoh-tokoh rasional seperti Thales dari Mileta, tokoh
pertama yang memulai sebuah pemikiran tentang ilmu asal-usul alam
semesta. Kemudian ada tokoh besar lainya seperti Socrates, Plato, dan
Aristotels yang membawa pengaruh besar untuk meruntuhkah mitos-mitos
yang ada di zaman itu serta mengubah cara berfikir yang lebih rasional di
kalangan masyarakat dengan mempelajari filsafat. Filsafat menjadi induk
ilmu pengetahuan mulai berkembang di abad 6 M (Trihidayat, 2015, h. 13).
Seperti Anaximenes berpendapat (dalam Karim, 2014, h. 281) bahwa semua
yang ada di alam semesta berawal dari udara. Kemudian ada juga tokoh
lainya seperti Demoreitos atau yang lebih di kenal “Bapak Atom Pertama”
yang mengembangkan teori tentang atom. Ada juga tokoh yang terkenal
sebagai peletak dasar ilmu-ilmu fisika dan biologi yaitu Empedokles. Karna
ketertarikan tokoh-tokoh filsafat inilah awal berkembangnya berbagai
disiplin ilmu hingga yang kita ketahui sekarang.
2) Periode Islam. Periode islam terjadi di abad pertengahan, zaman dimana
ilmu-ilmu pengetahuan berkembang pesat yang selalu disebut sebagai zaman
keemasan umat islam. Pada zaman itu, Khalifah Harun al-Rasyid (786-809
M) melakukan penerjemahann buku-buku dari bahasa Yunani ke bahasa
Arab yang nantinya di pelajari umat islam (Kosim, 2008, h. 132. Maka pada
abad 6-7 M, terjadilah perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat seperti
dibidang ilmu kedokteran ada tokoh Al-Hawi, Rhazas dan Ibnu Sina.
Kemudian tokoh yang terkenal di bidang matematika yaitu Al-Khawarizmi.
Ada juga Ibnu Rushd seorang tokoh di bidang filsafat yang menterjemahkan
dan mengomentari karya-karya Aristoteles. Umat islam di adab pertengahan
sangat mencintai ilmu karna sesuai dengan akal dan pikiran serta tidak
bertentangan dengan ajaran agama islam (Karim, 2014, h. 283).
3) Masa renaisans dan modern. Istilah renaisans diperkenalkan pertama kali
oleh sejarahwan terkenal yaitu Michelet. Istilah ini digunakan sebagai
periode kebangkitan intelektual bagi bangsa Eropa dan juga Italia pada abad
ke-15 dan ke-16 (Bakhtiar, 2013, h. 30). Periode renaisans merupakan
periode sejarah peradaban tnetang kebangkitan kembali pusaka Yunani dan
berakhirnya abad kegelapan di Eropa hingga terbentuknya era modern. Era
renaisans mengalami kemajuan dan perubahan dalam perkembangan ilmu
yang di tandai dengan ciri utamanya yaitu Humanisme, empirisisme,
individualisme, rasionalisme dan sekulerisme (Karim, 2014, h. 285)
4) Periode kontemporer. Periode ini dimulai dari abad 20 M hingga sekarang.
Pada era inilah ilmu-ilmu semakin berkembang dengan pesat dan mendalam.
Kita bisa mengenal teknologi-teknologi canggih yang mempermudah
pekerjaan manusia agar lebih dinamis. Pada era abad ini, ilmu pengetahuan
tertinggi diraih oleh para ilmuan di bidang fisika. Karna era inilah teknologi
dan aplikasi-aplikasi yang mempermudah manusia tercipta. Selain fisika dan
kimia juga berkembang pesat, ada juga di bidang teknologi komunikasi dan
informasi yang terus maju dalam mengembangkan teknologi internet,
teknologi luar angkasas, robotic, dan teknologi Nuklir (Karim, 2014, h. 285).
Ilmu pengetahuan di sini, mencakup seluruh aspek wawasan yang
mendukung peradaban (civilization) manusia semakin berkembang dan
mutakhir. Mulai kemahiran dalam bercakap yang disimbolkan dengan karya
sastra, kemampuan mendiagnosa terhadap suatu penyakit, sampai pada
puncaknya pengetahuan ilmu hitung bangun ruang atau yang lebih dikenal
dengan ilmu eksak. Sehingga demikian ini mampu mengantarkan kehidupan
umat manusia kearah yang lebih sosial dan bermasyarakat atau meminjam
istilah Koentowijoyo, sebagai manusia yang berperadaban (insân madaniy).
c. Islam sebagai sumber pengetahuan
Sebagian orang mempunyai kecenderungan untuk memisahkan ilmu
pengetahuan dari agama. Memisahkan antara ilmu kauniyah (alam semesta) dari
wahyu. Pada hal dalam pandangan Islam keduanya adalah merupakan satu
kesatuan. Kebenaran yang ada di alam semesta dikonfirmasi lewat wahyu,
demikian pula sebaliknya kebenaran wahyu dapat dibuktikan melalui kenyataan
yang ada di alam semesta, karena memang berasal dari sumber yang satu, yaitu
Allah (Zuhairani, 2018, 56). Penemuan Tokoh islam dalam ilmu pengetahuan
seperti:
1) Bidang Matematika ada Muhammad ibn Musa Al Khwarizmi, tokoh islam
yang pertama memperkenalkan menulis buku ilmu hitung, aljabar dan ilmu
algoritma yang digunakan untuk mengembangakan ilmu komputer atau
informatika di era modern. Beliau juga menemukan angka 0 (nol) serta
sistem tanda decimal. Selain al-Khawarizmi ada juga tokoh islam yang
terkenal di bidang ilmu matematika beliau adalah Umar al-Khayam dengan
karya terkenalnya tentang klasifikasi dan solusi persamaan kubik dan juga
memberikan solusi geometris dengan perpotongan kerucut.
2) Bidang Astonomi ada Umar al-Khayam yang membuat kalender lebih akurat
dari yang pernah di buat Gregorius. Karna Gregorius membuat perbedaan 1
(satu) hari dalam 330 tahun, sedangkan Umar khayam membuat perbedaan 1
(satu) hari dalam 500 tahun.
3) Bidang Kimia ada ulama Muslim yang terkenal yaitu Jabir bin Hayyan dan
Zakaria al-Razi. Namun kedua ulama ini di Eropa dikenal dengan nama
Gaber dan Rhazes. Pada zaman kejayaan Yunani, kimia banyak dibangun
berdasarkan spekulasi. Sedangkan pada zaman kejayaan islam, kimia
dikembangkan atas dasar percobaan atau eksperimen.di kalangan umat islam
terdapat keyakinan bahwa timah, loyang, besi, dan yang sejenis dengannya
dapat diubah menjadi emas dengan perantaraan substansi tertentu.
4) Bidang Optik ada ibnu Haitsam seorang ulama yang terkenal dalam bidang
optik. Beliau berhasil menentang teori penglihatan yang dikemukakan oleh
Euklid dan Ptolomeus. Menurut Euklid dan Ptolomeus, benda dapat di lihat
karena mata mengirim cahaya ke benda. Melalui cahaya itulah, mata dapat
melihat benda. Sedangkan Ibnu Haitsam berpendapat sebaliknya.
Menurutnya, benda dapat dilihat karena benda mengirim cahaya ke mata.
Melalui cahaya yang dikirim benda itulah, mata dapat melihat benda yang
bersangkutan. Berdasarkan ilmu pengetahuan modern, teori Ibnu Haitsamlah
yang ternyata dipandang benar (Hakim & Jaih Mubarok, 2017, h. 23 )
d. Problematika Ilmu Pengetahuan
Mulyadi Kartanegara dalam (Nata, 2018, h. 9-15) menyebutkan ada lima
problematika yang melanda ilmu pengetahuan. Pertama, terjadi ketika ilmu-
ilmu sekuler positivistik dikenalkan ke dunia islam lewat imperialisme Barat.
Dalam keadaan demikian, terjadilah dikotomi yang sangat keta tantara ilmu-
ilmu agama, sebagaimana yang dipertahankan dan di kembangkan dalam
Lembaga-lembaga Pendidikan Islam tradisional (pesantren salafiyah) di satu
pihak, dan ilmu-ilmu sekuler, sebagaimana di ajarkan di sekolah-sekolah umum
yang di sponnsori pemerintah di pihak lain.
Kedua, pandangan tentang fenomena alam. Dalam pandangan islam
fenomena alam tidak berdiri sendiri. Dalam islam, alam sangat berkaitan dengan
kekuasaan ilahi. Dunia barat memandang alam tidak memiliki hubungan dengan
kekuasasaan Tuhan atau sesuatu yang bersifat spiritual dan moral. Alam
sepenuhnya tunduk pada hokum alam yang bekerja secara mekanik dan linier.
Ketiga, berkenaan dengan timbulnya kesenjangan tentang sumber ilmu, yakni
ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Para pendukung ilmu-ilmu agama
hanya menganggap valid atau shahih sumber-sumber Ilahi dalambentuk kitab
suci dan tradisi kenabian, dan menolak sumber-sumber non skriptual sebagai
sumber otoritatif untuk menjelaskan kebenaran yang sejati. Sementara itu, para
ilmuwan barat asyik dengan paradigmanya yang sekuler, lepas dari agama, lepas
dari kepercayaan kepada tuhan dan menganggap apa yang di bawa oleh agama
sebagai khayalan, tidak masuk akal, dan tidak ada gunanya.
Keempat, terkait dengan objek-objek yang di anggap sah untuk sebuah
disiplin ilmu. Sains modern telah menentukan objek-objek ilmu yang sah adalah
segala sesuatu sejauh yang dapat diobservasi atau di amati oleh indra. Dengan
demikian, segala objek yang jauh di luar lingkup benda-benda yang dapat
diobservasi di anggap tidak sah sebagai objek ilmu sehingga dikeluarkan dari
daftarnya. Sementara kelompok Islam menilai bahwa yang menjadi objek ilmu
adalah yang berasal dari Tuhan, dari wahyu, yang dapat meyakinkan sanubari
dan menggetarkan jiwa, serta membawa manusia semakin dekat dengan Tuhan,
semakin ikhlas dalam beramal kebajikan. Kelima, terkait klasifikasi ilmu secara
radikal ke dalam ilmu-ilmu agama dan ilmu umum, serta munculnya
disintegrasi pada tatanan klasifikasi ilmu.
2. Tantangan umat islam di era society 5.0
Perkembangan zaman yang pesat tidak bisa kita prediksi. Belum lama ini
kita dikejutkan oleh revolusi industry 4.0, yang mana mengedepankan penggunaan
teknologi informasi untuk melakukan segala pekerjaan. Bahkan sekarang ini
muncul sebuah konsep baru lagi yang bertujuan menjawab gejolak yang di
timbulkan oleh industry 4.0, yaitu society 5.0. Era masyarakat 5.0 atau super smart
society (society 5.0) diperkenalkan Pemerintah Jepang pada 2019, yang dibuat
sebagai solusi dan tanggapan dari revolusi industri 4.0 dan dianggap akan
menimbulkan degradasi manusia. Setelah memasuki era revolusi industri,
Indonesia akan memasuki era society 5.0. Era society 5.0 sebagai pembaharuan
yang menempatkan manusia sebagai komponen utama di dalamnya, bukan sekadar
passive component seperti di revolusi industri 4.0. Adanya pembaharuan pada era
tersebut dapat menghasilkan nilai baru dengan elaborasi dan kerja sama pada
sistem, informasi dan teknologi yang juga meningkatkan kualitas sumber daya
manusia yang dibutuhkan atau Human Capital. (Nasikin & Khojir, 2021, h. 713-
714).
Society 5.0 dapat diartikan sebagai sebuah konsep masyarakat yang
berpusat pada manusia dan berbasis teknologi (Pihar, 2022, h. 6). Berbeda dengan
industry 4.0, konsep society 5.0 tidak hanya terbatas untuk faktor manufaktur tetapi
juga memecahkan masalah sosial dengan proses integrasi antara ruang fisik dan
virtual. Society 5.0 memiliki konsep teknologi big data yang dikumpulkan oleh
Internet of things (IoT) diubah oleh Artifical Inteligence (AI) menjadi sesuatu yang
dapat membantu masyarakat sehingga kehidupan menjadi lebih baik (Nastiti &
‘Abdu, 2020, h. 62).
Dalam era society 5.0 masyarakat dihadapkan pada teknologi yang
memunkinkan dapat mengakses dalam ruang maya yang terasa seperti ruang fisik.
Dalam teknologi society 5.0 AI berbasis big data dan robot untuk melakukan atau
mendukung pekerjaan manusia. Berbeda dengan revolusi industry 4.0 yang lebih
menekankan pada bisnis saja, namun dengan teknologi era society 5.0 tercipta
sebuah nilai baru yang akan menghilangkan kesenjangan sosial, usia, jenis
kelamin, bahasa dan menyediakan produk serta layanan yang dirancang khusus
untuk beragam kebutuhan individu dan kebutuhan banyak orang (Pihar, 2022, h.
7).
Bisa kita cermati bahwa era industry 4.0 berorientasi pada aspek bisnis
sehingga berpengaruh pada proses pendidikan sebagai contoh sebelum tahun 2013
ujian masih menggunakan kertas, akan tetapi pada tahun 2013 hingga saat ini ujian
beralih pada penggunaan komputer yang memelukan banyak biaya dari listrik
hingga mengakses internet. Akan tetapi, era society 5.0 hadir bukan hanya sebatas
bisnis saja akan tetapi lebih menonjolkan akan interaksi sosial sebagai mana di era
industri 4.0 yang kurangnya terjadi interaksi sosial baik pada masyarakan ataupun
pada guru dan peserta didiknya. Untuk itu society 5.0 diharapkan dapat
menghilangkan permasalahan minimya interaksi tadi (Azhari, Mashuri & Alhabsyi,
2022, h. 215). Pada bidang pendidikan di era society 5.0 bisa jadi siswa atau
mahasiswa dalam proses pembelajarannya langsung berhadapan dengan robot yang
khusus dirancang untuk menggantikan pendidik atau dikendalikan oleh pendidik
dari jarak jauh. Bukan tidak mungkin proses belajar mengajar bisa terjadi dimana
saja dan kapan saja baik itu dengan adanya pengajar ataupun tidak. (Pihar, 2022, h
7)
Untuk menjawab segala tantangan tersebut diperlukan umat atau
masyarakat islam yang tidak menutup diri dari perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Lembaga Pendidikan merupakan tempat yang paling mungkin untuk
mengembangkan kemampuan umat islam itu sendiri. Menurut (Nasikin & Khojir,
2021, h. 714) Ada beberapa masalah yang ada dalam pendidikan agama Islam.
Pertama, sumber daya manusia kurang memadai. Kedua, banyak guru yang sudah
usia lanjut. Ketiga, sarana-prasarana tidak lengkap. Keempat, metodologi
pengajaran agama Islam berjalan secara konvensional-tradisional. Selain empat
masalah yang telah diuraikan di atas, ada tiga faktor yang menyebabkan
pendidikan agama Islam kerap mendapatkan kritik tajam. Pertama, perkembangan
IPTEK tidak diiringi perkembangan pendidikan agama Islam. Bisa dikatakan
lambatnya respon pendidikan agama Islam terhadap IPTEK. Kedua, adanya
pengelompokan ilmu, antara ilmu agama dan ilmu umum. Ketiga, adanya
perbedaan pandangan antar pemangku kebijakan pendidikan.
Melihat permasalahan yang di hadapi umat islam saat ini, setidaknya ada
tiga kompetensi yang harus di miliki umat islam. Pertama, kemampuan literasi
digital. Dikarenakan perkembangan teknologi yang pesat maka sudah seharusnya
umat islam sadar dan terbuka untuk ikut andil di dalamnya. Sebagaimana kita
ketahui pada masa ini di segala sektor mencoba untuk memanfaatkan teknologi
untuk kebutuhan kehidupan. Hasilnya manusia saat ini bisa berinteraksi, belajar,
dan berjualan tanpa harus bertatap muka, ini dikarenakan mereka beralih ke dunia
digital yang lebih efisien tanpa batas ruang dan waktu.
Pemanfaatan teknologi dalam upaya mendukung kegiatan literasi digital ini
bisa membantu kita untuk mendapatkan informasi dengan mudah. Bukan hanya
sekedar mendapaktan informasi saja tetapi memahami isi dari informasi yang
diperoleh tersebut. Literasi digital bermakna kemampuan untuk berhubungan
dengan informasi hipertekstual dalam arti bacaan tak berurut yang dibantu
komputer (Nurcholis, Hidayatullah & Rudisunhaji, 2019, h. 13). Kemudian Gilster
memperluas konsep literasi digital sebagai kemampuan memahami dan
menggunakan informasi dari berbagai sumber digital, dengan kata lain kemampuan
untuk membaca, menulis dan berhubungan dengan informasi dengan menggunakan
teknologi dan format yang ada pada masanya.
Menurut Belshaw (dalam Bastian, Rahmat, Basri, Rajab & Nurjannah.,
2020, h. 130) ada 8 elemen yang meliputi literasi digital:
a. elemen cultural dapat dimaknai dengan kemampuan memahami berbagai
macam konteks digital seperti dikenal dengan melek internet. Hal ini dapat
dimaknai dengan literasi digital diharapkan seseorang tidak gagap dihadapan
internet dengan berbagai varian dan perkembangannya yang cepat.
b. elemen cognitive diartikan sebagai sikap memperluas cakrawala berpikir atau
juga menjadi elemen dasar dari literasi. Jika direfleksikan dalam konteks digital,
seorang pengguna internet mereka akan lebih terlindungi ketika memanfaatkan
internet dengan berbekal pengetahuan yang luas dan mengenaui bahwa internet
sebagai wadah penyimpanan yang kompleks seperti radikalisme, hoaks, ujaran
kebencian, pornografi, cybercrime, dan lain sebagainya.
c. Constructive diartikan membuat sebuah hal positif atau juga dimaknai
melakukan hal-hal yang bermanfaat dengan berban\tuan internet. Oleh karena
itu, memalui penguasaan literasi digital mendorong pengguna untuk
menciptakan hal positif atau kontruktif, bukan untuk hal yang negatif.
d. Adapun elemen lainnya seperti communicative, confident, dan creative
memiliki maksud setiap orang yang terliterasi secara digital maka orang tersebut
akan mampu berkomunikasi secara baik, memiliki rasa tanggung jawab, dan
mampu menghadirkan berbagai inovasi dalam kehidupan.
e. Sedangkan, elemen critical memberikan isyarat kepada pengguna agar tidak
hanya menjadi generasi klik tetapi juga menggunakan nalar kritis atas setiap
informasi yang didapatkan.
f. Elemen civic yang berarti internet mampu menjadi suatu tools guna
menciptakan masyarakat madani atau memiliki tatanan sosial yang lebih baik.
Elemen-elemen yang dikemukakan oleh Belshaw merupakan sebuah
pijakan yang bisa digunakan oleh umat muslim dalam memahami cara kerja
literasi digital. Dengan begitu umat muslim mampu menjadikan literasi digital
sebgai tameng dari berbagai macam informasi yang berbahaya, seperti radikalisme,
cyber bullying, terhindar dari hoaks dan masih banyak lagi.
Kedua, Literasi numerasi. Kemampuan literasi numerasi merupakan salah
satu faktor yang mendorong terlaksananya pembelajaran berpusat pada siswa
dengan kemampuan pengetahuan, kecakapan dan keteampilannya dalam
menganalisis, memecahkan masalah, menginterpretasikan hasil analisis dan
mengambil keputusan. Kemampuan literasi numerasi mencakup kemampuan
dalam menganalisa, memberikan alasan, menyampaikan ide secara efektif,
merumuskan, memecahkan, dan menginterpretasi masalah-masalah dalam berbagai
bentuk dan situasi.
Kompetensi ini sangat dibutuhkan oleh umat islam. Kemampuan ini dari
segi manfaatnya mampu melahirkan seseorang yang berpikir kritis dalam
memanadng pemasalahan yang hadir dalam kehidupan. Terlebih lagi dalam
memahami isi yang ada di dalam Al-Qur’an. Sebagai salah satu pemandu jalan
dalam kehidupan umat islam, isi Al-Qur’an tidak terbatas hanya pada masalah
praktik ibadah saja. Banyak dari ayat-ayat al qur’an yang mengandung petunjuk-
petunjuk untuk di pecahkan yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan. Oleh
karena itu maka sudah seharusnya umat islam mempunyai literasi numerasi yang
baik supaya bisa memnafaatkan kemampuan berfikir kritis dan sistematis dalam
menghadapi permasalahan yang akan hadir di kemudian hari.
Ketiga, kemampuan berbahasa asing. Perkembangan zaman yang pesat
mengharuskan umat islam untuk cepat beradaptasi, salah satunya dengan
menguasai berbagai Bahasa di dunia diantaranya Bahasa inggris dan Bahasa Arab
yang sudah menjadi Bahasa kedua di beberapa negara. Hal ini bukan tanpa alas an,
penyebabnya adalah banyak dari negara luar yang ioteknya berkembang
menggunakan Bahasa asing ketika menerbitkan buku. Untuk memahami itu tentu
harus memahami bahasanya supaya bisa mengambil apa yang dimaksudkan di
dalam buku. Dengan kemampuan Bahasa Arab umat muslim mampu
menerjemahkan kitab-kitab yang ditulis dengan Bahasa arab.
Oleh sebab itu sudah semestinya umat muslim, khususnya di Indonesia
sadar akan kondisinya saat ini. Dengan menguasai ketiga kemampuan tersebut
akan semakin memudahkan kita untuk memahami ayat-ayat yang Allah turunkan.
Allah tidak pernah membatasi seseorang dalam menuntut ilmu, sebaliknya Allah
memrintahkan manusia untuk memaksimalkan potensi akal yang sudah diberikan
dengan maksimal. Tujuan akhirnya adalah tidak lain, semakin bertambah ilmu nya
semakin bertambah keimanan di dalam dada.
C. Penutup
1. Kesimpulan
Agama dan ilmu pengetahuan merupakan dua hal yang akan selalu
mendampingi kehidupan manusia. Dalam islam kedua hal tersebut tidak bisa
dipisahkan. Seperti yang pernah dikatakan oleh Albert Einstein “ilmu tanpa agama
buta, agama tanpa ilmu lumpuh”. Melihat problematika ilmu pengetahuan
sekarang sudah seharusnya menjadi teguran khususnya umat muslim di Indonesia.
Pada saat ini umat muslim mengalami ketertinggalan dikarenakan masih
terpakunya dengan pengamalan ayat-ayat qauliyah dan sangat sedikit yang
mengamati ayat-ayat kauniyah.
Untuk menghadapi persoalan itu di masa sekarang maka umat islam
setidaknya memerlukan tiga keterampilan supaya wawasan terhadap ilmu
pengetahuan lebih luas dan tidak menutup diri dengan perkembangan zaman.
Keterampilan itu adalah literasi digital, literasi numerasi dan kemampuan
berbahasa asing.
2. Pandangan penulis terhadap tema yang di bahas
Menurut penulis tema yang di angkat cukup menarik untuk di bahas sebagai
gambaran untuk diskusi kedepannya. Hal ini dikarenakan keadaan sekarang cukup
menggambarkan bagaimana keadaan umat islam yang mengalami ketertinggalan
dalam Ilmu Pengetahuan. Dengan pemaparan tema ini tentunya diharapkan bisa
membuka pandangan yang sebelumnya terkekang oleh paham yang hanya
mementingkan ilmu agama saja atau sebaliknya yang hanya mementingkan ilmu
umum saja. Karena sejatinya Allah menurunkan ayat ayat-Nya tidak terbatas
hanya untuk umat muslim saja, melainkan untuk seluruh alam semesta. Maka
sudah seharusnya kita membuka diri untuk bersaing dalam mempelajari berbagai
macam ilmu pengetahuan.
Daftar Pustaka

Azhari, M.R., Mashuri S., & Alhabsyi F., (2022), Intergrasi Pendidikan Agama Islam dalam
Pemanfaatan Teknologi di Era Society 5. Palu: KIIIES 5.0.
Bakhtiar, A. (2013). Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Bastian, O.A., Rahmat, H.K., Basri, A.S.H., Rajab, D.D.A., & Nurjannah, N. (2021). Urgensi
Literasi Digital dalam Mengangkal Radikalisme pada Generasi Millenial di Era
Revolusi Industri 4.0. Dinamikas Sosial Budaya, 23(1), 126-133.
Hakim, A. A & Mubarok J. (2017). Metodologi studi islam (17th ed). Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Karim, A.K. 2014. Sejarah perkembangan Ilmu Pengetahua. Fikrah, 2(1), 273-289.
Kosim, M. (2008). Ilmu Pengetahuan Dalam Islam (Perspektif Filosofis-Historis). TADRIS:
Jurnal Pendidikan Islam 3(2) h. 121-140
Nasikin, M. &Khojir. (2021). Rekonstruksi Pendidikan Islam di Era Society 5.0. Cross-
border, 4(2), 706-722.
Nata, Abuddin. (2018). Islam dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Prenadamedia Group.
Nurcholis, A., Hidayatullah, S.I., & Rudisunhaji, M.A., (2019). Karakteristik dan Fungsi
Qira’ah dalam Era Literasi Digital. El-Tsaqafah 18(2), 131-146.
Pihar, A. (2022). Modernisasi Pendidikan Agama Islam di Era Society 5.0. Journey-Liaison
Academia and Society, 1(1), 1- 12.
Shihab, M. Quraish. (1998). Wawasan al-Qur‟an (Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan
Umat). Bandung: Mizan.
Trihidayat, M.I. (2015). Filsafat Umum. Palembang : Karya Mandiri Bersama.
Zuhairini. (2018). Filsafat Pendidikan islam (8th ed). Jakarta : PT Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai